B4 arsitektur

advertisement
arsitektur
REPUBLIKA ● AHAD, 20 MARET 2011
BLENNERHASSETT.COM
B4
GGPHT.COM
MASJID AGUNG ALEPPO
Oleh Nidia Zuraya
leppo adalah kota nomor dua terbesar di
Suriah setelah Damaskus. Kota ini tercatat sebagai salah satu kota tertua di
dunia karena sudah ada sejak abad ke11 SM. Beragam bangsa dan peradaban
pernah menguasai kota ini sejak abad
ke-4 SM, seperti Sumeria, Akadian, Amorites,
Babilonia, Hithies, Mitanian, Assyria, Arametes,
Chaldeans, Yunani, Romawi, Bizantium, dan Islam.
Aleppo kuno sempat mencapai masa kejayaannya
pada masa kekuasaan Raja Hammurabi, Babilonia.
Ketika dikuasai Romawi pada abad ke-5 M, agama
Kristen pun menyebar di bumi Aleppo. Peradaban kota
tua itu memasuki babak baru ketika Islam menancapkan benderanya pada 637 M. Di bawah kekuasaan
Islam, Kota Aleppo menjelma menjadi kota terkemuka
dalam bidang ekonomi, sejarah, artistik, dan kebudayaan.
Letaknya yang strategis telah menjadikan Kota
Aleppo selama berabad-abad sebagai pusat perdagangan
yang menghubungkan kawasan Laut Tengah dengan
Mesopotamia. Kota ini juga dikenal sebagai kota kebudayaan Islam. Bangunan berarsitektur Islam sejak abad
ke-7 M masih kukuh berdiri hingga saat ini di Aleppo.
Tak cuma itu, warisan arsitektur dari beragam
dinasti seperti Umayyah, Abbasiyah, Hamdaniyah,
Seljuk, Zankiyah, Ayubiyah, Mamluk, hingga Usmani
masih menghias Kota Aleppo. Karena itu, tak
mengherankan jika pada 2006, Islamic Educational
Scientific and Cultural Organization (ISESCO)—organisasi kebudayaan Organisasi Konferensi Islam (OKI)—
mendaulat Aleppo sebagai ibu kota kebudayaan Islam.
Di antara warisan arsitektur itu adalah bangunan
Masjid Agung Aleppo. Masjid ini pertama kali dibangun pada 715-717 M, yakni pada masa pemerintahan
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Dinasti
Umayyah. Arsitektur Masjid Agung Aleppo meniru
arsitektur Masjid Damaskus. Pembangunannya yang
hampir bersamaan, kemungkinan yang menyebabkan
arsitektur kedua masjid ini tampak serupa.
John Warren dalam tulisannya yang bertajuk
Architecture of The Islamic World: Syria, Jordan,
Israel, and Lebanon mengungkapkan, Masjid Agung
Aleppo berkali-kali dihancurkan dan kemudian di-
CIRI KHAS DARI MASJID AGUNG ALEPPO ADALAH PADA
BAGIAN MENARA (MINARET).
bangun kembali. Bentuk bangunan masjid yang berdiri
sekarang merupakan hasil pembangunan secara total
oleh Nur ad-Din pada 1158, setelah mengalami
kebakaran.
Namun, menurut Warren, pada 1260, sebagian dari
bangunan masjid ini mengalami rekonstruksi setelah
invasi orang-orang Mongol. Bangsa
Mongol di bawah pimpinan Hulagu
Khan sempat mengancurkan kotakota peradaban Islam. Selain
Baghdad—ibu kota peradaban
Islam—Kota Aleppo pun sempat
menjadi sasaran amukan
ratusan ribu tentara Mongol.
Tren baru menara
Ciri khas dari Masjid Agung
Aleppo adalah pada bagian
menara (minaret). Menara Masjid
Agung Aleppo memiliki bentuk
yang unik dibandingkan menara
masjid lainnya pada masa itu.
Menara masjid ini sepenuhnya
berbentuk segi empat dari dasar
hingga puncak. Menara segi
empat ini merupakan tren baru
bentuk menara masjid pada masa
itu.
Minaret setinggi 50 meter itu
merupakan bagian dari bangunan
masjid dari masa Seljuk. Pada
bagian dinding menara terdapat
inskripsi yang bertuliskan tahun 1090 dan nama
Maliksyah (penguasa Seljuk yang berkuasa dari 10721092), Kadi bin al-Khashshab, dan Tutush ibnu Alp
Arselan (penguasa Seljuk 1078).
Menara yang dibangun oleh penguasa Seljuk pada
1089 ini menggunakan batu sebagai material utama.
Uniknya, sebagai tren baru, tidak ada kubah di puncak
menara. Hasan bin Mufarraj, arsitektur yang merancangnya, memberikan sentuhan baru dengan meletakkan muqarnas berdenah segi empat,
mengikuti denah bawahnya, di
puncak menara. Muqarnas
tersebut menyerupai galeri dan berfungsi sebagai
tempat muazin.
Pengaruh seni arsitektur Romawi dan Bizantium,
menurut Yulianto Sumalyo dalam buku Arsitektur
Masjid dan Monumen Sejarah Muslim, cukup signifikan dalam dekorasi menara berupa molding dan
pelengkung-pelengkung mati. Pengaruh Arab juga
cukup besar berupa kaligrafi menghias mengelilingi
dinding dan muqarnas di bawah balkon pada puncak
menara.
Arsitektur masjid mengedepankan pola hypostyle,
mempunyai sahn (halaman terbuka) pada bagian
tengah bangunan masjid. Pada bagian tengah sahn terdapat tempat wudhu beratap yang dilengkapi dengan
keran air mancur. Di sisi tempat wudhu terdapat gardu
atau semacam paviliun.
Kedua unit berdampingan tersebut beratap kubah
namun berbeda bentuk. Yang satu memiliki kubah
berpenampang setengah bola, lainnya kubah berbentuk bawang. Keduanya juga mempunyai tritisan,
berbentuk mengikuti denahnya, segi delapan.
Pelengkung iwan atau arcade yang terdapat pada
bangunan Masjid Agung Aleppo, bagian ambang
atasnya berbentuk setengah lingkaran tidak patah.
Bentuk pelengkung seperti ini banyak digunakan pada
bangunan dari zaman Romawi.
Konstruksi bangunan Masjid Agung Aleppo terbuat
dari bata. Sistem konstruksinya terbilang cukup maju
dibandingkan dengan masjid sezamannya, menggunakan pelengkung silang, seperti yang banyak dipakai
pada bangunan bergaya gotik. Seperti halnya bangunan hypostyle pada masa itu, bagian ruang shalat
dipenuhi oleh kolom berukuran besar dengan penampangnya berbentuk bujur sangkar berukuran empat
meter persegi.
Bagian mihrab masjid dibangun kembali pada 1285
oleh Qalawun (penguasa Mamluk) setelah dibakar oleh
Hulagu Khan. Sementara mimbar masjid dibangun
pada masa Sultan al-Nasir Muhammad bin Qalawun.
■ ed: heri ruslan
WALLPAPERSTRAVE.COM
A
Antara Seni Hias
Romawi, Gotik,
dan Arab
ALEPPO
di Era Kekuasaan
Islam
Oleh Nidia Zuraya
elama berabad-abad, Aleppo pernah
berada di bawah kekuasaan Islam.
Sejak abad ke-7 Masehi, kota ini
silih berganti dikuasai oleh dinastidinasti Islam, seperti Umayyah, Abbasiyah,
Hamdaniyah, Seljuk, Zankiyah, Ayubiyah,
Mamluk, hingga Usmani. Ketika berada
dalam pelukan Islam, Aleppo melalui dan
mengalami masa pasang surut.
Kota Aleppo mengalami masa kemakmuran di akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Kala itu, kebudayaan, intelektual, dan peradaban berkembang begitu pesat di semua
bidang. Salah satu bukti tumbuh pesatnya
peradaban di bumi Aleppo ditandai dengan
kemampuan orang-orang Aleppo untuk
membuat pakaian yang amat bagus, serta
S
berdirinya istana dan sejumlah masjid
terkemuka di kota itu.
Dalam sejarahnya, Aleppo mencapai
kemasyhuran ketika Ali Saif ad-Daulah dari
Dinasti Hamdaniyah menguasai kota itu.
Aleppo pun kembali mencapai kemakmuran
dalam bidang seni, kedokteran, ilmu pengetahuan, dan sastra. Pada masa itu, Aleppo
pun menjadi ibu kota pemerintahan.
Berkembang pesatnya peradaban turut
melahirkan sejumlah penulis, sastrawan,
dan ilmuwan terkemuka, seperti Abu Firas
al-Hamadam dan Abu Tayyeb al-Mutanabbi.
Di bawah kekuasaan Dinasti Hamdaniyah,
wilayah Kota Aleppo pun bertambah luas
meliputi Kelikiya, Malatya, Diarbekir,
Antioch, Tarsus, Mardin, dan Roum Qal’a.
Pada 962 M, Aleppo diserang tentara
Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium).
Penduduk dibunuh dan dijadikan budak,
serta bangunan-bangunan dihancurkan. Ali
Saif ad-Daulah melihat kota yang dibangunnya telah hancur. Ia lalu membangun
kembali jembatan, bangunan, dan tembok
yang telah porak-poranda. Dia mengundang
orang-orang dari Qisrin untuk tinggal di
kota itu. Setelah Ali Saif ad-Daulah tutup
usia, selama dua abad Aleppo terperosok
dalam kubangan anarki dan kekacauan.
Setelah kekuasaan Dinasti Hamdaniyah
berakhir, Aleppo dikuasai Dinasti Fatimiyah,
Mirdassid, Turki, dan kemudian jatuh ke
pangkuan Seljuk. Setelah itu, Aleppo kembali diambil alih Bizantium, dan pada 1108
M diserbu pasukan Perang Salib (Crusader).
Kota yang diliputi anarki itu kembali pulih
ketika Imaduddin Zangi diangkat menjadi
penguasa Aleppo. Sayangnya, pada 1170 M,
Kota Aleppo hancur diguncang gempa bumi.
Nuruddin Zangi yang merupakan putra dari
Imaduddin Zangi, kembali membangun kota
yang telah hancur. Setelah Nuruddin wafat,
Aleppo dikuasai oleh anaknya.
Tampuk kekuasaan lalu beralih ke
Salahudin al-Ayyubi (penguasa Dinasti
Ayyubiyah—Red), dan kemudian berpindah
ke tangan az-Zahir Ghazi. Aleppo kembali
mencapai kejayaannya pada era Dinasti
Ayyubiyah (579-659 H/1183 M-1260 M).
Salah satu raja yang tersohor waktu itu
bernama Ghazi Ibnu Salah Eddine.
Dia melindungi Aleppo dan kembali
membuat nama Aleppo harum dan disegani.
Era keemasan itu berakhir pada 1260 M,
ketika bangsa Mongol di bawah pimpinan
Hulagu Khan menghancurkan Aleppo.
Pada 1400 M, Mongol terusir dari Aleppo
setelah ditaklukkan Dinasti Mamluk. Sultan
Asyraf Saifuddin Qalawun kembali membangun Kota Aleppo. Setahun kemudian,
Aleppo lagi-lagi diserang bangsa Mongol.
Kali ini dibawah pimpinan Timur Lenk.
Mamluk kembali menguasai Aleppo dan
memulihkan lagi kota segala peradaban itu.
Di era kekuasaan Sultan Asyraf Qaitbay,
di Aleppo dibangun Masjid Firdaus dan
Khan Saboun. Kekuasaan Mamluk berakhir
pada 922 H /1516 M. Setelah itu, Aleppo
dikuasai Dinasti Usmani (922-1337
H/1516-1918 M). Kota itu juga sempat
diduduki tentara Prancis hingga 1946.
Sejak itu, Aleppo menjadi salah satu provinsi negara Suriah. ■ ed: heri ruslan
Download