Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam Dari

advertisement
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55 – 66
AKTA KIMIA
INDONESIA
Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam
Dari Tradisional Ke Moderen Dan Contoh Terkait Dengan Tumbuhan
Lauraceae, Moraceae Dan Dipterocarpaceae Indonesia
Sjamsul Arifin Achmad**, Euis Holisotan Hakim, Lia Dewi Juliawaty,
Lukman Makmur, dan Yana Maolana Syah
Kelompok Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Departemen Kimia,
Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132
ABSTRAK
Secara tradisional kimia bahan alam berhubungan dengan isolasi, penentuan struktur, dan
sintesis senyawa-senyawa organik yang berasal dari sumber alam hayati. Namun, isolasi, penentuan
struktur, dan sintesis bukanlah akhir kegiatan kimia bahan alam. Dengan berkembangnya teknik-teknik
spektroskopi maka, saat ini, penentuan struktur senyawa-senyawa alam bioaktif merupakan titik awal
semata. Penjelasan tentang interaksi antara molekul substrat yang kecil dengan reseptor biopolimer pada
tingkat molekuler adalah langkah-langkah berikutnya Contoh mengenai perkembangan kimia bahan alam
akan dikemukakan, termasuk penelitian kami yang berhubungan dengan tumbuhan tropika famili
Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae yang endemik Indonesia.
ABSTRACT
Traditionally natural product chemistry is very much related to isolation, structure determination
and synthesis of organic compounds derived from natural resources. However, isolation, structure
elucidation and synthesis are not the only and ultimate objective of research in natural products. On the
contrary, with the rapid development of spectroscopic techniques, the problem of structure elucidation of
bioactive natural products is necessarily the starting point, in order to get access to subsequent knowledge
of chemical biology. Thus, currently, understanding of fundamental chemical interactions between small
subtrate molecule with biopolymeric receptor at molecular level have actually become key issue in the
development of natural products research in the future. A very brief comments on the development of
natural product chemistry, including a general review of our current works on tropical plants, Lauraceae,
Moraceae and Dipterocarpaceae endemic to Indonesia will be presented.
PENDAHULUAN
Umat manusia dalam kehidupannya
dikelilingi oleh bahan-bahan organik alami yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme. Oleh karena itu, munculnya
peradaban di muka bumi ini banyak sekali
ditentukan oleh bahan-bahan alam hayati yang
digunakan oleh umat manusia untuk memenuhi
berbagai kebutuhan hidup, seperti pangan,
sandang, papan, energi, wangi-wangian, zat
warna, insektisida, herbisida, dan obat-obatan.
Sumber alam hayati telah digunakan
sejak lama antara lain untuk obat-obatan dalam
menyembuhkan berbagai penyakit.
*
**
Negara-negara Cina, Mesir, India, dan Yunani
sangat kaya akan pengetahuan obat-obatan yang
berasal dari sumber alam hayati. Dua abad
sebelum Masehi, sekitar 400 jenis tumbuhan
telah digunakan di negara Cina sebagai bahan
obat tradisional, dan jumlah ini meningkat
menjadi lebih dari 5000 tumbuhan pada waktu
ini. Misalnya, tumbuhan kina Cinchona officinalis
dan Artemisia annua adalah dua tumbuhan obat
tradisioanal yang digunakan untuk pengobatan
malaria. Contoh lainnya ialah ganja Cannabis
sativa, yang digunakan untuk menumbuhkan rasa
nyaman, dan opium dari Papaver somniferum
sebagai narkotik.
Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia
VII, di Surabaya 9 Agustus 2005
Corresponding author e-mail: [email protected]
© Kimia ITS – HKI Jatim
55
Achmad, dkk.-Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam Dari Tradisional Ke Moderen Dan Contoh Terkait
Dengan Tumbuhan Lauraceae, Moraceae Dan Dipterocarpaceae Indonesia
senyawa
kuinin
(1),
artemisinin
(2),
tetrahidrokanabinol (3), dan morfin (4). Pada
abad ke-19, banyak senyawa bahan alam lainnya
berhasil diisolasi, seperti striknin (5) dari spesies
Strychnos dan atropin (6) dari Atropa belladonna.
Namun, struktur molekul senyawa-senyawa
tersebut di atas baru ketahui satu abad
kemudian.
Landasan Pertumbuhan Kimia Organik Bahan
Alam
Sepanjang abad ke-19 tumbuhan obat
banyak menarik perhatian para ilmuwan.
Penyelidikan kimia menunjukkan bahwa efek
farmakologis empat tumbuhan tersebut di atas
antara lain disebabkan oleh senyawa-senyawa
kimia yang dikandungnya, masing-masing
H
H
H
HO
H
CH3O
CH3O
N
O
O
O
H
O
N
H
O
O
Kuinin (1)
Artemisinin (2)
HO
Tetrahidrokanabinol (3)
N
H
O
H
H
OH
H
N
N
CH3
O
H
OH
Morfin (4)
NCH3
H
H
CH-O-CO-CH-Ph
CH2OH
O
Striknin (5)
Atropin (6)
atau aspirin (8) secara komersial pada tahun
1893. Pada tahun 1974, delapan puluh tahun
kemudian, diketahui bahwa efek anti-inflamasi
aspirin (8) disebabkan oleh aktivitas menghambat
biosintesis prostaglandin. Hingga kini aspirin (8)
masih tetap merupakan salah satu obat yang
populer.
Periode Awal Kimia Organik Bahan Alam
Salah satu awal keberhasilan kimia
organik bahan alam dicontohkan oleh penemuan
asam salisilat (7) yang bersifat analgesik
(menghilangkan rasa nyeri) dari tumbuhan
Gaultheria procumbens, diikuti oleh sintesis
senyawa ini dengan cara yang sederhana dan
murah, kemudian produksi asam asetil salisilat
ONa
OR
O= C= O
+
COOH
Natrium fenolat
R=H
: Asam salisilat (7)
R=-COCH3 : Aspirin (8)
penemuan ini mendorong ditemukannya sejumlah
alkaloid, seperti reserpin (9) dan ajmalisin (10)
dari tumbuhan ini. Ternyata, reserpin (9) adalah
senyawa kimia biodinamik utama yang bersifat
hipotensif yang dihasilkan oleh Rauwolfia
Contoh berikutnya ialah penyelidikan
tumbuhan Rauwolfia serpentina yang secara
tradisional telah digunakan di India untuk
pengobatan hipertensi.
Penyelidikan ilmiah
farmakologi memang menunjukkan bahwa R,
serpentina mempunyai efek hipotensif, dan
.
CH3O
N
H
N
H
H
O
H
CH3OOC
OCH3
O
OCH3
OCH3
OCH3
Reserpin (9)
56
N
H
N
H
H
H
CH3OOC
O
Ajmalisin (10)
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55-66
bahan alam baru yang unik dari tumbuhan tingkat
tinggi dan mikroorganisme. Pada waktu yang
bersamaan, banyak pula dihasilkan senyawa
sintetik baru, yang analog dengan senyawa bahan
alam, misalnya podofilotoksin (11), vinblastin
(12), vinkristin (13), dan taksol (14) yang bersifat
antikanker, insektisida azadirakhtin (15), dan
pemanis steviosida (16).
Isolasi dan penentuan struktur senyawa
bahan alam, pada hakekatnya, menindak lanjuti
dan mengembangkan pengetahuan tentang
penggunaan
tumbuh-tumbuhan
dalam
pengobatan tradisional. Awalnya, penetapan
struktur molekul didasarkan pada degradasi
molekul, dilandasi oleh logika yang
sangat
elegant, walaupun seringkali sangat rumit dan
menyita waktu. Misalnya, penentuan struktur
beberapa senyawa monoterpen dari minyak atsiri,
diikui oleh diwujudkannya “aturan isopren” oleh
Otto Wallach, yang memenangkan Hadiah Nobel
pada tahun 1910. Akan tetapi, pendekatan ini
mempunyai keterbatasan berhadapan dengan
banyaknya senyawa bahan alam yang sangat
penting dan potensial, namun mempunyai
struktur yang sangat rumit dan terdapat dalam
jumlah yang sangat kecil, sehingga potensi ini
sukar untuk dikembangkan.
Pada periode 1960-1990 kimia bahan
alam tumbuh secara dramatis, dipicu oleh
kualitas dan kecanggihan sintesis bahan alam
yang tinggi, berkat adanya konsep-konsep
merancang sintesis, penggunaan cara-cara kimia,
bentuk reaksi, dan reagen baru, dan
perkembangan cara-cara analisis, pemisahan,
dan penentuan struktur molekul.
Kimia Bahan Alam Masa Kini dan Masa Depan
Didorong oleh pertumbuhan dalam bidang
spektroskopi dan teknik-teknik pemisahan
kromatografi, maka penentuan struktur secara
berangsur terfokus ke senyawa-senyawa bahan
alam
biomakromolekul
yang
berjumlah
submikrogram. Disamping itu, kemajuan dalam
komputerisasi analisis kristalografi sinar-X
membuka pula peluang penentuan struktur
senyawa-senyawa yang berukuran besar maupun
kecil, yang berwujud kristal. Perkembangan ini
membuka peluang untuk mencurahkan lebih
banyak perhatian kepada mekanisme dan aspek
struktural dari interaksi ligan-reseptor biopolimer
yang dilandasi oleh struktur molekul yang lebih
jelas.
Periode Moderen Kimia Bahan Alam
Pada periode berikutnya ini, perkembangan kimia
bahan alam didukung oleh penemuan teknikteknik pemisahan kromatografi kolom, lapis tipis
preparatif, ekstraksi arus-balik, dan HPLC, dan
cara-cara spektroskopi UV, IR, ORD, 1H NMR, 13C
NMR, spektroskopi massa, dan analisis sinar-X.
Menggunakan teknik-teknik ini arsitektur molekul,
struktur, stereokimia, dan konformasi molekul
yang rumit sekalipun dapat ditetapkan,
sementara itu dapat menghemat waktu dan
bahan kimia, berbeda dengan cara degradasi.
Perkembangan ini menghasilkan banyak senyawa
OH
OH
N
O
O
N
O
CO2CH3
H
N
O
OH
CH3O
OCH3
N
CH3 O
OCH3
R
Podofilotoksin (11)
O
NH
O
OH
O
CH3COO
H3C
O
O
OH
O
H
CH3
O
O
OH
Taksol (14)
© Kimia ITS – HKI Jatim
OCOCH3
CO2CH3
R=CH3 : Vinblastin (12)
R=CHO : Vinkristin (13)
H
CH3 COO
H
HO
H
BzO AcO
O
CH3 COO
CH3 OOC
OH
O
OH
O
O
Azadirakhtin (15)
57
Achmad, dkk.-Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam Dari Tradisional Ke Moderen Dan Contoh Terkait
Dengan Tumbuhan Lauraceae, Moraceae Dan Dipterocarpaceae Indonesia
O- Gluk- gluk
H
H
COO- gluk
Steviosida (16)
merupakan tumbuhan obat yang digunakan untuk
berbagai penyakit.
Kimia Bahan Alam Tumbuh-Tumbuhan Tropika
Indonesia
Dari beberapa contoh di atas dapat
dianut suatu prinsip bahwa setiap spesies sumber
alam hayati mempunyai nilai-nilai kimiawi.
Berdasarkan hal ini, sumber alam hayati tropika
Indonesia yang sangat beraneka ragam dapat
dipandang sebagai sistem kimiawi yang
memproduksi beraneka ragam senyawa kimia,
yang tidak tersedia dengan cara lain. Oleh karena
itu, kimia bahan alam merupakan salah satu ilmu
pengetahuan yang sangat strategis dalam
menunjang pembangunan nasional. Selanjutnya,
akan dikemukakan suatu perspektif kimia bahan
alam yang kini dikembangkan di laboratorium
kami, untuk memberdayakan keanekaragaman
hayati Indonesia serta mendukung bioindustri,
agroindustri, dan industri lainnya. Penelitian kimia
terhadap sejumlah tumbuhan yang termasuk
famili
Lauraceae,
Moraceae,
dan
Dipterocarpaceae telah dilakukan di laboratorium
kami.
Penyelidikan secara rinci terhadap lebih
dari 20 spesies Lauraceae telah dilakukan untuk
pertama kalinya di laboratorium kami. Sebagai
contoh, dari ekstrak heksan kulit batang Litsea
amara Bl., yang dikumpulkan dari Kebon Raya
Cibodas, Jawa Barat, telah ditemukan suatu
senyawa seskuiterpen baru turunan sekoishwaran
yang diberi nama trivial indonesiol (17) (Achmad,
1992a).
Begitu pula, dari kulit batang
Cryptocarya densiflora Bl. ditemukan dua
senyawa seskuiterpen baru turunan germakran,
yang masing-masing diberi nama linderan (18)
dan pseudolinderadine (19), bersama-sama
dengan suatu seskuiterpen yang sudah dikenal,
yaitu zeilanidin (20) (Achmad,1992b).
Dari Litsea cassiaefolia ditemukan pula suatu
senyawa seskuiterpen baru turunan germakran
yang diberi nama litseakasifolid (21) dan suatu
senyawa seskuiterpen jenis guaian yang sudah
dikenal yaitu isokurkumol (22) (Hakim, 1993)
Selanjutnya, dari Litsea excelsa ditemukan pula
suatu senyawa seskuiterpen baru turunan
eremofilan yang diberi nama 8-hidroksikusunol
(23) (Hakim, 1994), sedangkan, dari Neolitsea
cassiaefolia
ditemukan
dua
senyawa
seskuiterpen turunan eleman, masing-masing
asam isofiserat (24) dan asam fiserilaktonat (25)
(Makmur, 1995).
Beberapa Senyawa Seskuiterpen dari Famili
Lauraceae
Lauraceae, suatu famili tumbuhan yang
besar, terdiri dari 31 genera dan lebih dari 3000
spesies, adalah tumbuhan tropika yang tersebar
di seluruh kepulauan Nusantara. Litsea dan
Cryptocarya adalah dua genus utama famili
Lauraceae, masing-masing terdiri dari 318 dan
478 spesies, beberapa spesies diantaranya
OH
Indonesiol (17)
H
H
O
O
O
O
O
O
Linderan (18)
58
O
O
O
OCOCH3
O
O
O
Pseudolinderadin (19)
C
O
O
Zeilanidin (20)
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55-66
O
H
H
O
O
OH
O
OH
O
OH
Litseakasifolid (21)
Isokurkumol (22)
8-Hidroksikusunol (23)
OH
O
O
O
H
CO2H
Asam isofiserat (24)
H
CO2H
Asam fiserilaktonat (25)
termasuk jenis ini, dan memperlihatkan berbagai
aktivitas
biologi,
seperti
antiinflamasi,
antihipertensi, dan antitumor (Venkataraman,
1972; Nomura, 1998). Lebih dari 20 spesies
Artocarpus telah diselidiki di laboratorium kami.
Sebagai contoh, dari berbagai jaringan
tumbuhan Artocarpus champeden Spreng. telah
ditemukan antara lain suatu senyawa baru
turunan piranoflanon yang diberi nama
artoindonesianin (26) (Achmad, 1996), bersamasama dengan senyawa baru lainnya turunan
furanodihidrobenzosanton yang diberi nama
artoindonesianin A (27), dan
turunan
oksepinoflavon
yang
diberi
nama
artoindonesianin B (28) (Hakim, 1999).
Beberapa Senyawa Fenol dari Famili Moraceae
Penelitian terhadap sejumlah tumbuhan
yang termasuk famili Moraceae telah dilakukan
pula di laboratorium kami (Achmad, 2002, 2004,
2005; Hakim, 2002a, 2005). Artocarpus, yang
merupakan salah satu genus utama Moraceae
dan dikenal dengan nama nangka-nangkaan,
digunakan dalam pengobatan tradisional untuk
menyembuhkan berbagai penyakit, seperti tifus,
malaria, disentri, diare, dan sebagai afrodisiak,
sedangkan buah yang masih segar dimakan
(Heyne, 1987; Perry, 1980). Dari segi kimia,
tumbuh-tumbuhan Artocarpus dicirikan oleh
senyawa turunan 3-prenilflavon yang hanya
ditemukan
pada
tumbuh-tumbuhan
yang
OH
OH
HO
O
O
OH
O
Artoindonesianin (26)
OH
HO
O
OH
H3CO
O
O
O
O
OH
O
OOH
OH
O
Artoindonesianin A (27)
Disamping itu, dari A. champeden
ditemukan pula dua senyawa baru masing-masing
turunan flavanon dan furanodihidrobenzosanton
yang diberi nama artoindonesianin E (29) (Hakim,
2001), dan artoindonesianin M (30) (Syah,
2002a), bersama-sama dengan senyawa baru
© Kimia ITS – HKI Jatim
Artoindonesianin B (28)
turunan 3-prenilflavon yang diberi nama
artoindonesianin Q (31) dan artoindonesianin R
(32), serta turunan dihidrobenzosanton yang
diberi nama artoindonesianin S (33) dan
artoindonesianin T (34) (Syah, 2002b).
59
Achmad, dkk.-Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam Dari Tradisional Ke Moderen Dan Contoh Terkait
Dengan Tumbuhan Lauraceae, Moraceae Dan Dipterocarpaceae Indonesia
H3CO
HO
OCH3
OCH3
HO
O
H3CO
O
O
OCH3
OH
O
OH
Artoindonesianin E (29)
OCH3
HO
H3CO
O
Artoindonesianin M (30)
OCH3
H3CO
O
HO
O
OH
OH
OH
O
OH
Artoindonesianin Q (31)
Artoindonesianin R (32)
OCH3
HO
H3CO
O
OCH3
HO
O
HO
O
OH
OH
OH
O
OH
Artoindonesianin S (33)
O
Artoindonesianin T (34)
dari Artocarpus maingajii diperoleh pula suatu
senyawa baru turunan piranoflavon yang diberi
nama artoindonesianin D (36) (Hakim, 2000).
Dari penyelidikan terhadap tumbuhan
Artocarpus bracteata Hook. ditemukan suatu
senyawa baru turunan calkon, yang diberi nama
artoindonesianin J (35) (Ersam, 2002),sedangkan
OH
O
OH
O
O
O
O
OH
OH
O
Artoindonesianin J (35)
Artoindonesianin D (36)
rotundus ditemukan pula suatu senyawa baru
turunan 3-prenilflavon yang diberi nama
artoindonesian L (38) (Suhartati, 2001).
Selanjutnya, dari Artocarpus scortechinii
diisolasi suatu senyawa baru turunan santon yang
diberi nama artoindonesianin C (37) (Makmur,
2000). Tambahan lagi, dari tumbuhan Artocarpus
HO
O
CO2CH3
O
O
O
O
OH
OH
O
OH
O
Artoindonesianin C (37)
Kemudian, dari Artocarpus lanceifolius
diperoleh pula suatu senyawa baru turunan
O
OH
OH
O
Artoindonesianin L (38)
furanodihidrobenzosanton yang diberi nama
artoindonesianin P (39) (Hakim, 2002b).
HO
HO
OH
OH
O
O
Artoindonesianin P (39)
60
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55-66
atas dapat diungkapkan seperti tercantum dalam
Bagan 1 berikut :
Dari segi biogenesis, berbagai jenis
senyawa turunan 3-prenilflavon yang ditemukan dari
beberapa spesies Artocarpus seperti diutarakan di
HO
O
OH
CO2CH3
O
O
O
OH
O
OH
O
OH
O
Artoindonesianin A (27)
O
Artoindonesianin C (37)
OH
OH
CH3O
OH
HO
O
O
HO
OCH3
O
HO
O
O
OH
OH
O
OH
Artoindonesianin B (28)
O
Artoindonesianin T (34)
H3CO
HO
OH
OOH
OCH3
O
Artoindonesianin (26)
H3CO
HO
O
OCH3
O
OH
OCH3
OH
O
Artoindonesianin E (29)
OH
O
Artoindonesianin R (32)
O
O
OH
O
Artoindonesianin J (35)
Bagan 1. Hubungan biogenesis yang disarankan untuk jenis-jenis senyawa
turunan 3-prenilflavonoid dari spesies Artocarpus.
Pada kesempatan ini perlu pula
dikemukakan beberapa hasil penelitian kami
yang merupakan penelitian pertama terhadap
tumbuhan langka Indonesia Morus macroura atau
dikenal dengan nama andalas. Tumbuhan ini,
yang termasuk famili Moraceae, berkerabat
dengan tumbuhan murbei Morus alba yang
merupakan pakan ulat sutera. Dari M. macroura
telah ditemukan sejumlah senyawa fenol yang
© Kimia ITS – HKI Jatim
sangat menarik. Misalnya, dua senyawa baru
dimer stilbenoid yang diberi nama andalasin A
(40) (Syah, 2000) dan andalasin B (41) (Syah,
2004) telah ditemukan dari tumbuhan ini.
Bersamaan dengan itu, ditemukan pula sejumlah
senyawa jenis adduct Diels-Alder, yang
dicontohkan oleh kuwanon X (42) dan
mulberofuran K (43) (Hakim, 2005).
61
Achmad, dkk.-Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam Dari Tradisional Ke Moderen Dan Contoh Terkait
Dengan Tumbuhan Lauraceae, Moraceae Dan Dipterocarpaceae Indonesia
OH
OH
HO
H
OH
OH
OH
OH
HO
H
OH
OH
HO
O
OH
OH
OH
Andalasin A (40)
OH
Andalasin B (41)
OH
HO
HO
OH
O
OH O
O
H
HO
O
OH
O
H
H
OH
OH
H
H
H
OH
HO
Kuwanon X (42)
Mulberofuran K (43)
akar M. macroura dapat diproduksi senyawasenyawa adduct Diels-Alder, yang dicontohkan
oleh kuwanol E (44) dan kuwanon R (45) (Hakim,
2005).
Kemudian, menggunakan sistem kultur
jaringan M. macroua yang dikembangkan di
laboratorium kami, diperoleh pula sejumlah
senyawa jenis Dies-Alder. Misalnya, dari kultur
HO
HO
OH
OH
HO
OH
HO
OH O
O
H
H
H H
OH
OH
Kuwanol E (44)
Beberapa Senyawa Polifenol dari Famili
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae adalah suatu famili
tumbuhan yang relatif besar yang terdistribusi di
daerah tropika Asia, Afrika, dan Amerika.
Kelompok tumbuhan ini memiliki sekitar 16
genus dan 600 spesies, termasuk empat genus
utama, yakni Shorea, Hopea, Dipterocarpus, dan
Vatica. Hutan tropika Indonesia memiliki
sedikitnya sembilan genus Dipterocarpaceae.
Shorea misalnya, yang merupakan genus terbesar
dan terdiri dari sekitar 150 spesies, bersamasama dengan Dipterocarpus yang terdiri dari 70
spesies, hanya terdapat di wilayah Malesia,
sebagian besar di antaranya tersebar
di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Maluku. Di
Indonesia,
kelompok
tumbuhan
Dipterocarpaceae, yang dikenal dengan nama
meranti, keruwing, damar, dan tengkawang,
H
OH
O
OH
H
HO
HO
62
OH
Kuwanon R (45)
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, dan
merupakan komoditi ekspor yang penting berupa
kayu bangunan atau plywood. Dipterocarpaceae
adalah sumber senyawa-senyawa kimia polifenol
yang memperlihatkan berbagai bioaktivitas,
seperti kemopreventif untuk kanker, antifungal,
sitotoksik terhadap sel tumor manusia,
hepatoprotektif,
antiinflamasi,
antibakterial,
antifungal, dan anti-HIV.
Lebih dari 20 spesies Dipterocarpaceae
telah diselidiki pula di laboratorium kam (Atun,
2004; Tukiran, 2005). Sebagai contoh, dari
spesies Shorea seminis V.Sl. telah berhasil
ditemukan suatu senyawa baru glukosida dimer
stilbenoid yang diberi nama diptoindonesin A (46),
bersama-sama dengan oligostilbenoid lainnya,
resveratrol 12-C-glukopiranosida (47),
(-)-ampelopsin A (48), laevifonol (49), (-)-α-viniferin
(50), dan (-)-hopeafenol (51) (Aminah, 2002).
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55-66
HO
HO
Gluc.
Gluk.
H
O
HO
OH
OH
OH
HO
H H
OH
H
OH
HO
H
OH
H
OH
OH
Diptoindonesin A (46)
O
HO
Resveratrol 12-C-glukopiranosida (47)
(-)-Ampelopsin A (48)
OH
HO
H
O
H
OH
HO
OH
O
H
OH O
H
H
HO
O
H
OH
O
O
H
H
H
H
HO
HO
OH
O
H
H O
OH
Laevifonol (49)
OH
(-)-α-Viniferin (50)
H
OH
O
H
O
H
OH
OH
H
OH
HO
OH
H
H
H
H
HO
HO
HO
OH
(-) – Hopeafenol (51)
Begitu pula, dari
Dryobalanops
oblongifolia telah ditemukan dua senyawa baru
trimer stilbenoid, yang masing-masing diberi
nama cis- dan trans-diptoindonesin B (52) dan
(53) (Syah, 2003).
HO
HO
A1
A1
HO
7a
8a
A2
A2
H
B2
H 8b
B1
7a
8a
O
HO
HO
H
HO
H
OH
H
7b
O
H
B2
HO
H 8b
HO
B1
OH
H
7b
O
O
C1
C1
OH
HO
C2
OH
cis-Diptoindonesin B (52)
© Kimia ITS – HKI Jatim
C2
OH
trans-Diptoindonesin B (53)
63
Achmad, dkk.-Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam Dari Tradisional Ke Moderen Dan Contoh Terkait
Dengan Tumbuhan Lauraceae, Moraceae Dan Dipterocarpaceae Indonesia
Sebagian besar senyawa bahan alam
yang telah ditemukan dari berbagai spesies
Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae
seperti dicontoh di atas memperlihatkan
bioaktivitas yang berguna, misalnya sitoksisitas
yang tinggi terhadap sel tumor P388 dan inhibisi
transpor asam amino melalui membran usus ulat
sutera (Parenti, 1998).
Tumbuhan
Transgenik
Senyawa Baru
Lainnya
Penetapan
Stuktur
Rekayasa
genetik
Ekstrak
Tumbuhan
Tumbuhan
Meningkatkan
produktivitas
Kultur Sel
Tumbuhan
Selanjutnya, dari contoh di atas
terungkap pula bahwa nilai-nilai kimia dan biologi
tumbuhan atau bioresource lainnya dapat
ditingkatkan melalui rekayasa biologi, seperti
kultur
jaringan,
rekayasa
genetik,
dan
biotransformasi (Hakim, 2005) yang akan
merupakan landasan baru perkembangan kimia
bahan alam seperti tercantum dalam Bagan 2
berikut.
Senyawa
Murni
Uji
Lanjut
Modifikasi
Senyawa
+ Elisitor
+ Prekursor
Senyawa
Fitoaleksin
Senyawa Baru
Lainnya
Bagan 2. Peluang pengembangan kimia bahan alam dari masa ke masa
KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan kimia bahan alam
yang merupakan komponen utama dalam bidang
kimia organik akan memegang peranan yang
sangat penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan
yang
berhubungan
dengan
kehidupan yang semakin terfokus ke pendekatan
molekuler. Dalam hubungan ini, Indonesian
sebagai salah satu negara megadiversity akan
dapat memberikan kontribusi yang berarti,
menggiring
dan
ikut
berperan,
dalam
pengembangan ilmu kimia bahan alam dan
teknologi terkait di masa yang akan datang.
64
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H.,
Makmur, L. and Manurung, M. (1992a).
"A sesquiterpene alcohol from Litsea
amara Bl.", Phytochemistry, 31(6), 21532154.
Achmad, S.A., Azminah, Effendi, Ghisalberti,
E.L.,Hakim, E.H., Makmur, L. and White,
A.H. (1992b). "Structural studies of two
bioactive furanosesquiterpenes from
Cryptocarya densiflora (Lauraceae)",
Aust. J. Chem., 45, 445-450.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55-66
Achmad, S.A., Hakim, E.H., Juliawaty, L.D.,
Makmur, L., Suyatno, Aimi, N. and
Ghisalberti, E. L. (1996). “A new
prenylated flavone from Artocarpus
champeden”, J. Nat. Prod., 59(9), 878879.
Achmad, S.A., Hakim, E.H., Makmur, L., Mujahidin,
D., Juliawaty, L.D. and Syah, Y.M. (2002).
“Discovery of natural products from
Indonesian tropical rainforest plants:
Chemodiversity
of
Artocarpus
(Moraceae)”, in Biodiversity: Biomolecular
Aspects of Biodiversity and Innovative
Utilization, Bilge Sener (Ed.), Kluwer
Academic/Plenum Publishers, London,
pp. 91-99.
Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H.,
Kitajima, M., Makmur, L., Mujahididn, D.,
Syah, Y.M. and Takayama, H. (2004).
“Molecular Diversity and Biological
Activity of Natural Products from
Indonesian Moraceous Plants”, Journ.
Chem. Soc. Pak., 26(3), 316-321.
Achmad, S.A., Hakim, E.H., Juliawaty, L.D.,
Makmur, L., and Syah, Y.M. (2005).
“Indonesian
Rainforest
Plants
–
Chemodiversity
and
Bioactivity”,
Malaysian J. Sci., 24, 7-16.
Aminah, N.S., Achmad, S.A., Aimi, N., Ghisalberti,
E.L., Hakim, E.H., Kitajima, M., Syah, Y.M.
and
Takayama,
H.
(2002).
“Diptoindonesin A, a new C-glucoside of εviniferin
from
Shorea
seminis
(Dipterocarpaceae)”, Fitoterapia, 73,
501-507.
Atun, S., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Syah, Y.M.,
Ghisalberti, E.L., Juliawaty, L.D. and
Makmur, L. (2004). “Oligostilbenoids
from
Vatica
umbonata
(Dipterocarpaceae), Biochem. System.
Ecol. (UK), 32(11), 1051-1053.
Ersam, T., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim,
E.H., Makmur, L. and Syah, Y.M. (2002). A
new
isoprenylated
chalcone,
artoindonesianin J, from the root and tree
bark of Artocarpus bracteata”, J. Chem.
Res. (S) (UK), 186-187.
Hakim, E.H., Achmad, S.A., Effendy, Ghisalberti,
E.L., David C.R. Hockless, D.C.R and
White, A.H. (1993). "Structural studies of
three sesquiterpenes from Litsea
spp.(Lauraceae)", Aust. J. Chem., 46,
1355-1362.
Hakim, E.H., Achmad, S.A., Buchari, dan
Pramutadi, S. (1994). “Ilmu kimia
tumbuhan Lauraceae Indonesia: XI.
Alkaloid aporfin dan oksoaporfin dari
Litsea
excelsa”,
Proceedings
ITB
(Indonesia), 27(3), 11.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Hakim, E.H., Fahriyati, A., Kau, M.S., Achmad, S.A.,
Makmur, L., Ghisalberti, E.L., Nomura, T.
(1999). “Artoindonesianin A and B, Two
New Prenylated Flavones from the Root
of Artocarpus champeden”, J. Nat. Prod.,
62, 613-615.
Hakim, E.H., Afrida, Eliza, Achmad, S.A., Aimi, N.,
Kitajima, M., Makmur, L., Mujahidin, D.,
Syah, Y.M. and Takayama, H. (2000).
“Artoindonesianin D a new bioactive
pyranoflavone derivative and chaplasin
from Artocarpus maingayii, Proceedings
ITB (Indonesian), 32(1), 13-19.
Hakim, E.H., Aripin, A., Achmad, S.A., Aimi, N.,
Kitajima, M., Makmur, L., Mujahidin, D.,
Syah, Y.M. and Takayama, H. (2001).
“Artoindonesianin E, a new flavanone
from
Artocarpus
champeden”,
Proceedings ITB (Indonesia), 33(3), 6973.
Hakim, E.H., Makmur, L., Achmad, S.A., Aimi, N.,
Ghisalberti, E.L., Kitajima, M., Mujahidin,
D., Syah, Y.M., and Takayama, H.
(2002a). “Recent studies on biologically
actine natural products from Artocarpus
species of Indonsian rainforest”, in
Natural Product Chemistry at the Turn of
the Century, Atta-ur-Rahman, M.I.
Chouidhary and K.M. Khan (Eds.), Prints
Arts, Karachi, p.331-338.
Hakim, E.H., Asnizar, Yurnawilis, Aimi, N., Kitajima,
M. and Takayama, H.
(2002b).
“Artoindonesianin P, a new prenylated
flavone with cytotoxic activity from
Artocarpus lanceifolius”, Fitoterapia, 73,
668-673.
Hakim, E.H., Achmad, S.A., Aimi, N., Indrayanto,
G., Kitajima, M., Makmur, L., Surya, M.D.,
Syah, Y.M. and Takayama, H. (2004).
“Regioselective
glucosylation
of
oxyresveratrol by the cell suspension
cultures of Solanum mammosum”, J.
Chem. Res., 706-707.
Hakim, E.H., Juliawaty, L.D., Syah, Y.M., Achmad,
S.A. (2005).
“Molecular Diversity of
Artocarpus champeden (Moraceae): A
Species
Endemic
to
Indonesia”,
Molecular Diversity (USA), 9, 149-158.
Hakim, E.H. (2005) (Data yang belum
dipublikasikan)
Heyne, K. (1987). Tumbuh-tumbuhan berguna
Indonesia, Yayasan Sarana Wana Jaya,
Jakarta, pp. 668-683.
65
Achmad, dkk.-Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam Dari Tradisional Ke Moderen Dan Contoh Terkait
Dengan Tumbuhan Lauraceae, Moraceae Dan Dipterocarpaceae Indonesia
Makmur, L., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Juliawaty,
L.D., Kasuma, S., Santoni, A., Syah, Y.M.
dan Yudi, V. (1995). “Ilmu kimia tanaman
Lauraceae hutan tropis Indonesia:
Senyawa-senyawa alkaloid dan terpenoid
tanaman Neolitsea cassiaefolia (Bl.)
Merr. dan Litsea firma Hook (Bl.) Hkf.
(Lauraceae), J. Mat. Sci. (Indonesia)
Suplement G, 92-105.
Makmur, L., Syamsurizal, Tukiran, Achmad, S.A.,
Aimi, N., Hakim, E.H., Kitajima, M. and
Takayama, H. (2000). “Artoindonesianin
C, a new xanthone derivative from
Artocarpus teysmanii”, J. Nat. Prod., 63,
243-244.
Nomura, T., Hano, Y. and Aida, M. (1998).
Heterocycles, 47(2), 1179-1205.
Parenti, P., Pizzigoni, A., Hanozet, G., Hakim, E.H.,
Makmur, L., Achmad, S.A. and Giordana,
B. (1998). “A New Prenylated Flavone
from Artocarpus champeden Inhibits the
K+-Dependent Amino Acid Transport in
Bombyx Mori Midgut”, Biochem. Biophys.
Res. Communic. 244, 445-448.
Perry, L.M. (1980). Medicinal plants of east and
southeast Asia, MIT Press, Cambridge,
pp. 269-271.
Suhartati, T., Achmad, S.A., Aimi, N., Hakim, E.H.,
Kitajima, M., Takayama, H., Takeya, K.
(2001). “Artoindonesianin L, a new
prenylated flavone with cytotoxic activity
from Artocarpus rotunda”, Fitoterapia,
72, 912-918.
66
Syah, Y.M., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Makmur,
L., Mujahidin, D., Iman, M.Z.N. and
Ghisalberti, E.L. (2000). “Andalasin A, a
new stilbene dimer from Morus macroura
Miq. (Moraceae)”, Fitoterapia, 71, 630635.
Syah, Y.M., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim,
E.H., Makmur, L. dan Mujahidin, D.
(2002a). Artoindonesianin M, suatu
flavon terprenilasi baru dari Artocarpus
champeden Spreng (Moraceae), Bull.
Soc. Nat. Prod. Chem. (Indonesia), 2(1),
31-36.
Syah, Y.M., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim,
E.H., Makmur, L. and Mujahidin, D.
(2002b). “Artoindonesianins Q-T, four
new
isoprenylated
flavones
from
Artocarpus champeden (Moraceae),
Phytochemistry, 61, 949-953.
Syah, Y.M., Aminah, N.S., Hakim, E.H., Aimi, N.,
Kitajima, M., Takayama, H., and Achmad,
S.A. (2003). “Two oligostilbenes, cis- and
trans-diptoindonesins
B,
from
Dryobalanops
oblongifolia”,
Phytochemistry, 63, 913-917.
Syah, Y.M., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim,
E.H., Makmur, L. and Soekamto, N.H.
(2004). “A Stilbene Dimer, Andalasin B,
from the Root Trunk of Morus macroura”,
J. Chem. Res. (UK), 339-340.
Tukiran, Sjamsul A Achmad, Euis H. Hakim,
Lukman Makmur, Kokki Sakai, Kuniyoshi
Shimizu, and Yana M. Syah (2005).
“Oligostilbenoids
from
Shorea
balangeran”, Biochem. System. Ecol.
(UK), 33, 631-634.
Venkataraman, K. (1972). “Wood phenolics in the
chemotaxonomy of the Moraceae”,
Phytochemistry, 11, 1571-1586.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Download