Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN ASEAN+6:
PENDEKATAN DATA PANEL
OLEH
RISKA DEWI PERMATA
H14070010
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN
RISKA DEWI PERMATA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi di Kawasan ASEAN+6: Pendekatan Data Panel (dibimbing oleh NOER
AZAM ACHSANI).
Isu globalisasi sering diperbincangkan selama dua dekade terakhir ini.
Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak negatif
bagi negara yang tidak mampu bersaing. Pasca Perang Dunia II, banyak negara
yang menjalin kerjasama regional dan mengarah pada terciptanya globalisasi
untuk meningkatkan daya saing kawasan integrasi ekonomi dengan perekonomian
global. European Union telah menjadi kawasan integrasi ekonomi yang berhasil
dan mendorong kawasan ASEAN untuk menciptakan kerjasama ekonomi yang
lebih tinggi dengan konsep yang berbeda. ASEAN akan merealisasikan ASEAN
Economic Community (AEC)-MEA pada tahun 2015 yang merupakan bentuk
integrasi ekonomi lebih kompleks. ASEAN juga melakukan pertemuan dengan
enam negara Asia Timur lain di Cebu pada tanggal 15 Januari 2007, dan
membentuk kesepakatan adanya Comprehensive Economic Partnership in East
Asia (CEPEA) yang dikenal dengan sebutan ASEAN+6. Enam negara lain
tersebut adalah China, Jepang, Korea, Australia, India dan New Zealand. Integrasi
ekonomi memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara Namun,
bagi negara yang tidak mampu bersaing, integrasi ekonomi hanya akan
menciptakan divergensi pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kawasan ASEAN+6 menunjukkan
hasil yang cukup mengesankan dan dapat memengaruhi perekonomian secara
global. Pertumbuhan ekonomi Asia meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir.
Pada perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Asia juga mampu menutupi
kemunduran perekonomian Amerika Serikat akibat krisis kredit perumahan
(suprime mortage). Akan tetapi, di kawasan ASEAN+6 terdiri dari negara maju
dan negara berkembang yang memiliki perbedaan karakteristik pertumbuhan
ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk dilakukan analisis deskriptif
tentang perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara
berkembang di ASEAN+6, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara maju di ASEAN+6, dan faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Penelitian ini mengacu
pada penelitian sebelumnya dengan memberikan perubahan pada metode analisis,
variabel pendukung, serta ruang lingkup penelitian. Variabel yang digunakan pada
penelitian ini antara lain: pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi tahun
sebelumnya (lag pertumbuhan ekonomi) pengeluaran konsumsi (consumtion
expenditure), pengeluaran pemerintah (goverment expenditure), Foreign Direct
Investment inflow (FDI), tingkat harapan hidup (life expectacy), tingkat partisipasi
sekolah sekunder (school enrollment secondary), defisit anggaran pemerintah
(budget deficit), dan keterbukaan ekonomi (openness of the economy). Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah model panel dinamis (GMM). Panel
dinamis digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6.
Pada dasarnya terdapat perbedaan karakteristik antara negara maju dan
negara berkembang karena sistem yang berbeda diantara keduanya. Negara maju
dan negara berkembang memiliki perbedaan dalam hal sektor riil maupun sektor
keuangan, sehingga tidak dapat dilakukan kebijakan fiskal dan moneter yang
sama. Dengan demikian, integrasi ekonomi kawasan ASEAN+6 secara konseptual
dan secara ekonomi belum dapat dilaksanakan.
Analisis pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 dibedakan antara negara maju
dan negara berkembang, karena perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi, negara maju di ASEAN+6 dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pengeluaran konsumsi, mengurangi
pengeluaran pemerintah, dan meningkatkan FDI. Negara berkembang di
ASEAN+6 dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan
defisit anggaran pemerintah sampai pada level 5 persen dan meningkatkan
keterbukaan ekonomi.
Integrasi ekonomi ASEAN+6 memerlukan berbagai kajian ulang untuk
menghasilkan integrasi yang sehat dan berkesinambungan. Negara anggota
ASEAN+6 masih terdiri dari negara maju dan negara berkembang yang berbeda
karekteristik dasar perekonomiannya. Negara maju ASEAN+6 yang memilki
pendapatan tinggi harus tetap meningkatkan pertumbuhan ekonomi walaupun
kenaikannya tidak signifikan. Pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan daya konsumsi masyarakat untuk
meningkatkan pengeluaran konsumsi, meningkatkan ketertarikan para investor
asing untuk menanamkan modalnya dalam bentuk FDI, serta mengurangi
pengeluaran pemerintah. Sedangkan negara berkembang di ASEAN+6 yang
masih mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya secara signifikan (belum
mencapai fullemployment), harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk
mendapatkan percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Percepatan laju
pertumbuhan ekonomi negara berkembang diharapkan mampu menyeimbangi
perekonomian negara maju. Negara berkembang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan kebijakan fiskal; mengurangi segala
bentuk kecurangan serta pemborosan dalam pengeluaran pemerintah; dan
meningkatkan peranannya dalam perdagangan internasional yang berorientasi
pada produk manufaktur dan jasa.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN ASEAN+6:
PENDEKATAN DATA PANEL
Oleh
RISKA DEWI PERMATA
H14070010
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di
Kawasan ASEAN+6: Pendekatan Data Panel
Nama
: Riska Dewi Permata
NIM
: H14070010
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Noer Azam Achsani. Ph.D
NIP. 19681229 199203 1 016
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM
PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 21 September 2011
Riska Dewi Permata
H14070010
RIWAYAT HIDUP
Riska Dewi Permata. Dilahirkan di Kediri, pada tanggal 30 Juni 1989.
Penulis dilahirkan dari pasangan Lukman Sugiantoro dan Karmila, merupakan
anak kedua dari dua bersaudara. Jenjang studi bermula dari TK Raudhatul Athfal
tahun 1992 hingga 1995, menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Banjaran Kediri,
dilanjutkan ke SMPN 3 Kediri, dan lulus tahun 2007 dari SMAN 1 Kediri.
Adanya dukungan dari orang tua dan bimbingan staff pengajar SMAN 1
Kediri, pendidikan dapat dilanjutkan pada jenjang perguruan tinggi di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun
2007. Penulis diterima menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi Asrama
Putri Darmaga selama dua tahun dan menjalani beragam kegiatan kepanitiaan.
Selain itu, penulis mengikuti berbagai seminar, Program Kreatifitas Mahasiswa,
dan pada tahun 2010 sempat menjalani program magang kerja PG. Rajawali I
sebagai akuntan pengeluaran perusahaan.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang dipilih berjudul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi di Kawasan ASEAN+6: Pendekatan Data Panel”. Penelitian ini
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada beberapa pihak
yang telah berperan dalam memberikan bantuan untuk menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Beberapa pihak tersebut antara lain:
1. Noer Azam Achsani. Ph.D, selaku pembimbing skripsi
atas segala
kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan, arahan, dan
masukan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Wiwiek Rindayanti, selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi
yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berguna untuk skripsi
ini.
3. Widyastutik. M.Si, selaku komisi pendidikan yang memberikan banyak
informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
4. Indra, M.Ec atas segala ketulusan dalam memberikan berbagai ilmu teknis
dalam pengolahan data yang sangat membantu penulis.
5. Lukman Sugiantoro (Ayah) dan Karmila (Ibu) yang telah memberikan
kasih sayang, ketulusan do’a, pengorbanan, dukungan moral dan spiritual,
serta segala yang sangat berharga dan bermakna. Semua yang penulis
usahakan hanyalah untuk Ayah dan Ibu.
6. Budi Cahyono Prasetyo selaku saudara penulis yang memberikan nasehat,
dukungan, serta berbagai bentuk bantuan bagi penulis.
7. Andri Kurniawan yang telah memberikan bantuan dan dukungan.
8. Sahabat sebimbingan skripsi, Retni Cristina Sitonga dan Solihin atas
perhatian, masukan, semangat, dan bantuan selama penulisan.
9. Teman-teman Asrama Putri Darmaga: Rafida Djakiman, Wa Hesti, Ulfa
Ni’mal Auliya, Fitriya Yuliani; serta teman-teman Pondok Kenanga:
Firdana Ayu, Febrina Mahliza, Auliya Indiarti Zen.
10. Teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 44.
11. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis, dunia pendidikan dan bagi
semua pihak. Serta dapat menjadi langkah awal penulis untuk berjalan mencapai
impiannya. Amin.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Bogor, 21 September 2011
Riska Dewi Permata
H14070010
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL …………………………………………………………
iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
vi
DAFTAR ISTILAH………………………………………………………... vii
I. PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………... 1
1.2. Perumusan Masalah ………………………………………………...
4
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………...
6
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………………….
7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………….
7
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………..
8
2.1. Integrasi Ekonomi………………….……………………………… 8
2.2. Pertumbuhan Ekonomi ………………………………………….
10
2.2.1. Konsumsi ……………………………………………………
14
2.2.2. Pengeluaran Pemerintah …………………………………….
15
2.2.4. Foreign Direct Investment (FDI)............................................
15
2.2.5. Tingkat Kesehatan ..................................................................
16
2.2.6. Tingkat Pendidikan …………………………………………. 16
2.2.7. Defisit Anggaran Pemerintah (Budget Deficit) ……………..
17
2.2.8. Keterbukaan Ekonomi (Openness of the Economy) ………...
17
2.3. Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi ..................................................
17
2.4. Data Panel .........................................................................................
20
2.5. Penelitian Terdahulu …………………………………………….…. 22
2.6. Kerangka Pemikiran ………………………………………………..
III. METODE PENELITIAN ……………………………………………
26
28
3.1. Jenis dan Sumber Data ……………………………………………
28
3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data …………………………….
29
3.3. Perumusan Model ………………………………………………….
30
3.4. Metode Analisis Data........................................................................
32
3.4.1. Metode Panel Dinamis............................................................. 32
ii
3.4.1.1. First-differences GMM (AB-GMM)……………….
35
3.4.1.2. System GMM (SYS-GMM)………………………..
41
3.4.2. Uji Spesifikasi Model Panel Dinamis ...................................
43
3.4.3. Granger Causality Test pada Data Panel……………………
44
IV. PEMBAHASAN ………………………………………………………
46
4.1. Analisis Deskriptif Perbedaan Karakteristik Pertumbuhan
Ekonomi Negara Maju dan Negara Berkembang di ASEAN+6…...
47
4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2004 dan 2005-2008…. 47
4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi……... 49
4.1.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran
Pemerintah……………………………………………………
51
4.1.4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat FDI……..
52
4.1.5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Harapan
Hidup…………………………………………………………
54
4.1.6. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi
Sekolah Sekunder…………………………………………… 56
4.1.7. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Defisit Anggaran
Pemerintah……………………………………………………
58
4.1.8. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan
Ekonomi…………………………………………………….... 59
4.2. Hasil Estimasi Granger Causality Test…………………………….
61
4.3. Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6….. 64
4.3.1. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6………………………
66
4.3.2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6……………………….
68
4.3.3.Pengaruh Foreign Direct Investment terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6……………………….
70
4.4. Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di
ASEAN+6………………………………………………………….. 71
4.4.1. Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di
ASEAN+6……………………………………………….......
74
iii
4.4.2. Pengaruh Keterbukaan Ekonomi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6………………... 75
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………...
77
5.1. Kesimpulan ………………………………………………………...
77
5.2. Saran ……………………………………………………………….
78
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...
81
LAMPIRAN ……………………………………………………………….
84
iv
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
3.1. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian……….............
29
4.1. Hasil Estimasi Granger Causality Test…………………………………...
62
4.2. Hasil Estimasi Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di
ASEAN+6………………………………………………………………...
66
4.3. Hasil Estimasi Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang
di ASEAN+6……………………………………………………………..
72
v
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Global ………..………………………...............
3
2.1. Kerangka Pemikiran ………………………………….............................
27
4.1. Korelasi Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2005 dengan
Pertumbuhan Ekonomi Periode 2005-2008 ASEAN+6…………………
48
4.2. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi
ASEAN+6……………………………………………………………….
50
4.3. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah
ASEAN+6……………………………………………………………….
51
4.4. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan FDI ASEAN+6………..
53
4.5. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Tingkat
Harapan Hidup ASEAN+6………………………………………………
55
4.6. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi
Sekolah Sekunder ASEAN+6…………………………………………...
56
4.7. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Rasio Defisit Anggaran
Pemerintah ASEAN+6…………………………………………………..
58
4.8. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi
ASEAN+6……………………………………………………………….
60
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Granger Causality Test……………………………………………….
85
2.
Hasil Estimasi Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di
ASEAN+6…………………………………………………………….
90
Hasil Estimasi Determinan Pertumbuhan Ekonomi Negara
Berkembang di ASEAN+6……………………………………………
92
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Pengeluaran
Konsumsi ………………………………….........................................
94
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Pengeluaran
Pemerintah ……………………………………………………………
95
6.
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan FDI ………..
96
7.
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Tingkat
Harapan Hidup………………………………………………………...
97
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Tingkat
Partisipasi Sekolah Sekunder ………………………………………...
98
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Defisit
Anggaran Pemerintah ………………………………………………...
99
Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Keterbukaan
Ekonomi ……………………………………………………………...
100
11.
Korelasi Antar Variabel……………………………………………….
101
12.
Deskripsi Data ………………………………………………………..
102
3.
4.
5.
8.
9.
10.
vii
DAFTAR ISTILAH
No.
1.
Istilah
Asimtotically efficient
Keterangan
=
Sangat efisien (mendekati efisiensi yang
sempurna).
2.
Crowding Out
=
Kenaikan
pengeluaran
pemerintah
yang
dibiayai oleh penurunan investasi dan kenaikan
tingkat tabungan.
3.
Convergence
=
Perekonomian
dunia
yang
miskin
dapat
mengejar perekonomian dunia yang sudah
maju,
sehingga
terdapat
pertemuan
perekonomian.
4.
IS-LM Model
=
Model
permintaan
mengindikasikan
agregat
penentuan
yang
pendapatan
agregat pada tingkat harga tertentu, dengan
menggunakan analisis interaksi antara pasar
barang dan pasar uang.
5.
Keynesian Cross
= Model penentuan pendapatan secara sederhana
yang menunjukkan mekanisme bagaimana
perubahan
pengeluaran
pengganda
pada
memiliki
pendapatan,
dampak
berdasarkan
gagasan General Theory Keynes.
6.
Purcasing Power
Parity
=
Doktrin yang mengatakan bahwa barang harus
dijual dengan tingkat harga yang sama di
semua negara, yang menunjukkan kurs riil
mencerminkan perbedaan dalam tingkat harga.
7.
Single Currency
=
Mata uang tunggal yang digunakan oleh negara
yang menjalin integrasi ekonomi.
8.
Transfer Payment
=
Pembayaran pemerintah kepada masyarakat
yang bukan dalam pertukaran barang dan jasa.
9.
Underground economic =
Kegiatan ekonomi yang tidak terdaftar
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi
selain
memberikan
dampak
positif,
juga
memberikan
dampak
yang
mengkhawatirkan bagi negara yang tidak mampu bersaing. Pasca perang dunia ke
dua, banyak negara yang menjalin kerjasama regional dan mengarah pada
terciptanya globalisasi. Menurut WTO dalam Santoso dkk (2008), sejak Perang
Dunia II hingga akhir tahun 2006, lebih dari 200 perjanjian regional dan beberapa
perjanjian yang masih dalam proses. Total perjanjian perdagangan antar negara
regional mencapai 50 persen dari total perdangan internasional. Kerjasama
ekonomi yang banyak mendapat sorotan saat ini adalah North American Free
Trade Area (NAFTA) dan European union (Santoso dkk, 2008).
Kerjasama ekonomi secara regional antar negara sangat diperlukan untuk
meningkatkan kualitas perekonomian suatu negara. Seperti yang telah dilakukan
oleh negara-negara di Eropa dengan membentuk European union. European
union yang menerapkan single currency sebagai salah satu kebijakannya telah
membentuk kesatuan regional yang efisien untuk anggotanya. European union
yang cenderung menunjukkan performa yang meningkat, mendorong integrasi
ekonomi di negara berkembang seperti ASEAN. ASEAN ingin membentuk
integrasi ekonomi yang lebih tinggi seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan
konsep yang sedikit berbeda. ASEAN akan membentuk ASEAN Community.
ASEAN Community pada awalnya akan direlisasikan pada tahun 2020. Namun,
Deklarasi ASEAN pada 20 November 2007 mengakibatkan pelaksanaan MEA
2
dipercepat menjadi tahun 2015. ASEAN Community memiliki tiga pilar utama,
yaitu: ASEAN Economic Community (AEC)-MEA, ASEAN Security Community,
ASEAN Socio-Cultural Community. ASEAN Community, akan menyebabkan
terjadinya pergerakan secara bebas dalam hal barang dan jasa, tenaga terampil,
modal, serta akan memengaruhi segala aspek bidang kehidupan (Santoso dkk,
2008). Menurut Achsani (2008) integrasi ekonomi ASEAN mampu menciptakan
pasar yang sangat besar dengan jumlah perdangangan dan jumlah produk
domestik bruto lebih dari 720 milyar dollar dan 737 milyar dollar per tahun.
Apabila melihat kembali sejarah, krisis yang melanda Asia pada tahun
1997, ASEAN tidak mampu meredakan kemelut yang terjadi pada anggotanya.
Setelah krisis di akhir tahun 1990-an tersebut, ASEAN meningkatkan hubungan
ekonomi eksternal dengan beberapa negara Asia Timur, seperti Cina, Jepang dan
Korea Selatan. Kerjasama ini dikenal dengan nama ASEAN+3. Kerjasama
ASEAN+3 mampu membentuk pasar yang lebih besar dari pada ASEAN.
Bergabungnya ASEAN dengan negara-negara maju di Asia seperti Cina, Jepang
dan Korea Selatan akan membawa dampak yang sangat signifikan dalam
perekonomian regional kawasan ASEAN+3. Hubungan saling ketergantungan
ekonomi antara ASEAN dengan ketiga negara sangat erat. Melalui integrasi
moneter dan perdagangan bebas dapat memberikan manfaat bagi para anggota
ASEAN+3 (Krapohl dan Obermeier, 2010).
Berdasarkan hasil pertemuan di Cebu pada tanggal 15 Januari 2007, para
pemimpin ASEAN dan enam negara lain menghasilkan kesepakatan adanya
Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA) yang lebih dikenal
dengan nama ASEAN+6. Enam negara lain tersebut adalah Cina, Jepang, Korea,
3
Australia, India dan New Zealand. Tujuan dari dibentuknya CEPEA adalah
menciptakan integrasi ekonomi yang lebih intensif di kawasan ASEAN+6 serta
mengurangi divergensi pembangunan antar negara tersebut. Pembentukan CEPEA
diharapkan akan menciptakan pasar yang lebih besar dan berpotensi menjadi pasar
tunggal. Menurut CEPEA report 2008 dalam Faradila (2010) populasi kawasan
ASEAN+6 mencapai 49,6persen dari populasi dunia.
Pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia sangat mengesankan
selama tiga dasa warsa terakhir. Pertumbuhan diperlihatkan dari tingkat PDB riil
dalam Purcasing Power Parity di tahun 1980 yang mencapai $3,3 trilyun dan
beranjak menjadi $24,5 trilyun pada tahun 2009. Pendapatan rata-rata negara
berkembang di Asia pada tahun 1980 hanya seperempat dari rata-rata pendapatan
dunia. Namun pada tahun 2009, rata-rata pendapatan negara berkembang di Asia
mencapai tiga perempat dari pendapatan rata-rata dunia.
Sumber : World Development Indicator, diolah
Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Global
4
Pada gambar 1.1 menggambarkan potensi pertumbuhan ekonomi Asia
yang tetap berada dalam tingkat yang lebih besar. Pengaruh krisis global telah
menrunkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 dan 2009. Di Asia, negara
yang paling terkena dampak dari krisis global adalah Jepang. Namun rata-rata di
setiap negara dapat memulihkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010.
Pertumbuhan ekonomi negara berkembang di Asia mampu meningkatkan
jumlah negara maju di Asia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia
menurunkan
tingkat
kemiskinan
dan
meningkatkan
keterkaitan
dengan
perekonomian global. Terdapat estimasi yang menjelaskan bahwa di masa depan
pertumbuhan ekonomi Asia dapat memengaruhi ekonomi global berdasarkan
penelitian dari Lee dan Hong (2010). Pada tahun 2007 hingga 2008, pertumbuhan
ekonomi Asia juga mampu menutupi kemunduran perekonomian Amerika Serikat
akibat krisis kredit perumahan (suprime mortage), serta untuk pertama kalinya
negara China dan India sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar bagi
perekonomian dunia (Santoso dkk, 2008). Menurut Lee dan Hong (2010),
khususnya di Asia Timur memiliki potensi pertumbuhan antara lain disebabkan
oleh potensi ekonomi, geografi yang baik, pembangunan karakteristik, demografi
serta kebijakan ekonomi yang menunjang pertumbuhan.
1.2.
Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kawasan ASEAN+6 menunjukkan
hasil yang cukup mengesankan dan dapat memengaruhi perekonomian secara
global. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pertumbuhan ekonomi negara
berkembang di Asia telah meningkat dalam kurun waktu tiga dasawarsa terakhir.
5
Beberapa negara berkembang di Asia beberapa diantaranya tergabung dalam
ASEAN+6. Krisis global pada tahun 2008, sempat mengguncang beberapa negara
ASEAN+6 diantaranya negara Singapura dan Jepang. Namun dukungan domestik
yang besar dalam permintaan produk, membuat beberapa negara ASEAN+6 tetap
bertahan dan sedikit terkena dampak krisis global (Lee dan Hong, 2010).
Integrasi ekonomi berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Berdasarkan beberapa studi empiris menyatakan bahwa faktor eksternal
memberikan dampak yang lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Secara teori, integrasi ekonomi dapat meningkatkan daya saing regional
terhadap perekonomian global, meningkatkan pangsa pasar, mendorong adanya
efisiensi ekonomi, memperbesar tingkat mobilisasi tenaga kerja dan modal
sehingga mempermudah perolehan modal serta meningkatkan penyerapan tenaga
kerja (Santoso dkk, 2008).
Namun, tidak sedikit pula yang meragukan keberhasilan dari integrasi
ekonomi. Globalisasi dapat memberikan pengaruh yang positif serta dapat
memberikan pengaruh yang negatif bagi negara yang belum siap untuk
menghadapi persaingan dengan dunia internasional. Integrasi ekonomi hanya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang telah siap menerima globalisasi
(Santoso dkk, 2008). Negara yang belum mampu bersaing dengan negara yang
berada dalam integrasi hanya akan menjadi negara konsumsi produk negara lain,
sehingga konvergensi akan sulit dicapai. Selanjutnya, integrasi ekonomi hanya
akan menciptakan negara-negara yang semakin divergen (Achsani, 2008).
Selain itu, perlu disadari adanya perbedaan karakteristik antar negara
anggota ASEAN+6. ASEAN+6 sebagai bentuk dari integrasi ekonomi masih
6
memiliki keragaman antar anggotanya. ASEAN+6 merupakan gabungan negara
ASEAN dan beberapa negara Asia Timur yang terdiri dari negara maju dan
negara berkembang. Keragaman antara negara maju dan negara berkembang
cukup besar, sehingga akan berisiko apabila menyamaratakan kondisi dari negaranegara yang berbeda tersebut. Perbedaan antara negara maju dan negara
berkembang dapat dilihat dari stuktur politik, srtuktur pendapatan, standart hidup,
produktivitas, pertumbuhan penduduk, dan lain sebagainya.
Dengan melihat adanya potensi pertumbuhan ekonomi ASEAN+6, adanya
ancaman divergensi pertumbuhan ekonomi, perbedaan karakteristik antar negara
anggota ASEAN+6, maka penting untuk dilakukan kajian mengenai pertumbuhan
ekonomi di kawasan integrasi ekonomi ASEAN+6. Berdasarkan pemaparan di
atas, dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah perbedaan karakteristik antara pertumbuhan ekonomi negara maju
dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6?
2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju
di ASEAN+6?
3. Apa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara
berkembang di ASEAN+6?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan hasil pemaparan rumusan penelitian di atas, dapat ditentukan
tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Menganalisis perbedaan karakteristik antara pertumbuhan ekonomi negara
maju dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6
7
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara berkembang di ASEAN+6.
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan karakteristik
pertumbuhan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang di kawasan
ASEAN+6. Serta mampu memahami beragam variabel faktor-faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di
ASEAN+6. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai kalangan,
baik dari sisi pemerintahan, kalangan akademisi maupun bagi penulis sendiri.
Berdasarkan hasil analisis integrasi ekonomi ini, pemerintah diharapkan dapat
mengambil kebijakan yang tepat dalam menghadapi integrasi ekonomi.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
Kawasan ASEAN+6 yang akan dibahas adalah negara Cina, Jepang, Korea
Selatan, Australia, India, New Zealand, Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina,
dan Thailand. Adanya keterbatasan data, maka dalam penelitian ini tidak
memasukkan negara Brunei Darusalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.
Periode data yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah tahun 2001
sampai 2008.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, akan dijelaskan beberapa pustaka yang mendukung
penelitian. Beberapa pustaka tersebut antara lain: integrasi ekonomi; pertumbuhan
ekonomi dan beberapa faktor-faktor yang memengaruhinya; pengukuran
pertumbuhan ekonomi; data panel; dan penelitian terdahulu yang menjadi acuan
penelitian ini. Pada bagian terakhir bab ini juga akan dijelaskan kerangka
pemikiran dari penelitian.
2.1.
Integrasi Ekonomi
Integrasi ekonomi adalah suatu kebijakan dalam perdagangan yang
mengurangi atau menghapuskan beragam hambatan perdagangan. Kebijakan
tersebut dilakukan secara diskriminatif, yakni hanya berlaku pada negara yang
memiliki kesepakatan bersama untuk membentuk integrasi ekonomi. Integrasi
ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan negara anggota dan
menciptakan stabilitas yang tinggi (Salvatore, 1997).
Menurut Bella Balassa dalam Hamdy (2004), tahapan integrasi ekonomi
dapat dibedakan menjadi lima bagian. Tahapan integrasi ekonomi tersebut antara
lain:
1.
Preferential Trading Area (PTA)
Negara yang tergabung dalam integrasi ini, memiliki kesepakatan untuk
menurunkan berbagai macam hambatan perdagangan antar anggota. Selain
itu, dalam PTA juga memberikan perlakuan khusus terhadap barang tertentu
dari negara tertentu dengan mengurangi tingkat tarif.
9
2.
Free Trade Area (FTA)
Negara yang bersepakat untuk memberlakukan FTA, harus menghilangkan
semua hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun non-tarif. Akan
tetapi,
negara dalam FTA masih dapat
memberlakukan hambatan
perdagangan bagi negara lain diluar anggota.
3.
Customs Union
Negara
anggota
dalam
kesatuan
ini
dapat
mempertahankan
atau
menghilangkan kebijakan perdagangan antar anggota. Selain itu, negara
dapat menyeragamkan kebijakan perdagangan internasional di luar negara
anggota.
4.
Economic Union
Economic Union merupakan bentuk kerjasama regional yang memiliki
kesatuan kebijakan dalaam hal perpajakan, tenaga kerja, jaminan sosial, dan
lain-lain.
5.
Monetary Union
Monetary Union merupakan bentuk kerjasama regional, dimana antara negara
anggota memiliki kesamaan dalam hal kebijakan moneter (penyatuan mata
uang), kebijakan fiskal, dan kebijakan sosial.
Selanjutnya,
integrasi
ekonomi
menurut
Salvatore
(1997)
akan
dapat
meningkatkan kesejahteraan apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
1.
Hambatan perdagangan antar negara anggota sebelum terbentuknya integrasi
ekonomi relatif tinggi.
10
2.
Hambatan perdagangan yang terjadi antara negara anggota dengan negara di
luar anggota relatif rendah.
3.
Memiliki negara partisipan dalam integrasi ekonomi yang relatif banyak dan
memiliki ukuran perekonomian negara anggota yang besar.
4.
Antar negara anggota memiliki tingkat kompetitif yang semakin tinggi dan
ragam perekonomian memiliki unsur komplementaris yang semakin kecil.
Integrasi ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan apabila dibentuk oleh
negara anggota yang memiliki stuktur perekonomian saling bersaing, bukan
saling melengkapi.
5.
Memiliki kedekatan dalam aspek geografis.
6.
Antara negara anggota dan negara di luar anggota memiliki hubungan dagang
yang luas.
Integrasi ekonomi yang telah dibentuk oleh Uni Eropa lebih berhasil dari pada
Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa. Hal ini dikarenakan negara anggota Uni
Eropa lebih bersifat kompetitif, memiliki kedekatan geografis, dan sebelum
terbentuk Uni Eropa, negara anggotanya memiliki hubungan dagang yang luas
dengan negara lain diluar anggota .
2.2.
Pertumbuhan Ekonomi
Setiap negara di seluruh dunia menomorsatukan pada kemajuan
pertumbuhan ekonomi. Setiap ekonom di dunia memusatkan perhatian tentang
kaidah-kaidah untuk meningkatkan pendapatan dengan tujuan peningkatan
11
pertumbuhan ekonomi. Pemusatan perhatian pada pertumbuhan ekonomi
dilakukan oleh penganut sistem ekonomi sosialis, kapitalis maupun campuran. Hal
ini terjadi karena konsep pertumbuhan ekonomi telah diyakini sebagai ukuran
nilai pertumbuhan ekonomi nasional (Todaro dan Smith, 2004).
Pergerakan pertumbuhan ekonomi di setiap negara berbeda-beda.
Beberapa negara di Asia Timur memiliki laju pertumbuhan yang tinggi selama
tiga tahun terakhir ini, sementara itu beberapa negara Afrika mengalami
pertumbuhan yang relatif stagnan. Hal ini terjadi karena perbedaan produktivitas
yang dapat dilihat dari perbedaan standart kualitas hidup. Negara maju memiliki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena negara maju lebih produktif dari pada
negara miskin. Sehingga tingkat pertumbuhan ekonommi berkorelasi positif
dengan produktivitas dan standart kualitas hidup. Menurut Lipsey et all (1997)
tiga faktor penting dari produktivitas yang memengaruhi tingkat pertumbuhan
ekonomi. tersebut adalah:
1. Akumulasi modal
Akumulasi modal dapat berupa modal fisik maupun modal manusia.
Modal manusia
Investasi dalam modal manusia dapat dilakukan melalui pendidikan formal
maupun peningkatan pengalaman kerja.
Modal fisik
Investasi dalam modal fisik dapat berupa semua bentuk investasi, sarana
prasarana transportasi dan komunikasi, pembangunan pabrik serta fasilitas lain
penunjang perekonomian.
2. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja
12
Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk, akan terjadi pula peningkatan
jumlah angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi dapat dilakukan dengan adanya inovasi, cara baru untuk
menghasilkan suatu produk maupun bentuk-bentuk organisasi bisnis modern.
Pendekatan pertumbuhan ekonomi berdasarkan produktivitas mengacu
pada model pertumbuhan yang paling terkenal yakni model pertumbuhan
Neoklasik Solow. Model ini menyatakan bahwa secara kondisional perekonomian
antar bergai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi beragam akan
konvergen apabila memiliki tingkat tabungan, pertumbuhan angkatan kerja,
pertumbuhan produktivitas dan tingkat depresi yang sama. Dengan demikian
model pertumbuhan neoklasik Solow dapat dijadikan sebagai kerangka dasar
penelitian konvergensi berbagai negara. Teori pertumbuhan Solow mampu
menggambarkan pertumbuhan negara maju lebih baik dari pada menggambarkan
pertumbuhan ekonomi negara berkembang (Todaro dan Smith, 2004). Model
pertumbuhan ekonomi Solow menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Fungsi
produksi model Solow:
Y = AKα (hL)1-α
Keterangan:
Y = produk domestik bruto
K = persediaan modal fisik
L= persediaan tenaga kerja
A = total faktor produktivitas, yang tumbuh pada tingkat eksogen
h = modal manusia per tenaga kerja
13
Dengan y = Y/L, maka persamaan di atas menjadi:
Y = Akα h1-α
Persamaan tersebut dapat ditransformasi menjadi fungsi produksi Cobb-Douglas:
Berdasarkan fungsi di atas, persmaan fungsi output per tenaga kerja adalah:
Dengan demikian, tingkat output per tenaga kerja dipengaruhi oleh total faktor
produktivitas, kapital per tenaga kerja dan modal manusia per tenaga kerja.
Tingkat output per pekerja merupakan sebuah ukuran dari produktivitas.
Terdapat berbagai kritik mengenai kinerja teori neoklasik. Teori neoklasik
tidak mampu menjelaskan apabila terjadi guncangan dalam perekonomian
maupun perubahan teknologi. Pertumbuhan ekonomi menurut teori neoklasik
merupakan proses yang bebas dari pengaruh kemajuan teknologi. Hal ini memicu
adanya konsep pertumbuhan ekonomi baru atau teori pertumbuhan endogen. Teori
pertumbuhan endogen pemberikan kerangka teoritis pertumbuhan ekonomi yang
persisten yakni pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh sistem proses produksi,
bukan dari kekuatan lain di luar sistem. Teori pertumbuhan endogen mampu
menjelaskan perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara, menjelaskan faktorfaktor dominan yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, menjelaskan peluang
terjadinya skala hasil yang semakin meningkat; dan menjelaskan pola
pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara. Persamaan
sederhana dari teori pertumbuhan endogen adalah Y = AK. A mewakili semua
faktor yang terdapat dalam teknologi serta K mewakili modal fisik dan modal
14
manusia. Persamaan tersebut tidak mencerminkan adanya hasil yang semakin
menurun atas modal.
Tingkat pendapatan suatu negara, selain dipengaruhi dari faktor
produktivitas, dapat pula dipengaruhi oleh beberapa komponen. Komponen lain
yang memengaruhi pendapatan antara lain konsumsi, pengeluaran pemerintah,
nilai tukar, FDI, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, defisit anggaran
pemerintah, dan keterbukaan ekonomi. Komponen ini diambil dari penelitian yang
dilakukan oleh Barro (1996) dan pendekatan pengeluaran dari pendapatan
nasional. Barro (1996) mengadopsi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi berdasarkan teori pertumbuhan endogen.
2.2.1. Konsumsi
Konsumsi adalah keseluruhan barang maupun jasa yang dibeli oleh
konsumen. Rumah tangga mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi output
perekonomian yang mereka butuhkan. Konsumsi dapat dilakukan oleh rumah
tangga maupun perusahaan. Konsumsi terdiri dari tiga bagian, yakni barang tidak
tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama merupakan
barang yang habis dalam sekali pemakaian atau dapat juga diartikan barang yang
habis dalam jangka pendek. Barang tahan lama adalah barang yang memiliki usia
pemakaian dalam jangka panjang. Sedangkan jasa adalah usaha pelayanan yang
dilakukan oleh perusahaan ataupun individu untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, seperti perusahaan antar barang, salon kecantikan, dan lain sebagainya
(Mankiw, 2002).
15
2.2.2. Pengeluaran Pemerintah
Salah satu instrumen kebijakan fiskal adalah pengeluaran pemerintah.
Pemerintah mengeluarkan belanja negara dengan membeli output perekonomian
untuk keperluan negara dan penyediaan barang publik. Bentuk belanja pemerintah
anatara lain adalah gaji pegawai, pembangunan infrastuktur, transfer payment ke
masyarakat, pembelian persenjataan untuk pertahanan negara, dan lain
sebagainya. Jenis-jenis pengeluaran tersebut membentuk permintaan barang dan
jasa perekonomian oleh pemerintah (Mankiw, 2002).
2.2.3.
Foreign Direct Investment (FDI)
FDI adalah aliran salah satu bentuk modal asing dari investor asing ke
negara tujuan. Arus investasi luar negeri ke negara-negara di Asia telah meningkat
sejak awal tahun 1990-an. Arus investasi luar negeri datang dari Amerika Serikat,
Inggris, Jerman, Spanyol, Belanda dan Perancis. FDI termasuk modal asing yang
tidak rentan menimbulkan guncangan perekonomian karena bersifat jangka
panjang.
FDI
diharapkan
mampu
menguatkan
struktur
investasi
yang
berkesinambungan. Keberadaan investasi yang sustainable akan menyebabkan
pertumbuhan perekonomian semakin kuat (Kurniati dkk, 2007).
Kurniati dkk (2007) membagi FDI menjadi dua kategori yakni FDI
horizontal dan FDI vertikal. FDI horizontal bertujuan untuk mencari pasar baru.
FDI ini dilakukan dengan memproduksi barang yang sejenis antara suatu negara
dengan negara yang lainnya. Sedangkan FDI vertikal dilakukan untuk
mendesentralisasikan secara geografis aliran produksi, dimana perusahaan asing
16
melakukan proses produksi di suatu negara dengan biaya produksi yang rendah,
kemudian menyalurkan hasil produksi ke negara asal.
2.2.4. Tingkat Kesehatan
Menurut
teori
lingkaran kemiskinan Myrdal,
negara
mengalami
keterbelakangan atau kemiskinan diakibatkan pada minimumnya pemenuhan
kebutuhan gizi, kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar serta tingkat
pendidikan yang rendah (Damanhuri, 2010). Kualitas kesehatan yang tidak
memadai di suatu negara, akan menyebabkan tingkat pendapatan yang minimum.
Tingkat kesehatan dapat memengaruhi tingkat harapan hidup. Tingkat kesehatan
yang rendah dapat meningkatkan angka kematian. Tingkat kesehatan dapat diukur
melalui tingkat harapan hidup pada saat kelahiran serta tingkat kematian.
2.2.5. Tingkat Pendidikan
Pembinaan sumber daya manusia akan menciptakan tenaga kerja yang
terdidik, terampil dan berkompeten (Todaro dan Smith, 2004). Pengetahuan dan
keahlian yang dimiliki oleh seorang pekerja dan didapatkan melalui pedidikan,
pelatihan, pengalaman, dan lain sebagainya. Dengan peningkatan sumber daya
manusia, akan meningkatkan produktivitas. Pertumbuhan angkatan kerja diyakini
sebagai faktor yang positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan jumlah angkatan kerja akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang
produktif. Tingkat pendidikan dapat dicerminkan melalui tingkat partisipasi
sekolah.
17
2.2.6. Defisit Anggaran Pemerintah (Budget Deficit)
Defisit anggaran terkait erat dengan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran
pemerintah dapat menyebabkan defisit anggaran apabila melakukan kebijakan
fiskal yang ekspansif. Defisit anggaran secara konvensional dapat diartikan
sebagai suatu keadaan dimana total belanja pemerintah lebih besar dari pada total
pendapatan termasuk didalamnya adalah hibah (Wahyuningtyas, 2010).
2.2.7. Keterbukaan Ekonomi (Openness of the Economy)
Openness of the economy atau keterbukaan ekonomi merupakan indikator
untuk memperlihatkan seberapa besar tingkat ekspor impor suatu negara.
Keterbukaan ekonomi dapat diartiakan pula sebagai volume perdagangan
internasional. Keterbukaan ekonomi dapat dijelaskan dengan penjumlahan nilai
ekspor dan impor. Perdagangan internasional memiliki sejumlah argumen yang
mendukung serta menolaknya, dengan beragam alasan yang mendasarinya.
Namun argumen yang mendukung ataupun menolak tidak ada yang memiliki
kebenaran yang absolut. Manfaat yang diperoleh suatu negara dengan adanya
perdagangan internasional bergantung pada struktur perekonomian negara itu
sendiri (Lindert dan Kindleberger, 1986).
2.3.
Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi
diukur
berdasarkan
tingkat
pertumbuhan
pendapatan nasional atau GDP (Gross Domestic Product). GDP merupakan
indikator yang penting dalam mengukur kinerja perekonomian suatu negara. GDP
adalah jumlah nilai tambah (jumlah dari keseluruhan barang dan jasa akhir) yang
18
dihasilkan dari keseluruhan unit usaha ekonomi suatu negara dalam periode waktu
tertentu (Badan Pusat Statistik, 2010). GDP dapat menggambarkan keseluruhan
aktivitas ekonomi para pelaku ekonomi suatu negara. Kemampuan finansial suatu
negara dapat terlihat melalui tingkat GDP. GDP juga dipergunakan oleh investor
asing untuk merencanakan investasinya ke negara lain dengan melihat tingkat
GDP negara tujuan.
GDP digolongkan menjadi dua bagian yaitu GDP nominal dan GDP riil.
GDP nominal adalah pengukuran keseluruhan barang dan jasa dengan harga yang
berlaku. Sedangkan GDP riil adalah pengukuran keseluruhan barang dan jasa
dengan harga konstan pada tahun dasar. Pengukuran dengan menggunakan GDP
riil lebih mencerminkan kesejahteraan masyarakat dari pada GDP nominal. Hal
tersebut dikarenakan GDP riil tidak dipengaruhi faktor inflasi serta kemampuan
masyarakat memenuhi kebutuhannya berdasarkan jumlah barang dan jasa yang
diproduksi (Mankiw, 2002). GDP nominal dapat digunakan untuk melihat
pergeseran struktur ekonomi, sedangkan GDP riil dapat digunakan untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Badan Pusat Statistik,
2010). Selain GDP, pengukuran pendapatan lain dapat menggunakan produk
nasional bruto (gross national product/GNP) dan produk nasional netto (net
national product/NNP). Perbedaan antara GDP dengan GNP adalah nilai GNP
sebagian diperoleh dari luar negeri (Dornbusch dan Fischer 1997). Misalnya,
perusahaan Honda yang berproduksi di Indonesia, keuntungan dari bisnis Honda
masuk sebagai GNP Jepang dan tidak masuk sebagai GDP Jepang melainkan
masuk dalam GDP Indonesia.
19
Menurut
Badan Pusat
Statistik (2010)
perhitungan GDP
dapat
menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan
serta pendekatan pengeluaran. Dengan ketiga pendekatan ini, dapat diketahui
secara jelas cerminan aktivitas ekonomi suatu negara. Pendekatan produksi
menghitung GDP melalui penjumlahan keseluruhan produksi akhir dari semua
unit produksi suatu negara dalam kurun waktu tertentu.
Pendekatan
pendapatan
menghitung
GDP
dengan
menjumlahkan
keseluruhan pendapatan yang diterima faktor produksi sebagai imbalan balas jasa.
Pendapatan tersebut mencangkup nilai gaji, upah, sewa, bunga modal dan
keuntungan namun belum termasuk pajak penghasilan serta pajak langsung yang
terkait. Pendekatan pengeluaran menghitung GDP dengan menjumlahkan
keseluruhan komponen permintaan. Komponen permintaan tersebut antara lain:
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba
pengeluaran konsumsi pemerintah
pembentukan modal tetap domestik bruto
investasi, dan
ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).
Terdapat permasalahan dalam pengukuran GDP yakni adanya kegiatan
ekonomi bawah tanah (underground economic). Kegiatan ekonomi bawah tanah
terdiri dari : pekerjaan sampingan yang tidak terdaftar, perjudian yang illegal,
bekerja sebagai imigran illegal, perdagangan obat-obatan terlarang, prostitusi
illegal, dan lain sebagainya. Ada dua jenis kegiatan ekonomi bawah tanah, yang
pertama adalah kegiatan yang tidak melanggar hukum dengan alasan untuk
menghindari pajak, dan yang kedua adalah kegiatan yang benar-benar melanggar
20
hukum, seperti perdagangan obat-obatan terlarang dan sebagainya (Dornbusch
dan Fischer, 1997).
2.4.
Data Panel
Data panel atau yang disebut juga longitudinal data adalah data yang yang
memiliki keterkaitan antara dimensi ruang (cross section) dan dimensi waktu
(time series). Data cross section dalam data panel diobservasi menurut waktu.
Setiap data cross section memiliki unit observasi time series yang sama, maka
disebut balanced panel. Sebaliknya, setiap data cross section memiliki unit
observasi time series yang berbeda, maka disebut unbalanced panel. Aplikasi
metode estimasi menggunakan data panel bertujuan untuk mengatasi kelemahan
yang tidak mampu dijawab oleh metode cross section dan time series murni.
Dengan menggunakan data panel, banyak keuntungan yang akan didapatkan,
diantaranya sebagai berikut:
1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.
Data panel secara eksplisit mampu memasukkan unsur heterogenitas yang
dimiliki antar individu. Data panel memberikan peluang perlakuan setiap
unit-unit individu yang dianalisis adalah heterogen.
2. Memberikan data informatif, mengurangi adanya kolinearitas antar
peubah, meningkatkan derajat kebebasan serta panggunaannya lebih
efisien.
Data time series memiliki tingkat kolineritas yang tinggi. Data panel yang
memasukkan dimensi waktu dapat menambah informasi pada variabel.
21
Dengan demikian, data panel mampu menghasilkan estimasi yang lebih
akurat.
3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment.
Dalam data panel, setiap unit cross section memiliki dimensi waktu.
Sehingga membuat data panel mampu mempelajari perubahan dinamis
terhadap waktu.
4. Mampu lebih baik dalam mengatasi dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diatasi oleh metode estimasi data cross section saja
ataupun time series saja.
Pada kenyataannya, indikator-indikator dalam perekonomian sebagian
besar bersifat dinamis. Hubungan dinamis dapat diketahui dengan adanya lag
variabel endogen yang terdapat pada variabel eksogen. Dalam panel dinamis yit
adalah fungsi dari µi, maka yi,t-1 juga merupakan fungsi dari µi. Untuk
mengestimasi panel dinamis, digunakan pendekatan Generalized method of
moment (GMM). Alasan yang melatarbelakangi digunakannya pendekatan GMM
diantaranya, GMM merupakan common estimator yang akan memberikan manfaat
baik dalam penilaian maupun perbandingan, serta GMM menawarkan alternatif
yang lebih sederhana terutama untuk maximum likelihood. Pada umumnya, dalam
pendekatan GMM terdapat dua jenis metode, yaitu:
1. First-difference GMM (FD-GMM) atau Arrellano-Bond GMM (ABGMM).
Penduga yang dihasilkan dari FD-GMM dapat mengandung bias apabila
memiliki ukuran contoh yang terbatas, terutama ketika
periode
pengamatan yang digunakan relatif kecil. Dengan demikian diperlukan
22
pertimbangan sebelum mengestimasi model autoregresif dengan periode
waktu yang relatif kecil. Selain itu, dalam model AR(1) yang
menggunakan pendekatan least square akan menghasilkan estimasi yang
bias ke atas dan fix effect akan menghasilkan estimasi yang bias ke bawah.
2. System GMM (SYS-GMM)
Pendekatan SYS-GMM digunakan untuk menjawab kelemahan dari
pendekatan FD-GMM, yang mendasari penggunaan metode ini adalah
untuk mengestimasi persamaan baik dalam level maupun dalam firstdifferences. Instrumen yang digunakan dalam level adalah lag firstdifferences dari deret.
2.5.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Penelitian Jesus Crespo Cuaresma, Gernot Depplelhofer dan Martin
Feldkircher (2009) dengan judul: ”Economic Growth Determinants for European
Regions: Is Central and Eastern Europe Different?”. Penelitian ini mengukur
faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Eropa periode 1995 –
2005 dengan memfokuskan pada daerah Eropa Pusat dan Eropa Timur. Penelitian
ini menggunakan metode Spatial Autoregressive Model (SAR) dengan pendekatan
Bayesian Model Averaging (BMA). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat konvergensi di kedua wilayah Eropa antar Negara yang berbeda
dengan negara individu. Kecepatan konvergensi sekitar 1,3 persen, dan ketepatan
dari kecepatan konvergensi didominasi oleh pertumbuhan ekonomi negara Eropa
23
Pusat. Proses konvergensi antar wilayah didominasi oleh proses perkembangan di
wilayah Eropa Pusat. Tingkat pertumbuhan ekonomi di negara kapital lebih tinggi
dari pada di negara non – kapital. Terdapat tambahan pendapatan yang diterima
oleh negara kapital di wilayah Eropa Pusat. Positif spatial spillover ditemukan
dalam wilayah Kesatuan Eropa. Sehubungan dengan faktor-faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi, konvergensi pendapatan, infrasruktur,
menjadi kekuatan dalam penentuan pertumbuhan ekonomi di wilayah Eropa.
Penelitian B. Bhaskara Rao dan Maheshwar Rao (2005) dengan judul:
”Determinants of Growth Rate: Some Methodological Issues with Data from Fiji”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan model pertumbuhan Solow untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi partumbuhan ekonomi Pasifik
Selatan, Sufa (Fiji). Variabel yang digunakan mengacu pada pendekatan model
Solow, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor ketersediaan modal, tenaga
kerja serta tekhnologi. Analisis yang digunakan lebih memperhatikan keterkaitan
antara keterbukaan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Menurut penelitian
ini, semakin terbukanya suatu negara, pertumbuhan ekonomi akan semakin
meningkat.
Penelitian Jong-Wha Lee dan Kiseok Hong (2010) dengan judul:
“Economic Growth in Asia: Determinant and Prospect”. Pada penelitian ini
membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi dan prospek pertumbuhan
ekonomi di Asia. Negara yang dianalisis adalah PRC, Hongkong, Korea,
Malaysia, Pakistan, Filipina, Singgapura, Taipei, Thailand dan Vietnam. Analisis
faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Lee dan Hong (2010)
menggunakan pendekatan model pertumbuhan ekonomi Robert Solow dengan
24
variabel eksogennya adalah total faktor produktivity, modal fisik pertenaga kerja
dan modal manusia pertenaga kerja. Berdasarkan hasil analisis didapatkan
kesimpulan
bahwa
ketiga
variabel
ekogen
memengaruhi
konvergensi
pertumbuhan ekonomi serta proyeksi pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan
secara signifikan melalui peningkatan pendidikan, RND dan property right.
Penelitian Catanet Dan Nicolae dan Catanet Alina (2008) dengan judul:
“Facts About Determinants of Economic Growth”. Pada penelitian ini
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi 150 negara
selama tahun 1961-2000 dengan menggunakan pendekatan data panel. Penelitian
ini menghasilkan kesimpulan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat
didorong oleh pendidikan, kesehatan, tingkat tabungan, sistem keuangan, FDI,
keterbukaan ekonomi, permodalan dan tingkat suku bunga riil. Namun
pertumbuhan ekonomi dapat mengalami perlambatan dengan tingginya tingkat
pengangguran, pengeluaran pemerintah, inflasi, pertumbuhan populasi, defisit
anggaran serta defisit neraca pembayaran.
Penelitian Mori Kogid, Dullah Mulok, Lim Fui Yee Beatrice dan Kasim
Mansur (2010) dengan judul: “Determinant Factors of Economic Growth in
Malaysia: Multivariate Cointegration and Causality Analysis”. Penelitian ini
mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Malaysia
dalam periode tahun 1970 sampai 2007. Metode yang digunakan adalah Error
Corection Model. Variabel yang menjadi faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi pada penelitian mereka antara lain: consumtion
expenditure (CE), goverment expenditure (GE), expor (X), exchange rate(ER) dan
inflow Foreign Direct Investment (FDI). Berdasarkan hasil estimasi dihasilkan
25
kesimpulan bahwa konsumsi dan eksport menjadi variabel yang signifikan dalam
memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat
dengan adanya pengeluaran pemerintah, nilai tukar dan FDI.
Penelitian Robert J. Barro (1996) dengan judul: “Determinan of Economic
Growth: A Cross-Country Empirical Study”. Penelitian ini menggunakan subjek
analisis 100 negara selama selang waktu 1960 hingga 1990 dan menggunakan
pendekatan data panel. Hasil penelitian ini mengungkapkan bukti empiris adanya
konvergensi pertumbuhan ekonomi yang kuat di negara yang dianalisis.
Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dengan kenaikkan life expectancy dan
tingkat pendidikan; penurunan kesuburan kelahiran; penurunan pengeluaran
pemerintah; peningkatan maintenance sistem hukum dan undang-undang;
penurunan tingkat inflasi; dan peningkatan term of trade.
Perbedaan yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian terdahulu
adalah ruang lingkup penelitian serta metode penelitian. Pada penelitian ini akan
menganalisis perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan
negara berkembang di ASEAN+6, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara maju di ASEAN+6, serta faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan panel dinamis dengan beberapa
variabel eksogen, antara lain: lag pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi
(consumtion expenditure), pengeluaran pemerintah (goverment expenditure),
Foreign Direct Investment inflow (FDI), tingkat harapan hidup (life expectacy),
defisit anggaran pemerintah (budget deficit), dan keterbukaan ekonomi (openness
of the economy).
26
2.6.
Kerangka Pemikiran
Salah satu syarat untuk mewujudkan integrasi ekonomi seperti yang
diharapkan negara ASEAN+6 adalah konvergensi dalam hal nominal dan riil
(Ningsih,
2010).
Integrasi ekonomi
dan keuangan akan
memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara kawasan ASEAN+6. Integrasi ekonomi dapat
membuat pertumbuhan ekonomi menjadi konvergen maupun divergen. Divergensi
akan terjadi apabila suatu negara tidak mampu bersaing dengan negara lain dalam
integrasi ekonomi. Negara yang tidak mampu bersaing tersebut hanya akan
menjadi konsumen di negara sendiri dan mengalami kemunduran pertumbuhan
ekonomi.
Kawasan integrasi ekonomi ASEAN+6 terdiri dari negara maju dan negara
berkembang. Negara maju dan negara berkembang memiliki perbedaan
karakteristik yang mendasar dan tidak dapat diterapkan perlakuan yang sama
antara keduanya. Selanjutnya, analisis pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 akan
dilakukan dengan memisahkan antara negara maju dan negara berkembang agar
tidak menghasilkan regresi yang bias. Adapun variabel independen dari model
faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di
ASEAN+6 serta faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara
berkembang di ASEAN+6 adalah lag variabel dependen, pengeluaran konsumsi,
tingkat harapan hidup, dan Foreign Direct Investment inflow. Variabel sebagai
faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini
adalah lag
pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi, pengeluaran
pemerintah, tingkat partisipasi sekolah sekunder, tingkat harapan hidup, Foreign
27
Direct Investment inflow, defisit anggaran pemerintah, dan keterbukaan ekonomi.
Analisis yang digunakan untuk mengestimasi adalah pendekatan panel dinamis
(GMM). Gambar 2.1 akan memperlihatkan kerangka pemikiran dari penelitian.
Cina, Jepang, Korea, Australia,
ASEAN
India, New Zealand
Integrasi Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
ASEAN+6
Karakteristik Pertumbuhan
Faktor-faktor yang Memengaruhi
Ekonomi ASEAN+6
Pertumbuhan Ekonomi
ASEAN+6
Negara
Maju
Negara
Berkembang
Metode Deskriptif
Negara
Maju
Negara
Berkembang
Menggunakan Pendekatan
Panel Dinamis
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di
ASEAN+6: Pendekatan Data Panel
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
III.
3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa
data panel (atau longitudinal data) yang memiliki dimensi waktu (time series) dan
dimensi ruang (cross section). Periode data yang digunakan adalah tahun 2001
hingga 2008. Pemilihan periode data dikarenakan keterbatasan data pada semua
variabel yang digunakan. Negara yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah
ASEAN+6 dengan memasukkan lima negara utama ASEAN dan enam negara
Asia lainnya. Negara tersebut adalah sebagai berikut : Cina, Jepang, Korea
Selatan, Australia, India, New Zealand, Indonesia, Malaysia, Singgapura, Filipina
dan Thailand. Pada penelitian ini tidak memasukkan negara Brunei Darusalam,
Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam karena adanya keterbatasan data.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
International Financial Statistic (IFS) dari International Monetary Fund (IMF),
World Development Indicator 2009, CEIC, UNESCO Institute of Statistic,
Departemen of Statistic Singgapore serta Index Mundi. Sedangkan variabel yang
digunakan adalah GDP riil, pengeluaran konsumsi (consumtion expenditure),
pengeluaran pemerintah (goverment expenditure), nilai tukar nominal (nominal
exchange rate), Foreign Direct Investment inflow (FDI), tingkat harapan hidup
(life expectacy), tingkat partisipasi sekolah sekunder (school enrollment
secondary), defisit anggaran pemerintah (budget deficit), keterbukaan ekonomi
(openness of the economy) dan tingkat pengangguran (unemployment). Pada
29
Gambar 3.1 memperlihatkan data yang digunakan dan sumber data secara
teperinci.
Tabel 3.1. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
No.
Data yang Digunakan
Sumber Data
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
3.2.
GDP riil ASEAN+6 (constant
2000, US$)
Pengeluaran Konsumsi Akhir
(constant 2005, US$)
Pengeluaran Konsumsi Akhir
Pemerintah (constant 2005, US$)
World Development Indicator 2009
Foreign direct investment, net
inflows (persen dari GDP)
Tingkat harapan hidup dari
kelahiran, total (years)
Tingkat
Partisipasi
Sekolah
Sekunder (persen dari total )
World Development Indicator 2009
World Development Indicator 2009
IFS dari
Fund
International Monetary
World Development Indicator 2009
dan Index Mundi
World Development Indicator 2009,
CEIC, UNESCO Institute of Statistic
dan
Departemen
of
Statistic
Singgapore
Rasio
Defisit
Anggaran World Development Indicator 2009,
Pemerintah (persen)
CEIC dan IFS dari International
Monetary Fund
Keterbukaan Ekonomi:
World Development Indicator 2009
Ekspor (constant 2005, US$), dan IFS dari International Monetary
Impor (constant 2005, US$)
Fund
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kuantitatif dan deskriptif. Analisis deskriptif statistik dipaparkan untuk
memberikan gambaran perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara
maju dan negara berkembang di ASEAN+6. Analisis kuantitatif yang digunakan
adalah panel dinamis. Panel dinamis digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara
30
berkembang di ASEAN+6. Pengolahan data pada penelitian ini didukung dengan
program komputer STATA v.10, Eviews 6 dan Microsoft Office Excel 2007.
3.3.
Perumusan Model
Pada analisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju dan negara berkembang yang dilakukan dengan metode panel
dinamis. Variabel endogen yang menjadi faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang adalah pertumbuhan
ekonomi dengan delapan variabel eksogen. Variabel eksogen tersebut antara lain:
lag pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi (consumtion expenditure),
pengeluaran pemerintah (goverment expenditure), Foreign Direct Investment
inflow (FDI), tingkat harapan hidup (life expectacy), tingkat partisipasi sekolah
sekunder (school enrollment secondary), defisit anggaran pemerintah (budget
deficit), dan keterbukaan ekonomi (openness of the economy).
Rumusan model ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Nicolae
dan Catanet (2008) dan Barro (1996). Persamaan 3.1 menjelaskan perumusan
model ekonometrika untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara maju di ASEAN+6.
.....................................(3.1)
dimana,
: pertumbuhan ekonomi negara maju ASEAN+6 tahun ke t
: lag pertumbuhan ekonomi negara maju ASEAN+6 tahun ke t
31
: pengeluaran konsumsi akhir negara maju ASEAN+6 tahun ke
t
: pengeluaran konsumsi akhir pemerintah negara maju
ASEAN+6 tahun ke t
: Foreign Direct Investment, net inflows negara maju
ASEAN+6 tahun ke t
: tingkat harapan hidup dari kelahiran, total negara maju
ASEAN+6 tahun ke t
: tingkat partisipasi sekolah sekunder negara maju ASEAN+6
tahun ke t
: rasio defisit anggaran pemerintah negara maju ASEAN+6
tahun ke t
: keterbukaan ekonomi negara maju ASEAN+6 tahun ke t
: error term
Sedangkan persamaan 3.2 menjelaskan perumusan model faktor-faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6.
..................................(3.2)
dimana,
: pertumbuhan ekonomi negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t
: lag pertumbuhan ekonomi negara berkembang ASEAN+6 tahun ke
t
: pengeluaran konsumsi akhir negara berkembang ASEAN+6 tahun
ke t
32
: pengeluaran konsumsi akhir pemerintah negara berkembang
ASEAN+6 tahun ke t
: Foreign Direct Investment, net inflows negara berkembang
ASEAN+6 tahun ke t
: tingkat harapan hidup dari kelahiran, total negara berkembang
ASEAN+6 tahun ke t
: tingkat partisipasi sekolah sekunder negara berkembang ASEAN+6
tahun ke t
: rasio defisit anggaran pemerintah negara berkembang ASEAN+6
tahun ke t
: keterbukaan ekonomi negara berkembang ASEAN+6 tahun ke t
: error term
3.4.
Metode Analisis Data
3.4.1. Metode Panel Dinamis
Menurut Indra (2009), relasi di antara variabel-variabel ekonomi pada
kenyataannya banyak yang bersifat dinamis. Analisis dapat digunakan sebagai
model yang bersifat dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian
dinamis (dynamic of adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh
keberadaan lag variabel dependen diantara variabel-variabel regresor. Sebagai
ilustrasi, perhatikan model data panel dinamis sebagai berikut:
………….(3.7)
33
dengan
menyatakan suatu skalar,
menyatakan matriks berukuran 1 x K dan
matriks berukuran K x 1. Dalam hal ini,
diasumsikan mengikuti model one
way error component sebagai berikut
…………………………………………………………(3.8)
dengan
menyatakan pengaruh individu dan
menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa
literatur disebut sebagai transient error.
Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan
efisiensi baik pada Fixed Effect Model (FEM) maupun Random Effect Model
(REM) terkait perlakuan terhadap
. Dalam model dinamis, situasi ini secara
substansi sangat berbeda, karena
merupakan fungsi dari
merupakan fungsi dari
. Karena
korelasi antara variabel regresor
adalah fungsi dari
dan
maka
juga
maka akan terjadi
, hal ini akan menyebabkan penduga
least square (sebagaimana digunakan pada model data panel statis) menjadi bias
dan inkosisten, bahkan bila
tidak berkorelasi serial sekalipun.
Untuk mengilustrasikan kasus tersebut, berikut diberikan model data panel
autoregresif (AR(1)) tanpa menyertakan variabel eksogen
;
dengan
di mana
bebas satu sama lain. Penduga fixed effect bagi
……………………….(3.9)
dan
saling
diberikan oleh
……………………………(3.10)
dengan
dan
.
34
Untuk menganalisis sifat dari
, dapat disubstitusi persamaan (3.9) ke
(3.10) untuk memperoleh persamaan dibawah ini:
……………..….......(3.11)
Penduga ini bersifat bias dan inkonsisten untuk N
dan T tetap, bentuk
pembagian pada persamaan diatas (3.11) tidak memiliki nilai harapan nol dan
tidak konvergen menuju nol bila N
. Secara khusus, hal ini dapat
ditunjukkan (Nickel (1981) dan Hsiao (1986) dalam Verbeek (2004)) bahwa
……………………………………………………………………………...(3.12)
sehingga, untuk T tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten.
Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan method of moments dapat
digunakan. Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004) menyarankan suatu
pendekatan Generalized Method of Moments (GMM). Pendekatan GMM
merupakan salah satu yang populer. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari,
pertama, GMM merupakan common estimator dan memberikan kerangka yang
lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian. Kedua, GMM memberikan
alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum
likelihood.
Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan.
Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: (i) GMM estimator adalah
asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar tetapi kurang efisien dalam
ukuran contoh yang terbatas (finite), dan (ii) estimator ini terkadang memerlukan
35
sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak
(software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM (Indra, 2009).
Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk
mengestimasi model linear autoregresif, yakni:
1. First-differences GMM (FD-GMM atau AB-GMM)
2. System GMM (SYS-GMM)
3.4.1.1. First-differences GMM (AB-GMM)
Untuk mendapatkan estimasi
tertentu,
akan
dilakukan
yang konsisten di mana N
first-difference
pada
Persamaan
dengan T
(3.9)
untuk
namun, pendugaan dengan least square akan menghasilkan penduga
yang
mengeliminasi pengaruh individual ( ) sebagai berikut:
inkonsisten karena
T
dan
berdasarkan definisi berkorelasi, bahkan bila
. Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference ini dapat
menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh,
digunakan sebagai instrumen. Di sini,
tetapi tidak berkorelasi dengan
berkorelasi dengan
, dan
penduga variabel instrumen bagi
akan
tidak berkorelasi serial. Di sini,
disajikan sebagai berikut:
……………………………………………..(3.14)
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah:
………………………...(3.15)
36
Penduga (3.14) merupakan salah satu penduga yang diajukan oleh
Anderson dan Hsiao (1981) dalam Verbeek (2004). Mereka juga mengajukan
penduga alternatif di mana
digunakan sebagai instrumen.
Penduga variabel instrumen bagi disajikan sebagai:
…………………………(3.16)
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah:
…………….(3.17)
Perhatikan bahwa penduga variabel instrumen yang kedua (IV(2)) memerlukan
tambahan lag variabel untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah amatan
efektif yang digunakan untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang (satu
periode sampel “hilang”). Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat
menyatukan penduga dan mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran
sampel. Langkah pertama dari pendekatan metode ini adalah mencatat bahwa:
….. (3.18)
yang merupakan kondisi momen (moment condition). Dengan cara yang sama
dapat diperoleh:
…………………………………………………………………...(3.19)
yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator (IV dan IV(2)) selanjutnya
dikenakan kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui penggunaan
lebih banyak kondisi momen meningkatkan efisiensi dari penduga. Arellano dan
Bond (1991) dalam Verbeek (2004), menyatakan bahwa daftar instrumen dapat
dikembangkan dengan cara menambah kondisi momen dan membiarkan
37
jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu, Arellano dan Bond (1991) dalam
Verbeek (2004) mempertahankan T tetap. Sebagai contoh, ketika T = 4 diperoleh:
, untuk t = 2
dan
untuk t = 3
dan
, untuk t =4
Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya,
untuk memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel
yang lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan:
……………………………………………………….(3.20)
sebagai vektor transformasi error, dan
…………………..(3.21)
sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks Zi berisi instrumen yang
valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh
kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai:
………………………………………………….......(3.22)
yang merupakan kondisi bagi 1+2+…+T-1. Untuk menurunkan penduga GMM,
tuliskan persamaan sebagai:
…………………………………………...(3.23)
karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang
belum diketahui,
akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel
yang bersesuaian, yakni:
38
…………..(3.24)
dengan WN
adalah adalah matriks penimbang definit positif yang simetris.
Dengan mendifrensiasikan terhadap
akan diperoleh penduga GMM sebagai:
………………………….(3.25)
Sifat dari penduga GMM (3.25) bergantung pada pemilihan WN yang konsisten
selama WN definit positif, sebagai contoh WN = I yang merupakan matriks
identitas.
Matriks penimbang optimal (optimal weighting matrix) akan memberikan
penduga yang paling efisien karena menghasilkan matriks kovarian asimtotik
terkecil bagi
. Sebagaimana diketahui dalam teori umum GMM (Verbeek,
2004), diketahui bahwa matriks penimbang optimal proposional terhadap matriks
kovarian invers dari momen sampel. Dalam hal ini, matriks penimbang optimal
seharusnya memenuhi
…………………...… (3,26)
dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikenakan terhadap matriks
kovarian vi , matriks penimbang optimal dapat diestimasi menggunakan first-step
consistent estimator bagi
dan mengganti operator ekspektasi dengan rata-rata
sampel, yakni (two step estimator)
………………………………………….(3.27)
dengan
estimator.
menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consistent
39
Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bahwa
pada
seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi
tanpa mengenakan restriksi. Sebagai catatan bahwa, ketidakberadaan autokorelasi
dibutuhkan untuk menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan
matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (dan sangat
dianjurkan
bagi
sampel
berukuran
kecil)
menekankan
ketidakberadaan
autokorelasi pada vit dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis.
Dengan catatan di bawah restriksi
……………………...(3.28)
matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai (one step estimator).
……………………………………………..…...(3.29)
Sebagai catatan bahwa (3.29) tidak mengandung parameter yang tidak diketahui,
sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu langkah bila
error vit diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung autokorelasi. Jika
model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka Persamaan (3.9)
dapat dituliskan kembali menjadi
……………………………………………..(3.30)
Parameter persamaan (3.30) juga dapat diestimasi menggunakan
generalisasi variabel instrumen atau pendekatan GMM. Bergantung pada asumsi
yang dibuat terhadap xit , sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat
dibangun. Bila xit strictly exogenous dalam artian bahwa xit tidak berkorelasi
dengan sembarang error vis, akan diperoleh
untuk setiap s dan t………………………………………(3.31)
40
sehingga x1, …, xiT dapat ditambah ke dalam daftar instrumen untuk persamaan
first difference setiap periode. Hal ini akan membuat jumlah baris pada Zi menjadi
besar. Selanjutnya dengan menggunakan kondisi momen
……………………..…………………(3.32)
Matriks instrumen dapat dituliskan sebagai
…….(3.33)
bila variabel xit tidak strictly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus di
mana xit dan lag xit tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan diperoleh
untuk s
t . Dalam kasus dimana hanya xi,t-1,…, xi1 instrumen yang
valid bagi persamaan first difference pada periode t, kondisi momen dapat
dikenakan sebagai
……………………………….(3.34)
Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan
predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Zi kemudian dapat
disesuaikan. Baltagi (1995), menyajikan contoh dan diskusi tambahan untuk kasus
ini. Penduga AB-GMM dapat mengandung bias pada sampel terbatas (berukuran
kecil), hal ini terjadi ketika tingkat lag (lagged level) dari deret berkorelasi secara
lemah dengan first-difference berikutnya, sehingga instrumen yang tersedia untuk
persamaan first-difference lemah (Blundell & Bond, 1998).
Dalam model AR (1) di Persamaan (3.9), fenomena ini terjadi karena
parameter autoregresif
mendekati satu, atau varian dari pengaruh individu ( i)
meningkat relatif terhadap varian transient error (vit).
41
Blundell dan Bond (1998) menunjukkan bahwa penduga AB-GMM dapat
terkendala oleh bias sampel terbatas, terutama ketika jumlah periode amatan yang
tersedia relatif kecil. Hal ini menekankan perlunya perhatian sebelum menerapkan
metode ini untuk mengestimasi model autoregresif dengan jumlah deret waktu
yang relatif kecil.
Keberadaan bias sampel terbatas dapat dideteksi dengan mengkomparasi
hasil AB-GMM dengan penduga alternatif dari parameter autoregresif.
Sebagaimana diketahui dalam model AR (1), least square akan memberikan suatu
estimasi dengan bias yang ke atas (biased upward) dengan keberadaan pengaruh
spesik individu (individual-spesific effect) dan fixed effect akan memberikan
dugaan
dengan bias yang ke bawah (biased downward). Selanjutnya penduga
konsisten dapat diekspektasi di antara penduga least square atau fixed effect. Bila
penduga AB-GMM dekat atau di bawah penduga penduga fixed effect, maka
kemungkinan penduga AB-GMM akan biased downward, yang kemungkinan
disebabkan oleh lemahnya instrumen.
3.4.1.2. System GMM (SYS-GMM)
Indra (2009) ide dasar dari penggunaan metode system GMM adalah untuk
mengestimasi sistem persamaan baik pada first-differences maupun pada level
yang mana instrumen yang digunakan pada level adalah lag first-differences dari
deret. Blundell dan Bond (1998) menyatakan pentingnya pemanfaatan initial
condition dalam menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel
dinamis ketika T berukuran kecil. Misalkan diberikan model autoregresif data
panel dinamis tanpa regresor eksogenus sebagai berikut:
42
……………………………….…………………...(3.35)
untuk i= 1, 2, …. , N ; t = 1, 2,
dengan
…, T. Dalam hal ini, Blundell dan Bond (1998) memfokuskan pada T=3 oleh
karenanya hanya terdapat satu kondisi ortogonal yang diberikan oleh
sedemikian sehingga
tepat teridentifikasi (just Indentified).
Dalam kasus ini, tahap pertama dari regresi variabel instrumen diperoleh dengan
meregresikan
dan yi1. Perhatikan bahwa regresi ini dapat diperoleh dari
persamaan (3.35) yang dievaluasi pada saat t=2 dengan mengurangi kedua ruas
persamaan tersebut, yakni
…………………………………….(3.36)
Dikarenakan eskpektasi
maka
) akan bias ke atas
(upward biased) dengan
………………………………(3.37)
dengan
. Bias dapat menyebabkan koefisien estimasi dari
variabel instrumen yi1 mendekati nol. Selain itu, nilai statistik-F dari regresi
variabel instrumen tahap pertama akan konvergen ke
dengan parameter non-
centrality
dengan
karena
maka penduga variabel instrumen menjadi lemah. Di sini, Blundell
dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga first-difference
GMM dengan masalah lemahnya instrumen yang mana hal ini dicirikan dari
parameter konsentrasi (Baltagi, 2005).
43
3.4.2. Uji Spesifikasi Model Panel Dinamis
Pada umumnya, untuk menentukan model panel dinamis (metode GMM)
terbaik, terdapat tiga kriteria, yaitu tidak bias, validitas, dan konsistensi. Model
GMM yang baik adalah model yang valid, konsisten dan tidak bias.
Uji tidak bias dapat dilakukan dengan membandingkan koefisien estimasi
dari estimasi OLS dan estimasi efek tetap (fixed effect). Metode OLS akan
menyebabkan estimasi bias ke atas (biased upwards), sedangkan metode efek
tetap menyebabkan estimasi bias ke bawah (biased downwards). Model dapat
dikatakan tidak bias apabila koefisien estimasinya berada dibawah estimasi OLS
dan berada diatas estimasi efek tetap.
Uji Sargan untuk overidentifiying restriction digunakan untuk menguji
apakah terdapat masalah dengan validitas dari instrumen yang digunakan. Arti
valid dalam bahasan ini adalah tidak ada korelasi antara intrumen dengan
komponen error. Hipotesis nol dari uji Sargan ini menyatakan bahwa instrumen
tidak memiliki masalah dengan validitas (instrumen valid). Apabila hasil metode
AB-GMM menunjukkan instrumen yang digunakan tidak valid, maka digunakan
metode SYS-GMM.
Uji autokorelasi pada pendekatan GMM digunakan untuk mengetahui
konsistensi dari hasil estimasi. Dalam uji autokorelasi ini, dapat ditentukan
melalui nilai statistik Arrellano-Bond m1 dan m2. Konsistensi dari metode
ditunjukkan dengan nilai statistik m1 yang signifikan (p.value < α) dan nilai
statistik m2 yang tidak signifikan (p.value > α).
44
3.4.3. Granger Causality Test pada Data Panel
Hubungan kausalitas (causality) adalah hubungan jangka pendek antara
kelompok tertentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup
juga hubungan timbal balik dan fungsi-fungsi yang muncul dari analisis spektrum,
khususnya hubungan penuh antar spektrum dan hubungan partial antar spektrum.
Berdasarkan pandangan ekonometrik, ide utama dari kausalitas adalah sebagai
berikut: pertama, jika X memengaruhi Y, berarti informasi masa lalu X dapat
membantu dalam memprediksikan Y. Dengan kata lain, dengan menambah data
masa lalu X ke regresi Y dengan data Y masa lalu maka dapat meningkatkan
kekuatan penjelas (explanatory power) dari regresi. Kedua, data masa lalu Y tidak
dapat membantu dalam memprediksikan X, karena jika X dapat membantu dalam
memprediksikan Y dan Y dapat membantu memprediksikan X, maka
kemungkinan besar terdapat variabel lain, katakan Z, yang memengaruhi X dan Y
(Fauzi, 2007).
Pada tahun 1969, Granger memperkenalkan hubungan sebab akibat antara
dua variabel yang saling berkaitan. Hubungan kausalitas dapat dibagi atas tiga
kategori, yaitu hubungan kausalitas satu arah, hubungan kausalitas dua arah dan
hubungan timbal balik. Dengan panjang lag optimal, p, maka prinsip kerja dari
Granger Causality Test pada data panel didasarkan atas regresi model pooled
sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
...(3.38)
...(3.39)
Pada persamaan regresi model pooled pertama (3.38), X memengaruhi Y atau
hubungan kausalitas satu arah dari X ke Y apabila koefisien βl tidak sama dengan
45
nol (0). Hal yang sama juga untuk persamaan regresi model pooled kedua (3.39),
Y memengaruhi X atau terdapat hubungan kausalitas satu arah dari Y ke X jika
koefisien βl tidak sama dengan nol. Sementara apabila keduanya terjadi maka
dikatakan terdapat hubungan timbal balik (feedback relationship) antara X dan Y
atau terdapat hubungan kausalitas dua arah (bidirectional causality) antara X dan
Y.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selanjutnya pada bab ini akan dideskripsikan hasil dari penelitian. Sesuai
dengan rumusan masalah penelitian, maka dalam bab ini akan dibahas tiga sub
bab utama yaitu: perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan
negara berkembang di ASEAN+6, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara maju di ASEAN+6, serta faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6.
Analisis deskriptif dan analisis kuantitatif digunakan dalam pembahasan
penelitian ini. Metode diskriptif untuk menjawab perbedaan karakteristik
pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6,
sedangkan analisis kuantitatif untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6.
Hasil dari estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6, akan memperlihatkan
variabel-variabel yang signifikan dan yang tidak signifikan.
Estimasi model penelitian ini, beberapa variabel diolah dalam bentuk
logaritma natural (ln) untuk menghasilkan data yang stationer. Konsekuensi dari
perlakuan ini adalah intepretasi dari hasil penelitian menjadi nilai elastisitas.
Elastisitas yang terdapat pada setiap koefisien variabel eksogen dinyatakan dalam
bentuk persentase. Selain membahas analisis deskriptif dan hasil estimasi, pada
bab ini juga akan dijelaskan mengenai pengujian Granger Causality untuk
mengetahui hubungan antar variabel.
47
4.1.
Analisis Deskriptif Perbedaan Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi
Negara Maju dan Negara Berkembang di ASEAN+6
Pada subbab ini akan dibahas mengenai kondisi umum dari masing-masing
variabel yang digunakan. Pada awalnya akan dijelaskan mengenai pertumbuhan
ekonomi yang dibagi menjadi dua periode. Selanjutnya, akan dijelaskan hubungan
antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel. Berdasarkan pembahasan tersebut
akan diketahui perbedaan karakteristik dari pertumbuhan ekonomi negara maju
dan negara berkembang di ASEAN+6.
Pada dasarnya terdapat perbedaan karakteristik antara negara maju dan
negara berkembang karena sistem yang berbeda diantara keduanya. Perlakuan
antara negara maju dan negara berkembang tidak dapat disamakan karena adanya
perbedaan yang mendasar tersebut. Negara maju dan negara berkembang
memiliki perbedaan dalam hal sektor riil maupun sektor keuangan. Oleh karena
itu, pada negara maju dan negara berkembang ASEAN+6 tidak dapat dilakukan
kebijakan fiskal dan moneter yang sama.
Dengan demikian, integrasi ekonomi kawasan ASEAN+6 secara
konseptual dan secara ekonomi belum dapat dilaksanakan. Integrasi ekonomi
hanya akan menguntungkan negara dengan produktivitas tinggi. Integrasi
ekonomi belum dapat berjalan dengan sehat karena adanya perbedaan
karakteristik antara negara maju dan negara berkembang di kawasan ASEAN+6.
4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2004 dan 2005-2008
Pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN+6 bervariasi selama periode
2001-2008, namun pada tingkat yang relatif sama antar negara. Pertumbuhan
ekonomi akan dibedakan menjadi dua periode yakni periode 2001-2004 dan 2005-
48
2008, untuk mengetahui hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan
ekonomi
periode
sebelumnya.
Gambar
4.1
memperlihatkan
hubungan
pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya, antara
Pertumbuhan Ekonomi th. 2005-2008
negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi th.2001-2004 dan
th.2005-2008
14
12
PRC
r = 0.763
10
PHI
IND
8
INO
6
4
AUS
2
JPG
r = 0.624
SIN
KOR
MAL
THA
NZ
0
0
2
4
6
8
Pertumbuhan Ekonomi th. 2001-2004
Negara Maju
10
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator 2009, diolah.
Gambar 4.1. Korelasi Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2005 dengan
Pertumbuhan Ekonomi Periode 2005-2008 ASEAN+6
Berdasarkan Gambar 4.1 pada negara maju maupun negara berkembang,
terlihat adanya hubungan yang positif antara pertumbuhan ekonomi dengan
pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya dengan tingkat korelasi yang berbeda.
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode
sebelumnya di negara berkembang lebih tinggi dari pada di negara maju. Hal
tersebut memiliki arti bahwa di negara berkembang keterkaitan pertumbuhan
ekonomi antar periode sangat tinggi. Negara berkembang masih memiliki peluang
49
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan proyeksi pertumbuhan
ekonomi pada periode sebelumnya, karena di negara berkembang belum mencapai
kondisi full employment.
Sedangkan untuk negara maju, relatif sulit untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi karena sudah mencapai kondisi full employment.
Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa negara maju di ASEAN+6 memiliki
pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dibandingkan negara berkembang di
ASEAN+6, tetapi memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pada negara
berkembang.
4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi
Selanjutnya, akan dipaparkan hubungan antar variabel bebas dengan
pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada hasil Granger Causality test, terdapat
hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan pertumbuhan ekonomi. Pada
Gambar 4.2. dapat dilihat hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan
pertumbuhan ekonomi di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6.
Terdapat respon yang berbeda antara hubungan pertumbuhan ekonomi dengan
pengeluaran konsumsi di negara maju dan di negara berkembang.
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran konsumsi di
negara maju menunjukkan angka dan tren yang negatif. Di negara maju yang pada
umumnya berpendapatan tinggi dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah,
akan memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang rendah. Masyarakat dengan
pendapatan yang tinggi tidak akan terus menerus menaikkan permintaan konsumsi
50
sejalan dengan tingkat pendapatannya. Apabila tingkat konsumsi telah mencapai
batas maksimal, kelebihan dari pendapatan akan dialihkan ke tingkat tabungan.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran
Konsumsi
Pertumbuhan Ekonomi
12.00
PRC
10.00
r = 0.891
8.00
IND
6.00
4.00
PHI
MAL THA
INO
SIN
KOR
AUS
NZ
2.00
r = -0.639
JPG
0.00
10.50
11.00
11.50
12.00
Pengeluaran Konsumsi
Negara Maju
12.50
13.00
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator 2009, diolah.
Gambar 4.2. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran
Konsumsi ASEAN+6
Berbeda kondisinya dengan
negara
berkembang,
korelasi antara
pertumbuhan ekonomi dengan pengeluran konsumsi di negara berkembang
memilki tren yang positif. Di negara berkembang tingkat pendapatan relatif
rendah dan belum mampu untuk mencapai tingkat kepuasan konsumsi yang
maksimal. Hal tersebut membuat negara berkembang akan terus meningkatkan
tingkat konsumsinya apabila terdapat kenaikan dalam pendapatan. Nilai marginal
propensity to consume (MPC) di negara berkembang juga relatif lebih besar dari
pada di negara maju, karena tambahan pendapatan yang diterima oleh masyarakat
negara berkembang sebagian besar masih dialokasikan untuk konsumsi.
51
4.1.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah
Pada Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi
dengan pengeluaran pengeluaran pemerintah di negara maju dan di negara
berkembang. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran
pemerintah di negara maju dan di negara berkembang terlihat adanya perbedaan
yang jelas.
Korelasi antara PertumbuhanEkonomi dan Pengeluaran
Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi
12.00
8.00
IND
PHI
6.00
MAL INO
THA
4.00
SIN
2.00
0.00
9.50
PRC
r = 0.941
10.00
KOR
AUS
r = -0.637
NZ
10.00
JPG
10.50
11.00
11.50
12.00
Pengeluaran Pemerintah
Negara Maju
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: IFS (International Monetary Fund), diolah.
Gambar 4.3. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran
Pemerintah ASEAN+6
Berdasarkan hasil Gambar 4.3, pada negara maju korelasi antara
pertumbuhan ekonomi dan pengeluran pemerintah menunjukkan nilai yang
negatif. Proyek pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak
efektif dilaksanakan di negara maju. Di negara maju lebih produktif dengan
sistem perekonomian pasar bebas, semua aspek kegiatan ekonomi dialihkan ke
52
pihak swasta. Sistem perekonomian pasar bebas di negara maju didukung dengan
masyarakat yang produktif, sehingga masyarakat memiliki daya saing yang tinggi
dan tidak menimbulkan ketimpangan standar kehidupan antar masyarakat.
Akan tetapai, di negara berkembang tidak menunjukkan hal yang serupa.
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah di negara
berkembang memiliki nilai yang positif
mencapai 94,1 persen. Pengeluaran
pemerintah masih sangat dibutuhkan di negara berkembang. Banyaknya
kegagalan sistem pasar di negara berkembang mengharuskan pemerintah untuk
mengambil kebijakan mengatasi kegagalan pasar. Barang publik yang dibutuhkan
negara berkembang tidak efektif apabila disediakan oleh sektor swasta. Selain itu,
peningkatan pendapatan masyarakat di negara berkembang masih tergantung pada
kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga peran pemerintah
menjadi produktif di negara berkembang.
4.1.4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat FDI
Pada subbab ini akan dibahas mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi
dengan FDI. Pada Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan tingkat FDI di negara maju dan di negara berkembang
ASEAN+6. Terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan
tingkat FDI baik di negara maju maupun di negara berkembang. Namun, tingkat
korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat FDI di negara maju lebih tinggi
dari pada di negara berkembang.
Investasi asing berupa FDI di negara maju memiliki korelasi yang efektif
dengan pertumbuhan ekonomi. Perekonomian negara maju yang digerakkan oleh
53
sistem pasar bebas, salah satunya dipacu oleh investasi asing berupa FDI.
Singapura adalah salah satu negara maju di ASEAN+6 yang perekonomiannya
mendapat dukungan besar dari tingkat FDI. Singapura merupakan negara
berpotensi untuk FDI karena memiliki sistem perizinan yang mudah dan memiliki
beragam fasilitas yang menarik untuk investor asing, sehingga tidak mengejutkan
apabila Singapura memiliki tingkat FDI tertinggi.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan FDI
Pertumbuhan Ekonomi
12
PRC
10
8
IND
6
PHI
INO
KOR
4
r = 0.146
MAL
THA
r = 0.622
SIN
AUS
NZ
2
JPG
0
0
5
Negara Maju
10
FDI
15
20
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator, diolah.
Gambar 4.4. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan FDI ASEAN+6
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi di negara berkembang lebih
rendah dari pada di negara maju. FDI yang merupakan investasi jangka panjang
yang tidak rentan guncangan perekonomian dan efektif untuk pertumbuhan
ekonomi baik untuk negara maju maupun negara berkembang. Akan tetapi, negara
berkembang tidak mampu menumbuhkan FDI pada tingkat yang optimal. Hal ini
54
terjadi karena sistem yang ada di negara berkembang itu sendiri. Negara
berkembang memiliki sistem birokrasi untuk perijinan investasi asing yang rumit
dan memerlukan waktu yang cukup lama. Fasilitas yang ditawarkan negara
berkembang juga kurang mendukung investasi asing. Selain itu, FDI dipengaruhi
oleh stabilitas perekonomian dan stabilitas politik negara tujuan, dan pada
umumnya hal tersebut rentan di negara berkembang.
4.1.5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Harapan Hidup
Pada gambar 4.5 menunjukkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan
tingkat harapan hidup di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6.
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju
berbeda dengan di negara berkembang. Terdapat hubungan yang negatif antara
pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju. Di negara
berkembang, terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat
harapan hidup, tetapi nilai korelasinya sangat kecil dan hampir tidak berhubungan.
Pendapatan yang tinggi di negara maju, membuat negara tersebut tidak
memiliki masalah dengan kesehatan masyarakat. Masyarakat negara maju yang
produktif mimiliki tingkat kesehatan dan gizi yang terpenuhi. Masyarakat yang
produktif dapat mempertahankan tingkat pendapatan yang tinggi. Adanya
kenaikan pada tingkat pendapatan, tidak membuat masyarakat menaikkan tingkat
kesehatannya karena kebutuhan untuk kesehatan telah tercukupi. Oleh karena itu,
pertumbuhan ekonomi di negara maju memiliki hubungan negatif dengan tingkat
harapan hidup atau tingkat kesehatan.
55
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Harapan Hidup
Pertumbuahn Ekonomi
12
PRC
10
8
r= 0.035
IND
6
INO
THA
4
PHI
MAL
SIN
KOR
AUS
NZ
2
r= -0.766
0
1.78
1.8
1.82
1.84
1.86
1.88
1.9
JPG
1.92
Tingkat Harapan Hidup
Negara Maju
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan
Departemen of Statistic Singgapore, diolah.
Gambar 4.5. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat
Tingkat Harapan Hidup ASEAN+6
Salah satu masalah utama negara berkembang adalah tingkat kesehatan. Di
negara berkembang rawan terjadi permasalahan gizi buruk, fasilitas kesehatan
yang kurang memadai dan kebutuhan dasar masyarakat kurang terpenuhi. Hal ini
membuat masyarakat kurang produktif, memiliki pendapatan yang relatif rendah,
dan kenaikan pendapatan masyarakat juga relatif rendah. Kenaikan pendapatan
yang terjadi di negara berkembang akan membuat masyarakat meningkatkan
tingkat kesehatan. Namun, pendapatan yang naik tidak terlalu tinggi membuat
kebutuhan kesehatan masyarakat juga tidak terlalu terpenuhi. Oleh karena itu, di
negara berkembang persediaan modal saja tidak akan cukup untuk memperbaiki
kondisi perekonomian, harus didukung oleh pemenuhan tingkat kesehatan untuk
meningkatkan produktivitas masyarakat.
56
4.1.6. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi
Sekolah Sekunder
Pada gambar 4.6 akan diperlihatkan hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara maju dan di negara
berkembang ASEAN+6. Terdapat korelasi yang negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara maju maupun di
negara berkembang. Hal tersebut diperlihatkan dari nilai korelasi dan garis
penghubung yang memiliki kemiringan negatif. Akan tetapi, korelasi di negara
maju lebih negatif dari pada di negara berkembang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Partisipasi Sekolah Sekunder
Pertumbuhan Ekonomi
12
PRC
10
8
IND
6
SIN
4
r = -0.065
PHI
INO
IMAL
THA
KOR
AUS
NZ
2
r = -0.410
JPG
0
0
1
2
3
4
5
Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder
Negara Maju
Negara Berkembang
6
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan
Departemen of Statistic Singgapore, diolah.
Gambar 4.6. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat
Partisipasi Sekolah Sekunder ASEAN+6
57
Sumberdaya manusia yang produktif dibutuhkan di negara maju maupun
di negara berkembang untuk memacu pendapatan nasional dan pertumbuhan
ekonomi. Sumberdaya manusia yang produktif salah satunya dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka akan
semakin mampu berdaya saing dan meningkatkan pendapatan. Korelasi negatif
yang ditunjukkan pada Gambar 4.6, mengindikasikan bahwa dibutuhkan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi dari pada tingkat pendidikan sekunder untuk
memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Tingkat partisipasi sekolah sekunder tidak
terlalu berpengaruh ataupun berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tingkat pendidikan tersier akan lebih mampu berhubungan positif dengan
pertumbuhan ekonomi dan lebih efektif untuk menciptakan sumberdaya manusia
yang produktif. Sumberdaya manusia yang tidak produktif tidak memiliki daya
saing dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraannya. Sumberdaya manusia
yang tidak produktif hanya akan menciptakan perluasan tingkat pengangguran
dan pada akhirnya menciptakan kemunduran perekonomian.
Korelasi yang lebih negatif di negara maju dari pada di negara
berkembang, mengindikasikan bahwa dampak yang ditimbulkan dari sumberdaya
manusia yang tidak produktif di negara maju lebih negatif dari pada di negara
berkembang. Tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara berkembang masih
lebih dibutuhkan dari pada di negara maju. Negara maju menuntut adanya
sumberdaya
manusia yang
lebih produktif dan mampu menggerakkan
perekonomian. Hal ini terkait juga dengan sistem pasar bebas di negara maju yang
membutuhkan dukungan dari sumberdaya manusia berdaya saing tinggi. Tingkat
pendapatan yang lebih tinggi di negara maju dari pada di negara berkembang,
58
mengindikasikan bahwa masyarakat di negara maju lebih produktif dari pada di
negara berkembang.
4.1.7. Hubungan Pertumbuhan
Pemerintah
Ekonomi
dengan
Defisit
Anggaran
Pada Gambar 4.7 akan digambarkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi
dengan rasio defisit anggaran pemerintah di negara maju dan di negara
berkembang. Terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan
defisit anggaran pemerintah yang ditunjukkan di negara maju maupun di negara
berkembang. Rasio dari defisit anggaran pemerintah bernilai negatif di negara
berkembang, sedangkan di negara maju bernilai positif. Negara maju di
ASEAN+6 yang memiliki defisit anggaran yang negatif hanya negara Jepang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Defisit
Anggaran Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi
12
PRC
IND
10
8
r = 0.151
PHI
MAL
6
INO
THA
2
JPG
KOR
4
r = 0.756
AUS
SIN
NZ
0
-6
-4
-2
0
2
4
Defisit Anggaran Pemerintah
Negara Maju
6
8
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator, CEIC dan IFS dari IMF, diolah.
Gambar 4.7. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Rasio Defisit
Anggaran Pemerintah ASEAN+6
59
Defisit anggaran pemerintah merupakan dampak dari kebijakan fiskal.
Negara yang melakukan ekspansi kebijakan fiskal, akan memiliki stuktur defisit
anggaran pemerintah yang negatif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di
negara berkembang masih membutuhkan campur tangan pemerintah untuk
mengatasi kegagalan pasar. Kebijakan fiskal yang dilakukan negara berkembang
efektif untuk menggerakkan perekonomian, sehingga ekspansi fiskal yang
dilakukan oleh negara berkembang akan membuat srtuktur rasio defisit anggaran
yang negatif. Berdeda dengan negara maju, sistem pasar bebas membuat
kebijakan fiskal tidak efektif untuk perekonomian dan membuat struktur rasio
defisit anggaran yang positif.
4.1.8. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi
Pada bagian terakhir perbedaan karakteristik antara negara maju dan
negara berkembang di ASEAN+6, akan digambarkan hubungan pertumbuhan
ekonomi dengan keterbukaan ekonomi atau volume perdagangan bebas. Terdapat
perbedaan korelasi pertumbuhan ekonomi dengan keterbukaan ekonomi di negara
maju dan di negara berkembang. Di negara maju, korelasi antara pertumbuhan
ekonomi dan keterbukaan ekonomi memiliki nilai yang negatif dan hampir tidak
berkorelasi. Namun di negara berkembang, korelasi antara pertumbuhan ekonomi
dengan keterbukaan ekonomi memiliki nilai positif yang tinggi mencapai angka
83,9 persen. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan sistem yang ada di
negara maju dan di negara berkembang itu sendiri, serta membuat adanya
perbedaan karakteristik yang mendasar antara keduanya .
60
Negara berkembang memiliki ketergantungan dengan perdagangan
internasional jauh lebih besar dari pada negara maju. Pendapatan nasional negara
berkembang lebih tergantung dari hubungan perdagangan internasional dari pada
negara maju. Negara berkembang pada umumnya lebih menyumbangkan
komoditi utamanya untuk eksport. Sebagaimana di negara Jepang yang
berorientasi dalam perdagangan internasional, memiliki sumbangan perdagangan
internasional terhadap GDP hanya 10 persen, lebih besar dari pada negara
berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi berdasarkan Gambar 4.8, keterbukaan
ekonomi negara maju rata-rata lebih besar dari pada negara berkembang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Keterbukaan
Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
12
PRC
10
r = 0.839
IND
8
PHI
6
INO
THA MAL
4
SIN
r = -0.050
KOR
NZ
2
AUS
JPG
0
10.5
11
11.5
Keterbukaan Ekonomi
Negara Maju
12
12.5
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator dan IFS dari International Monetary Fund
diolah.
Gambar 4.8. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan
Ekonomi ASEAN+6
Negara berkembang cenderung memperdagangkan produk primer yang
memiliki nilai tambah lebih kecil dari pada produk manufaktur ataupun jasa,
61
sehingga volume perdagangan internasional lebih kecil dari pada negara maju.
Negara maju tidak terlalu memiliki ketergantungan dengan perdagangan
internasional, tetapi negara maju lebih memperdagangkan produk olahan dan jasa
sehingga volume perdagangan internasionalnya lebih besar dari pada negara
berkembang. Negara maju dengan pendapatan yang tinggi, membuat volume
perdagangan internasional yang besar hanya memberikan sumbangan kecil
terhadap pendapatan nasional.
4.2.
Hasil Estimasi Granger Causality Test
Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi hubungan sebab akibat antara
dua variabel. Variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini masingmasing dihubungkan dengan variabel pertumbuhan ekonomi untuk mengetahui
hubungan sebab akibatnya.
Cara kerja pada Granger Causality Test data panel, menggunakan prinsip
regresi model pooled. Granger Causality Test memiliki panjang lag optimal (p).
Apabila dengan menggunkan lag tertinggi sudah tidak memunculkan hasil, maka
lag sudah maksimum. Pada Tabel 4.1. ditampilkan hasil dari Granger Causality
Test. Tanda centang (√) mengindikasikan bahwa variabel memiliki hubungan
sebab akibat, dengan menggunakan taraf nyata sebesar 10 persen. Sedangkan
tanda (-) menyatakan bahwa antar variabel tidak memiliki hubungan sebab akibat.
Pada baris pertama, berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
untuk kawasan ASEAN+6, didapatkan hasil bahwa hanya terdapat hubungan satu
arah,
memengaruhi
. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada kawasan
ASEAN+3. Sementara itu, di kawasan ASEAN tidak terdapat hubungan
62
kausalitas antara
dan
. Baris pertama kawasan ASEAN+6, lag 2
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pengeluaran
konsumsi. Hal ini dikarenakan pengeluaran konsumsi membentuk permintaan
agregat dan pada akhirnya memengaruhi pendapatan nasional. Pertumbuhan
ekonomi sendiri merupakan pertumbuhan dari pendapatan agregat.
Tabel 4.1. Hasil Estimasi Granger Causality Test
Hipotesis
ASEAN+6
ASEAN+3
Nol
2 lag 4 lag 6 lag 2 lag 4 lag 6 lag
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
ASEAN
2 lag 4 lag
√
√
√
√
√
√
√
√
-
6 lag
na.
na.
na.
na.
na.
na.
na.
Keterangan: time series 2001-2008; y= pertumbuhan ekonomi; CE= Pengeluaran
Konsumsi; GE= Pengeluaran Pemerintah; FDI= Foreign Direct Investment;
LE= Tingkat Harapan Hidup; ES= Tingkat Partisipasi Sekolah; BD=
Defisit Anggaran Pemerintah; OE= Keterbukaan Ekonomi; ↛ = tidak
memengaruhi
Pada baris kedua berdasarkan hasil Granger Causality Test, di kawasan
ASEAN+6 terdapat hubungan satu arah, dimana
memengaruhi
. Hal
tersebut juga terjadi pada kawasan ASEAN+3. Sedangkan pada kawasan ASEAN,
tidak terjadi hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dengan
pertumbuhan ekonomi. Kawasan ASEAN+6 pada lag 2, menyatakan bahwa
pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran
pemerintah merupakan salah satu komponen pengeluaran nasional yang terhitung
63
dalam tingkat pendapatan. Perubahan pada tingkat pendapatan akan memengaruhi
tingkat pertumbuhan ekonomi
Pada baris ketiga, secara keseluruhan pada ketiga kawasan (ASEAN+6,
ASEAN+3, dan ASEAN), terdapat hubungan dua arah antara pertumbuhan
ekonomi dengan FDI. Berdasarkan hasil dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi memengaruhi FDI dan FDI juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
FDI memengaruhi pertumbuhan ekonomi. FDI merupakan jenis investasi yang
berkelanjutan dan berdampak positif terhadap pendapatan nasional yang pada
akhirnya memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Pada baris keempat di kawasan ASEAN+6, didapatkan hasil adanya
hubungan yang searah, yang menyatakan bahwa tingkat harapan hidup
memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada
kawasan ASEAN+3. Sementara itu, di kawasan ASEAN menunjukkan hasil yang
berbeda, yakni pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup saling
memengaruhi satu sama lain. Tingkat harapan hidup memiliki hubungan dengan
pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat harapan hidup dapat memengaruhi
pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme sumberdaya manusia. Tingkat
keproduktifan sumberdaya manusia di suatu negara berperan penting dalam
menentukan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Pada baris kelima di kawasan ASEAN+6 hanya terdapat hubungan yang
searah, tingkat partisipasi sekolah sekunder memengaruhi pertumbuhan ekonomi
dan tidak sebaliknya. Hasil yang sama ditunjukkan pada kawasan ASEAN+3,
tingkat pertisipasi sekolah hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Akan
tetapi pada kawasan ASEAN, terdapat hubungan dua arah antara
dan ES.
64
Pada dasarnya, tingkat partisipasi sekolah sekunder mampu memengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Sama halnya dengan tingkat kesehatan, tingkat pendidikan
berkontribusi menentukan kualitas sumberdaya manusia dan menentukan
pertumbuhan ekonomi.
Pada baris keenam berdasarkan Tabel 4.1, defisit anggaran pemerintah
memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6, dan tidak
sebaliknya. Hubungan yang searah dimana BD memengaruhi
juga
ditunjukkan di kawasan ASEAN+3. Sedangkan di kawasan ASEAN, hubungan
searah terjadi dimana
memengaruhi BD.
Pada baris ketujuh, terdapat hubungan searah dimana keterbukaan
ekonomi memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6. Hubungan
dua arah antara kerterbukaan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi ditemukan
di kawasan ASEAN+3. Sementara itu di kawasan ASEAN, tidak terdapat
hubungan searah maupun dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan
kerterbukaan ekonomi. Keterbukaan ekonomi merupakan cerminan dari struktur
perdagangan internasional pada suatu negara. Volume dari perdagangan
internasional diakui mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui
mekanisme neraca perdagangan.
4.3.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara
Maju di ASEAN+6
Berdasarkan pembahasan mengenai karakteristik yang berbeda antara
negara maju dengan negara berkembang, maka tidak bisa menyamaratakan
perlakuan antara negara maju dan negara berkembang. Selanjutnya, akan dibahas
faktor-faktor yang memengaruhi dari pertumbuhan ekonomi dengan memisahkan
65
estimasi untuk negara maju dan estimasi untuk negara berkembang. Pada subbab
ini akan dibahas hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara maju di ASEAN+6.
Pada estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6, menggunakan pendekatan panel dinamis karena
terdapat lag variabel endogen yang muncul pada variabel eksogen. Setelah
dilakukan uji spesifikasi, model yang terbaik dalam mengestimasi adalah model
Arrellano-Bond GMM (AB-GMM/ FD-GMM) noconstant. Uji spesifikasi yang
dilakukan pada model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6 adalah uji Arrellano-Bond, uji Sargan, dan uji tidak
bias. Pada uji Arrellano-Bond, probbilitas orde 1 menunjukkan nilai dibawah taraf
nyata 10 persen, yakni 0.0162 (signifikan). Sedangkan orde 2, probabilitas sebesar
0.8501 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (tidak signifikan). Sehingga, dari
hasil uji Arrellano-Bond menyatakan bahwa pada model tidak mengalami masalah
konsistensi. Selanjutnya, pada uji Sargan probabilitas menunjukkan nilai 0.4179
yang memiliki arti untuk menolak hipotesis nol. Dengan demikian, pada model
juga tidak mengalami masalah validitas (model valid). Model FD-GMM dari hasil
estimasi juga memenuhi syarat tidak bias. Hal tersebut dinyatakan dari koefisien
estimasi model FD-GMM dibawah koefisien estimasi OLS dan diatas koefisien
estimasi fixed effect.
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6, didapatkan model akhir sebagai berikut:
66
Tabel 4.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6
Koefisien
Variabel
Pooled LS
Fixed Effect
AB-GMM
yI, t-1
0,65856450
0,2117811
0,2172331
ln CE
0,4660179*
0,471840*
0,485109*
ln GE
-0,5017051*
-0,510416*
-0,519280*
FDI
0,0022677*
0,002412*
0,002412*
LIFE
0,00391510
0,0082345
0,0084782
ENROLL
0,0006456*
0,0004244
0,0004052
BD
-0,00249490
-0,0021983
-0,0022655
ln OPEN
0,02902530
0,0067284
0,0045533
Uji Sargan
19.618 [0.4179]
Arellano-Bond m1
-2.4049 [0.0162]
Arellano-Bond m2
18905 [0.8501]
Keterangan:
* Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Sumber: Lampiran 2
Pada hasil estimasi model, dapat terlihat bahwa dari 8 variabel, hanya 3 variabel
yang signifikan menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6. Lima variabel yang tidak signifikan menjadi faktorfaktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju, karena dari hasil
estimasi memiliki probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
Variabel yang tidak signifikan tersebut adalah lag pertumbuhan ekonomi tingkat
harapan hidup, tingkat partisipasi sekolah sekunder, rasio defisit anggaran
pemerintah dan keterbukaan ekonomi. Namun, variabel-variabel yang tidak
signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi memiliki kesesuaian dengan teori
yang mendasarinya.
4.3.1. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Maju di ASEAN+6
Hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6 membawa kesimpulan bahwa pengeluaran konsumsi
67
(lnCE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kesimpulan ini terlihat dari nilai probabilitas variabel lnCE sebesar 0,07, lebih
kecil dari taraf nyata 10 persen (prob < α), signifikan memengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Nilai dari koefisien sebesar 0,485, memiliki arti adanya hubungan yang
positif. Intepretasi dari koefisien lnCE adalah setiap kenaikan pengeluaran
konsumsi negara maju di ASEAN+6 sebesar 10 persen, akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 4,85 persen. Cateris
paribus, berarti bahwa penambahan pada pengeluaran konsumsi hanya akan
mengakibatkan kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi.
Hasil estimasi yang didapatan sesuai dengan teori, dimana pengeluaran
konsumsi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Ackley
(1961), hal yang pasti dan penting adalah pengeluaran konsumsi riil merupakan
fungsi konstan dari pendapatan riil. Perubahan dalam konsumsi selain dari
perubahan pendapatan diposable, juga dari faktor lain yang diduga tidak terlalu
berpengaruh. Apabila terjadi peningkatan dalam konsumsi, maka permintaan akan
barang dan jasa akan naik pula. Kenaikan permintaan dari konsumen akan
direspon positif oleh perusahaan dengan menambah tingkat produksi. Sejalan
dengan penambahan produksi,
akan
mengaktifkan
input-input
produksi
diantaranya adalah tenaga kerja dan perusahaan penghasil input. Beragam
kenaikan yang terjadi dalam perekonomian akan membuat perekonomian tumbuh
dan selanjutnya akan meningkatkan output. Tingkat output yang naik, berarti
terjadi pula peningkatan dalam pendapatan nasional yang secara umum diukur
dalam tingkat GDP. Dengan demikian, tarikan daya beli masyarakat yang semakin
68
tinggi untuk konsumsi akan semakin memperbesar tingkat GDP (Ackley, 1961).
Selanjutnya, kenaikan dari GDP dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh pengeluaran konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi juga
dapat dijelaskan melalui pendekatan model IS-LM. Pengeluaran konsumsi
merupakan konponen dari pengeluaran yang direncanakan dan didasarkan pada
tingkat pendapatan. Ketika pendapatan naik, hasrat untuk konsumsi pun juga akan
mengalami kenaikan. Kenaikan dalam konsumsi akan menaikan tingkat
pengeluran yang direncanakan (perpotongan Keynesian/ Keynesian cross).
Selanjutnya, dalam kurva IS-LM, kenaikan pengeluaran yang direncanakan akan
menggeser kurva IS ke kanan atas. Dampaknya terhadap keseimbangan pasar
adalah naiknya kurva permintaan agregat yang akan menaikkan tingkat
pendapatan nasional (output). Naiknya tingkat pendapatan direspon pula oleh
kenaikan pertumbuhan ekonomi (Mankiw 2002).
4.3.2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Maju di ASEAN+6
Berdasarkan hasil faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6, variabel pengeluaran pemerintah memiliki nilai
probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Nilai probabilitas tersebut
sebesar 0,027, yang mengindikasikan bahwa pengeluaran pemerintah signifikan
dalam memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dari nilai
koefisien variabel pengeluaran pemerintah, menunjukkan hubungan yang negatif
dengan nilai koefisien sebesar -0,5192803. Arti dari nilai koefien ini adalah ketika
pengeluaran pemerintah naik sebesar 10 persen, akan berakibat pada penurunan
69
pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 5,192803 persen,
cateris paribus.
Hasil untuk pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang mendasarinya. Dalam
model IS-LM, pengeluaran pemerintah bersama-sama dengan pengeluran
konsumsi dan investasi membentuk pengeluaran yang direncanakan (Mankiw
2002). Jika terdapat kenaikan dalam pengeluran pemerintah, dampak yang
ditimbulkannya seharusnya menaikkan pertumbuhan ekonomi.
Perbedaan yang dihasilkan oleh penelitian ini disebabkan oleh adanya
ketidakproduktifan pengeluran pemerintah di negara maju. Pengeluaran
pemerintah yang sangat besar digunkan untuk membiayai proyek-proyek besar
dengan menggunkan sumberdaya yang besar pula. Pemerintah dalam kondisi ini
telah mengeluarkan banyak biaya untuk tenaga kerja ataupun untuk belannja
faktor produksi. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat meningkat dan tingkat
permintaan akan barang dan jasa meningkat. Kenaikan permintaan tidak
diimbangi dengan kenaikan penawaran karena terdapat time lag antara
pengeluaran pemerintah untuk proyek dengan output dari proyek pemerintah. Hal
semacam ini hanya akan menyebabkan kenaikan tingkat harga. Bertujuan untuk
meredam tingginya tingkat harga, biasanya bank sentral mengeluarkan kebijakan
menaikkan suku bunga untuk menarik tingkat tabungan. Keadaan ini dapat
menyebabkan crowding out dan akan berdampak pada penurunan investasi yang
pada akhirnya akan menurunkan tingkat pendapatan
nasional. Penurunan
pendapatan dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, proyek
70
pemerintah yang telah berjalan kurang mendapat perawatan dan seringkali
terbengkalai.
Banyaknya inefisiensi, pemborosan serta kegagalan intervensi pemerintah,
menyebabkan negara maju lebih berorientasi pada sistem pasar bebas.
Perekonomian di negara maju digerakkan oleh pihak swasta dan tidak banyak
terjadi distorsi sistem pasar. Perekonomian liberalisme di negara maju dapat
meningkatakan efisiensi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi (Todaro dan
Smith, 2006). Perekonomian pasar bebas di negara maju didukung oleh
masyarakat dengan produktivitas yang tinggi.
4.3.3. Pengaruh Foreign Direct Investment terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Maju di ASEAN+6
Berdasarkan hasil estimasi yang terdapat pada Tabel 4.2, didapatkan hasil
bahwa FDI berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi serta antara
keduanya memiliki hubungan yang positif. Pernyataan tersebut dihasilkan dari
nilai probabilitas variabel FDI yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen yakni
0,070. Hal tersebut menandakan bahwa variabel FDI berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hubungan positif antara FDI dan pertumbuhan ekonomi
diperlihatkan dari nilai koefisien variabel FDI sebesar 0,0024115. Hasil dari
koefisien tersebut memiliki arti bahwa peningkatan FDI sebesar 10 persen akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,024115 persen, cateris paribus.
Hasil dari estimasi pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi dalam
penelitian ini sejalan dengan teori dasarnya. Berdasarkan analisis deskriptif juga
menunjukkan hal yang sama, bahwa FDI berhubungan positif dengan
pertumbuhan ekonomi. FDI disebut juga sebagai penanaman modal asing secara
71
langsung dari investor asing. FDI merupakan jenis investasi yang relatif tidak
terkena guncangan dalam jangka panjang. Dengan adanya peningkatan investasi
berupa FDI, banyak sektor perekonomian yang menjadi produktif seperti tenaga
kerja. FDI yang meningkat akan membuka peningkatan lapangan pekerjaan baru,
dan membuat angkatan kerja yang semula tidak berpendapatan menjadi berdaya
beli. Peningkatan investasi berupa FDI juga akan meningkatkan output sektor riil.
Dengan demikian, peningkatan daya beli masyarakat dan output perekonomian
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Kurniati dkk 2007).
Berdasarkan argumen yang mendukung penanaman modal asing, FDI
dapat mengisi kesenjangan tabungan. Hal yang mendasari pernyataan ini adalah
model pertumbuhan Harrod-Domar. Model ini menyatakan tingkat pertumbuhan
ekonomi merupakan nilai dari tingkat tabungan dibagi dengan rasio modal-output.
Apabila tingkat tabungan di suatu negara rendah, maka sasaran pertumbuhan
ekonomi akan sulit dicapai. Dengan adanya kenaikan dari FDI, ketersediaan
tingkat tabungan dapat ditingkatkan. Dengan adanya tingkat tabungan yang naik,
investasi dapat ditingkatkan. Peningkatan investasi berdampak pada pertumbuhan
ekonomi yang semakin tinggi. Investasi berupa FDI dapat menghilangkan defisit
neraca perdagangan, meningkatkan penerimaan pajak pemerintah, meningkatkan
keahlian managerial, serta meningkatkan penguasaan terhadap teknologi (Todaro
dan Smith, 2006).
4.4.
Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara
Berkembang di ASEAN+6
Pada estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi Negara berkembang di ASEAN+6, juga digunakan pendekatan panel
72
dinamis karena terdapat masalah endogenity dengan adanya lag variabel endogen.
Setelah dilakukan uji spesifikasi, model yang terbaik dalam mengestimasi adalah
model Arrellano-Bond GMM (AB-GMM/ FD-GMM) noconstant. Uji spesifikasi
yang dilakukan pada panel dinamis adalah uji Arrellano-Bond (uji konsistensi), uji
Sargan (uji validitas) dan uji tidak bias.
Pada Tabel 4.3 terlihat hasil uji Arrellano-Bond, uji sargan dan uji tidak
bias. Pada uji Arrellano-Bond, orde 1 probabilitas sebesar 0,0417 lebih kecil dari
taraf nyata 10 persen (signifikan). Sedangkan orde 2, probabilitas sebesar 0,4287,
lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
Tabel 4.3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6
Koefisien
Variabel
Pooled LS
Fixed Effect
AB-GMM
yII, t-1
0,1773425
-0,1890592
-0,1665782
ln CE
-0,0433421
-0,1080314
-0,1055638
ln GE
0,0697975
-0,1056747
-0,0813728
FDI
-0,0025964
-0,0043085
-0,0038092
LIFE
0,0004543
0,0176839*
0,0150115
ENROLL
-0,0000238
-0,0008438
-0,0001987
BD
0,0011078
0,0035996*
0,0054275*
ln OPEN
-0,0054233
0,1306508*
0,0891482*
Uji Sargan
26,87 [0,1387]
Arellano-Bond m1
-2,0366 [0,0417]
Arellano-Bond m2
-0,7915 [0,4287]
Keterangan:
* Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Sumber: Lampiran 3
Uji Arrellano-Bond dengan orde 1 yang signifikan dan orde 2 yang tidak
signifikan, dapat memberikan kesimpulan bahwa dalam model telah konsisten.
Sedangkan untuk uji Sargan, menunjukkan nilai probabilitas 0,1387 lebih besar
dari taraf nyata 10 persen. Dengan demikian menyatakan bahwa hipotesis nol
diterima. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam model tidak memiliki
73
masalah dengan validitas atau dengan kata lain model yang digunakan telah valid.
Berdasarkan koefisien estimasi, model AB-GMM memiliki koefisien estimasi
dibawah estimasi OLS dan diatas estimasi fixed effect, maka pada model ABGMM dapat disimpulkan tidak bias.
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi,
didapatkan model akhir sebagai berikut:
Pada hasil estimasi model, dapat terlihat bahwa dari 8 variabel, hanya 2 variabel
yang signifikan menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara berkembang di ASEAN+6. Enam variabel yang tidak signifikan
memengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena dari hasil estimasi memiliki
probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Variabel yang tidak
signifikan tersebut adalah lag pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi,
pengeluaran pemerintah, FDI, tingkat harapan hidup, dan tingkat partisipasi
sekolah sekunder. Akan tetapi, berapapun perubahan dari ketiga variabel tersebut,
tidak akan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya akan dibahas mengenai intepretasi hasil variabel yang
signifikan
memengaruhi
pertumbuhan
ekonomi.
Variabel-variabel
yang
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, antara lain: defisit anggaran
pemerintah dan keterbukaan ekonomi.
74
4.4.1. Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6
Hasil dari penelitian menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah
berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan
ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Pernyataan tersebut berdasarkan nilai
probabilitas variabel defisit anggaran pemerintah sebesar 0,010 lebih kecil dari
taraf nyata 10 persen. Berdasarkan hipotesis nol dari uji-t, hal tersebut
mengindikasikan bahwa variabel berpengaruh signifikan. Dengan koefisien
variabel defisit anggaran pemerintah sebesar 0,0054275, memiliki arti bahwa
setiap kenaikan defisit anggaran pemerintah sebesar 10 persen akan meningkatkan
GDP riil sebesar 0,054275 persen, cateris paribus.
Berdasarkan
hasil
analisis,
defisit
anggaran
pemerintah
dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tidak sejalan dengan teori
makroekonomi yang mendasarinya. Namun, untuk analisis negara berkembang
defisit anggaran pemerintah sangat mungkin dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Seperti yang telah dijelaskan sebumnya, intervensi pemerintah masih
dibutuhkan untuk mengatasi kegagalan pasar di negara berkembang. Kebijakan
fiskal yang dilakukan pemerintah efektif untuk menggerakkan pertumbuhan
ekonomi.
Adanya
defisit
anggaran pemerintah
mengindikasikan
bahwa
pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif. Semakin tinggi anggaran
belanja yang dikeluarkan pemerintah semakin tinggi proporsi pengeluaran
pemerintah yang dihitung dalam pendapatan nasional. Pendapatan nasional yang
naik mampu menaikkan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, defisit
anggaran pemerintah yang disebabkan oleh kebijakan fiskal yang ekspansif
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Rasio defisit
75
anggaran pemerintah masih efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
apabila bernilai kurang dari -5 persen atau -3 persen.
4.4.2. Pengaruh Keterbukaan Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Berkembang di ASEAN+6
Berdasarkan hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara berkembang di ASEAN+6, variabel keterbukaan ekonomi
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
Variabel ini memiliki nilai probabilitas sebesar 0,073. Nilai probabilitas lebih
besar dari taraf nyata 10 persen yang mengandung arti bahwa variabel
berpengaruh signifikan. Selain itu, variabel keterbukaan ekonomi memiliki
hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan
oleh nilai koefisien variabel keterbukaan ekonomi sebesar 0,0891482. Nilai
koefisien memiliki arti bahwa setiap kenaikan keterbukaan ekonomi sebesar 10
persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di
ASEAN+6 sebesar 0,891482 persen, cateris paribus.
Keterbukaan ekonomi dapat diartikan sebagai volume perdagangan
internasional. Estimasi yang dihasilkan pada penelitian ini sejalan dengan konsep
teori. Volume perdagangan yang meningkat berarti terdapat penambahan dalam
jumlah eksport dan import. Ketika perdaganagan internasional menjadi bahasan,
maka dalam hal ini juga akan terjadi perpindahan modal. Perdagangan
internasional juga memungkinkan adanya perpindahan tempat proses produksi.
Perdagangan internasional dapat memperluas pangsa pasar untuk negara eksportir
maupun importir.
76
Peningkatan dalam jumlah ekport mengindikasikan adanya permintaan
luar negeri terhadap barang domestik yang meningkat. Peningkatan ini berdampak
pada peningkatan jumlah output perekonomian yang diproduksi, peningkatan
investasi dan peningkatan penggunaan input faktor produksi. Penambahan dalam
output perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Selain itu, ekspor juga menghasilkan devisa yang dihitung sebagai pendapatan
negara.
Demikian pula dari sisi import, menurut teori keunggulan komparatif,
negara yang memiliki keunggulan dalam memproduksi suatu barang akan
meningkatan produksinya sebagai barang ekspor. Sebaliknya, suatu negara akan
mengimpor barang yang tidak efisien dihasilkan di negaranya. Dengan melakukan
impor, suatu negara akan mendapatkan barang yang lebih murah dari pada
memproduksi sendiri. Barang impor yang datang ke pasar domestik dengan harga
yang murah akan menyebabkan pendapatan masyarakat relatif meningkat
(pendapatan nominal yang tetap dengan tingkat harga yang turun akan
meningkatkan
daya
beli
masyarakat).
Peningkatan
pendapatan
relatif
perseorangan akan meningkatkan pendapatan nasional, dan selanjutnya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, negara berkembang memiliki
ketergantungan terhadap perdagangan internasional. Proporsi pendapatan nasional
di negara berkembang sebagian besar diperoleh dari perdagangan internasional.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan akhir dari rumusan masalah pertama yang telah terjawab
adalah pertumbuhan ekonomi ASEAN+6 memiliki karakteristik yang berbeda
antara negara maju dan negara berkembang. Perbedaan karakteristik ini meliputi
perbedaan hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran konsumsi,
pengeluaran pemerintah, FDI, tingkat harapan hidup, tingkat partisipasi sekolah,
defisit anggaran pemerintah, dan keterbukaan ekonomi. Pada dasarnya negara
maju dan negara berkembang di ASEAN+6 memiliki perbedaan dalam hal sektor
riil dan moneter. Hal ini membuat integrasi ekonomi ASEAN+6 atas kesepakatan
CEPEA secara konseptual dan ekonomi telah belum bisa dilaksanakan.
Berdasarkan rumusan masalah kedua yang dibahas, dihasilkan kesimpulan
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di
ASEAN+6 yang signifikan ,antara lain:
Pengeluaran konsumsi.
Setiap kenaikan pengeluaran konsumsi ASEAN+6 sebesar 10 persen, akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara maju ASEAN+6 sebesar
4,914046 persen, cateris paribus.
Pengeluaran pemerintah
Pengeluaran pemerintah naik sebesar naik sebesar 10 persen, akan berakibat
pada penurunan pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 5,274582 persen, cateris paribus. Peningkatan dalam pengeluaran pemerintah
78
dalam penelitian ini akan mengakibatkan penurunan dalam pertumbuhan
ekonomi.
Foreign Direct Investment (FDI)
Peningkatan FDI sebesar 10 persen akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 0,017608 persen, cateris paribus.
Sedangkan yang menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara berkembang di ASEAN+6 adalah:
Defisit anggaran pemerintah
Di negara berkembang, setiap kenaikan defisit anggaran pemerintah sebesar
10 persen akan menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,054275 persen,
cateris paribus.
Keterbukaan Ekonomi
Kenaikan keterbukaan ekonomi di negara berkembang ASEAN+6 sebesar 10
persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di
ASEAN+6 sebesar 0,891482 persen, cateris paribus.
5.2.
Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah:
Implementasi integrasi ekonomi ASEAN+6 memerlukan berbagai kajian
ulang agar tidak menghasilkan integrasi yang cenderung memperbesar
ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang,
sehingga tidak dapat diterapkan kebijakan fiskal dan moneter yang sama. Integrasi
ekonomi ASEAN+6 memerlukan persiapan yang lebih komplek sebelum
79
diimplementasikan. Persiapan tersebut dapat dijalankan dengan peningkatan
hubungan internasional negara maju ASEAN+6 dengan negara lain di luar
anggota dan peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi negara berkembang
ASEAN+6.
Negara maju dengan pendapatan tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang
relatif rendah juga harus tetap berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi
untuk menjaga keseimbangan perekonomian global dan meningkatkan hubungan
internasional yang tinggi dengan negara lain. Peningkatan hubungan internasional
dengan negara lain di luar anggota dapat menciptakan integrasi ekonomi yang
lebih mensejahterakan anggota. Pertumbuhan ekonomi negara maju dapat
ditingkatkan dengan menaikkan daya konsumsi masyarakat dengan menciptakan
diversifikasi berbagai barang dan jasa untuk konsumsi; pemerintah tidak
melakukan intervensi dalam perekonomian dan tetap menyerahkan perekonomian
pada sistem pasar bebas (sektor swasta); dan pemerintah dapat meningkatkan
fasilitas untuk investasi asing dan mempermudah perizinan dengan tujuan menarik
investor asing, sehingga pada akhirnya meningkatkan FDI.
Selanjutnya, negara berkembang di ASEAN+6 harus menunjukkan kinerja
yang optimal apabila menginginkan integrasi ekonomi yang efektif dan efisien
untuk pertumbuhan ekonomi. Negara berkembang harus bisa menyelaraskan
perekonomiannya dengan perekonomian negara maju di ASEAN+6. Pemerintah
negara
berkembang
dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan
melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif dan meningkatkan hubungan
perdagangan internasional. Pemerintah melakukan kebijakan anggaran berimbang
ketika perekonomian stabil dan melakukan kebijakan fiskal yang optimal ketika
80
perekonomian mengalami masa resesi. Kebijakan fiskal yang ekspansif dapat
terus dilakukan pemerintah negara berkembang selama rasio defisit anggaran
pemerintah masih dibawah -5 persen. Selain itu, negara berkembang di ASEAN+6
harus mengatasi segala bentuk kecurangan, pemborosan, dan ketidakefisienan
dalam stuktur pengeluaran pemerintah, sehingga kebijakan fiskal yang ekspansif
dapat menghasikan pertumbuhan ekonomi yang optimal. Pemerintah negara
berkembang dapat meningkatkan proporsi perdagangan internasional terhadap
pendapatan
nasional.
Perdangan
internasional
dapat
secara
signifikan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang apabila lebih concern
pada ekspor produk manufaktur atau jasa. Pemerintah negara berkembang harus
mencoba mengalihkan perhatian dari ekpor bahan mentah ke barang olahan dan
jasa yang memiliki tingkat pengembalian lebih tinggi. Negara berkembang di
ASEAN+6 yang berorientasi pada produk olahan dan jasa dapat membentuk
struktur perekonomian dengan negara maju di ASEAN+6 lebih kompetitif.
Srtuktur perekonomian yang kompetitif antar negara anggota dapat menciptakan
integrasi ekonomi yang lebih mensejahterakan dari pada srtuktur perekonomian
yang cenderung komplementer.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah hendaknya menggunakan
pendekatan lain seperti model pertumbuhan ekonomi Robert Solow ataupun
pendektan Bayesian Model Averaging (BMA). Apabila pada penelitian selanjutnya
tetap digunakan pendekatan data panel, maka diperlukan adanya variasi indikator
ekonomi lain yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dalam
penelitian selanjutnya juga dapat menambahkan project dari pertumbuhan
ekonomi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Achsani, NA. 2008. Integrasi Ekonomi ASEAN+3: Antara Peluang dan Ancaman.
[Brighten
Institute].
http://www.brighten.or.id/index.php?option=com_content&view=categor
y&layout=blog&id=40&itemid=77 [15 Desember 2010]
Ackley. 1961. Teori Ekonomi Makro, Jilid Pertama. Paul Sitohang, penerjemah.
Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2010. Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Barro, RJ. 1996. Determinants of Economic Growth: A Cross-Country Empirical
Study. NBER Working Paper Series. National Bureau of Economic
Research. Cambridge.
Blundell, R. dan S. Bond. 1998. GMM estimation with persistent panel data : an
application to production functions. The Institute for Fiscal Study
Working Papers series w99/4.
Cuaresma JC., G. Doppelhofer, dan M. Feldkircher. 2009. Economic Growth
Determinants for European Regions: Is Central and Eastern Europe
Different. Paper at Department of Economics. University of Innsbruck.
Innsbruck.
Damanhuri, DS. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan, Teori, Kritik, dan
Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor: IPB
Press.
Dornbusch R., S. Fischer, dan R. Startz. 1998. Ekonomi Makro, Edisi Kelima.
Sahat Simamora, penerjemah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Faradila Fitria. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sinkronisasi
Siklus Bisnis di ASEAN+6 [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manageman. Institut Pertanian Bogor.
Fauzi, AJFA. 2010. Analisis Komparatif Keterkaitan Inflasi dengan Nilai Tukar
Riil di Kawasan Asia (ASEAN+3) dan Non Asia (Uni Eropa, Amerika
Utara) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut
Pertanian Bogor.
Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional. Edisi Cetakan ke-4. Ghalia Indonesia, Jakarta.
82
Indra. 2009. Analisis Hubungan Intensitas Energi dan Pendapatan Per Kapita :
Studi Komparatif di Sepuluh Negara Asia Pasifik [Tesis]. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Kocenda, E. dan D. H. Papell. 1997. “Inflation Convergence Within the
European Union: A Panel Data Analysis”. Centre for Economic Research
: 1-7.
Kogid, M., D. Mulok, L. F. Y. Beatrice, dan K. Mansur. 2010. Determinant
Factors of Economic Growth in Malaysia: Multivariate Cointegration
and Causality Analysis. European Journal of Economics 24: 123-137.
Krapohl, S. dan A. Obermeier. 2010. From ASEAN to ASEAN+3: A Two-Level
Game of Regional Integration. Paper at Faculty of Social and Economics:
University of Bamberg, Bamberg.
Kurniati, Y., A. Prasmuko, dan Yanfitri. 2007. Determinan FDI (Faktor-faktor
yang Menentukan Investasi Asing Langsung). Working Paper Bank
Indonesia No. 6. Bank Indonesia, Jakarta.
Lee, WJ. dan K. Hong. 2010. Economic Growth in Asia: Determinan and
Prospect. ADB Economics Working Paper Series No. 220. Asian
Development Bank, Manila.
Lipsey, RG., P. N. Courant, dan C. T. S. Ragan. 1999. Economics. Twelfth
Edition. Addison-Wesley Publishing Company Inc, United States of
America.
Lindert, PH. dan C.P. Kindleberger. 1995. Ekonomi Internasional, Edisi
Kedelapan. Abdullah Burhanuddin, penerjemah. Erlangga, Jakarta.
Mankiw, NG. 2002. Macroecomoics. Fifth Edition. R. R. Donnelley & Sons, New
York.
Nicolae, CD., dan C. Alina. 2008. Facts About Determinants of Economic
Growth. Paper at Academy of Economies Studies from Bucharest.
Faculty Economy. Bucharest.
Ningsih, R. 2010. Analisis Keterkaitan Dinamis Inflasi di Negara-negara
ASEAN+6 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manageman. Institut
Pertanian Bogor.
Raharjo, A. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan
Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1982-2003
(Studi Kasus di Kota Semarang) [skripsi]. Semarang: Program Pasca
Sarjana. Universitas Diponegoro.
83
Rao, M. dan B. B. Rao. 2005. Detrminants of Growth Rate: Some Methodological
Issues with Data from Fiji. Paper at University of the South Pacific. Suva.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional (International Economic). Edisi
kelima. Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Sodik, J. 2006. Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Analisis
Konvergensi Antar Propinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan
Vol. 11 No. 1: 21-32.
Todaro, MP. dan S. C. Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Edisi Kedelapan. Penerjemah: Drs. J. H. Sinaulan, SH. Akademika
Pressindo, Jakarta.
Verbeek, Marno. 2004. A guide to modern econometrics. 2nd Edition. John Wiley
and Sons. Ltd, Chichester.
Wahyuningtyas, AE. 2010. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan
Devisit Anggaran terhadap Investasi di Indonesia (1986-2008) [skripsi].
Semarang: Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro.
World
Development Indicator. 2010. World
http://www.worldbank.org. [5 Januari 2011].
Economic
Databank.
Young, AT., M. J. Higgins, dan D. Levy. 2004. Sigma-Convergence Versus BetaConvergence: Evidence from U.S. County-Level Data. Paper at
Department of Economics. Emory University. Emory.
85
Lampiran 1. Granger Causality Test
Kawasan ASEAN+6
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/09/11 Time: 19:50
Sample: 2001 2008
Lags: 2
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE
66
3.26016
1.43101
0.0452
0.2470
LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE
66
2.56447
1.21787
0.0852
0.3030
FDI does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause FDI
66
1.70843
0.41358
0.1897
0.6631
LE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LE
66
3.71037
2.49858
0.0302
0.0906
ES does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause ES
66
4.38379
1.57150
0.0166
0.2160
BD does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause BD
66
5.80514
0.21912
0.0049
0.8039
LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
66
0.43707
0.02315
0.6479
0.9771
Obs
F-Statistic
Prob.
44
0.62776
0.6459
2.92382
0.0347
0.58649
0.6745
3.53945
0.0158
2.30958
0.0772
2.23892
0.0847
3.48459
0.0170
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/09/11 Time: 19:54
Sample: 2001 2008
Lags: 4
Null Hypothesis:
LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE
LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
44
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE
FDI does not Granger Cause LNGROWTH
44
LNGROWTH does not Granger Cause FDI
LE does not Granger Cause LNGROWTH
44
86
LNGROWTH does not Granger Cause LE
ES does not Granger Cause LNGROWTH
0.61822
0.6525
1.86812
0.1380
1.30317
0.2879
3.32136
0.0208
4.30126
0.0062
0.76127
0.5576
0.59264
0.6702
Obs
F-Statistic
Prob.
22
1.42886
0.3023
3.98544
0.0316
1.01385
0.4727
3.58529
0.0424
0.60017
0.7250
0.33527
0.9017
1.33915
0.3328
0.69993
0.6576
0.46017
0.8215
0.24494
0.9495
1.85935
0.1934
1.54075
0.2686
3.09670
0.0625
0.31651
0.9125
44
LNGROWTH does not Granger Cause ES
BD does not Granger Cause LNGROWTH
44
LNGROWTH does not Granger Cause BD
LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
44
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/09/11 Time: 19:56
Sample: 2001 2008
Lags: 6
Null Hypothesis:
LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE
LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE
FDI does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause FDI
LE does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause LE
ES does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause ES
BD does not Granger Cause LNGROWTH
22
LNGROWTH does not Granger Cause BD
LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
22
87
Kawasan ASEAN+3
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/09/11 Time: 20:00
Sample: 2001 2008
Lags: 2
Null Hypothesis:
LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
Obs
F-Statistic
Prob.
48
0.83380
0.4413
1.71937
0.1913
0.43207
0.6519
1.67258
0.1997
2.59485
0.0863
0.13790
0.8716
2.69896
0.0787
1.95313
0.1542
4.26157
0.0205
1.07757
0.3494
4.16611
0.0222
0.65478
0.5247
2.07594
0.1378
0.01611
0.9840
Obs
F-Statistic
Prob.
32
0.26880
0.8950
3.38656
0.0256
0.06567
0.9915
3.62507
0.0197
2.06139
0.1190
5.24665
0.0037
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE
LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE
FDI does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause FDI
LE does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause LE
ES does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause ES
BD does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause BD
LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
48
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/09/11 Time: 20:00
Sample: 2001 2008
Lags: 4
Null Hypothesis:
LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE
LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
32
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE
FDI does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause FDI
32
88
LE does not Granger Cause LNGROWTH
32
2.89391
0.0446
0.05241
0.9945
1.33170
0.2882
1.40439
0.2639
3.18566
0.0320
3.83014
0.0158
1.97107
0.1327
0.61583
0.6556
Obs
F-Statistic
Prob.
16
0.71107
0.6704
12.6838
0.0309
0.19226
0.9583
7.73157
0.0608
0.86041
0.6013
1.84433
0.3290
2.01853
0.3013
4.49224
0.1226
2.61617
0.2302
0.15078
0.9753
1.66018
0.3631
0.90626
0.5820
2.27781
0.2666
0.99369
0.5476
LNGROWTH does not Granger Cause LE
ES does not Granger Cause LNGROWTH
32
LNGROWTH does not Granger Cause ES
BD does not Granger Cause LNGROWTH
32
LNGROWTH does not Granger Cause BD
LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
32
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/09/11 Time: 20:01
Sample: 2001 2008
Lags: 6
Null Hypothesis:
LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE
LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE
FDI does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause FDI
LE does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause LE
ES does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause ES
BD does not Granger Cause LNGROWTH
16
LNGROWTH does not Granger Cause BD
LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
16
89
Kawasan ASEAN
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/09/11 Time: 20:06
Sample: 2001 2008
Lags: 2
Null Hypothesis:
LNCE does not Granger Cause LNGROWTH
Obs
F-Statistic
Prob.
30
1.72844
0.1981
1.32564
0.2837
1.17352
0.3257
0.75932
0.4785
5.01174
0.0148
0.10743
0.8986
4.23378
0.0261
2.99466
0.0682
2.55140
0.0981
4.47218
0.0219
1.17876
0.3242
2.87181
0.0754
0.91530
0.4134
0.82500
0.4498
LNGROWTH does not Granger Cause LNCE
LNGE does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause LNGE
FDI does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause FDI
LE does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause LE
ES does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause ES
BD does not Granger Cause LNGROWTH
30
LNGROWTH does not Granger Cause BD
LNOE does not Granger Cause LNGROWTH
LNGROWTH does not Granger Cause LNOE
30
90
Lampiran 2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6
___ ____ ____ ____ ____ tm
/__
/
____/
/
____/
___/
/
/___/
/
/___/
10.1
Statistics/Data Analysis
Special Edition
Copyright 1984-2009
StataCorp
4905 Lakeway Drive
College Station, Texas 77845 USA
800-STATA-PC
http://www.stata.com
979-696-4600
[email protected]
979-696-4601 (fax)
Unlimited-user Stata for Windows (network) perpetual license:
Serial number: 198081963
Licensed to: Lic. Santiago Adamcik
UNLP Facultad de Ciencias Economicas
Notes:
1. (/m# option or -set memory-) 10.00 MB allocated to data
2. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables
Checking http://www.stata.com for update... host not found
unable to check for update; verify Internet settings are correct.
. (10 vars, 40 obs pasted into editor)
egen country = group (negara)
. xtset country tahun, yearly
panel variable: country (strongly balanced)
time variable: tahun, 2001 to 2008
delta: 1 year
. xtabond lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe, noconstant
Arellano-Bond dynamic panel-data estimation
Group variable: country
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Obs per group:
Number of instruments =
27
Wald chi2(8)
Prob > chi2
=
=
30
5
min =
avg =
max =
6
6
6
=
=
14.18
0.0772
One-step results
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth |
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------lngrowth |
L1. |
.2172331
.2988257
0.73
0.467
-.3684545
.8029207
lnce |
.4851093
.2673968
1.81
0.070*
-.0389788
1.009197
lnge | -.5192803
.2350097
-2.21
0.027*
-.9798908
-.0586698
fdi |
.0024115
.0013317
1.81
0.070*
-.0001987
.0050217
le |
.0084782
.0173592
0.49
0.625
-.0255452
.0425016
es |
.0004052
.0012751
0.32
0.751
-.002094
.0029043
bd | -.0022655
.0026756
-0.85
0.397
-.0075095
.0029784
lnoe |
.0045533
.1372546
0.03
0.974
-.2644608
.2735674
-----------------------------------------------------------------------------Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).lngrowth
Standard: D.lnce D.lnge D.fdi D.le D.es D.bd D.lnoe
. estat abond
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
+-----------------------+
|Order | z
Prob > z|
|------+----------------|
|
1 |-2.4049 0.0162 |
|
2 |-.18905 0.8501 |
+-----------------------+
H0: no autocorrelation
91
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(19)
Prob > chi2
=
=
19.61786
0.4179
. reg lngrowth l.lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe
Source |
SS
df
MS
-------------+-----------------------------Model | .017718422
8 .002214803
Residual | .008068325
26
.00031032
-------------+-----------------------------Total | .025786747
34 .000758434
Number of obs
F( 8,
26)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE
=
=
=
=
=
=
35
7.14
0.0001
0.6871
0.5908
.01762
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth |
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------lngrowth |
L1. |
.6585645
.1640823
0.97
0.343
-.1787115
.4958405
lnce |
.4660179
.177041
2.63
0.014
.102105
.8299309
lnge | -.5017051
.177252
-2.83
0.009
-.8660518
-.1373584
fdi |
.0022677
.0010015
2.26
0.032
.000209
.0043263
le |
.0039151
.0047372
0.83
0.416
-.0058222
.0136525
es |
.0006456
.0002478
2.61
0.015
.0001362
.001155
bd | -.0024949
.0016214
-1.54
0.136
-.0058277
.0008379
lnoe |
.0290253
.0220819
1.31
0.200
-.0163646
.0744152
_cons | -.6013164
.4296187
-1.40
0.173
-1.48441
.2817774
-----------------------------------------------------------------------------. xtreg lngrowth l.lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe, fe
Fixed-effects (within) regression
Group variable: country
Number of obs
Number of groups
=
=
35
5
R-sq:
Obs per group: min =
avg =
max =
7
7.0
7
within = 0.4309
between = 0.8195
overall = 0.5876
corr(u_i, Xb)
= -0.6309
F(8,22)
Prob > F
=
=
2.08
0.0829
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth |
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------lngrowth |
L1. |
.2117811
.2753727
0.77
0.450
-.3593068
.7828691
lnce |
.47184
.2254695
2.09
0.048
.004245
.9394351
lnge | -.5104164
.1999044
-2.55
0.018
-.9249927
-.0958401
fdi |
.0024118
.0012452
1.94
0.066
-.0001706
.0049941
le |
.0082345
.0157687
0.52
0.607
-.0244678
.0409369
es |
.0004244
.0011257
0.38
0.710
-.0019102
.0027591
bd | -.0021983
.0024511
-0.90
0.379
-.0072815
.0028849
lnoe |
.0067284
.1267227
0.05
0.958
-.2560784
.2695351
_cons | -.6421671
.7952547
-0.81
0.428
-2.291424
1.00709
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .01243698
sigma_e | .01910326
rho | .29768012
(fraction of variance due to u_i)
-----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0:
F(4, 22) =
0.03
Prob > F = 0.9984
92
Lampiran 3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6
___ ____ ____ ____ ____ tm
/__
/
____/
/
____/
___/
/
/___/
/
/___/
10.1
Statistics/Data Analysis
Special Edition
Copyright 1984-2009
StataCorp
4905 Lakeway Drive
College Station, Texas 77845 USA
800-STATA-PC
http://www.stata.com
979-696-4600
[email protected]
979-696-4601 (fax)
Unlimited-user Stata for Windows (network) perpetual license:
Serial number: 198081963
Licensed to: Lic. Santiago Adamcik
UNLP Facultad de Ciencias Economicas
Notes:
1. (/m# option or -set memory-) 10.00 MB allocated to data
2. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables
Checking http://www.stata.com for update... host not found
unable to check for update; verify Internet settings are correct.
. (10 vars, 48 obs pasted into editor)
egen country = group (negara)
. xtset country tahun, yearly
panel variable: country (strongly balanced)
time variable: tahun, 2001 to 2008
delta: 1 year
. xtabond lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe, noconstant
Arellano-Bond dynamic panel-data estimation
Group variable: country
Time variable: tahun
Number of obs
Number of groups
Obs per group:
Number of instruments =
28
Wald chi2(8)
Prob > chi2
=
=
36
6
min =
avg =
max =
6
6
6
=
=
19.31
0.0133
One-step results
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth |
Coef.
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------lngrowth |
L1. | -.1665782
.2578889
-0.65
0.518
-.6720312
.3388748
lnce | -.1055638
.1491659
-0.71
0.479
-.3979236
.1867959
lnge | -.0813728
.1269292
-0.64
0.521
-.3301495
.167404
fdi | -.0038092
.0037598
-1.01
0.311
-.0111782
.0035598
le |
.0150115
.009959
1.51
0.132
-.0045077
.0345307
es | -.0001987
.0009102
-0.22
0.827
-.0019827
.0015852
bd |
.0054275
.0021171
2.56
0.010*
.0012781
.0095769
lnoe |
.0891482
.0496401
1.80
0.073*
-.0081446
.186441
-----------------------------------------------------------------------------Instruments for differenced equation
GMM-type: L(2/.).lngrowth
Standard: D.lnce D.lnge D.fdi D.le D.es D.bd D.lnoe
. estat abond
Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors
+-----------------------+
|Order | z
Prob > z|
|------+----------------|
|
1 |-2.0366 0.0417 |
|
2 | -.7915 0.4287 |
+-----------------------+
H0: no autocorrelation
93
. estat sargan
Sargan test of overidentifying restrictions
H0: overidentifying restrictions are valid
chi2(20)
Prob > chi2
=
=
26.87845
0.1387
. reg lngrowth l.lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe
Source |
SS
df
MS
-------------+-----------------------------Model | .015501334
8 .001937667
Residual |
.00726445
33 .000220135
-------------+-----------------------------Total | .022765784
41 .000555263
Number of obs
F( 8,
33)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE
=
=
=
=
=
=
42
8.80
0.0000
0.6809
0.6035
.01484
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth |
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------lngrowth |
L1. |
.1773425
.1880371
0.94
0.352
-.2052218
.5599069
lnce | -.0433421
.0547513
-0.79
0.434
-.1547344
.0680502
lnge |
.0697975
.0576701
1.21
0.235
-.0475332
.1871281
fdi | -.0025964
.003442
-0.75
0.456
-.0095992
.0044063
le |
.0004543
.0014059
0.32
0.749
-.002406
.0033147
es | -.0000238
.0004321
-0.06
0.956
-.0009028
.0008553
bd |
.0011078
.001763
0.63
0.534
-.002479
.0046946
lnoe | -.0054233
.0349264
-0.16
0.878
-.0764817
.065635
_cons | -.1514632
.2917439
-0.52
0.607
-.7450206
.4420942
-----------------------------------------------------------------------------. xtreg lngrowth l.lngrowth lnce lnge fdi le es bd lnoe, fe
Fixed-effects (within) regression
Group variable: country
Number of obs
Number of groups
=
=
42
6
R-sq:
Obs per group: min =
avg =
max =
7
7.0
7
within = 0.3513
between = 0.2615
overall = 0.1619
corr(u_i, Xb)
= -0.9867
F(8,28)
Prob > F
=
=
1.90
0.1008
-----------------------------------------------------------------------------lngrowth |
Coef.
Std. Err.
t
P>|t|
[95% Conf. Interval]
-------------+---------------------------------------------------------------lngrowth |
L1. | -.1890592
.2166707
-0.87
0.390
-.6328889
.2547705
lnce | -.1080314
.1351237
-0.80
0.431
-.3848199
.168757
lnge | -.1056747
.1115784
-0.95
0.352
-.3342328
.1228833
fdi | -.0043085
.0037322
-1.15
0.258
-.0119537
.0033366
le |
.0176839
.0091721
1.93
0.064
-.0011044
.0364722
es | -.0008438
.0009013
-0.94
0.357
-.00269
.0010024
bd |
.0035996
.0018181
1.98
0.058
-.0001245
.0073238
lnoe |
.1306508
.0481942
2.71
0.011
.0319294
.2293723
_cons | -.2310622
.509823
-0.45
0.654
-1.275387
.8132628
-------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .12560405
sigma_e | .01261492
rho | .99001374
(fraction of variance due to u_i)
-----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0:
F(5, 28) =
3.53
Prob > F = 0.0134
94
Lampiran 4. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan
Pengeluaran Konsumsi
95
Lampiran 5. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan
Pengeluaran Pemerintah
96
Lampiran 6. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan FDI
97
Lampiran 7. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan
Tingkat Harapan Hidup
98
Lampiran 8. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan
Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder Masing-masing Negara
99
Lampiran 9. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan Defisit
Anggaran Pemerintah
100
Lampiran 10. Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Perubahan
Keterbukaan Ekonomi
101
Lampiran 11. Korelasi Antar Variabel
Covariance Analysis: Ordinary
Date: 05/08/11 Time: 18:52
Sample: 2001 2008
Included observations: 88
Correlation
Probability
GROWTH
GROWTH
1.000000
-----
LNCE
LNGE
FDI
LE
ES
BD
LNCE
-0.018604
0.8634
1.000000
-----
LNGE
-0.028608
0.7913
0.982029
0.0000
1.000000
-----
FDI
0.262190
0.0136
-0.383434
0.0002
-0.313561
0.0029
1.000000
-----
LE
-0.443886
0.0000
0.136537
0.2046
0.253814
0.0170
0.202362
0.0587
1.000000
-----
ES
-0.417306
0.0001
0.207733
0.0521
0.284513
0.0072
-0.231411
0.0301
0.675982
0.0000
1.000000
-----
BD
-0.085750
0.4270
-0.330146
0.0017
-0.253456
0.0172
0.525507
0.0000
0.508834
0.0000
0.272629
0.0102
1.000000
-----
LNOE
0.178809
0.0955
0.728873
0.0000
0.758202
0.0000
0.120570
0.2632
0.208185
0.0516
-0.131036
0.2236
-0.083685
0.4382
LNOE
1.000000
-----
101
102
Lampiran 12. Deskripsi Data
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
GROWTH
LNCE
LNGE
FDI
LE
ES
BD
LNOE
11.5091
11.41685
10.7007 3.114341
74.31438 84.82846
-0.55
11.48259
11.30581
11.32544
10.44665 2.257231
73.58307
75.3414
-0.85
11.46742
12.7161
12.56401
11.94863 20.23999
82.58756 155.1175
12.3
12.3982
10.72636
10.64183
9.975492
-5.11483
61.59244 46.36682
-8.1
10.59031
0.575041
0.552269
0.602709 4.301946
5.964429 28.40789
4.016174
0.41752
0.671602
0.526087
0.634341 2.553074
-0.38683 1.007274
0.739325
0.076097
2.413199
2.174629
2.172109 10.25037
2.089648
3.27924
3.765966
2.463043
Jarque-Bera
Probability
7.877952
0.019468
6.557131
0.037682
8.414848
0.014885
288.349
0
5.233409
0.073043
15.16673
0.000509
10.16808
0.006195
1.142116
0.564928
Sum
Sum Sq. Dev.
1012.801
28.76848
1004.683
26.53507
941.6612
31.6035
274.062
1610.086
6539.665
3094.974
7464.904
70209.71
-48.4
1403.28
1010.468
15.16612
Observations
88
88
88
88
88
88
88
88
102
Download