kesiapan dan pemanfataan iptek nuklir dalam aspek sosial dan

advertisement
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
KESIAPAN DAN PEMANFATAAN IPTEK NUKLIR
DALAM ASPEK SOSIAL DAN AGAMA
Musa Asy’arie
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Jl. Marsda Adisucipto, Yogyakarta, 55281
Ketika Tuhan hendak mengangkat nabi Adam
alaihissalam sebagai khalifahNya atau wakilNya,
sebagai pemegang mandat Tuhan dalam kehidupan
di muka bumi, maka Malaikat dan Iblis
mempertanyakannya, bukankah pengangkatan
Adam alaihissalam ini hanya akan memperpanjang
pertumpahan darah saja? Tidakkah kami lebih
layak, karena kami selalu memuji-Mu dan
mensucikan-Mu. Kemudian Tuhan mengajarkan
kepada nabi Adam alaihissalam tentang ”namanama” benda semuanya, dan ketika ditanyakannya
kepada Malaikat dan Iblis itu, mereka ternyata tidak
mampu menyebutkan satu persatu nama-nama
benda itu. Lihat Al-Quran 2:30-33.
Mandat Tuhan itu adalah mandat untuk
meneruskan tugas penciptaan di muka bumi untuk
tujuan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
hidup bersama. Peciptaan itu digambarkan AlQuran sebagai wujud dan aktualisasi dari
pengetahuan konseptual atau ”nama-nama” benda.
Jika Tuhan menciptakan lautan, maka manusia
membuat kapal untuk memanfaatkan apa yang ada
di dalamnya, ikan, kekayaan tambang dan lainnya
yang ada di dasar lautan. Jika Tuhan menciptakan
malam,
manusia
membuat
lampu
untuk
meneranginya dari kegelapan malam.
Alam ini sesungguhnya diciptakan Tuhan
bukan seperti cetakan yang sudah selesai, tetapi di
dalamnya mengandung potensi yang bisa digali
dikembangkan dan diubah sehingga manusia bisa
membentuknya menjadi sesuatu yang baru dan
memanfaatkannya untuk kepentingan kehidupan di
muka bumi sepanjang masa. Al-Quran 35:1
memberikan isyarat itu, ”Allah menambahkan pada
ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki”. Mandat
penciptaan yang diberikan Tuhan kepada manusia,
memungkinkan manusia menambahkan pada
ciptaan Tuhan dalam dunia peradaban, dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Tuhan, 2) pencipta yang bersifat relatif dan terbatas,
yaitu manusia. Kemampuan manusia sebagai
pencipta, hanya dimungkinkan karena memang
manusia diberi mandat oleh Tuhan untuk itu.
Kemampuan manusia dalam penciptaan selalu
bersandar pada hukum penciptaan, ialah 1) ada
bahan/material, 2) ada proses, suatu tahapantahapan, 3) ada model, pola dan design, 4) ada
waktu, dan 5) ada tujuan untuk apa penciptaan itu
dilakukan.
Di samping itu, manusia juga diciptakan Tuhan
dan lahir dalam keadaan yang amat lemah,
karenanya tidak langsung bisa hidup secara mandiri,
tetapi sepenuhnya bergantung pada rawatan orang
lain. Tanpa ada rawatan dan cinta kasih dari orang
tua yang melahirkannya, maka bisa dipastikan
bahwa manusia tidak akan bisa melanjutkan
hidupnya dengan baik. Karena itu, manusia
membutuhkan rawatan cinta kasih dan proses
pembelajaran dalam pendidikan yang panjang,
apalagi untuk bisa memahami dan memerankan
dirinya
sebagai
pencipta
peradaban
dan
kebudayaan. Dan dalam perkembangannya manusia
kemudian, ternyata manusia dibentuk oleh
peradaban dan kebudayaan yang semula
diciptakannya sendiri. Jika secara ontologis
kebudayaan ada karena adanya manusia, maka
secara fungsional kebudayaan itu dalam
perkembangannya
yang
menentukan
dan
membentuk keberadaan manusia dan eksistensinya
dalam hidup.
Ayat Al Quran yang pertama kali diturunkan
menegaskan kepada manusia untuk membaca,
seperti yang terdapat dalam surat 96:1-5 yang
artinya ; 1) Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan, 2) Dia yang telah menciptakan
manusia dari segumpal darah, 3) Bacalah, dan
Tuhanmulah yang maha mulia, 4) Yang
mengajarkan dengan pena, 5) Dia mengajarkan
manusia apa yang tidak diketahuinya. Pengertian
membaca di sini tidak terbatas membaca deretan
huruf, tetapi yang lebih penting lagi adalah
membaca realitas. Realitas alam semesta dengan
segala isinya, seperti dalam Al-Quran, surat 88:17-
Ilmu dan Teknologi Sebagai Keniscayaan
Dalam kehidupan ini hanya ada dua pencipta, ialah
1) pencipta yang mutlak dan tidak terbatas, yaitu
Musa Asy’arie
15
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
20 menegaskan yang artinya : 17) Maka tidakkah
mereka
memperhatikan
unta,
bagaimana
diciptakan? 18) Dan pada langit, bagaimana
ditinggikan? 19) Dan gunung-gunung bagaimana
ditegakkan?
20)
Dan
bumi
bagaimana
dihamparkan?
Membaca realitas manusia dengan segala
kompleksitasnya, seperti yang tersirat dalam surat
80:17-32 yang artinya : 17) Celakalah manusia!
Alangkah kufurnya dia, 18) Dari apakah Dia
(Allah) menciptakannya, 19) Dari setetes mani, Dia
menciptakannya
lalu
menentukannya,
20)
Kemudian jalannya dimudahkan, 21) kemudian Dia
mematikannya lalu menguburkannya, 22) kemudian
jika Dia menghendaki, Dia membangkitkannya
kembali, 23) sekali-kali jangan begitu! Dia
(manusia) itu belum melaksanakan apa yang Dia
(Allah) perintahkan kepadanya, 24) Maka
hendaklah
manusia
itu
memperhatikan
makanannya, 25) Kamilah yang mencurahkan air
melimpah (dari langit), 26) kemudian Kami belah
bumi dengan sebaik-baiknya, 27) lalu di sana Kami
tumbuhkan biji-bijian, 28) dan anggur dan sayursayuran, 29) dan zaitun dan pohon korma, 30) dan
kebun-kebun (yang rindang), 31) dan buah-buahan
serta rerumputan, 32) semua itu untuk
kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.
Selanjutnya membaca realitas kebudayaan yang
terus menerus berubah mengalami pergeseran dan
jatuh bangun, seperti dalam surat 35:44 yang
artinya : Dan tidakkah mereka bepergian di bumi
lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang
sebelum mereka, padahal orang-orang itu lebih
besar kekuatannya dari mereka? Dan masih banyak
lagi ayat-ayat yang menganjurkan kita unuk
membaca sejarah dan melihat kehancuran
peradaban dan kebudayaan yang terjadi pada
generasi-generasi terdahulu, agar kita mengambil
pelajaran untuk tidak mengulangi kesalahan
generasi bangsa terdahulu.
Tugas sebagai khalifah Tuhan di muka bumi
pada hakikatnya adalah tugas kebudayaan untuk
membangun peradaban dalam berbagai bentuk dan
rupaynya untuk meninggikan derajat kemanusiaan,
bukan untuk menghancurkannya. Membangun sutau
peradaban, tidak mungkin tanpa bantuan ilmu dan
teknologi, bahkan ilmu dan teknologi itu sendiri
adalah wujud dari ketinggian peradaban manusia
sendiri. Tapi ilmu dan teknologi pada hakikatnya
bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mencapai tujuan
yaitu kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia
seluruhnya.
uranium dan menjadi inti atom yang mempunyai
kekuatan yang amat dahsyat. Bahkan karena
dahsyatnya, maka negara-negara yang bisa
mengubahnya menjadi persenjatan nuklir yang
mempunyai kekuatan besar dalam memusnahkan
hidup manusia di permukaan bumi, akan menjadi
negara adi kuasa yang menentukan keamanan
dunia. Karena itu, banyak negara yang berlomba
dalam penguasaan senjata nuklir agar membuat
negaranya itu ikut menentukan keamanan dunia,
seperti yang dilakukan Korea Utara dan juga Iran.
Di samping itu, teknologi nuklir juga
memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan
manusia, antara lain untuk dunia kedokteran dan
penyediaan tenaga listrik. Konon di dunia ini ada
ada Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebanyak
442 buah dan menyumbang 19% dari dari
kebutuhan listrik dunia, dengan kelebihannya yang
tidak menghasilkan polusi udara. Akan tetapi pusat
tenaga listrik dari nuklir juga termasuk dari bahan
yang tidak bisa diperbarui, seperti juga halnya
minyak dan batubara.
Kontroversi pro dan kontra dalam penggunaan
tenaga listrik dari teknologi nuklir disebabkan
karena menghasilkan sampah radio aktif yang
membahayakan hidup manusia, dan untuk
mematikan radio aktifnya harus dipendam dalamdalam, dalam tanah yang bebas gempa bumi dan
banjir selama berpuluh-puluh tahun lamanya.
Tragedi Chernobyl di Ukraina tahun 1986 yang
mengancam penduduk di sekitarnya terkena kanker,
telah menimbulkan ketakutan pada masyarakat
untuk menggunakannya bagi pengembangan pusat
listrik tenaga nuklir.
Realitas alam semesta, realitas manusia dan
realitas kebudayaan pada dasarnya bersandar pada
Realitas Tuhan yang gaib. Semua agama yang ada
menegaskan bahwa alam semesta dan manusia
adalah ciptaan Tuhan. Karena itu, realitas alam
semesta dan realitas manusia pada hakikatnya
berdimensi Ilahi dan bersifat spiritual. Sedangkan
kebudayaan pada hakikatnya ada, karena adanya
manusia dan alam semesta. Manusia dengan
kemampuan kreatifnya merancang suatu bentuk
yang diciptakannya dalam suatu ruang dan waktu
tertentu, dengan menggunakan bahan yang ada
dalam alam semesta dan kemudian menjadikannya
bentuk-bentuk baru dalam proses dan benda-benda
kebudayaan. Pandangan terhadap kebudari dari
dimensi alam semesta dan manusia, melahirkan
wawasan bahwa kebudayaan pada hakikatnya juga
berdimensi spiritual.
Dilihat dari dimensi spiritualitas yang
mendasari alam semesta, manusia dan kebudayaan,
maka teknologi pada hakikatnya juga berdimensi
teologis. Dalam konteks teologis, maka keberadaan
teknologi selalu mengandung tanggung jawab moral
Teologi Teknologi Nuklir untuk Kemaslahan
Hidup Bersama
Nuklir
adalah
hasil
teknologi
penambangan
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
16
Musa Asy’arie
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
untuk kepentingan kesejahteraan dan keselamatan
hidup manusia seluruhnya. Pada dasarnya teknologi
tidak bisa dipisahkan dengan dimensi teologisnya.
Teologi teknologi adalah bagian fundamental yang
menentukan keberadaannya, tetapi seringkali tidak
diperhatikan, karena sifat yang metafisik, tidak
kasat mata, dan menyangkut nilai-nilai.
perbaikan yang bekerja internal secara otomatis.
Dengan kata lain, setiap teknologi tidak bisa
memperbaiki dirinya sendiri secara otomatis.
Kontrol terhadap mekanisme teknologi bergantung
sepenuhnya pada kualitas manusianya. Karena itu,
teknologi yang berada di tangan penjahat, akan
melahirkan kejahatan, demikian juga sebaliknya,
teknologi di tangan orang yang berkualitas, akan
melahirkan kualitas dalam kehidupan manusia.
Kecerobohan seorang sopir bus dalam menjalankan
kendaraannya, seringkali berakibat fatal dan
menelan korban penumpangnya, karena bus bisa
menabrak pohon lalu masuk jurang dan semua
penumpangnya meninggal.
Pemaknaan Terhadap Suatu Teknologi
Teknologi apapun keadaan dan bentuknya adalah
hasil dari suatu pengembangan pengetahuan
konseptual manusia, dan karena itu menjadi bagian
dari kebudayaan yang tidak bebas nilai.
Kebudayaan pada hakikatnya adalah kesatuan
perpanjangan dari nilai-nilai. Dalam filsafat nilai
ada tiga nilai, yaitu 1) nilai logika, yang
menetapkan nilai benar dan salah melalui kaidah
rasional yang mendasari pengembangan ilmu dan
teknologi, 2) nilai etika yang menetapkan standar
baik dan jahat dalam kaitan dengan suatu perbuatan
dan perilaku manusia, dan 3) nilai estetika yang
menjelaskan indah dan jeleknya keberadaan sesuatu
dalam realitas kehidupan manusia.
Dalam konteks nilai ini, maka setiap bentuk
kebudayaan selalu mencerminkan adanya kesatuan
nilai-nilai itu, dimana nilai logika mendasari
pengetahuan konseptual dari keberadaan suatu
kebudayaan, baik sebagai proses maupun produk.
Sedangpan nilai etika menetapkan suatu tujuan dari
proses dan produk kebudayaan itu. Adapun estetika
menetapkan standar keindahan dalam suatu proses
dan produk kebudayaan. Dalam konteks ini, maka
kebudayaan adalah tidaklah bebas nilai, karena
kebudayaan adalah kesatuan perpanjangan dari
nilai-nilai itu sendiri, baik nilai logika, nilai etika
maupun nilai estetik. Jika kebudayaan tidak bebas
nilai, apalagi teknologi yang pada dasarnya adalah
bagian dari suatu kebudayaan.
Karena itu, suatu teknologi selalu terkait
dengan ideologi para penciptanya sendiri dan selalu
terkait dengan tujuan-tujuan ideologis suatu
komunitas yang menciptakan teknologi itu sendiri,
meskipun secara internal teknologi itu diciptakan
dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang
bersifat obyektif. Dalam masyarakat yang
kapitalistik, maka keberadaan teknologi akan
memperkuat keberadaan kapital dalam masyarakat
itu, dan biasanya teknologi itu menjadi alat
dominasi dari kekuatan kapital. Bahkan teknologi
ikut berperanan melahirkan kesenjangan dalam
kehidupan masyarakat, baik kesenjangan ekonomi,
politik maupun budaya.
Dalam setiap teknologi, tidak ada sistem
mekanisme kontrol internal yang bekerja secara
otomatis. Karena itu, jika suatu produk teknologi
mengalami kerusakan, maka tidak ada mekanisme
Musa Asy’arie
Kesiapan Sosial dan Agama Bangsa Indonesia
Sekarang ini banyak orang yang melihat kondisi
dan
keadaan
bangsa
Indonesia
sangat
memprihatinkan, baik oleh adanya kemiskinan,
pengangguran dan tindakan kekerasaan yang
merajalela di mana-mana, maupun oleh adanya
degradasi karakter dan moralitas bangsa yang
makin pragmatis, konsumtif dan hedonis. Akibatnya
korupsi, money politics dan makelar kasus makin
sulit dihambat perkembangannya. Pada sisi yang
lain, kita juga melihat disiplin sosial yang makin
rendah, baik di jalan-jalan raya, dimana para sopir
angkutan manusia dan barang seenaknya melintas
bagaikan raja jalanan yang membuat kendaraan
yang lebih kecil merasa miris. Kita juga
menyaksikan
bagaimana
orang
seenaknya
membuang sampah, menebang pohon dan main
hakim sendiri dengan mengandalkan komunalisme
dan premanisme.
Sementara demokrasi yang dibangun dewasa
ini, semakin menegaskan kekuasaan kapital yang
sangat kuat, sehingga mampu mengendalikan pilarpilar demokrasi, baik lembaga eksekutif yang dalam
menyelenggarakan kekuasaannya telah bergantung
pada pembayaran pajak, sehingga harus melayani
kepada pemilik kapital yang membayar pajaknya
yang semakin besar, di samping sumbangan pemilik
kapital yang besar dalam memenangkan suatu
pemilihan umum, baik di tingkat nasional maupun
lokal, yang harus dibayar kembali ketika pemilihan
umum itu dimenangkannya. Lembaga legislatif
yang membuat undang-undang dan dalam
praktiknya juga dipengaruhi sangat kuat oleh
kapital yang mendukung kelangsungan hidup
partainya dan menentukan dirinya dapat mewakili
partai politiknya di parlemen yang juga
memerlukan biaya besar. Hal yang sama juga terjadi
di lembaga yudikatif, sehingga makelar hukum bisa
mengatur keputusan pengadilan dalam segala
tingkatannya.
Sementara kondisi alam dan lingkungan
17
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
geografis kita telah dirusak oleh tangan-tangan yang
tidak bertanggung jawab, sehingga di mana-mana
terjadi banjir bandang di beberapa daerah dan yang
baru saja terjadi di Wasior, demikian juga gempa
bumi dan tsunami yang baru saja terjadi di
kepulauan Mentawai, bahkan gunung pun ikut
meletus yang baru saja terjadi di gunung Merapi.
Pada sisi yang lain, kehidupan sosial kita dari hari
ke hari terasa makin merosot, solidaritas sosial
makin lemah, sementara fanatisme kelompok,
kesukuan, kedaerahan dan keagamaan juga makin
mengeras, dengan terjadinya konflik kekerasan di
mana-mana.
Situasi lingkungan sosial dan geografis ini akan
sangat berpengaruh pada perilaku sosial masyarakat
kita, sementara kualitas sumber daya manusia kita
juga masih rendah, baik oleh pendidikan yang
kurang bermutu, maupun oleh kemiskinan, baik
yang struktural, spiritual maupun yang kultural.
Sementara makanisme kontrol teknologi sangat
bergantung pada kualitas manusianya, sehingga
kualitas manusia yang rendah, akan sangat
berbahaya memegang kendali teknologi, apalagi
teknologi nuklir, di samping nilai positifnya yang
sangat kuat, tetapi juga dampak negatifnya yang
sangat berbahaya. Sementara dalam kehidupan
agama, kita pun melihat pendekatan keagamaan
yang formal masih sangat kuat, dibandingkan
pendekatan yang substansial, sehingga fenomena
ritus lebih kuat daripada kepedulian sosial.
Jika
kita
hendaknya
mengembangkan
teknologi, apalagi teknologi nuklir untuk tujuan
kemanusiaan sekali pun, maka yang harus
dipikirkan dan dipersiapkan secara matang adalah
bagaimana kita dapat meninggikan derajat
kemanusiaan kita terlebih dahulu, sehingga bingkai
kemanusiaan bisa memegang kendali dalam
pengembangan teknologi, karena teknologi yang
dikembangkan di luar bingkai dan kendali
kemanusiaan,
justru
akan
merusak
dan
menghancurkan kemanusiaan itu sendiri. Akibatnya
pengembangan teknologi nuklir itu, akan
melahirkan bencana di mana-mana, tanpa bisa kita
cegah dan kendalikan.
Teknologi nuklir sungguh akan sangat
bermanfaat bagi bangsa yang sejahtera secara
material, spiritual dan kultural, akan tetapi
sebaliknya teknologi nuklir akan sangat berbahaya
di tangan bangsa yang miskin secara material,
spiritual dan kultural. Teknologi nuklir memerlukan
perawatan dan kontrol yang ketat dari manusia yang
berkualitas, professional, mempunyai disiplin dan
dedikasi yang kuat pada kemanusiaan.
Agama harus dapat menumbuhkan kepedulian
sosial yang tinggi dari para pemeluknya daripada
kepeduliannya yang kuat terhadap formalisme
ajarannya. Dengan kepedulian yang tinggi yang
STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA
ddasarkan pada panggilan imannya, maka agama
akan dapat mengendalikan ummat manusia agar
berbuat baik, mempunyai moral yang tinggi dan
dedikasi yang kuat sebagai bagian dari
pengabdiannya pada Tuhan.
Kalau kita ingin memanfaatkan teknologi
nuklir yang besar manfaatnya bagi kehidupan
manusia, maka disiplin sosial dan kekuatan
moralitas keagamaan harus dibangun dalam pranata
kelembangan kehidupan masyarakat yang kuat. Jika
tidak, maka pemanfaatan teknologi nuklir bisa
menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia itu
sendiri.
18
Musa Asy’arie
Download