melalui Tunas Adventif

advertisement
BioSMART
Volume 3, Nomor 2
Halaman: 18-22
ISSN: 1411-321X
Oktober 2001
Mikropropagasi Daun Dewa (Gynura pseudochina) melalui Tunas Adventif
Micropropagation of Gynura pseudochina by Adventive Shoot
ENDANG GATI LESTARI dan R . PURNAMANINGSIH
Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor
Diterima: 18 Juli 2001. Disetujui: 31 Agustus 2001
ABSTRACT
Gynura pseudochina is a medicinal herbs with the function as elixir and anti-carcinogenic. In the attempt to have
adequate and uniform seedling, alternative technology such as in vitro culture is applied. Experiment to regenerate
adventive shoot from callus inducted from Gynura pseudochina has been carried out in the Reproduction and Growth
Laboratory of Bogor Biotechnology Research Board. The experiment consists of: (1) shoot induction from leaf tissue
using MS basic media containing 2,4-D 0,1 mg/l + BA (1 and 2 mg/l) Kin combination (1 and 2 mg/l); (2) shoot
regeneration from callus explant resulted from experiment I, using basic media MS + BA (0,1; 0,5; 1 and 2 mg/l) +
Kin (1 and 2 mg/l), due to the less optimum result, the experiment is continued with the application of MS basic
media and MS 1/2 + BA (0, 0,1, and 0,3 mg/l). (3) rooting using MS basic + IBA and NAA (0, 0,3, 0,5 and 1 mg/l).
Those experiments show that the best media for callus formation is MS basic media + BA1mg/l and kinetin 2 mg/l
resulting green callus along with shoot nodes. The best media for regeneration is MS media that results 24.8 shoot.
At the rooting experiment, the highest number of root is resulted from NAA0, 3-mg/l treatment, as many as 29 roots.
The plantlets acclimatized in the green house show that 100% plantlet grow at all in vitro rooting treatment and the
seedlings are normal.
Keywords: Micropropagation, adventive shoot, Gynura pseudochina.
PENDAHULUAN
Gynura pseudochina (L) DC. (daun dewa)
merupakan tanaman obat yang berpotensi untuk
dikembangkan karena mempunyai khasiat penting
sebagai peluruh batu kandung kemih dan anti
kanker (Widowati et al., l997). Ciri morfologi
tanaman ini adalah berbatang tegak, daun
berbentuk spatulate dengan tepi bercangap,
berwarna ungu, helai daun berwarna hijau sampai
hijau tua, dan memiliki akar berbentuk umbi.
Tinggi tanaman berkisar antara 29,2-59,5 cm, tidak
bercabang dan tunas yang keluar dari umbi
sebanyak 4-10 buah. (Syukur et al., 1997).
Kandungan senyawa kimianya antara lain
flavonoid dan minyak atsiri.
Perbanyakan vegetatif daun dewa secara
konvensional biasanya dilakukang dengan umbi,
umbi bertunas, dan tunas anakan. Perbanyakan
dengan umbi memberikan hasil yang paling baik,
karena adanya persediaan makanan berupa
karbohidrat yang akan membantu proses
pertumbuhan awal tanaman (Hermanto et al., l997).
Bagian tanaman yang biasa digunakan untuk obat
adalah daun dan umbi.
Krisis ekonomi yang melanda tanah air
beberapa tahun teraakhir menyebabkan harga obatobatan modern meningkat
tajam,
sehingga
sebagian masyarakat mencari pengobatan alternatif
dengan menggunakan bahan dari alam melalui
pengobatan tradisional. Hal ini mengakibatkan
peningkatan penggunaan bahan tanaman obat,
sehingga bibit tanaman harus selalu tersedia. Untuk
memenuhi kebutuhan bibit yang banyak dalam
waktu yang singkat diperlukan metode alternatif
yang efektif.
Perbanyakan vegetatif melalui pembentukan
tunas adventif merupakan metode yang potensial
untuk perbanyakan tanaman secara in vitro
(Hussey, l983; Jones, l983). Pada perbanyakan
vegetatif ini tunas atau akar adventif dapat
dihasilkan dari jaringan yang dalam keadaan
normal tidak akan menghasilkan tunas (Thorpe,
l980 dalam Thorpe dan Patel, l984).
Pada tanaman tempuyung (Sonchus arvensis),
eksplan potongan jaringan daun yang ditanam pada
LESTARI dan PURNAMANINGSIH - Mikropropagasi Gynura pseudochina
media perlakuan BA 0,2 mg/l + NAA 0,1 mg/l
dapat menghasilkan tunas rata-rata sebanyak 35,4
kuncup, sedangkan eksplan kalus yang ditanam
pada media dasar MS + kinetin 3 mg/l + NAA 0,5
mg/l dapat menghasilkan tunas sebanyak 24,3
kuncup (Mariska dan Gati, l993). Demikian pula
pada tanaman inggu, pemakaian kombinasi 2,4-D
0,3 mg/l dan BA 1,5 mg/l pada eksplan jaringan
batang dapat menghasilkan jumlah tunas sebanyak
13 kuncup, sedangkan eksplan kalus dapat
menghasilkan tunas sebanyak 24,8 kuncup (Gati
dan Husni, l994).
Konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin atau
sitokinin untuk pertumbuhan tunas pada setiap
tanaman tidak selalu sama. Jenis dan konsentrasi
zat pengatur tumbuh untuk memacu pertumbuhan
tunas tergantung beberapa faktor, antara lain jenis
tanaman, jaringan atau organ yang digunakan,
keadaan fisiologi eksplan, serta kandungan
sitokinin dan auksin endogen di dalam jaringan.
Keberhasilan organogenesis juga dipengaruhi oleh
keseimbangan antara auksin dan sitokinin baik di
dalam maupun di luar jaringan (Thorpe l980 dalam
Thorpe
dan
Patel,
l984).
Keberhasilan
pembentukan tunas adventif tergantung dari
genotipe eksplan, suplai nutrien dalam media
kultur, zat pengatur tumbuh, kondisi fisik media,
dan tingkat perkembangan eksplan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada
pembentukan tunas adventif terjadi efek sinergisme
antara
sitokinin
dan
auksin,
sehingga
perkembangan eksplan pada pembentukan kalus
atau tunas menjadi lebih baik. Pada tanaman
Miscanthus x ogiformis Honda ‘Giganteus’, tunas
dapat terbentuk hanya dari perlakuan berbagai
kombinasi BA dengan 2,4-D (Petersen, l997).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis
eksplan dan komposisi media yang terbaik untuk
pembentukan tunas.
19
NAA) dan sitokinin (BA dan Kinetin) digunakan
sebagai perlakuan.
Bahan tanaman untuk eksplan diambil dari
Instalasi Penelitian Cimanggu Bogor. Sterilisasi
eksplan menggunakan alkohol 70% selama 2
menit, kloroks 30% selama 3 menit dan kloroks
20% selama 5 menit, terakhir dibilas dengan
akuades steril sebanyak 3 kali.
Prosedur percobaan ini terdiri atas tiga bagian
yaitu: (1) induksi tunas dari jaringan daun, (2)
induksi tunas dari eksplan potongan kalus, dan (3)
induksi akar dari eksplan tunas.
Induksi tunas dari potongan jaringan daun
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh BA (0,5 dan 1 mg/l) + kinetin (1 dan 2
mg/l) pada media yang sudah mengandung 2,4-D
0,1 mg/l terhadap pembentukan tunas adventif dari
eksplan potongan jaringan daun. Rancangan yang
digunakan adalah acak lengkap dengan 10 ulangan.
Parameter yang diamati adalah penampakan visual
eksplan pada media perlakuan dan pertumbuhan
eksplan.
Induksi tunas dari eksplan kalus
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian BA (1 dan 2 mg/l) + kinetin (1
dan 2 mg/l), serta BA (0,1, 0,5 dan 1 mg/l) pada
media MS yang mengandung 2,4-D 0,05 mg/l,
terhadap pembentukan tunas adventif dari eksplan
kalus. Rancangan yang digunakan adalah acak
lengkap, dengan 10 ulangan untuk masing-masing
perlakuan. Kalus yang digunakan pada percobaan
berasal dari percobaan pertama, berupa kalus
nodular. Pada saat penelitian diketahui bahwa
multiplikasi tunas pada media perlakuan tersebut
kurang optimal, untuk itu dicoba formulasi media
baru yaitu pengenceran garam makro menjadi
separonya (MS½) dan media MS dikombinasikan
dengan zat pengatur tumbuh BA (0; 0,1 dan 0,3
mg/l).
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Reproduksi dan Pertumbuhan Balai Penelitian
Bioteknologi (Balitbio) Bogor. Bahan tanaman yang
digunakan adalah potongan jaringan daun berukuran 0,5 x 0,5 cm2 dan kalus dengan berat sekitar
0,6 g.
Media yang digunakan adalah media dasar
Murashige dan Skoog (MS) yang diberi vitamin
(nicoticic acid 0,5 mg/l, pyridoksin HCl 0,5 mg/l
dan thiamin HCl 0,1 mg/l) + myo inositol 100 mg/l
+ sukrosa 30 g/l dan agar swalow 7,5 g/l. Adapun
zat pengatur tumbuh auksin (2,4-D, IBA, dan
Percobaan perakaran
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian IBA dan NAA (0, 0,3; 0,5 dan
1,0 mg/l) terhadap pertumbuhan akar. Eksplan
yang digunakan adalah tunas hasil percobaan
sebelumnya. Rancangan percobaan adalah acak
lengkap, dengan 10 ulangan untuk masing-masing
perlakuan. Parameter yang diamati adalah waktu
pembentukan akar, jumlah akar dan penampakan
visual akar. Perlakuan yang diujikan adalah IBA
dan NAA (0; 0,3, 0,5 dan 1 mg/l).
BioSMART Vol. 3, No. 2, Oktober 2001, hal. 18-22
20
mg/l dihasilkan pula kalus berwarna hijau, namun
tidak membentuk nodul-nodul.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Induksi tunas dari jaringan daun
Pengamatan terhadap pertumbuhan jaringan
menunjukkan adanya pembentukan kalus pada
bekas irisan daun. Beberapa minggu kemudian
kalus bertambah besar dan membentuk nodul-nodul
(tonjolan-tonjolan). Tidak semua eksplan dapat
membentuk kalus yang hijau dan viabel, pada
perlakuan tertentu kalus yang dihasilkan berwarna
coklat atau coklat kehitam-hitaman dan selanjutnya
mati (Tabel 1).
Kalus yang dihasilkan tidak menunjukkan
adanya pembentukan tunas adventif, hanya
menunjukkan penambahan ukuran besar. Hasil ini
berbeda dengan penelitian Gati dan Husni (l994)
pada regenerasi tunas adventif dari jaringan batang
tanaman inggu, dimana pada perlakuan kombinasi
2,4-D dan BA dapat dihasilkan tunas adventif. Hal
ini diduga karena perbandingan konsentrasi antara
auksin dan sitokinin dalam media kurang tepat,
sehingga tidak terjadi diferensiasi.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa eksplan yang
ditanam pada semua media perlakuan tidak
menghasilkan tunas. Perlakuan yang menghasilkan
kalus berwarna hijau dengan nodul-nodul dianggap
sebagai perlakuan terbaik, yaitu pemakaian BA 1
mg/l dikombinasikan dengan kinetin 2 mg/l. Pada
kombinasi BA lebih rendah (0,5 mg/l) + kinetin 1
Induksi tunas dari eksplan potongan kalus
Pengamatan secara visual terhadap eksplan dari
potongan kalus, menunjukkan bahwa ukuran kalus
yang dihasilkan lebih besar dari percobaan
sebelumnya, terutama pada perlakuan kombinasi
dengan 2.4-D. Hal ini diduga disebabkan adanya
auksin endogen yang cukup banyak atau pengaruh
media sebelumnya yang mengandung 2,4-D.
Perlakuan kombinasi BA 1 mg/l pada media
yang sudah mengandung 2,4-D 0,05 mg/l dan
kinetin 2 mg/l menghasilkan jumlah tunas tertinggi
yaitu sebanyak 11,6 kuncup. Sedangkan kombinasi
yang lain hanya menghasilkan tunas sedikit atau
bahkan tidak menghasilkan tunas sama sekali.
Untuk mendapatkan formulasi media pertunasan
yang lebih baik, dicoba menurunkan konsentrasi
media dasar menjadi separonya (MS½) dan
dikombinasi dengan berbagai konsentrasi BA (0;
0,1 dan 0,3 mg/l) (Tabel 3).
Pada minggu ke-8 setelah tanam, perlakuan
media dasar tanpa zat pengatur tumbuh (MS 0)
menghasilkan tunas terbanyak yaitu 23 kuncup,
sedangkan pada pengenceran garam makro menjadi
separonya menyebabkan pembentukan tunas
terhambat. Oleh karena itu pada pembentukan
tunas, diperlukan garam makro yang cukup.
Tabel 1. Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap pembentukan kalus dan tunas pada minggu ke-12 setelah tanam.
No
1
2
3
4
Media perlakuan (mg/l)
+ 2.4-D 0,1
BA 0,5 + Kin 1
+ Kin 2
BA 1 + Kin 1
+ Kin 2
Persentase
eksplan bertunas
0
0
0
0
Rata-rata diameter
kalus (cm)
2,5
0,8
2,7
2,6
Warna kalus
hijau
coklat
coklat kehitaman
hijau bernodul
Keterangan : BA = benzyl aminopurin; Kin = kinetin
Tabel 2. Pengaruh kombinasi auksin dan sitokinin terhadap pembentukan tunas dan kalus pada minggu ke-8 setelah
tanam.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Perlakuan (mg/l)
BA 1 + Kin 1
+2
BA 2 + Kin 1
+2
2,4-D 0,05 + kin 2 + BA 2
+1
+ 0,5
+ 0,1
Rata-rata jumlah
tunas
4,00
1,25
2,33
0
1,40
11,60
0
0
Rata-rata diameter
kalus (cm)
1,86
1,23
1,50
2,13
3,62
3,82
2,08
2,88
Warna kalus
hijau
hijau
hijau kehitaman
hijau kehitaman
hijau
hijau
coklat
hijau
LESTARI dan PURNAMANINGSIH - Mikropropagasi Gynura pseudochina
21
Tabel 3. Rata-rata jumlah tunas, pengaruh pengenceran media dasar dikombinasikan dengan BA pada minggu ke-8 dan
ke-12.
No
Perlakuan (mg/l)
Rata-rata jumlah tunas
Rata-rata jumlah tunas
minggu ke-8 (cm)
minggu ke-12 (cm)
9b
½ BA 0
1
11,4 b
0,1
2
15,2 ab
20,6 a
ab
0,3
3
15,2
18,8 ab
a
BA 0
4
23
24,8 a
ab
0,1
5
17,4
19,2 ab
ab
0,3
6
13
21,2 a
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Duncan’s
multipel test pada taraf uji 5 %.
Pada minggu ke-12, kultur yang dihasilkan pada
perlakuan MS 0, MS + BA 0,3 mg/l dan MS½ +
BA 0,1 mg/l tidak berbeda nyata yaitu sebanyak,
24,8; 21,2; dan 20,6 kuncup. Jumlah tunas paling
sedikit diperoleh dari perlakuan MS½ tanpa zat
pengatur tumbuh yaitu sebanyak 11,4 kuncup.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kalus yang
diregenerasikan sangat responsif pada media MS
tanpa zat pengatur tumbuh maupun dengan
penambahan BA konsentrasi rendah.
Berdasarkan jumlah tunas yang dihasilkan
dibandingkan dengan eksplan yang digunakan yaitu
potongan jaringan kalus, maka faktor multiplikasi
eksplan sangat tinggi. Apabila dari satu lembar
daun dapat dipotong menjadi 10 eksplan,
selanjutnya dari satu eksplan menjadi 5 eksplan
kalus, maka jumlah tunas yang dihasilkan dari satu
lembar daun dapat mencapai 10 x 4 x 24 = 960
kuncup.
Pertumbuhan tunas ke arah tinggi tanaman pada
minggu ke-8 menunjukkan hasil yang berbeda
antar perlakuan. Tunas tertinggi diperoleh pada
media MS½ + BA 0 yaitu 1,88 cm, karena
pembentukan tunas-tunas baru terhambat, maka
pertumbuhan cenderung lebih ke arah tinggi
plantlet (biakan). Tinggi plantlet setelah berumur
12 minggu ternyata menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada perlakuan MS½, BA 0,1, MS 0
dan MS + BA 0,3 mg/l yaitu sebanyak 20,6 cm;
24,8 cm dan 21,2 cm. Hal ini menunjukkan bahwa
sitokinin yang diberikan tidak mempengaruhi
tinggi plantlet.
Percobaan perakaran
Tunas yang diperoleh dari percobaan
sebelumnya sebagian digunakan untuk percobaan
perakaran. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
pada minggu ke-16 diperoleh jumlah akar
terbanyak, yakni pada media MS tanpa zat
pengatur tumbuh yaitu sebanyak 32 kuncup. Hasil
ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan
penambahan NAA 0,3 mg/l yang menghasilkan
tunas sebanyak 29 kuncup, namun secara visual
akar yang dihasilkan pada media MS 0 lebih tipis
dibandingkan akar yang dihasilkan dari media MS
+ NAA 0,3 mg/l. Dengan demikian penambahan
Tabel 4. Rata-rata tinggi tunas, pengaruh pengenceran media dasar dikombinasikan dengan BA pada
minggu ke-8 dan ke-12.
No
Perlakuan (mg/l)
1
2
3
4
5
6
½ BA 0
0,1
0,3
BA 0
0,1
0,3
Rata-rata tinggi tunas
minggu ke-8 (cm)
1,88 a
1,34 abc
1,10 bc
1,14 bc
1,70 ab
0,90 c
Rata-rata tinggi tunas
minggu ke-12 (cm)
2,1 a
2,26 a
2,2 a
2,1 a
2,44 a
1,96 a
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
Duncan’s multipel test pada taraf uji 5 %.
BioSMART Vol. 3, No. 2, Oktober 2001, hal. 18-22
22
Tabel 5. Rata-rata jumlah akar, pengaruh IBA dan NAA minggu ke-16.
No
Perlakuan (cm)
1
2
3
4
5
6
7
MS 0
NAA 0,3
0,5
1
IBA 0,3
0,5
1
Rata-rata jumlah
akar
32 a
29 a
27.6 ab
24.8 ab
28 ab
17 b
21.8 ab
Keterangan
akar tipis
akar tebal
akar tebal
akar tebal
akar tebal
akar tebal
akar tebal
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
Duncan’s multipel test pada taraf uji 5 %.
NAA 0,3 mg/l lebih baik untuk induksi
perakaran (Tabel 5). Pada media pertumbuhan,
auksin dapat berperan dalam meningkatkan
permeabilitas dinding sel, sehingga penyerapan
unsur hara lebih efektif dan akar yang dihasilkan
lebih tebal.
Plantlet hasil kultur in vitro kemudian
diaklimatisasi dalam rumah kaca menggunakan
media tanah dan pupuk kandang. Hasil pengamatan
secara visual menunjukkan bahwa semua bibit
dapat tumbuh normal.
KESIMPULAN
Tanaman daun dewa dapat dibiakkan melalui
tunas adventif yang dihasilkan dari jaringan kalus.
Kombinasi 2.4-D 0,1 + BA 1 mg/l + kinetin 2 mg/l
pada eksplan potongan jaringan daun dapat
menghasilkan kalus berwarna hijau dengan
tonjolan-tonjolan calon tunas. Dari eksplan kalus
dapat dihasilkan jumlah tunas tertinggi, yakni ratarata sebanyak 24,8 kuncup pada media MS tanpa
zat pengatur tumbuh (MS 0). Rata-rata jumlah akar
tertinggi dengan penampakan terbaik dihasilkan
pada perlakuan MS + NAA 0,3 mg/l. Plantlet yang
diaklimatisasi dapat tumbuh 100 % .
DAFTAR PUSTAKA
Gati, E. dan A. Husni. l994. Regenerasi tunas adventif
dari jaringan batang dan kalus pada tanaman inggu.
Dalam Prosiding Simposium Hasil-hasil Penelitian
Puslitbangtri. 21-23 Nopember 1994. Cipayung.
Hermanto., E. Djauhariya, dan Erythrina. l997.
Pengaruh asal bahan tanaman terhadap pertumbuhan
daun dewa (Gynura pseudochina). Dalam Seminar
Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XII. 26 –27 Juni
1997. UNPAD Bandung.
Hussey. G. l983. In vitro propagation of horticultural
and agricultural crops, p. 111-138. In S.H. Manthel
and H. Smith (Eds.) Plant Biotechnology. Sydney:
Cambridge University Press.
Jones, O.P. l983. In vitro propagation of tree crops. p.
139-162. In S.H. Mantell and H. Smith (Eds.). Plant
Biotechnology. Sydney: Cambridge University Press.
Mariska, I. dan E. Gati. l993. Perbanyakan tanaman
tempuyung melalui kultur jaringan. Dalam Prosiding
Seminar Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat
Indonesia. Balittro 13-14 Maret 1993. Bogor.
Petersen, K.K. l997. Callus induction and plant
regeneration in Miscanthus x ogiformis Honda
‘Giganteus’ as influenced by benzyladenine. Plant
Cell Tissue and Organ Culture 49: 137-140,
Syukur, C., Taryono, dan N. Bermawie. l997. Korelasi
beberapa sifat kuantitatif dan karakteristik tanaman
daun dewa Gynura procumbens dan Gynura
pseudochina. Dalam Seminar Nasional Tumbuhan
Obat Indonesia XII. 26-27 Juni l997. UNPAD
Bandung.
Thorpe, T.A. dan K.R. Patel. l984. Clonal propagation
adventious buds, p. 49-58. In I.K. Vasil (Ed.) Cell
Culture and Somatic Cell Genetic of Plants Vol I.
Laboratory Practical and Their Aplication. London:
Academic Press Inc.
Wattimena, G.A. l988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.
Bogor: Pusat Antar Universitas IPB-LSI.
Widowati, L., B. Dzulkarnain, dan Pudjiastuti. l997. Uji
khasiat diuritika Gynura pseudochina (L.) DC.
Dalam Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia
XII.26-27 Juni l997. UNPAD Bandung.
Download