Makalah perkembangan emosi anak usia SD

advertisement
OLEH
LUCKY SUSILO
NO. REG : 7526130955
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PROGRAM STUDI PASCA SARJANA DIKDAS
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Perkembangan Emosi Anak Usia Sekolah Dasar ini dengan baik. Makalah
ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah, Pendidikan Anak Usia
Sekolah Dasar. Makalah ini menjelaskan lebih mendalam mengenai
perkembangan emosi anak pada usia sekolah dasar dengan bahasa yang
lebih mudah untuk di cerna dan di pahami.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Perkembangan emosi
anak, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan
perkembangan emosi anak usia sekolah dasar.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai
perkembangan emosi anak yang ditinjau dari usia sekolah dasar,
khususnya bagi penulis. Akhir kata, mungkin dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan. Kritik dan saran tentunya sangat penulis
harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan. Akhirnya penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian emosi ......................................................................... 3
B. Perkembangan emosi anak .......................................................... 6
C. Macam – macam ekspresi emosi anak ........................................ 12
D. Ciri khas emosi anak .................................................................... 20
E. Tingkat perkembangan emosi ...................................................... 22
F. Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi ......... 23
G. Kecerdasan emosi ....................................................................... 26
BAB III
IMPLIKASI PERKEMBANGAN EMOSI TERHADAP
KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
A. Implikasi perkembangan emosi anak terhadap kurikulum ............. 30
B. Implikasi perkembangan emosi anak terhadap pembelajaran ...... 32
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 34
B. Implikasi ....................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 35
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seorang anak dalam perkembangannya memiliki banyak keunikan
yang terkadang mengejutkan. Keunikan dalam perkembangan tersebut
sulit dimengerti oleh orang dewasa khususnya orang tua,Sehingga banyak
kejadian orang tua bersikap kasar kepada anaknya ketika anak
memunculkan beberapa sifat khasnya. Hal yang sama tidak jarang hal itu
terjadi pada dewan pendidik di sekolah.
Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek. Salah satu aspek
perkembangan yang sering sekali menjadi masalah adalah perkembangan
emosi anak. Hal yang sangat sering di permasalahkan orang tua pada
umumnya adalah anak bergitu nakal. Mungkin saja hal itu bersifat normal
tetapi ada
kemungkinan merupakan
gangguan
yang terjadi dari
perkembangan emosi.
Banyaknya fenomena yang sering ditemui kemungkinan besar
karena baik orang tua maupun guru hanya belum mengerti tahap-tahap
perkembangan anak tersebut. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang
akan merugikan anak, penulis akan memaparkan tentang perkembangan
emosi anak usia sekolah dasar.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tentang isi makalah, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut.
1.
Apakah yang dimaksud emosi?
2.
Bagaimanakah perkembangan emosi pada anak usia sekolah dasar?
3.
Apa sajakah macam ekspresi emosi pada anak usia sekolah dasar?
4.
Apakah ciri khas emosi pada anak usia sekolah dasar?
5.
Bagaimanakah tingkatan perkembangan emosi?
6.
Apa sajakah factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
pada anak usia sekolah dasar?
7.
Bagaimana cara mengembangkan kecerdasan emosi anak usia
sekolah dasar?
C. TUJUAN
Penyusunan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Kepada orang tua, Semoga dapat dijadikan pedoman untuk
memahami perkembangan anak khususnya di sekolah dasar.
2. Kepada guru, Semoga dapat dijadikan bekal untuk mendidik anak
yang perkembangan masih labil. Agar hak-hak anak dalam pendidikan
dapat terpenuhi.
3. Kepada penulis, Semoga dapat dijadikan pelajaran dan dapat
dijadikan bekal untuk menjalani profesi nantinya. Selain itu, semoga
dapat dijadikan batu loncatan untuk menyusun makalah yang lebih
baik lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EMOSI
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti
bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman
(2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas,
suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan
dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan
suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi
sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran.
Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti
meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
(Prawitasari,1995).
Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan
perasaan. Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena
dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain
mengatakan bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut
berkenaan dengan perasaan, kendati dengan makna yang berbeda.
Senang termasuk perasaan, sedangkan takut termasuk emosi.
Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan
tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi
menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka karena
melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling) seperti halnya emosi
merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu
kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat
suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya
rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu
yang dirasakan indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan,
mungkin tidak indah baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah
bagi orang lain. Ada juga perasaan bersifat menetap menjadi suatu
kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang
makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal.
Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup
penting dalam kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah
suatu kecenderungan untuk senang atau tertarik kepada orang lain.
Empati adalah suatu kondisi perasaan jika seseorang berada dalam
situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat melihat film atau sinetron
dramatis.
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang
mempunyai intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak
suasana batin. Seperti halnya perasaan, emosi juga membentuk suatu
kontinum atau garis yang bergerak dari emosi positif sampai negatif.
Minimal ada empat ciri emosi, yaitu :
1. Pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan
pengalaman antara individu yang satu dengan lainnya;
2. Ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih
cepat);
3. Diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan
bahagia;
4. Sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan
kegiatan, misalnya orang yang sedang marah mempunyai tenaga dan
dorongan untuk memukul atau merusak barang. (Kurnia, 2008 : 2.23).
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex
feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau
munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin,
2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto,
2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that
accompanies generalized inner adjustment and mental physiological
stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt
behavior.” Jadi
emosi
adalah
pengalaman
afektif
yang
disertai
penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan
berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh
perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu
karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley
bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari
susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami
frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi
kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka
hal itu menimbulkan emosi.
B. PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
Tahun-tahun awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwaperistiwa yang bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta
peristiwa-peristiwa yang bersifat interpersonal, seperti ditinggalkan di
rumah dengan pengasuh atau babysitter, yang dapat menyebabkan
timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi negatif ini
sangat penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan
dan
berkaitan dengan kemampuan kognitif dan kompetensi sosial (Garner dan
Landry, 1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan, 1994 dalam Pamela W.,
1995:417). Perilaku awal emosi dapat digunakan untuk memprediksi
perkembangan kemampuan afektif (Cicchetti, Ganiban dan Barnet, 1991
dalam Pamela W., 1995:417). Keluarga dengan orang tua yang memiliki
emosi positif cenderung memiliki anak dengan perkembangan emosi yang
juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422).
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan
anak,
baik
pada
usia
prasekolah
maupun
pada
tahap-tahap
perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap perilaku
anak. Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan
emosional, yaitu :
1.
Dicintai,
2.
Dihargai,
3.
Merasa aman,
4.
Merasa kompeten,
5.
Mengoptimalkan kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan
kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.
Hurlock,
1978:211
menyebutkan
bahwa
emosi
mempengaruhi
penyesuaian pribadi sosial dan anak. Pengaruh tersebut antara lain
tampak dari peranan emosi sebagai berikut.
1.
Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah
satu bentuk emosi adalah luapan perasaan, misalnya kegembiraan,
ketakutan ataupun kecemasan. Luapan ini menimbulkan kenikmatan
tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan memberikan
pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk
memperluas wawasannya.
2.
Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat
mempengaruhi keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang
muncul sangat kuat, sebagai contoh kemarahan yang cukup besar.
Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh untuk bertindak,
yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika timbul amarah. Apabila
persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan
timbulnya rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru
terpendam dalam diri anak.
3.
Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang
memuncak mengganggu kemampuan motorik anak. Anak yang
terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang terarah, dan
apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan
motorik anak.
4.
Emosi merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah,
bahasa tubuh, suara, dan sebagainya merupakan alat komunikasi
yang dapat digunakan untuk menyatakan perasaan dan pikiran
(komunikasi non verbal).
5.
Emosi mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti
berpikir, berkonsentrasi, belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan
emosi. Oleh karena itu, pada anak-anak yang mengalami gangguan
dalam perkembangan emosi dapat mengganggu aktivitas mentalnya.
6.
Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan
emosi oleh anak sangat mempengaruhi perlakuan orang dewasa
terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi anak dalam menilai
dirinya sendiri.
7.
Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran
anak dalam aktivitas sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat,
sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi mereka, seperti rasa
percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.
8.
Emosi mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak
mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan teman sebaya dan
lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga mengajarkan kepada anak
cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan tuntutan
lingkungan sosial.
9.
Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan
emosi anak biasanya ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya
tersenyum, murung atau cemberut. Ekspresi wajah ini akan
mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
10. Emosi mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi
perilaku anak yang ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior).
Perilaku ini mendorong lingkungan untuk memberikan umpan balik.
Apabila anak menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, dia
akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula, sehingga
anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan.
11. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi
kebiasaan. Setiap ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi
kebiasaan, dan pada suatu titik tertentu akan sangat sulit diubah.
Dengan demikian, anak perlu dibiasakan dengan mengulang-ulang
perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi kebiasaan yang
positif pula.
Anak mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan
bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini perlu kita cermati karena bersifat spontan
dan seringkali dilakukan tanpa sadar. Dengan memahami bahasa tubuh
inilah kita dapat memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan anak.
Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain : ekspresi wajah, napas,
ruang gerak, dan pergerakan tangan dan lengan.
Pada usia sekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan
emosi (Saarni, Mumme, dan Campos, 1998 dalam De Hart, 1992:348).
Pada usia 6 tahun anak-anak memahami konsep emosi yang lebih
kompleks, seperti kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan
(De Hart, 1992:348), tetapi anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam
menafsirkan emosi orang lain (Friend and Davis, 1993). Pada tahapan ini
anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup :
1.
Kapasitas untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional.
2.
Menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya emosi-emosi
yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman emosional.
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
a.
Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang
berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai
mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut
kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
b.
Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan
menverbalsasikan
rasa
konflik
malu
emosi
dan
yang
bangga.
Anak
dialaminya.
dapat
Semakin
bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan
orang lain.
c.
Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam
situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang
terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif
seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya
sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d.
Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk,
tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di
lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak
sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami
bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah
tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut.
Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud
adalah :
a.
Merupakan bentuk komunikasi.
b.
Emosi
berperan
dalam
mempengaruhi
kepribadian
dan
penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.
c.
Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
d.
Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat
menjadi satu kebiasaan.
e.
Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas
motorik dan mental anak (Resa, 2010).
C. MACAM EKSPRESI EMOSI ANAK
Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia SD/MI
adalah rasa takut, khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan
sedih, ingin tahu, gembira/senang, cinta dan kasih sayang.
Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)
1.
Rasa takut
Takut
yaitu
perasaan
terancam
oleh
suatu
objek
yang
membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui
tahapan.
a. Mula-mula
tidak
takut,
karena
anak
belum
kemungkinan yang terdapat pada objek.
b. Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya.
sanggup
melihat
c.
Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara
menghindari bahaya.
2. Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh
penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau
tidak sering berjumpa.
3. Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut
terhadap manusia, bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda
dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh
adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah dikenal yang
memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan oleh
keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri
seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir
yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).
4. Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan
atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa
khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan
tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul
karena karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan
meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan
pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun.
5. Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan
dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas
ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik
yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan tidak
berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula dengan
ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai.
6. Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada
masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah
karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan
pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan
cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan
mereka.
7. Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih
sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8. Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional
yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
9. Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat
banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan
mereka, termasuk diri sendiri.
10. Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal
dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbedabeda intensitas kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara
mengepresikannya
sampai
batas-batas
tertentu
dapat
diramalkan.
Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu
anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih
menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.
Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya rasa
terancam oleh sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh
sesuatu yang jelas penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena
adanya ancaman oleh sesuatu yang tidak terlalu jelas penyebabnya.
Ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan memiliki nilai positif asalkan
intensitasnya tidak begitu kuat karena mengakibatkan seseorang tetap
waspada dan berharap agar situasi menjadi lebih baik. Biasanya anak
takut akan kegelapan, ditinggal sendirian, terhadap binatang tertentu,
serta tidak disayang dan diterima oleh keluarga dan teman sebaya.
Terjadi variasi rasa takut pada anak yang dipengaruhi oleh tingkat
intelegensi, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan
sosial, urutan kelahiran, dan kepribadian anak (introvert atau ekstrovert).
Rasa takut pada anak biasanya berkaitan dengan rasa malu yang
merupakan bentuk penarikan diri anak dari hubungan dengan orang lain,
juga dengan rasa canggung dan ragu apabila ada orang yang tidak
dikenal atau orang yang dikenal dengan penampilan tidak seperti
biasanya.
Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan yang jelas,
tetapi lebih disebabkan karena membayangkan situasi bahaya atau
kesakitan yang mungkin terjadi. Biasanya terekspresikan dalam bentuk
perilaku yang murung, gugup, mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak,
dan cepat marah. Dapat juga sebaliknya. Anak menyelubungi rasa takut,
khawatir, dan cemas dengan berperilaku tidak sebagaimana biasanya,
seperti makan berlebihan, menonton televisi berlebihan, dan menyalahkan
orang lain. Tingkat kekhawatiran dan kecemasan tergantung pada
kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang dibayangkan akan
terjadi.
Rasa marah merupakan suatu perasaan yang yang dihayati oleh
anak yang cenderung bersifat menyerang. Cukup banyak diekspresikan
oleh anak karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih
banyak dibandingkan dengan rangsangan yang menimbulkan rasa takut.
Sebagaimana halnya variasi rasa takut, rasa marah pada setiap anak juga
berbeda-beda. Ada anak yang dapat menghadapi dan mengatasi rasa
marah lebi baik dibandingkan anak lainnya. Rangsangan yang biasa
menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan (dari orang lain ataupun
ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang diinginkan anak, juga
rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan
anak, serta sejumlah kejengkelan yang bertumpuk.
Reaksi anak terhadap kemarahan dapat digolongkan menjadi dua bagian
yaitu :
1. Reaksi impulsif biasa disebut juga agresi, berupa rekasi fisik maupun
kata-kata yang ditujukan kepada orang lain, binatang, maupun benda.
Ledakan kemarahan pada anak kecil disebut “temper tantrum” dengan
cara memukul, menggigit, meludah, dan menyepak;
2. Kemarahan yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri,
mengasihani diri, atau mengancam untuk melarikan diri, juga bersikap
apatis/masa bodoh.
Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan atau
kesalahan dalam melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan
dengan norma yang berlaku. Rasa sedih juga dapat diisebabkan oleh
hilangnya sesuatu yang sangat dicintai atau disayang atau kehilangan
seseorang, dan binatang atau benda permainan kesayangan. Perasaan
ini merupakan salah satu emosi yang tidak menyenangkan. Oleh karena
itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak terhindar atau sedikit
mungkin
mengalami
kesedihan
karena
dianggap
dapat
merusak
kebahagiaan anak. Anak, terutama apabila masih kecil, mempunyai
ingatan yang tidak bertahan lama dan mudah dialihkan rasa sedihnya
kepada mainan atau orang yang disayangi. Ekspresi rasa sedih pada
anak umumnya tampak dengan menangis. Tangisan anak ada yang
memilukan dan berlarut-larut bahkan sampai ada yang mendekati histeris.
Akan tetapi, ada juga anak yang menekan rasa sedih, ditandai oleh
hilangnya minat terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, hilang selera
makan, sukar tidur, mimpi menakutkan, dan menolak untuk bermain. Rasa
sedih
yang
berlarut-larut
dapat
mengakibatkan
perasaan
tidak
menyenangkan dan meng-ganggu kebahagiaan anak.
Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan emosi yang
menyenangkan. Setiap anak berbeda variasi kegembiraannya. Hal itu
dipengaruhi oleh perbedaan usia anak. Pada peserta didik usia SD/MI,
kegembiraan antara lain disebabkan oleh kondsi fisik yang sehat sehingga
dapat melakukan berbagai aktivitas dan permainan, keberhasilan
mengatasi rintangan sehingga mencapai tujuan seperti yang telah mereka
tetapkan,
dan
dapat
memenuhi
harapan
dari
orang-orang
yang
dikasihinya. Reaksi kegembiraan anak diekspresikan dari sekedar senyum
sampai tertawa gembira sambil menggerakkan tubuh, dan bertepuk
tangan. Tuntutan sosial memaksa anak yang semakin besar untuk
semakin dapat mengendalikan ekspresi kegembiraannya.
Cemburu dan kasih sayang merupakan bentuk emosi yang umum terjadi
pada peserta didik usia sekolah dasar. Cemburu adalah reaksi normal
terhadap kehilangan kasih sayang yang nyaata dan adanya ancaman
kehilangan kasih sayang. Cemburu sering berasal dari rasa takut yang
dikombinasikan dengan kejengkelan ataupun kemarahan karena orang
tua atau guru bersikap pilih kasih, dan anak merasa ditelantarkan
terhadap kepemilikan barang permainan. Rasa cemburu biasanya hilang
apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di sekolah, dan dapat
muncul kembali apabila guru membandingkannya dengan anak atau
teman lain. Reaksi langsung rasa cemburu diekspresikan dengan perilaku
perlawanan
agresif
seperti
memukul,
mendorong,
dan
berusaha
mencelakaiorang yang dianggap saingannya. Reaksi tidak langsung
terhadap cemburu ditunjukkan dengan bersikap kekanakan atau infantil,
seperti mengisap jempol, ngompol, dan ngambek, untuk mendapat
perhatian dari orang tua atau guru. Perasaan dikasihi atau disayangi
sangat penting bagi anak. Adanya rasa dikasihi menyebabkan anak
merasa aman dan nyaman. Kasih sayang melibatkan empati dan
berusaha membuat orang yang dikasihi menjadi bahagia atau senang.
Rasa ingin tahu merupakan reaksi emosi terhadap hal-hal yang baru,
aneh, dan misterius yang terjadi di lingkungannya. Anak usia sekolah
dasar akan bergerak ke sumbernya dan mempunyai minat terhadap
segala sesuatu di lingkungannya, termasuk dirinya sendiri. Semakin luas
lingkungan gerak atau area penjelajahan anak, semakin besar dan luas
pula rasa ingin tahunya. Anak bertanya atau menanyakan segala macam
yang mereka amati di sekitarnya. Semakin anak besar, aktivitas
bertanyanya digantikan dengan membaca, dan melakukan eksperimen
untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Peringatan dan hukuman dapat
mengendalikan anak melakukan penjelajahan untuk memuaskan rasa
ingin tahunya.
D. CIRI KHAS EMOSI ANAK
Ciri khas emosi pada anak antara lain :
1.
Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap
situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan
bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi
orang dewasa merupakan soal sepele.
2.
Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan
mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan
hukuman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan
situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha
mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih
dapat diterima.
3.
Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian
menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa
sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu :
a. Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus
terang.
b. Kekurangsempurnaan
pemahaman
terhadap
situasi
karena
ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas.
c.
Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah
dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka
menjadi lebih menetap.
4.
Reaksi mencerminkan individualitas
Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang sama.
Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan,
perilaku
yang
menyertai
berbagai
macam
emosi
semakin
diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika
mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan
anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di
balik punggung seseorang.
5.
Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang
sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang
tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh
perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan
sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
6.
Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka
secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung
melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan
tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.
E. TINGKAT PERKEMBANGAN EMOSI
Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut,
yang terjadi akibat dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak
langsung.
Reaksi
tersebut
dapat
tercermin
dalam
individu
yang
meningkatkan aktivitas kelenjar tertentu dan mengubah temperature
tubuh. Reaksi umumnya berkurang sesuai proporsi kematangan individu.
Hal ini disebabkan oleh pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan
penyebab ketakutan pada diri seseorang anak mungkin disebabkan oleh
jenis emosi yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi
seseorang yang meliputi :
1.
Emosi stabil
Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai
kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga
pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan orang-orang di
sekitarnya kehilangan kendali.
2.
Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional
mempunyai kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak
memihak, berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan
terkadang menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian
daripada kebiasaan.
3.
Emosi labil
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa,
bernafsu, sentimental, mudah tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka
mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini membuat mereka
mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi
oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi
mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).
F.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEPENGARUHI
PERKEMBANGAN
EMOSI.
Berberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi anak
adlah sebagai berikut.
1.
Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun
kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan
emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak.
Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari
lingkunganya.
2.
Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana
yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang
perkembangan emosi antara lain:
a.
Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya
dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama
sekali tidak memberi kepuasan.
b.
Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan
emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang
sama dengan orang-orang yang diamati.
c.
Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh
rangsangan
yang
sama
dengan
rangsangan
yang
telah
membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru
orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya.
d.
Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing
reaksi
emosional
kemudian
berhasil
dengan
cara
asosiasi.
Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awal kehidupan
karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa
tidak
rasionalnya reaksi mereka.
e.
Belajar dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi
terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi
terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang
menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional
terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak
menyenangkan (Fatimah, 2006).
3.
Konflik – konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase
perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun
jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya
mengalami gangguan-gangguan emosi.
4.
Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga
mengenai bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah
lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang
diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan
anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar
pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan
oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal
(learning
and
growing)
yang
dapat
mengantarkan
anak
menuju
pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan
emosi
anak.
Apabila
anak
dikembangkan
dalam
lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi
anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam
mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan
dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam
menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi
negatif (Syamsu, 2008).
G. KECERDASAN EMOSIONAL
Menurut Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat diartikan
kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan
tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang individu
mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan
sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau
mempunyai kesehatan mental yang baik.
Faktor kematangan dan pengalaman belajar, juga kondisi lainnya
mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Pada perkembangan
emosi peserta didik, pengaruh faktor belajar lebih penting karena belajar
merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Terdapat berbagai cara
untuk mengendalikan lingkungan dan pengalaman belajar emosi, baik
untuk
memperkuat
pola
reaksi
emosi
yang
diinginkan,
atau
menghilangkan pola reaksi yang tidak diinginkan.
Perkembangan emosi dapat dipelajari antara lain dengan cara atau
metode berikut. (Kurnia, 2008 : 2.29)
1. Belajar emosi dengan cara coba dan ralat (trial and error), terutama
melibatkan
aspek
reaksi.
Anak
mencoba-coba
dalam
mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang dapat
diterima.
2. Belajar dengan cara meniru (imitasi) dilakukan melalui pengamatan
yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain. Anak belajar
bereaksi dengan cara yang sama dengan ekspresi dari orang yang
diamati dan ditiru perilakunya.
3. Belajar dengan cara mempersamakan diri (identifikasi) dengan orang
lain yang dikagumi atau mempunyai ikatan emosional dengan anak
lebih kuat dibandingkan dengan motivasi untuk meniru sembarang
orang.
4. Belajar melalui pengkondisian berarti belajar perkembangan emosi
dengan
cara
asoiasi
atau
menghubungkan
antara
stimulus
(rangsangan) dengan respon (reaksi). Pengkondisian lebih cepat
terjadi pada anak kecilyang mempelajari perkembangan perilaku
karrena anak kurang mampu menalar, dan kurang pengalaman.
5. Belajar
melalui
pelatihan
(training)
dibawah
bimbingan
dan
pengawasan guru atau orang tua. Dengan pelatihan, anak dirangsang
untuk bereaksi terhadap hal-hal tertentu dan belajar mengendalikan
lingkungan atau emosi dirinya.
Pada diri setiap individu, termasuk peserta didik usia sekolah dasar,
ada emosi dominan yaitu satu atau beberapa emosi yang menimbulkan
pengaruh terkuat terhadap perilaku seseorang dan mempengaruhi
kepribadian anak, khususnya dalam penyesuaian pribadi dan sosial.
Emosi dominan ini biasanya terbentuk dan bergantung pada lingkungan
tempat anak hidupa dan menjalin hubungan dengan orang-orang yang
berarti atau berpengaruh dalam kehidupannya, seperti kondisi kesehatan,
suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan
teman sebaya, perlindungan aspirasi orang tua, serta cara mendidik dan
bimbingan orang tua.
Emosi dominan ini akan mewarnai temperamen anak dan bersifat
menetap. Anak yang bertemperamen periang akan memandang ringan
rintangan yang menghalangi langkahnya. Demikian juga, besarnya
pengaruh emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang dan
kebahagiaan menyebabkan timbulnya perasaan aman yang akan
membantu anak dalam menghadapi masalah dengan penuh ketenangan,
kepercayaan dan keyakinan dapat mengatasinya, bereaksi terhadap
rintangan
denga
ketegangan
emosi
yang
minimal,
dan
dapat
emosi
yang
mempertahankan keseimbangan emosi.
Kesimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara :
pengendalian
lingkungan
dengan
tujuan
agar
tidak/kurang menyenangkan dapat cepat diimbangi dengan emosi yang
menyenangkan;
mengembangkan toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan untuk
menghambat pengaruh emosi yang tidak menyenangkan (marah,
kecemasan, dan frustrasi) dan belajar menerima kegembiraan dan kasih
sayang. Terjadinya ketidakseimbangan antara emosi yang menyenangkan
dan tidak menyenagkan akan membuat anak menjadi murung, cepat
marah, dan watak negatif lainnya. Untuk itu diperlukan “katarsis emosi”
yaitu keluarnya energi emosional yang dapat mengakngkat sebab
terpendam, dan sekaligus membersihkan tubuh dan jiwa dari gangguan
emosional. Kondisi emosi yang meninggi antara lain disebabkan oleh
kondisi fisik (kesehatan buruk, gangguan kronis, perubahan dalam tubuh),
kondisi psikologis (kecerdasan rendah, kecemasan, kegagalan mencapai
aspirasi), dan kondisi lingkungan (ketegangan karena pertengkaran, sikap
orang tua/guru yang otoriter, dll).
BAB III
IMPLIKASI PERKEMBANGAN EMOSI TERHADAP KURIKULUM DAN
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
C. Implikasi perkembangan emosi anak terhadap kurikulum
Memasuki abad ke-21, para ahli psikologi mulai melakukan
pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan emosi, yang dikenal dengan
kecerdasan emosional. Menurut Goleman (Kurnia, 2008 : 2.30), orang
yang memiliki keceradasan emosional yang tinggi adalah orang yang
mampu mengendalikan diri dan gejolak emosi, memelihara dan memacu
motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus
asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres, mampu menerima
kenyataan, dan dapat merasakan kesenangan meskipun dalam keadaan
sulit.
Pelatihan kecerdasan emosional dimulai dengan cara mengenali
diri (kekuatan,kelemahan, cita-cita, dan harapan) serta perasaanperasaan yang ada pada diri seseorang, termasuk mengekspresikan dan
mengkomunikasikan emosi dengan perilaku yang dapat diterima. Belajar
mengendalikan perasaan atau emosi berarti mengarahkan energi emosi
ke saluran emosi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial.
Untuk mencapai pengendalian emosi, seseorang perlu memberikan
perhatian pada aspek mental emosi sebanyak perhatiannya pada aspek
fisik.
Jadi,
selain
belajar
cara
menangani
rangsangan
yang
membangkitkan emosi, anak juga harus belajar cara mengatasi reaksi
yang biasa menyertai emosi tersebut. Anak harus mampu menilai
rangsangan dan menentukan reaksi emosinya secara benar. Tercapainya
pengendalian
emosi
penting
bagi
perkembangan
anak
secara
keseluruhan. Semua kelompok sosial mengharap bahwa semua anak
belajar
mengendalikan
emosinya.
Semakin
dini
anak
belajar
mengendalikan emosinya, semakin lebih mudah pula mengendalikan
dirinya.
Kurikulum yang dikembangkan saat ini sangat mendukung
terhadap perkembangan emosi anak. Mengembangkan emosi terhadap
sesuatu pada dasarnya adalah membantu anak untuk meningkatkan
semangat dan kreatifitas dalam proses pembelajaran.perkembangan
emosi yang tepat dapat mengarahkan anak untuk memenuhi tujuantujuannya,
memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya
secara
maksimal.
Terutama dalam hal belajar, mengembangkan emosi anak terhadap suatu
pelajaran sangat diperlukan. Anak akan tertarik untuk belajar apapun jika
dilandasi dengan perkembangan emosi yang positif.
Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum,
antara lain;
1. Tiap
anak
diberi
kesempatan
untuk
berkembang
sesuai
kebutuhannya,
2. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
3. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap,
dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh
lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik
terhadap proses pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu
berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik,
2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan, perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap
perkembangan anak,
4. Metode yang digunakan selalu merangsang perkembangan emosi
anak didik, dan
5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan
dilaksanakan secara terus – menerus.
D. Implikasi
perkembangan
emosi
anak
terhadap
proses
pembelajaran
Perkembangan
emosi
merupakan
faktor
dominan
yang
mempengaruhi tingkah laku siswa, dalam hal ini termasuk pula perilaku
dalam belajar.Perkembangan emosi yang positif seperti perasaan senang,
bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi siswa untuk
berkonsentrasi
terhadap
aktivitas
belajar,
seperti
memperhatikan
penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
sebagainya.jika yang menyertai proses belajar itu emosi negatif seperti
perasaan tidak senang dan kecewa, maka proses belajar akan mengalami
hambatan, dalam arti peserta didik tidak dapat memusatkan perhatiannya
untuk belajar sehingga kemungkinan besar akan mengalami kegagalan
dalam belajarnya.
Begitu
pentingnya
faktor
perkembangan
emosional
dalam
menentukan keberhasilan belajar peserta didik, Memperhatikan dan
memahami emosi siswa dapat membantu pendidik mempercepat proses
pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen. Memperhatikan dan
memahami emosi siswa berarti membangun ikatan emosional dengan
menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan
menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Melalui kondisi
belajar di maksud, para siswa akan lebih ikut serta dalam kegiatan
sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan tentang perkembangan emosi anak, dapat
disimpulkan bahwa anak memiliki tahap-tahap perkembangan emosi dan
setiap tahapnya memiliki keunikan tersendiri.
Setiap tahap perkembangan
emosi, orang tua dan
guru harus
mengetahui, Agar perkembangan emosi anak pada usia sekolah dasar
dapat terarah. Hak-hak anak dalam perkembangannya harus dipenuhi
untuk memaksimalkan kecerdasan emosinya, Orang tua agar mengetahui
factor-faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi pada anak.
B. SARAN
Dari uraian tentang perkembangan emosi anak di atas penulis
memberikan beberapa saran sebagai berikut.
1. Kepada orang tua, Agar dapat memaksimalkan potensi anak
khususnya dalam perkembangan emosi anak.
2.
Kepada
guru,
Agar
dapat
memahami
setiap
tahap-tahap
perkembangan emosi anak. Sehingga hak-hak anak dapat dipenuhi
secara maksimal.
3. Kepada penulis, Agar dapat menambah pengetahuannya tentang
perkembangan emosi anak.
DAFTAR PUSTAKA
Kurnia, Ingridwati. dkk. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Puspita,
Widaya
Ayu.
2008.
Perkembangan
Emosi
Anak.
http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/perkembangan-emosi
anak.html. Diakses pada tgl 11 Febuari 2014.
Reza, Muhammad. 2010. Memahami Ekspresi Emosi. http://muhammadreza.blogspot.com/2010/01/memahami-ekspresi-emosi.html. Diakses
pada tgl 11 Febuari 2014.
Sunarto & Agung, Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Hamalik, O. 2012. Manajemen Perkembangan Kurikulum. Cetakan ke-5.
Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Download