galstones pankreatitis - E

advertisement
GALSTONES PANKREATITIS (tinjauan pustaka)
TERRY SOEBHI
Pembimbing:
Dr. dr. Ida Bagus Budhi, Sp.B(K)BD
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH I
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
GALSTONES PANKREATITIS
PENDAHULUAN
Galstones pankreatitis adalah peradangan pada pangkreas yang disebabkan oleh batu
empedu, nama lain galstones pankreatitis adalah bilier pankreatitis. Batu empedu merupakan
penyebab pankreatitis akut paling sering, kurang lebih 60 % dari kasus pankreatitis akut.
Pankreatitis akut merupakan penyakit yang memiliki dampak sosial yang cukup serius,
insidensinya kurang lebih 20/100.000 populasi per tahun, dihitung berdasarkan 4,8-24,2
kasus pankreatitis per 100.000 penduduk yang tinggal di negara Barat. Sekitar 80.000 kasus
terjadi di USA; 17 per 100.000 kasus baru. Di Jepang, insidensi berkisar antara 5-80 per
100.000 populasi. Komplikasi dari galstone pankreatitis, selain komplikasi lokal ( nekrosis,
formasi pseudokista, abses, perdarahan), dapat juga terjadi komplikasi sistemik (efusi pleura,
adult respiratory distress syndrome/ARDS, insufisiensi renal, kegagalan multiorgan).
Dalam mendiagnosis galstones pankreatitis kita perlu untuk mengetahui etiologi dan
patogenesis dari galstones pankreatitis itu sendiri. Mulai dari gejala dan tanda, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk tatalaksana galstones pankreatitis, bisa dilakukan
tindakkan kolesistektomi konvensional, untuk tindakkan minimal invasif bisa menggunakan
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dan endoskopik sfingterotomy
(EST).
ETIOLOGI dan PATOGENESIS
Banyak penelitian dilakukan untuk menjelaskan patofisiologi dari galstones pankreatitis.
Pada tahun 1856, dimana Claude Bernard1 menemukan bahwa empedu merupakan agen yang
bisa menyebabkan pankreatitis ketika disuntikkan pada duktus pankreatikus binatang
percobaan. Beberapa hipotesis yang berbeda dikemukakan untuk menjelaskan bagaimana
batu empedu di dalam traktus biliaris bisa memicu penyakit ini. Pada tahun 1901, Eugene
Lindsey Opie mempostulatkan bahwa gangguan aliran pankreas menyebabkan obstruksi pada
duktus pankreatikus sehingga menyebabkan pankreatitis (gambar 1). Hipotesis “obstruksi
duktus” ini kemudian ditinggalkan, ketika Opie mempublikasikan hipotesis keduanya,
“common channel” pada tahun yang sama2. Hipotesis kedua ini mempredikisikan bahwa batu
empedu di ampula vateri menyebabkan hubungan antara pankreas dan duktus biliaris dimana
empedu bisa mengalir ke duktus pankreatikus sehingga menyebabkan pankreatitis. Studi
anatomi menunjukkan bahwa hubungan antara duktus pankreatikus dengan Common bile
duct (CBD) sangat pendek (<6mm) untuk menyebabkan terjadinya refluks bilier ke dalam
duktus pankreatikus3, serta batu empedu yang terjepit akan lebih mengobstruksi baik duktus
pankreatikus maupun duktus biliaris komunis4. Pada kondisi ini, tekanan sekresi pankreas
akan melebihi tekanan biliaris,sehingga pankreatik juice akan mengalir ke duktus biliaris
daripada empedu mengalir ke duktus pankreatikus5. Akibatnya, empedu tidak akan mengalir
ke duktus pankreatikus hingga 24-48 jam setelah obstruksi total.
Gambar 1 (sumber dari Lerch and Adler). Dua “hipotesis Opie” mengenai patogenesis dari gallstone pankreatitis:
(A) Hipotesis refluks “Common channel”. Batu empedu, terjepit pada ampula vateri, menciptakan hubungan
antara duktus pankreatikus dan CBD. Sehingga, empedu bisa mengalir melalui common channel ini ke dalam
duktus pankreatikus dan mentrigger terjadinya pankreatitis akut (AP).
(B) Hipotesis “obstruksi duktus” pankreatikus. Batu empedu pada pergerakannya menuju traktus biliaris
mengobstruksi duktus pankreatikus. Tekanan intraduktal meningkat dan menyebabkan kerusakan sel yang
memicu nekrosis. CBD bisa terobstruksi ataupun tidak.
Empedu bisa memicu pankreatitis ketika jalannya menuju usus terobstruksi oleh adanya
batu. Obstruksi aliran empedu bisa menyebabkan gangguan dari sistem retikuloendotelial di
hepar, ini adalah faktor yang diketahui memicu pankreatitis berat.6 Hubungan potensial antara
pankreas dan duktus biliaris melalui common bile duct (CBD) diatur oleh sfingter Oddi. Data
tentang fungsi dari sfingter oddi pada kasus gallstone pankreatitis masih beragam, tekanan
hipotonis maupun hipertonis dari sfingter Oddi dilaporkan mencapai 72 % dari kasus
pankretitis akut tanpa etiologi yang jelas.7
Hipotesis lain yang menjelaskan mengenai patogenesis galstones pankreatitis adalah
refluks isi duodenum ke dalam duktus pankreatikus melalui sfingter yang inkompeten
disimpulkan sebagai penyebab pankreatitis bilier pada manusia.8 Aliran empedu yang steril
melalui duktus pankreatikus tidak menunjukkan efek berbahaya.9 Walaupun demikian, masih
mungkin bahwa influks dari empedu yang terinfeksi ke dalam pankreas setelah obstruksi
yang lama pada ampula vateri, ketika gradien tekanan antara pankreas (lebih tinggi) dan
duktus biliaris (lebih rendah) menjadi terbalik10, bisa menjadi faktor pencetus pankreatitis
atau menjadi faktor risiko dari nekrosis pankreas terinfeksi.
Dua mekanisme yang mungkin penyebab dari galstones pankreatitis adalah refluks
biliaris ke dalam duktus pankreatikus ketika batu sedang menuju sfingter, atau refluks dari
cairan duodenum yang mengandung enterokinase melalui sfingter.11
DIAGNOSIS
Sejak 1929, diagnosis pankreatitis akut berdasarkan pada gejala kardinal yaitu sakit
perut dan muntah dengan peningkatan aktivitas yang signifikan dari serum amilase (atau
lipase). Membedakan pankreatitis akut dan kolik abdomen yang lain lebih sulit tetapi harus
dilakukan dalam waktu 48-72 jam. Oleh karena itu, salah satu tujuan awal diagnosis adalah
untuk membedakan pankreatitis akut dari kondisi intraabdominal yang mengancam jiwa
lainnya yang dimulai dengan nyeri akut abdomen (misalnya aneurisma aorta, iskemia
visceral, dan ulkus perforasi).
Penilaian Klinis
Gejala klinis umum dari pankreatitis akut adalah distensi ringan di perut, nyeri perut
bagian atas, dan muntah. Ecchymosis jarang terlihat (tanda Cullens, dan tanda Grey-Turner).
Nyeri perut dapat memburuk selama beberapa jam dan dapat disertai dengan mual dan
muntah. Pasien juga mungkin melaporkan nyeri setelah makan. Karena proses inflamasi yang
signifikan dan pelepasan sitokin, demam adalah manifestasi umum yang lain. Namun,
sebagian besar pasien akan memiliki gejala ringan. Dalam kasus tertentu dari gallstones
pankreatitis akut, riwayat penyakit batu empedu yang sebelumnya mungkin dapat
menimbulkan gejala , seperti nyeri perut kanan atas berulang atau riwayat ikterus obstruktif.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pankreatitis akut, amilase serum atau aktivitas lipase lebih dari tiga kali batas
normal, dapat membantu diagnosis pankreatitis akut dengan akurasi sekitar 95%.12
Keuntungan dari pengukuran serum lipase adalah aktivitasnya akan tetap meningkat untuk
jangka waktu lebih lama dari amilase dan lebih spesifik daripada amilase serum.13
Peningkatan kimiawi liver (bilirubin, alkali fosfatase, dan transaminase) dapat terjadi ketika
terjadi obstruksi batu empedu di ampula. Pengukuran serum bilirubin adalah salah satu tes
laboratorium yang paling dapat diandalkan untuk membedakan penyebab galstone
pankreatitis dengan etiologi lainnya. Peningkatan bilirubin dua kali lipat nilai normal sangat
bermakna menyebabkan pankreatitis akut yang disebabkan sumbatan batu empedu. Demikian
pula, tingkat transaminase, terutama SGPT lebih dari 60-80 IU / L adalah kemungkinan
mengarah pada galstones pankreatitis. Peningkatan pada alkali fosfatase kurang membantu
dalam mengidentifikasi galstones pankreatitis akut. Sebuah pola yang sangat sugestif adalah
peningkatan bermakna pada kimiawi liver pada awal serangan, diikuti dengan penurunan
lebih cepat selama 1-2 hari. Peningkatan secara persisten dari kimiawi liver secara terus
menerus dapat mempengaruhi obstruksi batu duktus biliaris. Temuan laboratorium lebih
lanjut (misalnya, jumlah sel darah putih, glukosa darah, nitrogen urea darah, arteri pO2,
albumin, kalsium, dan protein C-reaktif (CRP) penting untuk menilai berat ringannya
penyakit, meskipun tidak secara langsung berkontribusi pada diagnosis galstones pankreatitis
akut.
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) abdomen adalah metode yang murah dan sangat
handal untuk mendeteksi batu empedu di dalam kantung empedu. Temuan batu empedu di
dalam kantung empedu sangat berpengaruh menyebabkan galstones pankreatitis akut.
Dilatasi common bile duct (CBD), serta edema dan nekrosis pankreas, juga dapat dideteksi,
meskipun dengan akurasi yang kurang. Selain itu, USG dapat berguna dalam menilai
gangguan intra-abdominal lain seperti aneurisma aorta, radang usus buntu, dan pembentukan
abses.14 Keakuratan dari USG abdomen terbatas pada pankreatitis akut karena biasanya
terdapat gas usus di atasnya. USG abdomen dapat membantu pada kasus galstones
pankreatitis akut, Jika seorang pasien
dengan riwayat batu empedu dan juga hasil
laboratorium yang menunjang pankreatitis akut terus menerus meningkat atau saluran
empedu melebar pada USG, umumnya diperlukan ERCP urgent. Dibawah ini (gambar 2)
adalah gambaran batu CBD, batu tampak hiperdens dengan bayangan dibelakangnya.
Gambar 2 (Sumber dari Morgan dan Ariel : Acute Biliary Pancreatitis)
Computed Tomography (CT scan)
CT scan banyak digunakan untuk mendiagnosis pankreatitis akut dan harus
dilakukan jika temuan biochemical klinis tidak meyakinkan untuk pankreatitis atau pasien
yang diduga menderita pankreatitis berat atau nekrosis pangkreas.15 CT scan adalah salah
satu pilihan untuk diagnosis yang akurat dan menilai derajat keparahan pankreatitis. Sebuah
CT scan
memungkinkan identifikasi edema pankreas , cairan atau kista , dan menilai
kerasnya konsistensi pancreas pada pankreatitis , mendeteksi komplikasi termasuk
pengembangan pseudocysts , abses , nekrosis , perdarahan , dan oklusi vaskuler.16 CT scan
sebenarnya kurang sensitif dalam mendeteksi batu empedu , dan pasien yang dicurigai
galstones pankreatitis lebih baik dengan pencitraan menggunakan USG (untuk mendeteksi
batu empedu sebagai etiologi ) dan CT (untuk menilai derajat pankreatitis). Pada gambar 3
dibawah ini tampak gambaran batu empedu di CBD yang menyebabkan CBD melebar karena
sumbatan batu empedu.
Gambar 3 (Sumber dari Morgan dan Ariel : Acute Biliary Pancreatitis)
Magnetic Resonance Cholangiopancreatography ( MRCP )
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) merupakan alat diagnostik
yang akurat untuk mendeteksi batu empedu pada duktus bilier dengan sensitivitas dan nilai
prediksi positif 92 %, bersama dengan spesifitas dan nilai prediksi negatif 96 %.17 Akurasi
mengesankan ini adalah fitur yang berkaitan dengan ukuran dari batu, sebagian besar pasien
dengan galstones pankreatitis memiliki batu-batu kecil yang mungkin membatasi keakuratan
MRCP.
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP adalah pemeriksaan yang sangat sensitif dan spesifik untuk menilai bilier tree
dan khususnya mencari choledocholithiasis. Menggunakan sisi samping penglihatan
endoskopi, ampula diidentifikasi dan dikanulasi, setelah pewarna disuntikkan ke dalam bilier
tree. Batu di saluran empedu muncul sebagai filling defek pada pencitraan fluoroscopic.
ERCP adalah satu-satunya modalitas pencitraan yang juga dapat digunakan sebagai terapi
pada batu CBD. Namun, kelemahan utama menggunakan ERCP untuk diagnosis awal
etiologi batu empedu pada pankreatitis berpotensi memperburuk episode akut pankreatitis,
dan karena itu modalitas ini hanya boleh digunakan bersamaan dengan EST pada galstone
pankreatitis.
ERCP memungkinkan untuk visualisasi langsung dari empedu dan saluran pankreas.
Ini mungkin diperlukan untuk menentukan etiologi pankreatitis dan mendeteksi batu empedu
atau varian anatomi dan tumor, tetapi ERCP paling sering digunakan untuk terapi bukan
diagnosis. ERCP adalah metode yang paling sensitif untuk menentukan etiologi empedu dari
pankretitis akut dan dapat mendeteksi batu saluran empedu atau batu empedu di hampir
semua pasien dengan galstones pankreatitis akut.18 Visualisasi dari saluran empedu secara
umum didapat 94-98% pasien tanpa pankretitis akut tetapi hanya sekitar 80-90% pasien
dengan pankretitis akut.19 Pada gambar 4 dibawah ini tampak dilatasi CBD dan tambak batu
CBD berupa gambaran filling defek.
Gambar 4 (Sumber dari Morgan dan Ariel : Acute Biliary Pancreatitis)
KOMPLIKASI
Pankretitis akut paling sering disebabkan oleh batu empedu atau konsumsi alkohol
yang berlebihan. Tingkat kematian dari pankreatitis akut di bawah 1%, sedangkan angka
morbiditas pasien yang menderita hemoragik necrotizing pankreatitis 10-24%. Komplikasi
jangka pendek dan jangka panjang galstones pankreatitis akut termasuk nekrosis parenkim,
kegagalan multiorgan, pseudokista pankreas, kolangitis, pankreatitis rekuren, dan menjadi
kronik pankreatitis. Komplikasi sistemik termasuk kegagalan pernafasan yang disebabkan
oleh atelektasis, efusi pleura, abses mediastinum atau sindrom gangguan pernapasan akut,
depresi dari sistem kardiovaskular (paling sering, hipotensi karena hipovolemia dan
hipoalbuminemia, perubahan ST-T spesifik dan efusi perikardial), perubahan hematologi
(misalnya , koagulasi intravaskular diseminata), perdarahan gastrointestinal, trombosis vena
portal dan gagal ginjal (oliguria, azotemia, arteri ginjal atau trombosis vena renal, dan
nekrosis tubular akut), komplikasi metabolik seperti hipokalsemia, ensefalopati, kebutaan
mendadak (retinopati Purtscher), hiperglikemia dan hipertrigliseridemia juga terjadi.
Komplikasi kardiovaskular bersama dengan paru dan ginjal berkaitan dengan peningkatan
mortalitas pada fase awal pankreatitis nekrosis akut, sedangkan sepsis dan nekrosis terinfeksi
mendominasi setelah minggu kedua perawatan di rumah sakit. Identifikasi awal pasien
dengan perjalanan penyakit yang berat itu penting karena pemantauan perawatan intensif
yang agresif dan pengobatan dapat mengubah klinis dan hasil.
PROGNOSIS
Karena tingginya insiden pankreatitis berulang hingga 45%,20 kolesistektomi
dianjurkan pada galstone pankreatitis. Kejadian yang sangat rendah (4-8%) pada pankreatitis
berulang pada pasien yang menjalani kolesistektomi.21 Pada penelitian lain Empat puluh dua
pasien (18,2%) rekuren.22 Batu saluran empedu berulang telah dilaporkan pada 2-6% pasien
setelah EST.23 Mortalitas keseluruhan pasien dengan batu empedu pankreatitis adalah 6%
dalam 28 hari pertama.24 Angka kematian mencapai 20%.25 Tidak seperti konsumsi alkohol,
batu empedu tidak merupakan faktor risiko untuk berkembang menjadi pankreatitis kronis
jika kolesistektomi dilakukan setelah episode awal dari pankreatitis.
Dalam menentukan apakah kasus tertentu merupakan pankreatitis akut ringan atau
berat memiliki implikasi penatalaksanaan dan prognosis yang penting. Penderita penyakit
berat (hingga 20%) mungkin perlu dipantau karena mereka memiliki angka morbiditas 3050% dan tingkat kematian hingga 10-30% meskipun ditangani ICU. Beberapa sistem
penilaian yang ada, termasuk skor Ranson, yang menggabungkan 11 kriteria data klinis, 5
dari 24 jam pertama, dan 6 sisanya pada 48 jam. Setiap kriteria diberi 1 poin, dengan skor ≥3
poin mewakili pankreatitis berat, berhubungan dengan angka kematian 15%, dan skor lebih
dari 6 poin memiliki angka kematian lebih dari 50%.26
Tabel 1 (Sumber dari Morgan dan Ariel : Acute Biliary Pancreatitis)
Sebuah sistem penilaian kedua yang digunakan pada pankreatitis akut adalah Acute
Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE-II), dihitung dengan menambahkan 12
poin variabel individu, poin usia, dan poin kesehatan kronis. Skor lebih dari 8 merupakan
pankreatitis berat, dan skor di bawah 8 biasanya tidak fatal. Meskipun skor APACHE-II
rumit untuk dihitung, manfaatnya lebih baik dari skor Ranson dimana dapat diulang selama
sakit, sedangkan skor Ranson hanya berlaku untuk 48 jam setelah gejala awal. Sistem
penilaian lain yang umum digunakan adalah tingkat keparahan indeks CT (CTSI), yang
menggabungkan tingkat CT dengan luasnya nekrosis untuk menetapkan skor yang reliabel
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Skor 3 atau lebih merupakan pankreatitis
berat dengan skor 3-6 memiliki angka morbiditas 35% dan angka mortalitas 6%, dan skor 710 memiliki angka morbiditas dan mortalitas masing-masing92% dan 17%.26
Tabel 2 (Sumber dari Morgan dan Ariel : Acute Biliary Pancreatitis)
PENGOBATAN
Sebelum ada endoskopi intervensi, laparotomi dengan kolesistektomi dan eksplor
CBD adalah satu-satunya pendekatan yang efektif untuk mengambil batu empedu dari
saluran empedu. Sejak diperkenalkannya ERCP, pengelolaan pasien dengan pankreatitis akut
dan pankreatitis kronik telah berkembang pesat. Terutama, pengenalan EST pada tahun 1973
menunjukkan hasil yang jauh lebih menguntungkan daripada laparotomi terbuka.27 ERCP
adalah metode yang paling efektif untuk mengidentifikasi batu empedu yang berdampak pada
ampula Vater sebagai penyebab pemicu galstones pankreatitis. ERCP harus dilakukan dengan
kombinasi dengan EST ketika batu saluran empedu atau mikrolithiasis terdeteksi. Semua
pasien dengan galstones pankreatitis dimana gejala klinis, laboratorium dan pemeriksaan
penunjang yang mengindikasikan adanya batu empedu pada etiopatogenesis dari pankreatitis
harus dilakukan ERCP secepat mungkin (sebaiknya dalam 24-72 jam setelah onset gejala);
ERCP, EST dan extraksi batu emergensi dalam 72 jam sejak pasien masuk harus segera
dilakukan pada pasien dengan galstones pankreatitis.27
Saat batu multipel tidak bisa diangkat secara aman dari duktus koledokus setelah
EST, pemasangan stent dari duktus bilier dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien
dengan resiko tinggi.28 Merujuk kepada British Society of Gastroenterology guideline, pasien
dengan galstones pankreatitis ringan harus mendapatkan penatalaksanaan definitif untuk batu
empedu yang secara ideal dilakukan selama 2-4 minggu setelah penyembuhan dari episode
pankreatitis akut.29 Publikasi lain dari Uhl mereka merekomendasikan kolesistektomi
laparoskopik 5-7 hari setelah onset dari pankreatitis akut ringan.30 Data-data ini sejalan
dengan konsensus konferensi National Institutes of Health yang merekomendasikan
kolesistektomi pada galstone pankreatitis akut 5-6 hari sejak onset penyakit. Satu alasan yang
menunda tindakan kolesistektomi pada galstone pankreatitis akut sampai 4-5 hari adalah
penyakit menjadi tambah berat dengan adanya nekrosis yang muncul dalam 4 hari.31
Kolesistektomi sebelum hari ke 4, bahkan pada pankreatitis ringan atau edema pankreatitis,
tidak direkomendasikan karena angka kejadian komplikasi akan meningkat.
Pada kasus dengan nekrosis berat pankreatitis akut, kolesistektomi harus dilakukan
setelah hari 7-21, dimana episode pankreatitis sudah mereda. Pada pasien usia tua dengan
resiko tinggi dengan batu empedu yang menyebabkan pankreatitis dapat dilakukan
kolesistektomi dan pengangkatan batu dari duktus koledokus.32 Pemasangan stent pada
duktus pangkreatikus yang dikombinasi dengan spingterotomi, telah dilaporkan menurunkan
pankreatitis post ERCP.33
Pankreatitis ringan biasanya dapat ditangani secara konservatif, tapi beberapa pasien
memerlukan ERCP segera. Jika ada kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya endapan
batu duktus biliaris komunis, ERCP dapat dilakukan dengan aman dan hampir selalu berhasil
setelah laparoskopik kolesistektomi. Pasien dengan pankreatitis berat dan mereka menderita
ascending cholangitis mungkin bisa dilakukan ERCP dan EST untuk dekompresi bilier tree.
Kolesistektomi hanya dapat dilakukan beberapa minggu setelah pankreatitis necrotizing telah
disembuhkan. Risiko galstones pankreatitis yang berulang seharusnya cukup rendah jika EST
dilakukan pada waktu ERCP. Algoritma untuk pengobatan pankreatitis batu empedu akut
diperlihatkan pada gambar 5 dibawah ini.
Gambar 5 sumber dari Uhl et al based on jaundice, persistenly elevated liver chemistries, a dilated common bile
duct , suspected cholangitis or predicted severe pancreatitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bernard C. Lecons de physiologie experimentale. Paris Bailliere 1856; 2: 758.
2. Opie E. The etiology of acute hemorrhagic pancreatitis. John Hopkins Hosp
Bull1901; 12: 182–188.
3. DiMagno
EP,
Shorter
RG,
Taylor
WF,
et
al.
Relationships
between
pancreaticobiliaryductal anatomy and pancreatic ductal and parenchymal histology.
Cancer1982; 49: 361–368.
4. Mann FC, Giordano AS. The bile factor in pancreatitis. Arch Surg 1923; 6: 1–30.
5. Carr-Locke DL, Gregg JA. Endoscopic manometry of pancreatic and biliarysphincter
zones in man. Basal results in healthy volunteers. Dig Dis Sci 1981; 26:7–15.
6. Schleicher C, Baas JC, Elser H, et al. Reticuloendothelial system blockade
promotesprogression from mild to severe acute pancreatitis in the opossum. Ann Surg
2001;233: 528–536.
7. Eversman D, Fogel EL, Rusche M, et al. Frequency of abnormal pancreatic andbiliary
sphincter manometry compared with clinical suspicion of sphincter ofOddi
dysfunction. Gastrointest Endosc 1999; 50: 637–641.
8. Hernandez CA, Lerch MM. Sphincter stenosis and gallstone migration throughthe
biliary tract. Lancet 1993; 341: 1371–1373.
9. Arendt T, Nizze H, Liebe S, et al. Does bile of patients with acute gallstone
pancreatitiscause pancreatic inflammatory lesions? A study of the pancreatic toxicity
ofcholedochal secretions collected at ERCP. Gastrointest Endosc 1999; 50: 209–213.
10. Arendt T, Nizze H, Monig H, et al. Biliary pancreatic reflux-induced AP—mythor
possibility? Eur J Gastroenterol Hepatol 1999; 11: 329–335.
11. Haile T. Debas,. Gastrointestinal Surgery Pathophysiology andManagementMaurice
Galante Distinguished Professor of Surgery andFormer Dean, School of Medicine.
University of California, San Francisco.
12. Steinberg WM, Goldstein SS, Davis ND, et al. Diagnostic assays in acute
pancreatitis.A study of sensitivity and specificity. Ann Intern Med 1985; 102: 576–
580.
13. Ventrucci M, Pezzilli R, Gullo L, et al. Role of serum pancreatic enzyme assaysin
diagnosis of pancreatic disease. Dig Dis Sci 1989; 34: 39–45.
14. Block S, Maier W, Bittner R, et al. Identification of pancreas necrosis in severeacute
pancreatitis: imaging procedures versus clinical staging. Gut 1986; 27:1035–1042.
15. Hill MC, Huntington DK. Computed tomography and acute pancreatitis.Gastroenterol
Clin North Am 1990; 19: 811–842.
16. Baron RL, Stanley RJ, Lee JK, Koehler RE, Levitt RG. Computed tomographic
features of biliary obstruction. AJR Am J Roentgenol. 1983;140:1173–8.
17. Brisbois D, Blomteux O, Nehimi A, et al. Value of MRCP for detection of
choledocholithiasisin
symptomatic
patients:
one-year
experience
with
a
standardizedhigh resolution breath-hold technique. Jbr-Btr 2001; 84: 258–261.
18. Scholmerich J, Lausen M, Lay L, et al. Value of endoscopic retrograde
cholangiopancreatographyin determining the cause but not course of acute
pancreatitis.Endoscopy 1992; 24: 244–247.
19. Folsch UR, Nitsche R, Ludtke R, et al. Early ERCP and papillotomy compared with
conservative treatment for acute biliary pancreatitis. The German Study Group on
Acute Biliary Pancreatitis. N Engl J Med 1997; 336: 237–242.
20. DeIorio AV Jr, Vitals GC, Reynolds M, et al. Acute biliary pancreatitis. The roles of
laparoscopic cholecystectomy and endoscopic retrograde cholangiopancreatography.
Surg Endosc 1995; 9: 392–396.
21. Freund H, Pfeffermann R, Durst AL, et al. Gallstone pancreatitis. Exploration of the
biliary system in acute and recurrent pancreatitis. Arch Surg 1976; 111: 1106–1107.
22. Hernandez V. Recurrence of acute gallstone pancreatitis and relationship with
cholecystectomy or endoscopic sphincterotomy. Am J Gastroenterol. 2004
Dec;99(12):2417-23.
23. Hammarstrom LE, Holmin T, Stridbeck H. Endoscopic treatment of bile duct
calculiin patients with gallbladder in situ: long-term outcome and factors. Scand
JGastroenterol 1996; 31: 294–301.
24. Norton SA, Cheruvu CV, Collins J, et al. An assessment of clinical guidelines forthe
management of acute pancreatitis. Ann R Coll Surg Engl 2001; 83: 399–405.(95)
25. Lichtenstein DR. Gallstone Pancreatitis. Curr Treat Options Gastroenterol 2002;5:
355–363.
26. Howard T. (2008) Management of gallstone pancreatitis, In: Current surgical
therapy, 9th ed. Cameron J.pp. 477-480. Mosby Elsevier Inc., ISBN: 978-1-41603497-1, Philadelphia.
27. Fan ST, Lay EC, Mock MP, et al. Early treatment of acute biliary pancreatitis
byendoscopic papillotomy. N Engl J Med 1993; 328: 228–232.
28. Chopra KB, Peters RA, O’Toole PA, et al. Randomised study of endoscopic
biliaryendoprosthesis versus duct clearance for bileduct stones in high-risk patients.
Lancet1996; 348: 791–793.
29. Glazer G, Mann MV. United kingdom guidlines for the management of acute
pancreatitis. British society of Gastreoenterology. Gut 1998; 42: S1–13.
30. Uhl W, Mueller CA, Krahenbuhl L, et al. Acute gallstone pancreatitis: timing
oflaparoscopic cholecystectomy in mild and severe disease. Surg Endosc 1999;
13:1070–1076.
31. Isenmann R, Buchler M, Uhl W, et al. Pancreatic necrosis: an early finding in
severeacute pancreatitis. Pancreas 1993; 8: 358–361.
32. Boytchev I, Pelletier G, Prat F, et al. Late biliary complications after
endoscopicsphincterotomy for common bile duct stones in patients older than 65
years of agewith gallbladder in situ. Gastroenterol Clin Biol 2000; 24: 995–1000.
33. Fogel EL, Eversmann D, Jamidar P, et al. Sphincter of Oddi dysfunction:
pancreaticobiliarysphincterotomy with pancreatic stent placement has a lower rate of
pancreatitisthan biliary sphincterotomy alone. Endoscopy 2002; 34: 280–285.
Download