pemanfaatan beberapa profil hormon dan metabolit darah induk

advertisement
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1997
PEMANFAATAN BEBERAPA PROFIL HORMON DAN METABOLIT
DARAH INDUK DOMBA SELAMA KEBUNTINGAN SEBAGAI
PREDIKTOR UNTUK MENUNJANG KEBERHASILAN REPRODUKSI
PREDIKSI JUMLAH ANAK, BOBOT LAHIR, PERTUMBUHAN
KELENJAR SUSU DAN PRODUKSI SUSU
MAS YEDI SUMARYADI 1
dan WASMEN MANALU
2
1 Fakultas Peternakan Unsoed, Kotak Pos 110 Purwokerto
2 Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
RINGKASAN
Rangkaian penelitian ini bertujuan untuk mempelajari data dasar profil hormon dan metabolit
darah induk selama kebuntingan untuk memprediksi jumlah anak, bobot lahir, pertumbuhan
kelenjar susu, dan produksi susu dalam upaya menunjang keberhasilan reproduksi . Sampel darah
dari 45 ekor domba ekor tipis diambil sebulan sekali selama kebuntingan untuk analisis progesteron,
estradiol, triiodotironin (T3), kortisol, asam li-OH butirat (BHBA), dan nitrogen urea dalam darah
(BUN). Data profil hormon dan metabolit darah induk tersebut digunakan sebagai dasar untuk
memprediksi jumlah anak yang akan dilahirkan dengan analisis fungsi diskriminan, serta total
bobot lahir tunggal dan kembar 2-3 ekor dengan analisis regresi linier ganda. Pada saat kelahiran,
15 ekor sampel induk domba yang melahrkan anak tunggal (9 ekor) dan kembar 2-3 (6 ekor) ditidurkan
selamanya (euthanasia), kemudian kelenjar susu dipisahkan untuk mengetahui bahan kering bebas
lemak (BKBL), DNA, RNA, dan kolagen sebagai indikator pertumbuhan kelenjar susu. Untuk
mempelajari produksi susu, 24 ekor domba yang melahirkan anak tunggal (11 ekor) dan kembar 23 (13 ekor) dipelihara selama laktasi . Produksi susu masing-masing induk domba diukur pada
bulan ke-1 periode laktasi . Hubungan antara profil hormon dan metebolit darah induk dengan
indikator kelenjar susu dan produksi susu, dianalisis regresi linier ganda. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa konsentrasi T3, kortisol, BHBA, dan BUN kurang baik digunakan sebagai
prediktor (P>0,05). Namun peningkatan konsentrasi progesteron dan estradiol pada bulan ke-2
kebuntingan sangat nyata (P<0,01) memprediksi lebih dini jumlah anak yang akan ddahirkan dengan
proporsi kebenaran prediksi sebesar 86.7%, serta memberikan sumbangan terhadap total bobot lahir
anak tunggal dan kembar 2-3 masing-masing sebesar 80 clan 75% . Konsentrasi progesteron clan
estradiol pada bulan ke-3 dan atau ke-4 kebuntingan sangat nyata (P<0,01) untuk memprediksi
pertumbuhan kelenjar susu dengan menyumbangkan sekitar 68,3 sampai 89,0% terhadap
peningkatan BKBL, DNA, RNA, kolagen kelenjar susu pada awal laktasi, serta produksi susu pada
bulan ke-1 laktasi. Ini berarti semaldn tinggi konsentrasi progesteron clan estradiol dalam serum induk
selarna periode kebuntingan (bulan ke-2, 3, dan 4) semalcin baik kinerja anak yang akan dilahirkan,
semakm be immbang kelenjar susu awal laktasi, dan semaldn banyalc susu yang akan dihasilkan oleh indulc
Hasil peroobaan ini mewyarankan bahwa pemanfaatan sisi lain superovulasi amok mernperbartyak jumlah
korpus luteum sebagai sumber penghasil progesteron dan estradiol endogen selama kebuntingan,
kemungkinan bisa digrulakan sebagai suatu bwtdrnologi untuk menunjang keberhasilan reproduksi.
Kata kunci : Horrnon, metabolit, kinerja reproduksi, domba
425
Seminar Nasional Peiernakan don Vetenner 1997
PENDAHULUAN
Selama kebuntingan, beberapa hormon akan mengalami perubahan yang diikuti oleh
perubahan metabolisme induk sesuai dengan bertambahnya umur kebuntingan untuk menunjang
keberhasilan reproduksi . Keberhasilan reproduksi induk yang dimaksud adalah rangkaian
keberhasilan mulai dari pembualian, kebuntingan, kelahiran sampai penyapihan anak yang
selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi hewan dewasa. Dengan kata lain bahwa
keberhasilan reproduksi induk untuk menghasilkan anak dalam satu siklus reproduksi, dipengaruhi
oleh berbagai faktor sejak perkembangan anak di dalam kandungan (mulai dari zigot, embrio, fetus
sampai lahir) hingga penyapihan .
Tingkat perkembangan di dalam kandungan tidak terlepas dari pengaruh lingkungan mikro
uterus, perkembangan kelenjar uterus dan plasenta (MILLER dan ZHANG, 1984 ; YAMASHITA et al.,
1990, ARKARAVIEHIEN dan KENDLE, 1992)., serta ketersediaan zat-zat makanan dalam darah induk
yang akan digmakan oleh fetus selama di plasenta (ANNISON et al., 1984; BELL, 1984) . Tingkat
perkembangan anak di luar kandungan sejak lahir sampai penyapihan, selain dipengaruhi bobot
lahir (SUBANDRIYO, 1990) juga tergantung pada air susu yang dihasilkan induk (TIESNAMuRTI,
1992). Produksi susu dipengandu oleh tingkat perkembangan kelenjar susu pada awal laktasi
(SHEFFIELD dan ANDERSON, 1985 ; ANDERSON, 1985; TUCKER, 1985), laju penyediaan zat-zat
makanan ke kelenjjar susu, serta hkju involusi dan aktivitas sel-sel kelenjar susu (SHEFFIELD dan
ANDERSON . 1985 ; ANDERSON, 1985 ; WILDE dan KNIGHT, 1989; MANALu dail SUMARYADI 1995b;
MANALu dan SIIMARI'ADI, 1996).
Perubalian profil hormon digunakan sebagai prediktor untuk menunjang keberhasilan
reproduksi . Perubahan peningkatan beberapa profil hormon atau pun metabolisme induk selama
periode kebuntingan tidak hanya dilakukan untuk mempertahankan kebuntingan itu sendiri namun
peningkatan tersebut masih mempunyai tujuan lebih jauh dan sangat penting lagi dalam proses
reproduksi secara luas, yaitu merangsang pertumbuhan dan perkembangan kelenjar uterus dan
susu sebagai pengltasil makanan bagi embrio di dalam kandungan dan persiapan zat makanan bagi
kebutuhan anak diluar kandungan melalui penyediaan air susu (setelah lahir sampai penyapihan) .
Berbagai upaya telah banyak dilakukan, namun penggalian data dasar profil hormon terutama
untuk domba ekor tipis masili sangat langka. Berdasarkan hal tersebut, perlu kiranya dilakukan
upaya peningkatan keberhasilan reproduksi induk dengan mempelajari keterkaitan faktor-faktor
hormonal yang berpengaruh terhadap penampilan anak sejak di dalam kandungan hingga
penyapihan .
Domba ekor tipis sudah terkenal akan prolifikasinya yang tinggi (BRADFORD et al., 1986;
1992). Namun semakin banyak jumlah anak yang dikandung induk, semakin rendah
bobot lahir dan semakin tinggi tingkat kematian anak (TIESNAmuRTI, 1992) . Rendahnya bobot
lahir akibat meningkatnya jumlah anak yang dikandung disebabkan oleh persaingan ruangan clan
zat-zat makanan selama fase fetus di dalam kandungan (SUBANDRIYO dan INOUNU, 1995) .
Perbaikan kualitas pakan induk selama paruh kedua kebuntingan sudah umum diketahui dapat
memperbaiki bobot lahir. Dengan mengetahui lebih dini jumlah anak yang akan dilahirkan,
tentunya sangat berguna dalam penyusunan rencana perbaikan nutrisi induk pada periode
kebuntingan berikutnya agar diperoleh bobot lahir yang optimal . Disamping itu, pemanfaatan
profil hormon dan metabolit darah induk selama kebuntingan untuk memprediksi pertumbuhan
kelenjar susu dan produksi susu, juga penting untuk mengungkap keterkaitan hormon dengan
SUTAMA,
426
SeminarNasional Peternakan dan Yeteriner 1997
pertumbuhan kelenjar susu, dalam upaya mencari metode untuk peningkatan produksi susu guna
menunjang days hidup dan bobot sapih anak.
Berdasarkan hat tersebut di atas, penelitian ini bertujuan memanfaatkan keterkaitan data
dasar profil progesteron, estradiol, T3, kortisol, BHBA, dan BUN selama kebuntingan untuk
memprediksi jumlah anak yang dilahirkan, bobot lahir, pertumbuhan kelenjar susu maupun
produksi susu dalam upaya menunjang keberhasilan reproduksi.
RANGKUMAN HASIL PENELITIAN
Rataan konsentrasi progesteron, estradiol, T3, kortisol, BHBA, clan BUN selama periode
kebuntingan berdasarkan jumlah anak yang akan dilahirkan disajikan pada Tabel 1 . Hasil ini
konsisten dengan pengamatan sebelumnya pada domba (PATERSON clan HARRISON, 1967; ANN1sON
et al., 1984; FOOT et al., 1984 ; SUMARYADi clan MANALU, 1995c) dan kambing (JARELL dan
Dzlut;, 1991 : MANALU et al., 1995 ; MANALU et al., 1996) .
Tabel 1. Raman dan standar eror konsentrasi hormon dan metabolit dash induk selama bunting
berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan (ekor)
Hormon/Metabolit
Progesteron (ng/ml)
Estradiol (pg/ml)
Triiodotironin (rig/nil)
Kortisol (ng/ml)
B-OH butirat (mg/dl)
NM (mg/dl)
Kosong
2,82 f 0,46
2,61 f 0,12
90,21 t 6,94
8,70 f 0,67
9,56 t 0,56
23,38 t 1,13
Jumlah Anak yang Dilahirkan
Tunggal
13,45 f 0,70
13,53 t 0,95
94,36± 3,08
10,81 f 0,59
12,49 f 0,41
24,51 t 0,95
Kembar 2-3
19,79 f 0,95
16,63 f 1,05
96,76 t 3,67
12,66 f 0,73
14,66 f 0,64
25,84 f 0,76
Profil hormon clan metabolit darah induk domba selama kebuntingan ternyata meningkat
dengan bertambalinya umur kebuntingan (Gambar 1). Peningkatan konsentrasi hormon dan
metabolit darah tersebut cenderung menunjukkan perbedaan jika jumlah anak yang dilahirkan juga
berbeda . Ini berarti ballwa ada indikasi hubungan antara konsentrasi hormon dan metabolit darah
dengan jumlah anak yang akan dilahirkan, serta bagaimana dampaknya terhadap bobot lahir,
pertumbuhan kelenjar susu awal4aktasi, clan produksi,susu akan diuraikan berikut ini .
Hasil analisis fungsi diskriminan clan regresi tinier ganda ternyata konsentrasi T3, kortisol,
BHBA, dan BUN selama kebuntingan tidak menunjukan pengaruli yang nyata (P>0,05) terhadap
jumlah anak, bobot lahir, kelenjar susu dan produksi susu, sehingga kurang baik digunakan
sebagai prediktor. Hal ini, mengingat konsentrasi hormon clan indikator metabolis tersebut lebih
banyak dipenganihi oleh neraca nutrisi induk selama kebuntingan (FOOT et al., 1984 ; CUMMINS et
al., 1984). Artinya, walauplln induk mengandung anak kembar, tetapi jika terjadi neraca energi
positif, maka tidak akan terjadi perombakan lernak maupun protein sebagai sumber energi bagi
perkembangan fetus, sehingga rataan -konsentrasi T3, kortisol, BHBA, clan BUN relatif tidak
bervariasi . Namun konsentrasi progesteron clan estradiol pada bulan ke-2, 3, dan 4 kebuntingan
dapat digunakan sebagai prediktor jumlah anak, bobot lahir, pertumbuhan kelenjar susu, dan
produksi susu (P<{1,01) .
Seminar Nasional Peternakan dan Vetertner 1997
UrnNr K*buMinpn O-Aan)
" " - Ar~wK-O
- - A~aic-1
- /O%.P1 " Fc
--a
Gambar 1. Rata-an konsentrasi hormon dan metabolit darah induk domba selama kebuntingan
pada berbagai banyaknya anak yang dilahirkan
428
Seminar Nasional Pelernakan dan Vereriner 1997
20
® Anak-O
AL Anak-1
* Anak 2-3
E
c
N
O
PR02 - 4 .9181 + 0.6564 EST2
BATAS ANAK 1 DAN 2-3
c
0
m
N
d
n.
5
PR02 - 3.9569 - 0.1140 EST2
BATAS ANAK 0 DAN 1
0
0
1
2
3
4
5
8
Estradlol (EST2, pg/ml)
7
8
9
10
Gambar 2. Diskriminan antar banyaknya anak yang dilahirkan (ekor) berdasarkan progesteron
(PR02, ng/ml) dan estradiol (EST2, pg/ml) bulan kedua kebuntingan
Prediksi jumlah anak yang dilahirkan berdasarkan konsentrasi progesteron dan estradiol pada
bulan ke-2, 3, dan 4 memberikan tingkat kebenaran prediksi 86,7-95,6% . Hasil ini menunjukkan
bahwa jika konsentrasi progesteron dan estradiol pada masing-masing bulan kebuntingan
digunakan secara serempak maka ketepatan prediksi jumlah anak akan semakin tinggi. Namun
berdasarkan pertimbangan mampu memprediksi lebih awal, dan tidak terlalu banyak profil hormon
yang dipedukan, Inaka penggunaan konsentrasi progesteron dan estradiol pada bulan ke-2
kebuntingan sudah cukup baik untuk memprediksi jumlah anak yang akan dilahirkan (lihat
Gambar 2). Prediksi terhadap banyaknya anak kosong (Do), tunggal (D1), dan kembar 2-3 (D2)
berdasarkan keterangan konsentrasi progesteron dan estradiol pada bulan ke-2 (PR02 dan EST2)
kebuntingan mempunyai proporsi kebenaran prediksi sebesar 86.7% dengan mengikuti persamaan
fungsi diskriminan masing-masing adalah Do = -1,1962 + 0,1013 PR02 + 0,6056 EST2, D1 =
-5,7844 + 1,0081 PR02 + 0,7098 EST2, D2 = -9,5020 + 1,7640 PR02 + 0,2136 EST2.
Peranan peningkatan progesteron dan estradiol pada bulan ke-2 kebuntingan terhadap
kelangsungan hidup embrio di dalam kandungan berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan kelenjar uterus dalam penyediaan zat-zat makanan (WILLIAMS clan PROVINE, 1966;
MILLER dan ZHANG, 1984, YAMASHITA et al., 1990; ARKARAVIEHIEN dan KENDLE, 1992). lika
pada saat implantasi jaringan uterus belum siap, maka zigot yang mulai menempel pada dinding
uterus diduga akan mati atau kaiau masih bisa hidup mungkin tidak akan mampu tumbuh
berkembang dengan baik. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ada indikasi
Seminar Nastonal Peternakan dan Vereriner 1997
abortus, terutama jika konsentrasi progesteron pada minggu ke-4 sampai ke-7 kebuntingan turun di
bahwh 5 ng/ml (MANALU dan SUMARN'ADI, 1995b). Hasil yang sama ditunjukkan oleh bobot lahir,
bahwa penggunaan konsentrasi progesteron clan estradiol pada bulan ke-2 kebuntingan untuk
memprediksi total bobot lahir anak tunggal dan kembar memberikan proporsi keterandalan
prediksi yang sangat nyata (P<0.01). Peningkatan konsentrasi progesteron dan estradiol dalam
serum induk pada bulan ke-2 kebuntingan menyumbangkan terhadap peningkatan bobot lahir anak
tunggal (YI) dan kembar 2-3 (Y2) masing-masing 80,2% dan 75,0%, dengan mengikuti
persamaan regresi Y1 = 0,588 + 0,114 PR02 +0,0851 EST2 dan Y2 = 0,555 + 0,215 PR02 +
0.1290 EST2 (lihat Gambar 3). Gambar tersebut menunjukkan bahwa pads konsentrasi
progesteron yang santa, total bobot lahir akan semakin tinggi jika konsentrasi estradiol induk juga
tinggi baik pada yang beranak tunggal maupun kembar. Pengamatan pada domba telah
menunjukkan bahwa induk dengan konsentrasi estradiol dan progesteron yang tinggi selama
kebuntingan mempunyai bobot total dan per ekor fetus lebih tinggi pada saat kelahiran, jika
dibandingkan dengan induk yang mempunyai konsentrasi estradiol dan progesteron yang lebih
rendah (MANALu dan SumARYADI, 1995x) . Rataan total bobot lahir anak tunggal dan kembar 2-3
masing-masing adalah 1,9 t 0,1 dan 3,4 t 0,2 kg. Total bobot lahir ini masih berada dalam kisaran
bobot lahir domba ekor tipis di Indonesia (StrrAMA, 1990; SUBANDRIYO dan INOUNLI, 1995) .
Progefon OOmg
® Data
kadar
Data
kadar
Progesttlron
(mil
observasi total bobot lahir anak tunggal clan kernbar pada
estradiol tinggi (N = 10 dan 8 ekor)
observasi total bobot lahir anak tunggal dan kembar pada
estradiol rendah (N = 10 clan 11 ekor)
Gambar 3. Hubungan antara progesteron bulan ke-2 (PR02, ng/ml) dengan total bobot lahir (kg)
anak tunggal (Y 1) dan kembar (Y2) masing-masing pads kadar estradiol tinggi bulan
ke-2 (EST2T, 7,54 dan 8,72 pg/ml) dan rendah (EST2R, 2,61 dan 3,68 pg/ml)
430
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Peningkatan progesteron dan estradiol pada bulan ke-2 kebuntingan jugs berperan terhadap
pertumbuhan embrio di dalam kandungan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan
kelenjar uterus dalam penyediaan zat-zat makanan . Pada saat ini ke-2 hormon yang mempunyai
sifat steroid anabolik itu sangat berperan dalam pembentukan rangka embrio berupa matrik
organik dari beberapa asam amino (DJOJOSOEBAGIO, 1990) yang sangat menentukan untuk fase
pertumbuhan berikutnya. Balikan telah dilaporkan bahwa progesteron dan estradiol dapat
memodulasi ekspresi beberapa faktor tumbuh peptida dalam jaringan uterus (ScHULTZ et al., 1993 ;
ROBERTSON et al., 1994; TABIBZADEH, 1994). Faktor-faktor tumbuh ini terutama insulin like
growth factors (IGFs) mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pertumbuhan tulang
dan otot embrio di dalam kandungan (HOLLY clan WASS, 1989 ; ROBINSON et al., 1995) .
Peranan uterus dalatn penyediaan zat-zat makanan bagi embrio hanya terbatas sampai awal
plasentasi (fase embrional). Pada fase perkembangan selanjutnya (fase fetus) sangat tergantung
pada ketersediaan nutrisi dari sistem sirkulasi induk, mengingat fetus telah dapat mengekstraksi
zat-zat makanan dari sistem sirkulasi induk dengan perantaraan plasenta (ANNISON et al., 1984) .
Dengan demikian peranan konsentrasi progesteron dan estradiol pada awal kebuntingan (bulan
ke-2) selain menentukan rangka embrio, juga mampu memprediksi jumlah anak yang sangat besar
manfaatnva untuk menvusun rencana perhakan nutrisi induk pada bulan kebuntingan berikutnya,
terutama pada induk yang akan melahirkan anak kembar. Ini berarti jika tingkat perkembangan
rangka embrio sudah cukup baik, maka perkembangan fetus akan semakin baik dengan syarat
suplai nutrisi dari sistem sirkulasi induk mencukupi . Perkembangan embrio dan fetus yang baik
akan memberikan hasil akhir dalam bentuk bobot lahir yang balk, mengingat bobot lahir
merupakan kumulasi pertumbuhan anak selama di dalam kandungan. Hasil ini menunjukkan
bahwa peningkatan konsentrasi progesteron dan estradiol pada awal kebuntingan (bulan ke-2)
merupakan bagian yang sangat menentukan keberhasilan reproduksi induk.
Pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir sampai disapih dipengaruhi oleh bobot
lahir (SUBANDRIYO, 1990) dan produksi susu induk (TIESNAMURTI, 1992) . Pada periode ini yang
menjadi perhatian utama adalah bagaimana meningkatkan produksi susu dengan mengkaji
keterkaitan profil progesteron dan estradiol selania kebuntingan dengan pertumbuhan kelenjar
susu . Mengingat produksi susu dipengandii oleh tingkat perkembangan kelenjar susu pada awal
laktasi, laju penyediaan zat-zat makanan ke kelenjar susu, Serta laju involusi dan aktivitas sel-sel
kelenjar susu (SHEFFIELD dan ANDERSON, 1985; ANDERSON, 1985 ; TUCKER, 1985; WILDE dan
KNIGHT, 1989; SuMARYADI dan MANALU, 1995x; MANALU clan SUMARYADI, 1995b; MANALu dan
SUMARYADI, 1996). Aktivitas set-sel kelenjar susu akan meningkat jika hormon-hormon endogen
yang terlibat dalatn sintesis air susu cukup tersedia secara optimal .
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada induk beranak tunggal, hubungan antara
progesteron dan estradiol bulan ke-3 clan atau ke-4 dengan BKBL, DNA, RNA, dan kolagen
kelenjar susu mengikuti persamaan BKBL = -26,7 + 4,1 PR03 + 0,17 EST3, DNA = -1139 + 128
PR03 + 6,2 EST3, RNA = - 978 + 772 PR03 + 12,6 EST3, kolagen = -361 + 17,4 PR03 + 14,4
EST3 + 6,69 PR04 + 7,40 EST4, sedangkan untuk induk beranak kembar 2-3 adalah BKBL = 22,5 + 4,1 PR03 + 0,17 EST3, DNA = -921 + 128 PR03 + 6,20 EST3, RNA = -923 + 772 PR03 +
12,6 EST3, kolagen = - 187 + 17,4 PR03 + 14,4 EST3 + 6,69 PR04 + 7,40 EST4 (lihat Gambar
4). Peningkatan konsentrasi progesteron dan estradiol pada bulan ke-3 dan atau ke-4 kebuntingan
mampu memberikan sumbangan sebesar 89,0, 86,3, 83,6, clan 68,3% masing-masing terhadap
peningkatan BKBL, DNA, RNA, dan kolagen kelenjar susu yang menggambarkan massa total,
jumlah sel, akdvitas sintesis. dan jaringan ikat pembululi kelenjar susu pada awal laktasi .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Peningkatan yang pesat kedua hormon tersebut pada bulan ke-3 dan 4 kebuntingan berkaitan erat
dengan proses plasentasi (CONVEY, 1974 ; TUCKER, 1987 ; SUMARYADI dan MANALu, 1996) . Pada
domba, plasenta jugs berfungsi sebagai kelenjar penghasil progesteron dan estradiol yang
sekresinya akan meningkat drastis selama periode plasentasi (RtcKETTs dan FLINT, 1980 ;
SHELDRICK et al., 1981 ; FORSYTH, 1986 ; SUMARYADI dan MANALU, 1995b) . Progesteron akan
meningkatkan percabangan dan pembentukan lobul alveolar (ANDERSON, 1985) setelah
pemanjangan saluran kelenjar susu dirangsang oleh estradiol (ANDERSON, 1985) . Rataan indikator
pertumbuhan kelenjar susu pada awal laktasi dan produksi susu bulan ke-1 laktasi berdasarkan
jumlah anak yang dilahirkan disajikan pada Tabel 2 .
Data observasi BKBL
rataan kadar estradiol
Data observasi BKBL
rataan kadar estradiol
(g), DNA (mg), RNA (mg) kelenjar susu awal laktasi pada
induk beranak 1 (N=9 ekor)
(g), DNA (mg), RNA (mg) kelenjar susu awal laktasi pada
induk beranak 2-3 (N=6 ekor)
Gambar 4 . Hubungan antara progesteron bulan ke-3 (PR03, ng/ml dengan BKBL (g), DNA (mg),
RNA (mg) pada rataan kadar estradiol induk beranak tuggal (al, 9,87 pg/ml) dan
kembar 2-3 (a2, 15,2 pg/ml)
Hasil yang sama tercermin pula terhadap produksi susunya, bahwa konsentrasi progesteron
dan estradiol pada bulan ke-3 sangat nyata (P<0,01) untuk memprediksi produksi susu bulan ke-1
laktasi pada induk beranak tunggal clan kembar . Peningkatan konsentrasi progesteron dan estradiol
pada bulan ke-3 kebuntingan memberikan sumbangan terhadap peningkatan produksi susu induk
beranak tunggal dan kembar 2-3 masing-masing sebesar 76,10 clan 81,40% . Berdasarkan hal
tersebut menunjukkan baliwa produksi susu yang dihasilkan tetap konsisten dengan gambaran
potensi pertumbuhan kelenjar susu sebelumnya . lni berarti bahwa induk yang mempunyai
konsentrasi progesteron dan estradiol pada bulan ke-3 dan atau ke-4 kebuntingan mempunyai
kelenjar susu yang berkembang lebih baik untuk menghasilkan susu yang lebih banyak bagi anak
yang .akan dilahirkan .
43 2
SernnarNasicnatfwnokan don.Verervner 1997
Tabel 2 . Rataan dan standar eror BKBL, DNA, RNA, dan kct'lagen -kelenjar susu pada awal Jaktasi
dan produksi susu berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan (ekor)
Komponen Kimia
Kelenjar susu
BKBL (g)
DNA (mg)
RNA (mg)
Kolagen (mg)
Produksi susu (m114jam)
Jumlah Anak yang Dilahirkan
Kosong
2,63 f 0,12
103,56 f 12,58
28,37 t 1,87
108,54 t 1,41
Tunggal
26,40 f 2,02
916,50 f 87,42
297,24 f 46,17
346,98 f 40,46
120,90 t 6,99
Kembar 245,88 f 10,56
1511,30 f 299,41
937,44 f 229,00
354,37 t 43,38
136,30 f 13,80
Secara keselunihan pemanfaatan peningkatan profil progesteron dan estradiol selama
kebuntingan (bulan ke-2, 3, dan 4), sejalan dengan peningkatan jumlah anak yang mempunyai
darnpak lebili luas terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan rangka embrio yang
dicenninkan oleh bobot lahir, pertuntbulian dan perkembangan kelenjar susu, dan produksi susu
untuk menunjang keberhasilan reproduksi induk .
KESIMPULAN
Konsentrasi T3, kortisol, BHBA, dan BUN kurang baik digunakan sebagai prediktor terhadap
jumlah anak, bobot lahir, pertumbulian kelenjar susu, dan produksi susu . Peningkatan konsentrasi
progesteron dan estradiol pada bulan ke-2, 3, dan 4 kebuntingan dapat dimanfaatkan sebagai
prediktor untuk menunjang keberhasilan reproduksi induk . Semakin tinggi konsentrasi kedua
hormon tersebut sejalan dengan jumlah anak yang dikandung, semakin baik kinerja anak yang
akan dilahirkan, semakin berkembang kelenjar susu awal laktasi, dan semakin banyak susu yang
akan dihasilkan oleh indttk . Hasil percobaan ini ntenyarankan bahwa pemanfaatan sisi lain
superovulasi untuk memperbanyak jumlah korpus luteum sebagai suntber penghasil progesteron
dan estradiol endogen selanra kebuntingan, kentungkinan bisa digunakan sebagai suatu
bioteknologi untuk menunjang keberhasilan reproduksi .
DAFTAR PUSTAKA
ARKARAvIEHIEN, W .K . dan K.E . KENDLE . 1992 . Feta l viability and fetal growth after prolonged uterine contractions
induced by progesterone withdrawal in late pregnancy in rats . J . Reprod . Fertil . 90 :299-308 .
ANNISON, E.F ., J .M . GOODEN, G .M . HoUGE, dan G .H . MCDOWELL . 1984 . Physiologica l cost of pregnancy and
lactation in the ewe . In Reproduction Sheep. D .R . LINDSAY, DT . PEARCE Ed . Cambridge University
Press, Cambridge . pp . 174-181 .
ANDFRsoN, R.R. 1985 . Marmuary gland. In Lactation . Larson, B .L. Ed. Iowa State University Press, Antes . pp. 3-38 .
BELL, A. W. 1984 . Factors controlling placental and foetal growth and their effects on future production . In :
Reproduction in Sheep . Lindsay, D.R . and D .T . Pearce Ed. Cambridge University Press, Cambridge .
pp . 144-152 .
BRADFoRD, G.E ., J .F. QuiRKE, P. SITORUS, I . INOuNu, dan B . TRIESNAmuRTI, F .L. BELL, I .C . FLrrcHER, dan
D.T. ToRREL . 1986 . Reproduction in Javanese Sheep : Evidence for gene with large effect on ovulation
rate and lamb survival . J . Anim . Sci . 63 :418-431 .
SeminarNasional Peternakan dan Peteriner 1997
CONVEY, E.M . 1974 . Serum hormone concentration in ruminant during mammary growth, lactogenesis, and
lactation: A review . J. Dairy Sci. 57 :905-917 .
CuL-umrNs, J.Z . FOOT, S.A . SPIKER, P.C . FLINN. 1984 . Concentratio n of B-OH butyrate in plasma of ewes in
late pregnancy, early lactation, survival and growth of lamb . In Reproduction Sheep. D.R . LINDSAY
and DT. PEARcE Ed. Cambridge University Press, Cambridge.
DIojosoEBAGIO, S. 1990 . Fisiologi Kelenjar Endokrin. Vol. L PAU-Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. pp .90-136.
FORSYTH, I.A . 1986 . Variation among species in the endocrine control of mammary growth and function: The
role prolactin, growth hormone, and placental lactogen. J. Dairy. Sci. 69 :886-903 .
L.J . Cut.-uKmas, S.A. SPIKER dan P.C . FLnrr. 1984 . Concentration of Lt-hydroxybuttyrate in plasma of ewes
in late pregnancy and early lactation, and survival and growth of lambs. In: Reproduction in Sheep.
D.R . Lindsay and D.T. Pearce Ed. Cambridge University Press, Cambridge. pp . 187-190.
FOOT, J.Z .,
HOLLY, J.M .P . dan J .A .H . WASS . 1989 . Insulin-like growth factors: autocnne, paracnne or endocrine? New
perspectives of the somatomedin hypothesis in the light or recent development. J. Endocrinol .
122:611-618 .
JARELL, V.L . dan P.J . DziuK. 1991 . Effect of number of corpora lutea and fetuses on concentrations of
progesterone in blood of goats. J. Anim . Sci. 69 :770-773 .
MANALU, W. dan M.Y . SUMARYADI. 1995a. Hubungan antara konsentrasi Progesteron and Estradiol dalam
sennm induk selama kebuntingan dengan total massa fetus pada akhir kebuntingan . Prosiding.
Seminar Nasional Sain and Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak . Puslitbang Peternakan,
Balitbang Pertanian. Bogor. pp . 57-62.
MANALu, W., dan M.Y . SumARYADI 1995b. Tantangan dan keseinpatan dalam bidang endokrinologi dalaln
penelitiwi ilmu-ilmu peternakan dan peningkatan produksi ternak di Indonesia. Prosiding Si mposium
Biologi Reproduksi Hewan, Seminar Nasional Ikatan Alili Ihnu Faal Indonesia, Bandungan,
Semarang . 26-28 Oktober 1995 .
MANALU, W., M.Y . SUMARYADI dan N . KUSUMORINI . 1995 . Maternal serum concentrations of several
honnones in does bearing different fetal number. Bull. Anim . Sci. Special Edition: 225-229.
MANALu, W., M.Y . SumARYADI and N. KusumoRnat . 1996 . Effecs of Fetal Number on The Concentrations of
Circulating Maternal Senlm Progesterone and Estradiol of Does During late Pregnancy. J. of Small
Ruminant Research 23 : 117-124.
MANALu, W., dan M.Y . SumARYADi. 1996 . Peranan ketersediaan substrat dalam memperlambat laju involusi
jaringan kelenjar susu pada domba laktasi . Prosiding Temu Ilmiah Hasil-hasil Penelitian Peternakan,
Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor. pp . 249-257 .
MILLER, B.G . dan X. ZHANG. 1984 . Protein secreted by the endometrium of the ewe during pregnancy. In
Reproduction in Sheep. D.R . Lindsay and D.T. Pearce Ed . Cambridge University Press, Cambridge
pp . 134-136.
PATERSON, J.Y .F . dan F .A . HARRISOm 1967 . The specific activity of plasma cortisol in sheep during continog
infusion of [ 1,2- 3Jcortisol and its relation to the rate of cortisol secretion. J. Endocrinol . 37:269-277 .
RIcKETTs, A.P . dan A.P .F . FLINT. 1980 . Onset of synthesis of progesterone by ovine placenta . J. Endocrinol . 86 :33
347 .
ROBERTSON, S.A ., R.E . SEAMARK, L.J . GUILBERT, dan T.G . WEGMANN. 1994 . Tire role of cytokines
gestation. CRC Crit .Rev .hmnunol . 14 :239-92 .
RoBrNsoN, J., S. CI-IIDZANJA, K. KIND, F. LoK, P. OWEN, dart J. OwEN . 1995. Placental control of fetal growth
Reprod. Fertil . Dev. 7:333-44.
43 4
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 199?
A. HAHNEL, ARCELLANA-PANLILIO, L. WANG, S . GOUBAU, A. WATSon, dan M.HARVEY. 1993 .
Expression of IGF ligand and receptor genes during preimplantation mammalian developmnet .
Mol.Reprod.Dev . 35 :414-20.
SCHULTz, G.A .,
SHELDRICK, E.L., A.P. RicKETTs dan A.P .F . FLINT. 1981 . Placental production of 513-pregnane-3 ,20-diol in
goats. J. Endocrinol . 90 :151-158 .
SHEFFIELD, L.G . dan R.R . ANDERSON . 1985 . Relationshi p between milk production and mammary gland
indices of guinea pigs . J. Dairy Sci. 68 :638-645 .
SUBANDRIYO . 1990 . Ewe productivity in villages in the distric of garut, west java . Ilmu dan Peternakan 4 : 307310.
SUBANDRIYo dan I. INouNu . 1995 . Persaingan antar anak domba prolifik lahir kembar dua pada pemeliharaan
Pra dan Pascalahir. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi Peternakan . Balai Penelitian Ternak
Ciawi, Bogor. pp . 50-55.
SumARYADI., M.Y. and W. MANALu . 1995a. Contributions of Maternal Serum Progesterone and Estradiol
Concentrations or Corpora Luteal and Fetal Naumber to Mammary Growth and Development of Ewes
During Pregnancy. Bull . of Anim . Sci. Special Edition : 243-247.
SumARYADI, M.Y . dan W. MANALu . 1995b. Peranan konsentrasi progesteron dalam serum induk selama
periode kebuntingan dalam mendukung keberhasilan reproduksi : Pengaruh pada pertumbuhan fetus,
kelenjar susu, produksi susu dan berat sapih anak . Makalah Lomba PeIuIlisan Ilmiah Boedhi
Rahardiani Award. Seminar Nasional Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia, Bandungan, Semarang. 26-28
Oktober 1995 .
SUMARYADI, MY, and W. MANALU . 1995c. The EtTects of Corpora Luteal Number on Serum Progesterone
and Estradiol of ewes During Luteal Phase of Estrous Cycle and Pregnancy. Bull . of Anim . Sci .
Special Edition: 231-235.
SUMARYADI, M.Y ., and V1 . MANALU . 1996 . Pengaruh jumlah fetus terhadap konsentrasi progesteron dan
estradiol dalam serum induk domba selama fase plasentasi periode kebuntingan . Prosiding. Seminar
Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Balitbang Pertanian. Bogor. 2: 441-445.
SuTAmA, I.K . 1990 . Lactation performance and preweaning lamb growth in Javanese thintail sheep. Ilmu dan
Peternakan 4 :297-302 .
SuTAMA, I.K . 1992 . Reproductive development and performance of small ruminants in Indonesia. In : New
Technology for Small Ruminant Production in Indonesia. P. Ludgar and S . Scolz Ed. Winrock
International Institute for Agriculture Development, Morritton, Arkansas . pp . 7-14 .
TABIBZADEH, S. 1994 . Role of cytokines in endometrilun and at the maternal interface. Reprod . Med. Rev.
3:11-28 .
TIESNAMURTI, B. 1992 . Reducing the preweaning mortality rate of Javanes thin-tail sheep. In : New
Technology' for Small Ruminant Production in Indonesia. P. Ludgar and S. Scolz Ed . Winrock
International Institute for Agriculture Development, Morritton, Arkansas . pp . 71-80.
TucKER, H.A . 1985 . Endocrine and neural control of mammary gland. In : Lactation. Larson B. Ed . Iowa State
University Press, Ames. pp .39-79 .
TUCKER, H.A . 1987. Quantitative Estimates of Mammary Growth During Various Physiological State: A
Review. J. Dairy Sci. 70 :1958-1966 .
dan C.H. KNIGHT . 1989 . Metabolic adaptations in mammary gland during the declining phase of
lactation. J. Dairy Sci. 72 :1679-1692 .
WILDE, C.J .
Seminar Nasional Peternakan don Vetermer 1997
H.E. dan H.T. PRoviNE. 1966. Effect s of estradiol on glycogen synthetase in #te rat uterus .
Endocrinology 78 :786-796.
YAMASHITA, S., R.R. NEwBoLD, J.A. MELAcHLAN dan K.S . KoRAcH . 1990. The role of estrogen receptor in
uterine epithelial proliferation and cytodifferentiation in neonatal mice. Endocrinology 127:24562463 .
WILLIAMS,
TANYA JAWAB
Polmer Situmorang : Mengapa dalarn memprediksi jumlah anak dilihat dari kadar progesteron
pada bulan ke-2 dan untuk produksi susu pada bulan ke-3?
Mas Yedi Sumaryadi : Prediksi produksi susu pada bulan ke-3 karena pada bulan ke-2
kebuntingan belum mampu merangsang hormon kelenjar susu.
Endang Triwulaningsih : Perkiraan jumlah anak lahir dideteksi dengan kadar progesteron dan
estrogen pada bulan ke-2, bagaimana bila dibandingkan dengan teknik laparoskopi? Produksi susu,
apakah berbeda pada tingkat kelahiran (jumlah anak) yang berbeda?
Mas Yedi Sumaryadi : Bila dibandingkan keefektifannya, maka dilihat dari waktu mungkin
teknik laparoskopi lebihh baik, tapi bila dilihat dari hasil akhir, ketepatan dalam memprediksi
junilah anak teknik laparoskopi lebih mudah dibandingkan terhadap perlakuan pemberian estrodial
dalam progesteron (penelitian mernberikan tingkat ketepatan 86 %).
Download