PENGARUH PENERAPAN METODE KANGURU TERHADAP

advertisement
PENGARUH PENERAPAN METODE KANGURU TERHADAP
PENINGKATAN SUHU BAYI BARU LAHIR
(Di BPS. Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo – Tuban)
ARIS PUJI UTAMI
STIKES NU Tuban
Prodi DIII Kebidanan
ABSTRAK
Hipothermia adalah suhu bayi < dari 36,5 oC. Disamping sebagai suatu gejala hipothermia dapat merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian. Hipothermia akan menyebabkan hipoglikemia, asidosis metabolis. Hipothermia ini dapat dicegah dengan
penerapan metode kanguru. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode kanguru terhadap
peningkatan suhu bayi baru lahir.
Dalam penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain pra eksperimental yang pengambilan sampelnya dilakukan
secara probability sampling dan tipe yang digunakan adalah simple random sampling. Sampel diambil dari hasil observasi (data primer)
yang ditulis dalam lembar observasi dengan menggunakan analisis uji paired t-test.
Dari hasil penelitian diketahui 95 (100%) responden mempunyai suhu rendah (< 36,5 oC) dan setelah diterapkan metode
kanguru diketahui 54 (56,84%) BBL yang mengalami peningkatan suhu tubuh (normal). Setelah dilakukan analisis menggunakan uji paired
t-test diketahui t hitung = -31,133 > t tabel = 1,989, artinya terdapat pengaruh antara penerapan metode kanguru terhadap peningkatan
suhu bayi baru lahir.
Sehingga diharapkan tenaga kesehatan dapat menerapkan metode kanguru pada BBL untuk meningkatkan suhu tubuh, dengan
harapan hipothermia dapat dicegah sedini mungkin.
Kata kunci : Penerapan metode kanguru, bayi baru lahir, hipothermia.
PENDAHULUAN
Sebagian besar dari masalah bayi baru lahir
adalah spesifik timbul pada periode perinatal.
Masalah-masalah
ini
bukan
hanya
bisa
menyebabkan kematian, tetapi juga besarnya angka
kecacatan dan angka penyakit. Masalah ini salah
satunya disebabkan oleh kebersihan yang tidak
terjaga selama proses kelahiran, kurangnya asuhan
BBL serta asuhan yang pilih kasih. Kematian
dikalangan bayi baru lahir sudah demikian
seringnya hingga hal tersebut diterima sebagai
suatu hal yang rutin oleh masyarakat. (WHO, 1996
: 11-2)
Seperti yang terjadi dihampir semua negara
didunia, kesehatan bayi cenderung kurang
mendapat perhatian dibandingkan umur-umur
lainnya. Padahal data WHO (2002) menunjukkan
angka tersebut sangat memprihatinkan, yang
dikenal dengan “Fenomena 2/3” yaitu : 2/3
kematian bayi (umur 0-1 tahun) terjadi pada masa
neonatal (BBL 0-28 hari), dan 2/3 kematian pada
masa neonatal dini terjadi pada hari pertama. Oleh
karena itu 1 minggu pertama dari kelahiran adalah
masa yang paling kritis bagi kehidupan seorang
bayi. (Kokom, 2007).
Berdasarkan data WHO, di Indonesia
sebanyak 100.454 bayi 0-28 hari (neonatal)
meninggal setiap tahun. Ini berarti 275 neonatal
meninggal setiap hari, atau lebih kurang 184
neonatal dini meninggal setiap hari, atau setiap 1
jam 8 bayi neonatal dini meninggal, atau setiap 7,5
menit 1 bayi neonatal dini meninggal. (Kokom,
2007).
Kematian neonatal dini yang telah disebutkan
sebelumnya lebih banyak disebabkan secara
langsung karena asfixia, infeksi (sepsis dan infeksi
saluran pernafasan), dan hipothermia. (Kokom,
2007). Meskipun hanya sedikit sekali dan hampir
tidak ada data yang tersedia mengenai berapa
banyak kematian BBL yang disebabkan
hipothermia, namun hipothermia pada BBL
merupakan masalah dunia, bahkan di wilayah yang
beriklim panas ataupun tropis. Karena BBL yang
menderita hipothermia segera setelah lahir
kemungkinan mengalami hipothermia selama 24
jam berikutnya. Selain itu, BBL yang mengalami
asfixia saat lahir juga akan lebih besar
kemungkinannya untuk mengalami hipothermia
dan pada akhirnya akan memperparah asfixia bayi.
(WHO, 1996 : 11-3).
Adapun mekanisme atau proses penurunan
suhu pada BBL, yaitu segera setelah dilahirkan,
suhu BBL akan turun. Bayi yang masih basah bisa
kehilangan panas cukup banyak untuk membuat
suhu tubuhnya turun sampai sebanyak 2-4 oC (3,6 7,2 oC). Karena dalam keadaan basah, maka bayi
tersebut akan kehilangan sebagian besar panas
tubuhnya melalui penguapan (evaporasi) dari
permukaan kulit yang basah, persentuhan dengan
benda-benda yang dingin (konduksi), persentuhan
dengan udara dingin (konveksi), atau persentuhan
dengan benda-benda yang bersuhu lebih rendah di
sekitarnya (radiasi). (WHO, 1993 : 10-7).
Penurunan suhu pada bayi tersebut terjadi
pada menit-menit ke 10-20 setelah kelahiran. Hal
ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi untuk
menghasilkan
panas
yang
cukup
untuk
mengimbangi hilangnya panas saat kelahiran.
Selain itu suhu dingin dan luar permukaan yang
lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya yang
kecil serta kepalanya yang secara proporsional
lebih besar, juga bisa menyebabkan turunnya suhu
pada bayi. (WHO, 1993 : 10-7).
Adapun dampak atau konsekuensi dari
hipothermia biasanya sangat parah. BBL yang
hipothermia akan menderita hipoglycemia (gula
darah rendah) serta asidosis metabolis, sebab
mereka akan mencoba untuk menghasilkan panas
guna mempertahankan suhu tubuhnya. Bila terjadi
hipoglycemia berat akan menyebabkan gagal
kegawatan pernafasan serta penggumpalan darah
yang abnormal. BBL yang menderita cedera dingin
dan hipothermia akan menghadapi resiko yang
lebih tinggi lagi terkena infeksi, penguningan
(jaundice),
serta
pulmonaria
hemorrhage
(perdarahan paru-paru). BBL dengan hipothermia
akan lebih besar kemungkinannya meninggal
dibanding dengan BBL yang tidak mengalami
hipothermia. (WHO, 1993 : 10-8)
Berdasarkan data yang ada di Dinas
Kesehatan Tuban, pada tahun 2006 jumlah
kematian bayi + 97 bayi, dengan perincian karena :
asfiksia + 9 bayi, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
< 2500 gram disertai komplikasi + 36 bayi, infeksi
+ 3 bayi, dan semuanya itu salah satunya
disebabkan oleh hypothermia. Berdasarkan survei
awal di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin Jatirogo
Tuban didapatkan 37 BBL, ternyata ada 15 BBL
yang
mengalami
hypothermia.
Adapun
pendistribusiannya adalah bayi dengan suhu <36 oC
(hipothermia) + 15 bayi (40,451%), suhu antara
36,5 - 37,5 oC (normal) + 20 bayi (54, 054%), suhu
>37,5 oC (hiperthermia) + 2 bayi (5,405%).
Untuk pencegahan hipothermia pada BBL
bisa dilakukan dengan cara yang sangat sederhana
dan mudah dikerjakan oleh setiap orang yaitu
menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi
diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi
kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi secara
langsung, yang biasanya lazim disebut dengan
“Metode Kanguru”, menghangatkan bayi dalam
inkubator, bayi dikeringkan segera setelah lahir,
ataupun dibungkus di dalam kain yang hangat.
(Sarwono, 2003 : 374).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
terdapat 40,541 % BBL yang mengalami
hypothermia, di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin
Jatirogo Tuban. Sehingga peneliti tertarik untuk
mengetahui pengaruh penerapan metode kanguru
terhadap peningkatan suhu bayi baru lahir.
Berdasarkan latarbelakang di atas peneliti
menyimpulkan rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah pengaruh penerapan
metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi
baru lahir di BPS “kasih ibu” Ny Soenarlin Jatirogo
Tuban.
Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan pra eksperimental, yaitu desain
percobaan yang tidak mencukupi semua syaratsyarat dari suatu desain percobaan sebenarnya. (M.
Nazir, 2003).
Populasi, sampel dan sampling
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
bayi baru lahir di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin
Jatirogo Tuban. Pada bulan Maret sampai Mei
tahun 2007. Sampel yang digunakan adalah bayi
baru lahir yang ada di BPS “Kasih Ibu” Ny.
Soenarlin Jatirogo Tuban yang memenuhi kriteria
inklusi.
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek
penelitian dari suatu populasi yang diinginkan
dalam suatu penelitian. (Nursalam, 2003:96), yaitu:
1) Bayi baru lahir dengan hipotermia ringan dan
sedang.
2) Ibu dan bayi yang bersedia untuk diteliti.
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi. (Nursalam,
2003:97), yaitu :
1) BBL dengan kelainan kongenital (resiko
tinggi)
2) BBL dalam perawatan inkubator
3) Ibu dan bayi dengan infeksi
4) BBL dengan hipothermia berat
Besar sampel dalam penelitian ini adalah
semua bayi baru lahir yang sesuai dengan kriteria
inklusi di BPS “Kasih Ibu” Ny. Soenarlin Jatirogo
Tuban dengan menggunakan rumus :
n=
N
1 + N (d ) 2
Keterangan :
N : besar populasi
n : besar sampel
d : tingkat signifikan ( α =0,05)
(Nursalam, 2003 : 96)
Pada penelitian ini menggunakan simple
random sampling, adalah suatu teknik pemilihan
sampel secara sederhana, yakni secara random
(acak). Random yaitu : setiap subjek dalam
populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih
atau tidak terpilih sebagai sampel. (Nursalam,
2003). Sampling yang digunakan harus memenuhi
kriteria inklusi.
Variabel independen adalah variabel bebas
atau variabel yang nilainya menentukan variabel
lain. Variabel independen pada penelitian ini
adalah penerapan metode kanguru. Sedangkan
Variabel dependen pada penelitian ini adalah
peningkatan suhu bayi baru lahir.
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian ini adalah observasi
(pengamatan) dan hasilnya ditulis dalam lembar
observasi. Teknik observasi ini dilakukan oleh
peneliti sendiri.
Data pada penelitian ini dikumpulkan
berdasarkan hasil pemeriksaan suhu bayi baru lahir
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan
(penerapan) metode kanguru selama + 15 menit.
Lokasi penelitian ini adalah BPS “Kasih Ibu”
Ny. Soenarlin Jatirogo Tuban. Dan waktu
penelitian dilaksanakan mulai Bulan Maret sampai
Mei tahun 2007.
D
t=
S/ n
Keterangan :
t
: uji kesamaan 2 rata-rata
D : beda antara kelompok 1 dan 2
S
: standar deviasi
n
: jumlah sampel
(Sugiyono, 2005)
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA HASIL
PENELITIAN
Hasil Penelitian
Penerapan Metode Kanguru Pada Bayi Baru
Lahir
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan
Penerapan Metode Kanguru pada Bayi
Baru Lahir di BPS. Kasih Ibu Ny.
Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban
Bulan Maret Sampai Mei Tahun 2007
Ya
tidak
(%)
Penerapan metode kanguru pada
bayi baru lahir
95
0
100
Total
95
0
100
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa penerapan
metode kanguru dilakukan pada semua bayi baru
lahir yang mempunyai suhu tidak normal (< 36,5
o
C) yaitu sebanyak 95 (100%) bayi baru lahir.
2. Suhu Bayi Baru lahir
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu
Bayi Baru Lahir Sebelum Penerapan
Metode Kanguru di BPS. Kasih Ibu Ny
Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban Bulan
Maret Sampai Mei Tahun 2007
Analisa Data
Data yang telah terkumpul akan dianalisis
dengan menggunakan uji t berpasangan (paired ttest) dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Apabila
nilai t hitung > t tabel, H1 ditolak, artinya ada
pengaruh penerapan metode kanguru terhadap
peningkatan suhu BBL. Dan apabila t hitung < t
tabel, H1 diterima, artinya tidak ada pengaruh
penerapan metode kanguru terhadap peningkatan
suhu BBL. Rumus Uji t – berpasangan :
Perlakuan
Suhu
Jumlah
(%)
Normal (36,5 – 37,5 oC)
0
0
Hypothermia (< 36,5 o C)
95
100
Total
95
100
Sumber : Data Hasil Penelitian
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa sebelum
penerapan metode kanguru 95 (100%) bayi baru
lahir mempunyai suhu yang tidak normal (< 36,5
o
C) dengan
x 1 = 35,92 oC.
3.
Pengaruh Penerapan Metode Kanguru
Terhadap Peningkatan Suhu Bayi Baru Lahir
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu
Bayi Baru Lahir Setelah Penerapan Metode
Kanguru Di BPS. Kasih Ibu Ny. Soenarlin
Jatirogo Kabupaten Tuban Bulan Maret
Sampai Mei Tahun 2007
Suhu
Jumlah
(%)
Normal (36,5 – 37,5 oC)
54
56,84
Tidak normal (< 36,5 oC)
41
43,16
Total
95
100
1.
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa setelah
penerapan metode kanguru
terjadi peningkatan
suhu bayi baru lahir yang tergolong normal
sebanyak 54 (56,84%) dengan
x 2 = 36,38 oC.
4.
Pengaruh penerapan metode kanguru terhadap
peningkatan suhu bayi baru lahir.
Tabel 4 Pengaruh Penerapan Metode Kanguru
Terhadap Peningkatan Suhu Bayi Baru
Lahir di BPS Kasih Ibu Ny. Soenarlin
Jatirogo Kabupaten Tuban Bulan Maret
Sampai Mei Tahun 2007
Suhu bayi baru lahir
Penerapan
Metode
Kanguru
Tidak
(Pre Penerapan)
Ya
(Post Penerapan)
Total
Jumlah
(n%)
Normal
(%)
Hipothermia
(%)
0 (0)
95 (100)
95 (100)
54 (56,8)
41 (43,2)
95 (100)
54 (28,4)
136 (71,6)
190
(100)
Sumber : Data Hasil Penelitian
Dari tabel 4 menunjukkan bahwa sebelum
penerapan metode kanguru semua bayi baru lahir
dengan jumlah 95 (100%) mempunyai suhu tidak
normal (< 36,5 oC) dan setelah penerapan metode
kanguru didapatkan 54 (56,8%) suhu bayi baru
lahir yang mengalami peningkatan (normal) dengan
x 1 = 35,92 dan x 2 = 36,38.
Hasil Analisa Data
Berdasarkan hasil uji paired t-test (uji tberpasangan) dengan P < 0,05 didapatkan nilai t
hitung = -31,133, df = 94, t tabel =1,989, beda
x 1-
x 2 = -0,46 SD = 0,15 yang berarti (-t tabel < t
hitung < + t tabel) yaitu –1,989 > -31,133 < 1,989
maka H1 ditolak, artinya ada pengaruh penerapan
metode kanguru terhadap peningkatan suhu bayi
baru lahir di BPS Kasih Ibu Ny. Soenarlin Jatirogo
Kabupaten Tuban pada bulan Maret sampai Mei
tahun 2007.
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan pembahasan
berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh
penerapan metode kanguru terhadap peningkatan
suhu bayi baru lahir di BPS Kasih Ibu Ny.
Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban bulan Maret
sampai Mei tahun 2007.
1.
Suhu Bayi Baru Lahir Sebelum Penerapan
Metode Kanguru
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa 95
(100%) bayi baru lahir di BPS Kasih Ibu Ny.
Soenarlin Jatirogo Kabupaten Tuban bulan Maret
sampai Mei tahun 2007 mempunyai suhu yang
hipothermia (< 36,5 o C) sebelum penerapan metode
kanguru.
Penurunan suhu pada bayi baru lahir terjadi
pada menit-menit ke 10-20 setelah kelahiran. Bayi
yang masih basah bisa kehilangan panas tubuh
yang cukup banyak untuk membuat suhu tubuhnya
turun sebanyak 2 – 4 o C (3,6 – 7,2 oF). Hal ini
disebabkan oleh ketidakmampuan bayi untuk
menghasilkan
panas
yang
cukup
untuk
mengimbangi hilangnya panas saat kelahiran
(WHO, 1993).
Selain itu bayi baru lahir juga akan kehilangan
sebagian besar panas tubuhnya melalui peristiwa
evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi (WHO,
1993).
Sehingga keadaan tersebut di atas bisa
menyebabkan bayi mengalami hipothermia, apabila
hipothermia ini terjadi maka dibutuhkan
penanganan segera agar tidak terjadi komplikasi
yang lebih lanjut dengan cara dilakukan penerapan
metode kanguru sesaat setelah bayi lahir, karena
cara tersebut dianggap sebagai cara yang paling
sederhana dan mudah dilakukan, sehingga
40
diharapkan dapat meningkatkan suhu pada bayi
baru lahir yang hipothermi.
2.
Suhu Bayi Baru Lahir Setelah Penerapan
Metode Kanguru
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa setelah
penerapan metode kanguru terjadi peningkatan
suhu yang normal pada bayi baru lahir sebanyak 54
(56,8%) dan 41 (43,2%) suhu bayi baru lahir yang
tidak normal (hipothermia).
Pada dasarnya prinsip metode kanguru ini
adalah ibu diidentikkan sebagai kanguru yang
dapat mendekap bayinya secara seksama, dengan
tujuan mempertahankan suhu tubuh bayi secara
optimal (36,5 – 37,5 oC). Suhu yang optimal ini
diperoleh dengan adanya kontak langsung antara
kulit bayi dengan kulit ibunya secara kontinu.
(Prawirohardjo, 2002).
Untuk metode ini ibu berfungsi sebagai host
atau indung bagi bayi, sehingga dalam
pelaksanaannya keterlibatan ibu sangat berperan
aktif, dimulai sejak awal sebagai pemberi
pelayanan untuk bisa memenuhi kebutuhan fisik
dan emosionalnya. Yang pada akhirnya hal tersebut
dapat memberikan kontribusi positif dalam
meningkatkan kemampuan hidup bayi dan
mengembangkan kualitas hidupnya.
3.
Pengaruh Penerapan Metode Kanguru
Terhadap Peningkatan Suhu Bayi Baru
Lahir
Berdasarkan hasil analisa data uji paired t-test
(uji t - berpasangan), maka hasil penelitian
didapatkan t hitung (-31,133) < t table (1,989). Hal
ini berarti H1 ditolak, artinya terdapat pengaruh
penerapan metode kanguru terhadap peningkatan
suhu bayi baru lahir.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Prawirohardjo (2002), menyatakan bahwa “suhu
yang optimal pada bayi baru lahir dapat diperoleh
dengan adanya kontak langsung antara kulit bayi
dengan kulit ibunya secara kontinu”. Oleh karena
ibu bayi tersebut merupakan sumber kehangatan
yang terbaik. Ludington (1998) juga berpendapat
bahwa
“Metode kanguru selain dapat
meningkatkan kedekatan dan kasih sayang antara
orang tua dan bayi, juga dapat meningkatkan
kemampuan bayi untuk mencapai suhu badan yang
stabil, sehingga dengan metode ini hipothermia
dapat dicegah, temperatur lebih stabil, serta
mengurangi hilangnya panas tubuh”.
Kontak kulit ke kulit selama beberapa jam
pertama setelah lahir bukan hanya merupakan
tindakan untuk mencegah hiporthermia, hal itu juga
memberikan
kehangatan,
memungkinkan
pemberian ASI secara dini serta mencegah
terjadinya hipoglikemia. Bila terjadi hipoglikemia
berat akan menyebabkan gagal kegawatan
pernafasan serta penggumpalan darah yang
abnormal. Jadi BBL dengan hipothermia akan lebih
besar kemungkinannya meninggal dibanding BBL
yang tidak mengalami hipothermia.
Namun demikian, untuk mencapai suhu
badan yang optimal atau normal pada bayi baru
lahir tidak hanya dilakukan dengan cara metode
kanguru saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan
cara menghangatkan bayi di dalam inkubator, bayi
dikeringkan segera setelah lahir, ataupun
dibungkus di dalam kain yang kering dan hangat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh
selama penelitian dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Sebelum penerapan metode kanguru suhu
bayi baru lahir di BPS Kasih Ibu Ny.
Soenarlin Jatirogo Tuban sebagian besar tidak
normal (hipothermia).
2. Terjadi peningkatan suhu bayi baru lahir
setelah penerapan metode kanguru sebanyak
54 (56,8%).
3. Ada pengaruh antara penerapan metode
kanguru dengan peningkatan suhu bayi baru
lahir.
Saran.
1. Bagi
peneliti
selanjutnya
diharapkan
melakukan penelitian pada faktor lain yang
dapat meningkatkan suhu pada bayi baru lahir
hipothermia.
2.
Adanya program dari Dinas Kesehatan dan
Organisasi Profesi untuk mencegah terjadinya
hipothermia pada bayi baru lahir dengan
penerapan metode kanguru melalui prosedur
yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta :
Jakarta.
Bennet, V.R. and Brown, L.K (1996). Mayles
Textbook For Midwives.12th Edition.
Churchill Livingstone : London.
Dinas Kesehatan (2006).
Hamilton, Persis M
(1995).
Dasar-dasar
Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta.
Henderson, Cristine (2006). Buku Ajar Konsep
Kebidanan. EGC : Jakarta.
Klein, S (1993). A Book ForMidwives. The
Hesperian Foundation, Barkeley : CA.
Kokom (2007). Kematian Bayi. Akses Rabu 3
Januari 2007. http://www.goegle.com
Lusmilasari, Lely (2004). Perawatan Bayi Lekat
Pada BBLR. IPANI : Yogyakarta.
Mochtar, Rustam (1998). Sinopsis Obstetri Jilid I.
EGC : Jakarta.
Nazir, M (2003). Metode Penelitian. Grasia
Indonesia : Jakarta.
Notoadmodjo, S (2005). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Keperawatan.
Salemba Medika : Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono (2002). Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. YBP-SP : Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono (2002). Buku panduan
praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. YBP-SP : Jakarta.
Prawirohardjo, S (2002) Ilmu Kebidanan. YBP-SP
: Jakarta.
Sastrawinata, Sulaiman (1984). Obstetri Patologi.
ELSTAR OFSET : Bandung.
Sugiyono (2003). Statistik untuk Penelitian.
Alfabeto : Bandung.
WHO (1996). Essential Newborn Care.
WHO/FRH/MSM/96.13.
WHO (1993). Thermal Control Of The Newborn :
A
Practical
Guide.
WHO/FHE/MSM/93.2.
Download