ANALISIS N-TOTAL DENGAN CARA DESTILASI KJELDAHL

advertisement
ANALISIS N-TOTAL DENGAN CARA DESTILASI KJELDAHL
(Laporan Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan Analitik)
Oleh
Dynda Meuthia Tiffany
1113023017
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013
Judul Percobaan
: Analisis N-Total dengan cara Destilasi Kjeldahl
Tanggal Percobaan
: 1 Desember 2013
Tempat Percobaan
: Laboratorium Pembelajaran Kimia
Nama
: Dynda Meuthia TIffany
NPM
: 1113023017
Fakultas
: KIP
Jurusan
: P.MIPA
Program Studi
: P.Kimia
Kelompok
: IV (Empat)
Bandarlampung, 1 Desember 2013
Menyetujui
Asisten
NPM
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali
kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami
modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya
memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang
pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang
mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
Berdasarkan hal tersebut untuk lebih memahami metode kjeldahlmaka percobaan
ini dilakukan.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini agar mahasiswa dapat menentukan kandungan
protein dalam susu dengan cara semi-mikro- Kjeldahl.
II.TINJAUAN PUSTAKA
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”)
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan
polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan peptida. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua
sel makhluk hidup dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang
membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan
(imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen
penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu
sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang
tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid,
dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu,
protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia.
Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang
dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi
translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih “mentah”,
hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme
pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat
ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn
pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan
ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan
terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Protein merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan pangan
selain lemak dan karbohidrat. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai
zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada agar
tidak mudah rusak.
Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya
protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap
orang dewasa harus sedikitnya mengonsumsi 1 g protein per kg berat tubuhnya.
Kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan atletatlet.
Kekurangan Protein bisa berakibat fatal:
III. ·Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein Keratin)
IV. ·Yang paling buruk ada yang disebut dengan Kwasiorkor, penyakit
kekurangan protein. Biasanya pada anak-anak kecil yang
menderitanya, dapat dilihat dari yang namanya busung lapar,
yang disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah
sehingga menimbulkan odem.Simptom yang lain dapat dikenali
adalah:
4.1 hipotonus
4.2 gangguan pertumbuhan
4.3 hati lemak
4.4 ·Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan
berkibat kematian.
Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar
protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein, misalnya
urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan
pirimidin.
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris
yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat
inilah protein berubah wujud menjadi padatan dan kehilangan daya kelarutannya.
Metode Kjeldahl
Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
metode kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara
Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein) karena terikut
senyawaan N bukan protein.
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam
sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi
dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat
ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk
dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali
kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami
modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya
memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang
pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan
makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah
kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka
konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras,
kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan
5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya
mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut:
mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis
selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi
dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua
cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk
contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro
Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari
bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi
nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam
jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina,
vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan
terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih
digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan
makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi
CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4
atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan
dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga
mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi
tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung
gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang
dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 %
dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia
lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin
dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi
indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida
yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir
titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan
tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat
yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam
khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan
suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada
persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Metode Lowry
Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka penentuan konsentrasi
preotein, yaitu metode Biuret, Lowry, dan lain sebagainya. Masing-masing
metode mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pemilihan metode yang terbaik
dan tepat untuk suatu pengukuran bergantung pada beberapa faktor seperti
misalnya, banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia
untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV).
Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah
digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang
kemudian dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana
reagen folin ciocalteu apat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena
kandungan fenolik dalam residu tersebut mampu mereduksi fosfotungsat dan
fosfomolibdat, yang merupakan konstituen utama reagen folin ciocalteu, menjadi
tungsten dan molibdenum yang berwarna biru. Hasil reduksi ini menunjukkan
puncak absorbsi yang lebar pada daerah merah. Sensitifitas dari metode folin
ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup signifikan apabila digabung
dengan ion-ion Cu.
Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstatfosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri dari Na-carbonat 2% dalam
NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat 2%. Cara penentuannya seperti berikut:
1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojong dan dibiarkan selama 10
menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan dibiarkan 20 menit.
Selanjutnya diamati OD-nya.
Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan
terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan
tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen FolinCiocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat
reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang
memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (FolinCiocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam
protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 –
750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di
sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan
konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah.
Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah
penyerapan zat suatu senyawa. Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut,
dalam spektrofotometri dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam
penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara kuantitatif. Dalam pratikum
ini penggunaan KMnO4 bertujuan untuk memudahkan dalam pengenalan dan
latihan awal spektrofotometri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada
kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry
adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode
Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen,
gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida,
fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agenagen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat
dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi.
Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi
dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan
protein.
V. METODOLOGI PERCOBAAN
5.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
Labu takar 100 ml, labu kjeldahl, buret pyrex, labu destilasi, kaki tida, kawat
kasa, bunsen dan batu didih.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu :
10 ml protein susu, aquades, H2SO4, CuSO4, larutan NaOH-Na2S2O3, butiran
zink, indkator metil merah/metil biru dan HCl.
5.2 Prosedur Percobaan
1. Ambil 10 ml susu atau larutan protein dan memasukkan ke dalam labu
takar 100 ml serta mengencerkan dengan aquades sampai tanda batas.
2. Ambil 10 ml dari larutan dan memasukkan ke dalam labu kjeldahl 500ml
dan menambahkan 10 ml
H2SO4(93-83% bebas N). Menambahkan 5
gram CuSO4.
3. Didihkan sampai jernih dan lanjutkan pendidihan 30 enit lagi. Setelah
dingin mencuci dinding labu kjeldahl dengan aquades dan mendidihkan
lagi selama 30 menit.
4. Setelah dingin menambahkan 140 ml aquades dan 35 ml larutan NaOHNa2S2O3 (lihat pembuatan reagensia) dan beberapa butiran zink atau batu
didih.
5. Melakukan destilasi ; destilasi ditampung dalam erlenmeyer 100 ml yang
berisi25ml larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indikator
merah/metil biru(lihat pembuatan reagensia).
6. Titrasi larutan yang diperoleh dengan 0,002 N HCl
7. Hitung total N atau % protein dalam sampel
VI. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENGAMATAN
a.
HCl 0,1 N ( blanko = 0,2 ml )
Sampel
Wsampel
V HCl
Tepung
Kedelai
Biscuit Bayi
Susu Bubuk
Tepung Beras
51
51,4
50,2
51,2
b. HCl 0,2 N ( blanko = 0,1 ml )
Sampel
Wsampel
Tepung
Kedelai
Biscuit Bayi
Susu Bubuk
Tepung Beras
‘
1,2
Kadar N (
%)
2,75
Kadar
Protein ( %)
15,68
5,7
4,5
0,6
14,99
11,99
1,09
85,44
76,54
6,51
V HCl
Kadar
Protein ( %)
37,2
5,6145
22,85
12,6973
50,3
11,8
Kadar N (
%)
6,516
51,2
52,4
51,2
1,9
6,8
4
0,985
3,582
2,134
4.2 PEMBAHASAN
Protein merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan
pangan selain lemak dan karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino
yang mengandung unsure- unsure C, H, O dan N dalam ikatan kimianya. Molekul
protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada beberapa jenis protein yang
mengandung tembaga ( Winarno, 1984 ). Protein sangat mudah mengalami
perubahan fisis maupun aktivitas biologis yang disebabkan oleh kandungan
protein berupa polipeptida dengan BM ( berat molekul ) yang beragam.
Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan
baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak.
Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh
tidak dapat terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein juga berperan dalam
pengaturan proses dalam tubuh ( secara langsung maupun tidak langsung ).
Dengan cara mengatur zat-zat pengatur proses dalam tubuh, protein dapat
mengatur keseimbangan cairan dalam jarngan dan pembuluh darah, yaitu dengan
cara menimbulkan tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotic tersebut dapat
menarik cairan jaringan kedalam pembuluh darah. Selain itu, sifat amfoter protein
yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam
basa dalam tubuh.
Protein dapat mengalami perubahan- perubahan yang disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut:
1.
Dapat terdenaturasi yang disebabkan oleh perlakuan pemanasan. Pada
umumnya protein akan terdenaturasi karena adanya kondisi ekstrim.
2.
Dapat terkoagulasi atau membentuk endapan yang disebabkan oleh adanya
perlakuan pengasaman.
3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim- enzim proteolitik.
4.
Dapat bereaksi dengan gula reduksi. Reaksi tersebut akan menimbulkan
terbentuknya warna cokelat.
Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara kualitatif adalah
analisis yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu
bahan pangan. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi Xantoprotein,
reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi.
Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan untuk
mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisi kuantitatif protein
dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry,
metode spektrofotometri visible (Biuret) dan metode spektrofotometri UV.
Pada praktikum kali ini akan dilakukan penentuan kadar protein dalam
bahan pangan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Analisis protein ini dapat
menentukan tingkat kualitas protein apabila dipandang dari sudut gizi serta
menelaah protein yang merupakan salah satu bahan kimia secara biokimia,
fisiologis, reologis dan enzimatis.
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic
dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil
destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi.
Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang
terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Pada praktikum ini, sampel yang digunakan adalah tepung beras, susu
bubuk, biscuit dan tepung kedelai. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh
praktikan adalah memasukkan sampel sebanyak 0,05 gram kedalam labu kjeldahl.
Kemudian kedalam labu, ditambahkan 0,04 gram HgO, 0,9 gram K2SO4.
Penambahan K2SO4 berfungsi sebagai katalisator yang dapat meningkatkan titik
didih. 1 gram K2SO4 dapat meningkatkan titik didih hingga 30 C (Sudarmadji
dkk., 1996). Peningkatan titik didih akan mengefektifkan reaksi antara asam sulfat
dengan sampel ( destruksi berjalan efektif ). Hal tersebut disebabkan oleh lamanya
waktu yang dibutuhkan oleh asam sulfat untuk menguap ( semakin tinggi titik
didih, maka waktu yang dibutuhkan asam sulfat untuk menguap akan semakin
lama ).
Setelah itu, ditambahkan lagi H2SO4 sebanyak 4 ml dalam ruang asam
yang kemudian dilanjutkan dengan mendestruksi sampel selama 4 jam hingga
warnanya berubah menjadi hijau bening. Destruksi sampel bertujuan untuk
mempercepat reaksi dan hidrolisis protein menjadi unsure C, H, O, N, S dan P.
HgO + H2SO4 ↔ HgSO4 + H2
Hg2SO4 + 2 H2SO4 ↔ 2 HgSO4 + 2 H2O + SO2
Proses destruksi akan menghasilkan karbondioksida ( CO2 ), air ( H2O ) dan
ammonium sulfat (( NH4)2SO4).
(CHON) + On + H2SO4 → CO2 + H2O + (NH4)2SO4
Sampel yang sudah didestruksi, akan didinginkan yang kemudian akan
dilanjutkan dengan proses destilasi. Sebelumnya, sampel ditambahkan dengan
akuades agar endapan dapat larut. Destilasi merupakan suatu proses memisahkan
cairan maupun larutan yang berdasarkan pada perbedaan titik didih. Tujuan dari
proses destilasi adalah memisahkan zat yang akan dianalisa dengan cara memecah
ammonium sulfat menjadi ammonia ( NH3 ). Pemecahan tersebut melibatkan
peran NaOH 60% yang ditambahkan kedalam sampel sebanyak 10 ml.
Penambahan NaOH bertujuan untuk mempercepat pelepasan ammonia dengan
cara menciptakan suasana basa ( reaksi tidak dapat berlangsung dalam kondisi
asam ).
( NH4)2SO4 + 2NaOH
→ 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O
NH3 dihasilkan dalam destilat berupa gas. Gas NH3 tersebut ditangkap
oleh asam borat. Asam borat yang ditambahkan kedalam destilat sebanyak 15 ml
yang kemudian dilanjutkan dengan penambahan 2 tetes indicator metal merah
biru.
4NH3 + 2H3BO3 → 2(NH4)2BO3 +H2
Setelah penambahan indicator, dilakukan uji lakmus terhadap sampel yang
kemudian dilajutkan dengan titrasi HCl hingga warnanya berubah menjadi biru.
Pada praktikum kali ini, normalitas HCl yang digunakan adalah 0,1 N dan 0,2 N.
Setelah melakukan titrasi, dapat diketahui kadar proteinnya yang tertuang
dalam bentuk persen kadar nitrogen. Berikut adalah rumus kadar nitrogen :
% Kadar Nitrogen =
x 100%
Dimana :
Ar Nitrogen
= 14,007
Be HCl
=1
Selanjutnya, dari persen kadar nitrogen dapat diketahui kadar proteinnya
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
% Kadar Protein = % Kadar Nitrogen x Fk
Berikut adalah hasil perhitungan kadar protein yang didapat dari praktikum:
a.
HCl 0,1 N
Sampel
Tepung
Kedelai
Biscuit Bayi
Susu Bubuk
Tepung Beras
Wsampel
51
V HCl
1,2
Kadar N ( %)
2,75
51,4
50,2
51,2
5,7
4,5
0,6
14,99
11,99
1,09
b. HCl 0,2 N
Sampel
Wsampel
V HCl
Kadar N ( %)
Tepung
50,3
11,8
6,516
Kedelai
Biscuit Bayi
51,2
1,9
0,985
Susu Bubuk
52,4
6,8
3,582
Tepung Beras
51,2
4
2,134
Apabila data tersebut diaplikasikan kedalam rumus perhitungan, maka
didapatkan kadar proteinnya sebagai berikut:
Sampel
HCl 0,1 N
HCl 0,2 N
Tepung
15,68
37,2
Kedelai
Biscuit Bayi
85,44
5,6145
Susu Bubuk
76,54
22,85
Tepung Beras
6,51
12,6973
Penggunaan normalitas asam klorida yang berbeda bertujuan untuk
membandingkan normalitas mana yang menghasilkan kadar protein yang sesuai
dengan literature. Apabila membandingkan antara kedua kadar protein tersebut,
didapatkan hasil yang rentang perbedaannya sangat jauh. Menurut literature, kadar
protein dalam susu bubuk adalah 25,9 % sedangkan menurut hasil praktikum
adalah 76,54 % dan 22,85 %. Hasil analisa kadar protein menggunakan asam
klorida 0,2 N memberikan hasil yang sedikit mendekati kadar literature. Besarnya
kadar protein pada susu bubuk ( HCl 0,1 N ) kemungkinan disebabkan oleh ikut
teranalisisnya komponen- komponen lain seperti purina, pirimidina, asam amino
besar, kreatina dan vitamin- vitamin sebagai nitrogen protein.
Kadar protein pada biscuit bayi menurut literature adalah 26,03 %.
Sedangkan menurut hasil praktikum adalah 85,44% dan 5,6145%. Apabila
membandingkan ketiganya, didapatkan bahwa hasil praktikum berbeda jauh
nilainya dibandingkan dengan literature. Kemungkinan perbedaan tersebut
disebabkan oleh kelemahan metode Kjeldahl yang memiliki ketelitian rendah.
Kadar protein pada tepung beras menurut literature adalah 7%. Sedangkan
menurut hasil praktikum adalah 6,51% dan 12,6973%. Apabila membandingkan
kadar protein literature dengan hasil praktikum, didapatkan bahwa kadar protein
yang mendekati adalah penggunaan analisa kadar protein menggunakan asam
klorida 0,1 N. Besarnya nilai kadar protein larutan asam klorida 0,2 disebabkan
oleh adanya komponen- komponen lain yang ikut teranalisis sebagai nitrogen
protein.
Kadar protein pada tepung kedelai menurut literature adalah 35,9%.
Sedangkan menurut hasil praktikum adalah 15,68% dan 37,2%. Hasil analisa
kadar protein menggunakan asam klorida 0,2 N memberikan hasil yang sedikit
mendekati kadar literature. Besarnya kadar protein pada susu bubuk ( HCl 0,1 N )
kemungkinan disebabkan oleh ikut teranalisisnya komponen- komponen lain
sebagai nitrogen protein.
VII.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang di peroleh dari percobaan ini yaitu :
1. Prinsip Metode kjedahl yaitu protein dan komponen organik dalam sampel
akan didestruksi dan hasil destruksi akan dinetralkan melalui proses
destilasi.
2. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
3. Pada tahap destruksi, selenium dapat diberikan untuk mempercepat proses
oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah
mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
4. Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
5. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada
persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Isi Kandungan Gizi Bakso-Komposisi Bahan Makanan.
http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisibahan-makanan.html (online). Diakses pada tanggal 30 Oktober 2013
Kurniawan, Gigih. 2013. Protein Analysis Kjeldahl Metodh.
http://chemistryinorganic.blogspot.com/2013/03/Protein-Kjeldahl.html (online).
Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013
Wahyudi, Imam. 2013. Laporan Praktikum Analisa Kadar Protein.
http://wahyudi93.blogspot.com/2013/05/laporan-praktikum-analisa-kadarprotein.html (online). Diakses pada tanggal 31 Oktober 2013
Anonym. 2013. Protein. http://id.wikipedia.org/wiki/Protein (diunduh pada
tanggal 2 November 2013 pkl 08.28 WIB)
Sari, Indah. 2013. Penentuan Kadar Protein secara Lowry.
http://indhpsari.blogspot.com/2013/06/penentuan-kadar-protein-secara-lowry.html
(diunduh pada tanggal 2 November 2013 pkl 09.07 WIB)
Riani. 2013. Penentuan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl.
http://rianitusaya.blogspot.com/2012/10/protein-metode-kjeldahl.html (diunduh
pada tanggal 2 November pkl 09.33 WIB)
Download