Kenaikan kerja otot dan laju metabolisme berhubungan dengan

advertisement
Laporan Praktikum Fisiologi Hewan V
Pengukuran Laju Pertumbuhan dan Konsumsi Oksigen Ikan Mas
(Cyprinus carpio L.) pada Lingkungan yang Terdedah Detergen
Nama
: Cokhy Indira Fasha
NIM
: 10699044
Kelompok
:4
Tanggal Praktikum
: 9-21 Oktober 2001
Tanggal Laporan
: 24 Oktober 2001
Asisten
: Indah
Departemen Biologi
Institut Teknologi Bandung
2001
Laporan Praktikum Fisiologi Hewan
Pengukuran Laju Pertumbuhan dan Konsumsi Oksigen Ikan Mas
(Cyprinus carpio L.) pada Lingkungan yang Terdedah Detergen
I. Pendahuluan
Latar Belakang
Salah satu aktivitas hidup yang terpenting adalah respirasi. Hal ini merupakan mekanisme pengambilan O 2
yang akan digunakan dalam pengubahan molekul yang memiliki potensial energi tinggi(karbohidrat) ke molekul
yang mengandung siap pakai (ATP) pada organisme. Proses respirasi yang sangat sensitif baik secara fisik
maupun kimiawi terhadap zat lain. Hal ini akan mempengaruhi seluruh metabolisme dalam tubuh secara
langsung ataupun tidak langsung. Kejadian inilah yang merupakan hal yang akan diamati pada percobaan ini.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengukur laju konsumsi oksigen ikan mas (Cyprinus carpio L.) dengan metode Winkler.
2. Mengukur frekuensi membuka menutupnya operkulum ikan mas(Cyprinus carpio L.).
3. Mengetahui pengaruh detergen yang terlarut dalam air terhadap laju konsumsi oksigen ikan
mas (Cyprinus carpio L.).
B. Teori Dasar
Perkembangan pada hewan dan tumbuhan tidak terbatas pada morfogenesis dan diferensiasi saja,
melainkan mencakup juga suatu peningkatan besarnya organisme tersebut yang disebut pertumbuhan.
Dalam pertumbuhan suatu organisme, biasanya dapat dibedakan menjadi beberapa periode. Periode
pertama adalah periode lamban dengan adanya sedikit pertumbuhan. Selanjutnya periode lamban
diikuti oleh periode logaritmik atau periode eksponen. Pada saat inilah, pertumbuhan yang mula-mula
lambat mulai menjadi cepat.
Ikan mengkonsumsi oksigen memamui insang yang kemudian dialirkan melalui sistem sirkulasi ke
seluruh tubuh seperti tubuh bagian belakang, ginjal, saluran pencernaan, hati, dan tubuh bagian
depan. Insang merupakan lipatan keluar dari permukaan tubuh terutama berfungsi untuk pertukaran
gas. Luas permukaan insang labih luas daripada luas permukaan tubuh lainnya.
Sebagai medium respiratori, air memiliki keuntungan dan kerugian. Salah satu keuntungannya
ialah air ikut mempertahankan kelembaban membran respiratori dan salah satu kekurangannya ialah
air mengandung kensentrasi oksigen yang rendah dibandingkan udara. Semakin asin dan panas air,
semakin berkurang konsentrasi oksigennya. Sebagai bentuk adaptasinya, insang haruslah sangat
efisien untuk mendapatkan oksigen dari dalam air. Salah satu proses yang membantunya adalah
ventilasi, yang merupakan peningkatan arus medium respiratori (dalam hal ini air) pada permukaan
respiratori (insang). Ventilasi ini akan membawa pasokan oksigen dan menghilangkan karbon dioksida
yang dikeluarkan oleh insang. Karena air lebih padat dan mengandung oksigen lebih sedikit daripada
udara, ikan harus mengeluarkan energi lebih banyak untuk memventilasikan insangnya.
Pengaturan kapilaritas dalam insang ikan juga meningkatkan pertukaran gas. Darah mengalir
berlawanan arah dengan arah air melewati insang. Jal ini akan memingkinkan untuk oksigen ditransfer
ke darah oleh proses yang dinamakan pertukaran arus balik. Ketika darah mengalir melalui kapiler,
makin banyak oksigen yang ditransfer. Proses ini dapat menyebabkan oksigen dalam air bisa terserap
sebesar 80%-nya. Proses pertukaran arus balik ini juga penting dalam termoregulasi.
Pada ikan, peredaran darahnya tunggal, artinya darah hanya sekali melewati jantung dan
disirkulasikan ke seluruh tubuh termasuk insang. Pada jantung, seluruhnya diisi dengan darah yang
mengandung banyak CO2 dimana setelah dari jantung tersebut, darah langsung mengalir ke insang
untuk mendapatkan pasokan oksigen dan pembuangan CO2. Skema peredaran oksigen oleh darah
pada ikan digambarkan sebagai berikut :
Kenaikan kerja otot dan laju metabolisme berhubungan dengan pergerakan ikan akan menaikkan
pengambilan O2 oleh insang dan meningkatkan penghantaran O2 ke jaringan. Kedua proses ini bisa
dikatakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan kemampuan pegerakan. Pada pergerakan yang
berkelanjutan, pengambilan O2 dari air 12-15 kali lebih besar dibandingkan pada saat istirahat. Hal ini
disebabkan kenaikan transfer O2 sebagai hasil dari kenaikan keluaran cadiac output dan ventilasi
insang. Faktor lain, termasuk perubahan konduktansi difusi O2 pada insang juga berkontribusi pada
pengambilan O2 pada insang dan pengaturan tekanan oksigen arteri, terutama pada kegiatan
berenang cepat ketika waktu transit darah pada insang sangat menurun.
Pergerakan O2 melalui epitel respiratori insang dapat dirumuskan sebagai berikut :
MO2 = (KO2 . A . PO2 )/ E
Dimana KO2 adalah koefisien permeasi O2 (berhubungan dengan kapasitansi dan permeabilitas
permukaan respiratori, A adalah luas permukaan respiratori yang fungsional, E adalah ketebalan
barrrier difusi dan PO2 adalah gradien rata-rata tekanan parsial O2 antara darah dan air pada
lingkungan. Faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi beberapa atau semua variabel diatas adalah :
catecholamine, perfusi insang dan ventilasi insang.
Pada saat instirahat, Catecholamines memiliki konsentrasi 10-9M, dan jumlah ini dapat meningkat
menjadi 2-3 kalinya pada dan setelah pergerakan. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa kenaikan
jumlah adrenalin (AD) akan meningkatkan MO2 dengan meningkatkan konduktansi difusi.
Pada pergerakan, cardiac output meningkat 3-5 kali terutama disebabkan kenaikan dari stroke
volume selain kenaikan frekuensi denyut jantung. Kenaikan perfusi insang pada pergerakan diikuti
dengan kenaikan rata-rata tekanan aorta dorsal dan ventral serta tekanan denyut. Perfusi insang
meliputi :
1. Area permukaan dan jarak difusi
Pada saat instirahat, 60% lamela diperfusi, tetapi pada saat pergerakan dapat mencapai 100%. Hal
ini terjadi karena penggabungan lamela distal dan dilatasi aktif dari arteriol aferen lamela.
2. Permeabilitas epitel
Permeabilitas epitel juga mempengaruhi perfusi insang.
Volume ventilasi insang meningkat ketika terjadi pergerakan sebagai hasil dari kenaikan kecil dari
laju pernafasan dan perubahan besar dalam stroke volume. Kenaikan ventilasi dapat meningkatkan
konduktansi difusi dengan mengurangi lapisan batas di sebelah lamela. Persentasi penggunaan O2
dari air yang mengalir melalui insang tidak menurun saat Vg meningkat, walaupun lam tinggalnya air
dalam insang menurun secara drastis dari 250 ms pada saat istirahat ke 30 ms pada pegerakan
bertempo tinggi. Pada pergerakan, PO2 membesar secara cepat sebagai hasil dari penurunan PvO2.
Variabel yang mempengaruhi transpor O2 diatas akan mempengaruhi fluks CO2 secara
berlawanan. CO2 ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh karena akan menyebabkan keracunan.
Keracunan CO2 merupakan suatu proses pengasaman darah (asidosis) yang merupakan terjadinya
reaksi yang menghasilkan asam karbonat secara berlebihan, dapat digambarkan sbb:
CO2(g) + H2O(l)  H2CO3(aq)
II. Alat dan Bahan
Alat
Wadah plastik
Timbangan digital
Gelas Beker
Botol Winkler
Erlenmeyer 3 L
Pipet, buret dan statif
Bahan
Ikan mas (Cyprinus carpio L.)
Detergen
Air
Larutan Na2S2O3
Larutan H2SO4 pekat
Larutan KOH-KI
Larutan MnSO4
III. Cara Kerja
A. Pengambilan Sampel Air dan Penghitungan Jumlah Gerakan Operkulum
Pada percobaan ini digunakan erlenmeyer 3 L yang diisi air. Pada erlenmeyer dimasukkan seekor
ikan mas hidup lalu kemudian erlenmeyer ditutup dengan gabus karet yang memiliki tiga keran yaitu
keran untuk masuknya air(SM), keluarnya air(SK), dan keluarnya udara. Pada erlenmeyer dihilangkan
udara yang tersisa dan keran tempat keluarnya udara ditutup. Selanjutnya dari SM dialirkan air masuk
ke dalam erlenmeyer dan air yang keluar dari SK ditampung di botol Winkler lewat mulut botol. Pada
penampungan ini diusahakan tidak terjadi gelembung atau percikan air. Selanjutnya botol Winkler
ditutup tanpa adanya gelembung udara.
Lalu ujung saluran SM dan SK ditutup selama 30 menit dengan klep penjepit dimana selama itu
gerakan operkulum ikan dihitung pada selang waktu 5 menit sebanyak 6 kali. Setelah penghitungan,
SK dan SM dibuka kembali dan tanpa mengalirkan air melalui SM, air yang terdapat dalam erlenmeyer
dikeluarkan dari SK dan ditampung kembali ke botol Winkler lewat mulut botol. Pada penampugnan ini
diusahakan tidak ada gelembung udara atau percikan air. Selanjutnya botol Winkler ditutup tanpa
adanya gelembung udara.
Kedua sampel air pada botol Winkler ini selanjutnya diproses kembali untuk mengukur kadar
oksigennya dengan metode Winkler dan ikan yang diamati ditaruh ke tempat pemeliharaannya.
Pada percobaan ini digunakan dua ikan dimana ikan yang pertama dipelihara pada air yang
berkomposisi normal dan ikan yang kedua dipelihara pada air yang mengandung detergen 10 ppm.
B. Titrasi Winkler
Botol Winkler tertutup yang telah berisi air sampel dari waktu awal (t=0) dan akhir (t=30’) masingmasing ditambahkan di bagian bawah permukaan dengan MnSO4 dengan pipet ukur sebanyak 1 ml.
Lalu ditambahkan pula 1 ml KOH-KI. Selanjutnya botol Winkler dibolak-balik selama 5 menit agar O2
terikat sempurna.
Selanjutnya botol dibiarkan selama 15’ yaitu sampai endapan seluruhnya berada di dasar botol.
Lalu 2 ml larutan di permukaan atas botol dibuang dan 1 ml H2SO4 pekat ditambahkan dengan
menggunakan pipet ukur. Botol ditutup kembali dan dibolak-balik.
Larutan yang terjadi sebanyak 100 ml dipindahkan ke erlenmeyer 250 ml. Larutan dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 hingga warnanya kuning muda. Lalu ditambahkan amilum sebanyak 5 tetes dan
titrasi dilanjutkan hingga larutan menjadi bening. Volume larutan Na2S2O3 yang terpakai dicatat.
Titrasi Winkler dilakukan sebanyak dua kali dan volume larutan Na2S2O3 dirata-ratakan.
C. Pemeliharaan
Pada pemeliharaan, ikan pertama dipelihara dalam air yang memiliki komposisi normal sebagai
kontrol. Ikan kedua dipelihara dalam air yang mengandung detergen 10 ppm. Cara pembuatan
detergen 10 ppm adalah dengan menambahkan 0,01 gram detergen ke tiap liter air. Ikan setiap hari
diperiksa. Bila airnya kotor, maka air diganti sesuai dengan perlakuan terhadap ikan. Setiap dua hari
sekali berat badan diukur dan diberi makan sebesar 0,1 kali dari berat badannya. Setiap 4 hari sekali
dilakukan lagi titrasi Winkler.
IV. Pengamatan
Pada awal percobaan dilakukan penimbangan berat ikan. Berat ikan yang ditimbang adalah sbb :
Ikan tak terdedah
detergen (gr)
8,6
9
9,1
8,4
8,4
Ikan terdedah
detergen (gr)
8,6
8,8
9,1
9,1
10,3
Pada percobaan, ketika dimasukkan ikan ke dalam erlenmeyer, ikan tampak panik dan bergerak
sangat lincah. Beberapa lama ikan sudah mulai tenang dan dapat dihitung jumlah gerakan
operkulumnya. Sebelum dihitung jumlah gerakan operkulum ikan, sampel air dalam tabung dikeluarkan
melalui selang ke tabung Winkler dengan cara menambahkan air ke selang lain. Jumlah gerakan
operkulum ikan beserta waktu pengamatan adalah sebagai berikut :
Ikan tidak terdedah detergen
Hari
Hari I
Hari IV
Hari VIII
Jumlah gerakan operkulum
1
2
3
4
5
6
148 146 154 148 140 145
143 145 145 121 141 132
125 141 115 114 90 103
Ikan terdedah detergen
Hari
Hari I
Hari IV
Hari VIII
Jumlah gerakan operkulum
1
2
3
4
5
6
139 157 145 150 153 154
109 156 119 147 119 157
150 151 121 103 163 127
Pada titrasi Winkler, ketika ditambahkan larutan MnSO4 dan KOH-KI tampak terjadi endapan
berwarna coklat. Makin dikocok, jumlah endapan makin bertambah. Setelah didiamkan selama 15’
endapan sudah seluruhnya turun ke dasar botol. Setelah ditambahkan H2SO4 endapan langsung
melarut kembali dan terbentuk larutan berwarna coklat. Setelah dititrasi dengan larutan Na2S2O3,
warna larutan mulai pudar hingga menjadi warna kuning muda. Setelah ditambahkan amilum, warna
larutan menjadi biru tua. Setelah dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 warna kemudian menjadi
pudar hingga menjadi bening. Dari sini didapatkan volume larutan Na2S2O3 yang digunakan. Data
volume larutan Na2S2O3 beserta waktu pengamatan adalah sebagai berikut :
Hari
Hari I
Hari IV
Hari VIII
Jumlah larutan Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi (ml)
Ikan yang tidak terdedah detergen
Ikan yang terdedah detergen
T=0'
T=30'
T=0'
T=30'
1
2
1
2
1
2
1
2
2,75
3
3,1
2,9
4
3,75
2,5
2,45
2
2
2,1
2,1
2,2
2,2
2,1
2,1
5
4,5 ; 3
4,7
2,7 ; 3
4
2,2
2,5
2,5
Pada pemeliharaan, didapatkan hasil yang kurang baik, dimana seekor ikan pada percobaan
pertama hilang kemudian percobaan diulang dengan menggunakan dua ikan yang baru dan pada
percobaan yang kedua ini, setelah selesai dilakukan penghitungan operkulum dan titrasi Winkler, ikan
ditaruh dalam tempat pemeliharaan dan tak lama kemudian seekor ikan terlihat lemas dan mati.
Selanjutnya pada waktu itu juga, digunakan seekor ikan baru sebagai pengganti ikan yang mati.
V. Perhitungan
1. Konsumsi O2 :
Hari I :
QO2 ikan terdedah detergen = 2 (1,4) x 0,698 x (3-0,01) / (8,6x1/2) = 1,36 ml.O2/gr/jam
QO2 ikan tidak terdedah detergen = 2 (0,125) x 0,698 x (3-0,01) / (8,6x1/2) = 0,121 ml.O2/gr/jam
Hari II :
QO2 ikan terdedah detergen = 2 (0,1) x 0,698x (3-0,01) / (9,1x1/2) = 0,0917 ml.O2/gr/jam
QO2 ikan tidak terdedah detergen = 2 (0,1) x 0,698x (3-0,01) / (9,1x1/2) = 0,0917 ml.O2/gr/jam
Hari III :
QO2 ikan terdedah detergen = 2 (0,6) x 0,698x (3-0,01) / (10,3x1/2) = 0,486 ml.O2/gr/jam
QO2 ikan tidak terdedah detergen = 2 (0,9) x 0,698 x (3-0,01) / (8,4x1/2) = 0,894 ml.O2/gr/jam
2. Rata-rata gerakan operkulum :
Hari I :
Rata-rata gerakan operkulum ikan tidak terdedah oksigen = (148+146+154+148+140+145)/6 = 146,33
Rata-rata gerakan operkulum ikan terdedah oksigen = (139+157+145+150+153+154)/6 = 149,67
Hari II :
Rata-rata gerakan operkulum ikan tidak terdedah oksigen = (143+145+145+121+141+132)/6 = 137,83
Rata-rata gerakan operkulum ikan terdedah oksigen = (109+156+119+147+119+157)/6 = 134,5
Hari III :
Rata-rata gerakan operkulum ikan tidak terdedah oksigen = (125+141+115+114+90+103)/6 = 114,67
Rata-rata gerakan operkulum ikan terdedah oksigen = (150+151+121+103+163+127)/6 = 135,83
VI. Pembahasan
Percobaan dengan metode Winkler bertujuan untuk menghitung konsumsi O2 pada hewan akuatik
dengan cara mengisolasi hewan tersebut ke dalam tabung yang konsentrasi O2 awal dan konsentrasi
O2 pada saat yang ditentukan diketahui. Cara mengetahui konsentrasi O2 tersebut ialah dengan
mereaksikan O2 terlarut dalam air dengan MnSO4 dan KOH-KI untuk mengikatnya kemudian
dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 untuk mengetahui konsentrasinya I2 yang dihasilkan dari reaksi
yang pertama. Reaksi kimia yang terjadi secara lengkap dapat digambarkan sebagai berikut :
MnSO4 + 2 KOH  Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + O2  MnO(OH)2
MnO(OH)2 + 2 KI  MnSO4 + K2SO4 + I2
2 Na2S2O3 + I2  Na2S4O6 + 2 NaI
Variabel yang diukur pada percobaan adalah meliputi : Berat badan, laju konsumsi oksigen, gerakan
operkulum. Pada percobaan ini dilakukan pertama kali adalah penimbangan berat badan. Pada
penimbangan berat badan ini, terjadi fluktuasi yang terlihat sebagai berikut :
Berat Badan (gram)
Grafik Berat Badan Per 2 Hari
12
Ikan tak
terdedah
detergen (gr)
10
8
6
4
Ikan
terdedah
detergen (gr)
2
0
1
2
3
4
5
Hari (X2)
Fluktuasi yang terjadi ini mungkin disebabkan terjadinya kesalahan pada saat penimbangan, dimana
pada pemindahan ikan, air yang berasal dari tempat pemeliharaan juga ikut terambil dan tertimbang.
Selain itu mungkin memang terjadi perubahan berat secara alami, dimana ikan yang terdedah
detergen beratnya bertambah sedangkan ikan yang tidak terdedah detergen beratnya berkurang. Berat
badan disini juga mempengaruhi laju konsumsi oksigen total ikan tersebut. Makin berat ikan, makin
besar laju konsumsi oksigen totalnya.
Pada pekerjaan selanjutnya dilakukan pengambilan sampel air dan penghitungan jumlah gerakan
operkulum. Pada persiapannya, air yang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 3 L harus sudah tidak
mengandung gelembung udara lagi, begitu juga saat penutupan erlenmeyer dengan sumbat, tidak
boleh ada gelembung udara. Hal ini disebabkan gelembung udara ini masih mengandung oksigen
yang mungkin akan berdifusi ke air sehingga akan mengganggu pengukuran. Pada pengambilan
sampel air ini, awalnya ikan terlihat panik dan gelisah yang terlihat dari gerakannya yang sangat
lincah. Saat terjadi hal ini, sampel air tidak diambil terlebih dahulu karena pada ikan yang gelisah dan
gerakannya berlebihan, maka laju konsumsi O2-nya akan meningkat dan kita hanya akan mengamati
laju konsumsi O2 pada saat normal saja. Pada saat ikan tenang, mulailah sampel air diambil dengan
cara penambahan air pada selang SM dan menampung air yang keluar dari selang SK ke tabung
Winkler. Sama seperti persiapan alat, pada tabung Winkler ini juga tidak boleh ada gelembung udara
didalamnya.
Selanjutnya dihitung gerakan operkulum ikan selama 6 X 5 menit. Dari hasil didapatkan grafik
sebagai berikut :
Jumlah Gerakan
operkulum
Rata-Rata Gerakan Operkulum Per 5
Menit
200
150
Ikan tidak
terdedah
detergen
100
50
0
1
2
3
Ikan
terdedah
detergen
Hari
Dari grafik didapatkan pada ikan terdedah detergen gerakan operkulumnya cenderung menurun
lebih lambat dibandingkan pada ikan yang tidak terdedah detergen. Hal ini sesuai dengan yang
seharusnya, dimana ikan yang terdedah detergen, operkulumnya akan bergerak lebih cepat
dibandingkan dengan ikan yang tidak terdedah detergen. Hal ini disebabkan pada air yang
mengandung detergen, kandungan oksigennya lebih sedikit, sehingga untuk mengambil oksigen
dengan volume yang sama pemompaan air masuk ke insang harus lebih banyak. Penyimpangan yang
mungkin terjadi ialah kesalahan pengamatan, dimana gerakan operkulum ikan sangat sulit diamati,
terutama bila ikan sedang banyak bergerak.
Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel air yang kedua, yaitu 30 menit sesudah pengambilan
sampel air pertama. Pada pengambilan sampel air ini tidak ditambahkan air lagi ke dalam erlenmeyer.
Hal ini disebabkan penambahan air yang segar (baru) akan menambahkan kandungan oksigen terlarut
sehingga mengganggu pengukuran. Dari sini didapatkan dua sampel air yang akan dihitung kadar O2
terlarutnya dengan titrasi Winkler.
Pada titrasi Winkler, yang pertama ialah penambahan MnSO4 dan KOH-KI. Dari sini akan
dihasilkan MnSO4, K2SO4, I2. I2 inilah yang akan dititrasi dengan Na2S2O3 yang akan menghasilkan
NaI dan Na2S4O6. Penambahan amilum pada tepat sebelum akhir titrasi dimaksudkan untuk
memudahkan pengamatan dimana warna kuning muda menjadi biru tua yang lebih kontras warnanya.
Dari titrasi Winkler ini didapatkan jumlah volume Na2S2O3 yang dititrasi dan dua kali volume ini
ekivalen dengan kadar oksigen terlarut dalam air(mg/L air) atau a mg/L X 0,698 = ml O2/ L air. Dari
titrasi ini didapatkan selisih kandungan oksigen awal dengan kandungan oksigen akhir yang
merupakan laju konsumsi oksigen total ikan. Setelah mendapatkan nilai laju konsumsi total, untuk
menghitung laju konsumsi spesifiknya, nilai laju konsumsi total ini dibagi dengan berat badan ikan.
Dari data yang didapatkan, ada beberapa data yang tidak valid dimana jumlah oksigen terlarut pada
awal lebih sedikit daripada jumlah oksigen terlarut pada akhir. Hal ini berarti jumlah oksigen dalam air
malah bertambah. Data ini yaitu data ikan yang tidak terdedah oksigen hari I dan hari IV. Hal ini
mungkin disebabkan penggunaan alat yang tidak selalu sama, terutama pada titrasi dimana tabung
titrasi yang digunakan tidak berskala sama. Dengan masih memasukkan data yang tidak valid,
didapatkan grafik sebagai berikut :
Laju Konsumsi
Spesifik (ml
O2/kg bb/jam)
Laju Konsumsi Spesifik
1,5
Ikan tidak
terdedah
detergen
1
0,5
0
I
IV
VIII
Ikan terdedah
detergen
Hari
Dari grafik ini, dapat dilihat bahwa ikan yang terdedah detergen, walaupun grafiknya sempat turun,
tetap laju konsumsi O2 spesifiknya meningkat kembali.
VII. Kesimpulan
1. Titrasi Winkler merupakan metode untuk mengukur laju konsumsi O2 hewan akuatik dengan cara
menghitung kadar O2 terlarut pada air saat awal dan akhir percobaan.
2. Laju konsumsi O2 spesifik ikan pada air yang komposisinya normal adalah 0,894 ml O2/gram
bb/jam.
3. Pada ikan terdedah detergen, laju gerakan operkulumnya meningkat dibandingkan dengan ikan
pada air yang berkomposisi normal.
4. Detergen akan meningkatkan laju konsumsi O2 spesifik ikan.
VIII. Daftar Pustaka
1. Campbell, N. A, 1996. Biology 4th ed. Addison Wesley Longman. Singapore.
2. Gilles, R. 1984. Circulation, Respiration, and Metabolism : Current Comparative Approaches.
Springer Verlag. New York.
3. Goenarso, Darmadi. 1982. Fisiologi Hewan. ITB. Bandung.
4. Soeripto dkk, 1993, Panduan ketrampilan kerja laboratorium, Jurusan Biologi ITB. Bandung.
Download