5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi
Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri.
Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang, semai,
liana, epifit, maupun tumbuhan bawah. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuhtumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa spesies yang hidup bersama-sama pada
suatu tempat. Mekanisme kehidupan bersama tersebut memiliki interaksi yang erat,
baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organism
lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup serta dinamis (Irwanto, 2007).
Menurut Fachrul (2007), secara garis besar struktur vegetasi dibatasi oleh tiga
komponen, yaitu sebagai berikut;
1.
Stratifikasi yang merupakan diagram profil menggambarkan lapisan (strata)
pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi tersebut.
2.
Penyebaran horizontal dari jenis penyusun vegetasi tersebut,
yang
menggambarkan letak dan kedudukan dari satu anggota terhadap anggota
yang lain. Bentuk penyebaran tersebut dapat digolongkan menjadi tiga tipe
yaitu acak, berkelompok, dan teratur.
3.
Kelimpahan atau banyaknya individu dari jenis penyusun tersebut.
5
Selanjutnya menurut Keershaw, (1973 dalam Fachrul, 2007)Struktur vegetasi
dibatasi oleh tiga komponen yaitu susunan jenis tumbuhan secara vertikal atau
stratifikasi vegetasi, susunan jenis tumbuhan secara horizontal atau sebaran individu
dan kelimpahan tiap jenis tumbuhan yang ada. Kelimpahan (abundance) tumbuhan
yang ada dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan nilai kerapatan (density) atau
berat kering bahan atau bagian tumbuhan yang dihasilkan persatuan luas.
Danserau, (2006, dalam Lover, 2009), menyatakanStruktur suatu vegetasi
terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang.
Menurut Kershaw (2000, dalam Onrizal, 2006) menjelaskan bahwa Struktur vegetasi
merupakan dasar utama kajian ekologi.
Dumbois dan Ellenberg (1979), menjelaskan struktur vegetasi didasarkan oleh
parameter vegetasi seperti densitas (kerapatan) dan frekuensi.
1.
Densitas (Kerapatan)
Densitas atau yang lebih dikenal dengan kerapatan merupakan jumlah individu
suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu, misalnya 100 individu/ha.
Kerapatan suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya
jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya kerapatan dinyatakan
dalam besaran persentase (Irwanto, 2007)
Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan jumlah atau
banyaknya suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis, makin
banyak individu jenis tersebut per satuan luas.
6
2.
Frekuensi
Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran suatu jenis-jenis dalam suatu
areal. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar,
sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah
sebaran yang kurang luas. Frekuensi spesies tumbuhan merupakan sejumlah petak
contoh tempat ditemukannya suatu spesies dari sejumlah petak contoh yang dibuat.
Frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukannya suatu spesies organisme
dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem.
Pengamatan yang dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak
contoh yang terdapat di dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar
frekuensi spesies tersebut. Sebaliknya, jika makin sedikit petak contoh yang di
dalamnya ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies spesies tersebut.
Dengan demikian, frekuensi tersebut dapat menggambarkan tingkat penyebaran
spesies dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan tentang
pola penyebarannya.
3.
Dominansi
Dominansi adalah proyeksi luas tajuk pada permukaan tanah dari masing-
masing jenis pohon tercacah. Data ini biasanya dinyatakan dengan persentase dari
total daerah tutupan terhadap luas petak secara keseluruhan. Data ini bisa
diperkirakan dengan serentetan titik-titik cuplikan. Penaksiran dapat dilakukan secara
langsung, dan perlu diketahui bahwa cabang berbagai jenis pohon hutan sering
7
tumpang tindih. Oleh karena itu, penghitungan total penutupan semua jenis dalam
suatu petak cuplikan akan sering mencapai > 100%.
4.
Indeks Nilai Penting
Soegianto (1994, dalam Indriyanto, 2006) menjelaskan bahwa Indeks nilai
penting merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan
tingkat penguasaan spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Spesies-spesies
yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting
yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai
penting yang paling tinggi.
2.2. Tinjauan Tentang Nilai Konservasi
Konservasi diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber daya alam secara
bijaksana dengan berpedoman pada asas pelestarian. Sedangkan sumber daya alam
adalah unsur-unsur hayati yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan
sumber daya alam hewani (satwa) dengan unsur non hayati disekitarnya yang secara
keseluruhan membentuk ekosistem (Parrish 2003 dalam Purnomo 2008).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konservasi sumber daya alam
adalah pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya secara
bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keragamannya.
8
Nilai konservasi kawasan merupakan ukuran kualitas suatu area untuk
mendeteksi seberapa besar suatu kawasan yang dikelola mencapai tujuan konservasi
(Grundel, 2008 dalam Purnomo, 2008). Nilai konservasi sangat penting karena pada
suatu kawasan hutan yang terdiri atas beberapa tipe hutan yang terdiri atas beberapa
tipe hutan, pengelolaan terpadu hanya dapat dilakukan setelah nilai konservasi setiap
habitat (Parrish dkk, 2003 dalam Purnomo, 2008).
Penilaian kawasan telah dikembangkan sejak tahun1999 melalui konsep hutan
bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forests/HCVFs). Konsep HCVF
merupakan prinsip ke-9 dari standar pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang
dikembangkan oleh majelis pengurus hutan.
Nilai konservasi selalu terkait dengan keragaman yang diformulasikan dalam
indeks diversitas dari suatu parameter yang dipilih pada suatu kawasan. Akan tetapi,
keragaman jenis tidak dapat mengakomodasi kepentingan jenis-jenis terancam atau
hubungan ekologi pada suatu kawasan. Nilai konservasi di ukur dengan memprediksi
intesitas penggunaan habitat oleh beberapa jenis dan menilai status keberadaan suatu
jenis (Fleishman 2006 dalam Purnomo 2008). Penilaian kawasan berdasarkan status
konservasi dan frekuensi kehadiran jenis pada suatu tempat yang disebut indeks nilai
konservasi (Conservation value Index/CVI).
9
2.3 Tinjauan Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) merupakan salah satu
kawasan konservasi di Pulau Sulawesi yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No.1068/Kpts-11/1992 Tanggal 18 November 1992 dengan luas
kawasan 287.115 ha. Secara geografis terletak antara 0025’ – 0044’ LU dan 16024’ –
16040’ BT sedangkan secara administratip pemerintahanterletak di dua wilayah yaitu
Kabupaten Bolaang Mongondow (Provinsi Sulawesiutara) dan Provinsi Gorontalo
(Sune, 2012)
Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) merupakan
hutan hujan tropika pengunungan, kondisinya dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain faktor biologis, fisik, sosial ekonomi dan budaya. Sebagai suatu
ekosistem, taman nasional mempunyai banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh
masyarakat sekitar baik langsung maupun tidak langsung, antara lain berupa
penyediaan sumber air, pengaturan sistem hidrologis, bahan bakar, jasa wisata,
budaya dan lainnya (Sune, 2012).
Secara topografi, Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
(TNBNW) terdiri dari tanah datar, bergelombang, berbukit terjal dan kawasan
pegunungan dengan ketinggian antara 50 hingga 2000 m dpl. Kawasan ini memiliki
beberapa tipe hutan yaitu hutan sekunder, hutan hujan datar rendah, hutan hujan
pegunungan, dan hutan lumut. Sebagai zona rimba dikawasan ini terdapat berbagai
jenis flora.
10
Keistimewaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone ini terletak pada
keanekaragaman tumbuhan (flora) dan satwa (fauna) yang sebagian besar merupakan
tumbuhan dan satwa khas (endemik) Pulau Sulawesi. Hal ini disebabkan oleh kisaran
ketinggian tempat yang beragam mulai dari 50-1970 m dpl. Hampir seluruh TNBNW
ditutupi oleh hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah, namun dengan
tingkat kelerengan yang tinggi di tunjung denga kondisi tanah subur yang tipis,
membuat kanopi atau tegakan tampak rendah dan sedikit terbuka (Simbala, 2007).
11
Download