LAPORAN PRAKTIKUM

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOKIMIA
PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM
NAMA
: RR.DYAH RORO ARIWULAN
NIM
: H411 10 272
KELOMPOK
: IV (EMPAT)
HARI / TANGGAL
: RABU, 23 NOVEMBER 2011
ASISTEN
: FITRI ARIANI
LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk
berbagai reaksi kimia dalam sistem biologis. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem
biologis dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian besar
enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya.
Seluruh reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel memerlukan jasa enzim,
enzim disintesis di dalam sel, namun aktivitasnya tidak selalu di dalam sel. Berbagai
reaksi kimia yang dikendalikan oleh enzim antara lain respiasi, pertumbuhan,
perkembangan,
kontraksi
otot,
fotosintesis,
pencernaan,
fiksasi
nitrogen,
pembentukan urin, dan lain-lain.
Seperti molekul protein lainnya, sifat biologis enzim sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor fisika-kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim
antara lain suhu Di samping itu, kecepatan reaksi enzimatik dipengaruhi pula oleh
konsentrasi enzim maupun substratnya.
Enzim bekerja pada kisaran suhu tertentu. Suhu rendah mendekati titik beku
tidak merusak enzim, namun enzim tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu
lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu
tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang
karena mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik
mencapai puncaknya
pada suhu optimum. Berdasarkan teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan ini
untuk mengaplikasikan, membuktikan dan menguji kebenaran dari teori tersebut agar
dapat lebih mudah untuk dipahami dan dipelajari.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1
Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh temperatur terhadap aktivitas
enzim amilase.
1.2.2
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah menentukan suhu optimum dari
enzim amilase.
1.3 Prinsip Percobaan
Menentukan keaktifan dari enzim amilase berdasarkan waktu penguraian
amilum menjadi glukosa pada berbagai temperatur dan diuji dengan iodin pada
interval waktu tertentu sampai warna biru yang terbentuk berubah menjadi bening.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim adalah protein yang pada hakekatnya mengkatalisis semua reaksi
biokimia. Enzim ini berubah menjadi sangat khas, seperti misalnya terhadap jenis
reaksi yang dikatalisisnya dan bahkan tempat pada substrat khusus dimana enzim itu
dapat berfungsi. Enzim memulai kegiatan dengan membentuk suatu kompleks
dengan substratnya. Kompleks enzima-substrat dapat digabung menjadi satu oleh
tarikan van der Waals dan tarikan elektrostatik oleh ikatan hidrogen, atau yang
kurang umum oleh pembentukan ikatan kovalen. Kompleks terbentuk pada sisi aktif
dari enzim. Tempat ini juga merupakan daerah enzim yang memacu reaksi yang
khas. Sisi aktif itu harus memiliki atom dan konfigurasi yang tepat, baik untuk
mengikat maupun untuk mengkatalisis (Pine, dkk., 1988).
Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari
kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat
besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa
enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain
residu asam amino. Akan tetapi enzim lain memerlukan tambahan komponen kimia
bagi aktivitasnya komponen ini disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu molekul
anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ atau mungkin juga suatu molekul
anorganik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim membutuhkan baik
koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim,
koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara
pada protein, tetapi pada enzim lain senyawa ini terikat kuat, atau terikat secara
permanen yang dalam hal ini disebut gugus prostetik. Enzim yang strukturnya
sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan koenzim atau gugus
logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil sewaktu
pemanasan, sedangkan bagian protein enzim akan terdenaturasi oleh pemanasan
(Lehninger, 1997).
Enzim menyusun sebagian besar dari protein total dalam sel. Suatu sel dapat
memuat 3.000 jenis molekul enzim dan sejumlah besar molekul dari tiap jenis.
Enzim dapat mempercepat reaksi kimia, sedangkan protein lain tak dapat. Oleh
karena itu, enzim adalah katalis. Selain mampu meningkatkan reaksi, enzim memiliki
dua sifat lain sebagai katalis sejati. Pertama, enzim tak berubah oleh reaksi yang
dikatalisnya. Kedua (dan yang penting), walaupun dapat mempercepat reaksi, enzim
tidak mengubah kedudukan normal dari kesetimbangan kimia. Dengan kata lain,
enzim dapat membantu mempercepat pembentukan produk, tetapi akhirnya jumlah
produk tetap sama dengan produk yang diperoleh tanpa enzim (Lehninger, 1997).
Untuk aktifitas biologis, beberapa enzim memerlukan gugus–gugus
prostetik atau kofaktor. Kofaktor ini merupakan bagian nonprotein dari enzim itu.
Suatu kofaktor dapat berupa ion logam sederhana, ion tembaga misalnya merupakan
kofaktor bagi enzim asam askorbat oksidase. Enzim lain mengandung molekul
organik nonprotein sebagai kofaktor. Gugus prostetik organik seringkali dirujuk
sebagai suatu koenzim (Fessenden & Fessenden, 1994).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan
inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang
dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Enzim urase hanya bekerja terhadap
urea sebagai substratnya namun enziim tersebut mempunyai kekhasan tertentu.
Misalnya enzim esterase dapat menghidrolisis beberapa ester asam lemak, tetapi
tidak dapat menghidrolisis substral lain yang bukan ester. Kekhasan enzim terhadap
suatu reaksi disebut kekhasan reaksi (Poedjiadi, 1994).
Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungannya
atau kontak antara enzim dengan substratnya suatu enzim mempunyai ukuran lebih
besar daripada substratnya. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat
berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi
pada bagian tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan
atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (active site). Hubungan hanya
mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat menampung
substrat. Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan
terjadinya kompleks enzim–substrat, kompleks ini merupakan kompleks yang aktif,
yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah
terjadi (Poedjiadi, 1994).
Faktor – faktor yang mempengaruhi kerja enzim (Poedjiaji, 1994):
Konsentrasi Enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim
tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu,
kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
Konsentrasi Substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang
tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi.
Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi
walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Keadaan ini telah diterangkan oleh
Michaelis–Menten dengan hipotesis mereka tentang terjadinya kompleks enzim
substrat.
Suhu
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu
yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah
suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi.
Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan
dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan
reaksinya pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi
dapat menaikkan kecepatan reaksi.
Pengaruh pH
Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda
(zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh
terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat.
Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi
dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan
menurunnya aktivitas enzim.
Pengaruh Inhibitor
Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor dapat berupa hambatan tidak
reversibel. Hambatan tidak reversibel pada umumnya disebabkan oleh terjadinya
proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada
molekul enzim. Hambatan reversibel dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan
tidak bersaing.
Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung terutama lewat ikatan
1,4 α-glikosidik, meskipun rantainya dapat mempunyai sejumlah cabang yang
melewati ikatan 1,6 α-glikosidik. Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan maltosa,
dan hidrolisis sempurna hanya menghasilkan D-glukosa. Pati dapat dipisahkan
dengan berbagai teknik menjadi dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopeptida. Amilosa
adalah polimer linear dari α–D–glukosa, sekitar 50 sampai 300 unit-unit glukosa
yang dihubungkan antara satu dengan yang lainnya melalui ikatan 1,4–α–glikosida.
Dalam larutan rantai amilosa berbentuk heliks menyerupai kumparan, karena adanya
ikatan dengan konfigurasi s pada setiap unit glukosa. Kumparan berbentuk tabung ini
memungkinkan terbentuknya senyawa kompleks dengan molekul lain, terutama
molekul-molekul kecil yang dapat masuk ke dalam kumparannya. Warna biru tua
yang ditimbulkan pada penambahan yodium pada pati adalah contoh pembentukan
kompleks tersebut (Tim Dosen Kimia, 2007).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3. 1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan pati
(amilum) 1%, saliva (enzim amilase), iodine 0,01 M, aquadest, tissue roll dan es
batu.
3. 2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah
tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur 10 mL, waterbath, oven, pipet tetes, pipet
skala 1 mL, stopwatch, plat tetes, sikat tabung, dan gegep.
3. 3 Metode Kerja
Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi dengan
2,5 mL larutan pati (amilum) 1%. Kemudian disiapkan pula 4 tabung reaksi lain dan
masing-masing diisi dengan 1 mL saliva encer. Tabung pertama yang berisi larutan
pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam air es (0 oC). Tabung
kedua yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer ditempatkan pada
suhu kamar (25 oC). Tabung ketiga yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi
saliva encer dimasukkan dalam oven (38 oC). Tabung keempat yang berisi larutan
pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam penangas air (100 oC).
Semua tabung dibiarkan selama 5 menit dan kemudian pada masing-masing tabung
yang berisi larutan pati ditambahkan 5 tetes saliva encer. Pada interval 5 menit,
diambil contoh masing-masing larutan dan diteteskan pada plat tetes yang telah berisi
iodin 0,01 M sampai larutan menjadi bening.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Tabel Pengamatan
Tabel 1. Pengaruh temperatur terhadap aktifitas enzim amilase
Warna
Waktu
Tabung I
Tabung II
Tabung III
Tabung IV
(0ºC)
(Suhu Kamar)
(38ºC)
(100ºC)
(menit)
0
++++++
+
++++++
+++++
5
+++++
++
+++++
+++++
10
+++
++
+++++
++++
15
+++
+++
++++
+++
20
++++
++++
+++
++
25
++
+++++
+++
++
30
+
++++++
++
-
Keterangan :
++++++
: biru pekat
+++++
: biru
++++
: biru keunguan
+++
: biru muda
++
: ungu
+
: ungu muda
-
: tidak memberikan warna (bening)
Tabel 2. 1/t untuk tiap Temperatur
Temperatur (°C)
Waktu (t) (Menit)
1/t (Menit)
0
15
0,066
25
15
0,066
38
10
0,1
100
30
0,066
IV.2 Reaksi
Adapun reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah:
CH2O
H
CH2O
O
H
OH
H
H
H
O
O
H
CH2O
H
H
H
I
H
O
O
OH
H
O
H
+ nI2
H
OH
OH
OH
H
bening
O
H
OH
H
I
CH2O
H
OH
OH
n
H
amilase
H
O
biru
H
+ nI2
H
CH2O
O
H
OH
H
O
OH
H
O
H
OH
OH
n
IV.3 Pembahasan
Pada percobaan ini akan ditentukan suhu optimum dari enzim amilase.
Masing-masing tabung diisi dengan larutan pati 1% dan saliva encer. Tabung
pertama yang berisi larutan pati dan saliva dicelupkan ke dalam air es (0°C) dan
tabung kedua ditempatkan pada suhu kamar (25°C). Tabung ketiga yang berisi
larutan pati dan saliva encer dimasukkan dalam oven (38°C). Tabung keempat yang
berisi larutan pati dan saliva encer dimasukkan dalam penangas air (100°C).
Perlakuan ini dilakukan pada berbagai suhu yang telah ditentukan masing-masing
agar dapat diketahui pada suhu berapa (suhu optimum) enzim amilase bekerja
dengan baik. Setelah 5 menit, larutan tersebut diuji pada plat tetes yang telah diisi
iodium 0,01M. Pengujian ini dilakukan pada interval 5 menit selama 40 menit.
Dari tabel pengamatan, terlihat bahwa tidak ada yang mengalami perubahan
warna menjadi bening. Kalaupun berubah, hanya menjadi bening kebiruan yaitu pada
temperatur 100°C pada menit ke-40. Untuk larutan pada tabung reaksi yang
dipanaskan terlihat perubahan warna tapi tidak menjadi bening. Seharusnya pada
suhu 100°C tidak terjadi perubahan warna karena struktur konformasi dari enzim
sudah rusak disebabkan karena pemanasan pada suhu yang tinggi akan
mengakibatkan struktur protein mengalami denaturasi.
Berdasarkan grafik, diperoleh suhu optimum yaitu pada suhu 38 °C. Hal ini
tentu sesuai dengan teori yakni enzim amilase bekerja efektif pada suhu 38 °C.
Adanya kesalahan yang terjadi pada percobaan ini, mungkin disebabkan
oleh kurang telitinya praktikan saat mengamati perubahan warna yang terjadi atau
karena kualitas alat dan bahan yang kurang baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
suhu optimum untuk enzim amilase adalah 38 °C.
5. 2 Saran
Menurut saya praktikum ini sudah berjalan dengan baik. Sebaiknya alat-alat
yang digunakan diperiksa terlebih dahulu oleh analis yang bertugas agar diketahui
adanya kerusakan dan bahan yang digunakan diganti kalau sudah rusak agar tidak
mempengaruhi hasil percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ciornea, E., Vasile, G., Cojocaru, D., 2008, On The Influence Of The Temperature
And pH Of The Incubation Medium On The Activity Of Total Amylase In
Some Spontaneous And Cultivated poaceae,
http://www.bio.uaic.ro/publicatii/anale_biochimie/2008_IX_F1/2008_Anale_
GBM_IX_F1_l14.pdf, diakses 8 Mei 2009.
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Patong, A. R., 2009, Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pine, S.H., Hendrickson, J.B., Cram, D.J., dan Hammond, G.S., 1988, Kimia
Organik II, Penerbit ITB, Bandung.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Tim Dosen Kimia, 2007, Kimia Dasar II, Universitas Hasanuddin, Makassar.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar,
November 2011
Asisten
Praktikan
Fitri Ariani
Rr. Dyah Roro Ariwulan
LAMPIRAN
Bagan kerja pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim
pati
saliva
- dimasukkan dala 4 buah
tabung reaksi masing-masing
sebanyak 1 mL
- dimasukkan dalam 4 buah
tabung reaksi masing-masing
sebanyak 5 mL
- tabung pertama dicelupkan dalam air es (0 oC),
tabung kedua ditempatkan pada suhu kamar (25 oC)
tabung ketiga dimasukkan dalam oven suhu 38 oC
tabung keempat dimasukkan dalam penangas air (100 oC)
- setelah 5 menit masing-masing larutan pati ditambahkan
5 tetes saliva
- pada setiap interval 5 menit larutan dipipet dan diuji
pada plat tetes yang telas berisi larutan iodin 0,01 M
- dicatat waktu masing-masing perubahan warna yang
terjadi
data
Foto
Download