Neraca Pembayaran Internasional

advertisement
BAB 5
NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL
BAB 5
NERACA PEMBAYARAN INTERNASIONAL
I. PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan pembangunan yang berlandaskan Trilogi
Pembangunan, kebijaksanaan neraca pembayaran mempunyai peranan penting dalam pemantapan stabilitas di bidang ekonomi yang
diarahkan guna mendorong pemerataan pembangunan, pertumbuhan
ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Di samping itu, melalui kebijaksanaan neraca pembayaran juga diusahakan tercapainya perubahan fundamental dalam struktur produksi dan perdagangan luar negeri sehingga dapat meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap tantangan-tantangan di dalam negeri
dan keguncangan-keguncangan ekonomi dunia, seperti yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan kebijaksanaan neraca pembayaran yang serasi dan terpadu dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan lainnya, diharapkan Indonesia mampu menghadapi berbagai tantangan yang timbul sebagai
akibat ketidakpastian perkembangan ekonomi dunia beserta dampaknya terhadap perdagangan luar negeri, arus dana luar nege
ri serta beban dan kemampuan pelunasan hutang-hutang luar
negeri.
Perekonomian dunia dewasa ini masih terus ditandai oleh
fluktuasi yang tajam dan ketidakpastian dalam pasaran minyak
265
bumi dan pasaran komoditi primer lainnya, di samping menguatnya tindakan proteksionisme terhadap barang-barang ekspor negara-negara berkembang di pasaran negara-negara industri serta ketidakpastian dalam perkembangan nilai paritas antar valuta
utama.
Laju
pertumbuhan
produksi
dunia
selama
periode
1980 - 1987 hanya mencapai rata-rata 2,6% setiap tahunnya,
dibandingkan
dengan
4,1%
selama
dasawarsa
tujuhpuluhan.
Da-
lam masa 1980 - 1987 tersebut produksi riil di negara-negara
industri,
negara-negara
berkembang
bukan
pengekspor
minyak
bumi dan negara-negara pengekspor minyak bumi mengalami pertumbuhan per tahun sebesar masing-masing 2,4%, 4,2%, dan 0,1%
dibandingkan dengan 3,3%, 5,1% dan 7,1% selama dasawarsa tujuhpuluhan.
Laju pertumbuhan yang menurun tersebut diikuti juga oleh
laju pertumbuhan
perdagangan
internasional yang
sangat
lam-
ban. Apabila dalam periode 1970 - 1979 pertumbuhan perdagangan dunia mencapai rata-rata 6,2% per tahunnya, maka selama
masa 1980 - 1987 laju pertumbuhan tersebut hanyalah sebesar
2,9%. Volume ekspor negara-negara industri dan negara-negara
berkembang bukan pengekspor minyak bumi dalam periode 1980 1987 mengalami kenaikan sebesar masing-masing 3,7% dan 7,2%
per
tahun,
sedangkan volume
ekspor
negara-negara
pengekspor
minyak bumi menurun dengan rata-rata 5,5% per tahun. Selama
periode yang sama volume impor negara-negara industri dan negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak bumi menunjukkan kenaikan sebesar masing-masing 4,0% dan 2,8% per tahun.
Sebaliknya impor
negara-negara
pengekspor
minyak bumi
rata-
rata menurun dengan 4,5% per tahun.
Dibandingkan dengan dasawarsa tujuhpuluhan, nilai tukar
perdagangan bagi negara-negara berkembang merosot dengan penurunan sebesar rata-rata 1,7% per tahun untuk negara-negara
266
bukan pengekspor minyak bumi dan 2,2% per tahun bagi negaranegara
pengekspor
dasawarsa
gangan
minyak
bumi
delapanpuluhan.
untuk
selama
Sementara
negara-negara
industri
delapan
itu
tahun
nilai
dalam
pertama
tukar
periode
perda-
yang
sama
naik sebesar 0,6% per tahun. Perkembangan nilai tukar perdagangan seperti tersebut di atas merupakan pencerminan perbedaan
perkembangan
perubahan
harga
produk-produk
manufaktur,
komoditi primer dan minyak bumi yang dalam masa 1980 - 1987
masing-masing
mengalami
kenaikan
sebesar
rata-rata
3,4%
dan
penurunan sebesar 2,5% dan 1,2% setiap tahunnya.
Kelesuan dalam kegiatan perekonomian dunia yang disertai
dengan tingkat pengangguran yang cukup tinggi di negara-negara industri dalam kurun waktu 1980 - 1987 juga ditandai oleh
membesarnya
perbedaan
negara-negara
dalam
tersebut.
perkembangan
Hal
ini
telah
neraca
pembayaran
menyebabkan
timbulnya
gejolak di pasar valuta asing, khususnya berupa apresiasi Yen
terhadap Dollar Amerika Serikat, dan di pasar modal serta pasar
uang
internasional.
Ketidakseimbangan
neraca
pembayaran
di negara-negara industri antara lain disebabkan oleh kelambanan
pelaksanaan
tersebut
serta
penyesuaian
kurangnya
struktural
koordinasi
di
negara-negara
kebijaksanaan
makro
di
antara mereka.
Perkembangan
berdampak
secara
luas
tuntas
perekonomian
terhadap
dan
dunia
masalah
terhadap
tahun-tahun
penyelesaian
kelanjutan
proses
terakhir
krisis
ini
hutang
pembangunan
di
negara-negara berkembang. Beban hutang,' yang dalam tahun 1987
mencapai jumlah sebesar US $ 1,2 trilyun, bagi banyak negara
berkembang
yang
menjadi
kurang
terhambatnya
amat
berat
menguntungkan
pertumbuhan
karena
terjadi
ekspor
beberapa
hampir
mereka,
perkembangan
bersamaan,
yaitu
meningkatnya
nilai
tukar valuta beberapa negara utama pemberi pinjaman, naiknya
267
tingkat bunga riil di pasar uang dan tersendatnya arus dana
pembangunan, baik bersyarat lunak maupun kurang lunak. Meskipun berbagai negara berkembang telah menempuh kebijaksanaan
penyesuaian di bidang moneter, fiskal dan perdagangan, kelangsungan proses pembangunan mereka terancam karena rendahnya laju pertumbuhan ekonomi selama tahun-tahun terakhir ini.
Sementara itu usaha-usaha untuk mengatasi masalah-masalah keuangan negara-negara berkembang terus dilakukan di forum internasional. Langkah-langkah tersebut meliputi, antara
lain, perluasan fasilitas penyesuaian struktural dan fasilitas pinjaman IMF lainnya yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan
defisit
neraca
pembayaran, peningkatan
pe-
nyaluran dana-dana pembangunan bersyarat lunak oleh Bank Dunia,
serta
pembentukan
Multilateral
Investment
Guarantee
Agency (MIGA) guna mendorong penanaman modal dari negara maju
ke negara berkembang.
Dalam
rangka
Putaran
Uruguay
Persetujuan
Umum
tentang
Bea Masuk dan Perdagangan (GATT), dewasa ini sedang berjalan
serangkaian negosiasi yang bertujuan untuk lebih membebaskan
dan memperluas perdagangan internasional. Sesuai dengan kesepakatan, prioritas diberikan pada pelaksanaan komitmen untuk
tidak
menaikkan,
dan
bahkan
mengurangi,
hambatan-hambatan
perdagangan serta pelonggaran perdagangan produk tropis dan
pertanian, hasil-hasil olahan sumber alam dan produk-produk
tekstil.
Masalah-masalah
dana
pembangunan,
hutang-hutang
negara-
negara berkembang, stabilisasi pasaran komoditi primer termasuk Program Komoditi Terpadu dan Dana Bersama, perdagangan
internasional
dan
pembangunan
negara-negara
paling
terbela-
kang juga dibahas secara intensif di forum Konperensi tentang
Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD). Dengan dipenuhinya
268
persyaratan keanggotaan serta kontribusi modal, Dana Bersama
yang
akan
membiayai
pengolahan
dan
dana
pemasaran
penyangga
dalam
serta
rangka
kegiatan
Perjanjian
riset,
Komoditi,
sekarang berada pada tahap persiapan operasi.
Sementara itu, selama masa Repelita IV terus dilanjutkan
kegiatan kerja sama ekonomi dan teknik antara negara-negara
berkembang, baik di forum UNCTAD maupun dalam kerangka Gerakan Non Blok dan Organisasi Konperensi Islam. Untuk meningkatkan perdagangan antar sesama negara berkembang telah dimulai
putaran
negosiasi
dari
Sistem
Preferensi
Perdagangan
Global
(GSTP).
Semakin
meningkatnya
kerja
sama
ekonomi
antara
negara
anggota ASEAN tercermin dalam kesepakatan yang dicapai dalam
Konperensi
akhir
tahun
perdagangan
(PTA),
Tingkat
1987.
Tinggi
Kesepakatan
berdasar
perluasan
ke
III
tersebut
Perjanjian
kerja
sama
yang
diselenggarakan
meliputi
Perdagangan
industri
melalui
pada
peningkatan
Preferensial
proyek
ASEAN
(AIP), proyek patungan (AIJV) dan proyek komplementasi industri (AIC), serta peningkatan kerja sama di bidang komoditi,
pangan dan pertanian, energi, perhubungan dan komunikasi, keuangan dan perbankan dan pariwisata.
Dalam tahun 1988/89 berbagai indikasi memberikan harapan
bahwa kegiatan perekonomian dunia mulai bangkit kembali. Akan
tetapi adanya ketidakpastian untuk jangka waktu lebih panjang
menghendaki agar setiap perkembangan dan gejolak ekonomi internasional terus diikuti secara seksama agar dapat diketahui
sedini mungkin hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi
dan
menghambat
pelaksanaan
pembangunan.
untuk
segera
dapat diambil langkah-langkah pengamanannya. Selanjutnya perkembangan dunia yang mengandung peluang yang dapat menunjang
269
serta mempercepat pelaksanaan pembangunan, perlu dimanfaatkan
sebaik-baiknya demi kepentingan nasional.
I I . KEADAAN DAN PERMASALAHAN SELAMA REPELITA IV
Perkembangan neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri selama Repelita IV sangat dipengaruhi perkembangan yang
kurang
menguntungkan
dari
perekonomian
dunia
yang
ditandai
oleh kelesuan perekonomian dan perdagangan dunia, kemerosotan
dalam
pasaran
minyak
bumi
dan
komoditi
ekspor
lainnya
dan
oleh gejolak di pasar valuta internasional.
Pasaran minyak bumi internasional sejak tahun 1980 diwarnai oleh berbagai keguncangan yang diakibatkan oleh adanya
kelesuan dalam kegiatan ekonomi negara-negara industri, adanya kelebihan penawaran minyak di pasaran dan oleh terjadinya
perubahan dalam pola konsumsi energi. Dengan keputusan untuk
mengurangi
batas
maksimum
produksi
OPEC
dari
17,5
menjadi
16,0 juta barrel per hari, maka kuota Indonesia pun dalam bulan
Oktober
1984
diturunkan
dari
1,3
juta
barrel
menjadi
1,189 juta barrel per hari. Selanjutnya harga patokan minyak
bumi mentah jenis ALCO diturunkan dari US $ 34,0 menjadi US $
29,0 per barrel dalam bulan Maret 1983. Harga patokan ekspor
minyak bumi mentah Indonesia ikut merosot dari US $ 34,53 menjadi US $ 29,53 per barrel. Dalam bulan Pebruari 1985 harga
ekspor
minyak
bumi
tersebut
jatuh
menjadi
US
$
28,53
per
barrel untuk kemudian terus merosot menjadi US $ 14,45 dalam
bulan Maret 1986 dan US $ 9,83 per barrel dalam bulan Agustus
1986. Setelah keputusan OPEC untuk kembali ke sistem harga
yang terikat, mulai Pebruari 1987 ditetapkan harga minyak patokan Indonesia (SLC) sebesar US $ 17,56 per barrel. Dengan
270
TABEL 5 - 1
RINGKASAN NERACA PEMBAYARAN
1984/85 - 1988/89
(dalam juta US dollar)
1)
1988/89
1983/84
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
19.816
5.367
14.449
19.901
5.907
13.994
18.612
6.175
12.437
13.697
6.731
6.966
18.343
9.502
8.841
18.703
11.225
7.478
-16.304
-12.815
-3.489
-14.427
-11.630
-2.797
-12.552
-10.078
-2.474
-11.451
-9.356
-2.095
-12.952
-10.597
-2.355
-13.799
-7.663
-4.074
-3.589
-7.442
-4.061
-3.381
-7.892
-4.052
-3.840
-6.297
-4.010
-2.287
-7.098
-4.372
-2.726
-6.845
-4.652
-2.193
-4.151
-11.522
7.371
-1.968
-9.784
7.816
-1.832
-7.955
6.123
-4.051
-6.635
2.584
-1.707
-1.941
-5.467
3.760
-5.082
3.141
B. PINJAMAN PEMERINTAH
5.793
3.519
3.432
5.472
4.575
5.091
1. Bantuan Program
2. Bantuan Proyek dan Pinjaman Lain
C. PELUNASAN PINJAMAN PEMERINTAH 2)
84
5.709
52
3.467
38
3.394
48
5.424
858
3.717
2.225
2.866
-1.010
-1.292
-1.644
-2.129
-3.049
-3.909
1.191
193
998
499
245
254
572
299
273
1.232
252
980
1.709
544
1.165
1.056
-2.070
-667
-30
738
-1.585
176
247
-91
-498
-1.262
57
-473
A. BARANG DAN JASA
1. Ekspor (f.o.b.) bukan
minyak dan gas bumi minyak
dan gas bumi
2. Impor (f.o.b.) bukan
minyak dan gas bumi minyak
dan gas bumi
3. Jasa-jasa bukan minyak dan
gas bumi minyak dan gas
bumi
4. Transaksi Berjalan bukan
minyak dan gas bumi minyak
dan gas bumi
D. PEMASUKAN MODAL LAIN
1. Investasi Langsung (netto)
2. Modal Lainnya
It. S.D.R
-11.655
-2.144
641
415
F. LALU LINTAS MONETER
G. SELISIH YANG TIDAK DIPERHITUNGKAN
1) Perkiraan
2) Pokok Pinjaman
271
demikian harga rata-rata ekspor minyak bumi selama masa 1984/
85 - 1986/87 menurun sebesar 24,6% per tahun dari US $ 29,15
per barrel dalam tahun 1983/84 menjadi US $ 12,50 per barrel
dalam
tahun
1986/87
untuk
kemudian
kembali
naik
mencapai
US $ 17,56 per barrel dalam tahun 1987/88. Harga efektif ekspor minyak bumi Indonesia sejak permulaan tahun 1988 mulai
merosot lagi. Hal ini karena pangsa pasar yang dikuasai oleh
OPEC
relatif
yang
dikuasai
negara-negara
lebih
oleh
kecil
dibandingkan
negara-negara
konsumen
besar
non
seperti
dengan
OPEC.
pangsa
Di
Amerika
minyak
samping
Serikat
itu
telah
berhasil menimbun, cadangan minyak dalam jumlah yang besar.
Dalam
bulan
membatasi
Nopember
produksi
1988
semua
OPEC
mencapai
kesepakatan
negara
anggota
sehingga
untuk
mulai
1
Januari 1989 berlaku kuota sebesar 18,5 juta barrel per hari.
Usaha. tersebut berkaitan dengan kesepakatan mengenai penetapan harga referensi sebesar US $ 18,0 per barrel. Berhasilnya
usaha
pemulihan
akan
ditentukan
stabilitas
oleh
sikap
pasar
dan
minyak
rasa
bumi
tanggung
internasional
jawab
semua
produsen, baik di dalam maupun di luar OPEC. Berdasar kesepakatan tersebut, maka kuota Indonesia mulai 1 Januari 1989
naik menjadi 1,240 juta barrel per hari.
1. Perkembangan di Bidang Ekspor
Dampak
perkembangan
faktor-faktor
ekstern
yang
tidak
menguntungkan tersebut semakin terasa karena masih adanya kelemahan struktural
dalam
neraca
perdagangan Indonesia. Pada
tahun 1983/84 72,9% dari seluruh nilai ekspor bersumber pada
minyak dan gas bumi, sedang dari nilai ekspor di luar minyak
dan gas bumi 66,5% berasal dari komoditi primer, hasil pertanian dan hasil tambang. Selama tiga tahun pertama Repelita IV
nilai ekspor seluruhnya telah merosot dengan rata-rata 11,6%
272
setiap tahunnya. Nilai ekspor minyak dan gas bumi mengalami
kemunduran
sebesar
21,6%
per
tahun,
sedangkan
nilai
ekspor
hasil-hasil pertanian hanya nail( sebesar rata-rata 0,7% per
tahun dan hasil-hasil tambang bahkan menurun dengan 3,2% per
tahun. Perkembangan neraca perdagangan sedikit tertolong oleh
perkembangan
ekspor
hasil-hasil
industri.
Dalam
kurun
waktu
yang sama nilai ekspor hasil-hasil industri menunjukkan kenaikan sebesar rata-rata sekitar 20% per tahun dengan kenaikan
ekspor kayu lapis dan produk-produk tekstil sebagai penyumbang
utamanya (Tabel 5-2).
Guna menghadapi kemerosotan dalam nilai dan peranan ekspor minyak dan gas bumi, dan dalam rangka meningkatkan peranan ekspor di luar minyak dan gas bumi sebagai tumpuan sumber
penghasil devisa serta sebagai penggerak laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, selama masa Repelita IV
telah
ditempuh
serangkaian
langkah-langkah
penyesuaian
dan
kebijaksanaan yang bersifat mendasar.
Kebijaksanaan
yang
tertuang
dalam
Instruksi
Presiden
No. 4 Tahun 1985 menyangkut langkah-langkah di bidang tata
laksana ekspor dan impor, pelayaran antar pulau, biaya angkutan laut, pengurusan barang dan dokumen, keagenan umum perusahaan pelayaran dan tata laksana operasional pelabuhan dan
ditujukan
pada
peningkatan
efisiensi
dalam
produksi
maupun
lalu lintas barang, khususnya barang-barang ekspor dan impor
di luar minyak dan gas bumi. Dengan adanya Inpres tersebut
pada prinsipnya tidak lagi dilakukan pemeriksaan pabean terhadap
barang-barang
ekspor
dan
barang-barang
impor
kecuali
yang nilainya kurang dari US $ 5.000 dan beberapa golongan
impor tertentu. Pemasukan barang impor yang tidak terkena pemeriksaan pabean ke wilayah pabean Indonesia harus dilengkapi
273
TABEL 5 - 2
NILAI EKSPOR, 1984/85 - 1988/89
(dalam juta US dollar)
A. MINYAK DAN GAS B1MI (BRUTO)
1. Minyak mentah dan hasilhasil minyak bumi
2. Gas alam cair (LNG)
3. Gas minyak bums cair (LPG)
B. DI L1)AR MINYAK DAN GAS B1MI
1. Kayu bulat
2. Karat
3. Kopi
4. Teh
5. Coklat
6. Tembakau
7. Minyak sawit dan
biji kelapa sawit
8. Bungkil kopra
9. Lade
10. Rempah-rempah lain
11. Tapioka dan bahan makanan lain
12. Wang dan hasil hewan lainnya
13. Rotan
14. Kulit
15. Lain-lain hasil pertanian
16. Timah
17. Tembaga
18. Aluminium
19. Nikel pekatan dan biji nikel
20. Emas
21. Granit, bauksit 9 lain-lain
hasil tambang
22. Kayu lapis
23. Kayu gergajian dan olahan
24. Hasil-hasil besi dan baja
25. Bahan kimia
26. Kertas
27. Tekstil: benang tenun dan
produk lain
28. Pakaian jadi
29. Pupuk Urea
30. Lain-lain hasil industri
C. JUMLAH NILAI EKSPOR
1) Perkiraan
274
1) Laju Pertumbuhan
Rata-rata (4)
1983/84
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
1988/89
14.449
13.994
12.437
6.966
8.841
7.478
-12,3
12.050
2.399
10.625
3.369
8.816
3.621
4.798
2.168
6.159
2.628
54
5.012
2.403
63
-16,1
0,0
5.367
5.907
6.175
6.731
9.502
11.225
15,9
250
135
2
3
3
984
856
714
752
1.041
1.161
3,4
506
156
43
50
568
211
60
44
659
134
65
55
752
106
58
78
491
115
70
56
541
131
88
62
1,4
-3,5
15,5
4,5
96
34
58
47
135
276
87
26
21
309
88
165
162
100
19
66
44
129
219
96
40
44
252
132
208
121
-
174
35
82
53
164
272
80
37
40
248
133
223
140
-
114
34
152
79
141
380
99
45
38
156
144
201
112
61
213
40
155
91
192
461
160
59
99
143
186
245
146
286
268
47
177
109
203
537
231
158
122
174
214
266
170
293
22,7
7,0
25,1
18,5
8,6
14,2
21,7
43,8
42,4
-10,9
19,5
10,0
1,0
76
579
332
4
22
9
62
697
336
14
53
22
63
845
367
49
60
21
51
1.156
433
81
49
42
51
1.832
623
211
69
115
56
2.104
697
319
94
137
-5,9
29,4
16,0
140,1
34,2
72,8
151
191
50
460
209
315
31
824
302
428
109
621
269
469
97
579
535
648
100
1.066
666
817
161
1.222
34,5
33,8
26,3
21,6
19.816
19.901
18.612
13.697
18.343
18.703
-1,1
dengan Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP) yang dikeluarkan
oleh Societe Generale de Surveillance (SGS).
Melalui Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986 ditempuh langkahlangkah penunjang ekspor berupa fasilitas pembebasan dan pengembalian bea masuk atas barang dan bahan baku impor yang
digunakan
untuk
memproduksi
barang-barang
ekspor.
Kemudahan
tersebut diberikan kepada produsen eksportir, produsen bukan
eksportir, pengusaha yang melaksanakan proyek yang dibiayai
dengan pinjaman luar negeri Pemerintah dan pengusaha dalam
rangka PMA dan PMDN.
Menurunnya harga minyak bumi ekspor dengan 52,5% dalam
tahun 1986/87 dibandingkan dengan tahun sebelumnya mendorong
dilakukannya devaluasi Rupiah sebesar 31,0% dalam bulan September 1986. Tindakan tersebut ditujukan untuk mempertahankan
cadangan devisa dan memperkuat neraca pembayaran melalui peningkatan daya saing barang-barang produksi dalam negeri baik
di pasaran dalam negeri maupun di pasaran luar negeri.
Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986 yang disusul dengan
Paket Kebijaksanaan 15 Januari 1987 merupakan langkah lanjut
ke arah deregulasi dan debirokratisasi perekonomian dan merupakan kebijaksanaan yang bersifat struktural. Berdasarkan kebijaksanaan tersebut dimulai pergeseran dari cara pemberian
perlindungan untuk barang-barang produksi dalam negeri melalui pengaturan tata niaga impor atau pembatasan kuantitatif
ke penggunaan bea masuk. Melalui kedua kebijaksanaan deregulasi terhadap 268 jenis barang atas dasar klasifikasi CCCN
diberlakukan pembebasan dari restriksi tata niaga atau pembatasan kuantitatif. Selanjutnya, berdasar kedua kebijaksanaan
tersebut terhadap 221 jenis barang diadakan pelonggaran dari
pengaturan tata niaga impor, 208 jenis barang dikenakan pembebasan atau keringanan bea masuk sehingga rentang tingkat
275
bea masuk berkisar antara 0% - 40%, sedang 186 jenis barang
dikenakan bea masuk atau bea masuk tambahan.
Paket kebijaksanaan selanjutnya yang diumumkan pada tanggal 24 Desember 1987 bersifat lebih menyeluruh dan meliputi
bidang perdagangan luar negeri, industri, perhubungan, penanaman modal serta pariwisata dan menyangkut struktur bea masuk, tata niaga, perizinan, permodalan, perpajakan dan perkreditan.
Pembebasan
dari
pengaturan
tata
niaga
dikenakan
terhadap 106 jenis barang, terdiri dari 28 jenis bahan makanan, minuman dan buah-buahan, 7 jenis produk industri listrik
dan elektronika, 10 jenis alat-alat besar dan suku cadang, 4
jenis produk kimia, 1 jenis produk mesin-mesin perlengkapan
dan suku cadang, serta 56 jenis produk industri logam. Di samping itu untuk 48 jenis produk industri alat-alat besar dan
22 jenis produk industri kendaraan bermotor diterapkan pelonggaran dari ketentuan tata niaga impor. Selanjutnya juga
diadakan penciutan pola keagenan tunggal, khususnya di bidang
industri
alat-alat
elektronika
dan
alat-alat
listrik
untuk
rumah tangga, kendaraan bermotor dan alat-alat besar.
Pada bulan Nopember 1988 dikeluarkan lagi kebijaksanaan
deregulasi baru di bidang perdagangan, perindustrian, pertanian dan perhubungan laut. Melalui kebijaksanaan tersebut telah ditiadakan tata niaga impor bagi 301 jenis barang, terdiri dari 50 jenis produk industri makanan dan minuman, 46 jenis produk pertanian, 80 jenis produk kimia, farmasi dan kosmetika, termasuk 33 jenis plastik, 15 jenis produk industri
logam, dan 110 jenis produk industri tekstil. Untuk barangbarang
yang
dilakukan
tambahan.
276
tadinya
melalui
dikenakan
penetapan
larangan
bea
masuk
impor,
dan
perlindungan
atau
bea
masuk
Berkat
kebijaksanaan
devaluasi
dan
rangkaian
langkah-
langkah deregulasi, nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi
meningkat dengan 41,2% dalam tahun 1987/88 dan diperkirakan naik
sebesar 18,1% dalam tahun 1988/89.
Selama
masa
Repelita
IV
telah
diperluas
kebijaksanaan
peningkatan nilai tambah produk-produk ekspor guna meningkatkan
penghasilan
devisa
dan
kesempatan
kerja.
Dalam
tahun
1986/87 ditetapkan larangan ekspor rotan dalam bentuk mentah,
sedang pelaksanaan larangan ekspor rotan dalam bentuk setengah jadi dipercepat dari bulan Januari 1989 menjadi 1 Juli
1988. Larangan ekspor kayu gergajian jenis ramin, meranti putih dan agathis yang tidak berbentuk papan lebar yang diterapkan pada tahun 1986 disusul dengan larangan ekspor kayu
bahan chips dan kayu gergajian bernilai rendah mulai bulan
September 1988. Di bidang tata niaga ekspor kayu gergajian
dan kayu olahan ditetapkan bahwa ekspor
'semua
jenis kayu dan
hasil ikutannya wajib diperiksa oleh surveyor sebelum pengapalan, sedang ekspor hanya dapat dilaksanakan oleh Eksportir
Terdaftar, yaitu perusahaan yang memproduksi atau mengekspor
kayu gergajian dan olahan yang bahan bakunya berasal dari Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) dan mendapat pengakuan dari instansi
yang berwenang. Larangan ekspor juga dilakukan untuk jangat
dan kulit dalam bentuk mentah.
Dalam
di
pasaran
rangka
peningkatan
internasional
daya
telah
saing
hasil-hasil
dilanjutkan
ekspor
usaha-usaha
pe-
nyempurnaan mutu melalui penerapan dan pengawasan mutu yang
dilakukan oleh jaringan laboratorium baik di pusat maupun di
daerah-daerah.
Begitu
pula
diteruskan
kegiatan
promosi
guna
menerobos dan memperluas pasar khususnya untuk produk-produk
ekspor baru ke pasar non tradisional, antara lain Timur Tengah dan Eropa Timur.
277
2. Perkembangan Impor dan Jasa-jasa
Selama
periode
1984/85
-
1986/87
nilai
impor
(f.o.b.)
mengalami penurunan sebesar rata-rata 11,1% per tahun. Dalam
periode tersebut nilai impor sektor minyak dan gas bumi menurun dengan rata-rata sebesar 15,6% per tahun, sedangkan nilai
impor di luar sektor minyak dan gas bumi merosot dengan rata-rata sebesar 10,0% per tahun. Perkembangan ini disebabkan
terutama oleh adanya kelesuan dalam kegiatan ekonomi. Diberlakukannya pembatasan impor melalui tarif dan pengaturan tata
niaga, termasuk penetapan importir tunggal atau kuota untuk
beberapa
jenis
komoditi,
juga
mempunyai
pengaruh
terhadap
perkembangan tersebut. Peningkatan penggunaan cara pengaturan
tata niaga impor guna melindungi industri di dalam negeri telah menimbulkan masalah distorsi pasaran dan ketidakefisienan
dalam penggunaan sumber-sumber produksi serta turut mendorong
gejala ekonomi biaya tinggi. Perluasan pengaturan tata niaga
impor telah juga menyebabkan berkurangnya peranan tarif sebagai
cara
kebijaksanaan
proteksi,
sedangkan
tingkat
proteksi
efektif semakin ditentukan oleh hambatan non tarif dan makin
sulit untuk dipantau dan dievaluasi.
Di bidang impor langkah pertama ke arah deregulasi ditempuh dalam bulan Maret 1985 berupa rasionalisasi struktur
bea
masuk.
Berdasar
Surat
Keputusan
Menteri
Keuangan
telah
dilakukan penyesuaian bea masuk secara menyeluruh guna menurunkan tingkat proteksi dan mengurangi penyelundupan. Tingkat
tarif maksimum diturunkan dari 225% menjadi 60%, sedang jumlah golongan tarif diturunkan dari 26 menjadi 16. Paket Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, 15 Januari 1987, 24 Desember 1987
dan 21 Nopember 1988 menyebabkan adanya perubahan pada daftar
tarif yang berlaku dengan adanya jenis-jenis barang yang dikenakan
278
pembebasan,
keringanan
atau
kenaikan
bea
masuk
dan
jenis barang yang dikenakan bea masuk tambahan. Kenaikan bea
masuk
dan pengenaan bea
masuk tambahan tersebut
sebagai kompensasi penghapusan
hambatan
dimaksudkan
non tarif untuk ba-
rang-barang yang masih memerlukan perlindungan.
Meskipun devaluasi bulan September 1986 telah menyebabkan kenaikan dalam harga satuan impor dinyatakan dalam rupiah,
peningkatan ekspor non migas yang tajam setelah itu menaikkan
pula impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal bagi
produksi ekspor tersebut. Perkembangan ekspor tersebut, bersama-sama dengan serangkaian kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang diambil selama periode 1986 - 1988 telah
mendorong
meningkatnya impor di
luar
sektor
minyak
dan
gas
bumi dengan rata-rata 11,6% per tahun selama periode 1987/88
- 1988/89. Dalam periode yang sama nilai impor barang-barang
modal dan bahan baku dan penolong masing-masing mengalami kenaikan sebesar rata-rata 16,1% dan 12,2% per tahun sedangkan
impor barang-barang konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3,0% per tahun (label 5-3 dan label 5-4).
Kebijaksanaan
di
bidang
jasa-jasa
ditujukan
untuk
me-
ningkatkan penerimaan devisa dan menghemat serta mengarahkan
penggunaan devisa untuk keperluan yang produktif. Pengembangan
sektor
pariwisata
sebagai
salah
satu
sumber
penghasilan
devisa utama dilakukan melalui peningkatan pelayanan termasuk
peraturan visa, promosi, perluasan jaringan penerbangan internasional dan pembangunan industri wisata. Melalui Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 telah dilakukan pula penyederhanaan proses perizinan sehingga izin untuk membangun sarana wisata dibatasi hingga dua jenis, yaitu izin sementara dan izin
tetap. Sehubungan dengan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke
luar negeri, kebijaksanaan yang ditempuh masih terbatas pada
pemberian
perlindungan
dan
peningkatan
keterampilan
tenaga
279
280
GRAFIK 5 - 1
NILAI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
MENURUT GOLONGAN EKONOMI
1984/85 - 1988/89
281
TABEL 5 - 4
KOMPOSISI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
1984/85 - 1988/89
(dalam persentase dari jumlah)
1988/891)
1983/84
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
Barang Konsumsi
19,6
19,0
18,2
22,3
20,4
19,0
Bahan Baku/Penolong
46,3
47,6
46,9
43,5
43,8
44,0
Barang Modal
34,1
33,4
34,9
34,2
35,8
37,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
Jumlah
1) Perkiraan
282
GRAFIK 5 – 2
KOMPOSISI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
1984/1985 - 1988/89
283
kerja.
Langkah-langkah
untuk
menghemat
penggunaan
devisa
antara lain berupa mendorong penggunaan jasa perusahaan penerbangan dalam negeri dan menaikkan biaya Surat Keterangan
Fiskal Luar Negeri dari Rp 150.000 menjadi Rp 250.000 bagi
setiap orang yang bepergian ke luar negeri(Tabel 5-5).
3. Penanaman Modal dan Pinjaman Luar Negeri
Selama periode 1984/85 - 1986/87 penanaman modal asing
hanya menunjukkan kenaikan sebesar rata-rata 4,6% per tahun.
Perkembangan ini disebabkan karena kelesuan perekonomian dunia dan karena iklim investasi di dalam negeri. Dalam rangka
menggiatkan kembali penanaman modal oleh sektor swasta, baik
melalui modal dalam negeri maupun modal asing, sejak pertengahan tahun 1986 telah diambil serangkaian kebijaksanaan penyederhanaan
prosedur
perizinan,
penyempurnaan
Daftar
Skala
Prioritas, perlakuan yang lebih seimbang terhadap perusahaan
PMA dengan perusahaan PMDN, pemilikan saham peserta nasional
dalam perusahaan PMA, jumlah investasi minimum bagi perusahaan PMA, dan jangka waktu izin PMA.
Dalam hal pemilikan saham Perusahaan PMA bare dan yang
melakukan perluasan, sejak diberlakukannya Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 jangka waktu pengalihan mayoritas pemilikan saham asing menjadi 15 tahun. Selain itu, perusahaan PMA
yang berlokasi di kawasan berikat dan yang mengekspor seluruh
produksinya dapat didirikan dengan penyertaan modal nasional
minimal 5% dari nilai saham tanpa keharusan peningkatan saham
nasional
untuk
masa
selanjutnya.
Perusahaan
PMA
yang
nilai
investasinya minimal US $ 10 juta, atau berlokasi di daerah
tertentu, atau minimal 65% dari produksinya diekspor, dapat
didirikan
dengan
penyertaan
nasional
sebesar
5%
dari
nilai
saham untuk selanjutnya menjadi minimal 20% dalam waktu 10
284
TABEL 5 - 5
JASA-JASA DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI,
1984/85 - 1988/89
(dalam Juta US dollar)
283
tahun dan 51% dalam jangka waktu 15 tahun. Selanjutnya perusahaan PMA diberikan perlakuan sama seperti perusahaan PMDN
dalam hal kesempatan memperoleh kredit modal kerja dari bank
umum
Pemerintah
apabila
minimal
51%
sahamnya
dimiliki
oleh
peserta nasional. Perlakuan sama tersebut juga diberikan dalam hal saham yang dimiliki oleh peserta nasional hanya 45%
tetapi
dengan
syarat
20%
melalui
pasar
modal.
Untuk
pengolahan,
perusahaan
PMA
dari
jumlah
mendorong
di
seluruh
ekspor
samping
saham
dijual
hasil
industri
mengekspor
produksi
sendiri juga dapat mengekspor hasil produksi perusahaan lain
di dalam negeri. Dalam ketentuan baru ini juga dimungkinkan
untuk mendirikan perusahaan PMA yang khusus melakukan perdagangan ekspor hasil industri pengolahan.
Dalam suasana penerimaan negara yang ketat selama masa
Repelita IV, pinjaman dari luar negeri masih tetap dimanfaatkan untuk pembiayaan pembangunan. Dana tersebut berfungsi sebagai
pelengkap
nuhi
persyaratan
pembiayaan
bahwa
pembangunan
penggunaannya
dan senantiasa
sesuai
dengan
meme-
rencana
dan program pembangunan, terlepas dari ikatan politik, mencegah ketergantungan pada luar negeri, sedang pelunasannya tidak memberatkan neraca pembayaran di masa mendatang.
Salah satu masalah yang perlu diatasi selama periode Repelita IV adalah meningkatnya beban hutang. Peningkatan pelunasan angsuran dan pembayaran atas hutang-hutang luar negeri
Pemerintah terutama bersumber dari peningkatan yang tajam dari nilai mata uang Yen terhadap Dollar Amerika Serikat. Seperti diketahui sekitar sepertiga dari keseluruhan hutang Indonesia adalah dalam Yen. Di lain pihak, masa tersebut juga
mencatat
terjadinya
penurunan
penerimaan
ekspor,
khususnya
ekspor minyak dan gas bumi, sebagai akibat dari kemerosotan
harga minyak bumi di pasar dunia. Nilai ekspor minyak dan gas
286
bumi dalam masa Repelita IV rata-rata menurun dengan 12,3%
per tahun.
Untuk meningkatkan pengendalian atas pinjaman luar negeri, sejak tahun 1984 telah ditempuh berbagai langkah. Langkah-langkah
tersebut
antara
lain
berupa
penyesuaian
jumlah
pinjaman dengan kebutuhan yang mendesak, penjadwalan kembali
pelaksanaan proyek-proyek besar, pembatasan penggunaan kredit
ekspor dan mengutamakan pinjaman bersyarat lunak serta percepatan pelaksanaan penggunaan dana luar negeri untuk proyekproyek
pembangunan.
Selanjutnya,
dalam
rangka
meningkatkan
pemanfaatan bantuan luar negeri, sejak tahun 1987/88 Indonesia telah berhasil untuk kembali memperoleh pinjaman dalam
bentuk
bantuan
program
dan
bantuan
pembiayaan
lokal
yang
kesemuanya bersifat lunak dan dapat dirupiahkan serta segera
dapat
ditarik
pembangunan
dan
yang
digunakan
untuk
diprioritaskan.
pembiayaan
Bantuan
proyek-proyek
program
tersebut
digunakan untuk melengkapi kebutuhan rupiah anggaran pembangunan,
untuk
untuk
menunjang
menunjang
pengembangan
kebijaksanaan
sektor
penyesuaian
tertentu
struktural
dan
dalam
rangka peningkatan ekspor di luar minyak dan gas bumi.
4. Perkembangan Neraca Pembayaran
Secara umum perkembangan neraca pembayaran selama masa
Repelita IV menunjukkan dua perkembangan yang berbeda, yaitu
perkembangan yang memprihatinkan untuk tiga tahun pertama dan
kemajuan yang pesat selama dua tahun terakhir.
Selama
Repelita
IV,
nilai
ekspor
seluruhnya
mengalami
penurunan sebesar rata-rata 1,1% per tahun, terutama disebabkan oleh merosotnya penerimaan ekspor migas. Selama periode
tersebut ekspor minyak bumi merosot sebesar 16,1% per tahun
287
dan gas alam cair meningkat dengan 0,6% per tahun. Di lain
pihak ekspor di luar minyak dan gas bumi mengalami peningkatan yang sangat pesat yaitu sebesar rata-rata 15,9% per tahun,
dan bahkan selama dua tahun terakhir, yaitu periode 1987/88 1988/89, meningkat dengan 29,1% per tahun. Sementara itu peranan ekspor non migas dalam nilai seluruh ekspor meningkat
dari 27,1% dalam tahun 1983/84 menjadi 60,0% pada tahun 1988/
89 (Tabel 5-1).
Nilai impor secara keseluruhan rata-rata menurun dengan
3,3% per tahun. Penurunan tersebut bersumber dari penurunan
sebesar masing-masing 9,7% per tahun untuk sektor minyak bumi,
3,9% per tahun untuk sektor gas bumi cair serta 1,9% per tahun untuk sektor di luar minyak dan gas bumi. Akan tetapi selama dua tahun terakhir Repelita IV, sejalan dengan kenaikan
ekspor non migas, nilai impor mengalami kenaikan sebesar ratarata 9,8% per tahun. Selama masa ini impor sektor minyak dan
gas bumi meningkat dengan rata-rata 1,2% per tahun dan impor
di luar sektor minyak dan gas bumi dengan 11,6% per tahun.
Secara netto pengeluaran devisa untuk jasa-jasa rata-rata menurun dengan rata-rata 2,2% per tahun. Perincian lebih
lanjut dari perkembangan ini adalah sebagai berikut: jasa-jasa sektor minyak dan gas bumi menurun sebesar 9,4% per tahun,
jasa-jasa sektor di luar minyak dan gas bumi naik sebesar rata-rata 2,7% per tahun, penerimaan devisa dari sektor pariwisata meningkat dengan sangat pesat sebesar rata-rata 26,9%
setiap tahunnya dan 40,9% selama periode 1987/88 - 1988/89,
pembayaran bunga dan transfer keuntungan PMA/bank-bank asing
meningkat dengan 14,5% per tahun. Penerimaan dari pariwisata
mencapai US $ 1.371 juta pada akhir Repelita IV dibandingkan
dengan US $ 417 juta pada akhir Repelita III.
288
Terutama
11,5%
dan
karena
13,0%
menurunnya
dalam
tahun
impor
1984/85
dengan
dan
berturut-turut
1985/86,
defisit
transaksi berjalan dapat ditekan dari US $ 4.151 juta pada
tahun 1983/84 menjadi US $ 1.968 juta dalam tahun 1984/85 dan
US $ 1.832 juta dalam tahun 1985/86. Namun dalam tahun berikutnya,
yaitu
tahun
1986/87,
kemerosotan
tajam
dari
harga
ekspor minyak bumi telah menurunkan nilai ekspor minyak dan
gas bumi sebesar 44,0% dan selanjutnya menyebabkan lonjakan
dalam defisit transaksi berjalan menjadi US $ 4.051 juta. Dalam perkembangan selanjutnya situasi transaksi berjalan terus
membaik
berkat
peningkatan
yang
mengesankan
dari
ekspor
di
luar minyak dan gas bumi sebagai hasil dari kebijaksanaan devaluasi dan deregulasi di bidang perdagangan luar negeri. Defisit transaksi berjalan menurun menjadi US $ 1.707 juta pada
tahun 1987/88 dan US $ 1.941 juta pada tahun 1988/89.
Dalam pada itu, pemasukan modal pemerintah atau pemanfaatan bantuan luar negeri oleh pemerintah menurun dari US $
5.793 juta pada akhir Repelita III menjadi US $ 3.432 juta
dalam tahun 1985/86. Dalam tahun 1986/87 pemasukan modal ini
meningkat
dengan
59,4%
dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya
dan mencapai US $ 5.472 juta, sedangkan dalam tahun terakhir
Repelita IV diperkirakan mencapai US $ 5.091 juta.
Pemasukan
modal
lain
selama
periode
Repelita
IV
meng-
alami penurunan sebesar rata-rata 2,4%. Penurunan itu disebabkan
oleh
kenaikan
dalam
investasi
langsung
netto,
yaitu
penanaman modal asing bruto dikurangi dengan pelunasan pokok
pinjaman, sebesar rata-rata 27,1% dan penurunan dalam modal
lainnya
modal
sebesar
asing
rata-rata
bruto
16,1%
menunjukkan
setiap
kenaikan
tahunnya.
Penanaman
sebesar
rata-rata
15,7% per tahun selama 5 tahun Repelita IV dan 34,5% per tahun selama periode 1987/88 - 1988/89.
289
III. ARAH KEBIJAKSANAAN NERACA PEMBAYARAN REPELITA V
Sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan keseluruhan,
kebijaksanaan
neraca
pembayaran
dalam
Repelita
V
tetap
berlandaskan Trilogi Pembangunan dengan tekanan pada pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang
sehat dan dinamis. Kebijaksanaan neraca pembayaran juga diarahkan guna menunjang perwujudan struktur ekonomi dan perdagangan luar negeri yang seimbang antara sektor industri dan
sektor pertanian baik dari segi penciptaan nilai tambah maupun
kesempatan
stabilitas
ngunan
'kerja.
ekonomi
dan
kebijaksanaan
Selain
itu,
untuk
neraca
dalam
mempercepat
pembayaran
rangka
pemantapan
pelaksanaan
harus
pemba-
senantiasa
me-
mantau dengan penuh perhitungan perkembangan dan gejolak ekonomi dunia agar pada waktunya dapat diambil langkah-langkah
penyesuaian
yang
yang
tepat,
ditimbulkannya
baik
maupun
dalam
dalam
arti
mengatasi
memanfaatkan
masalah
peluang
yang
terbuka.
Kebijaksanaan
perdagangan
luar
negeri
dalam Repelita
V
ditujukan untuk menunjang tercapainya sasaran laju pertumbuhan ekonomi sebesar rata-rata 5,0% per tahun, khususnya laju
pertumbuhan sektor di luar minyak dan gas bumi sebesar paling
tidak rata-rata 6,0% per tahun. Di samping itu kebijaksanaan
juga diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, dan mening'katkan penerimaan serta menghemat penggunaan devisa. Sementara itu guna meningkatkan daya saing hasil produksi dalam negeri
di
pasaran
internasional
serta
meningkatkan
efisiensi
dalam penggunaan sumber dan daya produksi baik yang berasal
dari dalam negeri maupun luar negeri, kebijaksanaan deregulasi
290
dan
debirokratisasi
akan
dilanjutkan
dan
disempurnakan.
1. Kebijaksanaan di Bidang Ekspor
Upaya peningkatan penghasilan devisa dari ekspor barang
dan jasa, termasuk pariwisata, merupakan unsur pokok kebijaksanaan pembangunan dalam Repelita V. Selain berperan sebagai
penggerak pertumbuhan produksi, ekspor merupakan sumber devisa utama bagi pembiayaan impor bahan baku, bahan penolong dan
barang-barang modal yang dibutuhkan untuk proses produksi dan
investasi. Begitu pula peningkatan penerimaan devisa diperlukan untuk memperkuat kemampuan pembayaran angsuran dan bunga
atas hutang-hutang luar negeri.
Di bidang minyak dan gas bumi akan dilakukan usaha-usaha
ke arah perluasan jenis dan diversifikasi pasaran hasil-hasil
minyak bumi, gas alam cair dan gas minyak bumi cair di luar
negeri. Namun karena perkembangan harga yang tidak pasti di
pasaran minyak bumi internasional, prospek ekspor nampak tidak terlalu cerah di masa mendatang, sehingga peranannya dalam keseluruhan nilai ekspor diperkirakan menurun dari 40,0%
dalam tahun 1988/89 menjadi 27,2% pada tahun terakhir Repelita V. Oleh karena itu, tercapainya sasaran pokok pembangunan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan upaya pengembangan ekspor di luar minyak dan gas bumi.
Peranan strategis dari ekspor di luar minyak dan gas bumi mengharuskan digunakannya sumber dan daya secara optimal
dalam kerangka prioritas yang jelas. Kebijaksanaan ekspor di
luar minyak dan gas bumi meliputi antara lain usaha-usaha diversifikasi, peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing
serta perluasan pasaran di luar negeri. Penganekaragaman jenis komoditi dan peningkatan tahap pengolahan dan nilai tambah diharapkan akan dapat memperkokoh landasan ekspor Indonesia dan mengubah struktur ekspornya sehingga peranan hasil-
291
hasil industri akan bertambah besar sedangkan peranan ekspor
hasil-hasil
pertanian
dan
pertambangan
secara
relatif
menu-
run. Dalam Repelita V nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi diperkirakan untuk dapat tumbuh dengan rata-rata 15,6% per
tahun, sedangkan peranannya dalam seluruh nilai ekspor yang
diperkirakan akan naik dari 60,0% pada tahun 1988/89 menjadi
72,8% pada tahun 1993/94.
Langkah-langkah
penganekaragaman
dan
perluasan
ekspor
antara lain berupa kegiatan promosi, pengiriman misi penjualan,
penyebarluasan
dalam
pameran
informasi
dagang
di
luar
perdagangan
negeri.
dan
keikutsertaan
Kebijaksanaan
pening-
katan nilai tambah komoditi ekspor dilaksanakan searah dengan
mengurangi tata niaga impor dalam bentuk pembatasan kuantitatif serta sejauh mungkin menghindari pengenaan larangan atas
ekspor. Kebijaksanaan peningkatan nilai tambah akan mengutamakan pemberian dorongan pada ekspor barang-barang jadi melalui pengenaan pajak atas ekspor untuk bahan mentah dan setengah jadi, perbaikan iklim usaha serta insentif fiskal dan
moneter lain untuk ekspor barang jadi. Selanjutnya usaha-usaha untuk mendorong peningkatan nilai tambah komoditi ekspor
tersebut akan dilakukan secara selektif dengan tetap mempertimbangkan biaya dan manfaat bagi semua kelompok masyarakat
yang berkepentingan serta prioritas pembangunan sebagai ukuran untuk menentukan jenis barang yang diberikan prioritas.
Peningkatan
daya
saing
barang-barang
ekspor
dilakukan
melalui peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran, pengembangan mutu serta dukungan sarana dan prasarana perdagangan,
jasa angkutan, dan jasa perbankan. Daya saing produk-produk
industri di pasaran luar negeri diperkuat dengan kebijaksanaan
di berbagai bidang, antara lain berupa pengembalian atau pembebasan bea masuk untuk bahan baku dan bahan penolong yang
292
digunakan dalam proses produksi dan yang masih perlu diimpor,
pengurangan pengaturan tata niaga impor bahan-bahan tersebut,
penyempurnaan
jumlah
dan
syarat
kredit
ekspor
untuk
barang
jadi serta pemeliharaan kurs valuta asing yang realistis dan
mendorong ekspor. Untuk mendorong produksi dan ekspor barangbarang industri, meningkatkan lapangan kerja dan menarik penanam modal juga akan dilanjutkan pengembangan kawasan pengolahan ekspor.
Kerja sama perdagangan internasional merupakan jalur lain untuk mendorong perkembangan ekspor. Untuk memperkuat kedudukan Indonesia sebagai negara produsen 'clan eksportir komoditi primer, akan terus ditingkatkan partisipasi aktif dalam
forum OPEC untuk minyak bumi dan dalam kerangka asosiasi produsen, seperti ANRPC untuk karet alam, ATPC untuk timah dan
gabungan produsen lainnya seperti Masyarakat Kelapa dan Masyarakat Lada. Demikian pula akan terus dikembangkan peranan
dalam
Perjanjian
timah
(ITA),
Komoditi
kopi
(ICO),
Internasional
karet
alam
yang
berlaku
untuk
(INRA),
kayu
tropis
(ITTO) dan dalam bentuk kerja sama lainnya seperti yang terdapat untuk teh, 'coklat dan tembaga. Semua usaha tersebut
bertujuan untuk mengusahakan stabilitas dalam pasaran internasional,
dan
tingkat
pengolahan
harga
serta
yang
wajar,
pengembangan
penyempurnaan
riset
dan
pemasaran
teknologi
bagi
komoditi bersangkutan. Pada tingkat perdagangan global, kerja
sama dalam kerangka Persetujuan tentang Bea Masuk dan Perdagangan (GATT) diarahkan guna melonggarkan dan memperluas perdagangan
internasional. Dengan
memperkokoh
peranannya,
Indo-
nesia dapat meningkatkan daya masuk ke berbagai pasaran dunia
untuk hasil-hasil pertanian dan industri yang ada dan yang
potensial. Diversifikasi pasaran perlu diusahakan juga dalam
293
rangka kerja sama regional ASEAN melalui Perjanjian Perdagangan
Preferensial
berkembang
(PTA)
melalui
dan
kerja
Sistem
sama
antar
Preferensi
sesama
Perdagangan
negara
Global
(GSTP).
2. Kebijaksanaan di Bidang Impor dan Jasa-jasa
Dalam Repelita V kebijaksanaan di bidang impor ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang yang belum cukup
diproduksi di dalam negeri, terutama bahan baku, bahan penolong dan barang modal serta kebutuhan akan teknologi yang diperlukan untuk pembangunan di berbagai sektor. Kebijaksanaan
tersebut khususnya diarahkan untuk dapat mendorong perkembangan sektor industri yang diperkirakan akan mencapai laju pertumbuhan
sebesar
rata-rata
8,5%
per
tahun.
Sementara
itu
usaha swasembada pangan akan dimantapkan dan impor barang-barang
mewah,
dalam
rangka
pelaksanaan
pola
hidup
sederhana,
tetap dikendalikan.
Dalam rangka perubahan struktur produksi dan pertumbuhan
ekonomi,
kebijaksanaan
dilanjutkan
dan
substitusi
disempurnakan.
impor
di
sektor
Perlindungan untuk
industri
barang-ba-
rang yang telah dapat dihasilkan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tetap diberikan pada tingkat yang wajar agar tidak terlalu membebani konsumen dalam
negeri dan sektor-sektor lain yang berkaitan. Dalam hubungan
ini bentuk perlindungan secara bertahap akan dialihkan dari
bentuk larangan dan kuota impor ke bentuk perlindungan melalui
bea
dengan
masuk.
Kebijaksanaan
kebijaksanaan
tersebut
peningkatan
ekspor
akan
di
ditempuh
luar
serasi
minyak
dan
gas bumi, sehingga baik efisiensi dalam penggunaan sumber dan
daya domestik maupun efisiensi dalam produksi dapat terus dikembangkan.
294
Peningkatan
efisiensi
produksi
akan
memperkuat
daya saing hasil-hasil produksi dalam negeri terhadap barang
sejenis di pasaran dalam negeri dan di pasaran luar negeri.
Kebijaksanaan proteksi melalui pengenaan bea masuk mengurangi
timbulnya distorsi pasaran dan sejalan dengan upaya untuk meningkatkan efisiensi.
Penyempurnaan kebijaksanaan proteksi memerlukan perhatian khusus dan menyangkut antara lain usaha-usaha rasionalisasi struktur bea masuk serta mekanisme pemantauan dan evaluasi
agar penentuan tingkat, bentuk dan jangka waktu perlindungan
didasarkan atas pertimbangan biaya dan manfaat yang adil dan
menunjang upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas nasional dalam jangka panjang.
Langkah-langkah untuk meningkatkan penerimaan devisa dari jasa-jasa adalah searah dengan kebijaksanaan peningkatan
ekspor di luar minyak dan gas bumi. Pemanfaatan potensi sektor pariwisata dilakukan melalui promosi, penyediaan fasilitas untuk menarik wisatawan luar negeri dan pelanjutan kebijaksariaan deregulasi di bidang industri pariwisata, termasuk
pengembangan obyek wisata. Potensi penghasilan devisa lainnya
bersumber dari transfer pendapatan tenaga kerja Indonesia dan
jasa-jasa lain seperti kontrakting untuk pembangunan proyek
di luar negeri. Di samping itu penghematan penggunaan devisa
akan dapat dicapai dengan makin berkembangnya usaha penerbangan dan pelayaran nasional serta makin berkembangnya jasa-jasa
perbankan dan asuransi domestik.
3. Kebijaksanaan di Bidang Penanaman Modal dan Pinjaman
Luar Negeri
Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan dan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta.
295
pemerataan pembangunan, termasuk perluasan kesempatan berusaha dan lapangan kerja maka penanaman modal, termasuk penanaman modal asing, selama Repelita V akan terus didorong. Penanaman modal asing diutamakan bagi sektor-sektor yang menghasilkan
barang
dan
jasa
yang
sangat
diperlukan,
memperluas
ekspor serta memerlukan modal investasi yang besar. Sementara
itu tetap akan dijaga agar penanaman modal asing tidak membahayakan kepentingan ekonomi dan keamanan nasional. Karena
itu penanaman modal asing dilaksanakan dalam bentuk usaha patungan disertai dengan syarat bahwa usaha tersebut dapat menciptakan lapangan kerja, memungkinkan pengalihan keterampilan
dan teknologi dalam waktu yang secepatnya dan memelihara keseimbangan mutu dan tata lingkungan. Untuk menarik penanaman
modal akan terus dikembangkan iklim investasi yang menggairahkan melalui peningkatan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang ditujukan pada penyederhanaan prosedur, kelancaran pelayanan, serta melalui penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dan kepastian berusaha. Melalui bentuk
usaha patungan, penanaman modal asing akan memperkuat perkembangan ekonomi nasional dan dunia usaha nasional.
Sasaran pertumbuhan ekonomi dan investasi selama Repelita V memerlukan pembiayaan dalam jumlah yang besar, sedang
pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan untuk mengerahkan
dana-dana yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan
pemerintah serta penghasilan devisa yang berasal dari ekspor
barang dan jasa. Dengan upaya peningkatan kemampuan tersebut,
pinjaman
luar
pembangunan.
ada
ikatan
negeri
Pinjaman
politik,
tetap
luar
merupakan
negeri
unsur
diterima
syarat-syaratnya
tidak
pelengkap
sepanjang
dana
tidak
memberatkan
dan
dalam batas kemampuan negara untuk membayar kembali. Jumlah
pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan dana pembangunan yang
296
belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri, sedang penggunaannya ditujukan untuk proyek yang diberi prioritas sehingga
dapat menunjang tercapainya sasaran-sasaran pembangunan.
Di samping itu, langkah-langkah akan diambil untuk terus
menyempurnakan pengelolaan pinjaman luar negeri guna meningkatkan daya serap (disbursement) pinjaman. Begitu pula diusahakan
penganekaragaman
pinjaman
luar
negeri
sumber,
agar
denominasi
dampak
valuta
negatif
dari
dan
bentuk
perkembangan
ekonomi dan gejolak nilai paritas antar valuta negara-negara
pemberi pinjaman dan dampak fluktuasi dalam tingkat bunga di
pasar
uang
dan
pasar
modal
internasional
dapat
diperkecil.
Kebijaksanaan pengendalian hutang-hutang juga teramat penting
untuk menjaga agar perbandingan pelunasan angsuran hutang dan
pembayaran
bunga
pinjaman
terhadap
penghasilan
devisa
dari
ekspor berada pada tingkat yang cukup aman ditinjau dari perkembangan
tetap
perekonomian
diikuti
sistem
secara
keseluruhan.
pengelolaan
Dalam
hutang-hutang
Repelita
luar
V
negeri
yang mencakup mekanisme pemantauan dan evaluasi yang cermat
tentang
jumlah,
komposisi,
denominasi
valuta,
tingkat
bunga
dan jatuh waktunya pelunasan agar tetap pada batas-batas keamanan dan agar langkah-langkah penyesuaian pada waktu terjadi perubahan dalam iklim keuangan internasional dapat ditempuh pada waktunya.
Sasaran yang hendak dicapai dalam Repelita V ialah agar
perbandingan
Service
pelunasan
Ratio)
menurun
hutang
dari
terhadap
sekitar
nilai
35%
pada
ekspor
(Debt
akhir
Repe-
lita IV menjadi di bawah 25% pada akhir Repelita V. Sasaran
ini akan dicapai terutama melalui upaya untuk memacu ekspor,
khususnya
ekspor
non
migas,
dan
dengan
mengarahkan
secara
cermat pemanfaatan pinjaman luar negeri ke arah pinjaman-pinjaman yang benar-benar bersyarat lunak.
297
4. Kebijaksanaan Devisa
Dalam Repelita V kemantapan perkembangan neraca pembayaran akan terus didukung oleh kebijaksanaan devisa yang mendorong ekspor, mengendalikan impor barang dan jasa, memperlancar lalu lintas modal dengan luar negeri dan mendukung kestabilan pasaran dan kurs valuta asing. Guna menjamin kelangsungan sistem devisa bebas yang terkendali dan untuk menunjang
kemampuan memenuhi semua kewajiban pembayaran kepada luar negeri,
diusahakan agar cadangan devisa setiap tahun dapat meningkat.
Sehubungan
dengan
itu
sasaran
yang
hendak
dicapai
adalah
terpeliharanya suatu tingkat cadangan yang rata-rata cukup untuk
membiayai enam bulan impor di luar minyak dan gas bumi.
5. Kerja Sama Ekonomi Luar Negeri
Di bidang hubungan ekonomi luar negeri akan ditingkatkan
kerja sama pada forum bilateral, regional maupun global sesuai dengan kepentingan pembangunan nasional. Khususnya dalam
rangka mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru akan terus dipelihara solidaritas dan kesatuan sikap antara negara-negara berkembang antara lain untuk mengembangkan perjanjian internasional
yang
untuk
komoditi
dilakukan
primer,
oleh
melenyapkan
negara-negara
hambatan
industri
perdagangan
terhadap
ekspor
negara-negara berkembang, serta meningkatkan kerja sama ekonomi dan teknik antara negara berkembang. Dalam rangka memperkokoh
ketahanan
nasional
dan
memperkuat
ketahanan
regio-
nal, kerja sama antara negara anggota ASEAN baik antar pemerintah maupun antar masyarakat akan terus ditingkatkan.
298
IV. PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN REPELITA V
Perkiraan neraca pembayaran untuk masa 1989/90 - 1993/94
sangat terkait dengan sasaran yang ditentukan untuk laju pertumbuhan
ekonomi
secara
keseluruhan,
pola
pertumbuhan
untuk
sektor-sektor perekonomian dan sasaran untuk pertumbuhan investasi. Di samping itu, perkiraan neraca pembayaran juga didasarkan atas asumsi mengenai berbagai indikator perkembangan
ekonomi
dunia,
seperti
laju
pertumbuhan,
tingkat
inflasi,
tingkat suku bunga serta nilai paritas antara valuta negaranegara industri utama. Perkembangan pasaran dan harga minyak
bumi
internasional
karena
ditentukan
merupakan
oleh
faktor
yang
kejadian-kejadian
sulit
di
diperkirakan
luar
jangkauan
Indonesia sendiri. Demikian pula ekspor di luar minyak dan
gas bumi dipengaruhi oleh perkembangan pasaran komoditi dunia
dan
besar
kecilnya
kecenderungan
proteksionisme
di
berbagai
negara yang merupakan kendala bagi akses pasaran.
Selama Repelita V nilai ekspor secara keseluruhan diperkirakan meningkat dengan rata-rata 11,2% per tahun, dari US $
18.703 juta dalam tahun 1988/89 menjadi US $ 31.852 juta dalam tahun 1993/94. Nilai ekspor minyak bumi naik dengan ratarata 1,9% per tahun, sedang nilai ekspor gas alam cair (LNG)
dan gas minyak bumi cair (LPG) diperkirakan masing-masing naik dengan 3,5% dan 36,5% setiap tahunnya (Tabel 5-6).
Seperti disebutkan di atas nilai ekspor di luar minyak
dan gas bumi selama masa Repelita V diharapkan meningkat cukup tinggi, yaitu dengan rata-rata 15,6% setiap tahunnya. Di
dalam kelompok ekspor ini laju pertumbuhan ekspor hasil-hasil
pertanian dan hasil-hasil tambang non migas diperkirakan di
bawah laju pertumbuhan rata-rata tersebut karena prospek permintaan dunia akan hasil-hasil ini yang kurang pasti.
299
TABEL V - 6
PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN
1989/90 - 1993/94
(dalam juta US dollar)
300
Sumber terbesar dari peningkatan ekspor di luar minyak
dan gas bumi akan berasal dari hasil-hasil industri. Perkiraan ini sejalan dengan sasaran peningkatan pertumbuhan sektor
industri, khususnya subsektor industri non migas, dalam Repelita V dan didasarkan atas prospek pertumbuhan yang pesat dari
hasil-hasil industri yang berasal dari pengolahan lebih lanjut
hasil-hasil dari sumber alam dalam negeri serta prospek perkembangan produk-produk baru dan barang-barang yang nilai ekspornya sekarang masih kecil. Di samping itu diharapkan bahwa
iklim perdagangan dunia yang lebih bebas dari berbagai bentuk
hambatan akan mendorong keterbukaan pasaran bagi ekspor hasil-hasil industri.
Di antara produk-produk industri yang sangat potensial
perkembangannya adalah hasil-hasil besi dan baja dan produkproduk tekstil seperti benang tenun dan pakaian jadi. Hasilhasil industri lainnya yang juga mempunyai prospek pertumbuhan
ekspor yang tinggi meliputi hasil-hasil kulit, kertas, bahan
kimia dan hasil-hasil rotan.
Hasil-hasil ekspor lain yang laju pertumbuhannya diperkirakan cukup tinggi adalah minyak sawit, hasil-hasil coklat,
pupuk dan rempah-rempah, seperti kayu manis dan panili. Dalam
hal kayu lapis, meskipun nilai ekspornya pada akhir Repelita
V masih akan menduduki posisi yang dominan di antara produkproduk ekspor, laju pertumbuhannya diperkirakan akan mencapai
di bawah laju pertumbuhan rata-rata ekspor non migas sehingga
di tahun-tahun mendatang peranannya secara relatif akan berkurang. Dengan berkembangnya jenis barang yang nilai ekspornya pada akhir Repelita IV masih kecil, dan berkembangnya
jenis produk baru serta jenis produk yang berasal dari tahap
pengolahan lanjutan komoditi pertanian dan pertambangan, maka
301
GRAFIK 5 - 3
EKSPOR 1983/84, REPELITA IV DAN REPELITA V
302
landasan ekspor dalam masa Repelita V akan menjadi semakin
luas dan kuat.
Nilai impor di luar sektor minyak dan gas bumi dalam
Repelita V diperkirakan akan meningkat dengan rata-rata 13,4%
per tahunnya. Laju pertumbuhan yang paling cepat akan terjadi
untuk impor barang modal, yaitu sebesar 16,8%, disusul dengan
pertumbuhan impor bahan baku dan penolong sebesar 12,4%. Peningkatan impor tersebut diperlukan untuk menunjang pertumbuhan kapasitas produksi sesuai dengan sasaran kenaikan produksi
di berbagai sektor. Di samping itu, melalui kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi terus diusahakan kelancaran dalam penyediaan bahan-bahan baku dan barang modal dengan harga
yang wajar agar biaya produksi barang jadi terkendalikan dan
daya saing dapat ditingkatkan. Sementara itu impor barang-barang konsumsi diperkirakan mengalami kenaikan sebesar ratarata 8,5% per tahun. Laju pertumbuhan yang relatif rendah ini
dimungkinkan oleh adanya kebijaksanaan pemantapan swasembada
pangan dan oleh adanya peningkatan produksi barang-barang konsumsi buatan dalam negeri.
Karena perbedaan laju pertumbuhan kelompok-kelompok barang impor tersebut, komposisi impor akan mengalami perubahan. Peranan barang-barang konsumsi dan peranan bahan baku dan
penolong
akan
menurun dari masing-masing sebesar
19,0% dan
44,0% dalam tahun 1988/89 menjadi 15,2% dan 42,0% pada akhir
Repelita V. Sebaliknya peranan impor barang modal dalam periode
yang
sama
akan
mengalami
kenaikan
dari
37,0%
menjadi
42,8% (Tabel 5-7 dan Tabel 5-8).
Impor sektor minyak bumi serta sektor gas bumi dalam masa
Repelita
V
diperkirakan
naik
masing-masing
sebesar
rata-
rata 1,8% dan 4,2% per tahun. Nilai impor tersebut terutama
303
TABEL 5 - 7
PERKIRAAN NILAI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
MENURUT GOLONGAN EKONOMI
1989/90 - 1993/94
(f.o.b. dalam juta US dollar)
1988/89
1989/90
Barang Konsumsi
2.215
Bahan Baku/Penolong
Barang Modal
J u m l a h
304
Laju
Pertumbuhan
rata-rata (%)
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
2.450
2.673
2.877
3.108
3.328
8,5
5.128
5.815
6.561
7.356
8.225
9.196
12,4
4.312
4.980
5.780
6.793
7.975
9.371
16,8
11.655
13.245
15.014
17.026
19.308
21.895
13,4
GRAFIK 5 - 4
PERKIRAAN NILAI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUM!,
MENURUT GOLONGAN EKONOMI
1988/89 - 1993/94
305
TABEL 5 - 8
PERKIRAAN KOMPOSISI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
1989/90 - 1993/94
(dalam persentase dari jumlah)
1988/89
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
Barang Konsumsi
19,0
18,5
17,8
16,9
16,1
15,2
Bahan Baku/Penolong
44,0
43,9
43,7
43,2
42,6
42,0
Barang Modal
37,0
37,6
38,5
39,9
41,3
42,8
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
J u m l a h
306
GRAFIK 5 - 5
PERKIRAAN KOMPOSISI IMPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
1989/90 - 1993/94
307
dipengaruhi oleh biaya produksi perusahaan-perusahaan asing,
biaya investasi dan impor minyak bumi mentah.
Penerimaan dan pengeluaran devisa untuk jasa-jasa ikut
menentukan perkembangan neraca pembayaran. Secara netto, pengeluaran untuk jasa-jasa mengalami kenaikan sebesar 3,5% setiap tahun dan terdiri dari kenaikan sebesar 5,5% untuk jasajasa sektor minyak bumi, 6,4% untuk jasa-jasa sektor gas bumi
dan 2,3% untuk sektor di luar minyak dan gas bumi. Pengeluaran devisa untuk jasa-jasa sektor minyak dan gas bumi terutama
ditentukan oleh bagian perusahaan-perusahaan asing dalam seluruh keuntungan dan biaya pengangkutan yang dibayar pada perusahaan pemilik tanker luar negeri. Satu sumber penting penghasilan devisa dari jasa-jasa di luar sektor minyak dan gas
bumi, sekaligus juga dari ekspor seluruh barang dan jasa di
luar minyak dan gas bumi, adalah sektor pariwisata. Bila
dalam tahun 1988/89 penerimaan dari pariwisata adalah sebesar
US $ 1.371 juta, maka pada akhir Repelita V penerimaan tersebut diperkirakan mencapai US $ 2.811 juta sehingga merupakan
sumber penghasilan devisa terbesar kedua setelah kayu lapis.
Pembayaran bunga atas hutang-hutang luar negeri Pemerintah,
Badan Usaha Milik Negara dan sektor swasta merupakan unsur
pengeluaran devisa untuk jasa-jasa yang besar. Secara netto,
setelah diperhitungkan penerimaan bunga atas piutang terhadap
luar negeri, kenaikan dalam pengeluaran devisa untuk pembayaran bunga dan transfer keuntungan PMA/bank-bank asing diperkirakan sebesar rata-rata 3,0% per tahun. Pengeluaran jasa-jasa lainnya yang jumlah dan laju pertumbuhannya tinggi
adalah biaya pengangkutan dan jasa-jasa lain seperti pembayaran untuk jasa komunikasi, lisensi dan paten dari luar negeri
(Tabel 5-9).
308
TABEL 5 - 9
PERKIRAAN JASA-JASA DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI
1989/90 - 1993/94
(dalam Juta US dollar)
1988/89
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
Laju Pertumbuhan
Rata-rata (%)
A. JASA-JASA NON FAKTUR (netto)
-1.818
-1.845
-1.884
-2.024
-2.050
-2.007
2,0
1. Pengangkutan
-1.282
-1.459
-1.616
-1.843
-2.101
-2.395
13,3
2. Perjalanan/Pariwisata
a. Penerimaan
b. Pengeluaran
746
(1.371)
(-625)
907
(1.576)
(-669)
1.096
(1.812)
(-716)
1.318
(2.084)
(-766)
1.577
(2.397)
(-820)
1.933
(2.811)
(-878)
21,0
(15,4)
(7,0)
3. Biaya angkutan lain
-230
4. Jasa-jasa lainnya
B. PENDAPATAN FAKTOR (netto)
1)
1. Bunga dan transfer keuntungan
PMA/bank-bank asing'
2. Transfer tenaga kerja di
luar negeri
JUMLAH (A dan B)
-240
-248
-254
-258
-1.052
-1.053
-1.116
-1.245
-1.268
-1.285
4,1
-2.834
-3.095
-3.213
-3.151
-3.018
-3.201
2,5
-2.944
-3.221
-3.356
-3.308
-3.199
-3.419
3,0
126
143
157
181
-4.940
-5.097
-5.175
-5.068
110
-4.652
-260
218
-5.208
2,5
14,7
2,3
1) Termasuk bunga sektor swasta dan BUMN.
309
Kelebihan
pengeluaran devisa
untuk
barang
dan
jasa
di
atas penerimaan devisa dari ekspor barang dan jasa menyebabkan
bahwa
selama
Repelita
V
transaksi
berjalan
tetap
akan
mengalami defisit. Meskipun demikian, defisit tersebut diperkirakan akan terus menurun dari US $ 2.436 juta pada tahun
1989/90 menjadi US $ 536 juta dalam tahun 1993/94. Sasaran
ini akan tercapai dengan peningkatan nilai ekspor barang di
luar minyak dan gas bumi sebesar 15,6% dan peningkatan penghasilan devisa dari pariwisata sebesar 15,4% setiap tahunnya.
Sementara itu, kelanjutan kebijaksanaan deregulasi serta
langkah-langkah yang akan ditempuh yang ditujukan untuk meningkatkan penanaman modal diharapkan akan menciptakan iklim
investasi
yang
semakin
baik
selama
pelaksanaan
Repelita
V.
Didukung pula oleh sistem perdagangan dan distribusi yang lebih efisien, maka diperkirakan bahwa realisasi dari investasi
modal asing langsung selama Repelita V dapat meningkat minimal sebesar rata-rata 12,0% per tahun.
Penggunaan
pinjaman
pemerintah
selama
masa
Repelita
V
diperkirakan menurun dari US $ 6.382 juta pada tahun pertama
menjadi US $ 5.795 juta pada tahun 1993/94. Jumlah pinjaman
tersebut berasal dari komitmen di masa lampau dan komitmen
yang diperoleh selama Repelita V. Syarat-syarat pelunasan pinjaman yang bare diusahakan seringan mungkin.
Pengelolaan
pinjaman dan
hutang luar negeri pemerintah
akan terus disempurnakan dan diarahkan agar jumlah pembayaran
bunga dan angsuran pokok atas pinjaman setiap tahunnya berada
pada tingkat yang aman dan relatif stabil. Sementara itu peningkatan penghasilan devisa dari ekspor, terutama ekspor di
luar minyak dan gas bumi, akan memberikan prospek penurunan dari
perbandingan
310
pelunasan
hutang-hutang
terhadap
nilai
ekspor yang mantap. Seperti disebutkan di muka, Debt Service
Ratio
diperkirakan
akan
dapat
diturunkan
dari
sekitar
35%
pada tahun terakhir Repelita IV menjadi di bawah 25% pada
tahun terakhir Repelita V.
Dengan perkembangan transaksi berjalan, pinjaman dan investasi modal luar negeri di sektor swasta, serta pinjaman
dan pelunasan pokok hutang luar negeri pemerintah tersebut di
atas diperkirakan bahwa cadangan devisa dalam masa Repelita V
setiap tahunnya akan tetap pada tingkat yang aman, yaitu cukup untuk membi4yai sekitar 6 bulan impor.
Seperti disinggung di atas, dalam memperkirakan perkembangan neraca pembayaran untuk Repelita V digunakan berbagai
asumsi mengenai prospek perkembangan ekonomi dunia, mengenai
perubahan dalam struktur produksi dan perdagangan luar negeri
Indonesia, dan mengenai kelanjutan usaha peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber produksi. Perkembangan harga komoditi yang lebih baik di pasaran dunia, pengurangan kecenderungan
ke
arah
proteksionisme
dan
pasaran
yang
lebih
terbuka merupakan faktor-faktor yang turut diperhitungkan dalam perkiraan ekspor di luar minyak dan gas bumi. Ketidakpastian mengenai perkembangan harga minyak bumi tetap merupakan
faktor yang paling sulit didugakan dan didasarkan pada perkiraan yang berhati-hati.
Kebijaksanaan neraca pembayaran yang ditempuh dalam Repelita V ditujukan untuk menunjang peningkatan ketahanan, ekonomi melalui perubahan dalam struktur produksi dan perdagangan luar negeri, menjaga kelangsungan laju pertumbuhan ekspor
barang dan jasa yang cukup tinggi, mengarahkan penggunaan devisa secara optimal, mengendalikan pinjaman dan hutang-hutang
luar negeri serta memelihara cadangan devisa yang mantap.
311
Untuk terus meningkatkan kemampuan dalam menghasilkan devisa
yang
diperlukan
bagi
pembiayaan
pembangunan,
kebijaksanaan
neraca pembayaran khususnya diarahkan untuk menunjang peningkatan sekaligus perluasan landasan ekspor di luar minyak dan
gas bumi. Tercapainya sasaran-sasaran neraca pembayaran akan
ditentukan oleh kesiagaan dalam mengambil langkah-langkah pendukung dan penyesuaian pada waktu yang tepat.
312
Download