Agama Ramah Dimulai dari Diri Sendiri

advertisement
Buka Puasa Lintas Iman
Agama Ramah Dimulai dari Diri Sendiri
Ini sebuah keakraban alami sesama manusia.
27 Juni 2015 18:15
SU Herdjoko
Pluralisme
http://www.sinarharapan.co/news/read/150627057/agama-ramah-dimulai-dari-diri-sendiri
REUNI,
BUKA
BERSAMA,
DISKUSI
-
Anggota
Persaudaraan
Sejati
menggelar
reuni
Lintas
dengan
berbuka bersama, dilanjutkan
diskusi
Agama
Ramah
Lingkungan di Aula Pastoran
Gereja St Fransiskus Xaverius
Kebon
Dalem,
Semarang,
Selasa (23/6) petang.
SEMARANG - Belasan umat Islam itu melaksanakan salat maghrib di lantai dua di atas
aula Pastoran Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kebon Dalem, Semarang, Jawa Tengah,
Selasa (23/6) petang. Romo Aloysius Budi Purnomo Pr yang memimpin Paroki Gereja
Kebon Dalem menunjukkan tempat salat tersebut.
"Silakan melaksanakan salat maghrib di lantai atas. Tempat wudu ada di bawah," ujarnya.
Tempat wudu yang dimaksud memang dibuat khusus, bisa digunakan beberapa orang
sekaligus. Wujudnya berupa bak tandon air besar yang diberi beberapa keran. Dari air
jernih yang mengucur itulah, para muslim bersuci diri. Semuanya ada di lingkungan gereja
Katolik.
Itulah suasana akrab yang terlihat dalam acara Reuni Persaudaraan Sejati Lintas Iman.
Mereka yang hadir memang berasal dari berbagai kalangan pemeluk agama dan
kepercayaan, mulai Katolik—sebagai tuan rumah—Kristen, Konghucu, Islam, Persatuan
Islam Tionghoa Indonesia, Gusdurian, Ahmadiyah, dan komunitas lain.
1
Mereka menggelar reuni yang dibarengi berbuka bersama bagi umat Islam. Acara
dilanjutkan dengan diskusi yang membahas agama ramah lingkungan.
Romo Budi, demikian panggilan akrab Aloysius Budi Purnomo, mengaku ia sangat akrab
dengan para santri. Bahkan ia bercerita, ada seorang tokoh pengasuh Pondok Pesantren
Pandanaran di Yogyakarta, Sleman, yang mengaku seiman. "Beliau berkata, kami ini
seiman; hanya berlainan agama," ujar Romo Budi.
Dalam aula itu juga terlihat, ada sekitar tujuh orang dari Ahmadiyah yang merasa aman
datang dan berbaur. Mereka berusia di atas 40-an tahun. Tidak ada mimik khawatir sama
sekali.
Mereka yang berbeda agama pun menerima kalangan Ahmadiyah dengan ramah. Ini
sebuah keakraban alami sesama manusia.
Ketika Yosua Reza dan Manasir dari Fakultas Teologi Univeristas Kristen Satya Wacana,
Salatiga, berjumpa dengan beberapa santri putrid, mereka saling sapa dengan akrab.
"Hai, bagaimana kabarmu?" ujar Sisi, gadis berjilbab, menyapa Yosua.
Yosua dengan tersenyum menjawab, "Sehat-sehat saja!"
Yosua pun bercerita, ia dan Sisi pernah berjumpa pada Februari 2015 dalam acara Kemah
Bersama Forum Kerukunan Umat Beragama di Kali Putih, Salatiga. Di sana, berbagai
kalangan muda dari berbagai pemeluk agama bertemu. Mereka saling kenal dan
berdiskusi untuk saling tahu perbedaan.
"Meski berbeda, kami bisa saling peduli untuk sesuatu yang kami anggap perlu dibantu,
misalnya kasus nasib Wong Sikep dari Komunitas Samin yang tanahnya akan tergusur
karena dipaksa menjual guna mendirikan pabrik semen. Kami merasa tergugah. Di situlah
kami merasa ada kebersamaan," tuturnya.
Ahmad Sodiqin dari Universitas Wahid Hasyim Semarang mengungkapkan, "Ini
sebenarnya kebersamaan yang mahal. Saya senang sekali bisa bersama dan peduli untuk
sesuatu yang berguna. Kami memiliki perbedaan, namun bisa saling terbuka. Ini mahal
sekali."
Para ibu dari Pelayanan Masyarakat Paroki Gereja Kebon Dalem sudah sibuk sejak pukul
13.00. "Kami membuat kolak dan makanan kecil. Hanya bakso dan nasi yang kami pesan.
2
Sibuk, tapi senang," kata Irma Hermawan didampingi Kumalawati. Ada 20 ibu dibantu
sekitar 10 pemuda dari Orang Muda Katolik yang menyiapkan acara reuni dan buka
bersama itu.
Peduli Wong Samin
Acara dimulai dengan memutar video perjuangan Wong Sikep—sebutan untuk komunitas
Samin—yang tinggal di Pati dan Rembang, Jawa Tengah. Mereka adalah kelompok
masyarakat Jawa penganut Saminisme. Mereka hidup sederhana dan menggantungkan
diri dari hasil pertanian. Mereka mempertahankan diri tidak menyekolahkan
anak-anaknya, namun mendidiknya sendiri.
Ketika PT Semen Gresik ingin mendirikan pabrik semen di Sukolilo, Kabupaten Pati, Wong
Sikep menolak. Mereka tidak mau tanah garapannya berlatih fungsi menjadi pabrik
semen.
Gerakan menolak yang dipimpin Gunretno dan Gunarti itu dengan alasan pasti: mereka
akan kehilangan lahan pertanian untuk anak-cucu mereka. Padahal, mereka memang hanya
memastikan hidup dari pertanian.
Gerakan itu berhasil, meski lewat jalan proses hukum hingga 2009. Wong Sikep menang
hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Akan tetapi, untuk gerakan menolak rencana
pendirian pabrik semen di Rembang, mereka kalah. Pengadilan Tata Usaha Negara
Semarang menganggap, penolakan warga Rembang yang mendapat dukungan Wong Samin
terhadap rencana pendirian pabrik semen terlambat pada sidang April 2015.
PT Semen Indonesia pun mulai mendirikan pabrik semen di Rembang. Proyek ini akan
menggempur kawasan bukit kapur di Pegunungan Kendeng sebagai bahan semen.
Pada diskusi soal agama ramah lingkungan, Donny Danardono, pengajar Etika Lingkungan
di Program Magister Lingkungan dan Perkotaan Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang, yang menjadi pembicara membawakan makalah "Katolik dan Lingkungan".
Donny memaparkan pemikiran soal lingkungan dari Paus Fransiskus yang tertuang dalam
surat edaran tertanggal 18 Juni 2015, berjudul "On Care for Our Common Home". Dalam
surat edaran itu disebutkan, penyebab krisis lingkungan, seperti perubahan iklim, adalah
etika antroposentrisme (yang menganggap manusia adalah pusat alam) yang berkembang
di ruang publik (pemerintahan dan bisnis) maupun ruang privat (rumah tangga dan
pendidikan).
3
"Paus tidak hanya mendorong perlunya dialog global, namun juga mendorong umat Katolik
menyadari posisinya sebagai bagian kecil dari lingkungan ini," ucap Donny.
Rini, seorang perempuan berjilbab, mengajak agar kepedulian terhadap lingkungan tidak
berhenti pada wacana, namun harus ada tindakan nyata. "Itu pernah dilakukan bersama
ketika membersihkan mata air di Taman Budaya Raden Saleh Semarang. Gerakan lebih
besar bisa terwujud dalam skala lebih luas," tuturnya.
Sumber : Sinar Harapan
4
Download