pengembangan model inquiry di dalam pendidikan ilmu

advertisement
Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
melalui Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok
Iswanardi
SMAN Klakah, Lumajang
Abstrak
Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas V SDN 7 Genteng ini
menggunakan penelitian tindakan kelas. Fokus penelitian ini diarahkan pada
bagaimana model ceramah dan kerja kelompok secara efektif dapat
meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Katakunci: model gabungan ceramah, kerja kelompok
PENDAHULUAN
Kualitas pendidikan, sebagai salah satu pilar pengembangan sumberdaya
manusia yang bermakna, sangat penting bagi pembangunan nasional.
Bahkan dapat dikatakan masa depan bangsa bergantung pada keberadaan
pendidikan yang berkualitas yang berlangsung di masa kini. Pendidikan
yang berkualitas hanya akan muncul dari sekolah yang berkualitas. Oleh
sebab itu, upaya peningkatan kualitas sekolah merupakan titik sentral upaya
menciptakan pendidikan yang berkualitas demi terciptanya tenaga kerja
yang berkualitas pula. Dengan kata lain upaya peningkatan kualitas sekolah
adalah merupakan tindakan yang tidak pernah terhenti, kapanpun,
dimanapun dan dalam kondisi apapun.
Dalam upaya peningkatan kualitas sekolah, tenaga kependidikan yang
meliputi, tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas,
peneliti, teknis sumber belajar, sangat diharapkan berperan sebagaimana
mestinya dan sebagai tenaga kependidikan yang berkualitas. Tenaga
pendidik/guru yang berkualitas adalah tenaga pendidik/guru yang sanggup,
dan terampil dalam melaksanakan tugasnya.
Tugas utama guru adalah bertanggung jawab membantu anak didik dalam
hal belajar. Dalam proses belajar mengajar, gurulah yang menyampaikan
pelajaran, memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kelas,
membuat evaluasi belajar siswa, baik sebelum, sedang maupun sesudah
pelajaran berlangsung (Combs, 1984: 11-13). Untuk memainkan peranan
dan melaksanakan tugas-tugas itu, seorang guru diharapkan memiliki
kemampuan profesional yang tinggi. Dalam hubungan ini maka untuk
mengenal siswa-siswanya dengan baik, guru perlu memiliki kemampuan
untuk melakukan diagnosis serta mengenal dengan baik cara-cara yang
paling efektif untuk membantu siswa tumbuh sesuai dengan potensinya
masing-masing.
166
Iswanardi
Proses pembelajaran yang dilakukan guru memang dibedakan keluasan
cakupannya, tetapi dalam konteks kegiatan belajar mengajar mempunyai
tugas yang sama. Maka tugas mengajar bukan hanya sekedar menuangkan
bahan pelajaran, tetapi teaching is primarily and always the stimulation of
learner (Wetherington, 1986: 131-136), dan mengajar tidak hanya dapat
dinilai dengan hasil penguasaan mata pelajaran, tetapi yang terpenting
adalah perkembangan pribadi anak, sekalipun mempelajari pelajaran yang
baik, akan memberikan pengalaman membangkitkan bermacam-macam
sifat, sikap dan kesanggupan yang konstruktif.
Dengan tercapainya tujuan dan kualitas pembelajaran, maka dikatakan
bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar
mengajar tentu saja diketahui setelah diadakan evalusi dengan berbagai
faktor yang sesuai dengan rumusan beberapa tujuan pembelajaran. Sejauh
mana tingkat keberhasilan belajar mengajar, dapat dilihat dari daya serap
anak didik dan persentase keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran khusus. Jika hanya tujuh puluh lima persen atau lebih dari
jumlah anak didik yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf
keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar
mengajar berikutnya hendaknya ditinjau kembali.
Merujuk pada uraian latar belakang di atas, dapat dikaji ada beberapa
permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakah gabungan
model ceramah dengan model kerja kelompok berpengaruh terhadap hasil
belajar Pendidikan Agama Islam siswa Kelas V SDN 7 Genteng. (2)
Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode kerja
kelompok terhadap motivasi belajar siswa Kelas V SDN 7 Genteng.
KAJIAN TEORI
Khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam , agar siswa dapat
memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses
gabungan metode ceramah dengan metode kerja kelompok, guru akan
memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan
yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan
soal-soal kepada siswa.
Teknik ini sebagai salah satu strategi belajar mengajar. Ialah suatu cara
mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja
bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu,
dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang ditentukan pula oleh guru.
Robert L. Cilstrap dan William R Marti, memberikan pengertian kerja
kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah
kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja
kelompok untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja
sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
Meningkatkan Prestasi Belajar
167
Adapun pengelompokkan itu biasanya didasarkan pada:
1. Adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya.
Agar penggunaannya dapat lebih efisien dan efektif, maka siswa
perlu dijadikan kelomok-kelompok kecil. Karena bila seluruh siswa
sekaligus menggunakan alat-alat itu tidak mungkin. Dengan
pembagian kelompok mereka dapat memanfaatkan alat-alat yang
terbatas itu sebaik mungkin, tanpa saling menunggu gilirannya.
2. Kemampuan belajar siswa
Di dalam satu kelas kemampuan belajar siswa tidak sama. Siswa
yang pandai di dalam bahasa Inggris, belum tentu sama pandainya
dalam pelajaran sejarah. Dengan adanya perbedaan kemampuan
belajar itu, maka perlu dibentuk kelompok menurut kemampuan
belajar masing-masing, agar setiap siswa dapat belajar sesuai
kemampunnya.
3. Minat Khusus
Setiap individu memiliki minat khusus yang perlu dikembangkan:
hal mana yang satu pasti bereda dengan yang lain. Tetapi tidak
menutup kemungkinan ada anak yang minat khususnya sama,
sehingga memungkinkan dibentuknya kelompok, agar mereka dapat
dibina dan mengembangkan bersama minat khusus tersebut.
4. Memperbesar partisipasi siswa.
Di sekolah pada tiap kelas biasanya jumlah siswa terlalu besar, dan
kita tahu bahwa jumlah jam pelajaran adalah sangat terbatas,
sehingga dalam jam pelajaran yang sedang berlangsung sukar sekali
untuk guru akan mengikutsertakan setiap murid dalam kegiatan itu.
Bila itu terjadi siswa yang ditunjuk guru akan aktif, yang tidak
disuruh akan tetap pasif saja. Karena itulah bila berkelompok, dan
diberikan tugas yang sama pada masing-masing kelompok, maka
banyak kemungkinan setiap siswa ikut serta melaksanakan dan
memecahkannya.
5. Pembagian tugas atau pekerjaan.
Di dalam kelas bila guru menghadapi suatu masalah yang meliputi
berbagai persoalan, maka perlu tugas membahas masing-masing
persoalan pada kelompok, sesuai dengan jumlah persoalan yang
akan dibahas. Dengan demikian masing-masing kelompok harus
membahas tugas yang diberikan. Itu.
6. Kerja sama yang efektif.
Dalam kelompok siswa harus bisa bekerja sama, mampu
menyesuaikan diri, menyeimbangkan pikiran/pendapat atau tenaga
untuk kepentingan bersama, sehingga mencapai suatu tujuan
bersama pula.
Apakah keuntungan penggunaan teknik kerja kelompok itu?
Keuntungannya ialah:
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
168
Iswanardi
-
-
-
Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih
intensif mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau
masalah.
Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih
intensif mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau
masalah.
Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan berdiskusi.
Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa
sebagai individu serta kebutuhannya belajar.
Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka, dan
mereka lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.
Dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi
temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka
telah saling membantu kelompok dalam usahanya mencapai
tujuan bersama.
Bentuk-bentuk kerja kelompok yang bisa dilaksanakan ialah:
a. Keja kelompok berjangka pendek.
Bentuk ini dapat disebutu pula “rapat kilat” karena hanya
mengambil waktu ± 15 menit, yang mempunyai tujuan untuk
memecahkan persoalan khusus yang terdapat pada sesuatu
masalah. Umpamanya: Ketika instruktur menjelaskan sesuatu
pelajaran terdapat suatu masalah yang perlu didiskusikan. Guru
dapat menunjuk beberapa siswa, atau membagi kelas menjadi
beberapa kelompok untuk membahas masalah itu dalam waktu
yang singkat.
b. Kerja Kelompok berjangka panjang.
Pembicaraan di sini memakan waktu yang panjang, misalnya
memakan waktu 2 hari, satu minggu atau mungkin tiga bulan,
tergantung pada luas dan banyaknya tugas yang harus
diselesaikan siswa. Apabila siswa telah menyelesaikan tugasnya
di dalam suatu kelompok, ia boleh memilih membantu kelompok
lain sesuai dengan minat mereka.
Kerja kelompok berjangka panjang dapat dilaksanakan dengan
tujuan:
b.1. Membahas masalah yang benar-benar ada di dalam
masyarakat, umpamanya: masalah koperasi, lingkungan
sehat, pembuangan sampah dan lain sebagainya. Masalah
itu dibahas agar siswa mengetahui, memahami dan dapat
memberikan sumbangan pemikiran untuk memecahkan
masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat tersebut.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
Meningkatkan Prestasi Belajar
169
b.2. Memotivasi siswa ke arah kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan masyarakat. Misalnya: penerangan
tentang makanan sehat, penggunaan metode mengajar yang
lebih efisien, menggalakkan KB dan sebagainya. Jadi
dengan kerja kelompok di sini siswa dapat menerapkan
teori yang dipelajari di sekolah ke dalam praktek hidup
sehari-hari,
di
samping
dapat
menyumbangkan
pemikirannya/ide-ide serta tenagannya bagi masyarakat
sekitarnya.
b.3. Dengan melaksanakan kerja kelompok kerja kelompok
memberi pengalaman kepada siswa untuk mengenal
kepemimpinan/leadership, seperti membuat rencana
sebelum melakukan sesuatu pekerjaan, membagi
pekerjaan, memecahkan masalah/menyelesaikan tugas
dengan bekerja bersama.
b.4. Dengan bekerja sama itu siswa dapat mengumpulkan
bahan-bahan informasi atau data lebih banyak tentang
berbagai jenis aspek suatu masalah di dalam waktu relatif
singkat.
c. Kerja Kelompok Campuran
Di sini siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang
disesuaikan dengan kemampuan belajar siswa. Dalam kerja
kelompok ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja sessuai
dengan kemampuan masing-masing sehingga kelompok yang
pintar dapat selesai terlebih dahulu tidak usah menunggu
kelompok yang lain. Kelompok siswa yang agak lamban,
diizinkan menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang sesuai
dengan kemampuannya.agar kerja kelompok campuran itu
mencapai sasaran, guru perlu memperhatikan hal-hal ialah harus
menyediakan tugas atau kegiatan belajar yang sesuai dengan
kemampuan belajar setiap kelompok, kemudian setiap tugas
harus disusun sedemikian rupa sehingga setiap kelompok dapat
mengerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain atau guru.
Akhirnya guru harus memberi petunjuk yang jelas, sehingga
siswa tahu apa yang harus dilakukan, dan apa yang diharapkan
dari mereka masing-masing.
Supaya kerja kelompok dapat lebih berhasil, maka harus melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
- Menjelaskan tugas kepada siswa.
- Menjelaskan apa tujuan kerja kelompok itu.
- Membagi kelas menjadi beberapa kelompok.
- Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan
membuat laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok
tersebut.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
170
Iswanardi
-
Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung, bila
perlu memberi saran/pertanyaan.
Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima
hasil kerja kelompok.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengambil judul
“Pengaruh Gabungan Model Ceramah Dengan Model Kerja Kelompok
Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Kelas V SDN
7 Genteng Tahun Ajaran 2008/2009.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena
penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Menurut Sukidin dkk (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan,
yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan
kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian
tindakan sosial eksperimental.
Keempat bentuk penelitian tindakan di atas, ada persamaan dan
perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana dikutip oleh
Kasbolah, (2000) (dalam Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap
penelitian tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2)
tingkat Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok antara
pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3) proses yang digunakan dalam
melakukan penelitian, dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.
Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, dimana
guru sangat berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam
bentuk ini, tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan
praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat
langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan
refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak
dominan dan sangat kecil.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang
berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa
model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian
tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi
dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan
kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
Meningkatkan Prestasi Belajar
171
HASIL DAN ANALISIS DATA
Suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dianggap tuntas secara
klasikal jika siswa yang mendapat nilai 65 lebih dari atau sama dengan
85%, sedangkan seorang siswa dinyatakan tuntas belajar pada pokok
bahasan atau sub pokok bahasan tertentu jika mendapat nilai minimal 65.
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alatalat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan
lembar observasi pengelolaan model pembelajaran Kontektual
Model Gabungan Ceramah dan Kerja, dan lembar observasi
aktivitas guru dan siswa.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan di Kelas V jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun
data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
Uraian
Hasil Siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif
70,00
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar
15
3 Persentase ketuntasan belajar
68,18
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan
pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan
Kerja Kelompok diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada
15 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa
belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai  65
hanya sebesar 68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan
yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena
siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
172
Iswanardi
pembelajaran model Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan
Kerja Kelompok.
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh
informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Guru kurang maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Guru kurang maksimal dalam pengelolaan waktu
3) Siswa kurang aktif selama pembelajaran berlangsung
d. Revisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih
terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk
dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih
jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana
siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan
yang akan dilakukan.
2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan
menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan
memberi catatan.
3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan alatalat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan di Kelas V dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam
hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen
yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil
penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
Meningkatkan Prestasi Belajar
173
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No
Uraian
Hasil Siklus II
1 Nilai rata-rata tes formatif
77,73
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar
17
3 Persentase ketuntasan belajar
79,01
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa
adalah 77,73 dan ketuntasan belajar mencapai 79,01% atau ada
17 siswa dari 22 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari
siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena
setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran
akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya
siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah
mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru
dengan menerapkan pembelajaran model Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok.
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari
hasil pengamatan sebagai berikut.
1) Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan
konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk
dilaksanakan pada siklus II antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat
siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar
berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada
perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan
pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa
merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga
kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan
memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada
setiap kegiatan belajar mengajar.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
174
Iswanardi
3. Siklus III
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alatalat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III
dilaksanakan di Kelas V dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam
hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen
yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil
penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III
No
Uraian
Hasil Siklus III
1 Nilai rata-rata tes formatif
82,73
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar
19
3 Persentase ketuntasan belajar
86,36
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif
sebesar 82,73 dan dari 22 siswa telah tuntas sebanyak 19 siswa
dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara
klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,36%
(termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil
belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan
kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran model
Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok
sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran
seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi
yang telah diberikan.
c. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik
maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar
dengan penerapan pembelajaran model Kontekstual Model
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
Meningkatkan Prestasi Belajar
175
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok. Dari data-data yang
telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan
semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa
aspek yang belum sempurna, tetapi persentase
pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa
aktif selama proses belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami
perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran model
Kontekstual Model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok
dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar
siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan
dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi
yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah
memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada
dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar
selanjutnya penerapan model pengajaran Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok dapat meningkatkan
proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga siklus, hasil
seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut. Model pengajaran Kontekstual Model Gabungan Ceramah
dan Kerja Kelompok dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PAI.
Pembelajaran model Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok memiliki
dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu
siklus I (68,18%), siklus II (79,01%), siklus III (86,36%). Model Gabungan
Ceramah dan Kerja Kelompok dapat menjadikan siswa merasa dirinya
mendapat perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat,
gagasan, ide dan pertanyaan. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun
kelompok, serta mampu mempertanggungjawabkan segala tugas individu
maupun kelompok. Penerapan pembelajaran model Kontekstual Model
Gabungan Ceramah dan Kerja Kelompok mempunyai pengaruh positif,
yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
176
Iswanardi
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan.
Jakarta: Usaha Nasional.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila.
Semarang: Aneka Ilmu.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa
Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak.
Psikologi UGM.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo.
Hasibuan K.K. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.
Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: University
Press. Univesitas Negeri Surabaya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta:
PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:
Insan Cendekia.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT.
Rineksa Cipta.
Jurnal Progress Vol. 1 No. 2, 2012:165-176
Download