BAB IV KELOMPOK - KELOMPOK SOSIAL ( Social Group ) A. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK HIDUP YANG BERKELOMPOK Apabila dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, misalnya binatang manusia dilahirkan dalam keadaan lemah baik lahir maupun bathin. Padanya tidak dilengkapi dengan berbagai instink untuk mempertahankan hidupnya melawan kejaman alam seperti halnya pada beberapa binatang. Roalitas menunjukkan bahwa manusia lahir dalam keadaan tak berdaya. Hidup maupun perkembangannya tergantung kepada orang lain minimal kepada keluarganya. Kenyataan ini tidak hanya pada bayi atau anak – anak saja, bahkan di dalam perkembangannya menuju kedewasaan seorang individu masih memerlukan bantuan orang lain. Maka dapatlah dikatakan bahwa hanya atas dasar belas kasihan orang lain dan cinta keluarganyalah yang menjadi sumber hidupnya. Dengan perkataan lain kelangsungan dan perkembangan individu tergantung dari orang lain. Setiap individu dilahirkan dan berkembang dalam suatu keluarga dan ini bukanlah suatu kehendak dan pilihan bebas, melainkan berlangsung secara kodrati. Atau dengan perkataan lain, manusia lahir tanpa pilihan dalam masyarakat yang mana dan dalam keluarga yang bagaimana ia harus lahir. Keadaan yang demikian memerlukan penyesuaian dalam tuntutan hidupnya dalam arti yang seluas – luasnya. Ini semua perlu dipelajari orang lain dan terlalu sedikit yang diperolehnya dari instink. Proses antara hubungan ini berlangsung terus dan berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan hidupnya, bahkan setiap individu dituntut untuk mempelajari berbagai kecakapan demi kelangsungan hidupnya. Keadaan demikian inni menyebabkan manusia selalu ingin hidupnya bersama dengan orang lain ( grogoriousnoss ), sering orang menyebut manusia adalah sosial animal, atau menurut Aristoteles Zoon Politicon ( makhluk sosial ). Hidup manusia adalah interdependen ( saling tergantung ). Proses antar hubungan dan antar aksi manusia hanyalah perwujudan dari pada azas interdependen itu. Manusia saling membutuhkan sesamanya dari kelangsungan hidup dan kesejahteraannya. Kesemuanya ini berlangsung dalam kehidupan sosial. Pada suku – suku tertentu dalam masyarakat primitif, manusia harus hidup bersama, bekerja bersama untuk mempertahankan hidup, baik terhadap ancaman alamiah maupun musuh – mush mereka. Dalam masyarakat dengan peradabannya yang relatif moderan manusiapun membutuhkan kerjasama dan persatuan. Di dalam hubungan antar manusia dengan manusia akibat hubungan – hubungan tadi. Sebab reaksi tersebutlah yang menyebabkan seseorang menjadi bertambah luas, dalam memberikan reaksi tersebut ada suatu kecenderuangan manusia untuk memberikan keserasian dengan tindakan – tindakan orang lain. Atas dasar uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa sejak dilahirkan manusia mempunyai dua hasrat yaitu : a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain yang berada disekelilingnya (yaitu masyarakat) b. Keinginan menjadi satu dengan suasana dalam sekelilingnya. Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua keadaan tersebut diatad selain dresuur – dresuur yang diperoleh dari orangn lain, manusia dapat mempergunakan pikirannya, atau akanya. Inilah yang membedakan manusia dengan mempergunakan pikirannya manusia berbeda dengan binatang. Di dalam menghadapi alam, manusia dengan akalnya menciptakan berbagai benda seperti rumah, pakaian, dan sebagainya. Kesemuanya ini disesuaikan dengan keadaan sekelilingnya. Manusia yang tinggal di pesisir akan berbeda rumah, pakaian maupun peralatan hidupnya jika dibandingkan dengan manusia yang tinggal di daerah pegunungan. Hal ini juga akan nampak jelas pada masyarakat yang berbeda iklimnya. Kesemuanya ini menimbulkan kelompok – kelompok sosial atau social group di dalam kehidupan manusia, karena manusia tak mungkin hidup sendiri. Kelompok sosial tersebut adalah himpunan atau kesatuan–kesatuan manusia yang hidup bersama - sama oleh karena adanya hubungan antar mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling pengaruh - mempengaruhi dan juga adanya kesadaran saling tolong menolong. Tetapi hendaknya diingat bahwa setiap himpunan manusia dapat di sebut kelompok sosial. Sebab untuk dapat dinamakan kelompok social diperlukan syarat - syarat, yakni : a. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa ia merupakan bagian - bagian dari kelompok yang bersangkutan. b. Ada hubungan timbale balik antara anggota yang satu dengan yang lain. c. Ada suatu factor yang dimiliki bersama oleh anggota - anggota kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Factor tadi dapat berupa nasib yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan sebagainya. d. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku B. PENDEKATAN SOSIOLOGIS TERHADAP KELOMPOK SOSIAL. Seorang sosiologi, di dalam menelaah masyarakat manusia akan banyak berhubungan dengan kelompok - kelompok social, baik yang kecil seperti misalnya kelompok keluarga, kelompok siswa - siswi sekolah, ataupun kelompok - kelompok yang besar seperti misalnya masyarakat desa, masyarakat kota, bangsa dan lainnya. Sebagai sosiolog, sekaligus dia merupakan anggota salah satu kelompok social tersebut, maupun sebagai seorang yang meneliti kehidupan kelompok tersebut secara ilmiah. Semakin mendalam penelitiannya tadi, semakin timbul kesadarannya bahwa sebagian dari kepribadiannya terbentuk oleh kehidupan berkelompok tersebut dan bahwa ia hanya merupakan unsur yang mempunyai kedudukan dan peranan yang kecil. Kelompok kelompok social seperti tersebut, yang paling kecil adalah keluarga. Di dalam keluarga terjadi saling interaksi, yang mana akan menimbulkan tukar - menukar pengalaman antara yang satu dengan yang lain. Setiap anggota dari anggota keluarga mempunyai pengalaman yang diperolehnya dari luar keluarga tersebut, waktu berada diluar rumah. Pada saat demikian tidaklah semata - mata terjadi tukar menukar pengalaman, akan tetapi juga terjadi pengaruh - mempengaruhio yang besar dalam masing - masing individu sehingga akan membentuk kepribadian masing - masing. Penelitian terhadap sosial experience tersebut sangat penting untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kelompok terhadap individu dan bagaimana reaksi individu terhadap pengaruh tadi dalam proses pembentukan kepribadian. Suatu kelompok social tidak mungkin statis, tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan - perubahan baik dalam aktivitas maupun dalam bentuknya. Suatu kelompok social dapat menambah alat perlengkapan untuk dapat melaksanakan fungsi - fungsinya, dapat memperluas ruang lingkupnya, dapat menambah anggota - anggotanya, dan sebagainya tetapi dapat pula sebaiknya. C. MACAM - MACAM KELOMPOK - KELOMPOK SOSIAL 1. Klarifikasi tipe - tipe kelompok sosial Menurut besar kecilnya jumlah anggota kelompk, Georg Simmol menyebutkan bentuk yang terkecil dari kelompok social yang dikenal dengan monad, yang hanya terdiri dari satu orang saja; untuk dua orang adalah dyad serta triad untuk tiga orang. Teori Georg Simmol ini kemudian dikembangkan oleh Leopld Van Wiese dan Howard Becker. Ukuran lain dasarnya ialah derajad interaksi sosial. Beberapa sosiolog memperhatikan pembagian atas dasar kelompok - kelompok dimana anggota anggotanya saling kenal - mengenal ( face to face grouping ), seperti misalnya keluarga, rukun tetangga dan desa, dengan kelompok sosial seperti kota, koperasi dan Negara, dimana anggotanya tidak mempunyai hubungan yang erat. Ukuran tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan memperhatikan tinggirendahnya derajad hubungan antara anggota – anggota kelompok sosial tersebut. Suatu ukuran lainnya adalah ukuran kepentingan dan wilayah. Suatu community (masyarakat setempat) misalnya, merupakan kelompok- kelompok atau kesatuan – kesatuan atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan – kepentingan yang khusus / tertentu. Sudah tentu anggota – anggota community ataupun ascociation sedikitnya sadar akan adanya kepentingan – kepentingan bersama walaupun hal itu tidak dikhususkan secara terinci atau dijabarkan lebih lanjut. Berlangsungnya suatu kepentingan, merupakan ukuran lain bagi klasifikasi tipe - tipe sosial. Suatu kerumunan misalnya merupakan kelompok yang hidup sebentar saja, oleh karena kepentingannyapun tidak berlangsung lama. Lain halnya dengan kelas atau community yang kepentingan – kepentingannya secara relatif bersifat tetap atau permanen. Selanjutnya dapat dijumpai pula klasifikasi atas dasar derajad organisasi. Kelompok – kelompok sosial terdiri dari kelompok – kelompok yang terorganisir dengan baik sekali seperti misalnya negara, sampai pada kelompok – kelompok yang hampir – hampir tak terorganisir seperti misalnya suatu kerumunan. Dasar yang akan diambil sebagai salah satu alternatif untuk mengadakan klasifikasi tipe – tipe kelompok sosial tersebut adalah ukuran jumlah atau derajadinteraksi sosial atau kepentingan – kepentingan kelompo atau organisasinya maupun kombinasi dari ukuran – ukuran tersebut. Dalam berbicara tentang kelompok, jangan berprasangka bahwa antara kelompok dan individu merupakan pasangan yanng saling bermusuhan; kelompok sosial merupakan bentuk kehidupan yang nyata. ada pendapat yang mengatakan bahwa tak ada perilaku kelompok; Hal ini harus dibaca bahwa gejala– gejala sosial merupakan hasil daripada perikalakuan individu – individu yang khusus. 2. Kelompok - kelompok social dipandang dari sudut individu Di dalam masyarakat yang masih sederhana, seorang individu secara relatif menjadi anggota dari kelompok yang terbatas jumlahnya. Kelompok tersebut terjadi atas dasar kekerabatan, usia, seks dan kadang – kadang atas dasar perbedaan pekerjaan dan kedudukan. Hal yang perlu diingat dalam masyarakat yang sederhana adalah bahwa keanggotaan pada keompok tidak selalu bersifat sukarela. Di dalam masyarakat yangn moderen, seorang anggota masyarakat sudah tergabung dalam ikatan khusus, misalnya : seks, ras dan sebagainya. Namun dalam kelompok ini keanggotan dalam masrayakat tertentu / kelompok tertentu bersifat sukarela. Dengan demikian maka terdapat derajad tertentu serta arti tertentu bagi individu – individu tadi, sehubungan dengan anggota kelompok sosial. 3. In - group dan Out – group Di dalam kelompok in group, masing – masing individu saling mengidentifikasikan diri dengan kelompoknya. Sikap – sikap in group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota – anggota kelompok. Out group diartikan oleh individu sebagai kelompok yang menjadi lawan in groupnya, yang sering diartikan dengan istilah kami atau kita dan mereka. Sikap – sikap out – group selalu ditandai dengan suatu kelainan yang yang berwujud suatu antaginisme atau antipati. Perasaan in – group atau out – group atau perasaan dalam serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan othnocontrisme, atau chouvinisme. In group dan out – group dapat dijumpai pada semua masyarakat, walaupun kepentingannya tidak selalu sama. Dalam masyarakat yang sederhana, mungkin jumlahnya tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan masyarakat yang kompleks, walaupun dalam masyarakat yang sederhana tadi pembedaannya tak begitu nampak dengan jelas. 4. Primary group dan Socondary group Pembedaan ini dikemukakan oleh Charles H. Coolay dalambukunya “Social Organization” pada tahun 1909. Primary group adalah kelompok utama dimana anggota – anggotanya saling kenal- mengenal antara para anggota dan serta kerjasama yang bersifat pribadi. Sebagai hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi tadi adalah peleburan individu – individu dalam satu kelompok hingga tujuan individu adalah tujuan kelompoknya. Bentuk kerjasama dalam kelompok ini, selain bersifat pribadi, juga spontan. Secara psikologis hubungan yang demikian adalah peleburan dan cita – cita individu dengan cita – cita dan tujuan kelompoknya. Wujud kelompok ini bersifat homogen dalam arti tidak ada kepentingan individudan kelompok. Dapat dikatakan bahwa hubungan serta kehidupan anggota kelompok bersifat harmonis. Hubungan yang erat ini karena ada hubungan bathin, pun pula jumlahnya relatif kecil. Hubungan yang antar anggota, karena saling mengenal dalam kelompok ini terdapat kesamaan tujuan yang bersifat pribadi, spontan dan iklusif. Kelompok sosial dalam bentuk primary group ini hampir samadengan kelompok sosial gemainschaaft dari Ferdinad Tonies dan Charlos P. Loomis dalam bukunya Reading in Sociology. Gemainschaaff adalah bentuk kehidupan bersama, dimana anggota – anggotanya diikat oleh ikatan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal Dasar hubungan tersebut adalah rasacinta dan persatuan batin yang memang telah dikodratkan dalam kehidupan tersebut. Hal ini dapat kita lihat dalamkehidupan keluarga, kelompok kekerabatan rukun tetangga dan sebagainya . Menurut Toniesbentuk kehidupan bersama didasarkan atas kemauan asasi manusia yang disebut wosenwillw, yang berarti kemauan yang dikodratkan yang timbul dari keseluruhan kehidupan alami. Kelompok gemainschaaft mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: Intimate artinya hubungan antara anggota -anggotanya bersifat menyeluruh dan mesra sejali. Prifate, artinya hubungan tersebut bersifat pribadi, karena memang hanya terdiri dari beberapa orang saja. Eksklusif, artinya bahwa hubungan tersebut hanyalah untuk in – groupnya saja, tidak untuk orang – orang lain, diluar groupnya (out group) Di dalam setiap masyarakat selalu dijumpai salah satu dari tiga tipe gemainschaaft yaitu : 1. Gemainschaaft by blood, yaitu ikatan yang didasarkan pada darah atau keturunan, misalnya keluarga, klan, kelompok kekeluargaan. 2. Gemainschaaft of place, yaitu kelompok yang terdiri dari prang berdekatan tempatnya, hingga diantara mereka dapat saling tolong – menolong; misalnya RT, RW, arisan dan sebagainya. 3. Gemainschaaft by mind, yaitu jenis kelompok yang terdiri dari orang – orang yang walaupun tak mempunyai hubungan jiwa dan pikiran yang sama misal parpol, serikat buruh, organisasi profesi dan sebagianya. Gecondary group, yaitu kelompok besar yang terdiri dari banyak anggota, dimana hubungan antara anggotanya tak perlu berdasarkan kenal – mengenal secara pribadi, dan sifatnya juga tak begitu langgeng. Jadi hubungan – hubungan diantara anggotanya bersifat hubungan secunder. Pihak – pihak yang mengadakan kontak tersebut dengan tujuan dan motif tertentu. Jadi hubungan timbul untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan hak – hak serta kewajiban masing – masing. Hubungan semacam ini, dapat kita lihat dalam kontak jual beli, kontak kerja, CV, NV, dan sebagainya. Bentuk kelompok semacam ini, dapat kita jumpai pula pada geaselschaaft, dimana terdapat ikatan lahir yang pokok, untuk jangka waktu yang pendek; strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan sebagai sebuah mesin. Gessolaschaaft ini terutama terdapat di dalam perhubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik, misalnya ikatan antara pedagang, kontrak kerja dan sebagainya 5. Formal group dan informal group Formal group adalah kelompok – kelompok yang mempunyai peraturan yang dengan tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggota – anggotanya untuk mengatur hubungan antara para anggota – anggotanya, misalnya peraturan untuk memilih pengurus, arisan dan sebagainya. Anggota – anggotanya mempunyai kedudukan tertentu sebagaimana telah diatur, hal mana sekaligus berarti suatu pembatasan tugas dan wewenang baginya. Formal group sering disebut juga association. Dalam masyarakat banyak kita jumpai misalnya : Perkumpulan pelajar, ikatan mahasiswa, yayasan dan sebagainya. Informal group tidak mempunyai struktur dan organisasi yang tertentu dan pasti. Kelompok tersebut terbentuk karena pertemuan – pertemuan yang berulang kali, pengalaman – pengalaman yang sama dan sebagainya. Tidak ada norma – norma yang mengatur kehidupan kelompok tersebut. Terbentuknya kelompok tidak direncanakan dengan rapi. Misalnya terbentuknya klik – klik. 6. Membership group dan Reference group Pembagian ini dikemukakan oleh Robert K. Herton. Membership group adalah suatu kelompok dimana secara fisik setiap orang menjadi anggota kelompok tersebut. Pembatasan anggota kelompok secara fisik memang sangat sukar dicapai, sebab tidak mungkin membatasi kontak – kontak tersebut hanya dengan anggota kelompoknya saja. Bahkan sering di jumpai anggota kelompok yang sudah tidak mengadakan kontak dengan kelompok tersebut. Untuk membedakan keadaan yang demikian sering diadakan pembedaan dengan Nominal group member dan peripheral group member. Seorang nominal group dianggap oleh anggota yang lain sebagai seseorang yang masih berinteraksi dengan kelompok sosial sosial yang bersangkutan, tetapi tingkat interaksinya berkurang. Sedang pada peripheral group seolah – olah orang tersebut tidak ada hubungan lagi dengan kelompok sosial yang bersangkutan, hingga kelompok sosial yang bersangkutan tak mempunyai wewenang apa – apa terhadap orang tersebut. Keadaan – keadaan seperti tersebut diatas tidak dapat dilepaskan dari sikap kelompok tersebut terhadap anggota – anggotanya kelompoknya. Sebab ada kelompok terbuka dimana kelompok sosial tersebut menghendaki jumlah anggota yang sebanyak – banyaknya. Misalnya pada partai politik. Sebaliknya pada kelompok sosial tersebut yang tertutup, anggota – anggota bersifat eksklutif hingga bentuk membership group ini lebih mudah terpelihara. Reference group adalah kelompok sosial yang menjadi ukuran bagi seseorang sebagai anggota kelompok bukanlah secara fisik tetapi pembentukan pribadi dan perilakunya. Seringkali terjadi juga sesuai dengan reference group. Pada pokoknya terdapat dua macam reference group, yaitu : 1. Tipe normatif yang menentukan dasar – dasar bagi kepribadian seseorang. 2. Tipe perbandingan yang merupakan suatu pegangan bagi individu–individu dalam menilaikepribadiannya. Yang pertama merupakan sumber nilai – nilai bagi individu baik yang menjadi anggota maupun bukan anggota kelompok tersebut. Contoh ASRI sering berpegang teguh pada tradisi – tradisi yang dipelihara oleh veteran. Tipe yang kedua lebih dipakai sebagai perbandingan untuk memberi kedudukan seseorang, misalnya status ekonomi seseorang yang semasyarakat. 7. Pembagian menurut Von Wiese Von Wiese dalam bukunya Systimatic Sociology telah mengadakan pembagian kelompok sosial sebagai berikut: 1. Golongan pasangan atau golongan perseorangan. a. Pasangan menurut seks : suami -istri b. Pasangan menurut keturunan : anak – orang tua. c. Pasangan persahabatan. Pasangan – pasangan tersebut merupakan psangan yang sesungguhnya misalnya : hakim, terdakwa, opsir prajurit dan sebagainya. 2. Golongan yang bersifat sementara : a. Kelompok b. Himpunan manusia, massa c. Pembaca umum d. Pendapat umum 3. Golongan asli 4. Golongan samar Dalam pembagian ini dapat kita lihat sebagai kriteria untuk di sebut kelompok sosial tidak selalu dikaitkan dengan hadir tidaknya anggota – anggota kelompok. Jadi hadir tidaknya anggota – anggota kelompok secara fisik tidak digunakan ssebagai kriteria pokok. D. KELOMPOK – KELOMPOK SOSIAL YANG TIDAK MELEMBAGA Kelompok – kelompok ini sering disebut kelompok yang tidak teratur, karena didalamnya tidak ada norma – norma yang mengikat anggota kelompok.Kelompok ini kadang – kadang terjadi secara temporer. Contoh – contohnya, misalnya : 1. Massa atau kerumunan Kelompok ini merupakan kumpulan – kumpulan manusia secara fisik, meskipun kadang – kadang tanpa adanya interaksi antara mereka. Dapat pula terjadi karena kesadaran yang sama dalam batas tertentu sehingga timbul suatu ikatan sosial. Ikatan sosial seperti ini bersifat sementara, dan akan hilang kalu orang – orangnya telah hilang pula. Misalnya pada waktu orang melihat tontonan, menunggu kereta api, bus, orang – orang berbelanja dan sebagainya. Kelompok semacam ini jelas tidak teroganisir, tidak ada pimpinannya, tidak ada pelapisan sosial dan pembagian kerja. Interaksi diantara mereka bersifat spontan dan tidak terduga. Ikatan hanya selama mereka mempunyai kepentingan yang sama. Dalam hal ini, mereka menpunyai kedudukan yang sama. Sifat – sifat yang dimiliki oleh kelompok ini, antara lain bersifat spontan, sugestiblo, destruktif, tak mempunyai kesadaran dan mempunyai kekeuatan yang lebih. Untuk membubarkan massadiperlukan usaha untuk mengalihkan pusat perhatiannya. Meskipun demikian massa dapat diarahkan pada usaha- usaha yang baik. 1. Publik atau khalayak umum Publik ini merupakan kesatuan fisik, yang timbul melalui alat komunikasi, misalnya masmedia, film, surat – menyurat dan sebagainya. Tetapi dapat juga timbul dari komunikasi yang tidak langsung misalnya melalui : desas desus, issue – issue, pembicaraan pribadi yang berantai dan sebagainya. Alat penghubung semacam ini memungkinkan suatu untuk mempunyai pengikut – pengikut yang luas dan besar jumlahnya. Setiap aksi dari pada publik selalu diprakarsai oleh keinginan – keinginan individual. Sebab tiap – tiap individu dalam publikasi mempunyai kesadaran akan kedudukan sosial yang sesungguhnya, dan masih mementingkan kepentingan – kepentingan pribadi dari kepentingan – kepentingan pribadi dari kepentingan kelompoknya. Dengan demikian tingkah laku dan tindakan publik selalu di dasarkan atas tingkah laku individu. Untuk memudahkan mengumpulkan pendapat dalam publik tersebut sering dipergunakan cara – cara mengkaitkan nilai – nilai sosial / tradisi dalam masyarakat yang sudah diakui keagungannya atau kadang – kadang dengan menyiarkan berita – berita baik yang benar atau yang palsu. BAB V PROSES – PROSES SOSIAL A. Pembatasan pengertian Proses sosial merupakan suatun proses, yang berarti bahwa ia merupakan suatu gejala perubahan, gejala penyesuaian diri gejala pembentukan. Semua gejala ini di sebabkan karena individu – individu dalam kelompok menyesuaikan diri satu sama lain, menyesuaikan diri dengan keadaan. Usaha ini akan terus menerus di lakukan selama kelompok itu bernilai baginya, selama dirasakannya ia memerlukan kelompok untuk kemajuan dan perkembangan dirinya. Karena itu proses ini menjurus menjadi proses sosialisasi. Sosialisasi ialah proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya, agar supaya dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Proses ini dapat berjalan dengan serasi, dapat pula terjadi melalui pertentangan, akan tetapi selama individu merasa memerlukan kelompoknya maka ia akan bersedia untuk mengadakan beberapa kompromi terhadap tuntutan kelompok. Proses sosialisasi ini terjadi melalui interaksi sosial, yaitu hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh – mempengaruhi. Karena masyarakat terdiri dari individu – individu yang juga berinteraksi satu sama lain, maka terjadilah perubahan terhadap masyarakat itu pula. Karena itu, pula proses sosial dapat pula di definisikan sebagai perubahan – perubahan dalam struktur masyarakat sebagai hasil dari komunikasi dan usaha pengaruh – mempengaruhi para individu dalam kelompok. Individu secara tidak sadar, sambil menyesuaikan diri juga mengubah secara tidak langsung dan masyarakatnya, dapat dikatakan bahwa setiap individu maupun kelompok mempunyai peranan atau fungsi dalam masyarakatnya. Melalui proses sosial dan sosialisasi inilah, dengan sendirinya akan terbentuk masyarakat kelompok sosial. B. Interaksi sosial sebagai faktor utama dalam kahidupan sosial Sebagai pembentukan kelompok terjadi melalui proses interaksi dan proses sosial demikian pula pembentukan masyarakat terjadi melalui proses interaksi antar kelompok. Kedua proses pembentukan kelompok maupun proses pembentukan masyarakat (luas) terjadi melalui komunikasi yang dimaksud dengan interaksi disini adalah adanya aksi dan reaksi diantara orang-orang. Jadi, tidak mempedulikan hubungan tersebut bersifat bersahabat, atau bermusuhan, apakah formil atau informal, apakah dilakukan secara berhadapan langsung ataukah melalui simbul-simbul. Seperti bahasa tulisan yang disampaikan dari jarak ribuan kilometer jauhnya. Semuanya itu tercakup di dalam konsep interaksi sosial, selama hubungan itu mengharapkan adanya satu atau lain bentuk respon. Ada empat cirri dari interaksi sosial yang penting yaitu : 1. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang, bisa dua atau lebih. 2. Adanya komunikasi antar para pelaku dengan menggunakan simbol-simbol. 3. Adanya satu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang. 4. Adanya suatu tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya dengan yang diperkirakan oleh para pengamat (vin Bentrand, 1980.28) Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa permulaan dari interaksi sosial ialah adanya kegiatan yang harus melibatkan sikap, nilai maupun harapan individu. Karena inilah proses sosial merupakan suatu proses yang didasarkan pada kegiatan pengaruhmempengaruhi, merupakan suatu proses yang dinamik, merupakan suatu hasil resultante gaya dan usaha pengaruh-mempengaruhi tadi, yang melibatkan sistem nilai maupun sikap yang akhirnya akan menyebabkan (sering dengan sendirinya) modifikasi dari sikap ataupun tindakan masing-masing pesertanya. Selanjutnya untuk membuktikan apakah suatu interaksi terjadi atau tidak, haruslah di teliti apakah dari kegiatan bersama tadi, terjadi perubahan sikap atau tindakan pada pihak yang berpartisipasi, apakah terjadi modifikasi atau perubahan dalam kepribadian ataupun system nilai individu yang terlibat dalam proses tadi. Dengan hasil dari suatu hubungan social haruslah diukur melalui perubahan yang dapat dilihat ataupun dirasakan, yaitu apakah setelah adanya kontak social tadi, terjadi perubahan sikap, perubahan pendapat bahkan perubahan system nilai dari pihak yang terlibat. Adapun kemungkinan akan perubahan sikap demikian hanya mungkin apabila terdapat suatu “mutual response and inner adjustment of behavior to the actions of there”. Dari apa yang telah dibahas jelaslah bahwa komunikasi merupakan dasar dari proses social dan komunikasi merupakan titik tolak penelitian terbanyak ilmu pengetahuan social. C. Syarat – syarat terjadinya interaksi sosial Suatu interaksi social tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu : 1. Adanya kontak sosial (social contact) 2. Adanya komunikasi Bagaimana jalannya proses interaksi yang didahului oleh suatu pemikiran atau idea yang mendapat respon (menyebabkan interaksi) adalah : Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa : a. Kelompok sosial ditentukan kriteria : 1) Interaksi sosial 2) Mempunyai tujuan yang sama atau bersama b. Kelompok sosial (sebagai life group) apabila diteliti oleh sosiologi perlu juga meneliti : 1) Pengaruh timbal balik antar pribadi (interplay of personality) 2) Pengaruh timbal balik antar pribadi sebagai kesatuan-kesatuan yang dinamik dan berubah. 3) Ada tidaknya cukup peranan in group atau out group pada anggota kelompok, hal mana dapat dicerminkan dalam sence of belonging ess dan feeling dari anggotaanggotanya. Karena manusia berfikir maka dengan sendirinya melalui komunikasi dan interaksi ia akan berusaha (secara sadar maupun tidak sadar) mengubah situasinya dalam masyarakatnya dinamika ini terasakan melalui proses social dan proses interaksi dalam masyarakat. D. Kehidupan yang terasing Kehidupan terasing yang sempurna ditandai dengan suatu ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi social dengan fihak-fihak lain. Sudah barang tentu seorang yang hidup terasing sama sekali, dapat melakukan tindakan-tindakan, misalnya terhadap alam sekitarnya, akan tetapi hal itu tak akan mendapat tanggapan apa-apa. Kehidupan terasing dapat disebabkan karena secara badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lainnya. Factor lain, seseorang dapat pula terasing karena cacat pada salah satu inderanya, selanjutnya hal tersebut juga dipengaruhi oleh perbedaan ras atau kebudayaan yang kemudian menimbulkan prasangka-prasangka diasingkan dari kasta tertentu. Pada beberapa suku bangsa di Indonesia yang tertutup atau terasing dan kurang mengadakan hubungan dengan dunia luar, agak sulit juga untuk mengadakan suatu interaksi social. Hal ini antara lain, disebabkan oleh karena adanya suatu prasangka buruk terhadap warga-warga suku bangsa lain, dan juga terhadap pengaruh yang masuk dari luar, yang dikhawatirkan akan dapat merusak norma-norma yang tradisional. Atas dasar prasangka demikian, sulit untuk mengadakan interaksi social, oleh karena komunikasi tak dapat berlangsung dengan baik. E. Bentuk – bentuk interaksi sosial Dalam hubungan sehari-hari dalam masyarakat, kita dapat menemukan keadaan : 1. Dalam kontak social terbentuk dua kelompok pendapat, yaitu : yang bertentangan dan yang bekerja sama (oposisional dan kooperatif) 2. Pendapat yang bertentangan dalam bentuk : a. Persaingan, yaitu apabila fihak yang bersaingan menyetujui saingan ini. b. Pertentangan yaitu apabila masing-masing fihak berusaha untuk meniadakan fihak lain. 3. Pendapat atau sikap yang bekerja sama atau kooperatif : a. Akomodasi yaitu apabila setelah pertentangan (conflict masing-masing fihak berpendapat bahwa mereka harus mengadakan toleransi terhadap satu sama lain). b. Asimilasi, yaitu apabila diantara dua sikap atau pendapat yang bertentangan yang satu diserap seluruhnya atau ditiadakan oleh pihak yang lain. c. Akulturasi, yaitu apabila antara dua pendapat atau sikap yang bertentangan terjadi integrasi. Mungkin penyelesaian tersebut hanya bersifat sementara, ini berarti bahwa kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya. Gillin dan Gillin dalam bukunya : Cultural Sociology a revision of An Introduction to Sociology, hal 501 mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu : 1. Proses yang asosiatif (proses of association) yang terbagi ke dalam tiga bentuk khusus, yaitu : a. akomodasi, b. asimilasi, dan c. akulturasi 2. Proses yang disosiatif (proses of dissosiation) yang mencakup : a. persaingan b. persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan atau pertikaian (conflict). Sistematika lain pernah pula dikemukakan oleh Kimball Young dalam bukunya Sociology, a study of society and culture. Menurut dia bentuk-bentuk proses social adalah : 1. Oposisi (opposition) yang mencakup persaingan (competition) dan pertentangan atau pertikaian (conflict). 2. Kerjasama (cooperation) yang menghasilkan akomodasi, dan 3. Differensiation yang merupakan suatu proses dimana orang-perorangan di dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berbeda dengan orang-orang lain dalam masyarakat atas dasar perbedaan usia, seks dan pekerjaan. Differensiation tersebut menghasilkan sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Dalam tulisan ini akan diterangkan berbagai sistematika yang tersebut diatas. Prosesproses interaksi yang pokok adalah : 1. Proses-proses yang asosiatif a. Kerjasama (Cooperation) Kerjasama merupakan sebagian besar bentuk interaksi sosial. Bentukbentuk dan pola-pola kerjasama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut melalui kerjasama; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan faktorfaktor yang penting dalam kerjasama yang berguna. Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat maka kebudayaan itu mengarahkan dan mendorong terjadinya kerjasama. Sehubungan dengan bentuk kerjasama, ada tiga bentuk kerjasama yaitu : (Soerjono Soekanto, 1996, 62). a. Bergaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih, b. Co-operation, yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan. c. Coalition, adalah kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Coalition dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, oleh karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Akan tetapi karena maksud utamanya adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif. Bentuk-bentuk kerjasama diatas dapat digunakan dalam organisasi pemerintah, pendidikan, ekonomi dan organisasi yang lain. b. Akomodasi ( Acomodation ) Akomodasi adalah suatu keadaan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorang dan kelompok-kelompok manusia, sehubungan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk akomodasi, meliputi : 1) Coercion, adalah akomodasi yang prosesnya dilaksanakan dengan paksaan. 2) Compromise, adalah bentuk akomodasi, dimana fihak-fihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselihan yang ada. 3) Srbitration, merupakan cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan, masing-masing tidak sanggup untuk mencapainya sendiri. 4) Mediation, adalah cara untuk menyelesaikan suatu masalah dengan mendatangkan fihak ketiga, tetapi sifatnya netral, jadi hanya mengusahakan agar terwujud suatu penyelesaian. 5) Conciliation, adalah usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan fihakfihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu penyelesaian bersama. 6) Tolerantion, adalah bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. 7) Stalemate, adalah merupakan akomodasi, dimana fihak-fihak yang berselisih berhenti pada titik tertentu, karena mempunyai kekuatan yang seimbang. 8) Adjudication, adalah penyelesaian perkara dipengadilan. Dengan adanya macam-macam akomodasi tersebut diatas masih saja ada masalah yang dapat dibereskan; namun ada juga masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan baik. Hasil-hasil akomodasi 1) Akomodasi menyebabkan usaha-usaha untuk mengurangi benih-benih yang dapat menyebabkan perselisihan. 2) Menekan oposisi. 3) Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda 4) Perubahan dari lembaga-lembaga kemasyarakatan supaya sesuai dengan keadaan yang baru. c. Asimilasi Asimilasi adalah proses social yang telah lanjut yang ditandai oleh makin kurangnya perbedaan antara individu-individu dan antara kelompok-kelompok dan makin eratnya persatuan aksi, sikap-sikap dan proses mental yang berhubungan dengan kepentingan dan tujuan yang sama. Apabila dua kelompok atau lebih mengadakan asimilasi satu sama lain, garis-garis batas antara kelompok-kelompok itu mulai hilang dan ketentuanketentuan itu cenderung untuk menjadi satu kelompok, setidak-tidaknya untuk satu tujuan. Asimilasi itu dapat berjalan lancer atau lambat. Faktor-faktor yang memudahkan asimilasi adalah : 1) Faktor toleransi. Dua kelompok yang berbeda kebudayaannya dan saling berhubungan dengan penuh toleransi, memudahkan dan meningkatkan komunikasi dan asosiasi, yang mengakibatkan makin cepatnya proses asimilasi. 2) Faktor adanya kemungkinan yang sama di bidang ekonomi. Asimilasi antara dua kelompok akan berjalan baik apabila tidak ada diskriminasi ekonomi, akan tetapi ada demokrasi ekonomi. 3) Faktor adanya simpati terhadap kebudayaan yang lain. Apabila masing-masing kebudayaan itu dapat menghormati serta mempunyai simpati terhadap nilainilai yang berlaku di tiap-tiap kelompok dan yang satu tidak merasa lebih tinggi dari yang lain, maka asimilasi itu berjalan dengan lancar. 4) Faktor perkawinan campuran. Perkawinan campuran sangat bermanfaat bagi asimilasi terutama di dalam masyarakat yang melaksanakan demokrasi social politik, dan ekonomi. 2. Proses – proses yang Disosiatif Proses ini sebenarnya sangat di tentukan oleh faktor sistem nilai budaya dari masyarakat tersebut. Misalnya masyaralat Indonesia pada umumnya bersifat kooperatif, tetapi masyarakat Amerika lebih menunjukkan sifat kompetatif. Di dalam masyarakat yang berkasta, atau masyarakat yang tertutup, gerak sosial vertikal hampit tidak ada. Kedudukan masing – masing individu di tetntukan oleh kelahirannya. Di dalam masyarakat ini terjadi segragasi berdasarkan kasta atau kelompok kekerabatan. Oposisi atau proses yang bersifat disosiatif di bedakan menjadi : a) Persaingan (competition) b) Contravention c) Pertentangan atau pertikaian (confliot) (a) P e r s a i n g a n Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana orang – perorang atau kelompok manusia saling bersaing, mencari keuntungan melalui bidang – bidang kehidupan yang menjadi perhatian publik. Contoh : Persaingan di bidang ekonomi Persaingan di bidang kebudayaan Persaingan untuk mencapai suatu masyarakat Persaingan karena perbedaan ras kedudukan tertentu di dalam (b) C o n t r a v e n t i o n Contravention pada hakekatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Contravention terutama di tandai oleh gejala – gejala adanya ketidak pastian mengenai diri seorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka di sembunyikan terhadap kepribadian seseorang. Type – Type Contravention Menurut Von Wisse dan Becker terdapat tiga tipe umum dari contravention yang menyangkut suatu generasi masyarakat, contravention yang menyangkut seks, dan contravention parlementer. Pada jaman ini perubahan berlangsung dengan cepat, sehingga hubungan antara generasimuda dan generasi tua bersifat asosiatif. Generasi muda lebih mudah menerima perubahan, sehingga menganggap golongan tua yang tidak mau ikut, di cap kolot atau konu. Contravention yang menyangkut bidang seks, terutama menyangkut hubungan suami dengan isteri dalam keluarga dan peranannya dalam masyarakat. Sejak di kumandangkannya emansipasi wanita, maka wanita di sejajarkan dengan pria; namun sebenarnya, di dalam kesempatan kerja masih ada hal – hal tertentu yang masih belum dapat di laksanakan oleh kaum wanita. Contravention parlementer terutama berkaitan dengan hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat, baik yang menyangkut hubungan antara kedua golongan tersebut dalam lembaga – lembaga legislatif, lembaga – lembaga keagamaan, lembaga – lembaga pendidikan dan seterusnya. (c) Pertentangan (pertikaian atau konflik) Konflik aka terjadi apabila terdapat perbedaan perbedaan yang menyangkut segi badaniah, emosi, unsur – unsur kebudayaan, pola – pola perikelakuan dengan pihak lain. Sebab – musabab terjadinya pertentangan adalah : 1) Perbedaan antara orang – perorang 2) Perbedaan kebudayaan 3) Bentrokan antara kepentingan – kepentingan 4) Perubahan – perubahan sosial BAB VI PERUBAHAN – PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN PERUBAHAN – PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN SEBAGAI GEJALA A. YANG UMUM Setiap masyarakat manusia selama hidupnya, pasti mengalami perubahan – perubahan. Perubahan tersebut bagi masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang – orang luar yang menelaahnya, dapat berupa perubahan – perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok, ada pula perubahan- perubahan yang pengaruhnya lambat sekali, akan tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat. Kenyataan adanya perubahan tersebut, misalnya dengan adanya : depersonalisasi, adanya frustasi dan apati ( Kelumpuhan mental ) pertentangan dan perbedaan pendapat mengenai norma – norma susila yang sebelumnya dianggap mutlak, adanya pendapat generation gap ( jurang pengertian antar generasi ) dan lain – lain. Memang ada tidaknya suatu perubahan masyarakat yaitu terganggunya keseimbangan ( equilibrium ) antar satuan sosial ( social unite ) dalam masyarakat, hanya dapat dilihat melalui gejala – gejala ini. Banyak penyebab perubahan masyarakat, yaitu antara lain ilmu pengetahun ( mental manusia ), kemajuan teknologi serta penggunaannya oleh masyarakat, komunikasi dan transport, urbanisasi, perubahan / peningkatan harapan dan tuntutan manusia ( rising demande ); semua ini mempengaruhi dan mempunyai akibat terhadap masyarakat yaitu perubahan masyarakat yang biasa di sebut rapid social change. B. PEMBATASAN PENGERTIAN I. Definisi Para sarjana sosiologi maupun antropologi telah banyak mempersoalkan mengenai pembatasan pengertian perubahan – perubahan sosial dan kebudayaan. Supaya tidak timbul kekaburan, pembicaraan akan di batasi lebih dahulu pada perubahan sosial. 1. William F Occurn, berusaha memberikan suatu pengertian walaupun dia tidak memberikan definisi tentang perubahan – perubahan sosial tersebut. Dia terutama memberikan pengertian, bahwa ruang lingkup perubahan – perubahan sosial maupun immateriil, dengan terutama menekankan pengaruh yang besar dari unsur – unsur kebudayaan materiil terhadap unsur – unsur immateriil. 2. Kingsley Pavis, perubahan – perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis, mengakibatkan perubahan – perubahan dalam hubungan antara buruh dengan majikan yang kemudian menyebabkan perubahan – perubahan dalam organisasi ekonomi dan politik. 3. Mac. Iver, perubahan – perubahan sosial, dikatakannya sebagai perubahan – perubahan dalam hubungan – hubungan sosial (social relationships ) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan ( equilibrum ) hubungan sosial tersebut. 4. Gillin dan Gillin, mengatakan bahwa perusahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup yang telah di terima, yang di sebabbkan baik karena perubahan – perubahan kondisi geografis kebudayaan material, kompisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan – penemuan baru dalam masyarakat tersebut. 5. Samuel Koening, mengatakan bahwa perubahan – perubahan sosial menunjukkan pada modifikasi – modifikasi yang terjadi dalam pola – pola kehidupan manusia. Modifikasi – modifikasi tersebut terjadi karena sebab- sebab interen maupun sebab – sebab extern. 6. Celo Soemardjan , perubahan – prubahan sosial adalah gejala perubahan – perubahan pada lembaga – lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai – nilai, sikap – sikap dan pola – pola kelakuan di antara kelompok – kelompok masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan kebutuhan pokok manusia, perubahan – perubahan mana kemudian mempengaruhi segi – segi lainnya dari struktur masyarakatnya. 7. Koentjaraningrat, semua konsep yang di perlukan untuk menganalisa proses – proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan disebut dinamika sosial (Social dynamica). Di antara konsep – konsep yang penting adalah proses – proses internalisasi, sosialisasi, ankulturasi, evolusi kebudayaan, difusi, alkulturasi, assimilasi, inovasi dan penemuan baru. II. Teori – teori tentang perubahan – perubahan sosial Para ahli filsafat, sejarah, ekonomi, dan para sosiolog telah mencoba untuk merumuskan prinsip – prinsip atau hukum – hukum mengenai perubahan – perubahan sosial. Banyak yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan – perubahan dalam unsur – unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya prubahan dalam unsur – unsur geografis, biologis, ekoomis, atau kebudayaan. Kemudian ada pula yang berpndapat bahwa perubahan – perubahan sosial yang bersifat periodik dan non periodik. Pokoknya, pendapat – pendapat tersebut pada umumnya menyatakan bahwa perubahan – perubahan tersebut merupakan lingkaran daripada kejadian. Pitirim A Sorkin berpendapat bawa segenap usaha – usaha untuk mengemukakan bahwa ada suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan – perubahan sosial, tidak akan berhasil baik. Dia meragukan kebenaran akan adanya lingkaran – lingkaran perubahan – perubahan sosial tersebut; akan tetapi perubahan – perubahan tetap ada, dan yang paling penting adalah bahwa lingkaran terjadinya gejala – gejala sosial harus di pelajari, karena dengan jalan tersebut barulah akan di peroleh suatu generalisasi mengenai hal itu. Beberapa sarjana sosiologi berpendapat bahwa ada kondisi – ondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan; misalnya kondisi – kondisi ekonomis, teknologis, geografis, atau biologis yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan pada aspek – aspek kehidupan sosial lainnya. Sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya; salah satu atau semua memungkinkan terjadinya perubahan – perubaha sosial. Untuk mendapatkan hasil sebagaimana di harapkan, hubungan – hubungan antara kondisi – kondisi dan faktor – faktor tersebut haruslah diteliti terlebih dahulu. Penelitian yang obyektif akan dapat memberikan hukum – hukum umum mengenai perubahan – perubahan sosial dan kebudayaan, dengan juga memperhatikan waktu serta tempatnya perubahan – perubahan tersebut berlangsung. C. HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN – PERUBAHAN SOSIAL DAN PERUBAHAN – PERUBAHAN KEBUDAYAAN Kingsley Davis, berpendapt bahwa perubahan – perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan – perubahan dalam kebudayaan. Perubahan – perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian kebudayaan termasuk di dalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan lain sebagainya, maupun perubahan dalam bentuk serta organisasi sosial. sebagai contoh di kemukakannya perihal perubahan – perubahan logat bahasa yang terjdi pada bahasa Aria setelah terpisah dengan induknya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhhi organisasi sosial dari masyarakat – masyarakat yang telah menggunakan bahasa tersebut. Perubahan–perubahan tersebut lebih merupakan perubahan dalam kebudayaan, ruang lingkupnya luas. Sudah tentu ada unsur–unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat, akan tetapi perubahan– perubahan dalam kebudayaan tidak perlu mempengaruhi sistem sosial. Seorang sosiolog akan lebih memperhatikan perubahan–perubahan dalam kebudayaan yang bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial serta yang mempengaruhi organisasi sosial. Pendapatnya tersebut : dapat di kembalikan pada definisi–definisinya yang terdahulu tentang masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat menurut Kingsey Devis adalah sistem hubungan – hubungan dalam arti hubungan antara organisasi – organisasi, dan bukan hubungan antara sel – sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berpikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif. E.B Tylor juga mengatakan bahwa kebudayaan suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan dari manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan – perubahan kebudayaan adalah setiap perubahan dari unsur – unsur tersebut. Sebenarnya di dalam kehidupan sehari – hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letaknya garis pemisah antara prubahan – perubahan sosial dan perubahan kebudayaan, karena sukar untuk menentukan letaknya garis pemisah antara masyarakat dan kebudayaan. Karena tidak ada masyarakat yang tidak mempnyai kebudayaan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Sehingga walaupun secara teroritis dan analisis pemisah antara pengertian – pengertian tersebut dapat dipisahkan, namun dalam kehidupan yang nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Akan tetapi perubahan – perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama, yaitu kedua – keduanya bersangkut paut dengan satu penerimaaan dari cara – cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhan - kebutuhannya. Biasanya antara kedua gejala itu dapat di temukan hubungan timbal balik sebagai hubungan sebab akibat. Akan tetapi, suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa suatu perubahan kebudayaan tidak menyebabkan perubahan sosial. Misalnya perubahan – perubahan dalam modal pakaian, dalam kesenian, tari – tarian, dapat terjadi tanpa mempengaruhi lembaga kemasyarakatan atau sistem sosial. Akan tetapi sebaliknya, sukar untuk membayangkan terjadinya perubahan sosial tanpa didahului oleh suatu perubahan kebudayaan. Suatu lembaga misalnya keluarga, perkawinan, hak milik perguruan tinggi atau negara tidak akan mengalami perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu juga tidak berhenti pada suatu titik dalam arti bahwa perubahan sosial yang bersangkutan berdiri – sendiri, perubahan – perubahan di bidang – bidang lain akan mengikutinya. Hal ini di sebabkan oleh karena struktur lembaga – lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat yang sifatnya jalin – menjalin. Apabila suatu negara merubah undang – undang Dasarnya atau bentuk pemerintahannya, perubahan – perubahan yang kemudian terjadi tidak hanya terjadi terbatas pada lembaga – lembaga politik saja. Perubahan – perubahan akan terjadi pada bidang ekonomi, struktur kelas – kelasnya sosial, pola – pola berpikir dsb. D. SEBERAPA BENTUK PERUBAHAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN Perubahan masyarakat dan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat, dapat di bedakan dalam beberapa bentuk, antara lain : a. Social b. Social c. Social Evolution ( Evolusi Sosial ) Mobility ( Mobilitas Sosial ) Revolution ( Revolusi Sosial ) A) Social Evolution Evolusi sosial merupakan perkembangan yang gradual, yaitu karena adanya kerjasama harmonis antara manusia dengan lingkungannya karenanya dikenal bentuk – bentuk evolusi : 1. Coosmic Evolution ( evolusi Kosmic ) 2. Organic Evolution ( evolusi organic ) 3. Mental Evolution ( evolusi mental ) Evolusi kosmis adalah taraf evolusi dalam bentuk pertumbuhan, perkembangan maupun kemunduran hidup manusia. Evolusi organis adalah perjuangan manusia untuk mendapatkan atau mempertahankan hidupnya. Yang di persoalkan dalam perubahan ialah mental evolution sebagai akibat : a) perubahan teknologi ( technological change ) b) perubahan kebudayaan ( cultural change ) Dalam rangka ini, dikenal pengaruh teknologi terhadap ; 1) Kelompok – kelompok sosial sendiri dengan akibat ( siacial group evolution ) yang makin kompleks. 2) Kebudayaan (contoh : gedung – gedung dan teknik) Semua bentuk perubahan dapat berbentuk perubahan radikal maupun perubahan yang lambat. Bagaimana dahsyatnya perubahan tergantung dari lingkungan dan manusianya sendiri. Sehubungan dengan ini, sering dilupakan bahwa dalam hidup tidak semua norma berubah serentak, melainkan bahwa sesuai dengan sifat manusia selalu ada kebutuhan manusia yang tak berubah. Disamping itu terdapat beberapa perubahan yang berlangsung lebih cepat daripada yang lain, juga bahwa beberapa kelompok lebih muda menyesuaikan diri dari pada kelompok yang lain. Sering di lupakan, adanya interpedendensi dan korelasi seperti juga antara bagian – bagian yang berubah dan tidak berubah seperti juga antara kelompok satu dengan yang lain. Sebagai akibat konflik terjadilah beberapa perubahan, yang berupa maladjusman dan disorganisasi kelompok. Jelaslah, bahwa pertentangan hanya terjadi apabila antara bagian masyarakat yang satu dan yang lain tidak terdapat perubahan yang sama cepatnya, atau bahwa penyesuaian dengan keadaan baru kurang cepat, dengan penyesuaian yang harus diadakan oleh pihak atasan maupun pemerintah. Mengenai penyesuaian, diketahui bahwa dalam dari manusia terdapat dua unsur, yaitu sifat : 1) adaptif 2) non adaptif Perubahan dalam bidang materi lebih mudah terjadi dan karena itu juga biasanya penggunaan materi mendahului penyesuaian mental. Sebaliknya perubahan mental mendahului penyesuaian mental. Sebaliknya perubahan mental paling sukar terjadi, demikian pula hukum dan agama yang lebih bersifat non adaptif. Bahaya dalam masyarakat ialah bahwa antara unsur – unsur adaptif dan non adaptif akan terdapat suatu jurang, karena dalam keadaan ini, biasanya akan terjadi suatu revolusi. Menurut Bogardus urutan adaptif pada manusia ialah dari adaptif termudah menuju ke yang tersukar, sebagai berikut : 1) perubahan teknologi 2) pengisian waktu senggang 3) pendidikan 4) aktifitas dalam masyarakat 5) suasana dalam rumah tangga 6) agama. Dilihat dari urutan ini, jelaskan bahwa perubahan teknologi selalu lebih cepat dari pada perubahan budaya, yaitu karena perubahan budaya terutama merupakan perubahan mental, sedangkan perubahan teknologi tidak selalu memerlukan perubahan mental terlebih dahulu. Agar perubahan masyarakat dapat menjadi kemajuan masyarakat, perubahan mental perlu mendukung perkembangan masyarakat. Untuk masyarakat negara berkembang selanjutnya diketahui, bahwa walaupun terdapat predisposisi untuk kemajuan akan tetapi bila fasilitas dan sumber daya dan dana kurang presdisposisi ini sukar mendapat kemajuan. Sorokin melihat perubahan masyarakat dari segi psikologik yaitu bahwa perubahan terjadi karena : 1) idectional change ( perubahan idea ) 2) sensasional change ( pengaruh materi terhadap mental manusia ) 3) idealistic change ( perubahan mental ) ketiga factor tersebut mempengaruhi dan menyebabkan perkembangan lebih lanjut, bahkan dapat menentukan arah perkembangan dari perusahaan masyarakat. Contoh dari ideational change ialah bersedianya orang memakai pakaian adat daerahnya sendiri, sedangkan contoh dari sensasional change adalah perubahan yang di adakan orang dalam mengatur rumah, berdasarkan apa yang dilihat dalam film atau televise. Contoh idealistia change adalah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945, yang merupakan political change, juga merupakan social change atau perubahan masyarakat secara besar - besaran untuk seluruh masyarakat. Tahun 1945 karenanya dapat dianggap sebagai awal dari proses perubahan masyarakat yang sampai sekarang belum dapat diatasi. Jalan yang kita tempuh untuk kemajuan bangsa kita adalah jalan kemerdekaan, maka konsekuensinya harus dipikul oleh seluruh masyarakat yang kita percepat kecepatannya dengan tahun 1945. B) Gerakan social atau Mobilitas Sosial Suatu gerakan social adalah suatu keinginan akan perubahan yang diorganisasi. Sebab dari gerakan social adalah penyesuaian diri dengan keadaan ( ekologi ), yaitu karena di dorong oleh keinginan manusia akan hidup dalam keadaan yang lebih baik serta pemanfaatan dari penemuan - penemuan baru. Pada umumnya gerakan social terbentuk apabila ada konsep yang jelas apalagi bila konsep ini mempunyai strategi yang jelas pula. Suatu gerakan berakhir, apabila suatu idea ( oleh pengikut - pengikutnya ) dirasakan telah terwujudkan, atau apabila keadaan telah berubah kembali. Akibat dari mobilitas ialah adanya respons dan rangsangan baru. Bahaya dari mobilitas yang berlangsung terlalu lama, ialah perubahan kepribadian yang terlalu parah, ketidak stabilan dalam masyarakat dan individu, adanya lebih banyak rangsangan daripada perubahan yang nyata, yaitu karena perubahan hanya menjadi slogan atau rangsangan yang tidak diwujudkan. Ada dua jenis mobilitas, yaitu : 1) Mobilitas yang mendatar. 2) Mobilitas yang vertical Mobilitas yang mendatar ialah “ Process of making changes on the same status; sedangkan mobilitas yang vertical ialah : “ Process of changing from one status to another “. Mobilitas banyak terjadi bila terdapat hambatan - hambatan dalam perkembangan atau apabila evolusi mengalami kegagalan, hal mana disebabkan oleh tindakan tindakan dalam bidang otokrasi, adanya terlalu banyak kepentingan kelompok / pribadi, adanya kelompok - kelompok yang hendak mempertahankan status ekonomi, keuangan atau politiknya. Sebab itu pula, hubungan antara mobilitas dengan revolusi erat sekali. C) Social Revolution Pada umumnya revolusi didahului oleh adanya ketidakpuasaan dari golongangolongan tertentu, hal mana biasanya telah didahului oleh tersebarnya suatu idea baru. Saat pecahnya suatu revolusi di tandai oleh adanya terror atau suatu kudeta. Ternyata bahwa tidak semua revolusi berhasil, bahkan suatu revolusi berakhir dalam perpecahan antara kekuatan - kekuatan revolusi itu sendiri, karena ada iri hati satu sama lain atau tidak adanya konsep yang jelas mengenai pembangunan setelah revolusi. Dilihat dari segi sosialnya, suatu revolusi pecah apabila dalam suatu masyarakat factor disorganisasi lebih besar daripada factor reorganisasi atau bila factor - factor adaptif lebih kecil dari pada factor non adaptif. Para ahli sosiologi berpendapat, bahwa suatu revolusi tidak terjadi dengan mendadak bahkan ada juga revolusi yang tidak pernah pecah, walaupun telah mencapai “puncak”nya. Revolusi, melalui tahap - tahap inkubasi, tindakan dan adaptasi. Biasanya suatu revolusi social pecah, apabila terdapat suatu kegagalan dalam evolusi. Tahap evolusi dicapai, karena kebutuhan akan perubahan harapan harapan akan berubah ( menuju perbaikan ) di rasakan tidak diwujudkan. Para ahli sosiologi berpendat, bahwa sebagaian besar revolusi merupakan suatu kemunduran dan juga merupakan kemajuan masyarakat, apabila terdengar kekecewaan dalam masyarakat karena belum terpenuhinya harapan. E. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN – PERUBAHAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN Untuk mengetahui suatu perubahan dalam masyarkat, maka perlu diketahui sebab–sebab yang mengakibatkan terjadinya perubahan tersebut. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab–sebab tersebut sumbernya ada yang terletak dalam masyarakat itu sendiri, dan ada pula yang berasal dari luarnya. Adapun yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, adalah : 1. Bertambah atau berkurangnya penduduk Bertambahnya jumlah penduduk yang terlallu cepat, akan berakibat ada perubahan struktur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga – lembaga kemasyarakatan. Lembaga sistem hak milik atas tanah mengalami perubahan – perubahan, orang mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil, dan lain – lain. Berkurangnya jumlah juga mengakibatkan perubahan terhadap masyarakat dan kebudayaan. Contoh karena berpindahnya penduduk dari dan ke kota ( urbanisasi ) mengakibatkan kekosongan, antara lain tenaga kerja di desa, pembagian kerja, sertifikasi sosial dan lain – lainnya yang mempengaruhi lembaga kemasyarakatan. 2. Penemuan – penemuan baru atau inovasi Inosavi adalah suatu proses pembaruan dari pengguna sumber - sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan pengguna teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya system produksi, dan akibatnya produk produk yang baru. Dengan demikian inovasi ini mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai unsure teknologi dan ekonomi. Proses inovasi sudah tentu erat hubungannya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu penemuan biasanya juga merupakan proses social yang panjang yang melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention. Suatu discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa alat baru, suatu ide baru yang diciptakan oleh seorang individu, atau kelompok individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima dan menerapkan penemuan itu. Proses cari discovery ke invention, sering kali memerlukan tidak hanya individu, yaitu penciptanya saja, melainkan suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang pencipta. 3. Pertentangan ( conflik ) dalam masyarakat Pertentangan tersebut mungkin terjadi antar orang perorangan atau orang dengan kelompok atau kelompok satu dengan kelompok yang lain. a) Masyarakat tradisional di Indonesia, pada umumnya bersifat kolektif. Segala kegiatan di dasarkan pada kepentingan - kepentingan masyarakat, ; kepentingan individu walaupun di akui, mempunyai fungsi social. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan - kepentingan individu dengan kelompoknya tersebut yang dalam hal - hal tertentu dapat menimbulkan perubahan - perubahan. Misalnya : Masyarakat Minangkabau yang mempunyai system kekeluargaan matrilineal, yang menurut adat - istiadatnya jika ibu meninggal, maka anak anaknya berada di bawah kekuasaan keluarga ibu. Tetapi dalam prakteknya penyimpangan terutama apabila keluarga tersebut berada di perantauan. Anak anak tetap tinggal bapaknya, walaupun ibunya telah meninggal, dan hubungan antara bapak dengan keluarga almarhum isterinya telah putus. Keadaan tersebut membawa perubahan besar pada peranan bapak. b) Pertentangan antar kelompok mungkin terjadi antar generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan - pertentangan sering terjadi, apabila pada masyarakat masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap moderen. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya lebih untuk menerima unsur unsur kebudayaan asing ( misalnya kebudayaan barat ) yang dalam beberapa hal mempunyai taraf yang lebih tinggi. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perubahan - perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara wanita dan laki - laki, kedudukan wanita yang sederajad dengan laki - laki dalam masyarakat dan lain lain. Dapat juga terjadi antara golongan yang mempertahankan hukum adapt yang tradisional dengan golongan yang memasukkan agama Islam (Hukum Islam). Keadaan ini pernah terjadi di Indonesia pada masa lalu. Dalam hal - hal tertentu pertentangan menghasilkan akomodasi, misalnya perihal perkawinan, pewarisan dsb. Menurut hukum adapt perkawinan merupakan suatu “ crisis rito “ yaitu suatu upacara berhubungan meningkatnya seseorang dari tahap kehidupan tertentu menuju ke tahap kehidupan selanjutnya. Perpindahan tersebut memerlukan suatu upacara tertentu, karena orang tadi pindah ke dalam lingkungan social yang baru dan juga untuk mengumumkan kepada khalayak ramai mengenai kedudukan orang tersebut. Tetapi menurut Hukum Islam perkawinan merupakan kontrak yang di sebut akad nikah dan ijab Kabul. Timbul pertentangan mengenai sahnya perkawinan, yaitu apakah pada saat upacara adat di lakukan atau pada saat ijab Kabul. Pada umumnya tercapai suatu akomodasi terutama bagi orang - orang Indonesia yang beragama Islam akad nikah merupakan hukum agama yang kemudian diikuti dengan upacara menurut adaptasi masing-masing. Akomodasi tersebut menimbulkan lembaga kemasyarakatan yang baru dibidang perkawinan. 4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri Revolusi yang terjadi pada bulan Oktober di Rusia, menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan besar di satu Negara tersebut yang mula - mula berbentuk absolut, berubah menjadi dictator proletariat yang didasarkan pada doktrin Narxisme. Maka segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk Negara sampai ke dalam sistem keluarga mengalami perubahan - perubahan besar sampai keakar – akarnya. Suatu perubahan sosialdan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab – sebab yang antara lain berasal dari luar masyarakat itu sendiri. a. Sebab – sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia Terjadi gempa bumi , taufan, banjir besar dan lain–lain, yang menyebabkan masyarakat–masyarakat yang mendiami daerah–daerah tersebut terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami tempat tinggalnya. yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri yang baru tersebut. Kemungkinan hal tersebut mengakibatkan perubahan–perubahan pada lembaga – lembaga kemasyarakatan. Suatu masyarakat yang semula hidupdari berburu, kemudian meninggalkan tempat tinggalnya, karena tempat tersebut dilanda banjir besar, kemudian menetap di suatu daerah yang memungkinkan mereka untuk bertani. Hal ini mengakibatkan perubahan - perubahan dalam diri masyarakat tadi, misalnya timbulnya masyarakat baru yaitu lembaga hak milik atas tanah, sistem mata pencaharian yang baru yaitu pertanian dan selanjutnya. Kadang – kadang sebab – sebab bersumber pada lingkungan alam fisik, di sebabkan oleh tindakan – tindakan masyarakat itu sendiri. Misalnya karena penggunaan tanah secara besar – besaran tanpa memperhitungkan lapisan – lapisan humus pada tanah tersebut; penebangan hutan – hutan yang menyebabkan banjir, hal - hal tersebut dapat mengakibatkan bahwa masyarakat yang bersangkutan terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya untuk menatap di wilayah yang lain. b. Peperangan Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebab terjadinya perubahan – perubahan,oleh karena biasanya negara yang akan memaksakan negara yang takluk, untuk menerima kebudayaannya yang di anggap kebudayaan yang lebih tinggi tarafnya. Negara – negara yang kalah dalam perang dunia kedua sepertin Jerman dan Jepang mengalami perubahan – perubahan yang menyangkut bidang kenegaraan; Jerman yang akhirnya dipecah dua, yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur yang masing – masing berorientasi pada blok Barat dan blok Timur. Hal ini tidak saja mengakibatkan perubahan – perubahan pada lembaga – lembaga kemasyarakatn di bidang politik dan pemerintah, tapi juga bidang yang lain. Jepang setelah kalah perang juga mengalami perubahan – perubahan, dari negara garis militer, Jepang secara berangsur – angsur berubah menjadi negara industri. c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain Hubungan yang di lakukan secara fisik antara dua masyarakat mepunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Namun bila hubungan tersebut berjalan melalui alat -alat komunikasi masa seperti radio, televisi, film, majalah, dan surat kabar, maka ada kemungkinan pengaruh datangnya hanya dari satu pihak saja yaitu dari masyarakat yang secara aktif. Menggunakan alat-alat komunikasi tersebut, sedangkan pihak lain hanya menerima pengaruh itu dengan tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan pengaruh kepada masyarakat lain yang mempengaruhi itu. Apabila pengaruh tersebut diterima tidak karena paksaan dari pihak yang mempengaruhi maka terjadi proses akulturasi. Adapula di dalam proses pertemuan kebudayaan tersebut, tidak akan selalu terjadi pengaruh mempengaruhi, kadang kala kedua kebudayaan tersebut bertamu, sedangkan salah satu kebudayaan dalam unsur – unsur mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi, maka mungkin terjadi proses imitasi,( peniruan ) terhadap unsur – unsur kebudayaan lain. Mula – mula unsur – unsur tersebut di tambahkan pada kebudayaan asli, akan tetapi lambat laun unsur – unsur kebudayaan aslinya yang di ubah dan di ganti oleh unsur – unsur kebudayaan asing tersebut. BAB VII LEMBAGA KEMASYARAKATAN A. PENGERTIAN Dalam kamus bahasa Indonesia sampai sekarang belum ada istilah yang mendapat pengakuan menterjemahkan istilah umum dalam Inggris “ kalangan Social para Institution sarjana “. Ada sosiologi yang untuk mencoba menterjemahkannya dengan istilah “ Pranata “ dengan alasan bahwa “ Social Institution “ mengandung unsur – unsur yang mengatur peri kelakuan para anggota masyarakat. Ada pula yang menggunakan istilah “ Bangunan Social “. Istilah ini di duga merupakan terjemahan dari istilah “ Soziale Gebildo “ dalam bahasa Jerman yang bentuk serta susunan dari “ Social Institution “ tidak karena terjemahan itu dianggap yang paling tepat, akan tetapi oleh karena penulis harus memilih salah satu istilah sebagai pedoman lebih lanjut. Robert Mac Iver dan Charles H. Page, pengartikan lembaga kemasyarakatan sebaga tata cara atau prosedur yang telah di ciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan yang dinamakannya association. Loopold von Wiese dan Howard Becker, melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya. Lembaga kemasyarakatan di artikannya sebagai suatu jaringan dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memellihara hubungnan tersebut serta pola – polanya, sesuai dengan kepentingan – kepentingan manusia dan kelompoknya. Summer, melihatnya dari sudut kebudayaan. Ia mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita – cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan, yang mempunyai sifat kekal serta yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan masyarakat. Pentingnya adalah agar ada keteraturan dan integrasi dalam masrayakat. Suatu lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan pokok dari manusia, pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi, yaitu antara lain : 1. Memberikan pedoman pada anggota – anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertinkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah – masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan – kebutuhan yang bersangkutan. 2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan. 3. Memberikan pegangan kepada masrayakat untuk mengadakan sistem pengedalian sosial ( social control ) yaitu artinya sistem pengawasan dari pada masyarakat terhadap tingkah laku anggota – anggotanya. Dari fungsi – fungsinya diatas, nyata bahwa apabila seseorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu maka dia harus pula diperhatikan secara teliti lembaga – lembaga kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan. B. PROSES PERTUMBUHAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN 1. Norma – norma dalam masyarakat Agar supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana di harapkan, maka di rumuskanlah norma – norma di dalam masyarakat. Mula – mula norma tersusun dengan tidak di sengaja, namun lama – kelamaan norma – norma tersebut dibuat secara sadar. Norma – norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda – beda. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat dari pada norma – norma tersebut, maka secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian, yaitu : a) Cara ( Usage ) b) Kebiasaan ( Folkways ) c) Tatakelakuan ( Mores ) d) Adat – istiadat ( Custom ) Masing – masinh memberikan petunjuk bagi tingkah laku seseorang yang hidup di dalam masyarakat. Setiap pengertian, mempunyai kekuatan yang berbeda. Cara ( Usage ) menunjuk pada suatu bentuk pembuatan suatu penyimpangan terhadapnya, tak akan mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang hubunginya. Kebiasaan ( Folkways ) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara. Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang – ulang dalam bentuk yang sama, merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai hal tersebut. Misalnya hormat kepada orang yang lebih tua atau lebih senior. Menurut Charles H. Page dan Mac Iver, kebiasaan merupakan peri kelakuan yang diakui dan di terima oleh masyarakat. Apabila kebiasaan tersebut tidak semata – mata dianggap sebagai cara berperikelakuan saja, akan tetapi bahkan diterima sebagai norma – norma pengatur, maka di sebutkan kebiasaan tadi sebagai moros atau tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat – sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagi alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota – anggotanya. Tata kelakuan tersebut, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan dilain pihak melarangnya, sehingga secara langsung merupakan suatu alat agar supaya anggota – anggota masyarakat menyesuaikan perbuatannya denngan tata kelakuan tersebut. Tata kelakuan yang kekal serta kunterintegrasinya dengan pola – pola peri kelakuan masyarakat, dapat mengikat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat. Anggota – anggota masyarakat yang melanggar adat – istiadat akan kena sangsi yang keras yang kadang – kadang secara tidak diperlakukan. Norma – norma tersebut diatas, setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses Institutionalization ( pelembagaan ), yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma kemasyarakatan yanng baru untuk menjadi bagian suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang di maksudkan ialah norma kemasyarakatan itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari – hari. Mengingat adanya proses termaksud diatas, lembaga kemasyarakatan di bedakan sebagai peraturan ( regulative social institutions ) dan yang sungguh – sungguh berlaku ( operative social institution ). Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma – norma tersebut membatasi serta mengatur peri kelakuan orang – orang, misalnya lembaga perkawinan mengatur hubungan antara wanita dengnan pria; lembaga kekeluargaan mengatur hubungnan antara anggota – anggota keluarga di dalam suatu masyarakat; lembaga kewarisan mengatur proses beralihnya harta kekayaan dari satu generasi pada generasi yang berikutnya dan lain sebagainya. Lembaga kemasyarakat dianggap sebagai sungguh – sungguh berlaku, apabila norma – normanya sepenuhnya membantu pelaksanaan pola – pola kemasyarakat. Perikelakuan perorangan, merupakan hal yang sekunder bagi lembaga kemasyarakat yang dianggap sebagai peraturan. Paksaan hukum di dalam pelaksanaan lembaga kemasyarakat yang berlaku sebagai peraturan tidak selalu dipergunakan; sebaliknya, tekanan yang di utamakan pada paksaan dari pada masyarakat. Pada lembaga – lembaga kemasyarakatan yang belaku sungguh – sungguh faktor paksaan tergantung dari pertimbangan – pertimbangan kesejahteraan, gotong royong, kerja sama dan sebagianya. Betapapun usahanya dari suatu pihak untuk mencoba agar suatu norma diterima oleh masyarakat, akan tetapi norma tadi akan melembaga bila sudah melalui proses tersebut diatas. Proses pelembagaan sebenarnya dapat menjadi internalizod dimana pada anggota masyarakat dengan pendirinya ingin berperikelakuan sejalan – sejalan dengan perikelakuan yang memang sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, norma – norma tadi sudah mendarah mendaging ( Internalizod ) 1. Sistem pengendalian sosial ( Social Control ) Social control sering diartikan pengawasan masyarakat terhadap jalannya pemerintah beserta aparatnya. Namun pengertian sebenarnya lebih luas, karena mencakup segala proses, baik yang di rencanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengnajak atau bahkan memaksa warga – warga sosial yang berlaku. Pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan dalam masyarakat. Pengendalian sosial dapat bersifat preventif dapat bersifat represif. Usaha – usaha prefentis, misalnya, dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal, informal, dan seterusnya; sedangkan represif berwujud penjatuhan, sangsi terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah – kaidah yang berlaku. Suatu proses pengadilan sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai cara yang pada pokoknya berkisar pada cara – cara tanpa kekerasan ataupun dengan paksaan. Di dalam masyarakat yang secara relatif berada dalam keadaan yang tenteram, maka cara – cara yang persuasif mungkin akan lebih efektif dar pada penggunaan paksaan. Paksaan lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah oleh karena di dalam keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk kaidah – kaidah lama yang telah goyah. Pelaksanaan pengendalian sosial tersebut diatas, tidaklah berdiri sendiri di dalam wujudnya yang murni, akan tetapi mungkin merupakan kombinasi antara berbagai wujud diatas. C. CIRI – CIRI UMUM LEMBAGA KEMASYARAKATAN Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul General Feature of Social Institutions, telah menguraikan beberapa ciri umum dari pada lembaga kemasyarakatan sebagai berikut : 1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi dari pada pola – pola pemikiran dan pola – pola perikelakuan yang terwujud melalui akitivitas – aktivitas kemasyarakatan dan hasil – hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat – istiadat, tatakelakuan, kebiasaan, serta unsur – unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional. 2. Suatu kekekalan tertentu merupakan ciri daripada lembaga kemasyarakat. Sistem – sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakat setelah melewati waktu yang relatif lama. 3. Lembaga kemasyarakat mepunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan– tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila ditinjau dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Sebaliknya, fungsi lembaga tersebut baru disadari setelah diwujudkan dan kemudian ternyata berbeda dengan tujuan. 4. Lembaga kemasyarakat mempunyai alat – alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya bangunan, peralatan, mesin – mesin dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. 5. Lembaga–lembaga biasanya juga merupakan ciri khas dari lembaga kemasyarakatan. Lambang – lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Kadang – kadang lambang tersebut berupa tulisan – tulisan. 6. Suatu lembaga kemasyarakatan, mempunyai suatu tradisi yang tertulis ataupun yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain – lain. Tradisi itu merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan pokok dari pada masyarakat dimana lembaga kemasyarakat tersebut menjadi bagiannya. Secara menyeluruh ciri – ciri tersebut dapat diterapkan pada lembaga – lembaga kemasyarakatan tertentu, seperti misalnya perkawinan. Sebagai lembaga kemasyarakatan, maka perkawinan mungkin mempunyai fungsi – fungsi, sebagai berikut : a. Pengatur perilaku seksual dari manusia dalam pergaulan hidupnya b. Pengatur pemberian hak dan kewajiban bagi suami, isteri dan juga anak – anak. c. Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kawan hidup oleh karena secara naluriah manusia senantiasa berhasrat untuk hidup berkawan d. Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan benda material. e. Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan prestise f. Di dalam hal – hal tertentu, untuk memelihara interaksi antar kelompok sosial. D. TIPE – TIPE LEMBAGA KEMASYARAKATAN Tipe – tipe lembaga kemasyarakat, dapat klasifikasikan dari berbagai sudut. Menurut Gillin dan Gillin lembaga kemasyarakat tadi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Crescive institutions dan Enacted institutions. Crescive institutions adalah lembaga – lembaga yang secara tak disengaja tumbuh dari adat – istiadat masyarakat. Enacted institutions dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya lembaga hutang – piutang lembaga pendidikan, yang kesemuanya berakar pada kebiasaan – kebiasaan dalam masyarakat. 2. Dari sudut nilai – nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas Basic Institutions dan Subsidiary Institutions Basic Institutions, adalah lembaga kemasyarakatan yang berguna untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib masyarakat. Misalnya : keluarga, sekolah – sekolah, negara dan lain sebagainya. Subsidiary Institutions adalah kegiatan – kegiatan untuk rekreasi. 1. Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved atau sosial sanctioned – institutions dengan unsanctioned institutions. Approved atau sanctioned institutions yaitu lembaga – lembaga yang di terima oleh masyarakat, seperti misalnya sekolah, perusahaan dagang dan lain – lain. Sebaliknya unsanctioned institutions yang ditolak oleh masyarakat, misalnya kelompok penjahat, pemeras dsb. 2. Pembedaan general institutions dengan restricted institutions, timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan pada faktor penjabarannya. Misalnya agama merupakan general institutions, oleh karena dikenal oleh hampir semua masyarakat di dunia ini. Sedangkan agama – agama islam, Protestan, Katolik, Buddha dan lain – lain, merupakan restricted institutions, oleh karena dianut masyarakat – masyarakat tertentu didunia ini. 3. Bila ditinjau dari sudut fungsinya, terdapat operative institutions dan regulative institutions. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola – pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya lembaga industrialisasi. Yang kedua, bertujuan untuk mengawasi adat – istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak daripada lembaga itu sendiri. Contoh lembaga hukum, seperti kejaksaan, pengadilan dan sebagainya. E. CARA – CARA MEMPELAJARI LEMBAGA KEMASYARAKATAN Banyak ahli yang ingin mencoba untuk meneliti terhadap lembaga kemasyarakatan mengenai cara – cara atau metode – metode yang efisien. Apabila cara – cara dan metode – metode tersebut dihimpun, maka akan dapat dijumpai tiga golongan pendekatan terhadap masalah tersebut, yaitu : 1. Analisa secara historis, yang bertujuan meneliti sejarah timbul dan perkembangan suatu lembaga yang tertentu. Misalnya diselidiki asal mula dan perkembangan lembaga demokrasi, perkawinan yang menogam, keluarga batih dan lain sebagainya. 2. Analisa komperatif, yang bertujuan menelaah suatu lembaga kemasyarakat berlainan ataupun berbagai lapisan sosial masyarakat tersebut. Bentuk – bentuk milik, praktek – praktek pendidikan kanak – kanak dan lain – lainnya, banyak ditelaah secara komperatif. Cara analisa ini banyak sekali dipergunakan oleh para ahli antropologi seperti misalnya Ruth Benedict, Margaret Moad, dan lain – lain. 3. Analisa secara fungsional. Lembaga – lembaga kemasyarakat dapat pula diselidiki dengan jalan menganalisa hubungan antara lembaga – lembaga tersebut di dalam masyarakat yang tertentu. Hubungan ini lebih menekankan hubungan fungsionalnya, seringkali mempergunakan analisa – analisa historis dan komperatif. Sebenarnya suatu lembaga kemasyarakatan tidak mungkin hidup sendiri tanpa lembaga kemasyarakatan yang lain. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ketiga cara tersebut tidak dapat berjalan sendiri, namun ketiganya saling melengkapi. Atau dengan perkataan lain, di dalam meneliti masyarakat, salah satu pendekatan akan dipakai sebagai alat pokok, sedangkan lainnya bersifat sebagai alat pokok, sedangkan lainnya bersifat sebagai alat tambahan untuk melengkapi kesempurnaan cara – cara penelitian F. “ CONFORMITY “ DAN “ DEVIATION “ Masalah conformity dan deviation , berhubungan erat dengan pengawasan sosial. Conformity berarti penyesuaian diri dengan masyarakat, dengan cara memperhatikan kaidah – kaidah dan nilai – nilai dalam masyarakat. Sedangkan deviation adalah penyimpangan – penyimpangan terhadap kaidah – kaidah dan nilai – nilai di dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur antara seseorang dengan orang lain atau antara kelompok yang lain. Dalam masyarakat yang homogain dan tradisional, conformity dari anggota – anggota masyarakat sangat kuat sekali. Sebagai misal masyarakat desa yanng terpencil, sangat patuh dan taat terhadap kaidah – kaidah serta nilai – nilai yang berlaku, karena tidak ada pilihan lain. Pada masyarakat kota, selalu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan yang terjadi dalam kotanya. Penduduk kota sangat hoterogin, disamping itu, kota merupakan pintu masuknya pengaruh – pengaruh dari luar yang sangat leluasa. Dengan demikian kaidah – kaidah yang tertanam di dalam kota selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Conformity di kota – kota, ( terutama kota besar ) juga sangat kecil, sehingga proses institutionalization sukar terhadi apabila dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan. Conformity di kota – kota besar, dianggap sebagai penghambat terhadap kemajuan dan perkembangan. Apabila terjadi ketidak seimbangan antara nilai – nilai sosial – budaya dengan kaidah – kaidah atau aspirasi – aspirasi dengan saluran – saluran yang tujuannya untuk mencapai tujuan tersebut maka terjadilah kelakuan – kelakuan yang menyimpang atau deviant – behavior. Berpudarnya pegangan orang akan kaidah – kaidah, menimbulkan keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa kaidah – kaidah, akan menimbulkan anomie BAB VIII PELAPISAN – PELAPISAN SOSIAL ( STRATIFIKASI SOSIAL ) A. PEMBATASAN PENGERTIAN Stratifikasi sosial adalah penggolongan orang – orang yang termasuk dalam suatu sistem tertentu ke dalam lapisan – lapisan hirarkis menuruut dimensi kekuasaan, profilese dan prestise. Ada beberapa konsep yang harus diketahui supaya definisi di atas dapat dimengerti dengan mudah; konsep – konsep itu adalah penggolongan, sistem sosial lapisan hirarkis, kekuasaan privilese dan prostise serta kata sosial. Penggolongan harus dilihat sebagai proses dan juga hasil dari proses kegiatan tadi. Sebagai proses, penggolongan berarti setiap orang atau lebih tepatnya setiap individu menggolongkan dirinya atau mendefinisikan dirinya sebagai orang yang termasuk dalam suatu lapisan tertentu atau menganggap dirinya berada pada lapisan lebih rendah atau lebih tinggi daripada orang lain. Oleh karena itu stratifikasi sosial harus dilihat sebagai proses menempatkan diri dalam suatu lapisan tertentu dengan seorang profesor, anda sebagai mahasiswa menempatkan diri anda pada posisi yang lebih rendah dari pada profesor itu dalam ilmu pengetahuan; dan mungkin tidak hanya itu, anda menempatkan diri sebagai orang yanng lebih rendah dalam kekayaan, pengalaman dan lain – lain. Stratifikasi sosial sangat erat hubungannya dengan diri seseorang secara subyektif. Itu berarti bahwa stratifikasi sosial bukan sesuatu yang berada di luar individu, melainkan menjadi satu dengan dia. Oleh karena itu, perilaku dia dalam hubungannya dengan orang lain ditentukan sebagaian besar oleh situasi yang dihadapinya. Hasil dari proses seperti itu adalah pembagian oranng yang terdapat dalam suatu sistem sosial kedalam beberapa lapisan, misalnya ada orang bodoh, setengah bodoh dan pintar. Hasil yang kita lihat yang seperti itu sesungguhnya sudah terlepas dari individu itu sendiri. Oleh karena itu, penggolongan manusia kedalam lapisan yang kita lihat sebagai hasil bersifat obyektif. Istilah subyektif dan obyektif disini sama persis artinya dengan yang sudah kita pelajari sebelumnya. Kesimpulannya adalah bahwa stratifikasi sosial harus dilihat sebagai kenyataan yang memiliki dua segi yakni segi subyektif dan segi obyektif. Sekarang kita beralih pada konsep sistem sosial. Sistem sosial ( Social system ) menunjukkan adanya interdedonsi antara unsur – unsur sistem tersebut. Asumsi dasarnya adalah, bahwa antara unsur – unsur suatu sistem yang terwujud dalam gejala – gejala sosial itupun ditelaah sebagai bagian dari suatu sistem. Struktur sosial merupakan aspek statis dari sistem sosial, sedangkan aspek dinamisnya adalah proses yang berintikan interaksi sosial. Satu hal yang perlu kita perhatikan disini adalah bahwa sistem sosial dalam hubungannya dengan sistem stratifikasi sosial harus dilihat sebagai suatu yang membatasi penggolongan itu berlaku. Sebagai contoh, keluarga sebagai sistem sosial. Dalam keluarga, suami, secara subyektif maupun secara obyektif digolongkan atau menggolongkan dirinya sebagai yang lebih tinggi dari pada isteri dan anak ( ini hanya contoh ). Tetapi dalam kampung, sebgai sistem sosial yang lebih besar seorang suami tadi lebih rendah dari pada yang lainnya. Dan mungkin juga kalau dia masuk kedalam suatu sistem sosial yang lain dia sangat dihormati. Lapisan hirarkis. Anda tahu apa artinya lapisan dalam suatu susunan tertentu itu memperlihatkan sifat dan kesatuannya sendiri. Namun demikian setiap lapisan memiliki sifat yang mampu menghubungkannya dengan lapisan diatas dan lapisan dibawahnya. Atas dasar ini kita berani mengatakan, bahwa tidak ada lapisan yang sama sekali tertutup. Kata hirarkis yang terdapat dibelakang kata lapisan itu berarti, bahwa lapisan yang lebih tinggi itu lebih bernilai atau lebih besar dari pada yang dibawahnya. Kalau saya mengatakan bahwa dia berada dalam lapisan atas menurut tiga dimensi kekuasaan privilese, dan prestise, lebih ber – privilese dan lebih berprestise daripada mereka yang berada pada lapisan bawah. Di antara lapisan yang atasan dan bawah itu ada lapisan – lapisan yang jumlahnya dapat ditentukan sendiri oleh mereka yang hendak mempelajari sistem berlapis – lapisan dalam masyarakat itu. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atasan itu tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat, tetapi kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif, yaitu mereka yang memiliki uang banyak misalnya akan mudah sekalli mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan, sedang meraka yang mempunyai kekuasaan besar mudah menjadi kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan. B. TERJADINYA LAPISAN – LAPISAN DALAM MASYARAKAT Adanya sistem berlapis – lapis dalam masyarakat itu dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengajar suatu tujuan bersama. Yang terakhir ini biasanya dilakukan terhadap pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi – organisasi formil seperti pemerintah, perusahaan, partai politik, atau perkumpulan. Kekuasaan dan wewenang itu merupakan unsur yang mempunyai sifat lain dari pada uang, tanah, benda – benda ekonomis, ilmu pengetahuan, atau kehormatan. Uang, tanah dan sebagainya dapat terbagi secara bebas diantara para anggota suatu masyarakat tanpa merusak keutuhan masyarakat itu. Akan tetapi apabila suatu masyarakat hendak hidup dengan teratur maka kekuasaan dan wewenang yang ada padanya harus dibagi – bagi dengan jelas bagi setiap orang ditempat – tempat mana letaknya organisasi vertikal dan horisontal. Sistem berlapis – lapis terdapat dimana – mana ukuran yang digunakan juga bermacam – macam. Secara teoritis semua manusia dianggap sederajad, tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan dalam kelompok – kelompok sosial, tidak demikian halnya. Pembedaan atas lapisan – lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian dari sistem sosial setiap masyarakat. Untuk meneliti terjadinya proses – proses lapisan – lapisan dalam masyarakat, dapatlah pokok – pokok sebagai berikut dijadikan pedoman : 1. Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyarakat – masyarakat tertentu yang menjadi obyek penyelidikan. 2. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisa dalam ruang lingkup unsur – unsur sebagai berikut : a. distribusi hak – hak istimewa yanng obyektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan ( kesehatan, laju angka kejahatan ), wewenang dan sebagainya. b. sistem pertanggaan yang diciptakan warga – warga masyarakat ( prostise dan penghargaan ) c. kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan. d. lambang – lambang kedudukan, seperti misalnya tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi dan selanjutnya. e. mudah atau sukarnya bertukar kedudukan. f. solidaritas di antara individu – individu atau kelompok – kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem masyarakat; i. pola – pola interaksi – interaksi ( struktur cliquo, kenganggotaan organisasi perkawinan dan sebagainya ). ii. kesamaan atau ketidak samaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai – nilai. iii. kesadaran akan kedudukan masing – masing. iv. aktivitas sebagai organ kolektif. ( Soerjono Soekanto, 1986, 206 – 207 ) C. SIFAT BERLAPIS – LAPIS DALAM SUATU MASYARAKAT Sifat sistem berlapis – lapis di dalam masyarakat, dapat bersifat tertutup dan ada pula yang bersifat terbuka. Yang bersifat tertutup, membatasi kemungkinan pindahnya seorang dari lapisan satu ke lapisan yang lain, baik keatas maupun kebawah. Di dalam sistem yang demikian itu, satu – satunya jalan untuk masuk menjadi anggota dari satu masyarakat adalah karena kelahiran. Sebaliknya di dalam masyarakat yang terbuka, setiap anggota mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat dari pada sistem tertutup. Sistem yang tertutup, dengan jelas dapat dilihat dalam masyarakat India yang berkasta, atau di dalam masyarakat yang feodal, atau di dalam masyarakat dimana berlapis – lapis tergantung pada perbedaan – perbedaan rasial. Apabila ditelaah masyarakat India, sistem pelapisan disana sangat kaku dan menjelma dalam diri kasta – kasta. Kasta di India mempunyai ciri – ciri tertentu, yaitu : 1. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena kewarisan / kelahiran. Anak yang lahir memperoleh kedudukan orang tuanya. 2. Keanggotaan yang diwariskan tadi berlaku untuk seumur hidup, oleh karena seseorang tak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan dari kastanya. 3. Perkawinan bersifat endogen, artinya harus dipilih oleh orang sekasta 4. Hubungan dengan kelompok – kelompok sosial lainnya bersifat terbatas. 5. Kesadaran pada anggota suatu kasta tertentu, terutama ditandai oleh nama kastanya, identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang ketat terhadap norma – norma kastanya dan lain sebagainya. 6. Kasta terikat oleh kedudukan – kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan. 7. Prestisa suatu kasta benar – benar diperhatikan. Sistem kasta di India telah ada sejak berabad – abad yang lalu. Masyarakat India terbagi dalam kasta ( dari atas kebawah 0 terdiri dari : brahmana, waesia, dan sundra. Mereka yang tidak berkasta, dikatakan golongan Paris. Sebetulnya, sistem kasta semacam di India, juga di jumpai di Amarika Serikat, dimana terdapat pemisah yang tajam antara golongan kulit putih dengan kulit berwarna terutama orang Negro. Penggolongan atas dasar warna kulit ini dikenal dengan politik rasdiskriminasi. Politik serupa juga terjadi di Afrika Selatan yang dikenal dengan “ Apartheid “ yang memisahkan orang kulit putih dengan orang kulit hitam. Dalam masyarakat Bali yang beragama Hindu juga terdapat sistem kasta, seperti halnya di India. Kehidupan sistem kasta di Bali tersebut umumnya tampak jelas dalam hubungan perkawinan; terutama seorang gadis dari suatu kasta tertentu pada umumnya dilarang bersuamikan dari seseorang kasta yang lebih rendah. D. KELAS – KELAS DALAM MASYARAKAT ( SOSIAL CLASSES ) Yang dimaksud dengan kelas dalam masyarakat adalah paralel dengan pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar lapisan itu faktor uang tanah, kekuasaan atau dasar lain. Ada kalanya kelas hanya digunakan untuk lapisan yang berdasarkan atas unsur – unsur ekonomis, sedangkan lapisan berdasarkan atas kehormatan kemasyarakatan dinamakan kelompok kedudukan status group selanjutnya dikatakan bahwa harus diadakan pembedaan yang tegas antara kelas dan kelompok kedudukan Max Weber mengadakan pembedaan antara dasar – dasar ekonomis dengan dasar – dasar kedudukan sosial dari lapisan – lapisan akan tetapi istilah kelas tetap digunakan. Adanya kelas yang bersifat ekonomis dibaginya lagi kedalam sub kelas yang bergerak dalam bidang ekonomis dalam menggunakannya kecakapannya. disamping itu, Max Weber masih menyebutkan adanya golongan yang mendapat kehormatan khusus dari masyarakat dan dinamakannya stand. Menurut Kurt B. Mayor dalam karangannya “ Dimensions of Social Strafication in Modern Society “ maka harus diadakan perbedaan tegas antara kelas dan kelompok itu. Namun dalam hubungan ini diterangkan olehnya bahwa system pembagian kekuasaan dalam masyarakat banyak tali - temalinya dengan adanya kelas - kelas ekonomis dan kelompok - kelompok kedudukan. Kalau kita melihat istilah kelas yang digunakan dalam teori Marxisme maka kita melihat bahwa istilah itu digunakan hanya rangka ekonomis saja, meskipun adanya kelas - kelas itu mempunyai pengaruh besar pada kehidupan pilotik, social dan kebudayaan pada umumnya dari masyarakat. Kelas menurut Marxisme pada pokoknya ada dua macam dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah atau alat - alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan dalam proses produksi. Perbedaan lain dalam teori tentang adanya kelas dalam masyarakat yang digunakan dalam ilmu sosiologi dan dalam Marxisme adalah mengenai hubungan antar kelas. Kelas - kelas dalam arti sosiologi dapat hidup dan kerja sama tanpa pertentangan sedang kelas dalam arti Marxitis senantiasa berada dalam pertentangan untuk berebutan kekuasaan. Perbedaan lain ialah bahwa dalam teori sosiologi adanya kelas - kelas yang sosiologis senantiasa akan ada sepanjang masa di dalam tiap - tiap masyarakat yang hidup teratur seperti yang telah dikemukakan lebih dahulu; sedang teori Marxisme meramalkan akan terjadinya suatu masyarakat dimana semua kelas dalam arti Marzitis akan lenyap dengan sendirinya. Apabila pengertian kelas ditinjau secara lebih mendalam, maka akan dapat dijumpai beberapa criteria yang tradisional, yaitu : 1. besarnya dan ukuran jumlah anggota - anggotanya 2. kebudayaan yang sama, yang menentukan hakekat dan kewajiban - kewajiban warganya. 3. kelanggengan 4. tanda / lambang - lambang yang merupakan cirri yang khas 5. batas - batas yang tegas ( bagi kelompok itu, terhadap kelompok lain ) 6. antagonisme tertentu. Sehubungan dengan criteria tersebut di atas, kelas memberikan kesempatan kesempatan atau fasilitas - fasilitas hidup yang tertentu ( life change ) bagi warga - warga, yaitu misalnya, keselamatan atas hidup dan harta benda, kebebasan, standart hidup yang tinggi dan sebagainya, yang dalam arti - arti tertentu tidak dipunyai oleh warga - warga kelas - kelas yang lainnya. Kecuali dari pada itu, kelas juga mempengaruhi gaya dan tingkah laku hidup masing - masing warganya ( life - styls ). Oleh karena kelas - kelas yang ada dalam menjalani jenis - jenis pendidikan atau rekreasi tertentu, misalnya, maka ada perbedaan pula dalam apa yang telah dipelajari warga - warganya, perikelakuannya dan sebagainya. Dalam masyarakat Indonesia terutama dikota - kota besar, dikenal suatu pembedaan antara golongan yang pernah mengalami pendidikan Barat ( terutama pendidikan Belanda ) dengan golongan yang tidak pernah mengalaminya. Di dalam mendidik anak - anak golongan - golongan tersebut mengembangkan pola sosialisasi yang berbeda. E. DASAR – DASAR LAPISAN – LAPISAN DALAM MASYARAKAT Selama di dalam masyarakat ada yang di hargai, hal itu merupakan awal dari pelapisan dalam masyarakat. Ada punsesuatu yang dihargai tersebut, mungkin berupa uang atau benda, mungkin berupa tanah, kekuasaan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Barang siapa yang memiliki benda tadi dalam jumlah yang banyak, akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang menduduki lapisan atasan, sebaliknya mereka yang hanya memiliki sesuatu yang berharga tersebut dalam jumlah sedikit, dalam pandangan masyarakat hanya mempunyai kedudukan yang rendah. Di antara lapisan yang atas dan yang rendah masih terdapat lapisan dengan criteria lain yaitu : 1. ukuran kekayaan 2. ukuran kekuasaan 3. ukuran kehormatan 4. ukuran ilmu pengetahuan ukuran tersebut tidaklah bersifat timitatif, oleh karena masih ada kriteria lain yang digunakan sebagai dasar timbulnya sistem berlapis – lapis dalam masyarakat tertentu. pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia, golongan pembuka tanah ( cikal bakal ) dianggap oleh masyarakat setempat sebagai lapisan yang tinggi. Kemudian menyusul para pemilik tanah; mereka disebut pribumi, sikap atau kuli kenceng. Mereka yang hanya memiliki tanah pekarangan atau rumah saja, ( golongan ini disebut kuli gundul, lindung atau indung ) dan akhirnya mereka yang menumpang saja pada tanah miliki orang lain. Lapisan tertinggi dalam suatu masyarakat tertentu dalam istilah sehari – hari dinamakan “ ELITE “. Kekayaan dapat di jumpai dala setiap masyarakat, dan dianggap sebagai hal yang wajar, walaupun kadang – kadang tidak disukai oleh lapisan – lapisan lainnya dalam masyarakat apalagi bila pengendaliannya tidak sesuai dengan keingginan dan kebutuhan masyarakat umumnya. F. STATUS DAN PERANAN ( ROLE ) Dengan adanya prestise dan derajat sosial terbentuk pula apa yang di kenal sebagai status dan peranan ( role ) status merupakan kedudukan seseorang yang dapat ditinjau terlepas dari individunya; Jadi status merupakan kedudukan seseorang yang dapat ditinjau terlepas dari individunya ; Jadi status merupakan kedudukan obyektif yang memberi hak dan kewajiban kepada orang yang menempati kedudukan tadi. Role atau peranan merupakan dinamika dari status atau penggunaan dari hak dan kewajiban; atau bisa juga disebut status subyektif. Peranan dan status kait - mangait, yaitu karena status merupakan kedudukan yang memberi hak dan kewajiban, sedangkan kedua unsure ini tidak akan ada artinya kalau tidak dipergunakan. Dengan adanya banyak status dan peranan, terebntuklah di masyarakat suatu hierarki status, yaitu karena di tinjau dari status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Karena manusia merupakan anggota dari banyak kelompok, dalam setiap ia mempunyai status dan peranan tertentu. Karena banyak peranan yang harus dipenuhi, mudah terjadi pertentangan peranan atau role conflict, yaitu apabila seseorang dengan status tertentu di kelompok satu, mengambil peranan lebih tinggi terhadap orang yang sama dalam kelompok yang lain. Dalam masyarakat moderen role conflict banyak terjadi karena orang setiap saat mengalami kesukaran dalam penyesuaian diri dengan status dimana ia berada. Menurut Murray A. Strauss dan Joel I. Nelson, status akan tercapai karena adanya kesamaan dalam serilaku dan dalam tindakan pada orang - orang yang mempunyai wewenang tertentu. Hal ini mudah sekali terjadi, karena biasanya orang yang merasa menounyai pengaruh tertentu, akan bertindak sesuai dengan harapannya, peranan yang diharapkan darinya serta akan menyesuaikan tindakannya sesuai dengan factor - factor ini ( Murray A. Strauss dan Joel I. Nelson, 1968, 69 ) Walaupun demikian, dalam hidup sehari - hari diketemukan pula suatu keadaan, bahwa peranan seseorang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Hal ini di teliti oleh Davus dalam tahun 1948 dan menghasilkan bahwa perbedaan antara peranan dan harapan yang tepat dalam status terjadi karena : a. harapan masyarakat kurang memperhatikan tindakan sebenarnya atau sebaliknya. b. Apabila harapan masyarakat akan tindakannya diketahui akan tetapi waktu dan situasi tidak memungkinkan bagi individu yang bersangkutan. c. Apabila pemenuhan harapan masayrakat diluar kemampuan individu. Apabila terjadi ketidak sesuaian antara tindakan dan peranan satu sama lain, maka akan terjadi tekanan peranan, atau role strain, atau suatu ketegangan dalam diri individu. Dalam situasi demikian, individu memperoleh kesempatan untuk mengadakan reorganisasi system peranannya yang apabila tidak sesuai harapan masyarakat akan dikenakan sangsi. Dengan semikian role expectation ( harapan akan peranan tertentu oleh orang lain ) ditentukan oleh factor : a. status dari orang - orang dengan siapa individu mengadakan interaksi b. sifat dari hubungan individu dengan orang lain c. apakah individu menduduki lebih dari satu status. Dengan demikian, jelaslah bahwa peranan seseorang akan berubah - ubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang di hadapinya, artinya sesuai dengan siapa ia ( sedang ) mengadakan interaksi. Peranan seseorang sebagai atasan terhadap bawahan berbeda dengan peranan terhadap teman sejawat. Dengan demikian, faktos yang menentukan bagaimana peranan yang akan dilakukan ditentukan oleh : a. Norma yang berlaku dalam situasi interaksi, yaitu sesuai dengan norma keseragaman yang berlaku dalam kelompok / masyarakat dalam situasi yang sama. b. Seberapa luas atau sempitnya ruang gerak pilihan ini tergantung dari kehiduapan masyarakat, khususnya sukar mudahnya pembentukan consensus antar anggota masyarakat. Status sebagai pemberi hak dan kewajiban diperoleh dari pola social masyarakat dan merupakan bagian integral daripadanya. Sebaliknya, apabila ditinjau status dan peranan dari segi individu, maka ternyata bahwa individu mempunyai kemampuan untuk mengadakan kombinasi dari peranan sesuai dengan status yang ditempatinya. Kombinasi ini akan memberi pegangan kepada individu bagaimana menentukan tindakan dan sikap yaitu karena setiap kegiatan memrupakan penilaian terbuka dari individu terhadap atasan - atasan dan bawahannya. Manusia karena mempunyai keinginan untuk menghindari pertentangan peranan dengan diriakan berusaha untuk memperoleh kombinasi ini sebagai tingkah laku rata - rata antar status satu ke status yang lain. Makin banyak kesempatan yang diperoleh individu untuk menyesuaikan diri dengan status yang didudukinya, makin tenang masyarakat; inilah inti terbentuknya stabilitas. Selanjutnya Ralph Linton mengenal dua jenis status, yaitu : a. Ascribed Status, yaitu status yang diperoleh berdasarkan wewenang atau yang dinyatakan. b. Achieved Status adalah status yang diperoleh berdasarkan pengakuan orang lain atau keberhasilan. Yang dimaksud dengan ascribed status adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan - perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahira, misalnya kedudukan seorang bangsawan maka anaknya akan menjadi bangsawan pula. Kedudukan ini terdapat pada masyarakat yang tertutup, misalnya masyarakat feudal, masyarakat yang berkasta, maupun masyarakat yang berlapis - lapis berdasarkan rasial. Yang dimaksud dengan achieved status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha - usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas adasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuannya masing - masing dalam mengajar serta mencapai cita - citanya. Terutama dalam masyarakat moderen, makin diperlukan kecakapan atau pendidikan tertentu untuk dapat menduduki kedudukan tertentu. Dengan demikian, dewasa ini terjadi pergeseran dari penitik beratan ascribed status atau yang dinyatakan ke achieved status atau status berdasarkan prestasi. Akhirnya dapat disimpulkan, bahawa status adalah konsep perbandingan peranan dalam masyarakat, status merupakan pencerminan dari hak dan kewajiban dalam tindakan manusia. Status apabila diperhatikan oleh masing – masing anggotanya akan mengahsilkan pembentukan norma dalam masyarakat. Satus mengadakan standardisasi hubungan anggota kelompok secara vertikal maupun mendatar dalam strata masyarakat. Sesuai dengan ini status akan menentukan juga tugas dan kewajiban anggotanya, sesuai dengan tingkatnya. Apabila keadaan ini cukup lama berlangsung dengan teratur, akhirnya terbentuklah struktur sosial baru. Dari hal ini lebih lanjut dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk suatu masyarakat yang heterogen dengan kelompopk otnik yang berbeda, struktur sosial sukar terbentuk dan meminta waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena : a. Perbedaan latar belakang kebudayaan dan sistem nilai serta perbedaan dalam sistem norma. b. Adanya pertentangan antara masing – masing sistem nilai dan norma setempat. Struktur sosial sukat terbentuk karena sistem norma dan sistem nilai anggota masyarakat sebenarnya berpangkal pada etoskelompok. Selama ada keragu – raguan tentang etos yang harus menjadi pegangan, selama itu struktur sosial sukar dibentuk, karena hubungan sosial dan interaksi sosial diadakan berdasarkan norma – norma yangn berbeda – beda. G. STRATIFIKASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT BERKEMBANG Untuk menentukan stratifikasi dalam suatu masyarakat berkembang sangat sukar, karena masyarakatnya sedang mengalami perubahan besar – besaran. Khususnya mengenai Indonesia terdapat banyak kepustakaan yang berusaha membahasnya. Perkembangan sejarah Indonesia serta penulisan – penulisan tentang hal ini dapat menjelaskan bagaimana jalannya perubahan stratifikasi di Indonesia dari abad – keabad terutama setelah runtuhnya Majapahit, sampai jaman setelah kemerdekaan. Dalam membahas stratifikasi sosial perlu diperhatikan perbedaan antara stratifikasi di desa dan di kota. Di Yogya karta walaupun telah menjadi pusat dari revolusi fisik Indonesia, masih diketemukan stratifikasi sosial yang mengingat akan sisa – sisa perkembangan jaman feodal prarevolusi. Di desa – desa sekitar Yogyakarta elit desa mengalami peningkatan status sosial dari stratifikasi lama dengan struktur sebagai berikut : a. kuli kenceng b. kuli gundul c. kuli kerangkopak d. inggung tlosor. ( M.A Jaspan, 1959, 12 ) Adapun patokan penentu strata dalam masyarakat desa tersebut di dasarkan pada pemilikan tanah sawah, kebun dan memiliki rumah untuk kuli kenceng; makin; kecil pemilikannya, makin rendah pula posisinya dalam masyarakat. Situasi stratifikasi ditentukan oleh : a. Adanya dorongan dari berbagai kelompok di masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat. b. Pada umumnya dorongan ini tidak dirasakan efektif, kecuali apabila terdapat hal – hal yang sangnat menyolok sehingga terjadi ketidak puasan yang akhirnya menyebabkan gangguan terhadap kehidupan sosial. c. Pendidikan merupakan satu unsur yang menyadarkan orang akan kekurangan dan kepincangnan – kepincangan dalam masyarakat, unsur mana akhirnya memungkinkan orang mengadakan organisasi kegiatan. d. Pengorganisasian terhadap suatu perubahan masyarakat khususnya dalam stratifikasi selalu datang dari sub lapisan elit yang terendah dari masyarakat dengan kemungkinan menggunakan massa untuk mencapai kepentingannya. e. Suatu penerimaan dari anggota – anggota masyarakat dari lapisan lebih rendah oleh lapisan yang lebih tingngi untuk suatu masyarakat berarti suatu revolusi dalam sistem nilai. f. Kelompok yang mula – mula menolak anggota baru merupakan kelompok yang berusaha mempertahankan kekuasaannya akan tetapi karena mempertahankan nilai – nilai yang sangat berharga. Perkembangan di Indonesia menjelaskan bahwa dalam proses stratifikasi sedang terjadi perubahan – perubahan besar. Lepas dari masalah – masalah yangn dibawanya, gerakan – gerakan mahasiswa dan kadang – kadang gangguan stabilitas sosial dan politik seperti di Surakarta ( 1980 ) menjelaskan bahwa di Indonesia sedangn terjadi suatu usaha pengadaan suatu stratifikasi baru dalam masyarakat nasional. Dalam hubungan ini mahasiswa sebagai lapisan terbawa dari elit masyarakat sedang berusaha memperoleh pengakuan yangn lebih besar di masyarakat, sehubungan dengnan peranan yang dirasakannya dalam masyarakat Indonesia, dalam masa lampau, kini dan masa depan H. MOBILITAS SOSIAL ( SOCIAL MOBILITY ) 1. Pengertian umum dan jenis – jenis gerak sosial Gerak sosial atau social mobility adalah gerak dalam struktur sosial yaitu pola – pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat – sifat daripada hubungan antara individu dengan kelompoknya. Misalnya, seorang mahasiswa yang diangkat menjadi karyawan pada suatu lembaga, berarti dia telah melakukan gerak sosial. Tipe – tipe gerak sosial yang prinsispiiil ada dua macam yaitu gerak sosial vertikal dan gerak sosial horisontal. Yang dimaksud dengan gerak sosial vertikal adalah perpindahan individu atau obyek dari satu kedudukan social ke kedudukan yang lain yang tidak sederajad. Sesuai dengan arahnya, terdapat dua macam gerak social vertical, yaitu yang naik ( social - climbing ) dan yang turun ( social sinking ). Gerak social yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu : a. Masuknya individu - individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi yang telah ada. b. Pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudia ditempatkan pada derajad yang lebih tinggi dari kedudukan individu - idividu pembentuk kelompok tersebut. Gerak social yang turun, mempunyai dua bentuk pula, yaitu : a. Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajadnya. b. Turunnya derajad kelompok individu - individu yang berupa suatu disintegrasi dalam kelompok sebagai kesatuan. Kedua bentuk tersebut di atas, dapat di ibaratkan sebagai orang penumpang kapal laut yang jatuh ke laut dan seterusnya sebagai kapal yang tenggelam bersama seluruh penumpangnya apabila kapal itu pecah. Gerak social horizontal adalah suatu peralihan individu dari satu kelompok social yang satu ke kelompok social yang lain yang sederajad. 2. Beberapa Prinsip Umum Gerak Sosial Vertikal Gerak social yangn horizontal tidak banyak dibicaralkan disini karena hal tersebut banyak di bahas dalam demografi. Gerak social vertical lebih penting untuk dijadikan landasan pembangunan. Prinsip - prinsip umum gerak social vertical adalah : a. Hampir tak ada masyarakat yang secara mutlak tertutup, walapun gerak social vertical hamper - hamper tidak nampak. b. Dalam masyarakat terbuka sekalipun tidak mungkin terjadi gerak social vertical yang sebebas - bebasnya; sedikit banyak akan terjadi hambatan - hamabatan. c. Gerak social vertical yang umum berlaku bagi semua masyarakat tak ada, semua masyarakat mempunyai ciri - cirinya yang khas bagi gerak sosialnya yang vertical. d. Laju gerak social vertical yang disebabkan oleh factor ekonomi, politik serta pekerjaan adalah berbeda. e. Berdasarkan bahan - bahan sejarah, khususnya dalam gerak social vertical yang disebabkan factor - factor ekonomi, politik dan pekerjaan, tak ada kecenderungan yang kontinu perihal bertambah atau berkurangnya laju gerak social. Hal ini berlaku bagi suatu Negara, lemabga social yang besar dan juga bagi sejarah manusia. 3. Saluran Gerak Sosial yang Vertikal Menuruut Pitirin A Sorokan, gerak social vertical ( social circulation ) mempunyai saluran - saluran; diantaranya yang penting adalah angkatan bersenjata, sekolah sekolah, organisasi politik, lembaga keagamaan, organisasi ekonomi dan keahlian. Saya kira para pembaca tidak akan merasa kesulitan dalam mengnanalisa atau mencari contoh dari berbagai hal yang di sebutkan di atas. Namun jika ada kseulitan, dalam kuliah mendatang masih akan dijelaskan oleh dosen yang bersangkutan.