ISSN 1907 - 3305 An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015

advertisement
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
RELATIONSHIP BETWEEN THE BIG FIVE PERSONALITY FACTOR
(NEO - PI - R) WITH DEVIANT BEHAVIOR IN EMPLOYEES
Helviana Syafitri
Lisparika Napitupulu
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Riau
Jl. Kaharudin Nasution No, 113 Perhentian Marpoyan Pekanbaru
ABSTRACT
This study aimed to determine the relationship between the big five
personality factors with deviant behavior in employees with a quantitative
approach. Samples were employees PT.Telkom Witel Ridar, obtained by sampling
purposive sampling technique. Subjects in this study were 130 employees. Of
data collection is done by using a measuring tool form questionare based theory
Costa & McCrae for five big personality factors and theories Robinson & Bennett
for deviation theory behavior. Reliability test using Cronbach Alpha coefficient
values obtained results with 0,893 to scale big five personality factors and 0.804
for the scale of deviant behavior. Based on the analysis, the result r = -0.052 and
p = 0.559. These results indicate that there is not relationship between the
significant big five personality factors with deviant behavior in employees.
Keywords: big five personality factors, deviant behavior, employee
Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia di Indonesia secara umum masih dinilai berkualitas rendah,
terutama di instansi pemerintahan maupun organisasi. Sumber daya manusia yang ada
dalam suatu organisasi memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Rendahnya kualitas
sumber daya manusia tentunya akan menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan maupun
karyawan itu sendiri. Berbagai cara dilakukan perusahaan agar para karyawan bekerja
dengan baik dan tidak melakukan perilaku yang dapat merugikan perusahaan, seperti halnya
memberikan reward jika karyawan melakukan pekerjaan sesuai target. Akan tetapi hal itu
tidak membuat sebagian karyawan merasa puas, sebagian dari mereka melakukan perbuatan
yang melanggar norma-norma perusahaan atau di alam bawah sadar. Seperti melakukan
pencurian kecil-kecilan, sengaja memperlambat siklus kerja, mensabotase peralatan kantor,
datang terlambat, tidak menghormati, dan tidak mengikuti instruksi atasan (Galperin, 2002).
Penyimpangan perilaku kerja merupakan suatu masalah yang sangat serius yang
dihadapi oleh organisasi saat ini. Penyimpangan perilaku kerja merupakan masalah luas,
yang dapat menyebabkan kerugian finansial, ketika karyawan terlibat dalam perilaku
1
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
menyimpang di tempat kerja, perilaku ini dapat memiliki efek merugikan pada organisasi.
Beberapa tahun terakhir organisasi industri menghasilkan bunga yang tinggi untuk kegunaan
organisasi. Miliaran dolar yang hilang setiap tahun akibat penyimpangan kerja seperti,
organisasi kehilangan hingga $ 200 miliar dolar per tahun dari pencurian karyawan, $ 4,2
miliar untuk kekerasan, dan $ 5300000000 untuk rekreasi berselancar karyawan (Greenberg,
1998).
Penyimpangan perilaku sangat berpengaruh terhadap individu dan organisasi (Sudha
& Khan, 2013), setiap penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh karyawan tidak segera
diselesaikan maka akan berakibat buruk terhadap generasi yang akan mendatang dan
tentunya akan menganggu kepribadian setiap individu yang tidak melakukan penyimpangan.
Perilaku menyimpang dapat juga berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan karyawan
seperti yang ditargetkan oleh perilaku tersebut dan salah satu masalah yang paling serius
yang dihadapi oleh organisasi (Sudha & Khan, 2013). Menurut Nuebert (2004) Penyimpangan
perilaku kerja berkaitan dengan model lima faktor kepribadian, penyimpangan interpersonal
dan penyimpangan organisasi.
Menurut Judge, Martocchio & Thoresen (1997), kepribadian big five factor terdiri dari
ekstraversi, kesadaran, keramahan, stabilitas emosi, dan keterbukaan terhadap pengalaman,
lima faktor ini didesain untuk melihat temperamen kepribadian seseorang dalam hidupnya.
Kepribadian secara unik sebagai instrumen yang terstandar, memprediksi hubungan dengan
kinerja. Masing-masing dari kepribadian big five factor atau kepribadian lima besar seperti;
ekstraversi, kesadaran, keramahan, stabilitas emosi, dan keterbukaan terhadap pengalaman,
telah terbukti berpengaruh terhadap kinerja untuk level pekerjaan-pekerjaan tertentu,
sehingga pengaruh kepribadian terhadap kinerja sangat berarti (Widhiastuti, 2005).
Menurut Farhadi, Fatimah, Nasir & Shahrazad (2012) bahwa kesadaran dan
keramahan menghasilkan hubungan yang signifikan dengan perilaku penyimpangan kerja.
Karyawan yang kurang kesadaran dan keramahan akan lebih saling terlibat dalam perilaku
menyimpang lebih sering, dari pada mereka yang lebih teliti dan menyenangkan rekan-rekan
kerja. Pada dasarnya perilaku yang dilakukan individu erat kaitannya dengan kepribadian
yang ada pada diri individu tersebut, dan kepribadian lima faktor sangat berperan aktif
didalamnya. Kepribadian merupakan cerminan kemampuan seseorang dalam melakukan
atau menjalankan aktivitas maupun berperilaku apapun. Lima faktor kepribadian yang
merupakan salah satu teori kepribadian, dan dikembangkan dengan lima faktor yang dapat
mencerminkan kemampuan seseorang untuk berperilaku tertentu dengan lebih baik atau
tidak. Perbedaan lain yang mungkin muncul, individu dengan faktor ketelitian yang tinggi,
tidak akan absen dari pekerjaannya dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat
dimensi ketelitian yang rendah. Faktor ketelitian yang rendah, menyebabkan karyawan
memiliki jalan yang salah dalam pekerjaan atau mungkin akan kehilangan pekerjaan
(Widhiastuti, 2005).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah suatu
karakteristik yang relatif stabil yang menjelaskan bagaimana individu secara khusus bereaksi
terhadap berbagai situasi. Maka dari itu peneliti tertarik untuk mengambil judul apakah
2
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
terdapat “hubungan antara kepribadian big five factor (NEO-PI-R) dengan penyimpangan
perilaku pada karyawan? ”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan diteliti
adalah sebagai berikut : “apakah terdapat hubungan antara kepribadian big five factor (NEOPI-R) dengan penyimpangan perilaku pada karyawan”.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah terdapat hubungan
antara kepribadian big five factor (NEO-PI-R) dengan penyimpangan perilaku pada karyawan.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
Dapat memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan bahwa adanya hubungan antara
kepribadian big five factor terhadap penyimpangan perilaku. Serta menambah keilmuan
psikologi terutama psikologi industri.
b. Manfaat Teoritis
1. Untuk Karyawan
Diharapkan dapat di jadikan masukan untuk berperilaku dalam kehidupan seharihari agar dapat memberikan kualitas hidup yang terbaik sehingga menjadi individu
yang berkompeten.
2. Untuk Peneliti Selanjutnya
Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya dan
penelitian ini dapat menjadi acuan dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyimpangan Perilaku
Menurut teori biologis, penyimpangan dilakukan oleh seorang individu disebabkan
oleh adanya faktor biologis. Seperti cacat fisik dan mental yang parah yang tidak mungkin
dapat melakukan segala perilaku yang diharapkan sehingga timbul perilaku yang
menyimpang. Salah satu contoh teori biologis ialah pandangan mengenai kromosom-Y
ganda, dinyatakan bahwa satu diantara seribu orang lelaki memiliki kromosom sehingga pria
semacam ini dinyatakan sangat cendrung melakukan tindak kejahatan dan prilaku yang
bertentangan dengan norma-norma masyarakat atau anti sosial (Luthans, 2006).
Menurut teori sosialisasi penyimpangan dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk
menghayati norma dan nilai-nilai yang dominan. Teori sosialisasi tertuju pada perilaku sosial
baik yang bersifat menyimpang maupun yang patuh dikendalikan oleh norma dan nilai-nilai
yang dihayati. Penyimpangan disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penghayatan
dan pengalaman nilai-nilai dalam perilaku seseorang.
3
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Teori Penyimpangan Perilaku
Secara mendasar, paling tidak ada tiga perspektif untuk menentukan apakah perilaku
menyimpang itu, yaitu absolut, normative, dan reactive (Narwoko & Suyanto, 2011).
Perspektif absolut berpendapat bahwa kualitas atau karakteristik perilaku menyimpang
bersifat intrinsik, terlepas dari bagaimana ia dinilai. Dengan kata lain, perilaku menyimpang
ditentukan bukan dengan norma, kebiasaan, atau aturan-aturan sosial. Perspektif normative
berpendapat bahwa perilaku menyimpang bisa didefinisikan sebagai setiap perilaku yang
tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat atau kelompok tertentu
dalam masyarakat (Narwoko & Suyanto, 2011). Sebuah tindakan dikatakan menyimpang atau
tidak, ditentukan oleh batasan-batasan norma masyarakat atau budaya. Perspektif reaktif
berpandangan bahwa perilaku menyimpang dapat ditemukan dalam bagaimana secara
aktual perilaku itu dinilai.
Penyimpangan merupakan setiap pelanggaran terhadap aturan perilaku. Suatu
perbuatan barulah dianggap menyimpang setelah dicap menyimpang, dan sesuatu yang
relatif dalam arti bahwa kadang kala hampir semua orang dapat disebut sebagai
penyimpangan sepenuhnya (Setiadi & Kolip, 2011). Perilaku dianggap menyimpang ketika
kebiasaan organisasi, kebijakan, atau peraturan internal dilanggar oleh individual atau
kelompok yang mungkin membahayakan kesejahteraan organisasi atau masyarakat
(Robinson & Bennet, 2000).
Aspek – aspek penyimpangan perilaku
Empat aspek yang di kemukakan oleh Robinson & Bennet (2000) yaitu:
1. Penyimpangan produksi
Prediktor produksi penyimpangan yang sangat berkolerasi dan berperan dalam
organisasi. Organisasi dimana individu melindungi diri untuk kepentingan mereka yang
paling mungkin untuk melakukan penyimpangan. Adapun penyimpangan produksi yang
dilakukan oleh individu adalah: pergi lebih awal, mengambil waktu istirahat yang
berlebihan, sengaja bekerja lambat, membuang- buang sumber daya.
2. Penyimpangan properti
Merupakan penyimpangan yang dilakukan individu yang kebijakan dan kepatuhannya
sangat rendah terhadap perusahaan. Adapun penyimpangan yang dilakukan adalah :
menyabotase peralatan, menerima suap, berbohong tentang jam kerja, mencuri dari
perusahaan.
3. Penyimpangan politik
Penyimpangan yang diklasifikasiikan sebagai bentuk kecil dari penyimpangan, organisasi
memberikan pengertian bahwa mereka peduli tentang kesejahteraan karyawan, maka
karyawan akan cenderung untuk terlibat dalam perilaku penyimpangan politik. Adapun
penyimpangan yang dilakukan adalah: menunjukkan favoritisme, bergosip tentang rekan
kerja, menyalahkan rekan kerja, bersaing tidak sehat.
4. Penyimpangan agresi
4
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Penyimpangan yang tidak berhubungan dengan organisasi tetapi sangat berhubungan
dengan kepribadian individu yang melakukan tindakan menyimpang. Adapun
penyimpangan yang dilakukan individu adalah: melecahkan seksual, pelecahan verbal,
mencuri dari rekan karja, membahayakan rekan kerja.
Kepribadian
Beberapa definisi yang penting secara historis adalah teori ciri (pola perilaku yang
dapat diamati, berlangsung dari waktu ke waktu), teori sifat dan faktor Eysenck, McCrae dan
Costa, dan pendekataan trait dari Cattel. Eysenck menggunakan pendekatan hipotesis
deduktif untuk meringkas tiga faktror bipolar; ekstraversi atau introversi, neurotisme atau
stabilitas, dan psikotik atau superego. Eysenck yakin bahwa, untuk dapat bermanfaat
kepribadian harus dapat memprediksi perilaku dan mempersentasikan bukti yang cukup
untuk mendukung teori tiga faktornya. McCrae dan Costa, seperti Eysenck menempatkan
penekanan yang kuat dalam komponen biologis kepribadian. Selanjutnya Cattel, mendorong
pendekatan trait untuk dapat berkembang lebih empiris dan statistis. Ia menekankan
pentingnya mengumpulkan informasi kunci dari kuesioner, dari situasi tes, dan dari
kehidupan seseorang dan kemudian menggabungkan informasi tersebut secara objektif
dengan menggunakan metode kuantitatif yang canggih terutama analisis faktor (Friedman &
Schustack, 2006).
Teori Kepribadian Big Five Factor
Costa dan McCrae, seperti kebanyakan peniliti faktor lainnya, membangun taksonomi
yang terelaborasi mengenai sifat dari kepribadian. Dalam masa penelitiannya Costa dan
McCrae awalnya hanya berfokus pada dua dimensi utama, yaitu neurotisme dan ekstraversi.
Tidak lama setelah menemukan N dan E, Costa dan Mccrae menemukan faktor ketiga yang
mereka sebut dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Walaupun Lewis Goldberg adalah
orang yang pertama menggunakan istilah lima besar pada tahun 1981 untuk
mendeskripsikan temuan yang konsisten dari analisis faktor atas sifat kepribadian. Hingga
akhirnya dua dimensi terakhir muncul yaitu keramahan dan kesadaran, dan mereka
melaporkan studi pada lima faktor kepribadian (Feist & Feist, 2010).
John & McCrae (1990) menyingkat ke lima faktor kepribadian tersebut dengan
OCEAN. Berkaitan dengan kepribadian lima besar tersebut, Robins, Tracy & Trzesniewski
(2008) memiliki pendapat sendiri antara lain Neurotisme meliputi perasaan-perasaan negatif,
cemas, sedih, mudah tersentuh. Faktor Keterbukaan atas pengalaman meliputi keterbukaan,
kedalaman dan mental individual yang kompleks dan pengalaman hidup. Ekstraversi dan
faktor Kesepakatan termasuk interpersonal bahwa seseorang dapat bekerjasama dan bergaul
dengan orang lain. Terakhir adalah yang disebut dengan faktor Ketelitian, menyangkut tugas
dan pencapaian serta kontrol yang merupakan persyaratan sosial (Robins, Tracy &
Trzesniewski, 2008).
5
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Aspek-aspek Kepribadian Big Five Factor
Pengukuran five factor model yang menggunakan trait kata tunggal sebagai sebuah
item, dikembangkan oleh Paul T. Costa dan Robert R. McCrae. Adapun aspek-aspek didalam
kepribadian big five factor menurut Costa & McCrae (1991) meliputi :
1. Stabilitas Emosi
Trait ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan
individu apakah mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide yang tidak realistis,
mempunyai coping response yang maladaptif (Costa & McCrae 1991). Dimensi ini
menampung kemampuan seseorang untuk menahan stres. Orang dengan kemantapan
emosional positif cenderung berciri tenang, bergairah dan aman. Sementara mereka
yang skornya negatif tinggi cenderung tertekan, gelisah dan tidak aman (Mastuti, 2005).
2. Ekstraversi
Menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan
untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia (Costa & McCrae, 1991). Dimensi ini
menunjukkan tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Kaum ekstravert
(ekstraversinya tinggi) cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu
untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara kaum
introvert cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit
dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian
(Mastuti, 2005).
3. Keterbukaan terhadap pengalaman
Menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi
kepentingannya sendiri. Menilai bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak
biasa (Costa & McCrae, 1991). Dimensi ini mengamanatkan tentang minat seseorang.
Orang terpesona oleh hal baru dan inovasi, ia akan cenderung menjadi imajinatif, benar benar sensitif dan intelek. Sementara orang yang disisi lain kategori keterbukaannya ia
nampak lebih konvensional dan menemukan kesenangan dalam keakraban (Mastuti,
2005).
4. Keramahan
Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum mulai dari lemah lembut sampai
antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku (Costa & McCrae, 1991). Dimensi ini
merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain. Orang yang
sangat mampu bersepakat jauh lebih menghargai harmoni daripada ucapan atau cara
mereka. Mereka tergolong orang yang kooperatif dan percaya pada orang lain. Orang
yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada
kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain (Mastuti, 2005)
5. Kesadaran.
Menilai kemampuan individu didalam organisasi, baik mengenai ketekunan dan motivasi
dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai lawannya menilai apakah
individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi (Costa & McCrae, 1991). Dimensi ini
merujuk pada jumlah tujuan yang menjadi pusat perhatian seseorang. Orang yang
6
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
mempunyai skor tinggi cenderung mendengarkan kata hati dan mengejar sedikit tujuan
dalam satu cara yang terarah dan cenderung bertanggungjawab, kuat bertahan,
tergantung, dan berorientasi pada prestasi. Sementara yang skornya rendah ia akan
cenderung menjadi lebih kacau pikirannya, mengejar banyak tujuan (Mastuti, 2005).
Faktor-Faktor Terbentuknya Kepribadian Big Five Factor
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian ada dua yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan (John & Srivastava, 1999). Faktor genetik mempunyai peranan
penting didalam menentukan kepribadian khususnya yang terkait dengan aspek yang unik
dari individu (John & Srivastava, 1999). Pendekatan ini berargumen bahwa keturunan
memainkan suatu bagian yang penting dalam menentukan kepribadian seseorang (Mastuti,
2005). Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang membuat seseorang sama dengan
orang lain karena berbagai pengalaman yang dialaminya.
Faktor lingkungan terdiri dari faktor budaya, kelas sosial, keluarga, teman sebaya,
situasi. Diantara faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap
kepribadian adalah pengalaman individu sebagai hasil dari budaya tertentu. Masing-masing
budaya mempunyai aturan dan pola sanksi sendiri dari perilaku yang dipelajari, ritual dan
kepercayaan. Hal ini berarti masing-masing anggota dari suatu budaya akan mempunyai
karakteristik kepribadian tertentu yang umum (John & Srivastava, 1999). Faktor lain yaitu
faktor kelas sosial membantu menentukan status individu, peran yang mereka mainkan dan
hak istimewa yang dimiliki. Faktor ini mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan
bagaimana mereka mempersepsi anggota dari kelas sosial lain. Faktor lain yaitu faktor kelas
sosial membantu menentukan status individu, peran yang mereka mainkan dan hak istimewa
yang dimiliki. Faktor ini mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana
mereka mempersepsi anggota dari kelas sosial lain (John & Srivastava, 1999).
Hubungan Kepribadian Big Five Factor dengan Penyimpangan Perilaku Karyawan
Kepribadian big five factor adalah lima abstrak dimensi yang banyak disajikan oleh
pendekatan kepribadian, yang terdiri dari stabilitas emosi, ekstraversi, keterbukaan terhadap
pengalaman, keramahan, dan kesadaran. Penyimpangan kerja berkaitan dengan model lima
faktor kepribadian. Individu yang openess to experience memiliki inovasi dan cenderung
menjadi imajinatif, benar-benar sensitif dan intelek. Sementara orang yang disisi lain
kategori keterbukaannya ia nampak lebih konvensional dan menemukan kesenangan dalam
keakraban sehingga tidak akan melakukan penyimpangan. menurut penelitian Robins (2001).
Selanjutnya orang yang memiliki conscientiousness memiliki sifat-sifat seperti kepercayaan,
kompetensi, prestasi berjuang, tanggung jawab, dan disiplin. Beberapa studi sebelumnya
telah menunjukkan kesadaran berhubungan negatif dengan perilaku menyimpang dalam
organisasi (Farhadi, Fatimah, Nasir & Shahrazad, 2011). Mereka menemukan hubungan
negatif antara kesadaran dan perilaku menyimpang di tempat kerja sehingga individu yang
mendapat skor rendah pada conscientiuosness akan melakukan penyimpangan produksi.
7
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Individu yang memiliki ekstraversion mampu bersosialisasi, aktif, suka berbicara,
berorientasi pada hubungan dengan manusia, optimis, menyukai kegembiraan, dan setia.
Sedangkan individu yang memiliki ekstraversi nya rendah lebih introvert cenderung tidak
terbuka dan memiliki hubungan yang sedikit dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka
lebih senang dengan kesendirian. Sehingga individu yang rendah ekstraversinya akan
melakukan penyimpangan pribadi agresi. Seperti yang dikemukakan oleh Kaplan, Gurven,
Rueden, Massenkof & Vie (2012) individu yang kurang motivasi dan tidak dapat
menyesuaikan diri akan melanggar dari konteks sosial sehingga melakukan penyimpangan.
Individu yang memiliki agreeableness cenderung berhati lembut, percaya, suka menolong,
dan pemaaf. Menurut penelitian Nuebert (2004) bahwa, karyawan yang keramahannya tinggi
tidak akan melakukan sifat permusuhan dan melakukan agresi terhadap orang lain selama
waktu bekerja. Sedangkan menurut Judge, Martocchio & Thoresen (1997) keramahan
memiliki hubungan negatif dengan perilaku antarpribadi sehingga melakukan penyimpangan
kerja, sehingga individu terdorong untuk melakukan penyimpangan pribadi agresi.
Emotional stability menunjukkan hubungan yang negatif terhadap penyimpangan
perilaku. Individu dengan stabilitas emosi yang tinggi akan dapat bekerja lebih baik
dibandingkan dengan individu yang lain pada situasi yang memiliki tingkat stressor yang
tinggi (Costa & McCrae, 1991). Selanjutnya individu dengan stabilitas emosi cenderung
merasa tenang, aman, dan percaya diri sehingga kecil kemungkinan melakukan
penyimpangan perilaku. Kepribadian big five factor sangat memiliki hubungan yang erat
dengan penyimpangan perilaku, karena kepribadian merupakan hal yang unik yang
mendasari pikiran, perilaku dan emosi yang diperlihatkan oleh seseorang. Lima faktor
kepribadian didesain untuk melihat tempramen kepribadian seseorang dalam hidupnya, yang
mencerminkan skor tinggi dan rendah sehingga terbukti berpengaruh terhadap kinerja.
Berkenaan dengan faktor demografi dengan perilaku menyimpang di tempat kerja,
ada beberapa temuan yang menemukan perbedaan dalam perilaku menyimpang di tempat
kerja antara karyawan dengan demografis yang berbeda latar belakang. Satu studi
menunjukkan bahwa jenis kelamin lebih berpengaruh kuat dari pada agresi antarpribadi
(Hershcovis dkk, 2007). Jenis kelamin dan usia yang ditemukan berhubungan dengan
penyimpangan perilaku di tempat kerja. Sebuah meta-analisa dilakukan untuk meninjau
penyimpangan perilaku dalam organisasi menemukan bahwa usia, jenis kelamin, dan status
perkawinan merupakan hasil yang valid dalam melakukan penyimpangan perilaku (Lau &
Sholihin, 2005).
Hipotesis
Berdasarkan berbagai uraian teori yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti
mengambil suatu hipotesa bahwa:
1. Ada hubungan yang signifikan antara kepribadian big five factor dengan penyimpangan
perilaku pada karyawan
2. Ada hubungan yang negatif antara stabilitas emosi dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan
8
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
3.
4.
5.
6.
Ada hubungan yang negatif antara ekstraversi dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan
Ada hubungan yang negatif antara keterbukaan terhadap pengalaman dengan
penyimpangan perilaku pada karyawan
Ada hubungan yang negatif antara kesadaran dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan
Ada hubungan yang negatif antara keramahan dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan.
METODE PENELITIAN
Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (X) : Kepribadian Big Five Factor
2. Variabel Dependen (Y) : Penyimpangan Perilaku
Definisi Operasional Variabel
Penyimpangan Perilaku
Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran
terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Penyimpangan meluas jika banyak orang
menempuh cara-cara pencapaian keberhasilan dengan wajar beralih kecara-cara
menyimpang, kebanyakan penyimpangan menimbulkan hal yang merusak bagi seseorang
dan masyarakat. Perilaku dianggap menyimpang ketika kebiasaan organisasi, kebijakan, atau
peraturan internal dilanggar oleh individual atau kelompok yang mungkin membahayakan
kesejahteraan organisasi atau masyarakat. Robinson & Bennet (2000) mengemukakan aspekaspek penyimpangan perilaku yaitu; (1). Penyimpangan produksi, (2). Penyimpangan
properti, (3). Penyimpangan politik, dan (4). Penyimpangan agresi.
Kepribadian Big Five Factor
Kepribadian adalah karakteristik psikologis individu yang dapat membedakan dari
individu lain dan karakteristik tersebut tercermin didalam individu menghadapi situasi
tertentu dengan cara yang khusus. Kepribadian adalah asosiasi dari berbagai latar belakang
yang manusia pilih dan bagaimana mereka menggunakannya dalam pekerjaan. Teori Big Five
Factor sangat berguna dalam menentukan performa yang akan mendukung kinerja
karyawan. Costa & McCrae (1991) mengemukakan aspek-aspek sebagai berikut; (1). Stabilitas
emosi, (2).Ekstraversi, (3). Keterbukaan terhadap pengalaman, (4). Keramahan, dan (5).
Kesadaran.
Subjek Penelitian
Populasi
Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian.
Populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat
9
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
berupa manusia Bungin (2009). Sebagai suatu populasi, kelompok subjek ini harus memiliki
ciri-ciri atau karakteristik-karektiristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek
yang lain. Ciri yang dimaksud tidak terbatas hanya sebagai ciri lokasi akan tetapi dapat terdiri
dari karakteristik-karakteristik individu (Azwar, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah
karyawan PT. Telkom Witel Ridar Kota Pekanbaru. Populasi berjumlah 180 karyawan yang
merupakan seluruh staf PT.Telkom Witel Ridar.
Metode Pengumpulan Data
Skala adalah suatu alat pengumpul data yang berupa sejumlah pernyataan yang harus
dijawab oleh subjek yang menjadi sasaran atau responden penelitian. Penggunaan skala
sebagai salah satu alat pengumpulan data didasarkan pada pertimbangan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hadi (1997), sebagai berikut : (1) subjek adalah orang yang paling tahu
tentang dirinya sendiri; (2) apa yang dinyatakan oleh subjek adalah benar dan dapat
dipercaya; (3) interprestasi subjek tentang pertanyaan-pertanyan yang diajukan kepadanya
adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Kelebihan dari skala ini, dikemukakan oleh Sugiyono (2010) yaitu: (1) metode ini
merupakan metode yang praktis; (2) dalam waktu yang singkat dapat memperoleh data yang
banyak; (3) hemat, dengan menggunakan angket, tenaga yang digunakan sedikit; dan (4)
orang dapat menjawab dengan leluasa dan tidak dipengaruhi oleh teman-teman yang
lainnya.
Daya Diskriminasi
Menurut Azwar (2012), daya diskriminasi adalah suatu ukuran yang menunjukkant
tingkat-tingkat pembedaan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai daya beda soal tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki
daya beda soal rendah. Penentuan kriteria yang menyatakan dalam indeks daya diskriminasi
butir minimal 0,30. Namun, apabila jumlah yang diinginkan tidak mencukupi, maka dapat
meurunkan sedikit batas kriteria 0,30 menjadi 0,25 sehingga jumlah butir yang diinginkan
dapat tercapai. Uji validitas kedua skala dalam penelitian ini menggunakan bantuan
komputer paket Seri Program Statistik SPSS 17.0 for Windows. Uji diskriminasi skala
penyimpangan perilaku menghasilkan koefisiensi yang bergerak antara -0,009 sampai 0,780
sebelum seleksi butir. Dengan pengujian tersebut tidak terdapat aitem gugur dari 28 aitem
yang di uji cobakan. Dari 28 aitem yang shahih, akan digunakan semua dalam penelitian ini.
Hasil dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Metode Analisis Data
Setelah melakukan prosedur penelitian dan mengumpulkan data, maka langkah
selanjutnya proses analisis data. Sebelum melakukan proses analisis korelasi, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas sebaran data dan uji linieritas hubungan variabel sebagai prasyarat
dalam melakukan analisis korelasi product moment.
10
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Hipotesis
Sebagaimana dengan hipotesis yang telah diajukan ada enam hipotesis. Berdasarkan
hasil uji korelasi product moment untuk menguji hipotesis dalam penelitian ditemukan
bahwa adanya hubungan negatif antara kepribadian big five factor terhadap penyimpangan
perilaku pada karyawan. Adapun untuk tambahan analisis regresi untuk melihat seberapa
besar konstribusi yang diberikan variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan tabel 4.11
diketahui bahwa kepribadian big five factor dengan penyimpangan perilaku tidak signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, yaitu adanya hubungan negatif
antara kepribadian big five factor dengan penyimpangan perilaku.
1. Tidak terdapat hubungan antara big five factor dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan, menggunakan korelasi product moment (r) sebesar -0.052 dan p=0,559. Nilai
p lebih besar dari nilai 0,05 atau 0,559 > 0,05 maka hipotesis ditolak.
2. Tidak terdapat hubungan antara stabilitas emosi dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan, menggunakan korelasi product moment (r) sebesar 0,005 dan p=0,955. Nilai p
lebih besar dari nilai 0,05 atau 0,955 > 0,05 maka hipotesis ditolak.
3. Tidak terdapat hubungan antara ekstraversi dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan, menggunakan korelasi product moment (r) sebesar 0,000 dan p=0,999. Nilai p
lebih besar dari nilai 0,05 atau 0,999 > 0,05 maka hipotesis ditolak.
4. Tidak terdapat hubungan antara keterbukaan terhadap pengalaman dengan
penyimpangan perilaku pada karyawan, menggunakan korelasi product moment (r)
sebesar -0,101 dan p=0,252. Nilai p lebih besar dari nilai 0,05 atau 0,252 > 0,05 maka
hipotesis ditolak.
5. Tidak terdapat hubungan antara keramahan dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan, menggunakan korelasi product moment (r) sebesar -0,133 dan p=0,131. Nilai
p lebih besar dari nilai 0,05 atau 0,131 > 0,05 maka hipotesis ditolak.
6. Tidak terdapat hubungan antara kesadaran dengan penyimpangan perilaku pada
karyawan, menggunakan korelasi product moment (r) sebesar 0,010 dan p=0,914. Nilai p
lebih besar dari nilai 0,05 atau 0,914 > 0,05 maka hipotesis ditolak.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis korelasi Product Moment dalam menjawab hipotesis
penelitian mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Big Five Factor
dengan Penyimpangan Perilaku, yang ditunjukkan pada hasil nilai korelasi sebesar -0,052 dan
p=0,559 (p>0,05). Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak. Miner (1992) menjelaskan
bagaimana kepribadian dalam diri individu secara khusus bereaksi terhadap berbagai situasi.
Woodworth & Ruchimat (1997) mengatakan bahwa faktor hereditas dan faktor lingkungan
sama-sama turut mempengaruhi terbentuknya kepribadian individu. Faktor hereditas
meliputi segenap faktor yang telah ada pada individu pada waktu individu telah mulai
menjalani kehidupannya. Sedangkan yang dimaksud faktor lingkungan adalah segenap faktor
11
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
yang terdapat diluar individu yang selalu memberikan pengaruh terhadap individu semenjak
dimulainya kehidupan.
Hasil penelitian menemukan bahwa banyak subjek memiliki kepribadian big five
factor yang tinggi sehingga tingkat penyimpangan perilaku yang dialami subjek menurun.
Individu dengan aspek stabilitas emosi yang sangat tinggi akan cenderung mengukur emosi
yang tidak stabil, identitas rata-rata individu penyebab stres psikologis, ide-ide yang tidak
realistik, dorongan hati dan mengatasi respon-respon penyesuaian yang buruk (McCrae &
John, 1990). Apabila individu memiliki aspek stabilitas emosi yang sangat tinggi tentunya
dapat bekerja dengan baik. Kemampuan mereka untuk mengendalikan kekhawatiran dan
kecemasan yang mereka miliki membuat mereka dapat menjalankan pekerjaan mereka
dengan baik dan pada akhirnya menurunkan penyimpangan perilaku mereka. Adanya tingkat
kecemasan yang rendah, emosional yang stabil akan mempengaruhi proses sosialisasi yang
baik dengan tim kerja. Hal ini tidak sejalan dengan hipotesis kedua bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara stabilitas emosi dengan penyimpangan perilaku yang
ditunjukkan dengan nilai r=0,005 yang berarti dibawah nilai skor korelasi dan p > 0,05.
Telah diketahui bahwa aspek ekstraversi juga cukup berpengaruh besar terhadap
penyimpangan perilaku. Individu dengan aspek ekstraversi yang sangat tinggi cenderung
mampu bersosialisasi, aktif, suka berbicara, berorientasi pada hubungan dengan manusia,
optimis, menyukai kegembiraan, dan setia (McCrae & John, 1990). Sehingga hipotesis ketiga
tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Individu yang memiliki ciri ini, mereka dapat
mengatasi konflik situasi dengan lebih efektif yang mungkin terjadi pada pekerjaan mereka
(McShane & Glinow, 2000). Dengan kondisi kerja yang relatif tanpa konflik dapat membuat
karyawan dengan ciri-ciri menjadi lebih nyaman dengan pekerjaan mereka. Dengan rasa
aman yang mereka miliki mereka akan dapat memberikan semua kemampuan mereka dalam
pekerjaan yang pada akhirnya dapat menurunkan penyimpangan perilaku pada karyawan.
Keterbukaan terhadap pengalaman yang tinggi membuat individu dapat meluangkan
waktu untuk berimajinasi, ketertarikan terhadap keindahan, perasaan, ide-ide, aksi-aksi, dan
nilai-nilai yang muncul. Individu yang memiliki keterbukaan terhadap pengalaman cenderung
merasa aman, tenang, dan percaya diri. Dengan karakteristik yang mereka miliki, dapat
mencapai secara optimal kesuksesan dan prestasi. Kesuksesan dan prestasi diperlukan untuk
menurunkan penyimpangan perilaku pada karyawan. Sehingga hipotesis keempat tidak
menunjukkan hasil yang signifikan antara keterbukaan terhadap pengalaman dengan
penyimpangan perilaku yang ditunjukkan dengan nilai r= -0,101 yang berarti dibawah nilai
skor korelasi dan p > 0,05.
Individu dengan aspek keramahan yang sangat tinggi cenderung disiplin, penurut,
memiliki kemampuan mengatur, penuh pertimbangan, berjuang untuk sampai tujuan
(McCrae & John, 1990). Sehingga hipotesis ke lima tidak menunjukkan hasil yang signifikan
antara keramahan dengan penyimpangan perilaku yang ditunjukkan dengan nilai r= -0,133
yang berarti dibawah nilai skor korelasi dan p > 0,05. Hipotesis sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Mastuti (2005) menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
keramahan dengan sampel mahasiswa suku jawa.
12
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Individu dengan aspek kesadaran yang sangat tinggi cenderung berhati lembut,
percaya, suka menolong, memaafkan, dan terus terang (McCrae & John, 1990). Sehingga
menurunkan penyimpangan perilaku dan mendorong individu untuk membantu teman yang
sedang mengalami kesulitan tentu akan optimal. Seperti penelitian yang dilakukan Sartika &
Iman (2012) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara tipe kepribadian dengan prokrastinasi akademik dengan nilai kesadaran 58,3%, hal ini
hampir sama dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara aspek kesadaran dengan penyimpangan perilaku yang ditunjukkan dengan
nilai r=0,010 yang berarti dibawah nilai skor korelasi dan p > 0,05. Hasil ini juga didukung oleh
deskriptif analisis yang menunjukkan kesadaran pada persentase yang sangat tinggi,
sedangkan penyimpangan perilaku rendah.
Koefisien determinasi yang ditemukan sebesar R=0,052 dengan R2=0,003 atau 0,3%
memperlihatkan bahwa kepribadian big five factor memberikan kontribusi sebesar 0,3%.
Sementara 99,7% lagi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain penyimpangan perilaku seperti
faktor interaksi individu dan situasi, faktor individual dan faktor situasional. Faktor interaksi
individu dan faktor situasi yaitu, perilaku menyimpang timbul disebabkan oleh adanya
interaksi yang sangat erat antara individu dengan situasi ditempat kerja. Faktor individual
yaitu perilaku menyimpang timbul disebabkan oleh dari individu itu sendiri, seperti
karakteristik kepribadian (Robinson, 2003).
Penyimpangan perilaku dijelaskan oleh Appelbaum, David & Matousek (2007)
menunjukkan bahwa semakin terdidik karyawan semakin kecil kemungkinan mereka terlibat
dalam perilaku yang tidak etis, sesuai usia, dimana karyawan yang lebih tua cenderung lebih
jujur dari pada karyawan yang lebih muda. Karyawan yang paling setia dan bersemangat
tentang pekerjaan mereka rata-rata paling tidak mungkin untuk berhenti. Akibatnya
karyawan tersebut kemungkinan besar tidak terlibat dalam praktik bisnis yang melanggar
hukum. Ketika karyawan memiliki kepribadian big five factor yang rendah maka karyawan
tersebut tidak dapat mengendalikan dorongan-dorongan untuk mengambil bagian dalam
kegiatan illegal sehingga menyebabkan karyawan melakukan penyimpangan perilaku. Oleh
karena itu, hasil analisis regresi pada penelitian ini telah menunjukkan bahwa kepribadian
bukan faktor yang utama yang memberikan konstribusi yang tinggi terhadap penyimpangan
perilaku.
Adapun faktor- faktor penyebab penyimpangan perilaku dalam penelitian ini tidak
terbukti dapat di lihat berdasarkan hasil deskripsi antara penyimpangan perilaku dengan
jenis kelamin, terlihat bahwa karyawan perempuan sebanyak 72% dan karyawan laki-laki
sebanyak 58%. Hal ini dinyatakan bahwa karyawan perempuan lebih ramah dan terbuka
serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah
hubungan dengan nilai ekstraversinya yang sangat tinggi.
Hasil deskripsi antara penyimpangan perilaku dengan usia karyawan, terlihat bahwa
kebanyakan dari karyawan di dominasi berusia 38 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
kematangan emosi yang dimiliki karyawan sebesar 36,1%. Stabilitas emosi pada karyawan
PT.Telkom tergolong sangat tinggi. Sedangkan hasil analisis deskripsi antara penyimpangan
13
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
perilaku dengan status pekerja didominasi oleh pegawai tetap sebanyak 125 karyawan dan 5
karyawan adalah pegawai honorer. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan karyawan tetap
bekerja dengan baik dan memiliki kesadaran yang sangat tinggi yaitu 45,4%.
Adapun faktor-faktor penyebab penyimpangan perilaku dalam penelitian ini tidak
terbukti karena beberapa faktor yaitu faktor resilensi. Faktor resilensi tidak hanya tergantung
pada karekteristik individu, tetapi sangat dipengaruhi oleh proses interaksi yang timbul dari
keluarga dan lingkungan menurut Schoon (dalam -, 2007). Sebagai contoh, individu belajar
untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Hal ini mengacu pada operasi mental
seperti; mengatasi keterampilan serta karakteristik individu dan pengalaman menurut Rutter
(dalam -, 2007).
Keluarga dalam hal ini juga dapat menjadi faktor pelindung seperti; ikatan yang kuat
antara anak dan keluarga, keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak, orang tua
mendukung serta memenuhi secara finansial, emosional, kognitif dan kebutuhan sosial serta
orang tua memberikan batasan yang jelas dan penegakkan disiplin yang konsisten (Bierman
dkk, 2003). Saat berada di lingkungan, keluarga juga memiliki peran penting dalam
memberikan perlindungan. Faktor pelindung yang paling penting adalah pemantauan orang
tua yang sesuai dengan usia perilaku sosial, termasuk membangun jam malam, memastikan
pengawasan orang dewasa pada saat di luar rumah dan menegakkan aturan rumah tangga.
Serta mendukung anak pada keberhasilan akademik, ikatan yang kuat dengan lembaga
prososial dan penerimaan norma konvensional terhadap penyalahgunaan narkoba (Bierman
dkk, 2003). Dengan faktor – faktor pelindung tersebut membuat individu untuk mentaati
norma-norma yang ada.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyimpangan perilaku yang
dialami oleh karyawan PT. Telkom Witel Ridar berada pada cakupan rendah. Karyawan yang
memiliki kepribadian big five factor yang tinggi lebih bersemangat dalam bekerja. Sehingga
karyawan dapat bekerja dengan baik dan sungguh-sungguh.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada karyawan PT. Telkom Witel Ridar
dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian big five factor
terhadap penyimpangan perilaku pada karyawan.
Saran
Setelah penulis melakukan analisis data dan kesimpulan terhadap penelitian, maka
penulis memberikan saran:
1. Bagi individu sendiri, sebaiknya terlebih dahulu mencari subjek dan tempat untuk
melakukan penelitian, dan menerima berbagai masukan dari berbagai pihak sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
14
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
2.
3.
15
Bagi organisasi, agar dapat memberikan reward bagi karyawan yang teladan dan tidak
pernah memiliki masalah dalam organisasi sehingga menurunkan penyimpangan
perilaku yang terjadi pada perusahan.
Bagi penelitian selanjutnya, berdasarkan penelitian ini masih terdapat kelemahan dan
kekurangan antara lain, penelitian melibatkan subyek penelitian dalam jumlah terbatas,
yaitu sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini tidak menggunakan
data kualitatif sebagai pendukung skala sehingga dimungkinkan adanya unsur kurang
objektif dalam proses pengisian seperti adanya saling bersamaan dalam pengisian
angket. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali lebih dalam faktor-faktor serta
variabel-variabel lain yang turut mempengaruhi penyimpangan perilaku yang tidak
diteliti dalam penelitian ini.
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
DAFTAR PUSTAKA
Appelbaum,S.H., David, G., & Matousek,A. (2007). Positive and negative deviant behaviors:
causes impacts and solutions. Corporate Governance Journal, 7, 586-598.
Azwar, S. (2009). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, S. (2012). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bierman, K.L.,dkk. (2003). A research-based guide for parents, educator, and community
leaders. Department of Health and Human Services: Maryland
Bungin, B. (2009).Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana
Costa, P. T., & McCrae, R. (1991). Trait psychology comes of age. Faculty Publications,
Departement of Psychology, 169-204.
Farhadi, H., Fatimah, O., Nasir, R., & Shahrazad, W.S. (2012). Agreeableness
and
conscientiousness as antecedents of deviant behavior in workplace. Asian Social
Science Journal, 8(9), 1-7
Feist, J., & Feist, G.J. (2010). Theories of personality. New York: Mc Graw Hill
Friedman, H. S., & Schustack, M. W. (2006). Jakarta: Gelora Aksara Pratama
Galperin, B. L. (2002). Determinants of deviance in the workplace: an emperical examination
in Canada and Mexico. Unpublished Ph.D Thesis. Concordia University.
Greenberg, J. (1998). Aggressive reactions to workplace injustice. Journal of Organizational
Behavior, 83-117.
Hadi, S. (1997). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Offset
Hershcovis, S. M., dkk (2007). Predicting workplace aggression: A meta-analysis. Journal of
Applied Psychology, 92 (1), 228-238.
John, O.P., & Srivastava, S. (1999). The big trait taxonomy: history measurement and
theoretical perspectives. Departement of Psychology.
Judge, T.A,. Martocchio, J. J,. & Thoresen, C. J (1997). Five factor model of personality and
employee absence. Journal of Applied Psychology, 82(5),745-755.
Lau, C. M & Sholihin, M. (2005). Financial and nonfinancial performance measurement: How
do they affect job satisfaction. The British Accounting Review, 37(4),389-413.
Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: ANDI
Mastuti, E. (2005). Analisis faktor alat ukur kepribadian big five (adaptasi dari IPIP)
pada
mahasiswa suku jawa. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga, 7(3).
McCrae, R. R., & John, O. P. ( 1990). An introduction to five factor model and its applications.
Gerontology Research Center, Eastern Avenue, Baltimore
McShane, S.L,. & Mary, A. V. G. (2000). Organizational Behavior. USA: McGraw-Hill
Minner, J. B. (1992). Industrial-Organizational Psychology. USA: McGraw-Hill
Narwoko, J.D,. & Suyanto, B. (2011). Sosiologi. Jakarta: Kencana
Nubert, S. (2004). The five factor model and the workplace. Rochester Institute of
Technology
Robinson, S.L (2003). The impact of community violence and an organization’s procedural
justice climate on workplace aggression. Academy of Management Journal. 46 (3),
317-326.
16
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Robinson, S. L., & Bennet, R. J. (2000). Developmentof a measure of
workplace deviance.
New York: John Miley & Sons.Inc
Setiadi, E. M,. & Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Sudha, K.S., Khan, W.(2013). Personality and motivational traits as correlates of workplace
deviance among public and private sector employees. Journal Psychology, 4(1), 25-32.
Sugiyono. (2010). Statistik Nonparametric. Bandung: Alfabeta.
Sunday, A. J. (2013). Work place deviant behavior: a case study of intels nigeria limited.
Research on Humanities and Social Sciences, 3(2), 49-57.
Widhiastuti, H. (2005). The big five personality sebagai penunjang kerja. Jurnal Fakultas
Psikologi Universitas Semarang.
Woodworth, R.S., & Ruchimat, I. (1997). Psikologi suatu pengantar ilmu jiwa. Bandung:
Jemmars
17
Download