BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1

advertisement
7
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1
Pengertian Keterampilan Sosial
Keterampilan Sosial (Social Skill) yang dikemukakan para ahli, Merrel
(2008) memberikan pengertian sebagai perilaku spesifik, inisiatif, mengarahkan
pada hasil sosial yang diharapkan sebagai bentuk perilaku seseorang. Combs &
Slaby (Gimpel dan Merrell, 1998) memberikan pengertian keterampilan sosial
(Social Skill) adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam kontek
sosial dengan cara-cara yang khusus yang dapat diterima secara sosial maupun
nilai-nilai dan disaat yang sama berguna bagi dirinya dan orang lain.
Hargie et.al (1998) memberikan pengertian keterampilan sosial (Social
Skill) sebagai kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang
lain baik secara verbal maupun non verbal sesuai dengan situasi dengan kondisi
yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini merupakan perilaku yang
dipelajari.
Keterampilan Sosial (Social Skill) akan mampu mengungkapkan perasaan
baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai
orang lain. Libet dan Lewinsohn (Cartledge dan Milburn, 1995) memberikan
pengertian keterampilan sosial ( Social Skill) sebagai kemampuan yang kompleks
untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif dan negatif oleh
lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh
lingkungan.
8
Kelly (Gimpel dan Merrel, 1998) memberikan keterampilan sosial (Social
Skill) sebagai perilaku-perilaku yang dipelajari, yang digunakan oleh individu
pada situasi-situasi interversonal dalam lingkungan. Matson (Gimpel dan Merrel,
1998) mengatakan bahwa keterampilan sosial (Social Skill) baik secara langsung
maupun tidak membantu seseorang untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar
harapan masyarakat dalam norma-norma yang berlaku di sekelilingnya.
Keterampilan-keterampilan
sosial
tersebut
meliputi
kemampuan
berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri
dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi
atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma
dan aturan yang berlaku, dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan keterampilan sosial, maka tujuan pengembangan
keterampilan sosial dalam kegiatan bermain kelompok adalah agar anak mampu
berinteraksi dengan teman-temannya, sehingga dapat menyelesaikan tugas
bersama, dan hasil yang dicapai akan dirasakan kebaikannya oleh semua anggota
masing-masing.
2.2
Cara Menstimulasikan Keterampilan Sosial
Keterampilan Sosial yang dijadikan bekal menjalin hubungan yang
seimbang dengan sebayanya. Hubungan pertemanan yang seimbang dapat
diperoleh jika anak memiliki rasa percaya diri dan bisa menghadapi berbagai
masalah serta mencari solusinya. Keterampilan sosial juga membuatnya mudah
diterima oleh anak lain karena mampu berperilaku sesuai harapan lingkungan
9
secara tepat. begitu pula, anak diberi kesempatan untuk bermain dan bergaul
cenderung akan memiliki keterampilan sosial yang tinggi ketimbang anak yang
sehari-harinya di rumah saja. Uniknya, semakin sering anak bergaul dan
mempunyai pengalaman langsung dengan banyak situasi sosial, maka diusia
sekolah IQ-nya akan bertambah 10-15 poin. artinya, keterampilan sosial juga
membantu perkembangan kognitif anak.
Keterampilan Sosial yang harus dimiliki seorang anak dan bagaimana cara
menstimulasikannya antara lain menurut Indri Savitri, M.Psi. dari Lembaga
Psikologi Terapan UI memaparkannya sebagai berikut :
1. KENAL DIRI
Merupakan bagian dari kecerdasan diri/Intraversonal yang diperlukan anak
untuk bisa menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Kenal diri tak
hanya sebatas mengenal identitas, siapa namanya, siapa nama orang tuanya, di
mana tempat tinggalnya, apakah jenis kelaminnya, lelaki atau perempuan, dan
identitas lainnya, tetapi juga mencakup apa kesukaannya, harapan dan
keinginannya, maupun perilaku dirinya seperti apa dalam menghadapi
lingkungan. Jadi, anak memiliki kesadaran akan dirinya sendiri.
Keterampilan kenal diri akan membantu anak untuk bisa memilih sendiri
kegiatan yang ingin dilakukan, dengan teman/orang seperti apa dia akan bermain,
serta bagaimana ia bisa bersikap menghadapi situasi sosial yang ditemuinya dan
bisa mencari alternatif lain. Contoh, anak sudah bisa mengenal identitas dirinya
sebagai anak perempuan dan ia ingin bermain dengan teman perempuannya untuk
bermain boneka. Ketika temannya tidak mau bermain, dia bisa melakukan
10
alternatif lain dengan bermain peran bersama anak lainnya. Jadi anak sudah tahu
apa yang menjadi keinginan dirinya. Ia tidak bersikap marah pada temannya yang
tidak mau main boneka dengannya.
2. KENAL EMOSI
Pengenalan aneka emosi seharusnya sudah lebih baik lagi di usia
prasekolah. Anak yang mengenal emosinya dengan baik akan mengatur dan
mengendalikan emosinya sehingga bisa bersikap dan berperilaku sesuai tuntutan
lingkungan. Contoh saat marah si kecil bisa mengendalikan amarahnya dengan
tidak memukul atau mengamuk, melainkan dengan mengungkapkan baik-baik
secara verbal. Bisa juga anak memberikan isyarat pada lingkungannya,
semisal,”Jangan berisik dong, aku sedang pusing. Nanti aku bisa marah nih.”
Anak yang tak bisa mengendalikan emosinya dapat mengalami hambatan dalam
menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Ia bisa dijauhi teman-temannya
lantaran sikapnya yang tidak disukai, selain juga bisa timbul konflik dalam
berinteraksi.
3. EMPATI
Anak harus memiliki keterampilan untuk mengerti dan merasakan emosi
orang lain serta mampu untuk merasakan dan membayangkan dirinya berada
diposisi orang tersebut. Keterampilan Sosial ini diperlukan dalam melakukan
hubungan sosial untuk menumbuhkan rasa saling menghargai, menghindari dari
kesalah pahaman, juga melatih kepedulian dan kepekaan sosial anak.
4. SIMPATI
11
Keterampilan untuk mengerti perasaan dan emosi orang lain ini, biasanya
dipengaruhi oleh emosi iba atau belas kasihan dan ada suatu tindakan yang ingin
dilakukan. berbeda pada orang dewasa, semisal kalau ada teman yang dimarahi
bos, maka teman lainnya bersimpati dengan membelanya, maka pada anak ketika
ada temannya diganggu oleh teman lainnya, dia menunjukkan simpatinya dengan
memberitahukan hal itu kepada gurunya. Jadi, dengan memiliki simpati, anak
dapat menghayati perasaan orang lain, memiliki kepekaan sosial yang tinggi, tak
bersikap semena-mena pada orang lain, memunculkan sikap pemurah. Semua
nilai ini amat dibutuhkan dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain.
5. BERBAGI
Keterampilan Sosial ini diperlukan anak untuk memperoleh persetujuan
sosial dengan berbagi kepunyaannya. Keterampilan sosial ini mengajarkan pada
anak untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, bisa menghargai milik dirinya
maupun orang lain, juga menimbulkan sifat pemurah.
6. NEGOSIASI
Di usia ini anak masih negativistik sehingga perlu diajarkan keterampilan
bernegosiasi agar ia bisa mengungkapkan pendapat dan keinginannya dengan cara
yang diterima, serta membantu anak menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan
bagaimana anak bersikap dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang ada dan
mungkin tak menyenangkan. Selain juga dapat menghindari timbulnya konflik.
Biasanya sekitar usia 5 tahunan anak sudah percaya diri untuk melakukan
negosiasi.
7. MENOLONG
12
Keterampilan sosial ini terkait dengan keterampilan sosial lain seperti
simpati dan empati menolong menumbuhkan kesadaran diri pada anak untuk
membantu orang lain, dapat mengembangkan sikap kepedulian sosial anak
sehingga anak pun bisa diterima dalam lingkungan kelompok pertemanan maupun
lingkungan sosial lain yang lebih luas.
8. KERJA SAMA
Di usia ini anak sudah bermain secara berkelompok dan bersama-sama.
Keterampilan bekerja sama di butuhkan untuk anak belajar saling menghargai dan
menghormati, tidak mementingkan diri sendiri, merasakan kebersamaan dengan
lingkungan sosialnya.
9. BERSAING
Keterampilan untuk mengungguli dan mengalahkan anak lain ini, akan
membantu anak untuk mengetahui kelemahan maupun kelebihan dirinya, bersikap
fleksibel dalam menghadapi tantangan, kemenangan, maupun kekalahan yang
akan ditemui nantinya dalam kehidupan sosial.
2.3
Ciri-ciri Keterampilan Sosial
Gresham
&
Reschly
(dalam
Gimpel
dan
Merrell,
1998)
mengidentifikasikan keterampilan sosial dengan beberapa ciri, antara lain :
1) Perilaku Interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan
yang digunakan selama melakukan interaksi sosial yang yang disebut
dengan keterampilan menjalin persahabatan
13
2) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri. Perilaku ini
merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri
dalam situasi sosial, seperti keterampilan menghadapi stress,
memahami
perasaan
orang
lain,
mengontrol
kemarahan
dan
sebagainya.
3) Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis. Perilaku ini
berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar
disekolah, seperti mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan dengan
baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah
4) Penerimaan teman sebaya. hal ini didasarkan bahwa individu yang
mempunyai keterampilan sosial yang rendah akan cenderung ditolak
oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat bergaul dengan baik.
Beberapa bentuk perilaku yang dimaksud adalah, memberi dan
menerima informasi, dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain
dan sebagainya.
5) Keterampilan berkomunikasi. Keterampilan ini sangat diperlukan
untuk menjalin hubungan sosial yang baik, berupa pemberian umpan
balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi pendengar
yang responsif.
2.4
Pengertian Bermain
Bigot dalam Sukintaka (1992:5) berpendapat bahwa bermain yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan material bukan bermain yang
14
sesungguhnya. Dalam bermain terdapat kebebasan, pengharapan dan juga
kesenangan. Selain itu akan melatih diri untuk mengatasi kesukaran-kesukaran
sehingga dengan demikian berarti anak dapat mengembangkan kegiatan, baik
jasmaniah maupun rokhaniah. Bermain yang dilakukan dengan sungguh-sungguh
akan mempengaruhi anak dalam mengembangkan kepribadiannya. Suasana
bermain akan lebih terasa bila anak melakukan permainan bersama-sama yaitu
setiap permainan merasa menjadi bagian dari suatu kelompok yang mempunyai
tujuan yang sama.
Graham (1987:8) mendefinisikan bermain sebagai tingkah laku karena
motivasi intrinsik yang dipilih secara bebas, berorientasi pada proses dan
disenangi. Sedangkan Sukintaka (1992:76) menyatakan bahwa dengan bermain
anak-anak akan mengejawantahkan potensi aktivitas yang berbentuk gerak, sikap
dan perilaku.
Sukintaka (1992:4-5) mengutip beberapa pandangan dari pakar psikologi
dan biologi tentang bermain, yaitu; (1) Teori rekreasi ; Paham ini mengartikan
permainan merupakan kegiatan manusia sebagai imbangan kerja, orang akan
bermain untuk mengadakan pelepasan agar mengembalikan kesegaran jasmani
maupun rohani, (2) Teori surplus; Kelebihan tenaga pada anak akan disalurkan
melalui kegiatan bermain, (3) Teori teleology; Paham ini berpandangan bahwa
permainan mempunyai tugas biologik, yang mempelajari fungsi hidup sebagai
persiapan untuk hidup mendatang, (4) Teori sublimasi; Permainan bukan hanya
mempelajari fungsi hidup saja, tetapi juga merupakan proses sublimasi untuk
meningkatkan perbuatan yang lebih tinggi seperti lebih mulia dan lebih indah, (5)
15
Teori Buhler; Permainan selain mempelajari fungsi hidup juga memiliki fungsi
nafsu dan kemauan untuk aktif, kemauan untuk berjalan, berlari dan melompat
akan berguna bagi kehidupan anak dikemudian hari, (6) Teori reinkamasi ; Teori
ini berpandangan bahwa anak-anak akan bermain seperti permainan yang
dilakukan oleh nenek moyangnya, namun teori ini nampak riya sudah tidak
relevan sebab saat ini permainan anak-anak terus berkembang sejalan dengan
kemajuan IPTEK.
2.5
Pengertian Kelompok
Bales (1950), menjelaskan bahwa Kelompok adalah Satuan (unit) Sosial
yang terdiri atas dua orang atau lebih yang melihat diri mereka sendiri sebagai
bagian dari kelompok itu sendiri. Cattel (1951), Menjabarkan bahwa Kelompok
merupakan kumpulan individu yang mencoba untuk memenuhi beberapa
kebutuhan melalui penggabungan diri mereka ( Joint association).
Kelompok
menurut
Homans
(1950)
adalah
sejumlah
individu
berkomunikasi satu dengan lain dalam jangka waktu tertentu yang jumlahnya
tidak terlalu banyak, sehingga tiap orang dapat berkomunikasi dengan semua
anggota secara langsung. Bonner (1959) dan Stogdill (1959), mereka berpendapat
bahwa kelompok adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi. Hal senada
juga dikemukakan oleh Deutsch (1959) dan Mills (1967), bahwa kelompok
merupakan kumpulan individu yang sama-sama bergabung untuk mencapai satu
tujuan.
16
Johnson & Johnson (1987) mengungkapkan definisi sebuah kelompok
sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masingmasing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, dan masing-masing
menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.
McGrath, (1984) menjelaskan bahwa kelompok adalah suatu kumpulan dua atau
lebih orang yang mengalami interaksi dinamis satu sama lain. Pengertian yang
McGrath ungkapkan ini mencakup berbagai jenis kelompok, misalnya sebuah
keluarga kecil, sebuah kelompok kerja besar, suatu kelompok eksperimen yang
hanya bertemu pada suatu kesempatan, suatu unit militer yang bertugas bersamasama dalam hitungan bulan atau tahun.
Pengertian kelompok menurut Cartwright & Zander, (1971: 20) kelompok
adalah suatu kolektif yang terdiri atas berbagai organisme dimana eksistensi
semua anggota sangat penting untuk memuaskan berbagai kebutuhan individu.
Artinya, kelompok merupakan suatu alat untuk mendapatkan berbagai kepuasan
sebaik mungkin melalui oraganisasi yang tidak dengan mudah mereka dapatkan
melalui cara lainnya.
2.6
Pengertian Bermain Kelompok
Bermain kelompok adalah sebagai tingkah laku karena memberikan
motivasi intrinsik yang dipilih secara bebas, berorientasi pada proses dan
disenangi untuk melatih diri untuk mengatasi kesukaran-kesukaran yang dapat
mengembangkan kegiatan, baik jasmaniah maupun rohaniah dalam kumpulan
individu yang saling berinteraksi dengan orang lain yang sama-sama bergabung
17
dalam mencapai satu tujuan. Bermain mengembangkan aspek sosial emosional
yaitu melalui bermain anak mempunyai rasa memiliki, merasa menjadi
bagian/diterima dalam kelompok, belajar untuk hidup dan bekerjasama dalam
kelompok anak juga akan belajar untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan
anak yang lain, belajar untuk menguasai diri dan egonya, belajar menahan diri,
mampu mengatur emosi, dan belajar untuk berbagi dengan sesama. Salah satu
cara anak mendapatkan informasi adalah melalui bermain. hal ini sesuai dengan
teori bermain yang dikemukakan oleh James Sully, bahwa bermain berkait erat
dengan rasa senang pada saat melakukan kegiatan. (Mayke S Tedjasaputra;2001)
2.7
Manfaat Bermain
Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna bagi anak,
beberapa manfaat bermain antara lain (Tedjasaputra, 2001 :30-45); (1) Untuk
perkembangan aspek fisik, kegiatan yang melibatkan gerakan tubuh akan
membuat tubuh anak menjadi sehat. Otot tubuh menjadi kuat dan anggota tubuh
mendapat kesempatan untuk digerakkan. Anak dapat menyalurkan tenaga yang
berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah bosan dan tertekan, (2) Untuk
perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus. Tubuh anak mulai semakin
fleksibel, lengan dan kaki semakin panjang dan kuat sehingga dapat melakukan
motorik kasar seperti berlari, melompat, memanjat, berguling, berputar. Ketika
jemari semakin ramping dan
panjang, akan terbiasa dengan kegiatan yang
membutuhkan deksteritas manual, (3) Untuk perkembangan aspek sosial. Dari sini
akan belajar tentang sistem nilai, kebiasaan-kebiasaan dan standar moral
18
masyarakatnya, (4) Untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Anak
dapat melepaskan ketegangan yang dialami sekaligus memenuhi kebutuhan dan
dorongan dari dalam diri, dapat membantu pembentukan konsep diri yang positif,
percaya diri dan harga diri karena mempunyai kompetensi tertentu, (5) Untuk
perkembangan aspek kognisi. Melalui bermain anak mempelajari konsep dasar
sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika dan ilmu
pengetahuan lain, (6) Untuk mengasah ketajaman penginderaan. Anak menjadi
aktif, kritis, kreatif dan bukan sebagai anak yang acuh, pasif dan tidak peka
terhadap lingkungannya, (7) Untuk mengembangkan keterampilan olahraga dan
menari. Perkembangan fisik dan keterampilan motorik kasar maupun halus sangat
penting dasar untuk mengembangkan keterampilan dalam bidang olahraga dan
menari.
Aktivitas bermain dapat memberi pengaruh yang bersifat relative
permanen, dengan bermain akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik,
psikis, dan sosial anak. Dari aspek fisik, bermain dapat meningkatkan fungsi
organ tubuh seperti jantung, pembuluh darah, paru-paru, otot, tulang, persendian,
perbaikan
metabolisme
dalam
tubuh,
mengurangi
lemak
tubuh
dan
menyeimbangkan kolesterol. Dari aspek psikis, bermain menyebabkan anak
menjadi lebih tahan terhadap stress dan lebih mampu berkonsentrasi, selain itu
dapat
meningkatkan perasaan berprestasi. Dari aspek sosial, bermain dapat
menambah kepercayaan diri pada
komunikasi yang efektif.
anak, kerjasama serta sebagai sarana
19
Soemitra (1992:20-21) menyatakan nilai-nilai yang terkandung dalam
aktivitas bermain yaitu; (a) nilai-nilai mental yang terdiri dari kebutuhan anak
akan pengalaman baru, rasa aman, pengakuan diri, berpartisipasi, rasa senang, (b)
nilai-nilai fisik, (c) nilai-nilai sosial. Nilai-nilai mental yang terkandung dalam
aktivitas bermain sebagai berikut; (a) anak menjadi tahu tentang haknya dan
belajar menghormati orang lain, (b) saling mempercayai diantara teman bermain,
(c) mengenal kekurangan diri, jika dibandingkan dgn orng lain. Ditambahkan,
anak juga mengakui dengan jujur kelebihan orang lain dan mengendalikan emosi
gerak yang berlebihan.
Disamping itu, anak dalam aktivitas bermain juga akan mengenal dirinya
sendiri, ketangkasan, kepandaian, tanggung jawab, sopan santun. Dengan
sendirinya akan meningkatkan rasa percaya diri anak dalam menghadapi setiap
kegiatan bermain. Nilai-nilai fisik yang terkandung dalam aktivitas bermain
berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan anak baik ditinjau dari segi fungsi
fisik, mental dan sosial emosional. Aktivitas bermain memerlukan gerak yang
aktif dan dilakukan dengan penuh kegembiraan. Nilai sosial yang terkandung
dalam aktivitas bermain terdiri dari belajar memberi dan menerima lawan
bermain, mengukur kekuatan, kemampuan, kepandaian, keuletan sendiri dengan
kekuatan, kemampuan, kepandaian dan keuletan orang lain. Anak-anak belajar
mengakui keunggulan lawan, menyadari kekurangan diri, mengakui lawan
bermain sebagai teman bermain. Bila situasi permainan seorang lawan kelompok,
tentu anak mempunyai kesempatan untuk belajar menghadapi orang banyak.
Untuk itu anak
mempunyai penilaian bahwa kelompok juga mempunyai
20
kelebihan
dan
kekurangan.
Bermain
merupakan
suatu
aktivitas
yang
menyenangkan bagi semua orang.
2.8
Karakteristik Bermain
Beberapa karakteristik dasar bermain yang perlu dipertimbangkan dalam
usaha menanamkan aspek sosial, yaitu; (1) Kesenangan, artinya jenis permainan
yang dipilih sedapat mungkin mendatangkan kegembiraan dan keceriaan bagi
anak, sehingga pilihan permainan yang disukai. Bermain dengan iringan musik
dan penggunaan peralatan yang beraneka ragam dan aneka warna lebih
menyenangkan anak, (2) Berkelompok, artinya permainan beregu memiliki
keunggulan dibandingkan permainan perorangan, sebab selain menyenangkan,
juga mengandung unsur kompetisi yang dapat memacu anak mengekspresikan
kemampuannya serta bermakna social, (3) Keselamatan, artinya agar anak dapat
bermain dengan aman dan nyaman, sarana dan lokasi bermain dibuat dari bahan
yang tidak mudah membuat cedera. Selain hal di atas yang perlu untuk
dipertimbangkan dalam melakukan aktivitas bermain yaitu; (1) Move, artinya
dalam permainan harus ada gerakan yang dilakukan secara kontinu dan ritmis, (2)
Uft, artinya dalam permainan tersebut harus ada unsure gerak melawan beban, (3)
Stretch, artinya dalam permainan harus mengandung unsur gerak meregang
persendian termasuk mengulur otot.
Menanamkan aspek sosial dalam bermain aktivitas bermain dapat
memberi pengaruh dan manfaat pada perkembangan aspek sosial. Tetapi dengan
perkembangan dan kemajuan zaman dimana aktivitas bermain yang dilakukan
21
anak-anak sudah mulai beralih dengan menggunakan alat-alat elektronik, maka
pengaruh aspek sosial dari kegiatan bermain sudah mulai mengendur atau hilang.
Hal ini disebabkan anak dalam melakukan kegiatan bermain hanya dilakukan
secara individu, sehingga tidak terjadi interaksi dengan anak-anak lain.
Anak-anak dalam melakukan aktivitas bermain juga akan kehilangan
interaksi dengan teman-teman sebayanya. Mereka tidak dapat merasakan
persaingan atau kompetisi nyata untuk memperebutkan dan memperjuangkan
sesuatu, mereka tidak menemukan suatu bentuk kerjasama dengan teman sebaya
dalam merencanakan suatu strategi untuk meraih kemenangan, dan sebagainya.
Akibat dari itu semua maka anak tersebut akan menjadi anak yang
individualistis kelak dikemudian hari. Dikhawatirkan anak-anak tersebut setelah
besar tidak bisa untuk diajak bekerjasama dalam team. Anak diharapkan belajar
melakukan hal-hal yang akan mempersiapkan dirinya dalam mengarungi
kehidupan. Akan tetapi, belajar menjadi pribadi yang sosial tidak dapat dicapai
dalam waktu singkat. Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan
berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. orang yang mampu bermasyarakat
memerlukan 3 proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat berbeda satu
sama lain, tetapi saling terkait, sehingga kegagalan dalam satu proses akan
menurunkan kadar sosialisasi individu.
Ada tiga proses sosialisasi seperti yang dijabarkan di bawah ini. Proses
sosialisasi yang pertama yaitu belajar berperilaku yang dapat diterima secara
sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus
22
mengetahui perilaku
yakni, dapat diterima, tetapi mereka juga harus
menyesuaikan pernaku dengan patokan yang dapat diterima (Hurlock, 1993:250251).
a.
Kegiatan Pra - pengembangan
Ada dua macam persiapan kegiatan pra-pengembangan sebagai berikut :
1) Kegiatan penyiapan bahan dan peralatan yang siap dipergunakan untuk
membantu anak meningkatkan keberanian mengungkapkan pikiran,
perasaan, keinginan, dan sikap dalam kaitan tema yang diperbincangkan
dan mendekatkan hubungan antar pribadi kelompok anak dalam kegiatan
bermain kelompok.
2) Kegiatan penyiapan anak dalam melaksanakan kegiatan bermain kelompok
(a) Guru mengkomunikasikan kepada anak tujuan kegiatan bermain
kelompok
(b) Untuk pemanasan guru mengajak anak untuk menyanyikan lagu di sini
senang di sana senang. Supaya anak lebih bergairah dalam bernyanyi,
kepada anak-anak diberikan bendera warna merah. Nyanyian dapat
diteruskan dengan menyanyikan lagu yang lain yang ada kaitan dengan
kegiatan bermain kelompok.
(c) Guru memperjelas apa yang harus dilakukan anak-anak dalam kegiatan
bermain kelompok yakni keberaniam dan kesungguhan melakukan
kegiatan tersebut.
b
Kegiatan Pengembangan
23
Dalam kegiatan bermain kelompok, guru membantu mengarahkan cara-cara
apa yang akan dilakukan anak misalnya, bahaya, menyampaikan hal-hal yang
diketahui, sikapnya, keinginannya dan seterusnya.
c
Kegiatan penutup
Setelah percakapan berlangsung, maka tiba saatnya guru mengajak
anak-anak untuk merangkum hasil percakapan yang dilaksanakan. Guru
memotivasi anak untuk mengungkapkan perasaan dan perbedaan pengenalan,
perasaan, keinginan, sikap mereka tentang kegiatan yang dilakukan.
Melalui
strategi
yang
dikembangkan
di
atas
diharapkan
dapat
meningkatkan kemampuan bermain kelompok anak TK. Melalui kemampuan
bermain kelompok anak TK diharapkan dapat mengembangkan Keterampilan
sosialnya melalui kegiatan bermain kelompok.
Bales (1950), menjelaskan bahwa Kelompok adalah Satuan (unit) Sosial
yang terdiri atas dua orang atau lebih yang melihat diri mereka sendiri sebagai
bagian dari kelompok itu sendiri. Cattel (1951), Menjabarkan bahwa Kelompok
merupakan kumpulan individu yang mencoba untuk memenuhi beberapa
kebutuhan melalui penggabungan diri mereka ( Joint association).
Kelompok
menurut
Homans
(1950)
adalah
sejumlah
individu
berkomunikasi satu dengan lain dalam jangka waktu tertentu yang jumlahnya
tidak terlalu banyak, sehingga tiap orang dapat berkomunikasi dengan semua
anggota secara langsung. Bonner (1959) dan Stogdill (1959), mereka berpendapat
bahwa kelompok adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi. Hal senada
juga dikemukakan oleh Deutsch (1959) dan Mills (1967), bahwa kelompok
24
merupakan kumpulan individu yang sama-sama bergabung untuk mencapai satu
tujuan.
Johnson & Johnson (1987) mengungkapkan definisi sebuah kelompok
sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masingmasing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, dan masing-masing
menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.
McGrath, (1984) menjelaskan bahwa kelompok adalah suatu kumpulan dua atau
lebih orang yang mengalami interaksi dinamis satu sama lain. Pengertian yang
McGrath ungkapkan ini mencakup berbagai jenis kelompok, misalnya sebuah
keluarga kecil, sebuah kelompok kerja besar, suatu kelompok eksperimen yang
hanya bertemu pada suatu kesempatan, suatu unit militer yang bertugas bersamasama dalam hitungan bulan atau tahun.
Pengertian kelompok menurut Cartwright & Zander, (1971: 20) kelompok
adalah suatu kolektif yang terdiri atas berbagai organisme dimana eksistensi
semua anggota sangat penting untuk memuaskan berbagai kebutuhan individu.
Artinya, kelompok merupakan suatu alat untuk mendapatkan berbagai kepuasan
sebaik mungkin melalui oraganisasi yang tidak dengan mudah mereka dapatkan
melalui cara lainnya.
2.6
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang dan kajian teoritis yang telah dipaparkan
sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah,” Jika guru menggunakan
25
teknik Bermain Kelompok, maka Keterampilan Sosial anak TK.B Nyiur Indah
Tihu Kecamatan Bonepantai Kabupaten Bone Bolango, dapat dikembangkan
2.7
Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan penelitian ini adalah jika jumlah siswa mengalami
peningkatan dalam kemampuan mengembangkan keterampilan sosial anak
melalui kegiatan bermain kelompok, dari 25% menjadi 85%.
Download