Uploaded by yuniartiharsono

Makalah Pencegahan IDO dengan menggunakan Bundles HAIs pada pasien SC

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
PENCEGAHAN IDO DENGAN MENGGUNAKAN BUNDLES HAIs
PADA PASIEN SC
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Penilaian Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Perawat Tahun 2021
Disusun Oleh:
Nama
: Yuniarti Harsono, S.Kep.Ns
NIP
: 198406232010012026
Pangkat/Golongan
: Penata/IIIC
Jabatan
: Perawat Muda
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
TINJAUAN PUSTAKA
PENCEGAHAN IDO DENGAN MENGGUNAKAN BUNDLES HAIs
PADA PASIEN SC
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Penilaian Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Perawat Tahun 2021
Diajukan oleh:
Yuniarti Harsono, S.Kep.Ns
NIP. 198406232010012026
Yogyakarta, April 2021
Mengetahui,
Direktur
Atasan Langsung
dr. Ariyudi Yunita, MMR
dr. Tri Budianto, SpOG
NIP. 196706262002122003
NIP. 196811261998031003
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta
2021
2
Kata Pengantar
Puji Syukur atas segala karunia yang telah Alloh SWT berikan sehingga
penulis dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah Tinjauan Pustaka yang berjudul
Pencegahan IDO Dengan Menggunakan Bundle HAIs IDO pada Pasien SC.
Karya Tulis ini disusun sebagai salah satu syarat penilaian angka kredit bagi
kenaikan Jabatan fungsional perawat Ahli tahun 2021.
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis mendapatkan dukungan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu dr. Ariyudi Yunita, MMR, selaku Direktur RSUD Kota Yogyakarta.
2. dr. Tri Budianto, SpOG, selaku Kepala Instalasi Maternal Perinatal RSUD
Kota Yogyakarta.
3. Bapak Edi Sumbodo, SKM., M.kes selaku Tim Penilai angka kredit tenaga
fungsional kesehatan (untuk perawat) dan selaku KaBid Keperawatan
RSUD Kota Yogyakta.
4. Ibu Rining Handayani, S.Kep., Ns. dan Bapak Subworo Hadi, S.Kep., Ns
selaku Tim Penilai angka kredit tenaga fungsional kesehatan (untuk Daftar
Usulan Pengajuan Angka Kredit) RSUD kota Yogyakarta.
5. Ibu Sri Suhartati, SKep.Ns., selaku Kasie Keperawatan RS Jogja
6. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuannya sehingga karya tulis
ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan demi
perbaikan lebih lanjut.
Yogyakarta, April 2021
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................2
KATA PENGANTAR .............................................................................................3
DAFTAR ISI ............................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................5
B. Rumusan Masalah ........................................................................................7
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................7
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................8
BAB II PEMBAHASAN
A. Infeksi Terkait Layanan Kesehatan (HAIs)
1. Pengertian HAIs .....................................................................................9
2. Jenis dan Faktor Resiko HAIs ................................................................9
B. Infeksi Daerah Operasi
1. Pengertian Infeksi Daerah Operasi (IDO) ............................................10
2. Epidemiologi IDO ................................................................................10
3. Kriteria Infeksi Daerah Operasi ...........................................................11
4. Faktor Resiko IDO ...............................................................................12
5. Pegawasan/Surveilans IDO ..................................................................14
6. Langkah-langkah Pencegahan IDO .....................................................14
C. Bundles HAI
1. Pengertian Bundles HAIs .....................................................................15
2. 4 Bundles HAIs menurut PMK No. 27 tahun 2017 .............................15
3. Bundles Care IDO ................................................................................16
4. Dampak Bundles Care terhadap kejadian infeksi rawat inap...............20
5. Contoh Gambaran Surveilans IDO .....................................................22
6. Peran Perawat Dalam pelaksanaan Bndles IDO ..................................22
4
BAB III KESIMPULAN & SARAN .....................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated
Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan diberbagai negara
di dunia, termasuk Indonesia. Dalam forum Asian Pasific Economic
Comitte(APEC) atau Global health Security Agenda (GHSA) penyakit infeksi
terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang di bahas. Hal ini
menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung
sebagai beban ekonomi negara. (PMK No. 27, 2017)
Salah satu Hais yang sering terjadi adalah Surgical Site Infection (SSI)
atau disebut
Infeksi Daerah operasi (IDO). IDO merupakan salah satu
komplikasi tindakan operasi yang sangat mengganggu (NNIS (2004) dalam
Hakim, S (2017). Rerata insidens IDO pasca-seksio sesaria (SC) menurut
literatur berkisar antara 3-15%, bergantung pada metode pengawasan yang
digunakan untuk mengidentiļ¬kasi infeksi, populasi, dan penggunaan antibiotik
proļ¬laksis (Chaim, W (2000) dalam Hakim, S (2017). Sementara, data dari
National Nosocomial Infections Surveillance System di Amerika menyatakan
insidens IDO sebesar 3,15%.
Berdasarkan Permenkes No. 80 Tahun 2020 bahwa rumah sakit
bertanggungjawab memberikan pelayanan yang bermutu. Salah satu
Indikator untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah dari tinggi rendahnya
Angka Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Semakin rendah Angka Infeksi
Nosokomial tersebut menunjukkan semakin tingginya kualitas pelayan yang
telah diberikan. Rumah sakit harus berupaya melakukan upaya pencegahan
Hais karena kejadian infeksi nosokomial dapat menimbulkan morbiditas dan
mortalitas meningkat, dan memperpanjang hari rawat pasien sehingga
meningkatkan biaya pelayanan pasien. Adapaun kerugian non materi lainnya
membuat citra rumah sakit di mata masyarakat kurang baik. Untuk
meminimalkan kejadian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI).
Salah satu upaya pencegahan Hais adalah Bundles/pencegahan
Infeksi pada tindakan operasi.
6
Ruang kenanga merupakan ruang rawat inap yang memberikan pelayanan
kebidanan dan kandungan, serta rawat gabung ibu dan bayi. Saat ini RSUD
kota yogyakarta sebagai rumah sakit rujukan tipe B mengalami perubahan
pelayanan karena lebih banyak menerima pasien rujukan dari klinik atau
rumah sakit tipe dibawahnya dengan masalah yang lebih komplek. Ruang
Kenanga sejak Januari hingga Desember 2020 terdapat 98 pasien dengan
persalinan secara Sesar. Dari total
pasien terdapat 4 pasien yang
mengalami IDO pada bulan Februari, Juni, Juli, dan Nopember padhahal
sudah ada program pencegahan bundles IDO di RSUD Kota Yogyakarta.
Angka IDO mencapai lebih dari standar yang ditetapkan yaitu ≤2%, angka
IDO tertinggi pada bulan Juli yaitu sebesar 16,67% hal tersebut karena
kejadian IDO dibandingkan dengan jumlah SC yang sedikit pada bulan
tersebut.
Mengingat IDO sangat besar dampaknya bagi pasien dan angka IDO
dapat menunjukkan mutu pelayanan rumah sakit, serta tidak jarang
menghabiskan biaya perawaan yang tinggi, maka penulis tertarik untuk
membuat karya tulis ini untuk mengetahui
bagaimana pencegahan IDO
dengan menggunakan Bundle Hais IDO pada pasien SC. Dengan harapan
dapat meningkatkan pengetahuan penulis dalam memberikan pelayanan
keperawatan maternitas, khususnya pada pasien dengan SC maupun pasien
dengan infeksi daerah operasi. Selain itu penulisan topik ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemberian pelayanan Maternal
di RSUD Kota Yogyakarta..
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini adalah "menjelaskan bagaimana pencegahan IDO
dengan menggunakan Bundle Hais IDO pada pasien SC"
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pencegahan IDO dengan menggunakan Bundle Hais pada
pasien SC.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui Pengertian Hais
7
b. Mengetahui jenis dan faktor resiko Hais
c. Mengetahui Pengertian IDO
d. Mengetahui Epidemiologi IDO
e. Mengetahui Kriteria infeksi daerah Operasi
f.
Mengetahui Faktor Resiko IDO
g. Mengetahui Surveilans IDO
h. Mengetahui Langkah-langkah Pencegahan IDO
i.
Pengertian Bundles Hais
j.
Mengetahui 4 Bundle Hais menurut PMK No 27 tahun 2017
k. Mengetahui Bundles Care IDO
l.
Mengetahui Dampak Bundles care terhadap kejadian infeksi dan
rawat inap
m. Mengetahui Contoh Gambaran Pelaksanaan surveilans Hais IDO
n. Mengetahui Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Bundles IDO
D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah
a. Bagi pasien
Pasien memperoleh pelayanan kesehatan yang tepat terhindar dari
komplikasi Infeksi Daerah Operasi.
b. Penulis
Dapat dijadikan sebagai pegalaman dalam pembuatan karya tulis dan
menambah wawasan mengenai kejadian infeksi daerah
operasi dan
pencegahannya.
c. Bagi perkembangan profesi keperawatan
Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada kasus pasien dengan operasi SC dan pasien dengan
komplikasi IDO
d. Bagi instansi Rumah Sakit
Diharapkan
makalah
ini
dapat
memberikan
sumbangan
untuk
meningkatkan mutu pelayanan Maternal khususnya asuhan keperawatan
pada klien dengan SC di ruang Kenanga RSUD Kota Yogyakarta.
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. Infeksi terkait layanan Kesehatan (Hais)
1. Pengertian
a. Pengertian Hais
Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated
Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi
pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul
setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas
rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari
masyarakat/komunitas (Community Acquired Infection) atau dari
rumah sakit (Healthcare-Associated Infections/HAIs). Penyakit infeksi
yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu disebut
sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini
penyebutan diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau
“HAIs” (Healthcare-Associated Infections) dengan pengertian yang
lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal dari rumah sakit,
tetapi juga dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak
terbatas infeksi kepada pasien namun dapat juga kepada petugas
kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat berada di dalam
lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Jenis dan Faktor Resiko Hais
1) Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan, terutama rumah sakit mencakup:
a) Ventilator associated pneumonia (VAP)
b) Infeksi Aliran Darah (IAD)
c) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
d) Infeksi Daerah Operasi (IDO)
2) Faktor Risiko HAIs meliputi:
9
a) Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
b) Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised):
penderita dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas,
pengguna obat-obat imunosupresan.
c) Gangguan/Interupsi barier anatomis:
i.
Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran
kemih (ISK).
ii.
Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah
operasi (IDO) atau “surgical site infection” (SSI).
iii.
Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan
kejadian “Ventilator Associated Pneumonia” (VAP).
iv.
Kanula vena dan arteri: Plebitis, IAD
v.
Luka bakar dan trauma.
d) Implantasi benda asing :
i.
Pemakaian mesh pada operasi hernia.
ii.
Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi,
alat pacu jantung.
iii.
“cerebrospinal fluid shunts”.
iv.
“valvular / vascular prostheses”.
e) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang
tidak bijak dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan
dan timbulnya bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba.
B. Infeksi Daerah Operasi
1. Pengertian
Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical Site Infection (SSI)
merupakan salah satu infeksi yang dapat terjadi di rumah sakit. Infeksi
tersebut tergolong HAIs apabila terjadi setelah lebih dari 30 hari pasca
operasi jika tidak menggunakan implant, atau setelah 1 tahun jika
menggunakan implant. Infeksi yang terjadi berkaitan dengan adanya
tindakan
pembedahan
yang
melibatkan bagian
anatomi
tertentu.
Infeksi tersebut terjadi pada sepanjang jalur pembedahan setelah
operasi selesai dilakukan (Septiari, 2012 dalam Mudjianto, D. dkk, 2017)
2. Epidemiologi IDO
Kejadian IDO secara global bervariasi antara 0,9% angka IDO di
Amerika (NHSN 2014), 2,6% di Italia, 2,8% di Australia (2002-13,
10
VICNISS), 2,1% di Republik Korea (2010-2011) hingga 6,1% di negaranegara dengan pendapatan menengah hingga rendah/Low Middle Incom
Countries (LIMC) (WHO, 1995-2015) dan 7,8% di Asia Tenggara (SEA) &
Singapore (insiden gabungan antara 2000-2012). Ada perbedaan angka
kejadian yang sangat tinggi di LMIC dan SEA dibandingkan dengan
kejadian di Amerika, Eropa, dan Australia.
3. Kriteria Infeksi Daerah Operasi (Kemenkes, 2017):
a. Infeksi Daerah Operasi Superfisial
Infeksi daerah operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini:
1) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah dan hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas
fascia.
2) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:
a) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas
fascia 15
b) Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan
yang diambil secara aseptik
c) Terdapat tanda–tanda peradangan (paling sedikit terdapat
satu dari tanda-tanda infeksi berikut: nyeri, bengkak lokal,
kemerahan dan hangat lokal), kecuali jika hasil biakan negatif.
d) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
b. Infeksi Daerah Operasi Profunda/Deep Incisional
Infeksi daerah operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini:
1) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah atau sampai satu tahun pasca bedah (bila ada implant
berupa non human derived implant yang dipasang permanan) dan
meliputi jaringan lunak yang dalam (misal lapisan fascia dan otot)
dari insisi
2) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:
a) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari
komponen organ/rongga dari daerah pembedahan
11
b) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan
sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling
sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut: demam
(> 38ºC) atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif.
c) Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan
ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis.
d) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
c. Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga
Infeksi daerah operasi organ/rongga memiliki kriteria sebagai berikut :
1) Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan,
bila tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila
dipasang implant dan infeksi tampaknya ada hubungannya dengan
prosedur pembedahan
2) Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit,
fascia atau lapisan lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi
selama prosedur pembedahan.
3) Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut :
a) Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk
ke dalam organ/rongga
b) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari
cairan atau jaringan dari dalam organ atau rongga
4. Faktor risiko IDO
Faktor resiko IDO menurut AIPSIC (2018):
a. Faktor risiko pra-operasi
1) Tidak dapat dimodifikasi
a) Pertambahan usia sampai 65 tahun
b) Radioterapi yang baru dijalani dan riwayat infeksi pada kulit
atau jaringan lunak
2) Dapat dimodifikasi
a) Diabetes yang tidak terkontrol
b) Kegemukan/Obesitas, malnutrisi
c) Kebiasaan merokok
d) Imunosupresi
e) Kadar Albumin pra-operasi <3,5 mg/dL
12
f)
Bilirubin total >1,0 mg/d
g) Menjalani rawat inap praoperasi setidaknya 2 hari
b. Faktor risiko peri-operasi
1) Terkait prosedur
a) Pembedahan darurat dan pembedahan yang lebih kompleks,
b) Klasifikasi luka yang lebih tinggi
c) Pembedahan terbuka.
2) Faktor risiko fasilitas
a) Pertukaran udara /Ventilasi yang tidak memadai,
b) Peningkatan lalu lintas ruang operasi
c) Sterilisasi instrumen/peralatan yang tidak tepat/tidak memadai.
3) Terkait persiapan pasien
a) Infeksi yang sudah ada
b) Persiapan antiseptic kulit yang tidak memadai
c) Pencukuran rambut pra-operasi
d) Pilihan, pemberian, dan/atau durasi antibiotik yang tidak tepat
c. Faktor risiko intraoperasi
1) Durasi operasi yang lama
2) Transfusi darah
3) Asepsis dan tekhnik pembedahan
4) Antisepsis tangan (lengan bawah) dan tehnik pemakaian sarung
tangan
5) Hipoksia
6) Hipotermia
7) Pengendalian kadar gula darah buruk
d. Faktor risiko paska-operasi
1) Hiperglikemia dan diabetes
2) Perawatan luka pascaoperasi
3) Transfusi
Hasil penelitian Pengaruh Faktor resiko terhadap Kejadian ILO
pada pasien bedah Obstetri Gynecology di RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta
yang
dilakukan
pada
bulan
Maret
-April
2019
(Sumarningsih, P, dkk (2020)). Pada penelitian ini kejadian infeksi
luka operasi terjadi pada 14 subjek penelitian dari total 72 subjek
penelitian. Hasil analisis univariat diperoleh bahwa faktor yang
13
mempunyai hubungan bermakna terhadap kejadian ILO adalah BMI
dimana
dari
14
kejadian
ILO
50%
dialami
oleh
pasien dengan BMI ≥ 25 dengan p-value0,016. Faktor resiko
terjadinya IDO menurut Centers of Disease Control terdiri dari faktor
preoperatif, faktor operatif dan pasca operatif. Secara spesifik untuk
IDO pasca SC, faktor resikonya antara lain pembentukan hematoma
pasca operasi, tempat operasi RS pendidikan, dan korioamnionitis
(Olsen, M. (2008) dalam Hakim, S (2017))
5. Pengawasan/Surveilans IDO, AIPSIC (2018)
National Healthcare Safety Network (NHSN) yang dikembangkan
oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Amerika Serikat,
menyediakan modul/komponen untuk
Surveilans
terhadap
berbagai
infeksi terkait pelayanan kesehatan, termasuk IDO. Semua operasi
yang termasuk dalam target prosedur operasi harus diikuti dan
dipantau
untuk
dalam/deep,
mencermati
dan
Infeksi
IDO
daerah
superfisial,
organ/rongga. Pemantauan IDO memerlukan
pengawasan aktif, berbasis pasien yang prospektif, termasuk peninjauan
rekam medis dan kunjungan ke ruang perawatan pasien. Menurut definisi,
pasien harus ditindaklanjuti selama 30 atau 90 hari paska-operasi
menurut
metodologi
NHSN.
Surveilans
setelah
pasien
pulang
karenanya perlu dilakukan. Peran tindak lanjut dari telepon atau kondisi
luka berbasis fotografi masih harus ditentukan.
Analisis data dapat dilakukan dalam beberapa cara. Metode
paling baku adalah menghitung insiden IDO dalam jangka waktu
tertentu untuk prosedur operasi spesifik. Perhitungan dilakukan dengan
membagi jumlah IDO yang teramati dengan jumlah prosedur operasi.
6. Langkah-Langkah pencegahan IDO
Menurut Wels (2008) dalam Puspitarini (2017) Kejadian IDO dapat
dipengaruhi oleh prosedur tindakan pembedahan dan beberapa faktor
resiko lain yang berasal dari pasien. Diperlukan adanya tindakan
pencegahan mulai dari fase sebelum operasi hingga sesudah operasi
(Bagnall dkk, 2009 dalam Puspitarini, 2017 ). Langkah langkah
pencegahan IDO menurut AIPSIC (2018):
a. Langkah -langkah pencegahan IDO preoperasi
1. Mandi Sebelum Operasi
14
2. Pencukuran Rambut
3. Persiapan lengan tim bedah
4. Antiseptik kulit
5. Profilaksis Pembedahan
6. Nutrisi
7. Pengontrolan kadar gula darah
8. Baju Bedah/surgical attire
9. Lalu Lintas (Traffic) Ruang OK
b. Langkah-langkah pencegahan intra operasi
1. Normothermia
2. Normovolemia
3. Irigasi Luka
4. Benang dengan kandungan antimikroba
5. Penggunaan Drape steril
6. Pelindung luka-wound protector
7. Bubuk vankomisin
8. Laminar airflow
c. Manajemen Luka Paska operasi
C. Bundle Hais/Bundle Care
1. Pengertian
Pada
tahun
1999
praktik
pengendalian
infeksi
rumah
sakit
menerbitkan surveillance dan pedoman pencegahan pengendalian
infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, dan pada tahun 2001 Institute
For Healthcare Improvement(IHI) mengusulkan ide perawatan bundle.
Bundle merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila
dilakukan secara kolektif dan konsisten (Zywot dkk, 2017 dalam
Wahyuningsih, Ike P., 2020). Dalam beberapa jurnal penelitian bundle
yang dilaksanakan berbeda-beda
2. 4 Bundle Hais menurut PMK No 27 tahun 2017
a) Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
b) Infeksi Aliran Darah (Blood Stream Infection/BSI)
15
c) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
d) Infeksi Daerah Operasi (IDO)
3. Bundles Care IDO (PMK 27, 2017; AIPSIC, 2008):
a. Mandi Sebelum Operasi
Mandi sebelum operasi dengan Chlorhexidine (CHG) dapat
mengurangi kolonisasi bakteri pada kulit. Namun demikian,
dalam
tinjauan
sistematis
dan meta-analisis
baru-baru
ini,
penggunaan CHG versus plasebo tidak berhasil menunjukkan
adanya
pengurangan
IDO.
Chlorhexidine
perlu
dibiarkan
menempel pada kulit setidaknya 5 menit sebelum dibilas untuk
memberikan efek maksimal yang bisa menjadi faktor pembatas
dalam
mandi
dengan
Chlorhexidine.
pembilasan dengan Chlorhexidine 4%
mengandung
Chlorhexidine
pembilasan Chlorhexidine
dalam
untuk
Penelitian
dan
mengenai
kain
kombinasi
menghasilkan
yang
dengan
penurunan
dekolonisasi bakteri kulit yang lebih berkelanjutan juga gagal
menunjukkan adanya penurunan IDO. Bukti yang ada saat ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara mandi biasa
dan
mandi
antiseptik. Sebanyak
9
penelitian
menyelidiki
pengaruh mandi sebelum operasi atau bilasan dengan sabun
antimikroba
dibandingkan
dengan
menunjukkan adanya penurunan angka
sabun
SSI
biasa
yang
tanpa
signifikan
(OR 0,92; 95% CI = 0,8-1,04). Negara-negara dengan tingkat
kejadian MDRO yang tinggi mungkin dapat mempertimbangkan
penggunaan sabun antiseptik sebagai pengganti sabun biasa
untuk mandi sebelum operasi.
Rekomendasi: Disarankan bagi pasien yang akan mengalami
pembedahan untuk melakukan mandi sebelum operasi setidaknya
satu kali dengan menggunakan sabun (sabun antimikroba atau
non-antimikroba)
b. Pencukuran rambut, dilakukan jika mengganggu jalannya operasi
dan dilakukan sesegera mungkin sebelum tindakan operasi.
Pencukuran
dan/atau
pemangkasan
menimbulkan luka sayat mikroskopis pada kulit
rambut
dapat
yang nantinya
dapat menjadi titik pusat untuk multiplikasi bakteri. Penelitian
16
yang dilakukan Winston & Ken proses pencukuran menyebabkan
kulit
mengalami
trauma
mikroskopik
yang
kemungkinan
meningkatkan invasi bakteri dan berpotensi menimbulkan infeksi
daerah operasi (Zhang dkk., 2016 dalam Wahyuningsih, Ike P,
2020).
Clipper meminimalkan resiko trauma kulit dibandingkan dengan
pisau cukur biasa.
Rekomendasi:
a) Pencukuran rambut harus dihindari kecuali jika rambut
dapat mengganggu prosedur
b) Jika
pencukuran
rambut
perlu
dilakukan,
maka
penggunaan pisau cukur harus dihindari dan sebaliknya
gunakan Surgical Electrical Clipper.
c) Tidak ada anjuran yang diberikan mengenai waktu
yang tepat untuk melakukan
d) Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan di kamar bedah
beberapa
saat
sebelum
operasi
dan
sebaiknya
menggunakan pencukur listrik (Bila tidak ada pencukur
listrik gunakan silet baru) (Kemenkes, 2017).
c. Antibiotika profilaksis, diberikan satu jam sebelum tindakan
operasi dan sesuai dengan empirik.
Antimikroba pra operasi diberikan berdasarkan pedoman
praktik klinis sesuai waktu konsentrasi agen mikroba dalam
serum. Pada operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak
dianjurkan memberikan dosis tambahan antibiotik profilaksis
setelah
operasi
selesai
(Ma’ayeh
dkk.,
2019)
dalam
Wahyuningsih, Ike Pudji, 2020. Pemberian antibiotikprofilaksis
yang
dilanjutkan
setelah
operasi
belum
dapat
dibuktikan
manfaatnya bagi pencegahan infeksi daerah operasi. Justru
peningkatan
paparan
antibiotik
dapat
dikaitkan
dengan
peningkatan resiko resistensi antimikroba, cedera ginjal akut dan
infeksi dengan Clostridioidesdifficile, oleh sebab itu sebaiknya
pemberian antibiotik profilaksis dihentikan setelah operasi selesai
(Wolf dkk, 2020) dalam Wahyuningsih, Ike Pudji, 2020. Pemberian
antibiotik profilaksis hanya jika ada indikasi, pemilihan tersebut
17
harus ditentukan oleh prosedur dan patogen yang paling mungkin
menyebabkan infeksi daerah operasi. Dosis ulang pemberian
antibiotik diberikan jika pasien mengalami perdarahan sebanyak
1.500 ml atau lebih dan jika durasi operasi memanjang dua kali
waktu
paruh
antibiotik
(WHO,
2016).
AIPSIC (2018) menyebutkan pedoman saat ini menyarankan
penggunaan antibiotik berspektrum sempit, seperti Cefazolin
untuk mayoritas prosedur pembedahan, atau cefoxitin untuk
pembedahan abdomen, sebagai profilaksis antimikroba dalam
pembedahan. Dalam situasi di mana kejadian IDO yang
berhubungan dengan MRSA terbilang tinggi atau dalam kasus
adanya
alergi
terhadap penisilin,
fluoroquinolone
kebanyakan
dapat
kasus,
digunakan
anjuran
maka
vankomisin
sebagai
dosis
atau
alternatif. Dalam
tunggal
profilaksis
antimikroba untuk pembedahan dianggap sudah mencukupi.
Dosis antimikroba profilaksis harus disesuaikan berdasarkan
berat badan pasien dan harus diberikan kembali selama
pembedahan
yang
untuk mempertahankan
memadai
berdasarkan
waktu
kadar
dalam
jaringan
paruh
agen
di mana
antimikroba yang dipilih bergantung pada epidemiologi setempat.
Penting
kiranya
bagi
dokter
untuk
mengetahui
bakteri
patogen yang umumnya berkaitan dengan IDO di institusi
mereka serta pola resistansi antimikroba (misalnya antibiogram
rumah sakit) untuk membantu menentukan pilihan antimikroba
profilaksis yang optimal. Secara umum, penggunaan antimikroba
berspektrum
luas
tidak
disarankan
kecuali
jika
memang
diindikasikan secara jelas. Setiap negara/rumah sakit sangat
disarankan untuk menyusun pedoman lokal mereka masingmasing berdasarkan epidemiologi setempat.
Rekomendasi:
1. Pemberian antimikroba profilaksis hanya boleh dilakukan
jika memang diindikasikan
2. Antimikroba profilaksis harus diberikan dalam waktu 1 jam
sebelum
insisi
untuk
semua
antimikroba
kecuali
18
vankomisin dan fluoroquinolone yang harus diberikan 2
jam sebelumnya
3. Pemberian dosis kembali perlu dipertimbangkan untuk
mempertahankan kadar dalam jaringan yang memadai
berdasarkan umur paruh agen
d. Temperatur tubuh, harus dalam kondisi normal.
Paparan permukaan kulit yang luas terhadap suhu yang dingin
di ruang operasi dapat memicu hipotermia. Hipotermia dapat
menyebabkan pasien tersadar dalam kondisi kedinginan dan
menggigil, serta dapat meningkatkan risiko komplikasi lainnya
seperti IDO. Untuk mencegah komplikasi ini, maka digunakan
system penghangat untuk memindahkan panas ke tubuh pasien.
Tersedia sejumlah metode yang berbeda, forced-air warming
system, water bed system, dan passive warming seperti selimut.
Rekomendasi: Pertahankan normothermia perioperasi dengan
menggunakan alat penghangat
e. Kadar gula darah, pertahankan kadar gula darah normal
Diabetes
Mellitus
merupakan
penyakit
sistemik
yang
mempengaruhi sistem saraf, vaskular, kekebalan tubuh, dan
muskuloskeletal. Neutrofil dari orang yang menderita diabetes
menunjukkan penurunan potensi pembunuhan oksidatif dan
kemotaksis
Kondisi
jika dibandingkan dengan kontrol nondiabetes.
ini
membahayakan
menguntungkan
fungsi
pertumbuhan
fibroblas
mengganggu penyembuhan luka dan
dan
bakteri
sintesis
meningkatkan
dan
kolagen,
kejadian
infeksi luka pascaoperasi. Pada pasien pembedahan, respons
stres terhadap hasil pembedahan dalam kondisi resistansi
terhadap insulin, dan penurunan fungsi
menyebabkan
penurunan
produksi
sel
beta
insulin
pankreas
sehingga
mendorong terjadinya hiperglikemia yang dipicu oleh stres.
Salah satu komplikasi pembedahan paling sering terjadi
pada
pasien
yang
sudah menderita DM dan hiperglikemia
adalah infeksi, dengan IDO superfisial, infeksi luka dalam, dan
abses rongga pembedahan, infeksi saluran kencing (ISK), dan
19
pneumonia
(PNA)
yang
berkontribusi
terhadap
persentase
komplikasi infeksi yang cukup besar.
Karena diabetes memiliki efek merugikan terhadap hasil
akhir
pembedahan,
mencerminkan
regulasi
dan
hemoglobin
jangka
panjang
terglikosilasi
terhadap
glukosa
darah, telah disebutkan bahwa mengoptimalkan kontrol gula
darah
praoperasi
(<7%
hemoglobin terglikosilasi)
dapat
menekan infeksi paska-operasi. Manfaat kontrol glukosa yang
baik sebelum operasi tidak lagi terbantahkan, tetapi beberapa
penelitian
perlu
dilakukan
untuk menentukan keterkaitan
langsung antara kadar kontrol HbA1C yang baik dengan SSI.
Untuk
mengoptimalkan
perawatan
pasien
yang
menderita
diabetes dan menurunkan risiko komplikasi, maka sangat
dianjurkan untuk menerapkan pendekatan pengobatan yang
berorientasi pada tim.
Rekomendasi:
1. Kadar HbA1C pra-operasi harus kurang dari 8%.
2. Dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
antara 140-200 mg/dL (7,8-11,1 mol/L) pada pasien yang
menderita
maupun
tidak
menderita
diabetes
yang
hendak menjalani pembedahan.
3. Jika sulit untuk mengontrol diabetes, dianjurkan untuk
menerapkan pendekatan yang berorientasi terhadap tim
termasuk dokter bedah dan dokter umum.
4. Dampak Bundles care terhadap kejadian infeksi dan rawat inap
Dalam Penelitian Wahyuningsih, Ike Pudji (2000) disebutkan
peneliti Mayke BG Koek, Titia E,M.Hopmans, Loes,C.Soetens, Jan C
Willie,
Suzanne,E.Geerlings,
Margreet
C.Vos,
Birgit
H.B.van
Benthem, Sabine C. de greeff, 2017 dengan judul Adhering To a
National Surgical Care Bundle Reduce The Risk Of Surgical Site
Infection dengan hasil Penelitian dilakukan dengan membandingkan 2
grup yaitu grup 1 dilakukan bundle secara menyeluruh 4 elemen dan
grup 2 dilakukan bundle tidak menyeluruh atau tidak dilakukan
pelaksanaan bundle. 4 elemen tersebut adalah antibiotic profilaksis,
hair removal, normothermia dan kebersihan tangan dan antiseptik
20
daerah operasi. Hasil yang didapatkan yaitu 62.489 (29%) operasi
dilakukan pelaksanaan bundle secara menyeluruh 4 elemen dan
menunjukan bahwa resiko infeksi daerah operasi lebih rendah.
Peningkatan kepatuhan pelaksanaan 4 elemen bundle mengurangi
resiko infeksi daerah operasi sebesar 13%. Tingkat kepatuhan
meningkat secara signifikan, untuk antibiotik profilaksis 0,96 hair
removal 0,68 normothermia 0,83 dan kebersihan tangan dan
antiseptik daerah operasi 0,74.
Wahyuningsih,
Ike
Pudji
(2000)
juga
menyebutkan
dalam
penelitiannya bahwa penelitian Christina Davidson MD, Jordan Enns
MD, Carrie Dempster MD, Suzanne Lundeen RN,Phd, Chaterine
Eppes MD,MPH, 2019 dengan judul Impact Of a Surgical Site
Infection Bundle On Cesarean Delivery Infections dan Penelitian
dilakukan dengan cara membagi 2 kelompok. Kelompok 1 tidak
dilakukan intervensi dan kelompok 2 dilakukan intervensi. Intervensi
yang dilakukan adalah pelaksanaan bundle infeksi daerah operasi
yang terdiri dari praoperasi yaitu mandi dengan khlorhexidinsebelum
operasi. Intraoperasi yaitu pemberian antibiotik profilaksis 1 jam
sebelum insisi, pencukuran rambut yang menghalangi daerah operasi
dengan clipper, postoperasi kadar glukosa darah dipertahankan
normal. Keseluruhan tingkat infeksi daerah operasi selama penelitian
adalah 1,89 atau 76 infeksi daerah operasi dari 4.014 operasi sesar.
Untuk kelompok yang tidak dilakukan intervensi tingkat infeksi
sebesar 2,44 dan kelompok yang dilakukan intervensi sebesar 1,1.
Dari 1.867 operasi sesar yang dilakukan intervensi, 16 pasien
mengalami infeksi superfisial, 5 pasien mengalami infeksi organ.
Sedangkan dari 1.149 yang tidak dilakukan intervensi, 18 pasien
mengalami infeksi superfisial, 2 infeksi sayatan dalam dan 5 pasien
mengalami infeksi organ.
Menurut Camporota (2011) dalam Suherlin (2020) bundle care
berhasil menurunkan angka infeksi jika dilaksanakan dengan
konsisten. Berbagai hasil penelitian memaparkan dampak positif dari
penerapan bundle care yaitu dapat menurunkan angka kematian,
biaya perawatan dan lama rawatan. Pelaksanaan bundle care ini
21
didukung oleh beberapa hal diantaranya kompetensi perawat dilihat
dari pengetahuan, sikap dan keterampilan.
5. Contoh Gambaran Pelaksanaan surveilans Hais IDO, Mudjianto, D.
dkk. (2017)
Di rumah sakit X surabaya tahun 2016 pada Penelitian berjudul
"Kelengkapan Pengisian Formulir Bundle Prevention Surveilans
Surgical Site Inferction (SSI) Pasien Sectio Caesarea Tahun 2016"
Surveilans dilakukan secara rutin setiap bulan oleh IPCLN di setiap
ruangan dengan menggunakaan bundle prevention IDO yang ada
pada status rekam medis pasien mulai dari tahap preoperasi, durante
operasi dan post operasi. Dilakukan pengumpulan data dengan studi
dokumentasi status rekam medis pasien untuk selanjutnya dilakukan
pengolahan data oleh IPCN PPI RS X Surabaya agar dapat menjadi
sumber informasi yang bermanfaat. Setiap pasien dengan tindakan
pembedahan dilengkapi dengan formulir bundles prevention IDO pada
status rekam medisnya oleh petugas pendaftaran.
Formulir tersebut harus diisi oleh perawat yang bertanggung jawab
pada pasien dimulai dari tahap pre operasi hingga tahap post operasi.
Pada tahap preoperasi di ruangan formulir diisi oleh perawat ruangan,
pre anestesi, durante operasi oleh perawat bedah, post operasi oleh
perawat recovery room, yang nantinya akan dilanjutkan ke ruangan
ataupun hingga pasien tersebut rawat jalan.
6. Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Bundles IDO
a. Hasil dari penelitian Hakim, Surahman (2017)
Infection
Prevention and Control Nurse (IPCN) dalam menjalankan
tugasnya mempunyai peranan untuk keberhasilan program
pencegahan dan pengendalian infeksi ini. Tugas IPCN sebagai
surveilans, supervisi dan melakukan audit sangat penting untuk
keberhasilan
program
penerapan
Bundles
IDO
ditambah
kerjasama dengan semua pihak di rumah sakit. Supervisi yang
dilakuakn IPCN bertujuan untuk pembinaan kinerja petugas
kesehatan.
b. Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN)
sebagai
perpanjangan tangan IPCN berperan mengumpulkan data di
22
ruangan, melakukan reedukasi pencegahan infeksi kepada
perawat ruangan (Hakim, Surahman (2017).
c. Perawat ruangan berperan dalam pelaksanaan kegiatan Bundle
prevention dan mendokumentasikan pada formulir pada rekam
medis pasien. Pada tahap preoperasi di ruangan formulir diisi oleh
perawat ruangan, pre anestesi oleh perawat anestesi, durante
operasi oleh perawat bedah, post operasi oleh perawat recovery
room, yang nantinya akan dilanjutkan ke ruangan ataupun hingga
pasien tersebut rawat jalan (Mudjianto, D. dkk, 2017)
23
BAB III
KESIMPULAN & SARAN
A. KESIMPULAN
1. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections)
yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa
inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien
pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan
tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan
2. Epidemiologi IDO
Ada perbedaan angka kejadian IDO yang sangat tinggi di negara-negara
dengan pendapatan menengah hingga rendah/Low Middle Incom
Countries (LIMC) dan Asia Tenggara dibandingkan dengan kejadian di
Amerika, Eropa, dan Australia.
3. Kriteria Infeksi Daerah Operasi
Infeksi
Daerah
Operasi
Superfisial,
Infeksi
Daerah
Operasi
Profunda/Deep Incisional, Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga
4. Faktor risiko IDO Faktor risiko pra-operasi, perioperasi, intraoperasi,
paska operasi
5. Metode paling baku adalah menghitung insiden IDO dalam jangka
waktu tertentu untuk prosedur operasi spesifik. Perhitungan dilakukan
dengan membagi jumlah IDO yang teramati dengan jumlah prosedur
operasi.
6. Langkah-langkah Pencegahan IDO
Langkah pencegahan meliputi intra operasi, preoperasi, Manajemen luka
paska operasi
7. Bundle merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila
dilakukan secara kolektif dan konsisten. Dalam beberapa jurnal penelitian
bundle yang dilaksanakan berbeda-beda
8. 4 Bundle Hais menurut PMK No 27 tahun 2017
24
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) , Infeksi Aliran Darah (Blood
Stream Infection/BSI), Infeksi Saluran Kemih (ISK), Infeksi Daerah
Operasi (IDO)
9. Bundles Care IDO (PMK 27, (2017); AIPSIC, 2008)):
Mandi sebelum operasi,
f.
Pencukuran rambut, dilakukan jika mengganggu jalannya operasi dan
dilakukan sesegera mungkin sebelum tindakan operasi.
g. Antibiotika profilaksis, diberikan satu jam sebelum tindakan operasi
dan sesuai dengan empirik.
h. Temperatur tubuh, harus dalam kondisi normal.
i.
Kadar gula darah, pertahankan kadar gula darah normal
10. Dampak Bundles care terhadap kejadian infeksi dan rawat inap
Berbagai hasil penelitian memaparkan dampak positif dari penerapan
bundle care yaitu dapat menurunkan angka kematian, biaya perawatan
dan lama rawatan.
11. Salah satu gambaran pelaksanaan surveilans Hais IDO di RS X Surabaya
yaitu setiap pasien dengan tindakan pembedahan dilengkapi dengan
formulir bundles prevention IDO pada status rekam medisnya, formulir
tersebut harus diisi oleh perawat yang bertanggung jawab pada pasien
dimulai dari tahap pre operasi hingga tahap post operasi hingga pasien
tersebut rawat jalan
12. Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Bundles IDO
a. Tugas IPCN sebagai surveilans, supervisi dan melakukan audit.
b. IPCLN berperan mengumpulkan data di ruangan, melakukan
reedukasi pencegahan infeksi kepada perawat ruangan.
c. Perawat ruangan berperan dalam pelaksanaan kegiatan Bundle
prevention dan mendokumentasikan pada formulir pada rekam medis
pasien
B. SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan Kesimpulan, maka peneliti menganjurkan
1. Bagi Pasien dan keluarga
Perlunya edukasi dan dorongan motivasi bagi pasien dan keluarga agar
melaksanakan program pencegahan infeksi di Rumah sakit dengan baik
dan benar sesuai arahan.
25
2. Bagi penulis
Hendaknya dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
pada kasus bedah obstetri maupun ginekologi khususnya dalam hal
pencegahan Hais dan meningkatkan kualitas penulisan karya tulis.
3. Bagi perkembangan profesi keperawatan
a. Agar perawat terus menerus meningkatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan
dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan
khususnya ilmu pengetahuan dan praktik pencegahan Hais.
b. Untuk selanjutnya dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang
topik sejenis sehingga dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan khususnya pada upaya menurunkan Hais yang akan
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu & bayi.Bagi instansi
Rumah Sakit.
4. Bagi instansi Rumah Sakit
a. Rumah Sakit mendukung penuh Program Pencegahan Infeksi,
melakukan evaluasi berkala dan memberikan feedback atas
laporan kegiatan pencegahan infeksi
b. Rumah
Sakit
memfasilitasi
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan perawat tentang Pencegahan Infeksi secara berkala
melalui pelatihan sebagai refresh materi pencegahan infeksi.
c. Rumah Sakit menyediakan media edukasi bagi petugas untuk
mengingatkan kegiatan pencegahan infeksi yang yang harus
terus-menerus dilaksanakan
26
DAFTAR PUSTAKA
APSIC. 2018. Pedoman APSIC untuk Pencegahan Infeksi Daerah Operasi.
Hutagaol, Lerson dkk. 2020. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN SOP
BUNDLE HEALTHCARE ASSOCIATED INFECTIONS (HAIs) DI
RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG
https://stikes-nhm.e-journal.id/NU/index
Kementrian Kesehatan RI, 2017. PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR
27
TAHUN
2017
TENTANGPEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN.
Mudjianto D. 2017. KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR BUNDLE
PREVENTION SURVEILANS SURGICAL SITE INFECTION (SSI)
PASIEN SECTIO CAESAREA TAHUN 2016. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2017, hlm. 13-25
Suherlin, N. 2020. EFEKTIFITAS PELATIHAN MANAJEMEN BUNDLE CARE
HEALTHCARE
ASSOCIATED INFECTIONS
(HAIS)TERHADAP
PENGETAHUAN PERAWAT DI RSI SITI RAHMAH PADANG.
MENARAIlmu Vol. XIV No.02 Oktober 2020
Sumarningsih, P, dkk. 2020. Pengaruh Faktor Resiko Terhadap Kejadian ILO
pada Pasien Bedah Obstetri dan Ginekologi di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Effect of Risk Factor. Majalah Farmaseutik Vol. 16 No. 1:
43-49 Factor. ISSN-p : 1410-590x ISSN-e:2614-0063. Download dari
file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/47986-157740-1-PB-1.pdf
Surahman, Hakim. 2017. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN
KEJADIAN LUAR BIASA INFEKSI DAERAH OPERASI PASCA SC DI
DEPARTEMEN OBSGIN RSCM. Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indonesia. VOl. 6. No. 01 Maret. 2017. Halaman 13-19.
Wahyuningsih, Ike Pudji. 2020. ANALISIS PELAKSANAAN BUNDLES CARE
IDO TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DAERAH OPERASI DAN
DAMPAKNYA TERHADAP LAMA RAWAT PASIEN. Jurnal Health
Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 1 No. 6, Desember
2020. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Yatsi Tangerang, Banten
Download dari https://www.neliti.com/id/publications/330931/analisispelaksanaan-bundles-care-ido-terhadap-kejadian-infeksi-daerahoperasi-d 25/04/2020
27
Download