ABSTRAK

advertisement
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA RUMPUN BUGIS ENREKANG DAN SUKU BUGIS
DALAM INTERAKSI SOSIAL BUDAYA
(Desa Polenga Kabupaten Kolaka)
*Umar. A **Marsia Sumule ***Asrul Jaya
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Halu Oleo Kendari
ABSTRAK
UMAR. A C1D1 11 096 Komunikasi Antar Budaya Rumpun Bugis Enrekang Dan Suku
Bugis Dalam Interaksi Sosial Budaya (Desa Polenga Kabupaten Kolaka). Pembimbing l Ibu
Marsia Sumule G, S.Sos., M.I.Kom dan pembimbing II Bapak Asrul Jaya, S.Sos,. M.Si. Skripsi.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Halu oleo 2016
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Komunikasi Antar Budaya
Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Sosial Budaya. Tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui Komunikasi Antar Budaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis
dalam Interaksi Sosial Budaya. Penelitian ini dilakukan di Desa Polenga, Kabupaten Kolaka,
Kecamatan Watubangga.
Penelitian ini di laksanakan di Desa Polenga, Kecamatan Watubangga, Kabupaten
Kolaka Pemilihan lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa peneliti menemukan adanya
beberapa suku dan berbeda adat dan budaya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
teori pertukaran social,Thibaut, Kelley dan Homans. Informan dalam penelitian berjumlah
empat orang, yang terdiri dari informan kunci. Data penelitian dikumpulkan melalui Observasi,
Wawancara, Dokumentasi dan studi Pustaka dengan metode deskriptif kualitatif. Teori yang
digunakan adalah teori Pertukaran Sosial menurut George Caspar Homans dalam Prof. Dr.
Muhammad Budyatna, M.A 2015
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Desa Polenga sangat harmonis dan
saling memahami dalam berkomunikasi namun dalam adat istiadat antara kedua suku hanya
mengikuti satu adat saja Suku Rumpun Bugis Enrekang sejak awal berdirinya Desa Polenga
Suku Rumpun Bugis Enrekang sudah sepakat bahwa ketika melakukan pesta perkawinan di
dalam Desa Polenga adat yang di pakai yaitu kedua adat antara Bugis dan Suku Rumpun Bugis
Enrekang dan sampai sekarang adat Suku Bugis yang selalu di ikuti tetapi di dalam system
pertanian dan perdagangan masing – masing menjalankan dengan cara mereka sendiri..
Kata kunci : Antar Budaya, Rumpun Bugis Enrekang Dan Suku Bugis, Interaksi Sosial
Budaya
I. PENDAHULUAN
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Segala kegiatan dan buah
pikiran manusia menghasilkan kebudayaan. Tiap kelompok masyarakat mempunyai kebudayaan
yang berbeda, karena masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal dengan kemajemukannya
dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa/etnis, agama, bahasa istiadat
dan sebagainya.
Samovar
dan Porter,
untuk mengkaji
komunikasi
antar budaya perlu dipahami
hubungan antara kebudayaan dengan komunikasi. Melalui pengaruh budayalah manusia belajar
komunikasi, dan memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep, dan labellabel yang dihasilkan kebudayaan. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian
makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau peristiwa. Cara-cara manusia
berkomunikasi, keadaan berkomunikasi, bahkan bahasa dan gaya bahasa yang digunakan,
perilaku-perilaku non-verbal merupakan respons terhadap dan fungsi budaya (Liliweri, 2001:
160).
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Mesuk ke
nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan asia tepatnya yunan. To ogie atau
lebih di kenal dengan sebutan orang Bugis adalah sebuah istilah yang di lekatkan pada salah
suku yang memiliki prinsip-prinsip hidup secara totalitas.
Suku enrekang dan suku maroangin (Marowangin) merupakan koalisi dari suku duri yang
tergabung dalam suatu kesatuan yang di sebut sebagai suku Massenrempulu. Meskipun secara
ras dan bahasa suku duri cenderung dekat dengan suku toraja. Bahasa Duri mirip dengan bahasa
Toraja, oleh karena itu suku Duri sering di anggap sebagai bagian dari suku Toraja. Meskipun
memiliki kekerabatan dekat dengan Toraja, suku Duri banyak terpengaruh adat-istiadat Suku
Bugis. Sehingga kadang-kadang juga orang Duri juga di anggap sebagai sub-suku dari suku
Bugis.
Peneliti ingin mengetahui bagaimana sebenarnya komunikasi antar budaya dalam suku
enrekang dan suku bugis. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah komunikasi antar budaya suku
enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Sosial Budaya di desa polenga, kabupaten kolaka?”
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Komunikasi Antar Budaya
Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta buddayah yang merupakan bentuk jamak dari
kata buddhi, yang berarti budi atau akal. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi ataw akal. Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama
artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata colere yang artinya adalah atau mengerjakan yaitu
dimaksudkan kepadakeahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang
kemudian berubah menjadi ulture sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan
mengubah alam (Soekanto, 2003:188).
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang
memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari
semua
perbedaan
ini. Menurut
Stewart
L.
Tubbs,komunikasi
antarbudaya
adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau
perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi (Stewart L. Tubbs dan
Sylvia Moss, 1996: 236)
2. Bahasa Verbal dalam Konteks Komunikasi Antar Budaya
Bahasa adalah sarana utama untuk berkomunikasi dengan orang lain dan menyimpan
informasi. Bahasa juga merupakan sarana utama dalam pewarisan budaya dari satu generasi pada
generasi berikutnya. Bahkan, tanpa bahasa budaya yang sebagaimana kita kenal tidak akan ada.
Dalam kaitannya dengan studi kebudayaan (culture) bahasa ditempatkan sebagai sebuah
unsur penting selain unsur-unsur lain seperti sistem pengetahuan, mata pencaharian, adat istiadat,
kesenian, sistem peralatan hidup dan lain-lain.Bahkan bahasa dapat dikategorikan sebagai unsur
kebudayaan yang berbentuk non material selain nilai, norma, dan kepercayaan (belief) (Liliweri,
2003: 132).
3. Suku Enrekang dan Bugis
a. Suku Duri ( Suku Bugis Enrekang)
Wilayah Suku Bugis Enrekang ini sejak dahulu disebut Massenrempulu, yang
memiliki sejarah tersendiri, yaitu pada awalnya 3 kelompok Suku yang membentuk
satu kesatuan adat yang disebut Massenrempulu. Seiring perkembangan zaman,
kelompok 3 Suku yang terdiri dari Suku Bugis Enrekang, Suku Duri dan Suku
Maroangin (Maroangin), sering disebut sebagai suku Massenrempulu.
Dalam Bahasa Bugis Enrekang istilah "Massenrempulu" berarti "melekat seperti
beras ketan" (Suku Bugis Enrekang, Suku Duri dan suku Maroangin (Maroangin),
sering disebut sebagai Suku Massenrempulu). Kata yang digunakan untuk
menunjukkan kesatuan dari ke-3 suku tersebut.
Suku Bugis Enrekang dan Suku Toraja sangat damai dan tentram dalam satu
rumpun karena struktur tulang Untuk orang-orang Bugis Enrekang lebih cenderung
memiliki kemiripan dengan orang-orang Tanah Toraja. Dari segi bahasa, bahasa
orang-orang Enrekang lebih mirip dengan orang-orang Tanah Toraja.
Suku Enrekang secara garis besar terbagi dalam 3 karakter yang berbeda pada
bahasa dan karakter. Suku Enrekang utara, yang bersebelahan dengan wilayah Suku
Toraja, terlihat dari struktur fisik dan tulang lebih mendekati dengan orang-orang dari
Tanah Toraja. Juga dari segi bahasa lebih mirip dengan bahasa Toraja. Orang Bugis
Enrekang yang di bagian Utara mengalami akultirasi budaya dengan budaya Toraja,
sehingga karakter orang Enrekang Utara lebih berkerabat dengan orang Toraja.
Suku Bugis Enrekang selatan, lebih banyak berakulturasi dengan Suku Bugis
Sidrap dan Pinrang, sehingga bahasa dan budayanya cenderung mendekati budaya
dan bahasa Bugis.
http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-enrekang-sulawesi.html;
22/05/2015.
b. Suku Bugis
Bugis adalah Suku yang tergolong ke dalam Suku-suku Deutero Melayu. Masuk
Kenusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan.
Kata bugis berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan
“Ugi” merujuk pada Raja pertama kerajaan cina yang terdapat di Pammana,
Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi ketika rakyat La Sattumpugi
menamakan dirinya sebagai Orang Bugis, maka mereka merujuk pada Raja mereka.
Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang
pengikut dari La
Sattumpugi.
https://bugiskha.wordpress.com/2012/04/09/awal-mula-suku-bugis/;25/05/2015.
4. Konsep Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan
antara orang perorangan, antara kelompok-kelompokmanusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial
dimulai pada saat itu (Soejono,1990:67). Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya
kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial secara harfiah adalah berarti sama-sama
menyentuh. Namun dengan perkembangan teknologi sekarang ini, orang biasa
berhubungan satu sama lainnya melalui telepon, telegrap, radio, surat dan seterusnya
yang tidak memerlukan hubungan badaniah.
a. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Proses interaksi sosial dalam masyarakat terjadi apabila terpenuhi dua syarat sebagai
berikut:
a. Kontak sosial, yaitu hubungan sosial antara individu satu dengan individu lain yang
bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapn, maupun tatap muka sebagai
wujud aksi dan reaksi.
b. Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada oranglain yang
dilakukan secara langsung maupun dengan alat bantu agar orang lain memberikan
tanggapan atau tindakan tertentu.
b. Ciri-Ciri Interaksi Sosial
Proses interaksi sosial dalam masyarakat memiliki ciri sebagai berikut :
a. Adanya dua orang pelaku atau lebih
b. Adanya hubungan timbale balik antar pelaku
c. Diawali dengan adanya kontak sosial, baik secara langsung.
d. Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas.
c. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial bersifat asosiatif akan mengarah pada bentuk penyatuan. Interaksi
sosial ini terdiri atas beberapa hal berikut.
1. Kerja sama (cooperation)
Kerjasama terbentuk karena masyarakat menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama sehingga sepakat untuk bekerjasama dalam
mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pelaksanaannya terdapat empat bentuk kerjasama,
yaitu bargaining (tawar-menawar), cooptation (kooptasi), koalisi dan joint-venture (usaha
patungan).
2. Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok guna mengurangi,
mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Proses akomodasi dibedakan
menjadi bebrapa bentuk antara lain :
a. Coercion yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya
paksaan
b. Kompromi yaitu, suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat masingmasing mengurangi tuntutannya agar dicapai suatu penyelesaian
terhadap suatu
konflik yang ada.
c. Mediasi yaitu, cara menyelesaikan konflik dengan jalan meminta bantuan pihak
ketiga yang netral.
d. Arbitration yaitu, cara mencapai compromise dengan cara meminta bantuan pihak
ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang berkedudukannya
lebih dari pihak-pihak yang bertikai.
e. Adjudication (peradilan)yaitu, suatu bentuk penyelesaian konflik melalui pengadilan.
f. Stalemate yaitu, Suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bertentangan memiliki
kekuatan yang seimbang dan berhenti melakukan pertentangan pada
karena kedua belah pihak sudah tidak mungkin lagi maju atau mundur.
suatu titik
g. Toleransi yaitu, suatu bentuk akomodasi tanpa adanya persetujuan formal.
Consiliation yaitu, usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan pihak- pihak
yang berselisih bagi tercapainya suatu persetujuan bersama (Soejono, 2010:65-68).
5. Kerangka Pikir
Nawawi, setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang
memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian
akan disoroti (Nawawi, 1955: 40).
Wilbur Schramm menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan
yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan daripadanya proposisi bisa
dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi
mengenai perilaku (Effendi, 1990: 241).
Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah teori Penetrasi
Sosial. Berdasarkan pokok-pokok teori yang diuraikan maka di susun kerangka pikir
penelitian ini, kerangka pikir di maksud adalah sebagaimana terlihat pada bagan berikut
ini:
Teori pertukaran social dapat ditelusuri kepada para psikolog Thibaut dan Kelley,
atau para sosiolog Homans, dan Blau,(Budiyatna, 2015:363) dan mempunyai akar dalam
ilmu ekonomi (imbalan-imbalan dan biaya-biaya) atau psikologi behavioris atau
behaviorist psychology (imbalan-imbalan dan hukuman). Alr cerita yang sama diantara
teori-teori ini ialah hubungan yang sejalan dengan pertukaran ekonomi. seperti, dalam
sebuah pertukaran ekonomi bermitifasikan keuntungan, dalam pertukran social,
keputusan-keputusan didasarkan pada proyeksi-proyeksi, pada imbalan-imbalan dan
biaya-biaya mengenai tertentu. Kita memutuskan untuk menginvestasikan uang dalam
salah satu saham, sebagai kebalikan dari yang lain nya karna harpan-harapan kita
mengenai dividen-dividen yang akan kita peroleh. Demikian pula, menurut Teori-teori
pertukaran social, kita membuat keputusan-keutusan tentang dan terlibat dalam perilakuperilaku dimana kita berharap akan menguntukan. Teori pertukaran tidak beranggapan
bahwa kita selalu mencoba untuk memaksimalkan untuk imbalan-imbalan kita dan
meminimalkan
biaya-biaya
kita,
maupun
bahwa
kita
hanya
tertatik
dalam
memaksimalkan keuntungan kita sendiri atas perngorbanan orang lain: kerjasama dan
kejujuran juga bagian dari tori pertukaran.
Teori-teori pertukaran social merupakan post-positivist dalam orentasinya;
sebagian besar teori-tori itu terletak pada prosisi-proposisi yang dapat diuji. Seperti
pendekatan-pendekatan ilmu pengetahuan social lainnya, tujuan utama teori-teori
pertukaran social ialah, untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku. Menurut teori-teori
pertukaran social, kita dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku melalui sebuah
pemahaman tentang faktor-faktor yang individu-individu memperhitungkan segala
sesuatu (imbalan-imbalan dan biaya-biaya) dalam membuat keputusan-keputusan tetnang
tindakan-tinakan mereka. Umat manusia dilihat sebagai makhluk-makhluk rasional yang
pada tingkat tertentu, terlibat dalam sebuah analisis untuk rugi: sebuah perbandingan
mengenai pro dan kontra tentang interaksi dan hubungan-hubungan antar pribadi
(Budyatna, 2015:363-364).
BAGAN 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN
Komunikasi Antar Budaya Rumpun
Bugis Enrekang Dan Suku Bugis
Dalam Interaksi Sosial Budaya
Teori Pertukaran sosial
(Muhammad Budyatna,2015)
Interaksi Social Budaya
Bahasa verbal




Perkawinan Adat
Perdagangan
Pertanian
Gotong Royong
Kerangka Pemikiran Hasil Modifikasi Penulis
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Polenga,Kec.Watubangga Kabupaten Kolaka, dengan
pertimbangan bahwa masyarakat desa polenga dalam komunikasi antar budaya Rumpun Bugis
Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Social Budaya.
Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian adalah keseluruhan masyarakat Bugis
Enrekang dan suku Bugis Desa Polenga Kec.Watubangga Kabupaten Kolaka, dengan jumlah
1.759 jiwa.
Informan dalam penelitian ini adalah Rumpun Bugis Enrekang dan suku Bugis Desa
Polenga,Kec.Watubangga, Kab. Kolaka. Adapun jumlah informan yang akan di ambil adalah
berjumlah 4 orang. 2 orang suku Enrekang dan Suku Bugis
berjumlah 2, jadi jumlah
keseluruhan informan dalam penelitian ini yaitu 4 orang, Bapak Mansur P. merupakan seorang
dusun polenga II dan juga seorang tokoh adat, tinggal di Desa Polenga II Kecamatan
Watubangga kabupaten kolaka, dan berusia 52 tahun, Bapak Amiruddin merupakan Seorang
Imam Desa Polenga, tinggal di Polenga I Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, dan
berusia 63 Tahun, Bapak Juhati Merupakan Seorang Imam Mesjid Desa Polenga II seorang
tokoh adat, tinggal di Desa Polenga II Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, dan berusia
62 tahun, dan Bapak Jamaluddin merupakan seorang Sekertaris Desa atau di singkat Sekdes,
tinggal di Desa Polenga I Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, dan berusia 44 tahun.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Komunikasi Antarbudaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis
dalam
Interaksi Social Budaya
a. Bahasa verbal
Menurut Deddy Mulyana,’’ simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol
yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa juga dapat dianggap sebagai sistem
kode verbal.’’ Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat symbol, dengan aturan
untuk mengkombinasikan symbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami
suatu komunitas.
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan symbol atau kata-kata
baik yang dinyatakan secara lisan atau tulisan.
Bahasa merupakan sebuah sistem simbol verbal dan nonverbal yang diatur dalam
pola-pola untuk mengekspresikan pemikiran dan perasaan yang dimiliki bersama.
Bahasa tergantung pada apa yang disebut Mead sebagai simbol signifikan (significant
symbol), atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang sama bagi banyak
orang. Dengan mempergunakan bahasa dan berinteraksi dengan orang lain, itu berarti
kita mengembangkan pikiran kita. Pikiran merefleksikan dan menciptakan dunia
sosial. Ketika seseorang belajar bahasa, ia belajar berbagai norma sosial dan aturan
budaya yang mengikatnya (Turner&West, 2008:105).
Menurut Bapak Mansur P.sebagai kepala dusun Polenga 2,dalam kutipan
penuturanya :
"ya berbahasa daerah enrekang,,,tetapi untuk anak-anak berhasa indonesia karena
anak-anak di sekolah di ajarkan bahasa indonesia, jadi kita sebagai orang tua
harus membantu guru-guru sekolahnya sebab di sekolah di larang mnggunakan
bahasa daerah, supaya anak-anak kedepannya tidak terbiasa dengan berbicara
bahasa daerah. dan ketika berinteraksi dengan sesama orang tua kami
menggunakan bahasa daerah dan kadang-kadang juga kami menggunakan bahasa
indonesia". ( Hasil wawancara : 17 Desember 2015 )
Menurut Bapak Juhati sebagai imam mesjid Desa Polenga 2, dalam kutipan
penuturannya :
"iya selalu menggunakan bahasa daerah enrekang kalau dalam lingkungan
keluarga, sering juga berbahasa indonesia tapi yang sudah lazim itu dalam
keluarga bahasa daerah". ( Hasil wawancara : 19 Desember 2015 )
2. Upacara Pra Perkawinan
a. Pemilihan Jodoh
Proses Paling Awal Menuju Perkawinan dalam adat Suku Bugis adalah
pemilihan jodoh. orang bugis ummunya mempunyai kecendrungan memilih jodoh
dari lingkungan keluarga sendiri karena di anggap sebagai hubungan perkawinan
atau perjodohan yang ideal. perjodohan ideal yang dimaksud adalah Siala
Massapposiseng( perkawinan antar sepupu satu kali), siala massapokadua (
perkawinan antarsepupu dua kali), dan siala massapoketellu ( perkawinan
antarsepupu tiga kali) (pelras, 2006:178).
Menurut bapak Amiruddin, sebagai Iman Desa Polenga, dalam kutipan
penuturannya :
“Ya tidak, justru perkawinan antar sepupu itu sangat baik, karena dapat membuat
tali kekeluargaan semakin dekat, apalagi kalau sudah bersepupu tiga kali, maka
tidak ada salahnya jika antar sepupu menikah”. ( Hasil wawancara : 18 Desember
2015 )
b. mammanu'-manu ( penjajakan )
mammanu'-manu atau biasa juga di sebut Mappesse-Pesse, Mattiro Mabbaja
Laleng adalah suatu kegiatan penyelidikan yang biasanya di lakukan secara rahasia
oleh seorang perempuan dari pihak laki-laki untuk memastiakan apakah gadis yang
telah di pilih sudah ada yang memikatnya atau belum. Kegiatan penyelidikan ini
bertujuan untuk mengenali jati diri gadis itu dan kedua orang tuanya, terutama halhal yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga, adat sopan santun, tingkah
laku, kecantikan, dan juga pengetahuan agama gadis tersebut. Jika menurut hasil
penyelidikan belum ada yang memikat gadis itu, maka pihak keluarga laki-laki
memberikan kabar kepada pihak keluarga gadis bahwa mereka akan datang
menyampaikan pinangan.
Menurut bapak Amiruddin, sebagai Iman Desa Polenga, dalam kutipan
penuturannya :
“Kalau laki-lakinya sudah mengetahuinya maka mammanu-manu tidak perlu di
lakukan, justru dengan sudah mengetahuinya maka itu akan mempercepat untuk
melakukan acara Madduta atau Massuro ( Meminang ) maka hanya perlu
memberitahukan kepada pihak wanita bahwa pihak laki-laki akan
meminangnya”. ( Hasil wawancara : 18 Desember 2015 )
c. Madduta atau Massuro ( Meminang )
Madduta atau Massuro artinya pihak laki-laki mengutus beberapa orang
terpandang, baik dari kalangan keluarga maupun selain keluarga, untuk
menyampaikan lamaran kepada pihak keluarga gadis. Utusan ini di sebut To
Madduta sedangkan pihak keluarga gadis yang di kunjungi di sebut To Riaddutai.
To Madduta memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan diterima
atau tidaknya suatu pinangan. Oleh karena itu, To Madduta harus berhati-hati,
bijaksana, dan pandai membawa diri agar kedua orang tua gadis itu tidak
tersinggung ( A. Rahim Mame, et. al. 1977/1978:62).
Menurut bapak Jamaluddin,sebagai sekretaris Desa polenga, dalam kutipan
penuturannya :
“Apa bila pihak laki-laki tidak bisa memenuhi syarat yang di berikan oleh pihak
wanita maka acara meminang akan di pending dulu sejenak, dan di berikan
kesempampatan kepada pihak laki-laki untuk berunding”. ( Hasil wawancara : 20
Desember 2015 )
3. Adat-Istiadat
Adat adalah kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan penduduk asli,
yang meliputi antara lain nilai-nilai budaya, norma-norma hukum dan aturan-aturan
yang saling berkaitan yang kemudian menjadi sistem atau peraturan tradisional,
(Soerjono 2006 : 4), Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
dimaksud dengan adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai
budaya, norma hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan
menjadi suatu sistem.
Menurut Bapak Mansur P.sebagai kepala dusun Polenga 2,dalam kutipan penuturanya :
“Ya sama dengan proses perkawinannya dengan suku Bugis Bone tetapi di dalam
proses perkawinan Suku Rumpun Bugis enrekang tidak ada yang namanya
tunangan, ketika anak sudah suka sama suka tinggal antara orang tua saja yang
membicarakan bagaimana baiknya anak ini kedepannya.” ( Hasil wawancara :
17 Desember 2015 )
Dari penjelasan di atas bahwa dalam suku enrekang tidak ada yang namanya
tunangan atau tukar cincin.
Menurut Bapak Mansur P.sebagai kepala dusun Polenga 2,dalam kutipan penuturanya :
“Di dalam suku enrekang itu tidak ada memang yang namanya tunangan, karena
pertunangan itu hanya mengambil waktu saja, dalam suku enrekang kalau sudah
suka sama suka dan kedua bela pihak orang tua sudah menyetujui maka meraka
mengambil keputusan untuk menikahkan anaknya, dan apalagi anak laki-laki ini
sudah mapan”. ( Hasil wawancara : 17 Desember 2015 )
Adat merupakan aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang
tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah tertentu di Indonesia dan sebagai kelompok
sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya.
4. Perdagangan
Interaksi sosial yang terjadi membuat satu pedagang dengan pedagang lainnya
dapat saling mempengaruhi. Interaksi sosial tersebut menghasilkan hubungan yang
bersifat negatif maupun positif. Hubungan yang bersifat positif ini dapat berupa
hubungan kerja sama sedangkan hubungan yang bersifat negatif ini dapat berupa
persaingan,
pedagang
bahkan
yang
memungkinkan terjadinya konflik.
berjualan
Mengingat
banyaknya
di kawasan Ketep Pass, maka kemungkinan terjadi
interaksi sosial yang berupa kerjasama, persaingan, maupun konflik tentunya sangat
besar dan sering terjadi.
Menurut bapak Juhati,sebagai Imam mesjid Desa polenga, dalam kutipan
penuturannya :
“Di dalam perdagangan di desa polenga ini kami menggunakan
perdagangan seperti suku-suku lain, tetapi jika tidak sesuai nilai harga jual yang
di minta pembeli maka kami tidak bisa menjualnya sebab tidak ada seorang
pedagang mau rugi semuanya mau untung.”
Dari kutipan di atas bahwa di dalam perdagangan tidak asal berdagang tetapi
semuanya di pertimbangkan untung ruginya
5. Petanian
Pertanian adalah suatu usaha yang meliputi bidang-bidang seperti bercocok
tanam (pertanian dalam arti sempit), perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan,
pengelolaan hasil bumi dan pemasaran hasil bumi (pertanian dalam arti luas). Dimana
zat – zat atau bahan – bahan anorganis dengan bantuan tumbuhan dan hewan yang
bersifat reproduktif dan usaha pelestariannya.
Menurut Bapak Mansur P. sebagai kepala dusun Polenga 2,dalam kutipan
penuturanya :
“Dalam bercocok tanam di desa polenga ini sangat bagus karena tanahnya subur
cocok untuk semua tanaman, seperti salak, coklat dan padi,sejak awal kami datang di
desa polenga ini kami mencoba menanam salak dan ternyata tanah di desa polenga ini
cocok di Tanami salak, dan kemudian sebagian lahan kebun kami jadikan sawah
sebagian juga kami buka kebun coklat, tanaman coklat dan padi dulunya sangat bagus
hasil panennya, tetapi sejak adanya perusahaan DL SITORUS membuka kebun kelapa
sawit maka hasil panen sangat menurun”.
PEMBAHASAN
Berdasarkan temuan dari hasil wawancara dengan para informan, peneliti
menyimpulkan bahwa Komunikasi Antarbudaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku
Bugis dalam Interaksi Social Budaya. Dimana setiap suku dan bangsa mempunyai
budaya masing masing. Keberagaman budaya yang ada di Indonesia juga berarti
bahasanya pun beragam. Bahasa merupakan unsur penting dalam setiap kebudayaan.
Berdasarkan teori pertukaran sosial dalam Komunikasi Antarbudaya Rumpun Bugis
Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Social Budaya menjelaskan tentang interaksi
sosial budaya, dalam interaksi tersebut terdapat tiga aspek adalah sebagai berikut:
1. Bahasa Verbal
Bahasa sebagai sistem komunikasi masyarakat mempunyai makna hanya
dalam kebudayaan yang mewadahinya. Itu berarti, untuk memahami suatu
budaya, kita perlu memahami bahasanya. Sebaliknya, untuk memahami suatu
bahasa, sedikit banyak kita perlu memahami budayanya.
Bahasa ujar berdasarkan pada kaidah penentu pembentukan bunyi-bunyi tak
bermakna (fonem) ke dalam unit-unit dasar bermakna (morfem), yang kemudian
dibentuk oleh kaidah morfologis ke dalam kata-kata dan dengan kaidah sintaksis ke
dalam kalimat. Makna kata, kalimat, dan keseluruhan ujaran ditentukan oleh kaidah
semantis. Keseluruhan kaidah ini merepresentasikan tata bahasa. Hal ini dikarenakan
penggabungan pengetahuan tentang kaidah-kaidah morfologis, sintaksis dan semantis
membolehkan penurunan dan pemahaman ujaran bermakna yang hamper tanpa batas
yang membuat bahasa sebagai media komunikasi yang sangat ampuh.
Makna dapat dikomunikasikan lewat bahasa di sejumlah tingkatan. Jarak
rentang dari ujaran yang paling sederhana (bunyi yang dibuat oleh seseorang untuk
orang lain) sampai pada sebuah kolusi (kata-kata yang ditempatkan dalam suatu
urutan: Misalnya ‘It is hot in this room’ [‘Panas di ruangan ini’]) sampai pada
ilokusi (lokusi dan konteks dimana lokusi tersebut dibuat:’ It is hot in this room’ bisa
berupa sebuah pernyataan atau bisa berupa kritikan bahwa ruangan yang dimaksud
tidak menyediakan ruangan yang sejuk, atau semacam permintaan untuk
menghidupkan mesin pendingin di ruangan tersebut, atau bisa juga sebuah usulan
untuk pindah dari kamar yang panas itu ke kamar yang lebih dingin) (Austin 1962).
Menguasai
bahasa juga membutuhkan pengetahuan mengenai aturan budaya
sehingga dapat diketahui hal-hal yang menyangkut kelayakan apa dan cara
menuturkan sebuah ujaran. Tidak mengetahui apa dan cara yang harus dituturkan
untuk suatu ujaran tertentu akan melukai perasaan pengguna bahasa itu bahkan bisa
lebih fatal. Jadi apa yang layak dikatakan sebaiknya disesuaikan dengan ruang, waktu
dan sasaran. Permasalahan tentang ini semua telah memperluas sasar kaji
sosiolinguistik (Fishman, 1972; Forgas, 1958) dan yang lebih baru lagi sebuah
penekanan dalam psikologi sosial khususnya pada kajian wacana sebagai satuan dasar
analisis (Poter dan Wetherell, 1987). Akhirnya, Searle (1979) mengidentifikasi lima
jenis makna sehingga manusia dapat menggunakan bahasa secara
untuk
berkomunikasi:
1. mengatakan bagaimana sesuatu itu; 2. membuat seseorang melakukan sesuatu;3.
mengungkapkan perasaan dan sikap; 4.
menyelesaikan sesuatu dengan segera.
membuat sebuah komitmen; dan 5.
Bahasa merupakan bentuk komunikasi manusia yang sangat jelas. Meskipun
ada jenis kera yang mampu berpikir untuk mengkombinasikan tanda- tanda dasar
untuk berkomunikasi secara bermakna (Gardner dan Gardner, 1971; Patterson, 1978).
Monyet yang paling cerdik sekalipun tidak mampu menandingi kompleksitas urutan
struktur bahasa anak bayi usia tiga tahun (Limber, 1977). Kekhususan bahasa manusia
telah menyebabkan banyak pemikir percaya bahwa Ada komponen pembawaan lahir
terhadap bahasa. Secara khusus, Chomsky (1957) membantah bahwa kaidah dasar
umum tata bahasa adalah pembawaan lahir (disebut ‘perlengkapan pemerolehan
bahasa’) dan diaktifkan dengan interaksi untuk ‘memecahkan kode’ bahasa. Beberapa
ahli membantah bahwa kaidah dasar bahasa tidak bersifat bawaan. Kaidah bahasa
dapat dengan mudah dipelajari melalui interaksi prelinguistik antara anak dan orang
tua (Lock, 1978, 1980), dan makna ujaran sangat bergantung pada konteks sosial yang
sepertinya tidak seperti pembawaan lahir (Bloom, 1970; Rommetveit, 1974; Durkin,
1995).
Bahasa yang sering digunakan dalam Rumpun Bugis Enrekang di dalam Desa
Polenga ketika bertemu dengan suku Bugis yaitu menggunakan bahasa indonesia,
sebab sebagian Rumpun Bugis Enrekang tidak mengerti bahasa bugis begitu pun
dengan suku bugis tidak mengerti bahasa Suku Rumpun Bugis Enrekang
2. Adat istiadat
Adat Istiadat adalah aturan dan perbuatan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak
dahulu kala yang mengatur kehidupan manusia. Aturan yang menatur kehidupan manusia
di Indonesia bisa menjadi sebuah aturan hukum yang mengikat disebut hukum adat.
Adat istiadat (custom) secara harfiah berarti praktek–praktek berdasarkan
kebiasaan, baik perorangan maupun kelompok (Machmud 2007:180). Adat istiadat
adalah bentuk konvensional perilaku orang dalam situasi–situasi tertentu, yang
mencakup: metode–metode kerja yang diterima, relasi timbal balik antara anggota dalam
kehidupan setiap hari dan dalam keluarga; tatacara diplomatik, agama dan tindakan–
tindakan yang mencerminkan ciri–ciri spesifik kehidupan suatu suku, kelas, masyarakat.
Adat istiadat mempunyai kekuatan dari suatu kebiasaan sosial dan mempengaruhi
perilaku seseorang sehingga secara moral dapat dievaluasi.
Adat adalah aturan dan perbuatan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dahulu
kala (Kamus umum bahasa Indonesia). Timbulnya adat berawal dari usaha orang-orang
dalam suatu masyarakat di daerah yang menginginkan terciptanya ketertiban di
masyarakat. Adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari
generasi ke generasi sebagai warisan sehingga kuat hubungan dan penyatuannya dengan
pola – pola perilaku masyarakat.
Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu nagari yang mengikuti pasang
naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut
pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak
nagari, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang
dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun
untuk menghormati kedatangan tamu agung.
Sinonim dari istilah adat adalah tradisi, arti tradisi yang paling mendasar adalah
traditum yaitu sesuatu yang diteruskan(transmitted) dari masa lalu ke masa sekarang, bisa
berupa benda atau tingkah laku sebagai unsur kebudayaan atau berupa nilai, norma,
harapan, dan cita-cita. Dalam hal ini tidak dipermasalahkan berapa lama unsur-unsur
tersebut dibawa dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Kriteria yang paling
menentukan bagi konsepsi tradisi itu adalah bahwa tradisi diciptakan melalui tindakan
dan kelakuan orang-orang melalui fikiran dan imaginasi orang-orang yang diteruskan dari
satu generasi kegenerasi berikutnya(Skils dalam Sayogyo,1985:90).
Sesuatu yang diteruskan itu tidak harus sesuatu yang normatif. Kehadirannya dari
masa lalu tidak memerlukan bahwa ia harus diterima dan dihayati. Tradisi yang
diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya itu mencakup objek-objek kebendaan,
macam-macam kepercayaan, “images” mengenai orang –orang, atau kejadian sosial,
kebiasaan, dan adat lembaga sosial. Juga meliputi bangunan, monumen, patung,
lukisan,buku-buku,alat-alat dan mesin. Dalam kebiasaan dan lembaga sosial yang terdiri
dari serangkaian tindakan-tindakan tertentu berpusat pada kelakuan berpola dalam
kebudayaan, bagian yang ditranmisikan adalah pola yang secara tidak langsung
menyatakan berbagai tindakan dan kepercayaan yang dibutuhkan serta yang mengatur
atau melarang.
Adat bisa meliputi sistem nilai, pandangan hidup, dan ideologi. Sistem nilai
budaya, merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal
itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa
yang hidup dalam ala pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa
yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat
berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan
para warga masyarakat tersebut. Dalam tiap masyarakat, baik yang komplek maupun
yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lainnya berkaitan hingga
merupakan satu sistem, dan sistem itu pedoman dari konsep-konsep ideal dalam
kebudayaan dan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga
masyarakatnya.
Jadi Adat istiadat dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai berikut :
1. Sekelompok orang yang hidup dengan tradisi dan budaya – budaya tertentu, adat istiadat
yang sudah ada sebelumnya, yang tidak terpengaruhi oleh perubahan zaman karena
mereka merasa cukup dengan kehidupan dan penghidupan yang mereka jalani secepat
apapun evolusi kebudayaan pada masa tersebut.
2.
Masyarakat yang kehidupannya masih dipegang teguh oleh adat istiadat lama yang
mereka miliki. Yang dimaksut adat istiadat disini adalah adanya suatu aturan baku
mencangkup segala konsep budaya yang di dalamnya terdapat aturan terhadap tingkah
laku dan perbuatan manusia dalam menjalani kehidupan.
Kebiasaan dapat diartikan serupa dengan pengertian adat. Bedanya, kebiasaan
dipergunakan untuk perseorangan, sedangkan adat digunakan oleh sekelompok orang.
Meskipun bukan aturan, kebiasaan masyarakat berpengaruh terhadap perilaku keseharian
warga masyarakat. Masyarakat akan berusaha berperilaku sesuai dengan kebiasaan dalam
masyarakat agar dapat diterima dalam masyaraka.
Dalam penelitian ini di dalam Desa Polenga adat istiadat Rumpun Bugis
Enrekang sudah tidak mengikuti adatnya sendiri melainkan yang di anut yaitu adat
istiadat suku bugis, itu dilakukan karena ingin berbaur dengan suku bugis.
Teori pertukaran social dapat ditelusuri kepada para psikolog Thibaut dan Kelley,
atau para sosiolog Homans, dan Blau,(Budiyatna, 2015:363) dan mempunyai akar dalam
ilmu ekonomi (imbalan-imbalan dan biaya-biaya) atau psikologi behavioris atau
behaviorist psychology (imbalan-imbalan dan hukuman). Alur cerita yang sama diantara
teori-teori ini ialah hubungan yang sejalan dengan pertukaran ekonomi. seperti, dalam
sebuah pertukaran ekonomi bermitifasikan keuntungan, dalam pertukran social,
keputusan-keputusan didasarkan pada proyeksi-proyeksi, pada imbalan-imbalan dan
biaya-biaya mengenai tertentu. Kita memutuskan untuk menginvestasikan uang dalam
salah satu saham, sebagai kebalikan dari yang lain nya karna harpan-harapan kita
mengenai dividen-dividen yang akan kita peroleh. Demikian pula, menurut Teori-teori
pertukaran social, kita membuat keputusan-keutusan tentang dan terlibat dalam perilakuperilaku dimana kita berharap akan menguntukan. Dalam kedua bidang, kita bertindak
dalam suatu cara yang kita yakini akan menguntungkan. Gagasan untuk berpikir, tentang
hubungan yang berhubungan dengan kembalinya invetasi-invetasi kita kelihatannya agak
apatis dan hitungan. Teori pertukaran tidak beranggapan bahwa kita selalu mencoba
untuk memaksimalkan untuk imbalan-imbalan kita dan meminimalkan biaya-biaya kita,
maupun bahwa kita hanya tertatik dalam memaksimalkan keuntungan kita sendiri atas
perngorbanan orang lain: kerjasama dan kejujuran juga bagian dari tori pertukaran.
Teori-teori pertukaran social merupakan post-positivist dalam orentasinya;
sebagian besar teori-tori itu terletak pada prosisi-proposisi yang dapat diuji. Seperti
pendekatan-pendekatan ilmu pengetahuan social lainnya, tujuan utama teori-teori
pertukaran social ialah, untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku. Menurut teori-teori
pertukaran social, kita dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku melalui sebuah
pemahaman tentang faktor-faktor yang individu-individu memperhitungkan segala
sesuatu (imbalan-imbalan dan biaya-biaya) dalam membuat keputusan-keputusan tentang
tindakan-tinakan mereka. Umat manusia dilihat sebagai makhluk-makhluk rasional yang
pada tingkat tertentu, terlibat dalam sebuah analisis untuk rugi: sebuah perbandingan
mengenai pro dan kontra tentang interaksi dan hubungan-hubungan antar pribadi
(Budyatna, 2015:363-3 64).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Komunikasi Antarbudaya
Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Social Budaya di Desa Polenga
Kecamatan Watubangga, Kabupaten Kolaka, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian
ini adalah komunikasi antarbudaya masyarakat Desa Polenga sangat harmonis sebab masyarakat
Desa Polenga saling memahami ketika berkomunikasi namun dalam adat istiadat antara kedua
suku hanya mengikuti satu adat saja, Suku Rumpun Bugis Enrekang sejak awal berdirinya Desa
Polenga Suku
Rumpun Bugis Enrekang sudah sepakat bahwa ketika melakukan pesta
perkawinan di dalam Desa Polenga adat yang di pakai yaitu kedua adat antara Bugis dan Suku
Rumpun Bugis Enrekang dan sampai sekarang adat Suku Bugis yang selalu di ikuti tetapi di
dalam system pertanian dan perdagangan masing – masing menjalankan dengan cara mereka
sendiri.
SARAN
Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini yang
mana didalamnya termasuk perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang cenderung
menciptakan budaya maka dapat disarankan sebagai berikut :
1. Masyarakat Desa Polenga agar selalu mempertahankan tali silaturahmi antara Suku
Rumpun Bugis Enrekang dengan Suku Bugis, dan saling bekerja sama antara Suku
Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis.
2. Guna mempertahankan sistem perkawinan khususnya masyarakat Desa Polenga, maka
kepada para pemuka adat supaya mengajarkan pada generasi muda agar selalu tercipta
kerukunan terutama pada tahap perkawinan agar terjadi keakraban pada remaja dan
orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumber Pustaka
Anugrah, Dadan. 2008. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta : Jala Permata.
Abdullah, H. 1983. Manusia Bugis Makassar. Jakarta : Inti Idayu Press.
Budyatna, Muhammad. 2015. Teori-Teori Mengenai Komunikasi Antarpribadi. Jakarta :
Prenadamdia Group.
Dilla sumadi, 2007, komunikasi pembangunan Bandung : Refika offset.
Effendy, Onong Uchjana, 1990, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek,
Bandung:Remaja Rosdakarya
Liliweri,Alo, 2003, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset
Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mame, A. Rahim, et. al. 1977/1978 Adat dan upacara perkawinan Sulawesi Selatan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nababan, PWJ, 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Pelras, C. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Forum Jakarta-Faris Ecole francais d'Extreme-Orient.
Pujiwati Sayogyo, 1985, Sosiologi Pembangunan, Pascasarjana IKIP Jakarta bekerjasama
dengan BKKBN, Jakarta.
Rakhmat, Jalaludin dan Mulyana, Deddy. 2003. Komunikasi Antarbudaya. Bandung : Remaja
Rosda Karya
Rakhmat, Jalaludin dan Mulyana, Deddy. 2005. Komunikasi Antarbudaya. Bandung : Remaja
Rosda Karya
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss1996. Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Sihabudin, Ahmad, 2011, Komunikasi Antarbudaya Jakarta: PT Bumi Aksara
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
- 2010 Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
- 2003, Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, PT. Rajawali Pers,
Yogyakarta.
- 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Waridah Q, dkk, 2003, Sejarah Budaya, Jakarta: Yudhistira.
West, Richard & Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
2. Sumber Elektronik
http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-enrekang-sulawesi.html di akses 22/05/2015
htts://ahmadesyauqi.wordpress.com/2013/01/16/suku-duri di akses 22/05/2015, pukul 22:01
https://bugiskha.wordpress.com/2012/04/09/awal-mula-suku-bugis/ di akses 25/05/2015 pukul
20:32
http://www.davishare.com/2015/01/interaksi-sosial-pengertian-syarat-ciri.html
di
akses
25/05/2015 pukul 21:10
Fauzi, M.Latif. 2007. “Hukum Adat dan Perubahan Sosial”. http://mlatiffauzi.wordpress.com di
akses 22/05/2016 pukul 19:20
bappeda.kolakakab.go.id/rpjpd/(7)%20BAB%20I.pdf di akses 21/052016 pukul 20:30
Download