Mekanisme Seesaw dalam Ruang dengan Dimensi

advertisement
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA
VOLUME 1, N OMOR 2
J ULI 2005
Mekanisme Seesaw
dalam Ruang dengan Dimensi Ekstra
Agus Purwanto∗
Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA),
Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Intisari
Mekanisme seesaw membangkitkan massa kecil neutrino dengan memperkenalkan neutrino kanan singlet
bermassa sangat massif M di dalam model standar dan massa kecil neutrino muncul sebagai massa efektif. Di
dalam teori dimensi ruang-waktu ekstra Kaluza-Klein, neutrino dengan massa massif bagi mekanisme seesaw
diperoleh secara alamiah yakni dari moda Kaluza-Klein.
K ATA KUNCI : neutrino massif, mekanisme seesaw dan dimensi ekstra
I.
PENDAHULUAN
Perkembangan menarik di dalam fisika partikel, baik secara
teoritis maupun eksperimen, adalah diidentifikasinya osilasi
neutrino oleh kolaborasi Super-Kamiokande [1] yang pada
gilirannya menyatakan massa tidak nol bagi neutrino. Analisa
hasil-hasil eksperimen baik neutrino matahari [2], neutrino atmosferik [3] dan LSND [4] menunjukkan massa neutrino sangat kecil
∆m2sol ≈ 3 × 10−6 − 1, 2 × 10−5 eV 2
∆m2atm ≈ 4 × 10−4 − 5 × 10−3 eV 2
∆m2LSN D ≈ 0, 2 − 2 eV 2
II. MODEL SEESAW
(1)
Hasil eksperimen ini meneguhkan kembali fisika di luar
model standar karena dalam kerangka model standar, berbeda
dari fermion lainnya, neutrino tidak bermassa. Persoalannya
adalah bagaimana mekanisme membangkitkan massa kecil
neutrino ini tanpa harus merusak model standar yang nota
bene telah berhasil baik menjelaskan banyak data eksperimen.
Mekanisme paling populer bagi pembangkitan massa sangat
kecil neutrino ini adalah mekanisme seesaw yakni dengan
memperkenalkan neutrino kanan singlet bermassa sangat
massif. Neutrino kanan sangat masif ini hanya teramati
dalam sektor energi tinggi yakni sekitar skala GUT dan tidak
teramati di wilayah energi rendah. Massa sangat berat ini
memberi Lagrangian efektif dengan massa neutrino sangat
kecil.
Pada saat yang sama, kajian terhadap kemungkinan ruang
kita mempunyai lebih dari tiga dimensi ruang beberapa tahun
terakhir ini hidup kembali. Sedikitnya ada empat alasan kita
memerlukan dimensi ruang-waktu ekstra yaitu unifikasi gravitasi dan interaksi gauge bagi partikel elementer, kuantisasi
interaksi gravitasi, masalah hirarki massa Higgs, dan masalah
∗ E- MAIL :
[email protected];
purwanto [email protected]
c Jurusan Fisika FMIPA ITS
konstanta kosmologi.
Keberadaan dimensi ruang-waktu ekstra tentu membawa
implikasi-implikasi fisis yang menarik dan memberi inspirasi
untuk melakukan kajian ulang terhadap aneka konsep fisika.
Di dalam makalah ini diperlihatkan bagaimana dimensi ekstra
lebih spesifiknya dimensi kelima ala Kaluza-Klein (KK)
berperan dalam menghadirkan neutrino dengan massa sangat
kecil.
A.
Suku Massa Model Standar
Model standar bagi elektrolemah adalah teori simetri gauge
SU (2) × U (1) dengan medan fermion dan boson vektor takbermassa. Massa berasal dari suku interaksi Yukawa
LqY = −ψ iL Ydij njR φ − ψ iL Yuij pjR φ̃ + h.c.
(2)
untuk sektor quark dengan φ̃ = iτ2 φ∗ dan
LℓY = ψ ℓiL Yeij ℓjR φ + h.c.
(3)
untuk lepton. Yd , Yu , Yℓ adalah matrik konstanta kopling
Yukawa 3 × 3,
 
 


d
u
ψ1L
niR =  s  , piR =  c  , ψiL =  ψ2L  (4)
b R
t R
ψ3L
dan lepton doublet
ψℓiL =
νℓiL
ℓiL
, ℓi = e, µ, τ
(5)
dan quark doublet
tL
cL
uL
.
, ψ3L =
, ψ2L =
ψ1L =
bL
sL
dL
(6)
050201-1
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
AGUS P URWANTO
Perusakan simetri secara spontan dengan nilai ekspektasi
vakum boson Higgs
0
hφivev = v+χ
(7)
√
2
membangkitkan massa
Lqmass = −nL Md nR − pL Mu pR + h.c.
bagi quark dengan Md,u =
√v Yd,u ,
2
(8)
dan
Lℓmass = −ℓL Me ℓR + h.c.
(9)
bagi lepton dengan Mℓ = √v2 Yℓ
Berbeda dari fermion sektor quark yang semuanya bermassa
fermion sektor lepton hanya elektron, muon dan tauon yang
mempunyai massa sedangkan neutrino ν tetap tidak bermassa.
B.
dengan operator konjugasi muatan C = −C −1 = −C † =
−C T
T
νR
= νL mD M −1 C
Subtitusi pers.(16) ke dalam pers.(10), dengan ν c = Cν T didapatkan Lagrangian efektif
L = νL mD M −1 mTD CνLT
1
− −νL mD M −1 C −1 M M −1 mTD CνLT + h.c
2
1
= νL mD M −1 mTD CνLT + h.c
2
1
= νL mD M −1 mTD CνLc + h.c
2
1
= νL mν νLc + h.c
(17)
2
dengan
mν = −mD M −1 mTD
Mekanisme Seesaw
Di depan telah disebutkan bahwa dalam sektor energi rendah hanya neutrino kiri νL yang muncul. Sekarang andaikan
neutrino kanan νR ada dan mengingat neutrino adalah anggota
famili lepton yang tidak bermuatan maka antipartikel dari
neutrino adalah neurino itu sendiri. Konsekuensinya neutrino
adalah partikel Majorana ν c = ν yang dapat mempunyai suku
massa umum sebagai berikut
1 c
M νR + h.c.
L = −νL mD νR − νR
2
(12)
Untuk M >> mD , maka
m2D
M
(14)
Tampak bahwa mν sangat kecil
Persamaan gerak bagi νR dalam limit statik diberikan oleh
∂L
T −1
C M =0
= −ν L mD − νR
∂νR
Pers.(14) bagi massa kecil neutrino mν atau pers.(18) disebut
hubungan Seesaw dan mekanisme mendapatkan massa kecil
mν dengan memperkenalkan massa sangat besar M ≈ 1014
GeV disebut mekanisme Seesaw [5].
III.
A.
memberi persamaan sekular |Mν − mI| = 0 dengan nilai
eigen
p
M ± M 2 + 4m2D
m1,2 =
(13)
2
m1 ≈ M, m2 ≡ mν ≈ −
(18)
DIMENSI EKSTRA
Unifikasi dan Masalah Hirarki
(10)
Kita tinjau kasus satu generasi terlebih dulu. Rapat Lagragian
(10) dapat ditulis sebagai
c 1
0 mD
νL
c
L = − νL νR
+ h.c. (11)
mD M
νR
2
Diagonalisasi matriks massa
0 mD
Mν =
mD M
atau νR = −M −1 mTD CνLT (16)
(15)
Tahun 1919, teori Maxwell bagi medan elektromagnetik
merupakan teori yang telah mapan dan teori gravitasi Einstein baru dirumuskan. Sedangkan interaksi inti kuat maupun
lemah belum diketahui dengan baik. Karena itu, upaya
unifikasi yang ada hanya dilakukan pada kedua interaksi elektromagnetik dan gravitasi. Upaya ini pertama kali dilakukan
oleh Theodore Kaluza [6] dengan mempostulatkan satu dimensi ruang-waktu ekstra. Teori Kaluza mampu mendiskripsikan dengan baik bahwa gaya gravitasi dan elektromagnetik
mempunyai asal yang sama. Masalahnya, jika dimensi kelima
memang ada mengapa kita tidak melihatnya. Masalah ini dijelaskan oleh Oscar Klein [7] dengan mengasumsikan bahwa
dimensi kelima mempunyai topologi bundar sedemikian rupa
sehingga periodik 0 ≤ mz ≤ 2π dengan m adalah invers dari
jari-jari lingkaran S 1 . Dengan demikian, unifikasi dapat terjadi dalam ruang dengan dimensi lebih dari empat.
Kembali pada kedua interaksi gravitasi dan elektromagnetik
yang telah dikenal baik. Gaya gravitasi antara dua obyek
makroskopik yang dipisahkan oleh jarak r memenuhi hukum
invers-kuadrat, F ∝ r−2 . Dari eksperimen akselerator
kita ketahui bahwa interaksi elektromagnetik dari partikel
bermuatan juga memenuhi hukum yang sama, hukum inverskuadrat.
Tetapi kemampuan eksperimen terbatas dan dengan demikian
pengetahuan kita tentang keabsahan hukum alam tersebut. Sebagai contoh, sampai saat ini belum diketahui bagaimana perilaku gaya gravitasi pada jarak kurang dari 10−4 cm, atau pada
050201-2
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
AGUS P URWANTO
jarak lebih besar dari 1028 cm. Semua yang kita ketahui ialah
untuk wilayah 10−4 ≤ r ≤ 1028 cm hukum invers-kuadrat
memberikan deskripsi yang baik mengenai interaksi gravitasi
nonrelativistik, tetapi mungkin berbeda untuk wilayah di luar
interval tersebut.
Sampai saat ini belum diketahui bagaimana perubahan yang
akan terjadi pada hukum invers-kuadrat di atas. Salah satu
skenario perubahan tersebut adalah sesuai dengan hukum ruang dimensi tinggi jika dimensi ekstra memang ada. Teori
dimensi ekstra ini juga menarik secara eksperimental karena
menawarkan skala baru TeV yang bisa dideteksi oleh laboratorium generasi mendatang terdekat.
Dimensi ini secara sederhana difahami tersusun rapi pada
manifold beradius kecil dengan ukuran invers skala Planck,
ℓp = MP−1
l , karenanya tetap tersembunyi pada energi rendah. Kenyataan menantang yang memotivasi ketertarikan
pada penghidupan kembali gagasan ini adalah realisasi kemungkinan dimensi ekstra sebesar milimeter dan masih tersembunyi bagi eksperimen tetapi dengan efek baru yang mungkin
dapat diamati dalam waktu dekat. Di antara tanda-tanda
eksperimental tersebut adalah penyimpangan hukum Newton
pada jarak kecil dan berbagai fenomena fisika penabrak (collider physics). Salah satu keistimewaan yang menyolok dari
teori ini adalah solusi alamiah atas masalah hirarki.
Masalah tersebut berupa adanya selang antara skala energi
elektrolemah yang merupakan energi maksimum yang dapat
dicapai oleh laboratorium yakni sebesar mEW ≈ 102 GeV
dan skala unifikasi gaya-gaya MGU T ≈ 1016 GeV serta skala
Planck MP l ≈ 1019 GeV. Jika terdapat lebih dari empat
dimensi keadaan di atas dapat dimodifikasi secara drastis.
Untuk menjelaskan hal tersebut anggap terdapat δ dimensi
ruang ekstra yang tertempel dan menjadi elemen alamiah
sedemikian rupa sehingga kita hanya merasakan empat dimensi. Selanjutnya anggap bahwa dimensi ini berjejari R .
Dengan demikian bila dua pertikel uji bermassa m1 dan m2
dipisahkan oleh jarak r >> R , keduanya akan merasakan
potensial gravitasi biasa
m1 m2
U (r) = GN
(19)
r
B. Gambaran Kaluza-Klein
Seperti disebutkan di depan, gagasan dimensi ekstra selain
empat dimensi dunia kita sesungguhnya merupakan gagasan
lama yakni setua pekerjaan dari Kaluza dan Klein di tahun
1920-an. Berikut ini diberikan gagasan dasar dari skenario
Kaluza- Klein bagi dimensi ekstra.
Tinjau teori lima dimensional dengan koordinat (xµ , z) ,
µ = 0, 1, 2, 3, dan arah z terkompaktifikasi pada lingkaran
2πR dan mempunyai perioda z = z + 2πR. Dunia kita
(brane), di mana doublet lepton dan medan Higgs berada,
terletak di z = 0. Partikel lainnya misalkan neutrino kanan
seperti yang akan kita bahas nanti dapat bergerak di seluruh
bagian ruang. Dengan demikian dunia tiga dimensi x1 , x2 , x3
kita bagai garis lurus pada silinder panjang takhingga dengan
radius R seperti ilustrasi berikut.
Gambar 1: Garis Dunia
Untuk memperoleh gambaran kongkrit gagasan KK, kita
tinjau kasus sederhana yaitu medan skalar tidak bermassa.
Dengan menganggap bahwa silinder homogen dan metrik
adalah datar, Lagrangian dalam ruang keseluruhan berbentuk
1
L = − ∂A φ∂ A φ, A = 0, 1, 2, 3, 4
2
(22)
Medan skalar φ memenuhi syarat periodik di dalam dimensi
ekstra
φ(x, z) = φ(x, z + 2πR)
(23)
2
dengan G−1
N = MP l . Tetapi bila r << R , energi potensial
keduanya adalah
m1 m2
U (r) = G δ+1
(20)
r
Selanjutnya, ekspansi Fourier bersangkutan
dengan G−1 = M δ+2 adalah kontstanta kopling dari gravitasi
di dalam dimensi 4 + δ yang mendefinisikan skala fundamental M yang mana gravitasi menjadi kuat. Persamaan terakhir
ini bila diambil sebagai persamaan fundamental maka berimplikasi bahwa skala gravitasi empat dimensi efektif diberikan
oleh
Subtitusi pers. (24) ke dalam Lagrangian (22) memberikan
MP2 l = M δ+2 Vδ
(21)
dengan Vδ adalah volume ruang ekstra. Pers.(21) menyatakan
bahwa bila volume cukup besar maka skala fundamental dapat
menjadi sebesar mEW , dan berarti bahwa hirarki ditiadakan.
Untuk δ = 2 dan R kurang dari 1 milimeter kita dapatkan
skala fundamental M ≈ 1TeV yang akan dapat dijangkau
skala energi laboratorium mendatang.
φ(x, z) =
∞
X
φn (x)einz/R
(24)
n=−∞
L=−
∞
mn
1 X ∂µ φm ∂ µ φn − 2 φm φn ei(m+n)z/R
2 m,n=−∞
R
(25)
Aksi bersangkutan
Z
Z 2πR
dzL
S =
d4 x
050201-3
0
2πR
= −
2
Z
d4 x
2
∞ X
n
∗
φ
φ
∂µ φn ∂ µ φ∗n +
n n
R2
n=−∞
(26)
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
AGUS P URWANTO
Selanjutnya, lakukan redefinisi
√
ϕk = 2πRφk
(27)
maka aksi dapat ditulis sebagai
Z
1
S = −
d4 x∂µ ϕ0 ∂ µ φ0
2
2
Z
∞ X
n
∗
µ ∗
4
ϕn ϕn (28)
∂µ ϕn ∂ ϕn +
− d x
R2
n=1
Karena itu, spektrum dari teori terkompaktifikasi terdiri
dari medan skalar riel tunggal tak bermassa yang disebut
moda nol ϕ0 dan sejumlah tak berhingga medan skalar kompleks massif dengan massa mk ,
mk =
|k|
R
(29)
Pers.(28) dan (29) memberikan pengertian sebagai berikut.
Dari sudut pandang (3+1) dimensional, setiap moda KaluzaKlein dapat diinterpretasikan sebagai partikel bermassa mn =
|n| /R. Setiap medan multidimensional berkaitan dengan satu
menara KK dari partikel-partikel empat dimensional dengan
massa yang bertambah. Semua keadaan di atas disebut moda
KK. Pada temperatur rendah yakni E << 1/R hanya moda
nol yang penting sedangkan pada energi tinggi E >> 1/R
semua moda KK jadi esensial.
Model dimensi ekstra tipe baru yaitu model ArkaniHamed-
Dimopoulos-Dvali [8] dan Randal-Sundrum [9] diperkenalkan. Keduanya dikemukakan untuk mendapatkan solusi
baru bagi masalah hirarki. Banyak keistimewaan dari model
ini yang diwarisi dari model KK.
IV. MASSA RINGAN TANPA SKALA MASSA BERAT
A.
Model dan Kondisi Seesaw
Di dalam model [10] berikut ini, hanya neutrino kanan yang
dianggap hidup di dalam dimensi ekstra sedangkan neutrino
kiri νL tidak. Secara khusus, kita tinjau fermion Dirac lima
dimensional tunggal Ψ yang di dalam basis Weyl dapat diuraikan ke dalam dua spinor komponen-dua Ψ = (ψ1 ψ̄2 )T .
Kita tetapkan juga kondisi ψ1,2 (−z) = ±ψ1,2 (z) yang mana
z adalah koordinat dimensi kelima. Asumsi bahwa dunia kita
(brane) terletak di titik tetap orbif old y = 0 tampak bahwa
ψ2 lenyap di dunia kita dan kopling paling alamiah adalah antara νL dan ψ1 . Bentuk aksi lima dimensional paling umum
dari model dengan ketentuan di atas diberikan oleh
Z
S =
d4 xdzMs ψ1 iσ̄ A ∂A ψ1 + ψ2 iσ̄ A ∂A ψ2
1
+ M0 (ψ1 ψ1 + ψ2 ψ2 + h.c.)
2
Z
+ d4 x {νL iσ̄ µ Dµ νL + (mνL ψ1 |z=0 + h.c.)}
(30)
dengan massa Majorana M0 bagi Ψ.
Selanjutnya untuk kompaktifikasi ke dimensi empat kita
ekspansi medan Ψ lima dimensional ke dalam moda KK.
Hubungan orbif old, ψ1,2 (−z) = ±ψ1,2 (z) mempunyai implikasi bahwa uraian KK medan bersangkutan mempunyai bentuk
ψ1 (x, z) = √
ψ2 (x, z) = √
S =
4
(
∞
1 X (n)
ψ2 (x) sin(nz/R)
2πR n=0
(0)
(0)
d x νL iσ̄ µ Dµ νL + ψ 1 iσ̄ µ ∂µ ψ1 +
∞ X
N
(n)
iσ̄ µ ∂µ N (n) + M
(n)
iσ̄ µ ∂µ M (n)
n=1
∞
n (n) (n) n (n) (n) i
1 X h
1
(0) (0)
M0 +
N N
+ M0 −
M M
M0 ψ 1 ψ 1 +
+
2
2 n=1
R
R
#)
∞ X
(n)
(n)
(0)
(n)
(n)
+ h.c.
mN νL N
+ mM νL M
+ mνL ψ1 +
!
(31)
Subtitusi ekspansi (31) ke dalam aksi (30) didapatkan aksi
empat dimensional
Gambar 2: Menara Kaluza-Klein
Z
∞
1 X (n)
ψ1 (x) cos(nz/R)
2πR n=0
n=1
050201-4
(32)
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
AGUS P URWANTO
dengan kombinasi linier
dengan
1 (n)
(n)
N (n) = √ ψ1 + ψ2
2
1 (n)
(n)
(n)
M
= √ ψ1 − ψ2
, n>0
2
N T = νL , ψ (0) , N (1) , M (1) , N (2) , M (2) , · · ·
(35)
(33)
Selanjutnya, bila suku massa aksi (32) ditulis dalam bentuk
1
N MN T + h.c.
2
Lmass =






M = 





(34)
(1)
0
m
mN
m M0
0
(1)
mN 0 M0 +
(1)
0
mM 0
(2)
mN 0
0
(2)
0
mM 0
..
..
..
.
.
.
maka matriks massa bersangkutan berbentuk
(1)
1
R
mM
0
0
M0 −
0
0
..
.
(2)
1
R
mN
0
0
0
M0 +
0
..
.
(2)
2
R
mM
0
0
0
0
M0 −
..
.
2
R

···
··· 

··· 


··· 

··· 

··· 

..
.
(36)
Untuk M0 = 0, persamaan nilai eigen
dengan
mN
(n)
= m (cos(ny/R) + sin(ny/R))
(n)
mM
= m (cos(ny/R) − sin(ny/R))
|M − λI| =
∞
Y
k=1
!
λ2 −
k
R
= 0
2 #
(37)

λ2 − m2 −
Dari persamaan di atas tampak bahwa persamaan simetrik ter(l)
(l)
hadap operasi λ → −λ jika mN = mM dan ini berarti
bahwa mekanisme seesaw lenyap antara nilai eigen positip
dan negatip. Karena itu
(l)2
(i)2
mN − mM 6= 0
(l)2
(l)2
X λ2 mN + mM +
λ2 −
l=1
l 2
R
(l)2
(i)2
mN − mM


(38)
yang relevan dengan bahasan lebih lanjut berbentuk
L = νL iσ̄ µ Dµ νL +
(39)
+
merupakan kondisi bagi mekanisme seesaw.
B.
lλ
R
!
∞
X
N
(n)
iσ̄ µ ∂µ N (n)
n=1
#
∞
∞
X
1 X n (n) (n)
(n)
νL N
+ h.c.
N N
+m
2 n=1 R
n=1
(40)
Jelas, kasus ini memenuhi kondisi seesaw (39). Penulisan
kembali Lagrangian massa sebagaimana (35) dengan
Massa Neutrino
Untuk mendapatkan gambaran riel mekanisme seesaw dari
(l)
(i)
moda KK kita tinjau kasus mN = m, mM = 0. Lagrangian
050201-5
N T = νL , N (0) , N (1) , N (2) , · · ·
(41)
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
memberikan matriks massa

0 m
m 0

m 0

M = m 0

m 0

.. ..
. .
m m m
0 0 0
1
R 0 0
0 R2 0
0 0 R3
.. .. ..
. . .
AGUS P URWANTO

···
··· 

··· 

··· 

··· 

..
.
(42)
tar penulis untuk memasuki dan menekuni fisika teoritis, juga
meneladankan bagaimana menjadi ilmuwan sejati di tengah
masyarakat yang tidak menghargai ilmu pengetahuan. Penulis
sampaikan ungkapan terimakasih pada Anwari Fundamental Sciences Foundation (AFSiF) yang mendukung dana bagi
penelitian ini.
LAMPIRAN A: DETERMINAN MATRIKS MASSA
Matriks massa ini memberi persamaan sekular
0 = |M − µI|
(
N Y
X
k
=
−µ
µ2 − m2 + µm2
R
i=1
k=1
i
R
)
1
(43)
−µ
Nilai eigen terkait dengan mekanisme seesaw, untuk N besar
sekali, mempunyai bentuk
−m2 R ln N
(44)
µ1,2 ≈
1
R ln N
Bandingkan pers.(44) dengan pers.(14) didapatkan massa
massif neutrino Majorana konvensional disubtitusi oleh
−m2 R ln N . Sedangkan massa kecil neutrino diberikan oleh
1
R ln N .
V.
KESIMPULAN
Di dalam mekanisme seesaw konvensional neutrino Majorana massif ditambahkan begitu saja (by hand) ke dalam Lagrangian model standar. Neutrino ini tidak teramati di wilayah
energi rendah karena massanya di sekitar massa GUT. Di
dalam konteks dimensi ekstra peran neutrino massif ini diambil oleh partikel alamiah yang hidup di dalam dimensi ekstra
dan mempunyai massa mk = |k|
R.
Berikut ini diberikan perhitungan rinci matriks massa. Perhatikan matriks n × n B,

b11 · · · b1n


B =  ... . . . ...  .
(A1)
bn1 · · · bnn
Determinan matriks B menurut definisi diberikan oleh
b11 · · · b1n det B = |B| = ... . . . ... .
bn1 · · · bnn 
=
(−1)i+j bij B ij
(A2)
j=1
dengan B ij adalah minor bij dari determinan B.
Selanjutnya, terapkan rumusan di atas pada matriks khusus M
dengan bentuk
z y0
 x0 a00
x a
1
10
M = 
 .
..
 ..
.
xn an0
z yT
=
x A

Ucapan terimakasih
Makalah ini penulis dedikasikan kepada Prof. Tjia May
On dan Dr. Hans J. Wospakriek (alm) yang telah mengan-
n
X
y1
a01
a11
..
.
an1
· · · yn
· · · a0n
· · · a1n
.
..
. ..
· · · ann






(A3)
Ekspansi determinan terhadap suku-suku minor(A2) pada
matriks M memberikan bentuk sederhana seperti berikut,
050201-6
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
det M =
=
=
=
AGUS P URWANTO
x0 a00 · · · a0n−1 x0 a00 · · · a0n x0 a01 · · · a0n x1 a10 · · · a1n−1 x1 a10 · · · a1n x1 a11 · · · a1n n−1
+
·
·
·
+
(−1)
y
+
y
z |A| − y0 .
.
.
.
.
.
.
.
.
n
1
.. . . .
.. .. . . . .. .. . . . .. ..
..
..
xn an0 · · · ann−1
xn an0 · · · ann
xn an1 · · · ann

 a01 · · · a0n 
a01 · · · a0n 
 a11 · · · a1n 
.. . .
.. .
.
.
n−1
..
.
. . .. + · · · + (−1)
.. − x1 ..
z |A| − y0 x0 .
xn ...
.
.
.



 an−11 · · · an−1n an1 · · · ann
an1 · · · ann
 a01 · · · a0n−1 
 a11 · · · a1n−1 .. . .
.. . .
.. .
n−1
.
+ · · · + (−1)
yn x0 .
−
x
1
.
.
. .  .

an1 · · · ann−1 an1 · · · ann−1 
a01 · · · a0n−1 

..
..
+ · · · + (−1)n−1 xn ...
.
.

an−11 · · · an−1n−1 
z |A| − x0 y0 Ā00 − x0 y1 Ā01 + · · · + (−1)n x0 yn Ā0n − −x1 y0 Ā10 + x1 y1 Ā11 + · · · + (−1)n+1 x1 yn Ā1n
+ · · · − (−1)n xn y0 Ān0 + (−1)n+1 xn y1 Ān1 + · · · + xn yn Ā0n
n
X
(−1)i+j xi Āij yj
(A4)
z |A| −
ij
dan minor
LAMPIRAN B: NILAI EIGEN SEESAW
Perhatikan matriks

−λ m
 m −λ

 m

M − λI =  m

 m

..
.
m
1
R
m
−λ
2
R
m
−λ
3
R
−λ
···
..
.

|A|
−λ
Q
k
−λ k=1 R
−λ
=
i
R −λ








Āii =
(B4)
(B1)
Bandingkan matriks M − λIdengan matriks (A3) maka z =
−λ, xi = yi = m, Aij = Aii δij sehingga pers. (A4) menjadi
|M − λI| = z |A| −
= z |A| −
N
X
Dengan demikian ungkapan lengkap determinan dierikan oleh
bentuk berikut
(−1)i+j xi Āii δij yj
ij
N
X
x2i Āii
i=0
2
= −λ |A| − m2
N
X
Āii
(B2)
|M − λI| = λ
i=0
Yk
k=1
R
−λ
Yk
=
(B3)
050201-7
i=1
k=1
R
2
−λ −m
X −λ
Yk
= 0
R
k=1
−m2
dengan determinan matriks A untuk kasus khusus kita
|A| = −λ
i
R
Q
k
k=1 R
i
R −λ
Yk
k=1
−λ
R
−λ
(
X
−λ
λ2 − m2 + λm2
i
i=1 R
1
−λ
)
(B5)
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
AGUS P URWANTO
Uraiannya
1
2
N
0 =
−λ
− λ ···
− λ λ2 − m2
R
R
R
X
Yk
1
+m2 λ
−λ
i
R
−
λ
i=1 R
k=1

N N X
 m2 N !
Y
R
k
+ ···
= − N + m2 λ
 R
R j=1 j
k=1
1
2
N
+(−1)N −1 λN +1
+ (−1)N λN +2
+ + ···
R R
R
Penulisan ke dalam ekspansi (B6) memberikan Kita
koefisien-koefisien Ck
C0 =
N
Y
k=1
−C1 =
..
.
N
Y
(λk ) λ+ λ−
λk
k=1
!N
)
#
X 1
λ+ + λ− +
λ+ λ−
λl
(
(B9)
CN +1 = (−1)N +1
2
+m λ {λ2 λ3 · · · λN + · · · + λ1 λ2 · · · λN −1 }
N N X
Y
m2 N !
R
k
= − N + 2m2 λ
+ ···
R
R j=1 j
+(−1)
λ
N X
k
R
k=1
m2 N !
RN
N N X
Y
R
k
= 2m2
R j=1 j
C0 = −
k=1
−1
N m2 R
m N! Y 1
+
+
·
·
·
RN
R
l
k=1
−1
N
Y
m2 R2
1+
= −m2
+
·
·
·
l2
k=1
!
#−1
N
X
1
2
2 2
= −m 1 + m R
+ ···
l2
2
= −
k=1
CN +1 = (−1)N −1
(B7)
k=1
CN +2 = (−1)N
k
R
l=1
Di sisi lain, pers.(B5) dapat ditulis dan diuraikan sebagai
berikut
0 =
N
Y
k=1
≈ −m2
N
Y
k=1
λ+ + λ−
!N
)
#
X 1
λk λ+ + λ− +
−λ
λ+ λ−
λl
l=1
k=1
)
(
N
X
N +1 N +1
+ · · · + (−1)
λ
λl
λ+ + λ− +
≈ −m2 R
(
N
Y
N
X
1
l=1
l
(B12)
Hasil ini juga dapat diperoleh dari penyamaan koefisien
CN +1 .
Dari dua hasil λ+ , λ− di depan
l=1
+(−1)N +2 λN +2
#−1
#
!N
X 1
λ+ λ−
−
λk
= −C1
λl
l=1
k=1
#−1
!N
N X
N Y
Y
k
R
2
= −2m
λk
R j=1 j
k=1
k=1
#
!N
X 1
2
+m
λl
!
l=1
(λk ) λ+ λ−
N
Y
(B11)
ii) dari C1
(λk − λ) (λ+ − λ) (λ− − λ)
= (λ1 − λ) (λ2 − λ) · · · (λ+ − λ) (λ− − λ)
= λ1 λ2 · · · λN λ+ λ−
−λ {λ1 λ2 · · · λN λ+ + λ1 λ2 · · · λN λ−
+ λ+ λ− (λ1 · · · λN −1 + · · · + λ2 · · · λN )}
+ · · · + (−1)N +1 λN +1 (λ1 + λ2 + · · · λN + λ+ )
+(−1)N +2 λN +2
=
λl
λl =
Kita dapatkan koefisien-koefisien Ck ,
N X
l=1
)
l
m2 R
+
+ ···
(B10)
R
l
(B6) Dengan demikian, membandingkan dua ungkapan koefisien
Ck didapatkan
i) dari C0
#−1
!N
Y
λk
λ+ λ− = C0
+ (−1)N λN +2
..
.
λ+ + λ− +
N
X
Selanjutnya, asumsikan bahwa mR << 1, λl dapat diekspansikan sebagai
= C0 + C1 λ + · · · + CN +1 λN +1 + CN +2 λN +2
C1
(
CN +2 = (−1)N +2
k=1
N −1 N +1
l=1
(B8)
050201-8
0 = (λ − λ+ )(λ − λ− )
= λ2 − λ(λ+ + λ− ) + λ+ λ−
(B13)
J. F IS . DAN A PL ., VOL . 1, N O . 2, J ULI 2005
AGUS P URWANTO
dapat diperoleh dua akar yang tidak lain adalah nilai eigen
p
λ+ + λ− ± (λ+ + λ− )2 − λ+ λ−
λ1,2 =
2
p
µ ± µ2 + 4m2
=
(B14)
2
Untuk limit N → ∞
dengan
µ = −m2 R
N
X
1
l=1
l
Untuk kasus µ >> m, didapatkan
q
2
µ ± µ 1 + 4m
µ2
λ1,2 =
2 1
2m2
µ ± µ 1 + 2 + ···
=
2
µ
µ
≈
−m2 /µ
(B15)
µ = −m2 R
N
X
1
l=1
l
≈ −m2 R ln N.
(B17)
(B16)
[1] Y. Fukuda, et al, Phys. Rev. Lett. 81 (1998) 1562; Phys. Lett.
B436 (1998) 33.
[2] J. Bahcall, P. Krastev dan A. Smirnov, Phys. Rev. D58 (1998)
096016.
[3] M.C. Gonzalez-Garcia dkk., Phys. Rev. D58 (1998) 033004.
[4] C. Athanassopoulos dkk., Phys. Rev. Lett. 75 (1995) 2650;
Phys. Rev. C58 (1998) 2489.
[5] M. Gell-Mann, P. Ramond, R. Slansky: in Supergravity, ed.
P. van Nieuwenhuizen and D. Z. Freedman, North Holland,
1979.
T. Yanagida: in Proceedings of Workshop on Unified Theory
and Baryon Number in the Universe, ed. O. Sawada and A.
Sugamoto, KEK, 1979.
[6] T. Kaluza, in An Introduction to Kaluza-Klein Theories, transl.
by T. Muta, World Scientific, Singapore, 1984.
[7] O. Klein, in An Introduction to Kaluza-Klein Theories, transl.
by T. Muta, World Scientific, Singapore, 1984.
[8] N. Arkani-Hamed, S. Dimopoulos, G. Dvali, Phys. Lett. B429
(1998) 263.
[9] L. Randal and R. Sundrum, Phys. Rev. Lett. 83 (1999) 3370.
[10] K.R. Dienes, E. Dudas and T. Gherghetta, Nucl. Phys. B557
(1999) 25.
050201-9
Download