Pertemuan I (Askum)

advertisement
Definisi Kontrak

Kontrak berasal dari bahasa latin “contractus” yang
berarti perjanjian.

Menurut pasal 1313 KUH Perdata (Djoko Triyanto,
2004 : 42) perjanjian diartikan sebagai suatu
perbuatan dengan mana seseorang atau lebih
mengikatkan dirinya pada satu orang atau beberapa
orang. Artinya, dalam suatu perjanjian harus selalu
ada 2 (dua) pihak yang membuatnya (hubungan
bilateral) yang masing-masing pihak dalam perjanjian
memegang hak dan terbeban kewajiban.
Prinsip Kontrak

Subjek
Merupakan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang dapat
disebut sebagai pihak pertama dan pihak kedua.
Catatan: Penyebutan satu pihak tidak berarti sama dengan satu
orang dengan kata lain satu pihak dalam perjanjian dapat terdiri
dari satu orang atau lebih.

Objek
Merupakan hal yang esensil dalam suatu perjanjian sehingga
penyebutan objek perjanjian mempunyai tujuan untuk
mengindividualisasikan apa yang dijadikan tujuan dalam suatu
perjanjian, walaupun tidak ada keharusan menyebutkan objek
dengan terperinci.

Perbuatan/hubungan hukum
Membuat perjanjian berarti satu pihak mengikatkan
diri pada pihak lain dan ikatan ini menimbulkan
hubungan hukum.
Contoh: perjanjian jual beli, sewa menyewa dan
sebagainya.

Tanda tangan
Tanda tangan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang
mengadakan suatu perjanjian merupakan suatu hal
yang mutlak ada dalam suatu perjanjian. Tanpa
adanya tanda tangan, berarti belum mengikat para
pihak dan juga dapat diartikan bahwa dalam
perjanjian belum ada kesepakatan.
Persyaratan Kontrak/Perjanjian
Agar suatu perjanjian dapat dianggap sah dan dapat
diakui secara hukum (legally concluded contract),
maka perjanjian/kontrak harus memenuhi syarat–
syarat sebagaimana yang ditentukan dalam pasal
1320 KUHPerdata antara lain,

Kesepakatan antara kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian.
Kedua pihak harus sepakat, setuju, dan seia sekata
atas hal-hal yang diperjanjikan.

Kecakapan para pihak yang membuat perjanjian
Orang yang membuat perjanjian harus cakap
artinya mereka tidak memenuhi ketentuan yang
ditetapkan dalam pasal 1330 KUHPerdata mengenai
orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian
antara lain,



Orang-orang yang belum dewasa
Mereka yang berada di bawah pengampunan
(orang yang abnormal)
Perempuan dalam hal yang ditetapkan dalam
undang-undang
telah
melarang
membuat
persetujuan tertentu.

Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu yang dimaksudkan oleh pasal
1320 KUHPerdata adalah sesuatu yang biasa dimiliki
oleh subjek hukum dan suatu hal tertentu yang
harus ditentukan jenisnya. Suatu hal tertentu
mengenai objek perjanjian baik berupa perbuatan
atau barang.

Suatu sebab yang legal
Yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal
adalah apabila hal/objek yang dijanjikan tidak
bertentangan dengan UU, ketertiban umum
maupun kesusilaan (hal ini dipertegas dalam pasal
1337 KUHPerdata).
Syarat no. 1 dan 2 disebut sebagai syarat subjektif,
menyangkut
pihak-pihak
yang
mengadakan
perjanjian.
Sedangkan syarat no.3 dan 4, disebut sebagai syarat
objektif karena menyangkut objek dari perjanjian itu
sendiri.
Apabila syarat subjektif dilanggar maka perjanjian
dapat dikatakan batal, tetapi apabila syarat objektif
dilanggar maka perjanjian tersebut dapat dikatakan
batal demi hukum.
Tipe Kontrak Konstruksi
 Kontrak
Versi Pemerintah
Setiap departemen memiliki standar penyusunan
kontrak sendiri. Standar yang umumnya digunakan
dalam kontrak konstruksi di Indonesia adalah standar
Departemen Pekerjaan Umum.
 Kontrak
Versi Swasta Nasional
Disusun berdasarkan kebutuhan perusahaan sendiri
(ada yang mengutip dari standar PU atau dari kontrak
luar negeri seperti FIDIC, JCT, AIA dan sebagainya.
 Kontrak
Versi Swasta Asing
Umumnya perusahaan swasta asing menggunakan
jenis kontrak internasional seperti FIDIC atau JCT.
Kendala-Kendala
Konstruksi

yang
ditemukan
dalam
Kontrak
Kerancuan
 Misalnya,
kontrak dengan sistem pembayaran pra
pendanaan penuh dari kontraktor (Contractor’s Full
Prefinanced) dianggap kontrak rancang bangun
(Design Built).
 Cara
penyelesaian sengketa apakah melalui
pengadilan atau arbitrase (dalam kontrak keduanya
harus disebutkan secara jelas).
 Kesalahan
dalam mendefinisikan misalnya, dalam
suatu kontrak konstruksi dicantumkan kontrak fixed
lump sum price. Fixed diartikan bahwa nilai kontrak
tidak boleh berubah. Bagaimana dengan adanya
perubahan volume pekerjaan?
 Terkadang
sering kurang jelas dalam mendefinisikan
“hari“ pelaksanaan kontrak (Apabila jumlah hari
dalam kontrak ditetapkan sebagai hari kerja maka
jumlah hari dalam satu minggu adalah 5 hari, tetapi
apabila jumlah hari didefinisikan sebagai hari
kalender maka jumlah hari dalam satu minggu
adalah 7 hari).
 Kerancuan
dalam menetapkan waktu dimulainya
pelaksanaan proyek apakah sejak tanggal kontrak,
tanggal dikeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK) atau
saat penyerahan lahan (site possession).

Kesetaraan kontrak, yang dimaksud disini adalah
tidak tercapainya “adil dan setara” (fair and equal)
sebagai layaknya suatu kontrak.

Ketidak lengkapan dokumen kontrak sehingga
memunculkan kesulitan dalam pelaksanaan.

Pengawasan
kontrak
yang
tidak
berjalan
sebagaimana mestinya (tidak berfungsi optimal).
Contoh : Pengguna jasa (owner) sering mencampuri
secara langsung pelaksanaan di lapangan yang
seharusnya sudah didelegasikan kepada pengawas
lapangan.

Rendahnya kepedulian penyedia jasa maupun
pengguna jasa terhadap kontrak konstruksi.
Download