File

advertisement
BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI
Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi
Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen
dan tahapan reaksinya. Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini mahasiswa
diharapkan mampu menjelaskan:
1. pengertian dan kegunaan PCR,
2. komponen-komponen PCR,
3. tahapan PCR, dan
4. dasar-dasar perancangan primer
Pengetahuan awal yang diperlukan oleh mahasiswa agar dapat mempelajari pokok
bahasan ini dengan lebih baik adalah dasar-dasar teknologi DNA rekombinan dan
konstruksi perpustakaan genom, yang masing-masing telah dibicarakan pada Bab IX dan
X.
Pengertian dan Kegunaan PCR
Pada bagian akhir Bab IX telah disinggung bahwa fragmen pelacak yang
diperlukan dalam seleksi rekombinan merupakan molekul DNA untai ganda yang urutan
basanya harus komplementer dengan sebagian urutan basa fragmen (gen) yang dilacak.
Fragmen pelacak ini dibuat secara in vitro menggunakan teknik PCR. Namun, teknik
yang ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1987 ini, tidak hanya digunakan untuk
membuat fragmen pelacak, tetapi secara umum teknik ini merupakan cara untuk
menggandakan urutan basa nukleotida tertentu secara in vitro.
Komponen dan Tahapan PCR
Penggandaan urutan basa nukleotida berlangsung melalui reaksi polimerisasi yang
dilakukan berulang-ulang secara berantai selama beberapa putaran (siklus). Tiap reaksi
polimerisasi membutuhkan komponen-komponen sintesis DNA seperti untai DNA yang
akan digunakan sebagai cetakan (templat), molekul oligonukleotida untai tunggal
dengan ujung 3’-OH bebas yang berfungsi sebagai prekursor (primer), sumber basa
nukleotida berupa empat macam dNTP (dATP, dGTP, dCTP, dTTP), dan enzim DNA
polimerase.
119
DNA templat adalah DNA untai ganda yang membawa urutan basa fragmen atau
gen yang akan digandakan. Urutan basa ini disebut juga urutan target (target sequence).
Penggandaan urutan target pada dasarnya merupakan akumulasi hasil polimerisasi
molekul primer.
Primer adalah molekul oligonukleotida untai tunggal yang terdiri atas sekitar 30
basa. Polimerisasi primer dapat berlangsung karena adanya penambahan basa demi basa
dari dNTP yang dikatalisasi oleh enzim DNA polimerase. Namun, pada PCR enzim DNA
polimerase yang digunakan harus termostabil karena salah satu tahap reaksinya adalah
denaturasi untai ganda DNA yang membutuhkan suhu sangat tinggi (sekitar 95ºC). Salah
satu enzim DNA polimerase yang umum digunakan adalah Taq DNA polimerase, yang
berasal dari bakteri termofilik Thermus aquaticus.
Tiap putaran reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi templat,
penempelan primer, dan polimerisasi primer, yang masing-masing berlangsung pada
suhu lebih kurang 95ºC, 50ºC, dan 70ºC. Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA
templat dipisahkan satu sama lain sehingga menjadi untai tunggal. Pada tahap
selanjutnya, masing-masing untai tunggal akan ditempeli oleh primer. Jadi, ada dua buah
primer yang masing-masing menempel pada untai tunggal DNA templat. Biasanya, kedua
primer tersebut dinamakan primer maju (forward primer) dan primer mundur (reverse
primer). Setelah menempel pada untai DNA templat, primer mengalami polimerisasi
mulai dari tempat penempelannya hingga ujung 5’ DNA templat (ingat polimerisasi DNA
selalu berjalan dari ujung 5’ ke 3’ atau berarti dari ujung 3’ ke 5’ untai templatnya).
Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi pertama akan diperoleh dua pasang untai
DNA jika DNA templat awalnya berupa sepasang untai DNA.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi
akan menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada
putaran yang ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2 n – 2n.
Fragmen DNA pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan
jarak antara kedua tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang merupakan
urutan target yang memang dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi).
Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada
akhir reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 220 – 2.20 = 1.048576 – 40 =
120
1.048536 ! Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya hanya satu
untai ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA templat awal hanya
berupa satu untai ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka
jumlah tadi tinggal dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup
bila akan digunakan sebagai fragmen pelacak.
urutan target
3’
5’
5’
DNA templat awal berupa DNA untai ganda
3’
denaturasi (+95ºC)
3’
5’
5’
3’
penempelan primer (+ 50ºC)
3’
5’
primer maju 5’
3’
3’
5’ primer mundur
5’
3’
polimerisasi primer (+70ºC)
3’
5’
3’
5’
3’
5’
5’
3’
Gambar 12. 1. Putaran pertama PCR
Perancangan Primer
Tahapan PCR yang paling menentukan adalah penempelan primer. Sepasang
primer oligonukleotida (primer maju dan primer mundur) yang akan dipolimerisasi
masing-masing harus menempel pada sekuens target, tepatnya pada kedua ujung fragmen
yang akan diamplifikasi. Untuk itu urutan basanya harus komplementer atau setidaktidaknya memiliki homologi cukup tinggi dengan urutan basa kedua daerah ujung
fragmen yang akan diamplifikasi itu. Padahal, kita belum mengetahui dengan pasti urutan
121
basa sekuens target. Oleh karena itu, diperlukan cara tertentu untuk merancang urutan
basa kedua primer yang akan digunakan.
Dasar yang digunakan adalah urutan basa yang diduga mempunyai kemiripan
dengan urutan basa sekuens target. Urutan ini adalah urutan serupa dari sejumlah
spesies/strain organisme lainnya yang telah diketahui/dipublikasikan. Sebagai contoh,
untuk merancang sepasang primer yang diharapkan dapat mengamplifikasi sebagian gen
lipase pada isolat Bacillus termofilik tertentu dapat digunakan informasi urutan basa gen
lipase dari strain-strain Pseudomonas fluorescens, P. mendocina , dan sebagainya, yang
sebelumnya telah diketahui.
Urutan-urutan basa fragmen tertentu dari berbagai strain tersebut kemudian
dijajarkan dan dicari satu daerah atau lebih yang memperlihatkan homologi tinggi antara
satu strain dan lainnya. Daerah ini dinamakan daerah lestari (conserved area).
Sebagian/seluruh urutan basa pada daerah lestari inilah yang akan menjadi urutan basa
primer.
Sebenarnya, daerah lestari juga dapat ditentukan melalui penjajaran urutan asam
amino pada tingkat protein. Urutan asam amino ini kemudian diturunkan ke urutan basa
DNA. Dari satu urutan asam amino sangat mungkin akan diperoleh lebih dari satu urutan
basa DNA karena setiap asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon.
Dengan demikian, urutan basa primer yang disusun dapat merupakan kombinasi beberapa
kemungkinan. Primer dengan urutan basa semacam ini dinamakan primer degenerate.
Selain itu, primer yang disusun melalui penjajaran urutan basa DNA pun dapat
merupakan primer degenerate karena urutan basa pada daerah lestari di tingkat DNA pun
tidak selamanya memperlihatkan homologi sempurna (100%).
Urutan basa pasangan primer yang telah disusun kemudian dianalisis
menggunakan program komputer untuk mengetahui kemungkinan terjadinya primerdimer akibat homologi sendiri (self-homology) atau homologi silang (cross-homology).
Selain itu, juga perlu dilihat kemungkinan terjadinya salah tempel (mispriming), yaitu
penempelan primer di luar sekuens target. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui titik
leleh (Tm) masing-masing primer dan kandungan GC-nya. Sepasang primer yang baik
harus mempunyai Tm yang relatif sama dengan kandungan GC yang cukup tinggi.
122
3’
5’
3’
5’
3’
5’
5’
5’
5’
3’
5’
3’
3’
5’
3’
3’
3’
5’
3’
5’
3’
5’
3’
5’
3’
5’
3’
5’
3’
5’
3’
5’
fragmen pendek
yang diinginkan
3’
5’
5’
3’
5’
3’
5’
3’
5’
5’
3’
5’
3’
fragmen pendek
yang diinginkan
3’
5’
Gambar 12.2. Hasil PCR putaran kedua dan ketiga
3’
Download