- Sekolah Athalia

advertisement
.
.
.
Kiamat 2012, Isu Petaka dari
Antariksa
Desember 2012
Volume 4, Issue 3
Dalam astronomi, pusat Bimasakti
masih merupakan daerah ”abu-abu”,
posisi pastinya belum dapat ditentukan.
Pusat Bimasakti diyakini berada di
daerah Sagittarius A*. Jika diteropong
dalam panjang gelombang visual,
wilayah ini hanya daerah gelap, tapi
memancarkan gelombang radio sangat
kuat.
Inside this Issue
1
2
3
4
Kiamat 2012, Isu Petaka
dari Antariksa
Ancaman Utama Bumi
Bukan Kiamat, tetapi
Manusia
Ancaman Bencana
Hidrometeorologi
Science today
The Galaxy Guide
Untuk meyakinkan adanya kiamat 2012,
para penggagas isu meramu berakhirnya
periode 13 baktun kalender Perhitungan
Panjang Maya dengan berbagai
fenomena astronomi. Sejumlah
peristiwa antariksa yang lumrah terjadi
diolah menjadi kejadian luar biasa yang
dikatakan bisa memicu kehancuran
Bumi.
Pada 21 Desember, hari yang oleh
pencetus isu kiamat dianggap hari akhir,
Matahari terletak di rasi Sagittarius.
Jauh di belakangnya, ada pusat Galaksi
Bimasakti yang memiliki lubang hitam
bermassa 4 juta kali massa Matahari.
Kesegarisan Bumi, Matahari, dengan
pusat Galaksi ini dituding akan
mengoyak Matahari dan anggota Tata
Surya lain. Gaya pasang surut dari pusat
Galaksi dianggap akan makin besar
karena Matahari sedang di bidang
Galaksi.
Sains Sekolah Athalia
Regensi Melati Mas Blok B14
Tangerang Selatan
Banten
menimbulkan masalah apa-apa. Itu
hanya orientasi arah,” kata dosen
struktur galaksi Program Studi
Astronomi Institut Teknologi Bandung,
M Ikbal Arifyanto, Selasa (4/12/2012).
Posisi Matahari yang mengarah ke pusat
Bimasakti adalah nyata. Ini adalah
peristiwa rutin yang terjadi tiap 21
Desember. Kondisi ini tak berubah,
meski Matahari terus berputar
mengelilingi pusat Galaksi selama 250
juta tahun. Bukan hal istimewa.
”Arah Bumi ke pusat Galaksi tidak
SainsWeek 1
Lubang hitam memang akan menarik
benda-benda dalam batasan jarak
tertentu. Matahari berjarak sekitar
30.000 tahun cahaya (285.000 triliun
kilometer) dari pusat Bimasakti. Kini,
Matahari berumur 5 miliar tahun dan
tetap ada di posisinya, tak tersedot
lubang hitam.
Matahari juga sedang tidak di bidang
Galaksi. Bambang Hidayat dalam
”Kosmophobia 2012: Satu Tilikan
Astronomi Menyatakan bahwa
Apokaliptika Tidak Akan Terjadi pada
Tahun 2012” di jurnal Sosiohumanika
Volume 3 Nomor 1 Tahun 2010
menyebut, Matahari pada 21 Desember
2012 berada pada jarak 100 tahun
cahaya dari bidang Galaksi. Terakhir, ia
melewati bidang itu 3 juta tahun lalu.
Matahari sedang bergerak ke utara (atas
piringan Galaksi), menuju titik
terjauhnya. Ia akan kembali melintasi
bidang Galaksi pada 10 juta tahun
mendatang. Kalaupun Matahari ada di
bidang Galaksi, dampak gaya pasang
surut pusat Galaksi terhadap Matahari
hanya sebesar tumbukan nyamuk ke
manusia.
Tumbukan
Isu lain yang mengiringi kiamat 2012
adalah tertabraknya Bumi oleh Planet X
dan Planet Nibiru, dua planet rekaan.
(lanjutkan di hal 2)
Desember 2012
Ancaman Utama Bumi Bukan
Kiamat, tetapi Manusia
google.com
Belakangan, isu kiamat pada 21
Desember 2012 mengemuka,
didasarkan pada interpretasi yang salah
akan kalender suku Maya. Isu tersebut
membuat sejumlah orang khawatir,
bahkan sulit tidur. Badan Penerbangan
dan Antariksa Amerika Serikat atau
NASA pun kebanjiran surat elektronik
yang menanyakan perihal akhir dunia
itu.
Merasa perlu mengklarifikasi, NASA
membuat tanggapan tentang sebabsebab kiamat seperti yang beredar di
jejaring sosial. Sebab-sebab kiamat di
antaranya adalah adanya benda langit
yang akan menghantam Bumi dan badai
Matahari yang mematikan.
Peneliti Matahari NASA, Lika
Guhathakurta, mengatakan bahwa
Matahari memang sedang pada puncak
aktivitasnya akhir-akhir ini. Badai
Matahari memang bisa merusak sistem
komunikasi, tetapi sejumlah perangkat
telah dikembangkan untuk memberi
peringatan. Badai Matahari tak
mengancam jiwa manusia secara
langsung.
Sementara itu, tentang planet, asteroid
atau apa pun yang akan menabrak
Bumi, Don Yeomans dari Jet Propulsion
Laboratory NASA mengatakan, satusatunya benda dekat Bumi yang akan
melintas dekat adalah asteroid pada 13
Februari 2013. Namun, asteroid
melintas pada jarak 6.378 kilometer,
takkan menghantam Bumi.
NASA juga menyatakan bahwa isu
Bumi akan gelap pada 23-25 Desember
2012 hanyalah isapan jempol. NASA
2
tak pernah mengeluarkan pernyataan
tersebut. Sementara itu, kesegarisan
semua planet di Tata Surya pada satu
waktu yang dikatakan menjadi sebab
fenomena itu juga tak mungkin terjadi.
mengunjungi Bumi. Annunaki
memodifikasi primata Bumi jadi
manusia guna mengurus Bumi. Ia
diramalkan kembali ke Bumi pada 2012
dan mencipta teror.
Andrew Fraknoi, astronom di Foothill
College, California, mengatakan, lebih
baik manusia fokus pada masalah Bumi
yang memang sedang dihadapi saat ini,
seperti perubahan iklim. Mitzi Adams,
pakar Matahari di NASA, juga
menyetujuinya.
Badan Penerbangan dan Antariksa
Nasional Amerika Serikat (NASA)
membantah keberadaan dua planet
khayali ini. Jika planet itu memang ada
dan mendekati Bumi pada 2012,
astronom tentu sudah mendeteksi
minimal 10 tahun lalu.
"Ancaman terbesar Bumi pada tahun
2012, pada akhir tahun ini dan di masa
depan, adalah dari ras manusia itu
sendiri," kata Adams, seperti dikutip
Livescience, Rabu (28/11/2012). Jika
manusia tak berubah, perubahan iklim
tak terelakkan, kepunahan banyak
spesies makhluk hidup niscaya terjadi.
”Jika wujud planetnya tak jelas, apa
yang harus ditakutkan?” kata peneliti
Astronomi dan Astrofisika Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional,
Emanuel Sungging Mumpuni, dalam
diskusi Himpunan Astronomi Amatir
Jakarta, Sabtu (8/12/2012).
Sumber : LiveScience
Penulis : Lusiana Octaviani
Editor : Yunan
http://sains.kompas.com
Kiamat 2012 .... (dari hal 1)
Ian O’Neil dalam 2012: No Planet X di
situs universetoday.com, 25 Mei 2008,
menyatakan, Planet X adalah istilah
untuk menamai benda langit seukuran
planet yang diduga ada. Obyek yang
sempat dinamai Planet X antara lain
Pluto yang ditemukan pada 1930. Pluto
diduga ada karena memicu gangguan
orbit Neptunus.
Pencarian Planet X kini lebih diarahkan
pada benda-benda seukuran Pluto. Ia
diperkirakan ada di Sabuk Kuiper,
wilayah Tata Surya setelah Neptunus
antara 30-50 Satuan Astronomi (jarak
Matahari-Bumi). Selain Pluto, obyek
yang ditemukan di daerah ini antara lain
Orcus, Quaoar, Eris, dan Sedna.
Istilah Nibiru muncul dalam buku The
Twelfth Planet karangan Zecharia
Sitchin, 1976, yang dianggap sebagai
karangan imajinatif berdasar teks kuno
bangsa Sumeria (Irak) 6.000 tahun lalu.
Nibiru adalah planet yang dikendarai
alien (makhluk asing) Annunaki untuk
Selain dua planet rekaan itu, benda
langit lain yang diisukan akan
menubruk Bumi adalah asteroid dan
komet. Bumi memang rentan tertabrak
dua benda ini. Namun, tubrukan besar
terakhir tercatat terjadi 65 juta tahun
lalu yang diduga menyebabkan
dinosaurus punah.
Meskipun ancaman itu nyata, dosen
dinamika benda kecil dalam Tata Surya,
Astronomi, ITB, Budi Dermawan,
mengatakan, manusia siap
mengantisipasi. Survei Penjaga
Antariksa NASA memantau bendabenda yang berpotensi menumbuk
Bumi.
Setidaknya ada tiga asteroid mendekati
Bumi, yaitu 4179 Toutatis yang
mendekati Bumi pada 12 Desember
lalu, 99942 Apophis pada 9 Januari
2013, dan 2012 DA14 pada 15 Februari
2013. Studi orbit asteroid itu
menyatakan, tidak ada yang akan
menabrak Bumi. ”Mereka hanya
melintas dekat Bumi. Ini sudah sering
terjadi, ” ujarnya.
Komet lebih jarang mendekati Bumi.
Sebagian besar habitat komet ada di
awan Oort, daerah terpinggir di Tata
Surya yang berbatasan langsung dengan
wilayah bintang lain.
(lanjutkan hal 3)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Ancaman Bencana
Hidrometeorologi
NASA Badai Sandy
Bencana hidrometeorologi, yaitu banjir,
kekeringan, tanah longsor, puting
beliung, hingga gelombang pasang,
menjadi ancaman terbesar negara di
Asia, termasuk Indonesia. Bencana ini
dipicu oleh kerusakan lingkungan dan
pemanasan global.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan
Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB)
Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta,
Kamis (13/12/2012), mengatakan, sejak
Januari hingga 13 Desember 2012,
tercatat 729 kejadian bencana di
Indonesia. Sebanyak 85 persen adalah
bencana hidrometeorologi berupa
banjir, kekeringan, tanah longsor, puting
beliung, kebakaran lahan dan hutan,
serta gelombang pasang.
Kejadian ini lebih besar daripada ratarata tahun 2002- 2011, yakni 77 persen.
Puting beliung merupakan bencana
paling sering terjadi, yaitu 36 persen,
mengalahkan banjir dan longsor yang
sebelumnya mendominasi.
Menurut Sutopo, meningkatnya bencana
hidrometeorologi disebabkan oleh
kerusakan lingkungan akibat ulah
manusia (antropogenik) dan faktor
perubahan iklim. Khusus untuk banjir di
Jawa, penyebab dominannya ialah
antropogenik. ”Faktor kerusakan daerah
aliran sungai lebih dominan,” katanya.
”Memang ada pengaruh perubahan
iklim, tetapi tidak begitu besar.”
Akan tetapi, fenomena peningkatan
frekuensi dan daerah terdampak puting
beliung menunjukkan pengaruh
perubahan iklim. Kepala Pusat
Perubahan Iklim dan Kualitas Udara
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian
mengatakan, naiknya suhu Bumi
menyebabkan frekuensi kejadian puting
beliung, sekalipun pembuktian langsung
secara statistik sulit dilakukan.
Sutopo menambahkan, bencana
hidrometeorologi menjadi ancaman
serius di masa mendatang. Secara
bulanan, dari data bencana 2002-2012
menunjukkan, puncak bencana terjadi
pada Januari. Artinya, pada puncak
musim hujan, yaitu di Januari, ancaman
bencana hidrometeorologi mencapai
puncaknya. Ini perlu diantisipasi
masyarakat.
”Saat ini puting beliung terjadi bukan
hanya pada masa transisi atau peralihan
musim, melainkan berlangsung selama
musim hujan hingga akhir musim hujan,
yakni dari sekitar Oktober hingga
April,” katanya.
Fenomena global
Dominasi bencana hidrometeorologi di
Indonesia ini sejalan dengan fenomena
Asia dan global. Secara global, 76
persen bencana di dunia sepanjang
tahun 1900-2011 adalah bencana
hidrometeorologi.
Pekan ini, Badan PBB untuk
Pengurangan Risiko Bencana
(UNISDR) merilis hasil penelitian yang
menyebutkan banjir merupakan bencana
paling kerap terjadi di Asia sepanjang
2012, yaitu mencapai 44 persen.
Bencana ini menyebabkan dampak
korban jiwa terbanyak dan kerugian
ekonomi terbesar. Sebanyak 54 persen
korban tewas di Asia diakibatkan banjir
dan 56 persen dari total kerugian
ekonomi di Asia disebabkan banjir.
Penelitian itu dilakukan UNISDR
bekerja sama dengan Louvain
University Centre for Research on the
Epidemiology of Disasters (CRED).
Disebutkan, Pakistan paling menderita
akibat banjir. Sebanyak 480 warga
Pakistan tewas sepanjang Agustus
hingga Oktober 2012. Adapun banjir
yang melanda China pada Juni-Juli
berdampak terhadap 17 juta orang dan
menyebabkan kerugian ekonomi
terbesar, yaitu 4,8 miliar dollar AS.
Selain banjir, badai juga menjadi
ancaman serius di Asia. Pekan lalu di
Filipina terjadi topan Bopha yang
menewaskan 500 orang.
Di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan
Asia Timur terjadi 83 bencana yang
menyebabkan total tewas 3.103 jiwa,
berdampak terhadap 64,5 juta jiwa, dan
total kerugian ekonomi hingga 15,1
miliar dollar AS. Bencana di tiga
kawasan ini menyumbang 57 persen
total kematian akibat bencana, 74
persen orang terdampak bencana, dan
34 persen total jumlah kerugian
ekonomi selama tahun 2012.
Di dunia, jumlah bencana mencapai 231
kali, menyebabkan 5.469 korban tewas,
berdampak terhadap 87 juta jiwa, dan
menyebabkan kerugian hingga 44,6
miliar dollar AS. (AIK)
Sumber : Kompas Cetak
Editor : yunan
http://sains.kompas.com
Kiamat 2012 .... (dari hal 2)
Saat Tata Surya berpapasan dengan
nebula atau bintang lain, keseimbangan
komet bisa terganggu dan terjatuh
dalam gravitasi Matahari. Makin
mendekati Matahari, penyubliman
materi di permukaan komet makin
meningkat hingga tampak bercahaya
dan berekor.
”Komet biasanya sudah terdeteksi di
sekitar Jupiter. Jika ada komet
mendekati Bumi, pasti sekarang sudah
terdeteksi,” kata Budi. Dari awan Oort
ke Jupiter, komet butuh waktu tahunan.
Demikian pula dari Jupiter menuju
Bumi. Karena itu, isu adanya komet,
asteroid, Planet X, maupun Nibiru yang
mendekati Bumi dan mengancam
keberlangsungan kehidupan dianggap
spekulatif.
Sumber : Kompas Cetak
Oleh : M Zaid Wahyudi
Editor : yunan
http://sains.kompas.com
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
Desember 2012
14 Des
John B. Jervis
Herman Haupt
Voyager aircraft
http://www.clrc.org
http://mikescw.lco.net
http://www.dfrc.nasa.gov
Born 14 Dec 1795; died 12 Jan
1885 at age 89.
Died 14 Dec 1905 at age 88 (born
26 Mar 1817).
John Bloomfield Jervis was an
American civil engineer who made
outstanding contributions in
construction of canals, railroads, and
water-supply systems for the
expanding United States. Jervis
began his career in Rome as an
Axeman for an Erie Canal survey
party in 1817. By 1823 he was
superintendent of a 50-mile section
of the Erie Canal. After appointment
in 1827 as its Chief Engineer, he
won approval of his idea that a
railroad be incorporated into the
Delaware and Hudson Canal project,
at a time there were no railroads in
America. Jervis even designed its
locomotive, the Stourbridge Lion,
the first locomotive to run in
America. He designed and built the
41-mile Croton Aqueduct (New
York City's water supply for fifty
years: 1842-91), and the Boston
Aqueduct.
American civil engineer,
manufacturer and inventor, known
especially for his work on the
Hoosac Tunnel in Massachusetts.
He designed and patented his Haupt
Truss configuration in 1839. His
greatest achievement came as Chief
of construction and transportation
for the military railroad system for
the Union Army in the Civil War.
Haupt supervised the rebuilding of
bridges, restoration of track,
integration of the railroad network,
and the scheduling of shipments, He
facilitated the rapid movement of
troops and supplies that gave the
Federal government a vitally
important strategic advantage over
the Confederacy. The systemization
of the military railroads also
provided an impetus for their
postwar unification.
In 1986, Voyager, the
experimental aircraft piloted by
Dick Rutan and Jeana Yeager, took
off from Edwards Air Force Base in
California on the first non-stop, nonrefueled flight around the world.
The trip took nine days. They
piloted the aircraft from a cramped
7.5-ft long , 3.3-ft wide and under 3ft. tall cockpit. Voyager's takeoff
weight was more than 10 times the
structural weight, but its drag was
lower than almost any other
powered aircraft. The aircraft's
design and light-weight structural
materials allowed it to carry an
unprecedented amount of fuel.
During its 25,000 mile flight,
Voyager flew at an average speed of
115.8 mph. This flight nearly
doubled the previous distance record
set in 1962 by a USAF/Boeing B52H.
(www.todayinsci.com)
4
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Download