Bab 6 Kebijakan Ekonomi Fiskal

advertisement
Kebijakan Ekonomi Fiskal
Oleh:
Sriyanto
Minggu ke-6
Kebijakan Fiskal


Adalah kebijakan ekonomi makro yang implementasinya melalui
penyusunan “anggaran” pemerintah (APBN di Indonesia).
Secara garis besar terdiri 3 pos utama pada sisi pengeluaran
“anggaran”;
1.
Belanja barang dan jasa (G),
2.
Gaji pegawai (W),
3.
Transfer payment/subsisi (Tr).
Sedangkan pada sisi pendapatan terdiri 4 pos yang penting, yaitu:
1.
Penerimaan pajak (Tx),
2.
Kredit likuiditas bank sentral (U),
3.
Pinjaman/obligasi dalam negeri (B),
4.
Pinjaman/hutang luar negeri (F)
Masing-masing pos mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
perekonomian.
“Anggaran” Pemerintah


1.
2.
3.
Pengeluaran total “anggaran” (APBN di Indonesia) selalu sama
dengan penerimaan totalnya. Dalam pengertian akuntansi ini
“Anggaran” selalu seimbang (anggaran berimbang). Dalam
pengertian ekonomi “anggaran” bisa defisit, surplus atau
berimbang.
Ada tiga pengertian yang berbeda mengenai arti defisit, surplus
dan “anggaran” berimbang.
Penerimaan pajak (Tx) dapat menutup seluruh pengeluaran (G
+ W + Tr), apabila G + W + Tr > Tx maka “anggaran” defisit dan
bila G + W + Tr < Tx maka “anggaran” surplus selanjutnya G +
W + Tr = Tx maka “anggaran” berimbang.
Defisit “anggaran” apabila G + W + Tr > Tx + B, surplus
“anggaran” apabila G + W + R < T + B dan berimbang bila G +
W + R = T + B.
“Anggaran” defisit bilamana U > 0, “anggaran” surplus bila U < 0
dan berimbang bila U = 0. pada pengertian ini menunjukkan ada
tidaknya pencetakan uang baru untuk membiayai “Anggaran”.
Pengaruh struktur “anggaran” terhadap
perekonomian
Pengaruh dan perubahan masing-masing
pos terhadap perekonomian dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu;

1.
2.
“Pengaruh putaran pertama: pengaruh awal dari
kebijakan tersebut terhadap permintaan
agregat.” (Z)
“Pengaruh putaran akhir: pengaruh dari
kebijakan tersebut apabila kita menelusurinya
sampai perekonomian mencapai keseimbangan
umum yang baru.
“Pengaruh Putaran Pertama”


Pada “putaran pertama” setiap rupiah perubahan G akan mengubah Z
sebesar 1/(1 – MPC) rupiah dan setiap rupiah perubahan W dan R akan
mengubah Z sebesar MPC/(1 – MPC) rupiah. Karena MPC < 1, maka
pengaruh putaran pertama setiap rupiah ∆G adalah lebih besar daripada
setiap rupiah ∆W atau ∆R.
Pada “putaran pertama” setiap rupiah ∆T mengubah Z sebesar
– MPC/(1 – MPC) rupiah. Pajak dapat dianggap sebagai transfer payments
negatif. Pos-pos lain pada sisi penerimaan mempunyai pengaruh utama
pada pasar uang dan melalui ini akan berpengaruh terhadap permintaan
agregat (Z).
 Kredit dari bank sentral mempunyai pengaruh yang inflasioner:
+ ∆U
- ∆H
+ ∆Ms
- ∆i
+ ∆I + ∆Z.
 Obligasi dari masyarakat dalam negeri mempunyai pengaruh yang
deflasioner:
+ ∆B
- ∆H
- ∆Ms
+ ∆i
- ∆Z.
 Obligasi luar negeri mempunyai dua pengaruh, keduanya bersifat
deflasioner:
+ ∆F
- ∆H
- ∆Ms
+ ∆i
- ∆I
- ∆Z dan pengaruh kedua
secara langsung yang menurunkan Z karena adanya aliran barang dari
luar negeri memenuhi sebagian dari permintaan dalam negeri tersebut.
“Pengaruh Akhir”



Setiap rupiah perubahan dari Z pada putaran pertama (yang
disebabkan oleh perubahan pos “anggaran” manapun) akan
mempunyai pengaruh akhir yang sama terhadap perekonomian,
karena akan melewati proses keseimbangan umum yang sama.
Jadi pengaruh akhir dari setiap rupiah perubahan masing-masing
pos “anggaran” berbeda satu sama lain karena perbedaan
“pengaruh putaran pertama”nya terhadap Z.
Pengaruh Netto dari suatu kombinasi dari perubahan pos-pos
“anggaran” bisa diperkirakan dengan jalan menjumlah pengaruh
dari masing-masing pos.
Seperti halnya dengan kebijakan moneter, ada kemungkinan
bahwa suatu kebijakan fiskal mempunyai pengaruh langsung
penawaran agregat (yaitu, menggeser kurva penawaran agregat).
Pengaruh “sisi penawaran” (supply side) ini belum mempunyai
teori makro yang mantap.
Download