1-41

advertisement
BAB I
LOGIKA KALIMAT
Tujuan Instuksional Umum
Mahasiswa memahami logika kalimat, kalimat dan penghubung kalimat serta
dapat membuktikan rumus-rumus toutologi.
Tujuan Instruksional Khusus
1) Mahasiswa dapat menentukan semesta pembicaraan
2) Mahasiswa dapat menentukan kalimat deklaratif
3) Mahasiswa dapat menentukan konstanta,denotasi dan designasi
4) Mahasiswa dapat menentukan penghubung kalimat
5) Mahasiawa dapat membuktikan suatu toutologi
6) Mahasiswa dapat membuktikan suatu kontradiksi
1.1 Semesta Pembicaraan
Suatu pembicaraan menguraikan sifat-sifat dari dan relasi-relasi dalam hubungan
antara obyek-obyek tertentu. Keseluruhan dari obyek-obyek yang dibicarakan atau
dipaparkan disebut semesta pembicaraan (universe of discourse). Dalam percakapan
sehari-hari sebagai semesta pembicaraannya biasanya diambil alam semesta seluruhnya
: kita berbicara tentang orang-orang, tentang benda-benda langit, tumbuh-tumbuhan dan
lain sebagainya. Akan tetapi kita juga dapat membatasi diri.
Misal : Pada sologi orang hanya membicarakan hewan-hewan saja.
Pada numerical system orang membicarakan masalah-masalah bilangan.
Mungkin juga orang hanya bisa terbatas berbicara. Misalnya kita hanya
berbicara tentang bilangan modulo 6 dengan operasi-operasinya, atau dalam suatu soal
mungkin kita sepakat untuk membicarakan bilangan-bilangan 0 dan 1 saja.
Menentukan suatu semesta pembicaraan sebelum pembicaraan dimulai sangatlah
penting dalam matematika, sebab benar salahnya suatu pernyataan, memang dapat
tergantung pada semesta pembicaraan yang telah disepakati.
Misalnya : Kalimat “ Ada bilangan terbesar “ mempunyai nilai benar jjika semesta
pembicaraannya terdiri atas bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 saja. Akan tetapi
nilainya salah jika yang dibicarakan adalah semua bilangan-bilangan asli.
1.1.2 Kalimat Deklaratif
Untuk membicarakan sesuatu diperlukanlah bahasa yaitu rangkaian dari simbulsimbul yang diucapkan atau ditulis dalam aturan-aturan tertentu. Sifat-sifat dari, dan
relasi-relasi, yaitu hubungan diantara anggota-anggota suatu semesta pembicaraan
dinyatakan dengan kalimat-kalimat. Suatu kalimat yang mempunyai nilai benar atau
salah tetapi tidak kedua-duanya disebut kalimat deklaratif. Benar disini diartikan adanya
persesuaian antara apa yang dinyatakan oleh kalimat tersebut dengan keadaan
sesungguhnya.
Sebagai contoh :
1)
7 adalah bilangan prima.
2)
14 habis dibagi 2
3)
Prancis berpenduduk 7 juta.
4)
Yogyakarta adalah ibukota Indonesia.
Kalimat-kalimat diatas merupakan kalimat deklaratif.
Didalam percakapan sehari-hari banyak terdapat kalimat-kalimat yang walaupun
mengandung arti tetapi tidak mempunyai nilai benar ataupun salah.
Sebagai contoh :
1)
Apakah Yogyakarta jauh dari Surabaya ?
2)
Duduklah di sini !
3)
Tutuplah pintu itu !
4)
Kerjakanlah soal-soal ini !
Kalimat-kalimat tersebut bukanlah kalimat deklaratif , sebab tidak mempunyai nilai
benar atau salah.
Demikian juga terdapat rangkaian kata-kata yang walaupun secara gramatikal
mempunyai struktur suatu kalimat, namun tidak mempunyai arti.
Sebagai contoh :
1)
Bilangan 2 mencintai bilangan 3.
2)
Bilanagan 4 sayang bilangan 5.
3)
Bilangan 6 kakak dari bilangan 5.
Kalimat-kalimat diatas tidak mempunyai nilai benar ,tetapi juga tidak salah. Kalimat
semacam itu walaupun mempunyai struktur suatu kalimat, namun sebenarnya
merupakan rangkaian kata-kata tanpa arti, sebab relasi yang ada diantaranya tidak
didefinisikan. Selanjutnya kita perhatikan bahwa kalimat deklaratif sering juga disebut
sebagai kalimat pernyataan. Kalimat-kalimat deklaratif akan disingkat dengan hurufhuruf besar, misalnya A, B, C, . . ..
Pada prinsipnya suatu nilai matematis dapat disajikan dengan menggunakan kalimatkalimat deklaratif.
1.1.3 Konstanta, Denotasi dan Designasi
Untuk membicarakan anggota tertentu dari semesta pembicaraan kita
memerlukan suatu nama yaitu simbul, tanda yang ditulis atau diucapkan. Dalam hal ini
antara simbul dan tanda tidak menimbulkan arti yang kontroversial. Simbul itu
menyatakan unsur bahasa.
Contoh :
 (x) (y) x  y  (x – y)2  0
 PQ
 km
Demikian juga perkataan Jono, Hasan, Amir adalah nama dari si pemuda , sama halnya
dengan 2,  adalah simbul-simbul. Simbul-simbul seperti di atas itu semuanya disebut
dengan konstanta. Jadi definisi dari konstanta adalah suatu simbul merupakan unsur
bahasa untuk menunjukkan suatu anggota tertentu dari semesta pembicaraan. Bahasa
disini diambil dalam arti luas yaitu sebagai himpunan simbul-simbul yang
digandengkan menurut aturan-aturan tertentu menjadi kalimat dengan maksud antara
lain menyatakan apresiasi ilmiah.
Kita harus membedakan antara simbul dan obyek yang disimbulkan oleh simbul
tersebut . Demikianlah harus dibedakan antara bilangan (number) dan angka atau
rangkaian kata (numerals) sebagai simbul dari padanya. Angka adalah unsur bahasa
yang dapat diucapkan atau ditulis, sedangkan bilangan adalah unsur matematika yang
berada di luar bahasa. Yang dijumlahkan atau digandakan adalah bilangan-bilangan,
sedangkan yang diucapkan atau ditulis adalah simbulnya, yaitu angka-angka.
Sebagai contoh ucapan “ Tulislah bilangan 5 di papan tulis “ adalah ucapan yang keliru.
Apa yang dilambangkan oleh suatu lambang disebut denotasi atau referensi
objektif dari lambang tersebut. Sedangkan lambangnya sendiri disebut designasi dari
apa yang dilambangkan olehnya.
Sebagai contoh : Designasi dari seorang pemuda adalah namanya, sedangkan
pemudanya adalah denotasi dari nama itu.
1.1.4 Variabel dan Kalimat Terbuka
Kadang-kadang kita hendak berbicara tentang anggota sembarangan dari suatu
semesta pembicaraan, maka tidak dapat digunakan suatu konstanta sebab suatu
konstanta adalah suatu simbul untuk anggota tertentu dari semesta pembicaraaan,
sehinggga simbul-simbul yang lain masih diperlukan.
Misalnya :
Semesta pembicaraannya pemuda pemudi yang belajar pada suatu
Universitas.
Disini kita hendak mengatakan anggota-anggota harus rajin. Maka digunakan kata
“mahasiswa” dan diucapkan “mahasiswa harus rajin”. Berarti disini perkataan
mahasiswa digunakan untuk menunjukkan anggota sembarang berarti harus rajin. Disini
perkataan “mahasiswa” bukan merupakan suatu konstanta, sebab tidak mensimbolisir
anggota tertentu dari semesta pembicaraan. Hal seperti ini akan muncul juga dalam
pembicaraan-pembicaraan matematika.
Misalnya : Semesta pembicaraannya adalah himpunan bilangan-bilangan asli. Sebagai
simbul untuk menunjukkan anggota sembarang dipilihlah huruf-huruf abjad akhir yaitu
“x”, “y”, “z”. Misalnya anggota sembarang x dan y berlakulah
( x2 – y2 ) = ( x – y) ( x + y ).
Simbul-simbul semacam diatas disebut variabel-variabel atau peubah-peubah. Jadi
dapat didefinisikan suatu variabel adalah simbul yang melambangkan anggota
sembarang dari semesta pembicaraan, dimana semestanya disebut daerah jelajah
(domain) dari variabel tersebut. Jadi simbul-simbul tersebut bukanlah merupakan suatu
entitas matematika tapi entitas bahasa, yang digunakan untuk menyajikan persoalanpersoalan matematika.
Definisi suatu variabel dalam matematika lama sering didefinisikan bilangan
yang berubah-ubah, namun definisi yang demikian didasarkan atas anggapan yang
keliru dan tak dapat dipertahankan. Sekali lagi ditegaskan bahwa suatu variabel
digunakan tidak untuk mensimbolisir suatu obyek tertentu tetapi untuk menunjukkan
anagota sembarang dari semesta pembicarannya yaitu suatu obyek yang tidak
dispesifikasikan lebih lengkap.Karena pentingnya konsep variabel dalam matematika
maka akan kita selidiki penggunaan ini lebih mendalam dengan meneliti dalam ilmuilmu yang menggunakannya.
Perhatikan kalimat-kalimat berikut :
 x adalah bilangan prima
“P(x)”
 x lebih besar dari y
“B(x,y)
 x terletak antara y dan z
“D(x,y,z)”
Kalimat-kalimat di atas bukanlah kalimat deklaratif karena tidak mempunyai nilai benar
atau salah. Kalimat-kalimat demikian disebut kaliamat terbuka (open sentences) dan
apabila dalam kalimat di atas x, y dan z diganti dengan konstanta maka didapatlah
kalimat-kalimat deklaratif.
Misalnya :
Dalam kalimat “P(x)” diganti dengan angka 3 maka “P(3)” dibaca “3 adalah
bilangan prima”.
Misalnya ada kalimat : “ x2 –3x + 2 = 0 “
Kalimat ini biasanya disebut suatu persamaan, maka inipun dapat dipandang sebagai
suatu kalimat terbuka. Setelah variabel x berturu-turut diganti dengan 2 atau 1 akan
menghasilkan suatu kalimat deklaratif yang benar.
Seperti telah kita ketahui bahwa menyelesaikan suatu persamaan berarti mencari
bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan tersebut. Dengan pengertian yang
terakhir ini dimaksud setelah variabel persamaan diganti dengan angka yaitu simbulsimbul yang memenuhi persamaan tersebut maka akan didapat kalimat yang benar.
Perkataan
yang mengutarakan
x
adalah
bilangan
anu
jelas
keliru
karena
mencampuradukkan entitas bahasa dengan entitas matematika.
Jadi dari contoh-contoh di atas dapatlah didefinisikan suatu variabel adalah
suatu tanda yang menempati tempatnya suatu konstanta. Dapat juga dikatakan bahwa
suatu variabel adalah suatu suatu tanda untuk mana dapat disubstitusikan suatu
konstanta.
Rangkuman
1) Semesta pembicaraan adalah himpunan semua obyek yang dipaparkan dalam suatu
pembicaraan.
2) Kalimat deklaratif adalah suatu kalimat yang mempuyai nilai benar atau salah tetapi
tidak kedua-duanya.
3) Konstan adalah lambang dari suatu anggota tertentu dari semestanya.
4) Denotasi adalah apa yang dilambangkan oleh suatu lambang, sedangkan
lambangnya sendiri disebut designasi.
5) Variabel adalah lambang yang melambangkan anggota sembarang dari semestanya,
dimana semestanya disebut daerah jelajah (domain) dari variabel tersebut.
6) Kalimat terbuka adalah kalimat yang mempunyai variabel, sedemikian sehingga jika
kita mensubstitusi variabel itu dengan konstanta di dalam semesta pembicaraannya,
kalimat terbuka tersebut menjadi pernyataan.
Soal-Soal Latihan
A. Tentukan apakah kalimat-kalimat dibawah ini merupakan kalimat deklaratif ataukah
ungkapan yang mempunyai arti tetapi bukan kalimat deklaratif, ataukah merupakan
rangkaian kata-kata tanpa arti ?
1) Bedugul terletak antar Denpasar dan Singaraja.
2) Napoleon habis dibagi 2
3) Bilangan 7 habis dibagi bilangan 5
4) Jono menderita sakit
5) Tono adalah bilangan prima
6) Berapakah 9 - 5 ?
7) Astaga !
8) Bilangan  adalah bilangan rasional atau tidak rasional.
9) Budi mempunyai sifat kronis
10) Mudah-mudahan anda lulus.
B. Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini yang mana merupakan kalimat terbuka,
kalimat matematika, kalimat deklaratif, dan kalimat definisi ?
1) Antonius beragama Kristen.
2) Diagonal-diagonal suatu bujursangkar saling berpotongan dan tegak lurus satu sama
lain.
3) Tiga adalah kurang dari lima.
4) x – 5  7
5) 4  10 – 8
6) Jika saya lapar maka saya tidak dapat belajar.
7) Tono kuliah di IKIP.
8) Segitiga samasisi adalah segitiga yang ketiga sisinya sama panjang.
9) Manusia berkaki dua.
10) Segitiga ABC samakaki.
1.2 Kalimat dan Penghubung Kalimat
Pernyataan majemuk terdiri dari satu atau lebih pernyataan sederhana yang
dihubungkan dengan kata hubung kalimat tertentu. Dalam bahasa indonesia kita sering
menggunakan kata-kata ‘tidak”, “dan”, “atau”, “jika . . . . maka . . ., “jika dan hanya
jika”. Sekarang kita menggunakan kata-kata di atas dalam matematika dan
membandingkannya dengan penggunaan dalam percakapan sehari-hari. Dalam pelajaran
logika matematika, kata-kata tersebut diatas disebut kata penghubung kalimat, dan ada
lima macam katapenghubung kalimat yaitu : negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi dan
biimplikasi.
1.2.1 Konjungsi, Disjungsi,dan Negasi
Perhatikan kalimat-kalimat berikut :
Udara berawan
Hari akan hujan
Kalimat-kalimat di atas kita singkat dengan huruf-huruf besar “A”, “B”dan seterusnya.
Kalimat-kalimat tersebut dapat digandengkan satu sama lain dengan menggunakan kata
penghubung kalimat ( logical connectives), dan (&), atau (v), ingkaran (negasi) ( ) .
Sehingga kalimat-kalimat diatas menjadi :
Udara berawan dan hari akan hujan.
Udara berawan atau hari akan hujan.
Tidak benar bahwa udara berawan.
Dengan menggunakan singkatan-singkatan dan simbolisme logika maka kalimatkaliamat diatas ditulis sebagai :
A & B,
A v B, (A ).
Kalimat-kalimat A &B, A v B, dan (A ) berturut -turut disebut konjungsi, disjungsi
dan negasi. Kalimat yang mengandung tanda penghubung kalimat seperti dan, atau dan
negasi disebut kalimat majemuk (compoud statement) atau kalimat molekuler.
Sedangkan kalimat seperti “A”, “B” dan seterusnya disebut kalimat atomik atau
pernyataan sederhana.
Tabel kebenaran dari konjungsi, disjungsi dan negasi akan diperlihatkan pada tabel tabel di bawah ini.
Tabel kebenaran dari konjungsi
A
B
A&B
T
T
T
T
F
F
F
T
F
F
F
F
Tabel kebenaran dari disjungsi :
A
B
AvB
T
T
T
T
F
T
F
T
T
F
F
F
Tabel kebenaran dari negasi :
A
A
T
F
F
T
Huruf-huruf “T” dan “F” dibaca “true” (benar) dan “false” (salah ).
Perhatikan bahwa konjungsi bernilai benar apabila kedua kalimat komponennya bernilai
benar, bernilai salah jika sekurang-kurangnya salah satu kalimat komponennya bernilai
salah.
Sebaliknya disjungsi bernilai benar apabila sekurang-kurangnya salah satu kalimat
komponennya bernilai benar dan bernilai salah jika kedua kalimat komponennya
bernilai salah.
Negasi dari “A” bernilai salah jika “A” bernilai benar dan sebaliknya negasi “A”
bernilai salah Jika “A” bernilai benar.
Contoh-Contoh Soal :
1) Tentukan negasi dari pernyataan berikut
R=2+36
Jawab :
R = tidak benar bahwa 2 + 3  6
atau R = 2 + 3  6
2) Gunakan kata hubung dan (konjungsi) untuk kalimat-kalimaat berikut!
P=2+3<6
Q = Sang saka bendera Republik Indinesia
Jawab :
P  Q = 2 + 3 < 6 dan Sangsaka bendera Republik Indonesia.
3) Jika P = Aku tinggal di Indonesia
Q = Aku belajar bahasa Inggris sejak SMP.
Gunakan kata hubung kalimat atau (disjungsi) untuk kalimat-kalimat di atas !.
Jawab :
P  Q = Aku tinggal di Indonesia atau belajar bahasa Inggris sejak SMP.
1.2.2 Implikasi Material
Penggunaan susunan kata “jika . . . maka . . .” didalam matematika banyak
menyimpang dari penggunaannya dalam percakapan sehari-hari, oleh karena itu
diperlukan suatu pembicaraan yang terperinci. Di dalam buku ini dipandang perlu
diketengahkan suatu pembenaran (justifikasi) dan sekaligus juga dibahas perbedaan
dengan penggunaannya dalam bahasa sehari-hari (untuk menghilangkan keganjilan
yang dirasa ada pada definisinya).
Simbolisme logika notasi untuk susunan kata “jika . . . maka . . .” adalah
“” , sedangkan kalimatnya disebut implikasi material ( material implication) .
Implilasi dalam percakapan sehari-hari disebut implikasi biasa (ordinary implication).
Tabel kebenaran dari implikasi adalah :
A
B
AB
T
T
T
T
F
F
F
T
T
F
F
T
A disebut antiseden dan
B disebut konsekuen.
Kalimat implikasinya sering juga disebut dengan kondisional.
Suatu implikasi dinyatakan bernilai benar jika antisedennya bernilai salah . Hal
ini kelihatannya agak ganjil . Memang definisi dengan tabel di atas agak menyimpang
dengan frase “jika . .
. maka . . . “ di dalam percakapan sehari-hari. Untuk
menghilangkan rasa keganjilan itu dan untuk memberikan alasan mengapa bahasa
matematika menyimpang dari bahasa sehari-hari dan akhirnya dijelaskan mengapa tabel
dikonstruksikan demikian maka perlu dilihat alternatif berikut : Jika dalam percakapan
sehari-hari orang menggunakan frase “jika . . . maka . . . “ , maka biasanya ada
hubungan antara antiseden dan konsekuen.
Perhatikan beberapa contoh kalimat sehari-hari yang menggunakan frase “jika . . .
maka . . . “ berikut :
1)
Jika tidak hujan maka saya akan datang ke rumah teman.
2)
Jika Tono datang kerumah saya maka akan saya ajak nonton.
3)
Jika nanti sore tidak hujan maka saya akan latihan sepak bola.
4)
Jika sering makan rujak maka bisa sakit perut.
5)
Jika bendera berkibar setengah tiang maka ada pemimpin nasional yang wafat.
6)
Jika para mahasiswa rajin membaca literatur ãsing maka pinter bahasa asing.
Kalimat 1, 2, 3 mempunyai makna yang sama yaitu êanji.
Kalimat 4 dan 6 mempunyai makna yang sama yaitu sebab akibat
Sedangkan kalimat 5 mempunyai makna yaitu suatu tanda.
Beraneka ragam konotasi tersebut didalam pola berfikir matematika harus
dihindari, sebab didalam matematia kita harus menggunakan bahasa yang eksak dan
yang tidak berkonotasi begini atau begitu. Maka penggunaan implikasi perlu ditertibkan
dan terpaksalah bahasa matematika menyimpang dari bahasa sehari-hari.Inilah
pembenaran untuk penyimpangan bahasa matematika dari bahasa alami.
Pertama-tamapenertiban dilaksanakan dengan meniadakan syarat bahwa harus ada suatu
hubungan
antara
antiseden
dan
konsekuen,
walaupun
adanya
hubungan
diperbolehkan.Selanjutnya meaningfulness suatu implikasi hanya tergantung pada
meaningfulness kalimat-kalimat komponennya . Jadi nilai logika suatu implikasi hanya
ditentukan oleh nilai logika kalimat-kalimat komponennya.
Terlihat bahwa jauhnya perbedaan antara implikasi material dan implikasi biasa.
Untuk mengurangi rasa keganjilan bahwa tidak perlu ada hubugan antara antiseden dan
konsekuen maka dibawah ini diberikan beberapa contoh bahwa dalam percakapan
sehari-haripun orang kadang-kadang mengucapkan implikasi dengan tidak ada
hubungan antara antiseden dan konsekuen.
Misal :
Ada orang berkata “Jika Tono lulus ujian maka dunia berhenti berputar”.
Dari contoh diatas jelas bahwa tidak ada hubungan apapun antara lulus atau tidak
lulusnya Tono dengan berputarnya dunia. Walaupun demikian, nilai kebenaran dari
implikasi tersebut dianggap benar, karena konsekuennya pasti salah yaitu dunia tidak
akan berhenti berputar, maka antisedennya pasti juga salah. Jelas yang hendak
dinyatakan oleh si pengucap kalimat bahwa Tono pasti tidak lulus ujian .
Suatu hal yang sering dikatakan ganjil adalah bahwa implikasi didefinisikan
bernilai benar jika antisedennya salah sedangkan konsekuennya benar. Sekali lagi untuk
mengurangi keganjilan maka didalam percakapan sehari-hari orang kadang-kadang
menjumpai keadaan demikian.
Misal :
Jika pelajar itu perempuan maka ia diwajibkan berlatih menari.
Jika Ani tidak berlatih menari maka ia dikenakan hukuman, sebab ia menyalahi aturan
(implikasi bernilai salah), sedangkan pelajar Iwan berlatih atau tidak berlatih (yaitu
konsekuennya benar atau salah) ia dianggap tidak melanggar aturan (yaitu implikasinya
bernilai benar).
Dalam implikasi tidak disyaratkan adanya hubungan antara anteseden dengan
konsekuen (walaupun adanya suatu hubungan diperkenankan), hal ini berarti bahwa
apabila diketahui benarnya suatu implikasi, maka kadang-kadang ada hubungan, tetapi
kadang-kadang tidak. Pada khususnya dengan diketahuinya bahwa suatu implikasi itu
bernilai benar, maka tidak boleh disimpulkan bahwa ada hubungan sebab akibat antara
anteseden dan konsekuen. Dengan kata lain jika suatu implikasi “A  B” diketahui
bernilai benar, maka orang tidak senantiasa dapat mengatakan bahwa kalimat “B” dapat
diturunkan (dengan menggunakan hukum-hukum tertentu) dari kalimat “A”.
Dalam implikasi kalimat “A  B” dapat dibaca sebagai berikut :
1) Jika A maka B, atau B jika A.
2) A hanya jika B. Sebab jika tidak B (yaitu “B” bernilai salah) maka juga tidak A.
3) A syarat cukup untuk B. Sebab jika A terjadi (yaitu kalimat “A” bernilai benar)
maka B pun terjadi.
4) B syarat perlu untuk A. Terjadinya B memang mutlak diperlukan untuk terjadinya
A, sebab jika tidak B, maka juga tidak A.
Perhatikan bahwa tidak ada hubungan antara syarat perlu dan cukup, yaitu syarat perlu
belum tentu cukup, sebaliknya syarat cukup tidak usah perlu.
Contoh :
Supaya ABCD merupakan bujur sangkar maka syarat perlu untuk itu ialah bahwa
diagonal-diagonalnya potong-memotong tegak lurus.
Dengan menggunakan tanda implikasi maka diperoleh “ABCD bujur sangkar 
diagonal-diagonalnya berpotongan tegak lurus”.
Walaupun diagonal-diagonalnya berpotongan tegak lurus itu merupakan syarat yang
perlu, namun tidaklah cukup, misalnya suatu belah ketupat.
Contoh :
Syarat cukup supaya ABCD merupakan jajaran genjang adalah sisi-sisinya sama
panjang. Sehingga dengan tanda implikasi dituliskan “sisi-sisi ABCD sama panjang 
ABCD jajaran genjang.
Ada juga jajaran genjang di mana sisi-sisinya tidak sama panjang, sehingga syaratnya
tidaklah perlu. Ada juga syarat yang sekaligus perlu dan cukup, hal ini dibahas pada
pembicaraan tentang biimplikasi.
Invers, konvers dan Kontrapositif
Perhatikan kalimat : apabila A maka B ( A  B) disebut implikasi mula-mula
maka kalimat apabila B maka A disebut dengan konvers dari implikasi mula-mula.
Apabila tidak A maka tidak B disebut invers dari implikasi mula-muladan apabila tidak
B maka tidak A maka disebut dengan kontrapositif dari implikasi mula-mula.
Dituliskan dalam bentuk simbol logika menjadi :
Definisi :
B  A disebut konvers dari A  B
A  B disebut invers dari A  B
B  A disebut kontrapositif dari A  B
Apabila implikasi awal bernilai benar maka konvers dan inversnya belum tentu benar
dan juga belum tentu salah.
Contoh :
Misalnya implikasi mula-mula :
1)
Jika sekarang hari Minggu maka besok hari Senin.(T)
2)
Jika x bilangan positif maka x2 pun bilangan positif (T)
Maka konversnya menjadi :
1)
Jika besok hari Senin maka sekarang hari Minggu (T)
2)
Jika x2 bilangan positif maka x pun bilangan positif (F)
Dan inversnya menjadi :
1)
Jika sekarang bukan hari Minggu maka besok bukan hari Senin (T)
2)
Jika x bukan bilangan positif maka x2 pun bukan bilangan positif (F)
Kontrapositifnya menjadi :
1) Jika besok bukan hari Senin maka sekarang bukan hari Minggu (T)
2) Jika x2 bukan bilangan positif maka x pun bukan bilangan positif (T)
Ternyata bahwa jika implikasi mula-mula bernilai benar maka konvers dan inversnya
kadang-kadang benar tapi juga kadang-kadang salah.
Kontrapositif suatu implikasi senantiasa mempunyai nilai logika sama dengan implikasi
mula-mula.
Berikut ini akan diperlihatkan tabel kebenaran dari invers, konvers dan kontrapositif.
BA


A B
B  A
A
B
A
B
AB
T
T
F
F
T
T
T
T
T
F
F
T
F
T
T
F
F
T
T
F
T
F
F
T
F
F
T
T
T
T
T
T
Dalam Tabel tampak bahwa jika kalimat “A  B” bernilai T maka nilai dari konvers
“B  A” maupun invers “A B” kadang-kadang bernilai T tetapi kadang-kadang
bernilai F, sedangkan dalam kontrapositif suatu implikasi senantiasa mempunyai nilai
logika yang sama dengan implikasi awal.
1.2.3 Biimplikasi
Perhatikan kalimat berikut ini : “Saya memakai mantel jika dan hanya jika
dingin”. Pengertian kita adalah “saya memakai mantel jika saya merasa dingin ”dan
“
saya memakai mantelhanya jika dingin”. Terlihat bahwa jika saya memakai mantel
merupakan syarat perlu saya merasa dingin, dan saya memakai mantel merupakan
syarat cukup bagi saya merasa dingin.
Dalam matematika juga banyak didapati pernyataan yang berbentuk “P jika dan
hanya jika Q”. Pernyataan demikian disebut dengan biimplikasi atau bikondisional.dan
ditulis sebagai P  Q.
Biimplikasi didefinisikan dengan tabel kebenaran sebagai berikut :
A
B
AB
T
T
T
T
F
F
F
T
F
F
F
T
Perhatikan tabel di atas , apabila kalimat komponennya bernilai sama maka
biimplikasi bernilai benar, Sebaliknya jika kalimat-kalimat komponennya bernilai
berbeda maka biimplikasinya bernilai salah.
Kalimat “ A  B” disebut biimplikasi dan dibaca “A bilamana dan hanya bilamana B”
atau disingkat “A bhb B”, dapat dibaca dalam tabel berikut :
A
B

A
BA
(A  B) & (B  A)
AB
B
T
T
T
T
T
T
T
F
F
T
F
F
F
T
T
F
F
F
F
F
T
T
T
T
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai kebenaran untuk “(A  B) & (B  A)” adalah
sama dengan nilai kebenaran untuk “A  B”. Kita lihat dalam tabel bahwa A dan B
sekaligus merupakan syarat perlu dan cukup. A sarat cukup untuk B dan A syarat perlu
untuk B.
Perlu diperhatikan bahwa apabila orang hendak membuktikan A jhj B maka dua hal
harus dikerjakan :
1) Kita harus membuktikan implikasi jika A maka B.
2) Juga kita harus membuktikan implikasi jika B maka A
Setelah bukti tersebut dapat diselesaikan maka barulah dapat dikatakan biimplikasi
terbukti.
1.2.4 Ingkaran
Ingkaran dari disjungsi :
Contoh disjungsi :
Saudara Tono mahasiswa yang rajin atau pandai.
Ingkarannya :
Saudara Tono tidaklah mahasiswa yang rajin atau pandai.
Atau dapat juga dituliskan :
Saudara Tono mahasiswa yang tidak rajin dan tidak pandai.
Sehinggga tabel kebenaran dari ingkaran disjungsi adalah :
B
AvB
AvB
A
B
A B
T
T
T
F
F
F
F
T
F
T
F
F
T
F
F
T
T
F
T
F
F
F
F
F
T
T
T
T
A
Jadi dari tabel diatas terlihat bahwa nilai kebenaran dari : A v B = A  B
Ingkaran dari konjungsi :
Tabel kebenaran dari ingkaran konjungsi adalah :
A
B
AB
AB
A
B
A v B
T
T
T
F
F
F
F
T
F
F
T
F
T
T
F
T
F
T
T
F
T
F
F
F
T
T
T
T
Jadi dalam tabel terlihat bahwa nilai kebenaran dari : A  B = A v B
Ingkaran dari implikasi
Tabel kebenaran dari ingkaran implikasi :
P
Q
PQ
PQ
Q
P Q
T
T
T
F
F
F
T
F
F
T
T
T
F
T
T
F
F
F
F
F
T
F
T
F
Jadi dalam tabel terlihat bahwa nilai kebenaran dari P  Q = P Q
Ingkaran dari biimplikasi
Ingkaran dari P  Q dituliskan P  Q
oleh karena P  Q = (P  Q)  (Q  P)
sehingga
P  Q = (P  Q)  (Q  P)
= (P  Q)  (Q  P)
= (P Q)  (Q  P )
Jadi ingkaran dari biimplikasi adalah :
P  Q = (P Q)  (Q P)
1.2.5 Urutan Mengerjakan Operasi Penggandeng Kalimat
Operasi dalam hal ini dimaksudkan adalah kata penghubung kalimat yaitu negasi, konjungsi,
disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.
Perhatikan kalimat majemuk berikut :
(A  B)  ((A & C)  (B & C))
Dengan adanya tanda kurung, kita mengetahui urutan mengerjakan operasi yang
di atas. Tapi apabila kalimatnya memuat banyak tanda operasi, maka diperlukan banyak
tanda kurung. Untuk mengurangi tanda banyaknya kurung tersebut maka diadakan
kesepakatan berupa urutan kuasa operasi sebagai berikut :
1)
negasi
2)
konjungsi
3)
disjungsi
4)
implikasi
5)
biimplikasi.
Setelah adanya kesepakatan di atas maka kalimat “A  (B & C)” dapat ditulis sebagai
“A B & C”.
Disini jelasnya dengan sendirinya membubuhi tanda-tanda kurung yang tak mutlak
diperlukan boleh juga demikian juga dengan tanda-tanda titik. Untuk mengganti
peranan tanda kurung adalah sangat sugestif dan banyak dipakai aturan untuk tandatanda titik,
dimana suatu penghubung kalimat yang dibubuhi tanda titik daya
pemisahnya adalah lebih kuat dari tanda-tanda lainnya kearah sebelah dimana tandatanda titik itu diletakkan.
Sebagai contoh :
1) A & . B  C bisa ditulis A & (B  C )
2) A v B . & C bisa ditulis (A v B) & C
Dengan sendirinya dua tanda titik akan lebih kuat dari pada satu tanda titik dan
seterusnya.
Rangkuman
1) Nilai kebenaran negasi suatu pernyataan selalu berlawanan dengan nilai
kebenaranpernyataan semula. Jika P bernilai benar maka P bernilai salah dan jika
P bernilai salah maka P bernilai benar.
2) Konjungsi dari dua pernyataan P dan Q yaitu P  Q akan bernilai benar, hanya jika
kedua komponennya bernilai benar.Konjungsi bernilai salah jika sekurangkurangnya salah satu kalimat komponennya bernilai salah.
3) Disjungsi dari dua pernyataan A dan B yaitu A v B bernilai benar jika sekurangkurangnya salah satu kalimat komponennya bernilai benar. Satu-satu kemungkinan
disjungsi bernilai salah adalah jika kedua kalimat komponennya bernilai salah.
4) Implikasi dari dua pernyataan P dan Q yaitu “P  Q” bernilai benar jika
antesedennya salah atau konsekuennya benar.
5) Biimplikasi dari dua pernyataan A dan B, yaitu “A  B” bernilai benar jika kedua
pernyataan itu mempunyai nilai kebenaran yang sama. Biimplikasi bernilai salah
jika kedua pernyataan tersebut mempunyai nilai kebenaran yang berbeda.
Kata hubung kalimat, secara umum digambarkan sebagai berikut :
Jenis pernyataan
Kata hubung kalimat
Simbol
Negasi
Tidak
-
Konjungsi
Dan

Disjungsi
Atau

Implikasi
Jika . . . maka . . .

Biimplikasi
Jika dan hanya jika

Latihan Soal-Soal:
1) Diketahui A = Ani lulus ujian dan
B = Ani mentraktir teman-temannya, keduanya bernilai benar.
Tuliskan secara simbolik pernyataan-pernyataan di bawah ini dan tentukan nilai
kebenarannya.
a) Ani lulus ujian tetapi tidak mentraktir teman-temannya.
b) Ani mentraktir teman-temannya asal saja dia lulus ujian.
c) Ani tidak akan lulus ujian hanya jika dia tidak mentraktir teman-temannya.
d) Ani tidak mentraktir teman-temannya jika dia tidak lulus ujian.
e) Tidak benar bahwa Ani mentraktir teman-temannya jika dia tidak lulus ujian.
2) Tentukan nilai kebenaran dari P  Q bila diketahui :
a) P = 2 = 6
Q = Pancasila dasar negara kita.
b) P = Denpasar ada di Bali.
Q=-3-5
3) Ubahlah bentuk pernyataan-pernyataan berikut ini menjadi “jika . . . .maka. . .
a) Kamu akan memperolehnya jika kamu mencarinya.
b) Kita perlu makan untuk hidup.
c) Bila aku melihat kamu, aku akan berteriak kuat-kuat.
d) Jika kamu melakukan perbuatan itu, kamu orany yang bodoh.
e) Semua orang yang bercita-cita tinggi suka bekerja keras.
4) Diketahui P = Kamu mengerjakan pekerjaan rumah
Q = Kamu akan lulus ujian
Tulislah kalimat verbal yang menyatakan konvers, invers, dan kontraposisi dari
implikasi P  Q.
5) Tentukan mana syarat perlu dan mana syarat cukup untuk pernyataan-pernyataan
berikut :
a) Saya akan datang jika tidak hujan.
b) Saya akan datang hanya jika tidak hujan.
c) Jika telepon berbunyi, saya langsung berlari untuk menjawabnya.
d) Semua manusia dapat membaca.
e) Manusia adalah manusia yang mempunyai akal budi.
6) Misalkan P = Geometri sangat sukar
Q = Bahasa sangat menarik
R = Logika sangat mudah
7) Gunakan kata hubung kalimat yang tepat dan tanda kurung yang diperlukan untuk.
menterjemahkan pernyataan di bawah ini menjadi pernyatan simbolik
a) Tidak benar bahwa logika sangat mudah dan geometri sangat sukar.
b) Bahasa sangat menarik dan geometri sangat sukar,atau logika sangat mudah.
c) Geometri sangat sukar jika dan hanya jika logika sangat mudah dan bahasa
sangat menarik.
d) Bahasa sangat menarik dan logika sangat mudah, hanya jika geometri sangat
sukar.
7) Simbolkan setiap pernyataan di bawah ini dengan menggunakan notasi yang
diberikan.
a) Budi atau Ani mengambil buku ini dan Tono mencarinya. ( B, A, T)
b) Jika saya lulus ujianini, berarti saya lulus mata kuliah dan aku akan diwisuda.
(
x, y, z )
c) Tidak benar bahwa hari ini bukan hari Minggu. (S)
d) Tidak benar bahwa saya terlambat dan tidak mengikuti tes. (P, Q )
e) Suryati atau Sulasmi bukan perenang yang baik.
9) Dengan menggunakan tabel-tabel kebenaran , buktikan bahwa :
a) A  (B  C) mempunyai tabel kebenaran yang sama dengan (A & B)  C.
b) A  (B v C) mempunyai tabel kebenaran yang sama dengan (A & B)  C.
c) A  B mempunyai tabel kebenaran yang sama dengan A v B
10) Dari tiap pernyataan implikasi berikut, carilah konvers, invers, dan kontrapositifnya.
a) Jika x = y, maka x + z = y + z
b) Jika x  A  B, maka x  A
c) Jika dua sisi sebuah segitiga sama panjangnya, maka sudut-sudut dihadapannya
sama besar.
11) Tulislah bentuk-bentuk dibawah ini dengan tanda kurung minimal, kemudian
ubahlah notasi tanda kurung menjadi tanda titik.
a) (A & B)  (A (B v C))
b) (A  B)  (C ((A & B) v C)
c) (A  B)  ((B & C) v D)
d) (A  B) (C (A & B))
e) ((A & B) v C)  (A & B)
12) Pada soal-soal di bawah ini ubahlah notasi tanda titik menjadi notasi tanda kurung
a) A & B  C :  :B.  .A  C
b) A. v .B & C:  : A v B. & .A v C
c) A. v .B v C:  :A v B. v .C
d) A v B.  .A  B
1.3 Pembuktian
1.3.1 Tautologi dan Kontradiksi
Pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar bagaimanapun nilai proposisi
yang membentuknya disebut toutologi, sedangkan proposisi yang selalu bernilai salah
disebut kontradiksi.
Contoh toutologi :
A  A
Tabel kebenarannya :

A
A
A A
T
F
T
F
T
T
Contoh kontradiksi :
A A
Tabel kebenarannya :
A
A
A A
T
F
F
F
T
F
Suatu proposisi dengan simbul P (p1 , p2 , p3 , . . . pn ) dimana p1 . . . pn adalah
proposisi-proposisi yang merupakan proposisi majemuk dimana kebenaran P ditentukan
oleh kebenaran p1, p2, p3, . . . pn.
Sebagai contoh : P(p,q) = p  q.
Jika P (p1, p2, p3, . . . pn ) adalah tautologi maka tidak P adalah kontradiksi dan
sebaliknya.
Suatu argumen dinyatakan dengan proposisi majemuk misalnya
( p1  p2 3 p  . . .  pn)  Q adalah suatu implikasi dengan p1 ,p2, p3, …,pn sebagai
hipotesa (antiseden ) sedangkan Q adalah suatu kesimpulan (konskwen). Komponenkomponen dari antiseden disebut premis dan semuanya harus bernilai benar agar
kesimpulannya benar maka argumennya menjadi benar.
Jika argumennya benat disebut dengan argumen benat dan jika argumennya salah maka
disebut dengan argumen salah.
Sebagai contoh :
Selidiki apakah argumen dibawah ini benar !
Ali tidak belajar
(P)
Jika ali tidak belajar maka ia tidak mendapat nilai baik
(Q)
Jika Ani tidak mengganggu Ali maka Ali mendapat nilai baik
Karena itu ani mengganggu Ali
(K)
Penyelesaiannya :
P = Ali belajar
P = Ali tidak belajar
Q = Ali mendapat nilai baik
Q = Ali tidak mendapat nilai baik
K = Ani mengganggu Ali
K = Ani tidak mengganggu Ali
Sehingga dalam simbolisme logika menjadi :
[ P  ( P Q )  (K  Q )  K.
Kita buat tabel kebenarannya :
P
Q
K





P
Q
K
P Q
K  Q
PAB
(A)
(B)
(M)
MK
T
T
T
F
F
F
T
T
F
T
T
T
F
F
F
T
T
F
F
T
T
F
T
F
T
F
T
T
F
T
T
F
F
F
T
T
T
F
F
T
F
T
T
T
F
F
F
T
F
T
F
T
F
T
F
T
F
F
F
T
F
F
T
T
T
F
T
T
T
T
F
F
F
T
T
T
T
F
F
T
Jadi dapat disimpulkan argumen diatas bernilai benar.
Membuktikan suatu toutologi disamping menggunakan metode tabel kebenaran ada cara
lain yaitu tidak mempergunakan tabel, sebab penalaran dilakukan diluar tabel.
Contoh :
(P  Q)  (P  R  Q  R)
Untuk membuktikan bahwa bentuk ini merupakan tautologi, maka kita amati bahwa
bentuk keseluruhan merupakan suatu implikasi, sebab simbol dominannya adalah tanda
implikasi. Dengan mengamati tabel, kita tahu bahwa suatu implikasi itu bernilai benar
jika antisedennya salah atau konsekuennya benar.
Pada contoh diatas antisedennya pasti salah jika “P” dan “Q” mempunyai nilai yang
berlainan, maka cukuplah diselidiki kejadian dimana”P” dan “Q” mempunyai nilai
logika yang sama. Tetapi dalam contoh diatas ekuivalensi yang terletak disebelah kanan
dari tanda biimplikasi pasti bernilai benar, apapun nilai dari “R”. Dengan demikian
konsekuen dari seluruh bentuk dipandang sebagai suatu implikasi, bernilai benar, dan
terbuktilah bahwa bentuk ini merupakan tautologi.
Pembuktian dapat juga diselesaiakan dengan reductio ad absurdum (bukti
kemustahilan). Diandaikan bentuk yang dihadapi adalah bukan tautologi, maka ada
suatu pemberian nilai pada variabel-variabel yang mengakibatkan antiseden bernilai
benar dengan konsekuen bernilai salah. Antesedennya bernilai benar jika “P” dan “Q”
bernilai sama. Dalam pada itu konsekuen tak mungkin bernilai salah, apapun nilai “R”.
Langkah terakhir ini didapat dengan mengamati hasil dari tabel untuk konjungsi dan
ekuivalensi.
1.3.2 Ekivalen
Perhatikan kalimat “Guru pahlawan bangsa” dan “Tidak benar bahwa guru
bukan pahlawan bangsa”. Kedua kalimat tersebut akan mempunyai nilai kebenaran
yang sama, tidak perduli bagaimana nilai kebenaran dari pernyataan semula.
Definisi :
Dua buah pernyataan dikatakan ekivalen (berekivalensi logis) jika kedua
pernyataan itu mempunyai nilai kebenaran yang sama.
Pernyataan P ekivalen dengan pernyataan Q dapat ditulis sebagai P  Q.
Berdasarkan definisi diatas, sifat-sifat pernyataan yang ekivalen (berekivalensi
logis) adalah :
a) P  P
b) Jika P  Q maka Q  P
c) Jika P  Q dan Q  R maka P  R
Sifat pertama berarti bahwa setiap pernyataan selalu mempunyai nilai kebenaran yang
sama dengan dirinya sendiri. Sifat yang kedua berarti bahwa jika suatu pernyataan
mempunyai nilai kebenaran yang sama dengan suatu pernyataan lain, maka tentu
berlaku sebaliknya. Sedangkan sifat ketiga berarti bahwa jika pernyataan pertama
mempunyai nilaikebenaran yang sama dengan pernyataan yang kedua dan pernyataan
kedua mempunyai nilai kebenaran yang sama dengan pernyataan ketiga maka nilai
kebenaran pernyataan pertama adalah sama dengan nilai kebenaran pernyataan ketiga.
Rangkuman
1) Pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar bagaimanapun nilai proposisi yang
membentuknya disebut toutologi, sedangkan proposisi yang selalu bernilai salah
disebut kontradiksi.
2) Dua buah pernyataan dikatakan ekivalen (berekivalensi logis) jika kedua pernyataan
itu mempunyai nilai kebenaran yang sama.
Pernyataan P ekivalen dengan pernyataan Q dapat ditulis sebagai P  Q.
Latihan Soal- Soal
Dengan menggunakan tabel kebenaran,
1) Apakah bentuk-bentuk pernyataan majemuk berikut merupakan tautologi, atau
kontradiksi ?
a) (P  Q)
b) P  (P)  Q
c) (P  Q)  (P  Q)
2) Buktikan setiap pernyataan berikut ini !
a) P  ( P  P)
b) P  ( P  P)
c) (P  Q)  ( P Q)
d) (P  Q)  (P  Q)
3) Buktikan bahwa P  Q tidak ekivalen dengan P  Q.
4) Buktikan bahwa (P  Q)  (P  Q) merupakan kontradiksi.
Buktikan bahwa bentuk-bentuk di bawah ini merupakan tautologi tanpa mengerjakan
pengisian tabel !
5) (P  Q).. (P  Q)  (Q  P)
6) (P  Q).. (P  Q)  (Q  P)
7) (P & Q)  R.  . (P &R) Q
8) P (Q  R) .. Q  (P R)
9) Buktikan dengan menggunakan reduction ad absurdum bahwa bentuk
P  Q.  . (Q & R)  (R & P) merupakan toutologi.
1.3.3 Penggunaan Rumus-rumus Tautologi Pada Bukti-bukti Matematika
Rumus-rumus tautologi yang penting akan dibicarakan dalam pembahasan
berikut, dimana rumus-rumus tersebut dapat dibuktikan dengan metode tabel nilai.
Namun penalaran diluar tabel nilai seperti telah dibicarakan terdahulu dapat mencapai
hasil yang jauh lebih cepat.Empat rumus yang pertama mempunyai kedudukan istimewa
karena merupakan apa yang disebut suatu realisai (model) dari suatu Aljabar Boole
Abstrak (Abstact Boolean Algebra).
Rumus 1. Sifat komutatif dari konjungsi dan disjungsi
P&QQ&P
PvQ QvP
Rumus 2. Sifat distributif dari konjungsi terhadap disjungsi dan dari disjungsi terhadap
konjungsi.
P & (Q v R)  (P & Q) v (P & R)
P v (Q & R)  (P v Q) & (P v R)
Rumus 3.
P&TT &PP
P v FF vPP
Rumus 4.
P v P  T
P & P  T
Dalam rumus-rumus diatas “T” menyajikan bentuk yang nilainya senantiasa benar (jadi
suatu tautologi) dan “F” senantiasa salah (kontradiksi). Mengingat tabel kebenaran dari
biimplikasi maka ruas kiri dan ruas kanan dari tanda “” mempunyai nilai logika yang
sama.
Sehingga mengassersi P v P  T tidak lain adalah mengassersi bahwa P v P adalah
tautologi.
Rumus 5. Hukum identitas, hukum negasi rangkap, hukum-hukum idempoten, serta
sifat assosiatif dari konjungsi dan disjungsi serta hukum penyerapan.
PP
(hukum identitas)
PP
(hukum negasi rangkap)
Hukum –hukum idempoten :
P & P  .P
Q v Q  .Q
Sifat assosiatif dari konjungsi :
(P&Q)&RP&(Q&R)
Sifat assosiatif dari disjungsi :
(PvQ)vRPv(QvR)
Hukum-hukum penyerapan :
P&(PvQ)P
Pv(P&Q)P
Rumus 6.
T  P.  .P
F  P.  T
P  T.  .P
P  F.  .P
Kebenaran dari rumus-rumus diatas mudah diyakini dengan mengingat tabel-tabel nilai.
Rumus 7.
P  Q. .P v Q
P  Q. . P & Q
P  Q. . (P v Q) & (Q v P)
P  Q. . (P & Q) v (P &Q)
Rumus-rumus diatas memperlihatkan bahwa implikasi dan ekuivalensi dapat dinyatakan
dengan negasi,konjungsi dan disjungsi.
Rumus 8.
P  Q. . (P  Q) & ( Q  P)
Rumus 9. Sifat transitif dari implikasi :
(P  Q) & ( Q  R). . P  R
Rumus 10.
P  (Q  R). . Q  (P  R)
Rumus 11. Hukum Eksportasi-Importasi
P  (Q R).  .(P & Q)  R
Rumus 12. Hukum Modus Ponens
P & (P  Q) .. Q
Rumus 13. Hukum Kontraposisi
P  Q.  .Q P
Hukum ini amat banyak digunakan dalam pembuktian soal-soal matematika. Apabila
orang menjumpai kesulitan dalam membuktikan B dari A ( yaitu membuktikan A  B)
maka dapat dicoba membuktikan B A.
Contoh :
Apabila ½ (1 + (-1)n) ganjil maka n pastilah genap.
Bukti :
Kontraposisi kalimat diatas sangat mudah dibuktikan.
Ingkaran dari n genap adalah ganjil. Tapi jika n ganjil maka ½ (1 + (-1)n) = 0.
Karena 0 adalah bilangan genap maka bukti selesai.
Soal diatas dapat juga dibuktikan dengan cara lain, yang penting diingat bahwa suatu
implikasi dan kontraposisinya mempunyai nilai logika yang sama.
Rumus 14.
( P  Q). . ( P  Q)  (P Q)
Rumus ini langsung bisa didapat dari rumus 8 dengan mengambil kontraposisi dari
konjungsi kedua dirumus kanan.
Contoh :
Buktikan bahwa tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap ujung-ujung
M dan N dari ruas garis MN adalah garis tegak lurus yang membagi sama besar ruas
garis MN.
Bukti :
Tempat kedudukan dari titik-titik yang memenuhi suatu syarat didefinisikan sebagai
himpunan titik-titik dengan syarat tersebut sebagai syarat keanggotaan. Maka titik-titik
pada garis tegak lurus dibuktikan memenuhi syarat itu dan titik-titik di luar garis tegak
dibuktikan tidak memenuhinya. Apabila “A” adalah singkatan dari “Titik P terletak
pada tempat kedudukan” dan “B” adalah untuk “titik P memenuhi syarat”, maka yang
harus dibuktikan adalah benarnya kalimat “A  B”. Sehingga dengan rumus 14 diatas
dan hukum kontrapositif maka cukup membuktikan A  B dan B A.
Bukti-bukti tersebut dikerjakan dengan menggunakan gambar dibawah ini.
C
D
P
M
N
Rumus 15. Rumus-rumus ingkaran.
P  Q. . P &Q
P & Q. . P vQ disebut hukum De Morgan pertama.
P v Q. . P &Q disebut hukum De Morgan kedua
P  Q.  (P &Q) v (Q &P)
Rumus-rumus ini diperlukan pada bukti-bukti dengan reductio ad absurdum yang akan
dibicarakan pada pembahasan berikut.
1.3.4 Reductio Ad Absurdum
Pembuktian dengan reductio ad absurdum adalah dimulai dengan mengandaikan bahwa
yang berlaku adalah ingkaran dari apa yang harus dibuktikan, dimana dari pengandaian
ini diturunkan suatu kontradiksi. Karena kontradiksi tidak mungkin terjadi, sedangkan
penalaran sahih, maka kekeliruan harus ada pada permulaan penalaran, yaitu pada
pengandaian. Maka pengandaian harus diingkar. Dengan menggunakan ingkaran
rangkap maka terbuktilah apa yang harus dibuktikan. Dalam hal ini dapat dibuktikan
kalimat otomik ataupun kalimat majemuk seperti implikasi dan sebagainya. Rumusrumus dibawah ini menyajikan beberapa bentuk dari pembuktian dengan reductio ad
absurdum.
Rumus 16.Reductio ad absurdum bentuk pertama
P  (Q &Q) .  .P
Apabila dari kalimat “A” dapat diturunkan suatu kontradiksi, maka dapat disimpulkan
bahwa “A” benar.
A  (B &B). . A
Bernilai T karena tautologi diatas.
A  (B &B)
Bernilai T karena B &B diturunkan dari A.
A bernilai T karena modus ponens.
Contoh :
Buktikan bahwa 2 adalah bilangan irasional.
Bukti :
Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat disajikan sebagai hasil bagi dua bilangan
bulat, sedangkan ingkarannya adalah bilangan irasional. Jelas bahwa 2 bukanlah
bilangan bulat. Andaikan bahwa 2 adalah rasional (disingkat R) dengan bentuk
m/n
= 2 dengan m dan n saling prima dan n  1. Ma ka m2/n2 = 2 atau m = 2n2. Perhatikan
bahwa m pasti genap, sebab kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil, sehingga m2 = 2p2
dan n = 2q + 1.Maka m2 = 4p2 dan 4!m2 (artinya m2 habis dibagi oleh 4) (disingkat B)
,sedangkan n2 = 4q2 + 4q + 1 atau 2n = 8q2 + 8q + 2 dan 4!n2. Karena
m2 = 2n2
maka 4!m2 merupakan kontradiksi., pengandaian harus diingkar dan bukti selesai.
Rumus 17. Reductio ad absurdum bentuk kedua
P  P.  .P
Untuk membuktikan A, maka dimulai dengan mengandaikan A. Apabila dari A ini
dapat diturunkan A maka di dalam sistem ada kontradiksi, yaitu A dari andaian ,dan A
dari pembuktian. Maka pengandaian harus diingkar dengan hasil A. Jadi A terbukti.
A  A.  .A Bernilai T karena rumus diatas merupakan tautologi.
A  A
Bernilai T karena A diturunkan dari A.
A bernilai T karena modus ponens.
Contoh :
Pandang himpunan semesta bilangan bulat. Apabila x habis dibagi oleh bilangan prima
p maka x habis dibagi oleh p, (dilambangkan p!x). Kalimat “p!x” disingkat “A”.
Bukti :
Jika suatu hasil ganda habis dibagi oleh bilangan prima p maka sekurang-kurangnya
salah satu faktor akan habis dibagi oleh p. Andaikan bahw p!x , karena p!x.x m - 1 dan
p!x maka p!x . Demikian p!x m - 2 , p!x m - 3 dan seterusnya. Akhirnya p!x .Bukti selesai.
Rumus 18 Reductio ad absurdum bentuk ketiga
(P &Q)  Q.  .P  Q
Contoh :
Pandang himpunan semesta bilangan real. Apabila (untuk setiap c  0 berlaku
a
 b + c) (disingkat A) maka (a  b) (disingkat B). Buktikan implikasi tersebut benar !
Bukti :
Disini harus dibuktikan implikasi A  B.Kita mulai dengan mengingkarnya. Jadi
andaikata A  B yaitu A & B ,dari ingkaran tersebut kita berusaha membuktikan B.
Apabila berhasil, terdapat kontradiksi dengan B, maka A & B harus diingkar, sehingga
A  B terbukti. B berarti a  b yaitu a – b  0 sehingga ???  0. Selanjutnya ????
diambil sebagai c. Menggunakan ketentuan A, maka a  b + ???
yaitu 2a  2b + a – b.
Jadi a  b inilah B, bukti selesai yaitu A  B terbukti.
(A &B)  B. .A  B
bernilai T karena rumus di atas
(A &B)  B
bernilai T karena B diturunkan dari A & B
AB
bernilai T karena modus ponens
Rumus 19 Reductio ad absurdum bentuk keempat
(P &Q) P.  . P  Q
Contoh :
Apabila (a,b real dan positif ) (disingkat A) maka berlakulah [ ½ (a + b) > ab)
(disingkat B).
Bukti :
Disini harus dibuktikan suatu implikasi A  B.
Ingkaranya adalah A &B, dari ingkarannya ini kita berusaha membuktikanA.
Apabila berhasil, maka terdapat kontadiksi, sebab A diketahui. Sehingga A &B harus
diingkar, maka terbukti A  B. Sekarang untuk soal diatas menjadi , andaikan (a,b
bilangan real positif) dan ½ (a + b) < ab. Maka ¼ ( a2 + b2 + 2ab) < ab, yaitu a2 + b2 +
2ab < 4ab sehingga a2 + b2 – 2ab < 0. Maka (a – b) < 0. Ini kontradiksi dengan a,b real
positif. Bukti selesai, jadi A  B terbukti.
(A &B) A.  . A  B bernilai T karena rumus diatas
(A &B) A
bernilai T karena A diturunkan dari A & B
A  B bernilai T karena modus ponens
Rumus 20 Ex Falso Sequitur Quad Libet
P.  .P  Q
Rumus ini penting karena mempunyai akibat di bawah ini. Misalkan dalam matematika
terdapat suatu kontradiksi A &A, sedangkan B suatu kalimat matematika sembarang,
maka dapat diperoleh
A.  .A B bernilai T karena rumus tautologi di atas
A
bernilai T karena ketentuan
A B
A
bernilai T karena modus ponens
bernilai T karena ketentuan
B
bernilai T karena modus ponens
Sehingga kalimat sembarang “B” dapat dibuktikan bernilai benar.
Di dalam matematika, dibedakan bukti-bukti langsung (direct proofs) dan buktibukti tak langsung (indirec proofs). Reductio ad absurdum dan kontraposisi
dipandangsebagai bukti tak langsung. Para matematikawan lebih menyukai bukti
langsung karena alasan estetika dan filosofi, sehingga jika seorang matematikawan
berhasil menemukan suatu bukti langsung, maka pasti itulah yang disajikan.
Contoh :
Buktikan bahwa banyaknya bilangan-bilangan prima adalah tak-berhingga !
Bukti tak langsung (dengan reductio ad absurdum)
Andaikan banyaknya bilangan prima adalah berhingga, maka ada bilangan prima terbesar, misalnya N. Jelas bahwa [(1,
2, 3 . . . N) + 1] tidak habis dibagi oleh bilangan-bilangan 2, 3, sampai dengan N.
Karena N bilangan prima terbesar, maka [(1, 2, 3 . . . N) + 1] bukan bilangan prima, sehingga mempunyai faktor terkecil. Fakrot ini
pasti bilangan prima dan pasti lebih besar dari pada N, maka terdapat kontradiksi. Jadi pengandaian harus diingkar dan bukti selesai.
Bukti secara langsung
Pada bilangan (N! + 1) tidak diadakan asumsi apapun tentang N, sehingga dengan menggunakan penalaran seperti di atas
maka faktor terkecil dari bilangan ini adalah suatu bilangan prima yang lebih besar dari N.
Kita mulai dengan N = 2, sedangkan faktor terkecil dari (N! + 1) disajikan dengan N, sehingga N, N, N, . . . adalah deret naik yang
terdiri atas bilangan prima. Dengan demikian terbuktilah tidak adanya bilangan prima terbesar.
Bukti langsung dapat dipandang “lebih baik” dibandingkan dengan bukti tak langsung karena tidak mengadakan suatu asumsi yang
sebenarnya tidak perlu diadakan.
Rangkuman
Membuktikan suatu toutologi dapat dilakukan dengan metode tabel, tetapi cara
tesebut memerlukan waktu terlalu lama, karena kita harus membuat tabel kebenaran dari
kalimat yang kita buktikan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan penalaran di
luar tabel seringkali dapat mencapai hasil dengan jauh lebih cepat dan juga dapat
dibuktikan dengan Reductio Ad Absurdum, dimana cara ini dimulai dengan
mengandaikan bahwa yang berlaku adalah ingkaran dari apa yang harus dibuktikan,
dimana dari pengandaian ini diturunkan suatu kontradiksi. Karena kontradiksi tidak
mungkin terjadi, sedangkan penalaran sahih, maka kekeliruan harus ada pada permulaan
penalaran, yaitu pada pengandaian, sehingga pengandaian harus diingkar. Dengan
menggunakan ingkaran rangkap maka terbuktilah apa yang harus dibuktikan.
Latihan Soal-Soal
Buktikan bahwa bentuk-bentuk di bawah ini merupakan tautologi, jika mungkin tanpa
pengisian tabel. Notasi yang digunakan adalah campuran tanda titik dengan tanda
kurung.
1) P:  :P  Q.  .Q
2) P  (P  Q  Q)
3) P & Q  R:  :R & Q P
4) (P  Q) & ( R  S):  (P & R)  (Q & S)
5) Apabila a, b real positif maka ½ (a + b)  ab.
a) Buktikan dengan reductio ad absurdum.
b) Berikan suatu bukti langsung .
6) Buktikan dengan reductio ad absurdum
Bilangan yang menjadi akar dari persamaan xm + c1 xm - 1 + . . . + cm = 0 adalah bulat
atau irasional.
7) Perlihatkan bahwa untuk membuktikan
ABCDEFG
Cukup dibuktikan
ABCDEFGA
8) Apabila a bulat dan a2 habis dibagi 2 maka pastilah juga a habis dibagi 2.
a) Buktikan dengan reductio ad absurdum.
Buktikan dengan cara langsung.
Download