Uploaded by qyrunnana123

bab 1

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar Modal adalah suatu tempat dalam pengertian fisik yang
mengorganisasikan
transaksi penjualan efek atau disebut bursa efek.
(Sutrisno, 2013:309). Pasar Modal dapat diartikan juga sebagai pasar yang
dikelola secara terorganisisr dengan aktivitas perdagangan sekuritas (surat
berharga), seperti obligasi, saham preferen, saham biasa, waran, dan right
dengan menggunakan jasa perantara, komisioner, underwriter, dan lembaga
yang laun yang ada pada pasar tersebut. (Miswanto, 1998:103).
Investasi di pasar modal mengandung risiko, karena pemodal tidak
tahu dengan pasti hasil yang akan diperoleh atas investasi yang dilakukannya.
Investor hanya memperkirakan besarnya keuntungan yang diharapkan dari
investasinya dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan
menyimpang dari hasil yang diharapkan (Edwantiar, 2016). Investor
memperkirakan return dari saham pilihan mereka sebelum membelinya.
Investor menilai prospek kinerja emiten sehingga investor memiliki gambaran
mengenai return ekspektasi atas dana yang telah atau akan diinvestasikan.
Return ekspektasi merupakan perkiraan imbalan atas dana yang di
investasikan.
Musim penyampaian laporan keuangan tahun 2020 sudah hampir
berakhir. Emiten yang menjadi konstituen indeks LQ45 mayoritas sudah
menyampaikan laporan keuanganya. Diketahui Indeks LQ45 merupakan salah
1
satu indeks unggulan pasar modal lokal dimana indeks ini memiliki anggota
saham-saham yang memiliki likuiditas perdagangan yang baik dan prospek
usaha yang cerah,
Tercatat dari 45 emiten, sebanyak 34 perusahaan sudah melaporkan
laporan keuangan tahun 2020.Tercatat mayoritas anggota LQ45, tepatnya 22
emiten dari 34 emiten yang sudah melaporkan laporan keuangan tahunan-nya
mencatatkan rapor merah dimana laba bersih perseroan terpaksa terkoreksi.
Meskipun mayoritas terkoreksi, ternyata belum ada emiten LQ45 yang
membukukan rugi bersih di tahun 2020.
Meskipun tidak merugi, tercatat berberapa emiten laba bersihnya
terkoreksi parah. Di posisi pertama muncul nama emiten BUMN konstruksi
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang laba bersihnya terkoreksi 91,76% dari
posisi tahun lalu menjadi 'hanya' Rp 185 miliar. Selain WIKA, terdapat pula
PT PP Tbk (PTPP) yang menduduki peringkat ketiga kontraksi dimana laba
bersih PTPP ambruk 86% menjadi Rp 128 miliar.
Sektor konstruksi memang menjadi salah satu sektor yang paling
terdampak oleh pandemi Covid-19. Proyek-proyek konstruksi terpaksa
mangkrak ketika Indonesia pertama kali kedatangan tamu tak diundang dari
Wuhan, China. Mangkraknya proyek ini tentu saja menyebabkan sektor
konstruksi yang padat modal merugi parah akibat arus kas yang macet.
Sementara beban keuangan yang jumbo akibat hutang usaha yang besar harus
tetap dibayar.
Di posisi kedua dengan koreksi yang tidak kalah parah muncul emiten
properti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang laba bersihnya ambruk
2
91,03% ke angka Rp 281 miliar
Selain sektor konstruksi, tentunya sektor properti juga terdampak parah
dari pandemi corona, selain penjualan rumah serta apartemen menjadi
terhambat, pendapatan 'sampingan' perseroan dari mall juga tentunya akan
berkurang setelah pada pertengahan tahun lalu pusat perbelanjaan terpaksa
ditutup untuk menahan laju penyebaran Covid-19.
Sejak wabah virus corona merebak di Indonesia pada awal Maret 2020,
seluruh sektor hancur lebur diterjang pandemi. Tidak terkecuali pasar modal
Indonesia yang jatuh di titik terendahnya pada 24 Maret 2020, menyentuh
level 3.937,63. Dampak awal dari kemunculan pandemi berimbas pada
penurunan harga saham, terutama saham siklikal (cyclical stock) atau emiten
yang rentan terhadap siklus bisnis dan terikat erat dengan kondisi ekonomi.
Yang mengakibatkan terjadi kondisi resesi. Resesi terjadi setelah Indonesia
dua kali mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Pada kuartal II,
terkontraksi minus 5,32 % dan disusul pada kuartal III dengan pertumbuhan
ekonomi yang sedikit lebih baik namun masih minis, yakni minus 3,49 %
Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari
sekuritas yang bersangkutan (Alwiyah & Solihin, 2015:82). Reaksi adalah
tanggapan (respons) dari suatu aksi. Menurut Azis (2015) dalam Wijiantoro
(2017), reaksi pasar merupakan perubahan harga saham karena adanya
informasi baru. Harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang
sedang berlangsung. Pada bursa efek, harga pasar dapat dilihat pada
penutupan hari tersebut sehingga diketahui saham mengalami kenaikan atau
penurunan.
3
Perubahan harga saham tersebut karena adanya tindakan oleh investor
atau calon investo mengenai perusahaan yang bersangkutan, tindakan tersebut
dapat berupa buy, hold atau sell saham. Investor melakukan transaksi
keputusan buy atau sel saham dikarenakan mendapatkan informasi atas suatu
peristiwa. Hanya keputusan buy atau sel saja yang dapat membuat harga
saham berubah apabila investor melakukan pembelian akan menambah jumlah
permintaan pada saham yang bersangkutan. Sedangkan investor yang menjual
saham yang mereka miliki akan menambah jumlah penawaran. Banyaknya
jumlah permintaan saham yang melewati penawaran jumlah saham yang
tersedia membuat harga saham tersebut bergerak naik, sebaliknya semakin
banyak penawaran jumlah saham yang dijual oleh pemilik saham daripada
permintaan beli atas saham tersebut akan membuat harga menurun.
Laba yang dimiliki perusahaan tidak akan sama pada setiap periode.
Pada periode-periode tertentu perusahaan akan mengalami kenaikan laba, dan
pada periode yang lain akan mengalami penurunan laba atau bahkan kerugian.
Adanya fluktuasi laba per periode tersebut menyebabkan perusahaan
melakukan tindakan manajemen laba. Perusahaan melakukan manajemen laba
untuk menunjukkan laba yang baik kepada investor. Laba yang baik tersebut
akan membuat investor percaya atas dana yang diinvestasikannya.
Manajemen laba merupakan upaya yang dilakukan pihak manajemen
untuk mengatur laba sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Upaya yang
dilakukan oleh manajemen laba tidak melanggar ketentuan dari standar
akuntansi yang berlaku. Salah satu bentuk manajemen laba adalah perataan
laba. Perataan laba dilakukan oleh manajemen untuk merubah informasi pada
4
laporan keuangan. Meskipun tujuan dan alasan manajemen melakukan hal
tersebut adalah untuk meyakinkan investor mereka, tetap saja tindakan
tersebut dapat merupakan kandungan informasi atas lagu yang dihasilkan
perusahaan. Adanya perubahan informasi tersebut, investor dan calon investor
kurang tertarik pada perusahaan yang melakukan perataan laba (Dwiatmini &
Nurkholis,2001:12). Hal ini didukung oleh Restuningdiah (2011:258) yang
mengatakan bahwa semakin tinggi tindakan perataan laba maka semakin
rendah reaksi pasar terhadap informasi laba perusahaan. Namun pada
penelitian yang di lakukan oleh Alwiyah & Solihin (2015:93) menyatakan
bahwa perataan laba tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar.
Dalam menentukan perusahaan untuk di tanamkan investor juga
melihat ukuran dari perusahaan tersebut. Ukuran perusahaan terbagi menjadi 3
kategori, yakni perusahaan besar, perusahaan sedang, dan perusahaan kecil.
Perusahaan yang sedang dan besar lebih memiliki tekanan yang kuat dari para
stakeholdernya, agar kinerja perusahaan sesuai dengan harapan para
investornya dibandingkan dengan perusahaan kecil (Handayani S., 2009:27).
Perusahaan besar cenderung untuk menghindari fluktuasi laba yang drastis
supaya terhindar dari kenaikan pembebanan pajak oleh pemerintah.
Menurut Li (2014) dalam Machdar, Manurung, & Murwaningsari
(2017: 309), kualitas laba merupakan salah satu faktor penting untuk
mengetahui nilai suatu perusahaan. Menurut Dechow & Dichev (2009: 36),
perusahaan yang memiliki kualitas laba yang baik dapat memperkirakan
karakteristik proses laba yang relevan untuk pengambilan keputusan. Jadi,
manajer sebagai pengelola perusahaan harus bisa membuat laporan laba yang
5
di dalam laporan keuangan memiliki kualitas yang bagus. Jadi, manajer
sebagai pengelola perusahaan harus bisa membuat laporan laba yang ada di
dalam laporan keuangan memiliki kualitas yang bagus.
Kualitas laba yang baik secara otomatis akan berpengaruh terhadap
nilai perusahaan yang terus meningkat Sebaliknya, bila kualitas laba yang
buruk membuat nilai perusahaan akan menurun. Nilai perusahaan yang tinggi
akan berpengaruh terhadap para pemegang saham yang akan selalu
menginvestasikan modalnya kepada perusahaan, karena nantinya para
pemegang saham akan mendapatkan keuntungan yang berlipat dari investasi
tersebut (Haruman, 2008: 2-3). Menurut Siallagan & Machfoedz (2006) dalam
Lestari (2013: 1-2), rendahnya kualitas laba di dalam laporan keuangan dapat
membuat para pemakainya seperti manajemen perusahaan dan pihak eksternal
terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, sehingga akan membuat nilai
perusahaan menurun. Menurut Chan, Jegadeesh, Chan, & Lakonishok (2006:
1042), ukuran suatu kualitas laba dapat memprediksi pergerakan harga saham
untuk di masa yang akan datang, sehingga harga saham tersebut akan
langsung mempengaruhi nilai perusahaan, baik perusahaan besar atau kecil.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh perataan laba, kualitas laba
dan ukuran perusahaan terhadap reaksi pasar (studi kasus LQ-45 yang
terdaftar dalam bursa efek Indonesia tahun periode 2020-2022)“ untuk
mengetahui pengaruh perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan
tehadap reaksi pasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
referensi tambahan dalam mempertimbangkan keputusan investasi dan
6
memberikan pengetahuan yang memadai tentang pendapatan sehingga
memperlancar investor dan calon investor tertarik untuk berinvestasi di pasar
modal, sehingga investor jangan sampai salah dalam mengambil keputusan
investasi.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian berfokus dalam Pengaruh perataan laba, kualitas laba dan
ukuran perusahaan terhadap reaksi pasar (studi kasus LQ-45 yang terdaftar
dalam bursa efek Indonesia tahun periode 2020-2022).
Berdasarkan masalah yang telah di paparkan di atas, maka masalah
dalam penelitian tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Perataan Laba, Ukuran Peusahaan, dan Kualitas Laba secara
simultan berpengaruh terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022?
2. Apakah Perataan Laba secara parsial berpengaruh terhadap Reaksi Pasar
pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode
2020-2022?
3. Apakah Ukuran Perusahaan secara parsial berpengaruh terhadap Reaksi
Pasar pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia
periode 2020-2022?
4. Apakah Kualitas Laba secara parsial berpengaruh terhadap Reaksi Pasar
pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode
2020-2022?
5. Dari variabel Perataan Laba, Ukuran Perusahaan, dan Kualitas Laba
manakah yang berpengaruh dominan terhadap Reaksi Pasar pada
perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode
7
2020-2022?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui pengaruh simultan Perataan Laba, Ukuran Perusahaan, dan
Kualitas Laba terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022.
2.
Mengetahui pengaruh Parsial Perataan Laba terhadap Reaksi Pasar pada
perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode
2020-2022.
3.
Mengetahui pengaruh Parsial Ukuran Perusahaan terhadap Reaksi Pasar
pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode
2020-2022.
4.
Mengetahui pengaruh Parsial Ukuran Perusahaan terhadap Reaksi Pasar
pada perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode
2020-2022.
5.
Mengetahui pengaruh
dominan variabel
Perataan
Laba,
Ukuran
Perusahaan, dan Kualitas Laba terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan
LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2020-2022.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya sebagai berikut :
1) Manfaat Teoritis
Memberi kontribusi pengetahuan yang berkaitan dengan perataan laba,
kualitas laba dan ukuran perusahaan terhadap reaksi pasar pada perusahaan
LQ-45 yang terdaftar pada bursa efek Indonesia.
2) Manfaat Praktis
8
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini diantaranya:
a. Perusahaan
Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi
manajer perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia
dalam mengambil keputusan dan menentukan kebijakan perusahaaan
agar memberikan reaksi pasar.
b. Akademik
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan
referensi ilmu pengetahuan dibidang Akutansi, khususnya dalam
perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan.
c. Penulis
Sebagai
upaya
untuk
menambah
dan
mendalami
ilmu
pengetahuan dan mendalami masalah perataan laba, kualitas laba dan
ukuran perusahaan.
d. Bagi pihak lain
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
melaksanakan penelitian selanjutnya.
9
menjadi
acuan
dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1
Landasan Teori
2.2.1
Reaksi Pasar
A.
Pengertian Reaksi Pasar
Reaksi adalah tanggapan (respons) dari suatu aksi. Menurut Azis
(2015) dalam Wijiantoro (2017), reaksi pasar merupakan perubahan harga
saham karena adanya informasi baru. Harga pasar merupakan harga suatu
saham pada pasar yang sedang berlangsung. Pada bursa efek, harga pasar
dapat dilihat pada penutupan hari tersebut sehingga diketahui saham
mengalami kenaikan atau penurunan.
Menurut
Anggaraini
(2015:16)
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi harga saham, antara lain:
I.
Harapan investor terhadap tingkat pendapatan dividen
untuk masa yang akan datang. Apabila tingkat
pendapatan dan dividen suatu saat stabil maka harga
saham
cenderung stabil. Sebaliknya jika
tingkat
pendapatan dan dividen berfluktuasi karena siklus
perusahaan atau perubahan teknologi maka harga saham
berfluktuasi juga.
II.
Tingkat pendapatan perusahaan. Tingkat pendapatan
tercermin dari earnings per share (EPS) terkait dengan
kenaikan harga saham. Apabila fluktuasi dari EPS
semakin besar maka harga saham akan semakin besar
10
pula.
III.
Kondisi perekonomian. Kondisi yang akan datang selalu
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian saat ini. Apabila
kondisi perekonomian saat ini stabil dan mantap maka
investor optimis terhadap kondisi yang akan dating
sehingga harga saham cenderung stabil dan demikian
sebaliknya.
Pasar modal adalah tempat bertemunya penjual atau emiten dengan
pembeli atau pemilik modal. Berdasarkan UU. No. 8 tahun 1995, Pasar
Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan
perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
Menurut (Fakhruddin, 2008) Pasar modal merupakan sarana bagi
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Pasar modal
merupakan salah satu dari beberapa sarana yang ada untuk mendapatkan
modal bagi perusahaan didalam kegiatan usahanya (Ardi Murdoko
Sudarmadji, 2007).
Menurut Maharani (2014) dalam Wijiantoro (2017), reaksi atau
respon pasar umumnya diamati dari kenaikan atau penurunan harga saham
yang terjadi disekitar tanggal pengumuman laba. Reaksi pasar merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh para investor atau pelaku pasar lainnya
dalam menjual atau membeli saham sebagai keputusan penting yang
disampaikan ke pasar. Reaksi pasar biasanya berkaitan dengan return yang
diharapkan oleh investor. Reaksi pasar dilihat dari return perusahaan yang
terkait.
11
B.
Return saham
Investor memiliki saham bertujuan untuk memperoleh keuntungan.
Pada saat perusahaan berada di posisi yang menguntungkan, maka nilai
saham dipasaran cenderung naik artinya nilai saham pemilik juga naik
sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan dalam menjual saham
dengan harga yang lebih tinggi dari harga beli. Return saham merupakan
hasil yang diperoleh dari suatu investasi (Lindrianasari, 2010:198) Return
saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi dan return ekspektasi.
Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh
investor di masa mendatang. Return harapan merupakan tingkat return
yang diantisipasi investor di masa mendatang (Tandelilin, 2010:10).
Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang
dan masih bersifat tidak pasti (Lindrianasari, 2010:198). Return ekspetasi
dihitung dari rata-rata tertimbang berbagai tingkat return dengan
probabilitas keterjadian di masa depan sebagai faktor penimbangnya.
Jogiyanto (2010) mengatakan
Expected return merupakan return estimasi yang diharapkan oleh
investor, yang ditentukan dengan model estimasi. Sebelum menentukan
model untuk mengestimasi expected return, perlu ditentukan beberapa
istilah periode sebagai dasar estimasi expected return, periode-periode
tersebut adalah :
Gambar 1. Periode estimasi expected return
12
Periode estimasi (estimation period), adalah periode sebelum adanya
peristiwa (event period). Pada gambar diatas periode estimasi ditunjukan
dari t3 sampai dengan t4. Jogiyanto (2010:24) mengatakan bahwa tidak
ada patokan untuk menentukan lamanya panjang periode estimasi ini.
Pada data harian memiliki panjang periode estimasi berkisar 100 hari
sampai dengan 250 hari.
MSDM adalah suatu hal yang berkaitan dengan pendayagunaan
manusia dalam melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tingkat
maksimal atau efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan yang akan
dicapai dalam perusahaan, seorang karyawan dan juga masyarakat
(bintoro, 2019).
2.2.2
A.
Perataan Laba
Teori Keagenan
Teori keagenan (Agency theory) menyatakan manajemen
memiliki
informasi
yang
lebih
banyak
mengenai
perusahaan
dibandingkan pemilik perusahaan yang sering terdorong untuk
melakukan tindakan yang dapat memaksimalkan keuntungan dirinya
sendiri dan atau perusahaannya (Belkaouli, 2000:56.). Menurut
(Hutabara & Huseini, 2006:18) Teori agensi yaitu teori yang
menyatakan mengenai pentingnya pemilik perusahaan (pemegang
saham)
menyerahkan
pengelolaan
perusahaan
kepada
tenagaprofesional (agent) yang lebih mengerti dan profesional dalam
menjalankan bisnis.
B.
Pengertian Perataan Laba
13
Menurut Gantino (2015) “perataan laba adalah pengurangan
fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan
dari tahun-tahun yang tinggi pendapatannya ke periode-periode yang
kurang menguntungkan.” Menurut Rakahendra dan Mahardika (2018)
mendefinisikan “perataan laba sebagai suatu alat yang digunakan
manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar
sesuai dengan target yang diinginkan.” Beidleman (1973) dalam
Rakahendra dan Mahardika (2018) mendefinisikan “perataan laba
sebagai suatu pengurangan dengan sengaja atas fluktuasi laba yang
dilaporkan agar berada pada tingkat yang dianggap nornal bagi
perusahaan. Dari ketiga definisi yang dikemukakan oleh peneliti
sebelumnya tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
perataan laba merupakan tindakan yang sengaja dilakukan oleh
manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba dengan tujuan untuk
mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar dalam periode tersebut.
Menurut Eckel (1981:33) formula untuk mendeteksi adanya
perilaku artificial smoothing, yaitu:.
1. Income is a linear function of sales: Income = Sales - Variable Costs
– Fixed costs.
2. The ratio of variable costs in dollars to sales in dollars remains
constant over time.
3. Fixed costs may remain constant or increase from period to period,
but may not be reduced.
4. Gross sales can only be intentionally smoothed by real smoothing;
14
that is, gross sales cannot be artificially smoothed
Suatu perusahaan yang diidentifikasikan melakukan artificial
income smoothing berdasarkan formula yang diusulkan oleh Eckel
apabila perusahaan tersebut memiliki koefisien variasi perubahan.
Penjualan time series lebih besar daripada koefisien variasi perubahan
laba time series (CV∆S > CV∆I) (Permana, 2003). Untuk mengetahui
suatu perusahaan melakukan praktek perataan laba atau tidak maka
digunakan indeks Eckel. Eckel (1981:34) menggunakan Coefficient
Variation (CV) variabel penghasilan dan variabel penjualan bersih.
Di mana:
∆I = Perubahan laba dalam satu periode
∆S= Perubahan penjualan dalam satu periode
CV= Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan
nilai yang diharapkan
CV ∆I = Koefisien variasi untuk perubahan laba
CV ∆S = Koefisien variasi untuk perubahan penjualan
Apabila = CV ∆I > CV ∆S , maka perusahaan tidak digolongkan
sebagai perusahaan yang melakukan tindakan perataan
laba.
CV ∆I dan CV ∆S dapat dihitung sebagai berikut :
15
Dimana :
ΔX = perubahan laba (I) atau penjualan (S)
ΔE = rata-rata perubahan laba (I) atau penjualan (S)
n = banyaknya tahun yang diamati Indikator juga dapat dilihat dari
laporan keuangan khususnya laporan laba rugi pada perusahaan
C.
Kandungan Informasi atas Laba
Setiap perusahaan yang terdaftar pada bursa efek akan
menerbitkan laporan keuangan. Salah satu bagian dari laporan
keuangan tersebut adalah laporan laba rugi. Laporan laba rugi
merupakan salah satu sumber informasi bagi investor. Informasi laba
merupakan indikator keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam
menjalankan
aktivitasnya,
sehingga
sering
kali
investor
menggunakannya sebagai dasar dalam mengambil keputusan investasi.
Teori keagenan membuat adanya asimetri informasi karena
manajemen sebagai agen akan lebih mengetahui informasi perusahaan
daripada pemilik perusahaan yang sebagai principal. Asimetri
informasi berupa informasi yang tidak merata antara agen dan
principal. Principal tidak bias mengamati secara langsung usaha yang
dilakukan oleh agen. Oleh karena itu manajemen akan melakukan
praktek manajemen laba.
Setiap periode, perusahaan akan menerbitkan laporan keuangan.
Webadmin (2015) dalam PSAK 1994 menyediakan informasi yang
16
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
2.2.3
A.
Kualitas Laba
Pengertian Kualitas Laba
Kualitas laba adalah informasi laba yang tersedia untuk publik
yang memiliki beberapa kriteria stabilitas dan perdiktabilitas, yaitu
mencerminkan kinerja operasi perusahaan secara akurat dan dapat
dijadikan sebagai indikator yang baik mengenai kinerja perusahaan di
masa yang akan datang. Kualitas laba menjadi penting karena
mempengaruhi pengambilan keputusan dan dapat digunakan investor
untuk menilai sebuah perusahaan.
Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan
kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan
oleh komponen akrual dan kas, serta dapat mencerminkan kinerja
keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Kualitas laba merupakan
informasi penting yang dapat digunakan oleh publik sehingga dapat
digunakan untuk menilai perusahaan. Laba yang berkualitas dapat
mencerminkan kinerja keuangan perusahaan sehingga tingginya
kualitas laba yang dimiliki oleh perusahaan dapat membuat keputusan
yang diambil oleh investor menjadi lebih tepat.
Menurut
Li
(2014)
dalam
Machdar,
Manurung,
&
Murwaningsari (2017: 309), kualitas laba merupakan salah satu faktor
penting untuk mengetahui nilai suatu perusahaan. Menurut Dechow &
17
Dichev (2009: 36), perusahaan yang memiliki kualitas laba yang baik
dapat memperkirakan karakteristik proses laba yang relevan untuk
pengambilan keputusan.
Jadi, manajer sebagai pengelola perusahaan harus bisa membuat
laporan laba yang di dalam laporan keuangan memiliki kualitas yang
bagus. Jadi, manajer sebagai pengelola perusahaan harus bisa membuat
laporan laba yang ada di dalam laporan keuangan memiliki kualitas
yang bagus. Kualitas laba yang baik secara otomatis akan berpengaruh
terhadap nilai perusahaan yang terus meningkat Sebaliknya, bila
kualitas laba yang buruk membuat nilai perusahaan akan menurun.
Nilai perusahaan yang tinggi akan berpengaruh terhadap para
pemegang saham yang akan selalu menginvestasikan modalnya kepada
perusahaan, karena nantinya para pemegang saham akan mendapatkan
keuntungan yang berlipat dari investasi tersebut (Haruman, 2008: 2-3).
Menurut Siallagan & Machfoedz (2006) dalam Lestari (2013:
1-2), rendahnya kualitas laba di dalam laporan keuangan dapat
membuat para pemakainya seperti manajemen perusahaan dan pihak
eksternal terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, sehingga
akan membuat nilai perusahaan menurun. Menurut Chan, Jegadeesh,
Chan, & Lakonishok (2006: 1042), ukuran suatu kualitas laba dapat
memprediksi pergerakan harga saham untuk di masa yang akan datang,
sehingga harga saham tersebut akan langsung mempengaruhi nilai
perusahaan, baik perusahaan kecil maupun besar.
Kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual
18
(DACC). DACC dapat dihitung dengan menggunakan rumus Siallagan
(2009: 26):
TACCit = Net income - Cash flow from operation
Total akrual diestimasi dengan persamaan berikut:
TACCit /Tait -1= α1(1/TAit -1) + α2(ΔSALit -ΔRECit /TAit -1) +
α3(PPEit /TAit -1)+€it
NDACCit = α1(1/TAit-1)+ α2(ΔSALit -ΔRECit /TAit -1) + α3(PPEit
/TAit 1)
DACCit = TACCit - NDACCit
Keterangan:
DACCit : Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
NDACC it: Non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
TACC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t dibagi dengan total
aset perusahaan i pada akhir tahun t-1
TAit -1 : Total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1
ΔSALit : Perbuahan penjualan bersih perusahaan i pada tahun t
PPEit : Property, plan, and equipment perusahaan i pada tahun t
ΔREC it : Perubahan piutang bersih perusahaan i pada tahun t
α : Koefisien regresi persamaan
€ : error Variabel Dependen
19
B.
Jenis-Jenis Kualitas Laba
Menurut Andriani (2011), berdasarkan cara pengkurannya,
kualitas laba dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu sebagai berikut :

Berdasarkan sifat runtun-waktu laba, Pengukuran kualitas laba ini
meliputi persistensi, prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan
variabilitas. Atas dasar persistensi, laba yang berkualitas adalah
laba yang persistensi yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat
permanen dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagai kualitas
laba ini ditentukan berdasarkan prespektif kemanfaatannya dalam
pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian ekuitas.
Kemampuan
prediksi
menunjukkan
kapasitas
laba
dalam
memprediksi butir informasi tertentu, misalnya laba di masa
datang. Dalam hal ini, laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang
mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa
datang. Berdasarkan konstruk variabilitas, laba berkualitas tinggi
adalah laba yang mempunyai variabilitas relatif rendah atau laba
smooth.

Berdasarkan hubungan laba-kas-akrual, Kualitas laba didasarkan
pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur dengan berbagai
ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, perubahan akrual
total,
estimasi
abnormal/discretionary
accruals
(akrual
abnormal/kebijakan), dan estimasi hubungan akrual-kas. Dengan
menggunakan ukuran rasio kas operasi dengan laba, kualitas laba
ditunjukkan oleh kedekatan laba dengan aliran kas operasi. Laba
20
yang semakin dekat dengan aliran kas operasi mengindikasi laba
yang semakin berkualitas. Dengan menggunakan ukuran perubahan
akrual total, laba berkualitas adalah laba yang mempunyai
perubahan akrual total kecil. Pengukuran ini mengasumsikan
bahwa perubahan total akrual disebabkan oleh perubahan
discretionary accruals. Estimasi discretionary accruals dapat diukur
secara langsung untuk

menentukan kualitas laba. Semakin kecil discretionary accruals
semakin tinggi kualitas laba dan sebaliknya. Selanjutnya, keeratan
hubungan antara akrual dan aliran kas juga dapat digunakan untuk
mengukur kualitas laba. Semakin erat hubungan antara akrual dan
aliran kas, semakin tinggi kualitas laba.

Berdasarkan konsep kualitatif kerangka konseptual, Laba yang
berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam pengambilan
keputusan yaitu yang memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas,
dan komparabilitas/konsistensi. Pengukuran masing-masing kriteria
kualitas tersebut secara terpisah sulit atau tidak dapat dilakukan.
Oleh sebab itu, dalam penelitian empiris koefisien regresi harga
dan return saham pada laba (dan ukuran-ukuran terkait yang lain
misalnya aliran kas) diinterprestasi sebagai ukuran kualitas laba
berdasarkan karakteristik relevansi dan reliabilitas.

Berdasarkan keputusan implementasi, Kualitas laba berdasarkan
keputusan
implementasi
meliputi
dua
pendekatan.
Dalam
pendekatan pertama, kualitas laba berhubungan negatif dengan
21
banyaknya pertimbangan, estimasi, dan prediksi yang diperlukan
oleh penyusun laporan keuangan. Semakin banyak estimasi yang
diperlukan
oleh
penyusunan
laporan
keuangan
dalam
mengimplementasi standar pelaporan, semakin rendah kualitas
laba, dan sebaliknya. Dalam pendekatan kedua, kualitas laba
berhubungan negatif dengan besarnya keuntungan yang diambil
oleh
manajemen
dalam
menggunakan
pertimbangan
agar
menyimpang dari tujuan standar (manajemen laba). Manajemen
laba yang semakin besar mengindikasi kualitas laba yang semakin
rendah dan sebaliknya.
2.2.4
A.
Ukuran Perusahaan
Pengertian Ukuran Perusahaan
Menurut Ferry dan Jones dalam Sujianto (2001:12), Ukuran
perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aset, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan
dan rata–rata total aset. Banyak perhitungan untuk megetahui ukuran
suatu perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat
diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara (total
aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain) (Machfoedz, 1994:56).
Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu
perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan
perusahaan kecil (small firm) (Machfoedz, 1994:56).
Menurut Machfoedz (1994) dalam Indriani (2014:4) Kategori
ukuran perusahaan yaitu:
22
a. Perusahaan Besar (large firm) Perusahaan besar adalah perusahaan
yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 10 Milyar
termasuk tanah dan bangunan. Memiliki penjualan lebih dari Rp 50
Milyar/tahun.
b. Perusahaan Menengah (medium-size) Perusahaan menengah adalah
perusahaan yang memiliki kekayaan bersih Rp 1-10 Milyar termasuk
tanah dan bangunan. Memiliki hasil penjualan lebih besar dari Rp 1
Milyar dan kurang dari Rp 50 Milyar.
c. Perusahaan Kecil (small firm) Perusahaan kecil adalah perusahaan
yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak
termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil penjualan minimal
Rp 1 Milyar/tahun.
Menurut Setiyadi (2007:15), ukuran perusahaan yang biasa di
pakai untuk menentukan tingkatan perusahaan adalah :
1. Tenaga Kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan honorer yang
terdaftar bekerja di perusahaan suatu saat tertentu
2. Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan
pada suatu periode tertentu.
3. Total hutang, merupakan jumlah hutang perusahaan pada periode
tertentu
4. Total aktiva, yang merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki
perusahaan pada saat tertentu
23
Penentuan ukuran perusahaan didasarkan kepada total asset
perusahaan. Menurut Jogiyanto (2000:32) Besar kecilnya perusahaan dapat
diukur dengan total aktiva/besar harta perusahaan dengan menggunakan
perhitungan nilai logaritma total aktiva. Total aset dijadikan sebagai
indikator ukuran perusahaan karena sifatnya jangka panjang dibandingkan
dengan penjualan (Zaylani & Asyik, 2015:83). Penelitian ukuran
perusahaan dapat menggunakan tolak ukur aset. Menurut Siregar dan
Utama (2005:16) ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural dari
total aktiva. Karena total aset perusahaan bernilai besar maka hal ini dapat
disederhanakan dengan mentransformasikan ke dalam logaritma natural
(Ghozali, 2006:3).
Keterangan : Ln : Logaritma Natural
2.3
Penelitian Terdahulu
Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu, diantaranya :
1. Alwiyah dan Charis Solihin (2015)
Penelitian ini memiliki judul “Pengaruh income smoothing
terhadap earning response pada perusahaan manufaktur yang
listing di BEI”. Persamaan yang akan dilakukan dengan
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan perataan laba
Sebagai variabel Independen dan reaksi pasar sebagai variabel
dependen. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini
tidak menggukanan ukuran perusahaan sebagai variabel
independen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tindakan
24
Income smoothing (perataan laba) tidak berpengaruh terhadap
earning responce (reaksi pasar).
2. Nia Anggaraini dan Bambang Suprasto H. (2015)
Penelitian oleh Nia Anggaraini dan Bambang Suprasto H. ini
memiliki judul “Pengaruh perataan laba, ukuran perusahaan dan
debt equity ratio pada reaksi pasar”. Persamaan penelitian ini
adalah pada variabel dependennya menggunakan perataan laba
dan ukuran perusahaan dan pada variabel dependennya
menggunakan reaksi pasar. Sedangkan pada perbedaannya
penelitian ini menggunakan tambahan variabel independen lain
yakni debt to equity ratio. Hasil pada penelitian ini adalah
Perataan laba kurang mampu untuk memicu minat para calon
investor untuk berinvestasi karena para pelaku pasar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) lebih tertarik pada isu-isu yang bersifat
fenomenal.
3. Monica Weni Pratiwi dan Ridha Cyntia Dewi (2012)
Monica Weni Pratiwi dan Ridha Cyntia Dewi melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan
terhadap Reaksi Pasar yang Dimoderasi Investment Opportunity
Set” Penelitian ini memiliki persamaan yakni pada variabel
independennnya
yang
menggunakan
ukuran
perusahaan,
sedangkan pada variabel dependennya menggunakan reaksi
pasar. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian
ini menggunakan variabel pemoderasi yakni Opportunity Set.
Hasil dari penelitian ini adalah ukuran perusahaan tidak
25
berpengaruh terhadap reaksi pasar.
4. Harnovinsah dan Poppy Indriani (2015)
Penelitian oleh Harnovinsah dan Poppy Indriani ini memiliki
judul “The Market Reaction and Income Smoothing (Case
Study on Listed Company in LQ 45 Indonesian Stock Company
in LQ 45 Indonesian Stock Exchange)”. Penelitian ini memiliki
persamaan yakni membahas variabel perataan laba dan reaksi
pasar. Sedangkan perbedaannya, penelitian ini tidak memakai
variabel ukuran perusahaan serta studi kasus pada indeks LQ45.
Hasil penelitian ini adalah jika reaksi pasar atas pengumuman
laba ditentukan oleh Cumulative Abnormal Return (CAR)
selama periode 5 hari sebelum tanggal pengumuman laba
sampai 5 hari setelah tanggal pengumuman laba, hasil yang
diperoleh tidak ada perbedaan antara reaksi pasar terhadap
perataan laba perusahaan perusahaan tidak perataan laba. Hasil
ini menunjukkan bahwa investor tidak dapat membedakan
antara perusahaan
yang melakukan perataan
laba dan
perusahaan yang tidak melakukan perataan laba.
5. Jonathan dan Nera Marinda Machda (2018)
Penelitian oleh Jonathan dan Nera Marinda Machda ini memilki
judul “Pengaruh Kualitas Laba terhadap Nilai Perusahaan
dengan Reaksi Pasar sebagai Variabel Intervening”. Penelitian
ini memiliki persamaan yakni membahas variabel kualitas laba
dan reaksi pasar. Pertama, kualitas laba berpengaruh negatif
terhadap nilai perusahaan, berarti semakin kecil kualitas laba
26
maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Perusahaan
sebaiknya harus transparan dalam melakukan pengungkapan
laba di dalam laporan keuangannya. Sehingga nantinya akan
membuat investor akan melihat informasi laba di dalam laporan
keuangan sebagai faktor pengambilan keputusan investasi.
Kedua, kualitas laba tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan melalui reaksi pasar. Dalam hal ini reaksi pasar
bukan variabel intervening antara hubungan kualitas laba
terhadap nilai perusahaan. Banyaknya perusahaan-perusahaan
di Indonesia yang tidak mengungkapkan laporan keuangannya
di pasar modal membuat investor tidak tertarik untuk melihat
laporan keuangan perusahaan. Sehingga membuat tidak
terjadinya pengaruh reaksi pasar antara tingggi rendahnya
kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Ketiga, kualitas laba
tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar. Hal ini disebabkan
rendahnya tingkat pasar modal di Indonesia membuat para
investor masih mempertimbangkan kondisi diluar perusahaan
dan isu yang beredar. Sehingga tinggi rendahnya kualitas laba
tidak akan mempengaruhi reaksi pasar. Dan terakhir, variabel
kontol debt equity ratio (DER) dan leverage dalam penelitian
ini, hanya leverage yang memiliki hubungan terhadap nilai
perusahaan.
2.4
Kerangka Konseptual
Menurut Sekaran (dalam Sugiyono, 2013) mengemukakan bahwa
27
kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi. Adapun
gambar kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 2.1
Perataan Laba
(X1)
Kualitas Laba
Reaksi Pasar
(X2)
Ukuran
Perusahaan
(X3)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Keterangan:
Pengaruh secara parsial
Pengaruh secara simultan
28
2.5
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah penelitian yang
telah dirumuskan (Sugiyono, 2011) Hipotesis yang dapat dirumuskan
adalah :
H1: Perataan laba berpengaruh positif terhadap reaksi pasar pada
perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa efek Indonesia periode 20202022.
H2: Kualitas laba tidak berpengaruh terhadap reaksi pasar
H3: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap reaksi pasar pada
perusahaan LQ-45 yang terdaftar pada Bursa efek Indonesia periode 20202022.
H4: Perataan Laba, Kualitas Laba dan Ukuran Perusahaan secara simultan
berpengaruh positif terhadap Reaksi Pasar pada perusahaan LQ-45 yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2020-2022.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti memperoleh data dan
informasi yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan yang akan
diteliti. Adapun judul yang diangkat yaitu: Pengaruh Perataan Laba,
Kualitas Laba dan Ukuran Perusahaan terhadap Reaksi Pasar (Studi Kasus
pada Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun
2020-2022). Data penelitian diambil dari halaman Bursa Efek Indonesia.
Waktu penelitian di lakukan pada bulan Maret 2024.
3.2
Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2019:17) penelitian kuantitatif diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif /
statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Salah satu tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk menentukan hubungan
antar variabel dalam sebuah populasi.
Desain penelitian kuantitatif ada dua macam yaitu deskriptif dan
eksperimental. Studi kuantitatif deskriptif melakukan pengukuran hanya
sekali. Artinya relasi antar variabel yang diselidiki hanya berlangsung
sekali. Sedangkan studi eksperimental melakukan pengukuran antar
30
variabel pada sebelum dan sesudahnya untuk melihat hubungan sebabakibat dari fenomena yang diteliti.
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 variabel independen dan
1 variabel dependen. Variabel dependen yang digunakan adalah reaksi
pasar. Variabel independen yang digunakan adalah perataan laba dan
ukuran perusahaan. 1. Variabel dependen Variabel dependen merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena variabel bebas
(Sugiyono, 2011:39). ReaksiPopulasi menurut sugiyono (2020:126) adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan nya.
Menurut Handayani (2020), populasi adalah totalitas dari setiap
elemen yang akan diteliti yang memiliki ciri sama, bisa berupa individu
dari suatu kelompok, peristiwa, atau sesuatu yang akan diteliti.
Populasi dalam penelitian ini mencakup keseluruhan perushaan LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, berikut adalah data populasi
yang akan digunakan sebagai sumber data dalam penelitian.
Tabel 3. 1 Tabel Populasi Penelitian
No
Nama Perusahaan
1.
Perusahaan LQ-45
45
Jumlah
81
31
Jumlah
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari jumlah karakteristik yang diambil
dari populasi penelitian (Sugiyono, 2011). Pengambilan sampel dilakukan
karena keterbatasan waktu, tempat dan dana. Sampel yang diambil dari
populasi haruslah representative. Dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Adapun pertimbangan tersebut adalah:
a. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan LQ-45 yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2020-2022.
b. Perusahaan LQ-45 yang mempublikasikan laporan keuangan pada Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2020-2022 secara berturut-turut.
c. Perusahaan yang menggunakan mata uang yang sama pada laporan
keuangan tersebut pada tahun 2020-2022
3.4
Definisi Operasional Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 variabel independen dan
1 variabel dependen. Variabel dependen yang digunakan adalah reaksi
pasar. Variabel independen yang digunakan adalah perataan laba, kualitas
laba dan ukuran perusahaan.
1. Variabel dependen
32
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena variabel bebas (Sugiyono, 2011:39). Reaksi
pasar merupakan respon pasar dari informasi yang di publikasikan
sebagai pengumuman. Pada penelitian ini respon pasar di ukur dengan
abnormal return. Yakni selisih dari return ekspektasi dengan return
aktual.
Rumus abnormal return menurut Jogiyanto (2015)
Keterangan :
Ab(R) = abnormal return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Rit = return yang sesungguhnya terjadi untuk sekuritas ke-i pada
periode peristiwa ke-t
E(Rit) = return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
2. Variabel independen
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(Sugiyono, 2011). Variabel independen di sebut juga variabel bebas.
Dalam penelitian ini menggunakan perataan laba, kualitas laba dan
ukuran perusahaan sebagai variabel independen atau variabel bebas.
a. Perataan Laba
Perataan laba adalah tindakan dari manajemen laba untuk
membuat laporan keuangan menjadi terlihat lebih baik. Perataan laba
33
dapat di ukur dengan indeks eckel. Menurut Eckel (1981) rumus
perataan laba adalah :
Keterangan
∆I = Perubahan laba dalam satu periode
∆S = Perubahan penjualan dalam satu periode
CV = Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi
dengan nilai yang diharapkan
b. Kualitas Laba
Kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual
(DACC). DACC dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Siallagan (2009: 26):
TACCit = Net income - Cash flow from operation
Total akrual diestimasi dengan persamaan berikut:
TACCit /Tait -1= α1(1/TAit -1) + α2(ΔSALit -ΔRECit /TAit -1) +
α3(PPEit /TAit -1)+€it
NDACCit = α1(1/TAit-1)+ α2(ΔSALit -ΔRECit /TAit -1) +
α3(PPEit /TAit -1)
DACCit = TACCit - NDACCit
Keterangan:
DACCit : Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
34
NDACC it: Non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
TACC it : Total akrual perusahaan i pada tahun t dibagi dengan total
aset perusahaan i pada akhir tahun t-1
TAit -1 : Total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1
ΔSALit : Perbuahan penjualan bersih perusahaan i pada tahun t
PPEit : Property, plan, and equipment perusahaan i pada tahun t
ΔREC it : Perubahan piutang bersih perusahaan i pada tahun t
α : Koefisien regresi persamaan
€ : error
c. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan skala menentukan besar
kecilnya
perusahaan.
Penelitian
ukuran
perusahaan
dapat
mengguanakan tolak ukur aset. Karena total aset perusahaan bernilai
besar
maka
hal
ini
dapat
disederhanakan
dengan
mentransformasikan ke dalam logaritma natural (Ghozali, 2007)
Menurut
Krishnan
dan
Moyer
(1996)
rumus
perusahaan adalah
Keterangan : Ln : Logaritma Natural
3.5
Definisi Operasional
3.5.1 Sumber Data
35
ukuran
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi nonpartisipan,
yaitu hanya berperan mengamati dan mengumpulkan data tanpa berperan
serta di dalamnya. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia. Yaitu laporan
tahunan masing-masing perusahaan LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2020-2022. Selain itu, data atau informasi lain diperoleh
dari situs perusahaan, jurnal, textbox, internet, serta Skripsi.
3.5.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
dengan
menggunakan
metode
dokumentasi,
yaitu
metode
yang
menghimpun informasi dan data melalui metode studi pustaka dan
eksplorasi literatur-literatur dan laporan keuangan yang tercantum di Bursa
Efek Indonesia. Data yang didapatkan berupa laporan keuangan dan annual
report yang dikeluarkan oleh perusahaan LQ45 pada tahun 2020-2022. Data
tersebut diperoleh melalui situs yang dimiliki oleh BEI, yakni
www.idx.co.id. Studi pustaka atau literatur melalui buku teks, jurnal ilmiah
dan artikel, serta sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan informasi
yang dibutuhkan, juga dijadikan sumber pengumpulan data.
3.6
Analisis Data
Menurut Sugiyono (2010:147), statistik deskriptif merupakan teknik
statistika yang menganalisis data dengan cara mendeskripsikan semua data
yang telah terkumpul salah satunya untuk mencari korelasi antarvariabel.
Penyajian data dalam statistic deskriptif dapat berupa tabel, grafik, diagram,
modus, median, mean, desil, persentil, dan standar deviasi.
36
Analisis kuantitatif dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan
masalah dengan alat bantu yang berhubungan dengan statistik dan
matematika sehingga keputusan yang dihasilkan dipertanggungjawabkan,
(Indriantoro dan Supomo, 1999) dalam Wijayanti (2012). Statistic
deskriptif digunakan untuk menjabarkan nilai maksimum, minimum, ratarata dan standar deviasi dari variabel independen yaitu perataan laba dan
ukuran perusahaan serta variabel dependen yakni reaksi pasar. Untuk
mempermudah dalam menganalisis digunakan Statistical Package for Sosial
Sciences (SPSS), yaitu software yang berfungsi untuk menganalisis data
dan melakukan perhitungan statistik baik parametrik maupun non
parametrik dengan basis Windows (Ghozali, 2013). Pengolahan data
penelitian ini menggunakan program olah data computer.
3.6.1 Uji Validitas
Pengertian validitas menurut Sugiyono (2017:125) adalah Derajat
ketetapan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang
dikumpulkan oleh peneliti. .Untuk mencari validitas sebuah item maka,
kolom yang dilihat yaitu kolom corrected item-Total Correlation pada tabel
item-total Statistic hasil pengolahan data dengan menggunakan Statistical
Program For Social Science (SPSS). Kriteria penilaian uji validitas adalah
sebagai berikut:
 Apabila 𝑟ℎi𝑡𝑢𝑛g > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka item kuesioner tersebut valid.
 Apabila 𝑟ℎi𝑡𝑢𝑛g > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka item kuesioner tersebut dikatakan tidak
valid.
37
3.6.2 Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2017:130) menyatakan bahwa uji reliabilitas
adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang
sama, akan menghasilkan data yang sama. Suatu kuisioner dikatan reliabel
atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu. Alat untuk mengukur reabilitas adalah
Cronbach Alpha.
Apabila nilai Cronbach’s Alpha berada berkisar 0.600 hingga 1,
maka instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel sedangkan sebaliknya
jika nilai Cronbach’s Alpha lebih kecil dari 0.600, maka instrumen
tersebut tidak reliabel.
3.6.3 Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pembentukan model regresi, terlebih dahulu
dilakukan pengujian asumsi klasik supaya model yang terbentuk
memberikan estimasi yang tepat. Apabila tidak terdapat gejala asumsi
klasik diharapkan dapat dihasilkan modal regresi yang handal sesuai
dengan kaidah BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) yang menghasilkan
model regresi yang tidak bisa dan handal sebagai penaksir. Uji asumsi
klasik terdiri dari multikolonieritas, heteroskedastisitas ,normalitas dan
autokolerasi. Uji asumsi klasik terdiri dari:
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah residual
terdistribusi normal atau tidak. Menurut Dwi Priyanto (2013), uji
38
normalitas merupakan pengujian data untuk memastikan apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
apakah sampel yang diambil representative atau tidak. Uji yang
digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan dengan
membandingkan distribusi kumulatif relative hasil observasi dengan
distribusi
kumulatif
relative
teoritisnya.
Jika
hasil
pengujian
menunjukkan signifikansi lebih besar dari 0,05 berarti data pada
variabel berdistribusi normal.
b.
Uji Heteroskedastisitas
Syarat asumsi klasik adalah varians dari error harus bersifat
homogeny
(Priyatno,
2013).
Jika
varians
berbeda
disebut
heterokedasitas dan hal ini melanggar syarat asumsi klasik. Regresi
yang baik digunakan untuk mengetahui apakah sampel bersifat
homogeny atau heterogen. Jika sampel heterogen berarti tidak dapat
digunakan
dalam
pengujian
data.
Pada
penelitian
ini
uji
heterokedastisitas dilakukan dengan Uji Glejser yaitu mengkorelasikan
nilai absolute residual dengan variabel independen. Jika variabel
independen secara signifikan secara statistik tidak mempengaruhi
variabel dependen, maka terindikasi homokedastisitas. Hal ini dapat
dilihat apabila dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat
kepercayaan. 5%.
c.
Uji Autokorelasi
39
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi linier terdapat hubungan kesalahan pada periode t dengan
periode t-1 (sebelumnya). Apabila terjadi korelasi, terdapat indikasi
masalah autokorelasi (Ghozali, 2007). Dalam model analisis regresi
linier juga harus bebas dari autokorelasi. Model regresi yang baik yaitu
regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya
autokorelasi perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu dengan
menggunakan Uji Durbin Watson (D-W test).
d.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali,
2007). Multikoleniaritas terjadi dalam analisis regresi berganda apabila
variabel-variabel bebas saling berkorelasi yang dapat dilihat dari nilai
tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai
Tolerance kurang dari 0.10 atau sama dengan niali VIF lebih dari 10
maka terdapat multikoleniaritas.
3.6.4 Uji Hipotesis
Bab ini membahas mengenai hasil pengujian hipotesis Pengaruh
Perataan Laba, Kualitas Laba, dan Ukuran Perusahaan terhadap
Reaksi Pasar (Studi Kasus pada Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia Tahun 2020-2022) . Alat uji yang
digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini melalui hitung
manual dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Sedangkan
untuk menghitung Uji Asumsi Klasik menggunakan bantuan SPSS.
40
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
simultan antara variable perataan laba, kualitas laba dan ukuran perusahaan
terhadap reaksi pasar (Studi Kasus pada Perusahaan LQ-45 yang Terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia Tahun 2020-2022).
a.
Uji t (Parsial)
Uji statistik t digunakan untuk menguji apakah variabel
independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen (Ghozali,2018). Menurut Bahri (2019:194) menyatakan
bahwa pengujian tingkat signifikasi 5% (0,05) dengan menggunakan
df=n-k-1
Kriteria Pengujian menurut Bahri (2019:194-195) sebagai
berikut:
Pengujian perbandingan thitung dengan t tabel:
1) Jika ttabel ≤ thitung ≤ ttabel atau nilai signifikasi ≥ 0,05 maka Ho
diterima dan H1 ditolak, artinya variabel bebas (X) secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y)
2) Jika t hitung < t tabel atau thitung > ttabel atau nilai signifikansi < 0,05
maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya veriabel bebas (X)
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat
(Y).
b.
Uji F
Dalam uji regresi linear berganda, terdapat uji F. Uji
inibermanfaat untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel
41
independen yang lebih dari satu secara bersama-sama terhadap
variabel dependen (Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan
Program SPSS, 2007). Hasil uji F dalam tabel Anova kemudian
dibandingkan dengan tabel F (df1 = jumlah variabel-1, df2 = jumlah
kasus-jumlah variabel1) dengan signifikansi yang telah ditetapkan
yaitu sebesar 0,05. Jika hasil uji F dari output SPSS lebih besar
daripada tabel F, hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh
diterima.
3.6.4 Uji Regresi Linear Sederhana
Regresi Linear Sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh satu
variabel independen terhadap variabel dependen (Priyatno, 2013:25). Analisis
ini bermanfaat untuk mengetahui apakah variabel dependen mengalami
kenaikan jika variabel independen mengalami kenaikan. Regresi linear juga
digunakan untuk menentukan arah hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen.
Rumus yang digunakan dalam regresi linear adalah
Keterangan :
Y = Variabel dependen
a = Nilai Konstanta
b = Koefisien regresi
X = Variabel independen
Selanjutnya setelah di peroleh persamaan regresi linear, dilakukan uji
koefisien regresi sederhana untuk mengetahui apakah variabel independen
42
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Jika berpengaruh
signifikan berarti terdapat pengaruh secara nyata dan dapat digeneralisasikan
terhadap populasi.
3.6.5 Uji Regresi Linear Berganda
Uji regresi linear berganda digunakan untuk memperkirakan nilai
variabel terikat jika nilai variabel bebas mengalami perubahan baik
peningkatan maupun penurunan agar diketahui arah hubungan positif atau
negative (Priyatno, 2013:25). Rumus uji regresi linear berganda untuk
hipotesis yang menyatakan perataan laba, ukuran perusahaan bersama-sama
mempengaruhi reaksi pasar adalah :
Keterangan :
Y’ = Reaksi Pasar
X1 = Perataan laba
X2 = Kualitas Laba
X3 = Ukuran Perusahaan
α = Konstanta
b1,b2 = koefisien regresi
e = eror
Rumus tersebut digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel
independen secara stimultan terhadap variabel dependen tanpa ada variabel
yang memperkuat atau memperlemah.
3.6.6 Koefisien Determinasi (R2)
Menurut Ghozali (2011), uji koefisien determinasi digunakan untuk
mengetahui seberapa besar persentase pengaruh variabel independen secara
43
simultan dalam mendeskripsikan variabel dependen. Jika nilai 𝑅2adalah 0,
artinya tidak ada pengaruh variabel independen secara simultan terhadap
variabel dependen (Priyatno, 2013). Jika nilainya 1, terdapat pengaruh
variabel independen yang simultan secara sempurna. Semakin besar nilai
𝑅2
berarti
kemampuan
variabel-variabel
independen
dalam
mendeskripsikan variabel dependen semakin luas. Kriteria pengujian 𝑅2
adalah:
1) Jika nilai 𝑅2 adalah 0 berarti variabel-variabel independen tidak
memberikan
informasi
untuk
memprediksi
variasi
variabel
dependen.
2) Jika nilai 𝑅2 mendekati 1 berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir seluruh informasi untuk memprediksi variasi
variabel dependen.
44
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
45
Download