ASUHAN KEPERAWATAN Program perencanaan yang

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN
Program perencanaan yang penting dalam keperawatan adalah mencegah
terjadinya komplikasi dan morbiditas. Peran perawat sangat penting dalam upaya
mencegah komplikasi yang terkait immobilitas,hemipharese, Infeksi saluran kemih,
aspirasi, ulkus decubitus, kontraktur otot, atau defisit neuorolis lain yang disebabkan
oleh stroke (hudak et al, 2012).
Stroke dapat dicegah dengan memodifikasi faktor risiko, terutama rokok, diet
lemak, rendah garam, alkohol dan pengunaan obat-obatan penurun kolesterol. Control
tekanan darah penting dilakukan karena berhubungan dengan iskemik stroke.
Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat memperburuk iskemia pada regio
dimana sirkulasi cerebri sudah berkurang, oleh karena itu waspadai pengunaan obat
antihipertensi (Gingsberg, 2008).
Lingkungan sangat berperan penting dalam penyembuhan pasien stroke
berhubungan keberadaan pasien seperti hidrasi, temperature dan glukosa darah.
Tatalaksana lain yang sesuai keluhan seperti sulit menelan dan pencegahan terhadap
trombolitik vena. Fisioterapi yang berkesinambungan dapat membantu kemandirian
aktifitas pasien (Gingsberg, 2008). Peran perawat adalah pencegahan komplikasi yang
diakibatkan oleh stroke. Intervensi yang efektif untuk pengobatan stroke akan
membantu menurunkan kematian dan mengurangi morbiditas pasien yang pernah
mengalami stroke (hudak et al, 2012).
Pengenalan dini serangan stroke sangat penting karena pemberian fribinolitik
pada stroke iskemik dan pengentian perdarahan pada stroke bleeding, sejak serangan
sampai waktu 3 jam setelah serangan. Sebagian besar stroke terjadi di luar rumah
sakit, dan hanya setengah dari pasien stroke yang mengunakan layanan EMS
(emergency medical sytem) untuk membawa pasien ke rumah sakit. Keterlambatan
menghubungi EMS dan perawatan pada kasus stroke sering mengakibatkan angka
kesakitan kecacatan dan kematian (AHA, 2010).
Intervensi pendidikan pada masyarakat sangat penting hal ini terbukti dan
banyak berhasil dengan sempurna pada penderita stroke iskemik
dalam terapi
fibrinolitik. Pemberian layanan kesehatan rumah sakit dan layanan informasi pada
masyarakat untuk mengembangkan system efektifitas perawatan stroke. Tujuan
perawatan stroke adalah meminimalkan cidera otak dan memaksimalkan kesembuhan
pasien (AHA, 2010).
Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
2. Identitas klien
Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan alamat pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosi medis.
3. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran
4. Riwayat penyakit sekarang
5.
-
-
-
-
-
-
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif,
dan koma.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi.
Pada pasien dengan riwayat hipertensi memiliki faktor resiko terjadi stroke.
Hampir 40% kejadian stroke disebabkan atau dialami oleh pasien hipertensi.
Semakin tinggi tekanan darah semakin besar tekanan dinding pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan pembuluh darah dapat pecah terutama pembuluh darah
kecil yang berdinding tipis di otak. Hipertensi lama akan menimbulkan
lipohialinosis dan nekrosis firinoid yang memperlemah dinding pembuluh darah
yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan aneurisma.
Riwayat stroke sebelumnya.
Riwayat keluarga adanya serangan stroke atau penyakit pembuluh darah
iskemik, sering pula terjadi pada penderita stroke. Bilamana kedua orangtua
pernah mengalami stroke, maka kemungkinan keturunan terkena stroke
semakin besar, berbagai faktor penyebab, termasuk predisposisi genetik.
Riwayat diabetes mellitus
Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau beberapa
penyakit vaskuler yang melibatkan pembuluh darah, aliran darah dan pompa
jantung. Pada pasien dengan diabetes mellitus memiliki kekentalan darah lebih
tinggi sehingga resiko terjadi hambatan aliran darah atau perdarahan karena
rusaknya pembuluh darah dan tekanan yang tinggi memicu terjadi stroke.
Riwayat trauma kepala
Trauma kepala memungkinkan adanya pembuluh darah yang rusak seperti
akibat benturan atau pembedahan sehingga resiko terjadi aneurisma dimana
pembuluh darah yang rusak akan mudah pecah memicu perdarahan otak.
Penggunaan kontrasepsi oral, anti koagulan, dan vasodilator
Kontrasepsi oral yang mengandung 20-50µg etinilestradiol dan levonorgestrel
dapat menimbulkan efek tromboemboli. Tromboemboli terjadi akibat
perubahan faktor pembekuan, meningkatkan koagulasi dan memodifikasi
fungsi trombosit meskipun kasus stroke yang dikaitkan dengan kontrasepsi oral
sangat sedikit.
Obat-obatan seperti antikoagulan mempunyai efek terhadap kekentalan darah,
sehingga dalam pengkajian perlu ditanyakan riwayat penggunaan obat ini
karena mengindikasikan adanya penyakit yang berhubungan dengan
kekentalan darah. Sedangkan obat vasodilator mempunyai efek menekan
sintesis angiotensin II yaitu suatu vasokonstriktor poten dan memiliki efek
melebarkan pembuluh darah, sehingga dalam pengkajian diperlukan untuk
mendeteksi adanya riwayat penyakit vaskuler, komplikasi vasodilator sendiri
menyebabkan
Kegemukan dan kolesterol
-
-
6.
7.
Pada pasien obesitas berhubungan dengan tingginya kadar gula dan tekanan
darah, jika seseorang memiliki berat badan berlebih maka jantung akan
memompa dengan keras ke seluruh tubuh sehingga meningkatkan tekanan
darah. Pada obesitas juga memicu terjadinya proses arterosklerosis.
Kandungan lemak dalam darah dalam batas jumlah yang berlebih juga memicu
stroke. Lemak dalam tubuh terdapat tingkat kolesterol yang dianggap
berbahaya. Kadar kolesterol LDL yang tinggi meningkatkan resiko terjadinya
pengerasan pembuluh darah oleh lemak (arterosklerosis), sehingga aliran
darah dan kondisi pembuluh darah terganggu. Hal ini menyebabkan pembuluh
darah yang mudah rapuh sehingga terjadi perdarahan atau aliran darah yang
terhambat (stroke ischemik)
Riwayat merokok
pasien dengan riwayat merokok terutama perokok aktif dalam jangka waktu
yang panjang menyebabkan zat-zat yang terkandung dalam rokok seperti
nikotin akan membentuk plakdalam pembuluh darah sehingga memicu
timbulnya arterosklerosis yang mampu menghambat jalannya aliran darah
sehingga berpotensi terjadinya stroke.
Riwayat penggunaan alkohol
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dapat menjadi pemicu
terjadinya hipertensi. Efek alkohol salah satunya adalah meningkatkan nadi
dan kontraksi jantung sehingga dalam beberapa penelitian riwayat konsumsi
alkohol yang tinggi meningkatkan angka resiko perdarahan intraserebral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajiandan riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, dibetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekenisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluargadan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, serta
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh)
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah,dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stress, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu
penyakit yang mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan
dapat mempengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juag
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan
neurologis yang akan terjadi dengan gaya hidup individu. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang
diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial
dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan
neurologis dalam sistem dukungan individu.
8. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangatberguan untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1B6)dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah
dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan
bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda
vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
b. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran, compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
c. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah > 200mmHg).
d. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi,
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1) Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persyarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal, dan hemisfer.
Status mental
Fungsi intelektual
Kemampuan bahasa
Lobus frontal
Hemisfer
3) Pengkajian saraf kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II: Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial). Sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI: Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi
otot-otot okularis didaapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
Saraf V: Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus,
penurunan
kemampuan
koordinasi
gerakan
mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
Saraf VIII: Tidak ditemukan adana tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X: Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
Saraf XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII: Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
4) Pengkajian sistem motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karen aitu UMN bersilangan,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
Inspeksi umum: Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh adalah tanda yang lain.
Fasikulasi: didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
Tonus otot: didapatkan meningkat. Pemeriksaan tonus otot secara pasif
gerakan lengan bawah di sendi siku dan tungkai bawah di sendi lutut
digerakkan secara fleksi dan ekstensi oleh perawat pemeriksa berulang kali
secara perlahan dan secara tepat. Tahanan yang dirasa oleh perawat
pemeriksa sewaktu menekukkan dan meluruskan bagian-bagian anggota
tersebut. Penilaian tonus otot meningkat berarti bahwa perawat pemeriksa
mendapat kesulitan untuk menekuk dan meluruskan lengan dan tungkai di
sendi dan lutut.
Kekuatan otot: Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot
pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
Keseimbangan dan koordinasi: Didapatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia.
5) Pengkajian reflek
Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda dan pemeriksaan
refleks patologis.
Pemeriksaan refleks profunda antara lain pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Pemeriksaan reflek patologis pada fase akut refleks fisiologis akan muncul
kembali didahului dengan reflek patologis.
Gerakan involunter: Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
anak denganstroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
6) Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestasi. Pada persepsi terhadap ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visualspasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh)
serta kesulitan dalam mengintrepetasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
e. B4 (Bladder)
Retensi atau inkontinensia
f. B5 (Bowel)
Pemenuhan kebutuhan nutrisi mengikutui basal metabolisme rate.
Resiko konstipasi.
g. B6 (Bone)
h. Pemeriksaan diagnostik
Angiografi serebri
Lumbal pungsi
CT scan
MRI
USG Doppler
EEG
i. Pemeriksaan laboratorium
Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
Pemeriksaan darah lengkap, berupa jumlah sel darah merah dan putih,
trombosit, dan lain – lain. Hasil pemeriksaan ini akan memberikan informasi
kesehatan pasien.
Tes darah okagulasi, yang terdiri atas empat tes, yaitu:
•
Prothrombin time
•
Partial thromboplastin time (PTT),
•
International normalized ratio (INR),
•
Agregasi trombosit.
Pemeriksaan dengan pemindaan.
Pemeriksaan ini dilakukan pada otak dan kepala, biasanya menggunakan CT scan
dan MRI atau alat pemindaan lain, seperti SPECT (Single Photon Emmision) PET
(Positron Emission Tomography) Cerebral Angioplasty, USG (Carotid
Ultrasoumd), Echocardium dan EKG.
1. CT scan
2. MRI
3. SPECT
4. PET
5. Cerebral Angiography.
6. Carotid Ultrasound (USG)
7. EKG (elektrocardiogram)
-
3.1 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1) Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan adanya meningkatnya
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral.
2) Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan
perubahan tingkat kesadaran.
4) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/ hemiplegia,
kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
5) Resiko tinggi terhadap terjadinya cedera yang berhubungan dengan penurunan
luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa, (panas, dingin).
6) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/ koordinasi
ditandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi, mengatur suhu air,
melipat atau memakai pakaian.
7) Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan
pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau
oral, dan kelemahan secara umum.
8) Resiko perubahan nutrisis kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan.
9) Gangguan konsep diri citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan
persepsi.
No
1.
3.2 Perencanaan
Diagnosa
NOC
Resiko peningkatan Dalam waktu 3x24
TIK
yang jam tidak terjadi
berhubungan
peningkatan
TIK
dengan
adanya pada klien dengan
meningkatnya
kriteria hasil:
volume
- Klien tidak gelisah
intrakranial,
- Klien
tidak
penekanan jaringan
mengeluh
nyeri
otak, dan edema
kepala, mual dan
serebral
muntah
- GCS meningkat
- Tidak
terdapat
papiledema, TTV
dalam
batas
normal
NIC
1) Kaji faktor penyebab dari situasi, keadaan
individu, penyebab koma, penurunan
perfusi
jaringan,
dan
kemungkinan
penyebab peningkatan TIK
2) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
3) Evaluasi pupil klien
4) Monitor temperatur dan pengaturan suhu
lingkungan
5) Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang
netral, hindari penggunaaan bantal yang
tinggi pada kepala
6) Berikan periode istirahat antara tindakan
perawatan dan batasi lamanya prosedur
7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan
rasa nyaman seperti masase punggung ,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang
ramah dan suasana/ pembicaraan yang
tidak gaduh
8) Cegah atau hindari valsava manufer
9) Bantu klien jika batuk dan muntah
10) Observasi tingkat kesadaran dengan GCS
11) Berikan penjelasan pada klien (jika sadar)
dan keluarga tentang sebab akibat TIK
meningkat
12) Kolaborasi dalam pemberian terapi O2
sesuai indikasi
13) Kolaborasi dalam terapi cairan intravena
sesuai dengan indikasi
14) Kolaborasi dalam pemberian terapi obat
osmotik
diuretik,
steroid,
analgesik,
sedatif, antihipertensi dan antipiretik
Tugas E-learning:
1. Tentukan 2 diagnosa keperawatan pada klien dengan penurunan yang
disebabkan oleh masalah sbb;
(1) Mobility dan immobility
(2) Nutrisi
(3) Bladder
(4) Klien dengan tracheostomy kesadaran
2. Buatan rencana asuhan keperawatan berdasarkan pilihan 2 dx keperawatan di
atas.
3. Tugas dikumpulkan paling lembat Rabu, 21 desember 2016, pukul 08.00
Download