BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi sebagian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Bagi sebagian besar negara, tak terkecuali Indonesia sebagai negara
berkembang, pajak merupakan unsur paling penting dalam menopang anggaran
penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang
begitu besar terhadap sektor pajak. Pengeluaran pemerintah yang menggunakan dana
pajak diantaranya belanja pegawai dan pembiayaan pembangunan sarana umum
seperti jalan, jembatan, rumah sakit, hingga kantor polisi. Menurut Soemitro (2003)
pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas
negara menurut ketentuan undang-undang yang berlaku sehingga dapat dipaksakan
dan tanpa adanya imbal jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum negara. Oleh karena itu, semua rakyat yang menurut
undang-undang termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan
kewajibannya (Suminarsasi, 2011).
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, instansi pemerintahan di bawah Departemen
Keuangan sebagai pengelola sistem perpajakan di Indonesia, berusaha melakukan
tugas pokoknya yaitu meningkatkan penerimaan pajak dengan mereformasi
pelaksanaan sistem perpajakan menjadi lebih modern. Semua pemasukan negara yang
berasal dari pajak akan digunakan untuk membiayai semua pengeluaran umum
negara, dalam hal ini digunakan untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat
1
(Waluyo, 2010). Bila setiap wajib pajak (WP) sadar akan kewajibannya untuk
membayar pajak, tentu diharapkan penerimaan negara atas pajak akan terus
meningkat sebab jumlah wajib pajak potensial cenderung bertambah setiap tahunnya,
akan tetapi dampak dari uang yang mereka keluarkan dalam membayar pajak belum
sepenuhnya dirasakan adil dan merata oleh rakyat (Nugroho, 2012).
Data dari Ditjen Pajak memperlihatkan rincian realisasi penerimaan pajak
tahun 2012-2013, ditampilkan pada Tabel 1.1 sebagai berikut.
Tabel 1.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak di Indonesia
Periode 2012 – 2013
2012
No
Jenis Pajak
Realisasi
(Rp.
Triliun)
2013
Target
(Rp.
Triliun)
Pencapaian
(%)
Realisasi
(Rp.
Triliun)
Target
(Rp.
Triliun)
Pencapaian
(%)
1
PPh Migas
83.46
64.59
129.22
80.06
70.76
113.15
2
PPh Non Migas
381.29
445.73
85.54
416.14
459.98
90.47
3
PPn dan PPnBM
337.58
335.24
100.7
369.7
423.7
87.26
4
PBB
28.96
29.68
97.57
25.79
27.34
94.31
5
Cukai
95.02
83.26
114.12
101.86
103.72
98.21
6
Pajak Lainnya
4.21
5.26
80.04
5.06
5.4
93.75
7
Pajak Perdagangan
Internasional
49.65
47.94
103.67
41.7
48.42
86.14
Total
980.170 1,011.70
96.8
1,040.31
1,139.32
Sumber: www.pajak.go.id, diunduh pada tanggal 28 Februari 2015
Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa penerimaan pajak pada tahun 2012
sebesar Rp. 980,17 triliun, akan tetapi target yang ditetapkan dalam APBN-P tahun
2012 sebesar Rp. 1.011,70 triliun. Sehingga hanya 96,88 persen target yang
2
91.31
terealisasi di tahun 2012. Selanjutnya penerimaan pajak pada tahun 2013 meningkat
sebesar 6,12 persen dibandingkan dengan tahun 2012. Akan tetapi penerimaan
tersebut tidak mencapai jumlah yang sudah ditargetkan, yaitu hanya 91,31 persen dari
target yang ditetapkan dalam APBN-P 2013.
Bukan merupakan rahasia lagi apabila terdapat petugas pajak yang
bekerjasama dengan wajib pajak untuk meringankan beban perpajakan dengan
menggelapan pajak (Rahman, 2013). Seperti halnya kasus Gayus Tambunan tahun
2009, Johny Basuki dan Dhana Widyatmika di tahun 2012. Hal ini juga mengindikasi
lemahnya sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia sehingga banyak pejabat
pemerintahan yang mencuri kesempatan untuk memanfaatkan uang rakyat demi
kepentingan pribadi (Murni, 2013).
Suminarsasi (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa sistem
perpajakan di Indonesia yang belum optimal, disertai pemahaman wajib pajak yang
masih rendah akan peraturan perpajakan yang berlaku merupakan salah satu faktor
yang dapat memicu wajib pajak melakukan penggelapan pajak (tax evasion). Rahman
(2010) menyebutkan bahwa penggelapan pajak dapat dilakukan oleh orang pribadi
salah satu faktornya antara lain kurang memahami ketentuan perpajakan, meliputi
Undang-Undang Perpajakan dan pemanfaatan akan adanya celah-celah UndangUndang perpajakan (loopholes), sehingga dapat disalahgunakan untuk melakukan
penggelapan pajak, seperti tidak jujur dalam memberikan data keuangan maupun
menyembunyikan data keuangan. Selain itu, semakin tidak adil sistem perpajakan
3
yang berlaku menurut persepsi wajib pajak maka kepatuhan wajib pajak akan
menurun dan cenderung memicu tindakan penggelapan pajak (Suminarsasi, 2011).
Adanya pemikiran tentang pentingnya keadilan bagi wajib pajak dalam
membayar pajak terhutang akan mempengaruhi sifat wajib pajak. Mardiasmo (2011),
mengutarakan bahwa sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai keadilan, undangundang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan
masing-masing,
sedangkan
adil
dalam
pelaksanaannya
yakni
memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran pajak, dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak
(Rahman, 2013). Keadilan ini seharusnya diperuntukkan untuk seluruh wajib pajak
tanpa memandang suku, ras, etnik, kelompok, agama, golongan dan sebagainya.
Apabila terjadi perbedaan perlakuan kepada wajib pajak dikarenakan suku, ras, etnik,
kelompok, agama, golongan dan sebagainya, hal tersebut dianggap sebagai salah satu
bentuk diskriminasi dalam perpajakan (Suminarsasi, 2011).
Perlakuan diskriminasi sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945
beserta
amandemennya.
Undang-Undang
Dasar
1945
secara
tegas
mengutamakan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat baik di
bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan bidang kemasyarakatan lainnya.
Menurut Danandjaja (2003), diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang
terhadap perorangan atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat
kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan,
4
agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Ketika diskriminasi dilakukan oleh
aparat pajak, maka akan muncul pola pikir yang buruk kepada aparat pajak, sehingga
wajib pajak tergerak untuk melakukan kegiatan penggelapan pajak dan menganggap
hal tersebut adalah etis untuk dilakukan (Ary, 2014).
Penelitian-penelitian mengenai penggelapan pajak sebagian besar baru
mendiskusikan aspek-aspek teknis dari penggelapan pajak, seperti aspek hukum dan
teknik penggelapan pajak. Etika penggelapan pajak masih jarang dibahas. Sering kali
diskusi dimulai dengan premis bahwa apakah yang ilegal itu adalah tidak etis. Akan
tetapi dari beberapa literatur yang lain, penggelapan pajak dipandang etis. Beberapa
alasan yang paling sering diberikan untuk membenarkan penggelapan pajak atas
dasar moral adalah ketidakmampuan untuk membayar, korupsi pemerintah, tarif
pajak yang tinggi atau tidak mendapatkan banyak imbalan atas pembayaran pajak
(McGee, 2006).
Cohn (1998) dalam McGee (2006) memeriksa literatur Yahudi dan
menyimpulkan bahwa penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan untuk
kesimpulan ini karena adanya tekanan pemikiran di dalam literatur Yahudi bahwa
terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi yang lain. Jika seorang
Yahudi melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi
lainnya terlihat buruk. McGee (2006) menemukan bahwa beberapa Negara
mengkategorikan penggelapan pajak tidak pernah etis, kadang-kadang dipandang etis
tergantung pada fakta-fakta dan keadaaan atau dipandang selalu etis.
5
Nickerson
et
al.,
(2009),
dalam
penelitiannya
membahas
tentang
dimensionalitas skala etika tentang penggelapan pajak. Temuan mereka menunjukkan
bahwa penggelapan pajak secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala
etis dari item-item yang diuji, yaitu: (1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan
positif dari uang, (2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak, dan kegunaan
negatif dari uang, dan (3) diskriminasi yang terkait dengan penggelapan pajak dalam
kondisi tertentu.
Penelitian ini kemudian mengacu pada variabel-variabel seperti yang
diakukan oleh Suminarsasi (2011) menghasilkan bahwa keadilan berpengaruh positif,
sistem perpajakan berpengaruh negatif dan diskriminasi berpengaruh positif terhadap
persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di
Yogyakarta.
Uraian di atas menjelaskan adanya perbedaan pandangan skala etis di
beberapa negara dan juga dimensi skala etika mengenai penggelapan pajak. Hal
tersebutlah yang mendorong peneliti untuk mengetahui secara empiris apakah
keadilan pajak, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi
kecurangan mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara merupakan salah satu dari 5
tempat pelayanan administrasi pajak untuk Kabupaten Badung. Penerimaan pajak di
KPP Pratama Badung Utara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, yang berarti
banyak masyarakat yang sadar untuk membayar pajak. Mengingat wajib pajak juga
dituntut untuk berperan aktif dalam kegiatan pajak, maka sangat perlu adanya
6
pemahaman yang baik dari wajib pajak terhadap peraturan-peraturan perpajakan agar
terhindar dari tindakan penggelapan pajak. Dibawah ini dapat dilihat realisasi
penerimaan pajak di KPP Pratama Badung Utara pada tahun 2011 sampai dengan
tahun 2013 seperti pada Tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Penerimaan Pajak Penghasilan di KPP Pratama Badung Utara
Tahun 2011-2013
Tahun
Rencana Penerimaan
(dalam Rp)
Realisasi Penerimaan
(dalam Rp)
%
2011
5.412.031.960
6.405.663.681
118,34
2012
9.394.804.837
11.359.806.100
120,92
2013
11.425.621.710
14.279.960.350
124,98
Sumber: KPP Pratama Badung Utara Tahun 2011-2013, data diolah, 2015.
Pada Tabel 1.2 menggambarkan tingkat penerimaan pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
Pada tahun 2011 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp. 6.405.663.681,00 lebih besar
18,34 persen dari rencana penerimaan pajak sebesar Rp. 5.412.031.960,00. Pada
tahun 2012 realisasi penerimaan pajak juga meningkat sebesar 20,92 persen dari
rencana penerimaan pajak sebesar Rp. 9.394.804.837,00. Begitu pula pada tahun
2013 realisasi penerimaan pajak juga mengalami peningkatan sebesar 24,98 persen
dari rencana penerimaan pajak di tahun 2013 sebesar Rp. 11.425.621.710,00.
7
Meskipun penerimaan pajak di KPP Pratama Badung Utara mengalami
peningkatan, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah
pelaporan pajak tiap tahunnya, yang dapat di lihat pada Tabel 1.3 berikut.
Tabel 1.3 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama
Badung Utara Tahun 2011-2013
Tahun
Jumlah
WPOP
SPT
Masuk
SPT Tidak
Masuk
2011
27.916
18.709
9.207
2012
36.622
20.717
15.905
2013
37.860
21.104
16.156
Sumber: KPP Pratama Badung Utara, Data Diolah, 2015.
Rasio
Kepatuhan
67,1%
56,6%
55,7%
Berdasarkan data pada Tabel 1.3 menunjukkan bahwa dari ribuan wajib pajak
orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Badung Utara, masih banyak wajib
pajak orang pribadi yang belum melaporkan pajak tiap tahunnya. Fenomena ini
menarik untuk diteliti, mengingat wajib pajak juga dituntut untuk berperan aktif
dalam kegiatan pajak, maka sangat perlu adanya pemahaman yang baik dari wajib
pajak terhadap peraturan-peraturan perpajakan agar terhindar dari tindakan
penggelapan pajak. Maka dari itu, penelitian ini lebih terfokus kepada wajib pajak
orang pribadi, karena apakah bagi wajib pajak orang pribadi itu sendiri kegiatan
penggelapan pajak dianggap sebagai suatu kegiatan yang etis untuk dilakukan,
dimana perilaku penggelapan pajak itu sendiri merupakan salah satu bentuk
ketidakpatuhan pajak (Suminarsasi, 2011).
8
1.2
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan
dalam penelitian ini yaitu:
1) Apakah keadilan pajak berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak
mengenai etika atas penggelapan pajak?
2) Apakah sistem perpajakan berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak
mengenai etika atas penggelapan pajak?
3) Apakah diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai
etika atas penggelapan pajak?
4) Apakah kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh terhadap persepsi
Wajib Pajak mengenai etika atas penggelapan pajak?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai
berikut.
1) Untuk mengetahui apakah keadilan pajak berpengaruh terhadap persepsi
Wajib Pajak mengenai etika atas penggelapan pajak.
2) Untuk mengetahui apakah sistem perpajakan berpengaruh terhadap persepsi
Wajib Pajak mengenai etika atas penggelapan pajak.
3) Untuk mengetahui apakah diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi
Wajib Pajak mengenai etika atas penggelapan pajak.
9
4) Untuk mengetahui apakah kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh
terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika atas penggelapan pajak.
1.4
Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, adapun kegunaan penelitian yang dapat
diperoleh yaitu sebagai berikut:
1) Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah, sebagai
bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami pengaruh keadilan
pajak, sistem perpajakan, diskriminasi, dan kemungkinan terdeteksinya
kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika atas penggelapan
pajak.
2) Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi
sebagai referensi untuk menambah pengetahuan akademisi mengenai
pengaruh keadilan pajak, sistem perpajakan, diskriminasi, dan kemungkinan
terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika atas
penggelapan pajak.
10
1.5
Sistematika Penulisan
Pembahasan secara keseluruhan untuk skripsi ini terdiri dari lima bab yang
merupakan satu kesatuan yang utuh dan antar bab memiliki hubungan yang erat
dengan sistematika penulisan sebagai berikut.
Bab I
Pendahuluan
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah
yang terbentuk dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian dan sistematika penulisan secara keseluruhan.
Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendukung penelitian, hasil
penelitian sebelumnya yang terkait dan relevan yang digunakan sebagai
acuan dalam membahas masalah penelitian, serta rumusan hipotesis dari
penelitian ini.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang desain penelitian, lokasi penelitian, objek
penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan
sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data,
responden penelitian, uji instrument penelitian, uji asumsi klasik, teknis
analisis data, dan pengujian hipotesis.
11
Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian
Bab ini menyajikan gambaran umum hasil penelitian serta menguraikan
pembahasan yang berkaitan dengan pengujian pengaruh keadilan pajak,
sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika atas penggelapan pajak.
Bab V
Simpulan dan Saran
Bab ini mengemukakan simpulan dari uraian pembahasan yang telah dibuat
pada bab sebelumnya, selanjutnya akan dikemukakan saran-saran yang
nantinya diharapkan dapat berguna bagi pihak Kantor Pelayanan Pajak dan
penelitian selanjutnya, serta saran untuk memperbaiki keterbatasan yang ada
pada penelitian.
12
Download