1 “KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2015-2018)” UNIVERSITAS TARUMANAGARA FAKULTAS EKONOMI JAKARTA DIAJUKAN OLEH: NAMA : MEYLIANA ADRIANI LIEUBUN NPM : 127172006 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT GUNA MENCAPAI GELAR MAGISTER AKUNTANSI 2020 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan daerah merupakan bagian dari integral pembangunan nasional yangdilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang,serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dankepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah diharapkan mampu mengurangiketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Konsekuensi daripelaksanaan otonomi daerah ini adalah pelimpahan wewenang di bidang penerimaananggaran atau keuangan yang terdesentralisasi maupun pemanfaatan yang sebelumnyadiatur atau dilakukan oleh pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintah daerah(Kiki dan Nur, 2016). Diterapkannya otonomi daerah baik di provinsi, maupun kabupaten/kota memberikankeleluasaan kepada pemerintah daerah setempat untuk menggali potensipotensi sumber keuangan di daerahnya sekaligus dapat mengalokasikan sumber daya ke belanja daerah sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerahnya. Semakin banyak sumber-sumber keuangan yang berhasil digali di suatu daerah, maka hal ini akan meningkatkan pendapatan daerah yang semestinya diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan daerah yang direalisasikan dalam bentuk pengadaan fasilitas, infrastruktur dan sarana prasarana yang ditujukan untuk kepentingan publik. Andaiyani (2013) menyatakan bahwa kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas public memengaruhi besarnya belanja daerah. Sehingga pemerintah daerah seharusnya melakukan pergeseran komposisi belanja yang nantinya dapat meningkatkan kepercayaan publik. 3 Dalam pengelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah menerangkan bahwa faktor keuangan daerah merupakan tulang punggung bagi teselenggaranya aktivitas pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan berupaya untuk mengingkatkan penerimaan daerah, terutama yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD) yang diatur dalam undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah. Dengan ini diharapkan agar daerah otonom tidak hanya mengharapkan dana perimbangan dari pemerintah pusat tetapi juga di tuntut untuk menggali potensi dan keuangan baru serta sumber-sumber pendapatan asli daerahnya secara maksimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga pembiayaan kegiatan dan pembangunan pemerintah daerah dapat terwujud. Pendapatan asli daerah yang kuat menjadi pendorong utama suksesnya pelaksaan otonomi daerah yang kuat menjadi pendorong utama suksesnya pelaksanaan otonomi daerah dan menjadi perwujudan kemandirian suatu daerah. Upaya menciptakan kemandirian daerah, pendapatan asli daerah menjadi faktor yang sangat penting, dimana PAD akan menjadi sumber dana dari daerah sendiri. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah, UndangUndang tentang pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masingmasing daerah. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsekuensi dari penerapan otonomi daerah yaitu setiap daerah dituntut untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai urusan rumah tangganya sendiri.Peningkatan ini ditunjukan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) guna membiayai rumah tangganya sendiri.Peningkatan ini ditunjukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sehingga dapat menciptakan tata pemerintahan yang lebih baik.Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan penerimaan dari sumber-sumber penerimaan 4 daerah, salah satunya dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengoptimalkan PAD, beberapa pendapatan asli daerah harus ditingkatkan, antara lain :pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber pendanaan bagi daerah kabupaten/kota dengan salah satu komponennya adalah pajak daerah dan retribusi daerah.Pajak daerah adalah kontribusi wajib oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa dengan tanpa mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Retribusi Daerah adalah pemungutan dari daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak pusat pusat yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Menurut Davey (1998) dalam bukunya Financing Regional Government, ada 4 (empat) kriteria dari pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, pusat, tapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah, pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah, pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah. Dari kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dan dipungut di wilayah dan ada bagi hasil pajak antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dari sudut kewenangan pemungutannya, pajak daerah garis besar dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat propinsi (pajak propinsi), berupa kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air pemukiman, dan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota (pajak kabupaten/kota), antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan, pajak parkir (Mardismo, 2003). Pajak provinsi terdiri dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak pengambilan dan 5 pemanfaatan air permukaan, serta pajak rokok. Pajak kabupaten atau kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak pengambilan dan pengelolahan bahan galian golongan C dan pajak parkir, pajak air bawah tanah, pajak sarang burung walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber dana bagi peningkatan pendapatan asli daerah. Keberhasilan dari usaha ini tidak hanya terletak pada pihak pemerintah daerah selaku pemegang hak untuk mengeluarkan kebijakan dan peraturan peraturan daerah yang berkaitan dengan pajak dan retribusi ini saja, tetapi harus didukung oleh peran serta masyarakat dan pihak swasta yang ada.Semakin besar pajak dan retribusi daerah yang diterima otomatis semakin meningkatnya pendapatan asli daerah nya.Kemandirian Pemkab/Pemkot dapat dilihat dari besarnya PAD yang diperoleh Pemkab/Pemkot. Semakin besar pajak dan retribusi yang diperoleh oleh kabupaten dan kota tersebut dalam membiayai pengeluaran untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat seperti mefasilitasi sarana dan prasarana masyarakat misalnya dalam sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain - lain. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah atau pendapatan daerah yang digunakan untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah, salah satunya adalah membiayai pembangunan di daerah yang bertujuan untuk dapat memajukan daerah dan ditempuh dengan kebijakan pada penerimaan retribusi, di mana setiap orang wajib membayar retribusi sesuai dengan kewajiban dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Kota Depok merupakan salah satu Kota yang melaksanakan otonomi daerah dan menjadikan retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli di daerahnya untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintahan dan pembangunan daerah. Dari beberapa sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), pajak daerah dab retribusi daerah merupakan sumber pendapatan asli daerah yang paling penting karena setiap tahunnya pajak dearah dan retribusi daerah mampu memberikan sumbangan yang cukup besar bagi penerimaan daerah Kota Depok. Pemerintah daerah Kota Depok memberikan wewenang 6 kepada DPPKA (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset) untuk mengelola pajak daerah dan retribusi daerah secara profesional dan transparan dalam rangka optimalisasi serta upaya peningkatan terhadap pendapatan asli daerah. Pengelolaan pajak dan retribusi yang optimal diharapkan mampu mewujudkan otonomi daerah yang baik serta pembangunan daerah yang merata sehingga dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cornelin G. Kamagi, Jullie J. Sondakh, Tressje Runtu (2016) yang meneliti tentang analisis kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah (pad) di kabupaten minahasa utara dan kabupaten minahasa tenggara (periode 2011-2015)bahwa rata-rata Kontribusi total pajak daerah terhadap PAD di Minahasa Utara adalah sebesar 44,71% termasuk dalam kriteria yang baik karena berkisaran 40%-50%. Sedangkan ratarata Kontribusi pajak daerah terhadap PAD di Minahasa Tenggara adalah sebesar 26,46% termasuk dalam kriteria yang sedang karena berkisaran 20%-30%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boby Fandhi Putra (2014) bahwa Tingkat kontribusi retribusi daerah Kota Blitar selama periode 2008-2012 kurang dapat memberi kontribusi yang baik terhadap pendapatan asli daerah, khususnya selama periode 2010-2012. Selama periode tersebut, kontribusi yang diberikan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah kurang dengan rata-rata sebesar 12,5%. Setelah adanya pengurangan jenis retribusi yang disesuaikan dengan Undang-undang nomor 28 tahun 2009, jenis retribusi jasa umum mengalami penurunan kontribusi yang cukup besar.Pada jenis retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu secara keseluruhan juga kurang dapat memberi kontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Berdasarkan uraian dari permasalahan diatas, dapat diketahui bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan kompunen penting dalam penerimaan pendapatan asli daerah. Maka penelitian ini diberi judul “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Studi Empiris pada pemerintah Kota Depok tahun anggaran 2015-2018)” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 7 1. Realisasi pajak daerah yang diperoleh lebih rendah dari pada anggaran pajak daerah 2. Adanya fluktuasi kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah 3. Adanya hambatan dalam pemungutan pajak 4. Kurangnya kepatuhan wajib pajak yang sangat rendah untuk membayar pajak 5. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai informasi tentang pajak 6. Adanya penyalahgunaan dana untuk kepentingan dan keuntungan pribadi 7. Penerimaan pajak yang selalu tidak sesuai dengan target C. Pembatasan Masalah Mengingat banyaknya variabel-variabel yang dapat mempengaruhi pendapatan asli daerah dan agar penelitian ini lebih terarah serta dapat dengan mudah dianalisa maka diberikan batasan dalam penelitian ini yaitu kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian in yaitu : 1. Bagaimana tingkat efektifitas penerimaan pajak daerah di kota Depok tahun anggaran 2015-2018? 2. Bagaimana tingkat efektifitas penerimaan retribusi daerah di kota Depok tahun anggaran 2015-2018? 3. Seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah tahun 20152018? 4. Seberapa besar kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah tahun 2015-2018? 8 E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana efektifitas penerimaan pajak daerah pada Dinas Pendapatan, pengelolaan keuangan dan Aset daerah Kota Depok tahun anggaran 2015-2018 2. Untuk mengetahui dan menganalisi bagaimana efektifitas penerimaan retribusi daerah pada Dinas Pendapatan, pengelolaan keuangan dan Aset daerah Kota Depok tahun anggaran 2015-2018 3. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah 4. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan masukan bagi akademisi yang melakukan penelitian selanjutnya. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah serta mengembangkan wawasan, informasi, dan pemikiran kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat diharapkan menjadi sumbangan pemikiran serta informasi kepada pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan-kebijakan dalam rangka peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah. b. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan dimasa yang akan datang. 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Landasan Teori a. Konsep Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal, merupakan komponen utama dari desentralisasi karena desentralisasi berkaitan langsung dengan hubungan fungsi penerimaan dan pengeluaran dana publik antara tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi dengan pemerintahan di bawahnya (Muluk, 2006). Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumbersumber keuangan yang memadai (Siddik, 2002). Kebijakan desentralisasi fiskal dapat meloloskan suatu negara dari berbagai jebakan ketidak-efisienan, ketidak-efektifan pemerintahan, ketidak-stabilan makro ekonomi, dan ketidak-cukupan pertumbuhan ekonomi. Desentralisasi fiskal juga dimaksudkan untuk perbaikan efisiensi ekonomi, efisiensi biaya, perbaikan akuntabilitas dan peningkatan mobilitas dana (Bird and Vailancourt, 2000), serta berbagi beban keuangan dengan kawasan dan kota (Todaro and Smith, 2004). Selain itu kebijakan desentralisasi fiskal juga dapat menjadi daya saing suatu daerah jika dibandingkan dengan daerah lain, suatu daerah dapat menawarkan paket pajak dan pelayanan public yang terbaik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pilihan publik. Sejalan dengan pemahaman tersebut, desentralisasi fiskal (Kumorotomo, 2008:1) diartikan sebagai penyerahan sebagian dari tanggung jawab fiskal atau keuangan negara dari pemerintah pusat kepada jenjang pemerintahan di bawahnya (provinsi, kabupaten/kota). Desentralisasi fiskal telah membawa perubahan terhadap hubungan keuangan pusat dan daerah, terkait dengan tujuan desentralisasi fiskal itu sendiri yaitu perbaikan efisiensi ekonomi, perbaikan akuntabilitas, peningkatan mobilitas dana, dan keadilan. 10 Desentralisasi fiskal juga bertujuan untuk mempercepat pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antardaerah, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsive terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing.Hal ini ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri.Pembangunan daerah perlu senantiasa ditingkatkan agar laju pertumbuhan antardaerah serta laju pertumbuhan antara wilayah perdesaan dan perkotaan semakin seimbang dan serasi sehingga pelaksanaan pembangunan serta hasil-hasilnya merata. Untuk membuat otonomi daerah ini tidakbergantung pada dana transfer dari pemerintahpusat dan semakin besarnya fiscal gap, maka yangperlu dilakukan oleh pemerintah daerah yaitumengoptimalkan sumber daya yang ada padadaerahnya, salah satunya dengan melalui kebijakanfiskal. “Kebijaksanaan fiskal berarti penggunaanpajak, pinjaman masyarakat, pengeluaranmasyarakat oleh pemerintah untuk tujuan stabilisasiatau pembangunan.Penggunaan kebijaksanaan fiscal dengan tujuan untuk menggalakkan pembangunanekonomi merupakan kebijaksanaan yang baru tampilakhir-akhir ini” (Jhingan, 2012: 376). b. Fungsi Pajak Daerah sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam upaya memperkuat fiskal di daerah maka perlu pembagian kewenangan, termasuk dalam hal pemungutan pajak daerah. MenurutTer-Minassian (1997), beberapa kriteria dan pertimbangan yang diperlukan dalam pemberian kewenangan perpajakan kepada tingkat pemerintahan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, yaitu: 1) Pajak yang dimaksudkan untuk tujuan stabilisasi ekonomi dan cocok untuk tujuan distribusi pendapatan seharusnya tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. 2) Basis pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya tidak terlalu mobile. Pajak daerah yang sangat mobile akan mendorong pembayar pajak merelokasi usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah yang beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang tidak terlalu mobile akan mempermudah daerah untuk menetapkan tarif pajak yang berbeda sebagai cerminan dari kemampuan masyarakat. Untuk alasan ini pajak komsumsi di 11 banyak negara yang diserahkan kepada daerah hanya karena pertimbangan wilayah daerah yang cukup luas (seperti provinsi di Negara seperti Canada). Dengan demikian, basis pajak yang mobile merupakan persyaratan utama untuk mempertahankan di tingkat pemerintah yang lebih tinggi (pusat/tinggi). 3) Basis pajak yang distribusinya sangat timpang antar daerah, seharusnya diserahkan kepada pemerintah pusat. 4) Pajak daerah seharusnya visible, dalam arti bahwa pajak seharusnya jelas bagi pembayar pajak daerah, objek dan subjek pajak dan besarnya pajak terutang dapat dengan mudah dihitung sehingga dapat mendorong akuntabilitas daerah. 5) Pajak daerah seharusnya tidak dapat dibebankan kepada penduduk daerah lain, karena akan memperlemah hubungan antarpembayar pajak dengan pelayanan yang diterima (pajak adalah fungsi dari pelayanan). 6) Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang memadai untuk menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar. Hasil penerimaan, idealnya harus elastis sepanjang waktu dan seharusnya tidak terlalu berfluktuasi. 7) Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relatif mudah diadministrasikan atau dengan kata lain perlu pertimbangan efisiensi secara ekonomi berkaitan dengan kebutuhan data, seperti identifikasi jumlah pembayar pajak, penegakan hukum (law-enforcement) dan komputerisasi. 8) Pajak dan retribusi berdasarkan prinsip manfaat dapat digunakan secukupnya pada semua tingkat pemerintahan, namun penyerahan kewenangan pemungutannya kepada daerah akan tepat sepanjang manfaatnya dapat dilokalisir bagi pembayar pajak lokal. Mardiasmo (2011) menyatakan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut (a) iuran dari rakyat kepada negara.Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.Iuran tersebut berupa uang (bukan barang); (b) berdasarkan UndangUndang.Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya; (c) tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjukkan.Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; dan (d) digunakan 12 untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Terdapat dua fungsi pajak (Waluyo, 2011), yaitu sebagai berikut: a) Fungsi penerimaan (penganggaran) pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. Sebagai contoh dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b) Fungsi mengatur (regulator) pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contohnya pengenaan pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dan barang mewah. Namun demikian pengalihan kewenangan pengelolaan dan pemungutan pajak tersebut tentunya perlu dilihat bagaimana efektivitas pemungutannya.Pendapat Sterrs yang disadur oleh Halim (2004:166) mendefinisikan efektivitas secara umum menunjukkan bahwa sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumya.Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan spending wisely (sasaran akhir kebijakan). Selanjutnya secara lebih jelas Mardiasmo (2009: 132) menjelaskan indikator efektivitas pajak menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektifproses kerja yang dilakukan suatu unit organisasi. B. Definisi Konseptual Variabel 1. Definisi Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pusat dan daerah bahwa : “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperolah daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. 13 Halim dan Kusufi (2012:101), mendefinisikan pendapatan asli daerah sebagai berikut : “Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah” Deddi Nordiawan dkk (2012:181) menjelaskan definisi pendapatan asli daerah sebagai berikut : “Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan asli daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri.Termasuk dalam pendapatan pendapatan jenis ini adalah pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah”. Halim (2007:96) berpendapat bahwa pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan asli daerah bersumber dari hasil retribusi daerah, hasil pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan asli daerah lain yang sah. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber asli daerah itusendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Untuk mendorong penyelenggaraan otonomi suatu daerah dibutuhkan kewenangan yang nyata, luas serta tanggung jawab pada daerah yang diwujudkan secara proposional dengan pemabagian, pengaturan, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah.Dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah sumber pembiayaan pemerintah daerah dan pusat dilaksanakan berdasarkan desentralisasi, pembantuan dan dekonsentralisasi. b. Fungsi Pendapatan Asli Daerah Salah satu pendapatan daerah adalah berasal dari pendapatan asli nya ke kas daerah guna menunjang pelaksanaan pembangunan daerah.Dana-dana yang bersumber dari pendapatan asli daerah tersebut merupakan salah satu faktor penunjang dalam melaksanakan kewajiban daerah untuk membiayai belanja rutin 14 serta biaya pembangunan daerah, dan juga merupakan alat untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya.Serta untuk mengatur dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi pemakai jasa tersebut.Tentu dalam hal ini tidak terlepas dari adanya badan yang menangani atau yang diberi tugas untuk mengatur hal tersebut. c. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Menurut Abdul Halim (2007:96), kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: 1) Pajak Daerah a) Pajak Provinsi, terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Permukaan. b) Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir. 2) Retribusi Daerah, terdiri dari: Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perijinan Tertentu. 3) Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, yaitu: Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah. 15 Ahmad Yani (2002:52) mengungkapkan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1) Pajak daerah 2) Retribusi daerah, termasuk hasil dari Badan Layanan Umum (BLU) Daerah 3) Hasil penggelolaan kekayaan daeah yang dipisahkan 4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah 2. Definisi Pajak Daerah a. Pengertian Pajak Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 angka 10 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Siahaan (2013:9) mengumumkan bahwa pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (perda), yang wewenang pungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan didaerah. Mardiasmo (2011:12) menyatakan pajak daerah adalah iuran wajib pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku yang digunakan untuk membiyayai penyelenggara daerah. Sunarto (2005:15) “Pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD”. Sunarto (2005:15) dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak di daerah dibagi menjadi dua yakni: 16 1) Pajakdaerah yang dipungut oleh provinsi. 2) Pajakdaerah yang dipungut oleh kabupaten dan kota Kewenangan pemungutan pajak daerah merupakan wewenang yang dimiliki dan dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak daerah yang baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi. Untukitu, Pemerintah Daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap “menempatkan” sesuai dengan fungsinya. b. Fungsi Pajak Daerah Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang mempunyai dua fungsi (Mardiasmo:2011),yaitu: 1) Fungsi Anggaran (Budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk membiayaai pengeluaran-pengeluarannya. 2) Fungsi Mengatur (Regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. Fungsi pajak daerah tidak jauh beda dengan funsi pajak pada umumnya. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah memiliki fungsi sebagai salah satu sumber peneriman daerah untuk membiayai rumah tangga pemerintahaanya dalam segala bidang. c. Dasar Hukum Peraturan Perundang-undangan mengenai Pendapatan Asli daerahantara lain: 1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah 2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. 3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menggantikan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 5) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. 17 d. Jenis-Jenis Pajak daerah Menurut Ahmad Yani (2002:54), Pajak Daerah terdiri dari : 1) Pajak Provinsi a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dankendaraan di atas air. b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau pembuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual-beli, tukarmenukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas air. d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air permukaan adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. 2) Pajak Kabupaten a) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. b) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. c) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan yang meliputi semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau yang dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. d) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaran reklame. e) Pajak Penerangan Jalan f) Pajak Pengambilan Bahan Galian C g) Pajak Parkir. 18 Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 dalam Siahaan (2010:64) tentang Pajak Daerah dan Retribisi Daerah, Pajak Daerah terdiri dari : 1) Pajak Provinsi a) Pajak Kendaraan Bermotor. b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d) Pajak Air Permukaan. e) Pajak Rokok. 2) Pajak Kabupaten a) Pajak Hotel b) Pajak Restoran c) Pajak Hiburan d) Pajak Reklame e) Pajak Penerangan Jalan f) Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan g) Pajak Parkir h) Pajak Air Tanah i) Pajak Sarang Burung Walet j) Pajak Bumi dan Bangunan pedesaan dan perkotaan k) Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan e. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah Menurut Mardiasmo (2011:7) asas pemungutan pajak ada 3: (1) asas domisili; (2) asas sumber; (3) asas kebangsaan. Sedangkan dalam sistem pemungutanpajak, dikenal ada tiga sistem pemungutan pajak antara lain: (1) Official Assessment System; (2) Self Assessment system; (3) With Holding System.Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan kepala daerah dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang 19 Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT). 3. Definisi Retribusi Daerah a. Pengertian Retribusi daerah Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dalam Pasal 1 ayat (64) disebutkan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaraan atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Retribusi adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah atas jasa-jasa yang disediakan oleh pemerintah dan terdapat kontraprestasi langsung dari pemerintah.Orang-orang yang tidak menggunakan jasa yang telah disediakan tidak diwajibkan membayar retribusi (Suandy, 2011: 3). Siahaan (2005) mengungkapkan retribusi daerah sebagai pembayaran wajib dari penduduk kepada negara dengan adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan.Namun tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya.Hanya jenis-jenis jasa tertentu saja yang menurut pertimbangan sosial ekonomi dapat dijadikan sebagai obyek retribusi. b. Objek dan Subjek Retribusi daerah 1) Objek Retribusi daerah : a) Jasa Umum yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. b) Jasa Usaha yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prisnsip komersial. c) Perizinan Tertentu yaitu pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pengaturan atau pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber 20 daya alam, barang, prasrana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 2) Subjek Retribusi Pajak : a) Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. b) Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. c) Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. c. Jenis – Jenis Retribusi Daerah Retribusi daerah dibagi menjadi 3 golongan, yaitu : 1) Retribusi Pelayanan Umum adalah : a) Retribusi pelayanan prsampahan/Kebersihan b) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil c) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat d) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum e) Retribusi Pelayanan Pasar f) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor g) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran h) Retribusi Penggantian Biaya Ceta Peta i) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus j) Retribusi Pengolahan Limbah Cair k) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang l) Retribusi Pelayanan Pendidikan m) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi 2) Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah : a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan c) Retribusi Tempat Pelelangan 21 d) Retribusi Terminal e) Retribusi Tempat Khusus Parkir f) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa g) Retribusi Rumah Potong Hewan h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhan i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j) Retribusi Penyebrangan di Air k) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah 3) Jenis Retribusi Perizinan tertentu adalah : a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol c) Retribusi Izin Gangguan d) Retribusi Izin Trayek e) Retribusi Izin Usaha Perikanan. d. Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui Retribusi Daerah 1) Intensifikasi Halim (2004:109) menyatakan Intensifikasi merupakan suatu tindakan atau usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat dan teliti. 2) Ekstensifikasi Menurut Halim (2004:110) berpendapat bahwa ekstensifikasi merupakan usaha untuk menggali sumber pendapatan asli daerah yang baru, baik yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. e. Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah Mardiasmo (2011:18) mengungkapkan tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Retribusi daerah dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan baik berupa karcis, kupon ataupun kartu 22 langganan. Jika Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya, dapat dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). C. Kaitan Antara Variabel-Variabel 1. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kontribusi masing-masing jenis pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan rasio antara jenis pajak tertentu dengan total Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada satu tahun tertentu, dan rasio antara jumlah total pajak daerah terhadap total Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun tertentu. Rasio ini mengindikasikan besar kecilnya peran suatu jenis pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).Semakin tinggi rasio yang diperoleh berarti semakin besar pula kontribusi pajak tersebut terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). 2. Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Halim (2004:163) menyatakan bawha Kontribusi retribusi adalah seberapa besar pengaruh atau peran serta penerimaan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), dapat dikatakan juga kontribusi retribusi daerah adalah seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan retribusi daerah terhadap besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). D. Sistem Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Untuk meningkatkan Sumber Pendapatan Daerah, perlu adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok, hal ini dimaksudkan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian berdasarkan ketentuan yang dimaksud yaitu Pajak Daerah sebagai kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat wajib berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 23 Adapun sistem pemungutan pajak terhadap jenis pajak yang dikelola oleh DPPKA, jenis pajak hotel, restoran, hiburan, parkir, penerangan jalan, BPHTB adalah self assessment system. Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak (WP) untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang, dengan sistem ini maka kejujuran dari WP sangat diutamakan, karena WP itu sendiri yang menghitung, melapor dan membayar pajaknya, Sedangkan untuk jenis pajak reklame, air tanah dan PBB adalah official assessment system, suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah daerah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para wajib pajak dan apabila tidak melaksanakan wajib pajak maka ada sanksi bagi yang tidak mentaati hukum pajak yang berlaku. Sanksi terhadap wajib pajak yang tidak taat membayar pajak seperti mulai dari denda adminitrasi sampai hukuman pidana, sebagaimana dijelaskan dalam table sanksi berikut ini : 1. Uraian Jenis Pajak, Objek Pajak, Subjek Pajak Dan Besaran Pajak Terutang. a. Pajak Hotel Objek Pajak : Pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran termasuk Jasa Penunjang kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel Besaran Pajak Terutang : Jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar dikalikan 10% b. Pajak restoran Objek Pajak : Pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli baik ditempat pelayanan maupun tempat lain dengan omzet tidak melebihi Rp. 10.000.000/bulan. Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang membeli makan dan/atau minuman dari restoran. Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran. 24 Besaran Pajak Terutang : Jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar dikalikan 10%. c. Pajak Hiburan Objek Pajak : Jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran (tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana, kontes kecantikan, binaraga, pameran, diskotik, karaoke, klab malam, sirkus, akrobat, sulap, bilyar, boling, pacuan kuda, Pacuan kendaran bermotor, permainan ketangkasan, panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, pusat kebugaran, pertandingan olahraga). Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Besaran Pajak Terhutang : Tontonan Film Harga tiket Masuk (HTM) diatas Rp. 50.000 x 15% dan Harga tiket Masuk (HTM) s.d. Rp. 50.000 x 10% pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana 10% kontes kecantikan, binaraga 20% Pameran 10% diskotik, karaoke, klab malam 75% Karaoke 35% sirkus, akrobat, sulap 10% bilyar, boling 30% panti pijat, mandi uap/spa, pusat kebugaran 20% efleksi 10% pertandingan olahraga 10% pacuan kuda, permainan 15% Pacuan kendaran bermotor 35% d. Pajak Reklame Objek Pajak: Semua penyelenggara reklame (papan/billboard/ vidiotron/ megatron, kain, stiker, selebaran, reklame berjalan, reklame udara, reklame apung, reklame suara, reklame film/slide, rekalme peragaan) Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang menyelenggrakan reklame 25 Besaran Pajak Terhitang : Nilai sewa reklame dikalikan 25% e. Pajak Penerangan Jalan Objek Pajak : Pengguna tenaga listrik Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik Besaran Pajak Terhutang : Nilai jual tenaga listrik dikalikan tarif f. Pajak parker Objek Pajak : Penyelenggara tempat parkir dan penitipan kendaran bermotor. Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaran bermotor Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parker Besaran Pajak Terhutan : Jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar dikalikan 20%. g. Pajak Air Tanah Objek Pajak : Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan/pemanfaatan air tanah Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan/pemanfaatan air tanah Besaran Pajak Terhutang : Nilai Perolehan air tanah dikalikan 20%. h. Pajak Bumi dan Bangunan Objek Pajak : Bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, an/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, an/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Besaran Pajak Terhutang : Tarif pajak bumi dikalikan NJOP yang telah dikurangni NJOPTKP 26 i. BPHTB Objek Pajak : Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan Wajib Pajak : Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan Besaran Pajak Terhutang : Nilai Perolehan Objek Pajak dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak dikalikan 5% ((NPOP-NOPTKP)x5%)). 2. Jenis Pelanggaran, Sanksi dan Dasar Hukumnya : a. PELANGGARAN : Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) SANKSI : Administrasi Berupa bunga sebesar 2% per bulan maksimal untuk 24 bulan. DASAR HUKUM : Pasal 83 ayat (2) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010 b. PELANGGARAN : Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT). SANKSI : Administrasi Berupa bunga sebesar 100%. DASAR HUKUM : Pasal 83 ayat (3) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010. c. PELANGGARAN : Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) . SANKSI : Administrasi Berupa bunga sebesar 2% per bulan maksimal untuk 15 bulan. DASAR HUKUM : Pasal 85 ayat (2) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010. d. PELANGGARAN :Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang tidak atau kurang bayar setelah jatuh tempo. SANKSI : Administrasi Berupa bunga sebesar 2% per bulan. DASAR HUKUM : Pasal 85 ayat (3) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010. e. PELANGGARAN : Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan Hotel, restoran, hiburan, reklame, Parkir, Pemakaian air tanah tidak ada izin tertulis dari Walikota Depok . 27 SANKSI : Pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp.5.000.000. DASAR HUKUM : Pasal 106 ayat (1) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010. f. PELANGGARAN : Wajib Pajak tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar/ tidak lengkap karena kealpaan . SANKSI : Pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 2kali jumlah pajak terhutang. DASAR HUKUM : Pasal 106 ayat (2) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010. g. PELANGGARAN : Wajib Pajak tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar/ tidak lengkap karena sengaja . SANKSI : Pidana kurungan paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terhutang. DASAR HUKUM : Pasal 106 ayat (3) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010. h. PELANGGARAN : Orang pribadi dan badan yang telah memenuhi syarat tetapi Tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. SANKSI : Surat Teguran. DASAR HUKUM : Pasal 6 ayat (1) huruf a Peraturan Walikota Depok Nomor 43 Tahun 2015. i. PELANGGARAN : Tidak mengisi dan/atau mengembalikan formulir pendafatarn. SANKSI : Surat Teguran. DASAR HUKUM : Pasal 6 ayat (1) huruf b Peraturan Walikota Depok Nomor 43 Tahun 2015. j. PELANGGARAN : Orang pribadi dan badan memenuhi syarat tetapi Tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan Tidak mengisi dan/atau mengembalikan formulir pendafataran . SANKSI : Diperiksa dan pada tempat usahanya diberikan tanda belum menjadi wajib pajak . DASAR HUKUM : Pasal 6 ayat (2) Peraturan Walikota Depok Nomor 43 Tahun 2015. k. PELANGGARAN : Tidak menyampaikan Data SPTPD yang benar dan lengkap dalam jangka waktu 15 hari setelah berakhirnya masa pajak. SANKSI : Administrasi berupa : Surat teguran, Pemeriksaan dan Penetapan secara 28 Jabatan. DASAR HUKUM : Pasal 8 ayat (6), (7) dan (8) Peraturan Walikota Depok Nomor 43 Tahun 2015 l. PELANGGARAN : Kekurangan pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT. SANKSI : Administrasi Berupa bunga sebesar 2% per bulan. DASAR HUKUM : Pasal 10 ayat (2) Poin (e) Peraturan Walikota Depok Nomor 43 Tahun2015 joPasal 85 ayat (3) Peraturan Daerah No.7 Tahun 2010. m. PELANGGARAN : Utang pajak tidak dilunasi sampai dengan tanggal jatuh tempo. SANKSI : Administrasi berupa surat teguran. DASAR HUKUM : Pasal 19 ayat (3) Peraturan Walikota Depok Nomor 43 Tahun 2015. n. PELANGGARAN : Jika jumlah utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari sejak diterbitkan Surat Teguran. SANKSI : Administrasi berupa surat paksa DASAR HUKUM : Pasal 20 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Walikota Depok Nomor 43 Tahun 2015. o. PELANGGARAN : Wajib Pajak (WP) memindahtangankan barang yang dimiliki dalam rangka menghentikan atau mengecilkan usahanya atau terdapat tanda-tanda membubarkan usaha, menggabungkan usaha atau memindahtangankan perusahaan, penyitaan atas barang WP oleh pihak ketiga atau tanda-tanda pailit. SANKSI : Dilakukan Penagihan Seketika tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. DASAR HUKUM : Pasal 21 ayat (1) huruf a, b, c dan d Peraturan Walikota Depok Nomor 43 Tahun 2015. p. PELANGGARAN : Jika setelah lewat waktu 7 hari sejak surat paksa diberitahukan dan utang pajak tidak dilunasi SANKSI : Dilakukan penyitaan. DASAR HUKUM : Pasal 22 ayat (1) Peraturan Walikota Depok No. 43 Tahun 2015. 29 E. Penelitian Terdahulu Maxwel Taluka (2013) yang meneliti analisis kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah pada pendapatan asli daerah di kabupaten Halmahera barat, dalam penelitiannya disebutkan bahwa kontribusi pajak daerah dan retribusi daeah merupakan sumber pendapatan daerah yang paling besar dibandingkan dengan pendapatan daerah. Hal ini dibuktikan dengan kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah rata-rata sebesar 14,4% dan kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah rata-rata sebesar 34,2%. Dalam hasil penelitian ini retribusi daerah memberikan kontibusi lebih besar terhadap pendapatan asli daerah dari pada pajak daerah. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh oleh Mohammad Riduansyah (2003) menyatakan bahwa total kontribusi komponen pajak daerah terhadap penerimaan APBD dalam kurun waktu tahun Anggaran 1993/1994-2000 berkisar antara 7,07% - 8,79%, denganrata-rata kontribusi per tahunnya sebesar 7,81% dengan pertumbuhan per tahun 22,89%. Kontribusi pajak terbesar terhadap total penerimaan APBD diberikan oleh pajak hotel dan restoran serta pajak hiburan. Pajak hotel dan restoran pada periode ini memberikan rata-rata kontribusi sebesar 3,06% per tahunnya dan tumbuh rata-rata sebesar 32,64% per tahun. Sedangkan pajak hiburan, pada kurun waktu yang sama memberikan ratarata kontribusi sebesar 1,96% per tahun dan tumbu rata-rata sebesar 8,58% per tahunnya. Untuk kontribusi komponen retribusi daerah terhadap total penerimaan APBD dalam kurun waktu tahun anggaran 1993/1994-2000 berkisar antara 8,36%-23,05%, dengan rata-rata kontribusi per tahunnya sebesar 15,61 % dengan pertumbuhan per tahun 5,08%. Kontribusi retribusi terbesar terhadap total penerimaan APBD diberikan oleh retribusi pasar dan retribusi terminal. Retribusi pasar pada periode ini memberikan rata-rata kontribusi sebesar 3,25% per tahunnya dan tumbuh rata-rata sebesar 1,44% per tahun. Sedangkan retribusi terminal, pada kurun waktu yang sama memberikan rata-rata kontribusi sebesar 2,93% per tahun dan tumbuh rata-rata sebesar 5,02% per tahunnya. Stevanus J. Gomies dan Victor Pattiasina (2011) meneliti analisis kontribusi pajak daerah daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah di kabupaten Maluku Tenggara menyatakan bahwa bahwa angka pertumbuhan realisasi penerimaan pajak daerah berfluktuasi dengan kecenderungan menurun dikarenakan melemahnya angka 30 pertumbuhan realisasi ini disinyalir disebabkan olel faktor-faktor banyaknya sumbersumber pajak daerah yang belum digali, rendahnya tingkat pendapatan per kapita masyarakat dan kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumbersumber pajak daerah yang ada. Wilda Mafasa, Yuniadi Mayowan dan Tri Henri Sasetiadi (2016) yang meneliti tentang kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah dalam pendapatan asli daerah menyatakan bahwa Penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah mengalami perubahan yang fluktuatif pada setiap tahunnya pada kurun waktu tahun 2011-2014. Namun, kontribusi pajak daerah dan reribusi daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah melakukan perbaikan atau evaluasi terhadap pemungutan pajak daerah maupun retribusi daerah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hari Setiono (2018) menyatakan bahwa Pajak daerah rata-rata memberikan kontribusi selama empat tahun yaitu dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 sebesar 83,49%. Kontribusi tertinggi pajak daerah di Provinsi Jawa Timur sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah yaitu pada tahun 2015 sebesar 85,24%. Kontribusi terendah pajak daerah di Provinsi Jawa Timur sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah yaitu pada tahun 2016 sebesar 82,51%. Dari tahun 2013 sampai dengan 2015 Kontribusi pajak daerah mengalami kenaikan dengan tingkat kenaikan rata-rata 1,34% dan pada tahun 2016 Kontribusi pajak daerah turun sebesar 2,73% dari tahun sebelumnya. Retribusi daerah rata-rata memberikan kontribusi selama empat tahun yaitu dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 sebesar 0,98%. Kontribusi tertinggi retribusi daerah di Provinsi Jawa Timur sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah yaitu pada tahun 2013 sebesar 1,33%. Kontribusi terendah retribusi daerah di Provinsi Jawa Timur sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah yaitu pada tahun 2016 sebesar 0,73%. Dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 Kontribusi retribusi daerah sebagai salah satu sumber PAD terus mengalami penurunan dengan rata–rata tingkat sebesar 0,20%. F. Kerangka Pemikiran Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan sumber-sumber daya yang dimiliki suatu daerah untuk membiayai pengeluaran daerah tersebut. Menurut UU No. 33 Tahun2004 tentang Perimbangan Keuangan antara 31 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah PAD adalah pendapatan yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.Jika komponen-komponen dalam PAD mengalami kenaikan perolehan pungutan maka otomatis pungutan PAD juga naik, begitu pula sebaliknya. Sedangkan peningkatan dari PAD akan ikut meningkatkan pendapatan daerah. Efektivitas merupakan suatu komponen dalam keuangan yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan besar target yang telah ditentukan. Dalam M.Ramli Faud (2016: 140), rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pedapatan asli daerah yang ditargetkan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio efektivitas dapat dihitung dengan cara membandingkan antara target yang telah ditetapkan dengan realisasi yang diperoleh/ berhasil dipungut dalam setiap komponen dalam laporan keuangan dalam penelitian ini adalah komponen PAD. Semakin tinggi nilai efektivitas maka mencerminkan kemampuan daerah yang semakin tinggi. Klasifikasi kriteria efektivitas dijelaskan oleh Mahmudi (2016: 141)yaitu persentase efektivitas terendah sebesar 75% (jika kurang dari 75% berarti tidak efektif) dan tertinggi 100% (jika lebih dari 100% sangat efektif). Kontribusi adalah sumbangan yang diberikan suatu komponen terhadap total penerimaan, maka kontribusi komponen PAD adalah besar sumbangan komponenkomponen tersebut terhadap total penerimaan/ perolehan PAD. Arif Himmawan dalam penelitiannnya menyatakan bahwa (Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol.21, No. 2) kontribusi adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak dan retribusi darah terhadap PAD dan APBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah kotaDepok.Kriteria klasifikasi kontribusi telah diatur dalam Departemen Dalam Negeri, Keputusan Menteri Nomor 690.900.327 tahun 2006 tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan, dengan rentang kontribusi terendah 0%-10% (tingkat kontribusi Sangat Kurang) dan tertinggi >50% (dengan tingkat kontribusi Sangat Baik). 32 Sebagai alur pemikiran dalam penjelasan penelitian ini dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut : DPPKA (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset) Kota Depok Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Realisasi Target Kontribusi Efektifitas Pendapatan Asli Daerah G. Pengembangan Hipotesis Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen pendapatan asli daerah dan merupakan sumber pendapatan asli daerah yang potensial. Dengan hasil pemungutan pajak dan retribusi yang optimal, efektif dan efisien akan memperoleh pendapatan asli daerah yang optimal pula. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah Kontribusi pajak daerah merupakan tingkat sumbangan pajak daerah terhadap penerimaan asli daerah yang dapat diketahui dari membandingkan penerimaan pajak dengan keseluruhan pendapatan asli daerah dalam satu tahun anggaran.Dengan 33 memiliki tingkat kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah yang sangat besar akan sangat menguntungkan bagi Pemerintah daerah dalam mempercepat pembangunan daerahnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Nengah Dest Lasari (2016) yang menyatakan bahwa Kontribusi pajak daerah terhadap PAD di Kabupaten Karangasem tahun 2011-2015 mengalami fluktuasi/tidak tetap. Kontribusi setiap tahunnya jika dilihat dari perhitungan rupiah cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka hipotesis penelitian ini ada sebagai berikut : H1:Terdapat hubungan antara kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah 2. Terdapat hubungan antara kontribusi retribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah Kontribusi Retribusi daerah merupakan jumlah sumbangan paling besar terhadap pendapatan asli daerah, hal ini akan menyebabkan peningkatan pendapatan asli daerah cukup besar. Walaupun kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan asli daerah lebih kecil tetapi peran retribusi daerah terhadap jumlah pendapatan asli daerah sangat penting.Kontribusi retribusi daerah sendiri memiliki peran yang cukup besar dan penting dalam peningkatan pendapatan asli daerah, serta dalam mewujudkan kemandirian daerah dalam membiayai anggaran belanja daerah tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh H. Mat Juri (2012) menyatakan bahwa Kontribusi tiap jenis retribusi daerah terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam kurun waktu tahun anggaran 2006 sampai tahun 2010 sangat fluktuatif. Kontribusi retribusi daerah terbesar terhadap total penerimaan PAD diberikan oleh retribusi perijinan tertentu, kemudian disusul retribusi jasa umum, dan terakhir retribusi jasa usaha. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka hipotesis penelitian ini ada sebagai berikut : H2 : Terdapat hubungan antara kontribusi retribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus.Arikunto (2002:120) menyatakan bahwa “penelitian studi kasus merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi atau gejala tertentu”.Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Menurut Arikunto (2009:234) “Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan”. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan pengambilan dan pengolahan data dalam bentuk angka/bilangan. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis serta menyajikan data sehubungan dengan masalah yang akan diteliti sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas terhadap objek penelitian dan dapat mengambil kesimpulan. Penelitian studi kasus bertujuan untuk mengelola data yang ada di masa lalu yang akan dijadikan sebagai latar belakang dalam mengambil keputusan untuk masa mendatang. Hasil akhir dari penelitian studi kasus dengan topik yang sama mungkin berbeda berdasarkan pada setiap lokasi yang digunakan dalam penelitian. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini hanya berlaku untuk objek tertentu serta dalam waktu tertentu. B. Operasional Variabel Sugiyono (2013:58) berpendapat tentang pengertian variabel adalah : “Suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari atau ditarik kesimpulan”. Dalam penelitian ini, sesuai dengan judul penelitian yang diambil yaitu kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah pada kota depok tahun anggaran (2015-2018), maka pengelompokan variabel-variabel yang mancakup dalam judul tersebut dibagi menjadi dua variabel yaitu : 35 1. Variabel Independen : Pengertian variabel independen menurut Sugiyono (2013:39) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependen).Dalam hal ini variabel independennya adalah pajak daerah dan retribusi daerah. a. Pajak daerah Didalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah, Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Pemerintah Daerah oleh setiap orang maupun badan lebih bersifat memaksa karena berdasarkan Undang-Undang. Pajak dalam penelitian ini adalah penerimaan Pajak daerah dalam Laporan Realisasi anggaran tahun 2015-2018 Pada Kota depok. b. Retribusi daerah Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Daerah adalah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.Retribusi dalam penelitian ini adalah retribusi penerimaan daerah dalam Laporan Realisasi Anggaran tahun 2015-2018 pada Kota dan Kabupaten di kota depok. 2. Variabel Dependen Pengertian variabel dependen menurut Sugiyono (2013:39) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel independen.Dalam penelitian ini, pendapatan asli daerah sebagai variabel dependen. Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal/angka 18 bahwa pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah dalam penelitian ini adalah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dalam laporan realisasi anggaran tahun 2015-2018 pada Kota depok. 36 C. Sumber dan Cara Penentuan Data/Informasi 1. Jenis Data yang Digunakan Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari laporan APBD kota Depok periode 2015-2018. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian yaitu laporan Daftar Target dan Realisasi Pendapatan, Rincian Laporan Realisasi Anggaran Menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi Pendapatan dan Belanja Daerah, tahun 20152019. 2. Populasi dan Sampel Sugiyono (2010:115) mendefinisikan pengertian populasi adalah sebagai berikut : “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakterisik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah Laporan Daftar Target dan Realisasi Pendapatan, Rincian Laporan Realisasi Anggaran Menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi Pendapatan dan Belanja Daerah, tahun 20152018. Sugiyono (2013:116) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterisik yang dimiliki oleh populasi tersebut.Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sampel yang benar-benar dapat mewakili (representative) dan dapat menggambarkan populasi sebenarnya.Sampel penelitian adalah sebagian atau seluruh dari jumlah populasi yang diambil untuk diuji guna menemukan dan menyimpulkan penelitian.Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode sensus sampling(Sampel jenuh) yaitu semua populasi digunakan sebagai sampel (Nugroho, 2014). Sampel yang digunakan adalah seluruh populasi yang telah ditetapkan yaitu Laporan Daftar Target dan Realisasi 37 Pendapatan, Rincian Laporan Realisasi Anggaran Menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi Pendapatan dan Belanja Daerah, tahun 2015-2019. D. Metode Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder, pengumpulan data menggunakan metode runtun waktu (time series). Metode runtun waktu adalah melihat pengukuran dari waktu ke waktu tertentu, pengukuran dapat dilihat dari berbagai cara frekuensi, presentase, atau dengan cara melihat pusat kecenderungan dari suatu gejala atau kejadian (Riduansyah, 2003). Pengertian dari Mikha (2010) data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah dipublikasikan, dapat berupa catatan atau laporan keuangan pemerintah daerah serta data terkait dengan penelitian. Data yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah yaitu Laporan Daftar Target dan Realisasi Pendapatan, Rincian Laporan Realisasi Anggaran Menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi Pendapatan dan Belanja Daerah, tahun 2015-2018 serta laporan lain yang dianggap berkaitan dengan variabel yang diteliti dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dengan rentang waktu 2015-2018. E. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam menganalisis kontribusi dan efektivitas pajak dan retribusi daerah adalah sebagai berikut: 1. Analisis Efektifitas : Analisis efektifitas adalah hubungan antara realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap target penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang memungkinkan apakah besarnya pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan target yang ada. Besarnya efektifitas pajak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Efektifitas pajak daerah = 38 Efektifitas Retribusi daerah = Adapun kriteria yang digunakan dalam menilai efektifitas pajak daerah dan retribusi daerah adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 :Karakterisik Efektifitas Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Persentase Kriteria >100% Sangat Efektif >90-100% Efektif >80-90% Cukup Efektif >60-80% Kurang Efektif <60% Tidak Efektif 2. Analisis Kontribusi Analisis kontribusi yaitu suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap peningkatan pendapatan asli daerah di kota Depok, maka dibandingkan antara realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD. Halim dalam Fauziah dkk (2014) berpendapat bahwa kontribusi adalah sumbangan atau sesuatu kegiatan yang diberikan terhadap suatu kegiatan sehingga memberikan dampak yang bisa dirasakan. Mulyanto dalam Mikha (2010) mengatakan analisis kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah digunakan untuk mengetahui jumlah kontribusi yang berikan terhadap PAD. Rumus yang digunakan untuk mengetahui kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD kota depok adalah sebagai berikut : Kontribusi pajak daerah = 39 Kontribusi Retribusi daerah = Adapun kriteria yang digunakan dalam menilai kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 Kriteria kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah : Persentase Kriteria 0-10% Sangat Kurang 10-20% Kurang 20-30% Sedang 30-40% Cukup Baik 40-50% Baik >50% Sangat Baik 3. Analisis Regresi Linier Berganda Model analisis regresi linier berganda di gunakan untuk menguji mengenai seberapa besar kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah. Model analisis regresi berganda yang digunakan rumus regresi linear berganda sebagai berikut : Y = β0+ β1PD + β2RD + Keterangan : Y = Pendapatan asli daerah PD = Pajak Daerah RD = Retribusi Daerah β0 = Koefisien β1 = Koefisien Pajak daerah β3 = Koefisien retribusi daerah 40 Selanjutnya hasil regresi dengan model tersebut dilakukan uji statistik dengan uji asumsi data : a. Uji Asumsi Data 1) Uji Heterokedisitas Uji heteroskedastisitas adalah pengujian untuk menguji apakah dalam mode regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai probabilitas chi-square, jika nilai probabilitas chisquare lebih kecil dari tingkat signifikan maka telah terjadi heteroskedastisitas tetapi jika nilai probabilitas chi-square lebih besar dari tingkat signifikan maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 2) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang signifikan antara satu variabel independen dengan variabel independen yang lainnya.Model regresi yang layak digunakan adalah model regresi yang tidak menunjukan adanya korelasi di antara variabel independen. Apabila terjadi gejala multikolinearitas, maka salah satu variabel independen harus dikeluarkan dari model regresi tersebut. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan cara melihat nilai centered vif. Jika nilai centered vif lebih dari 10, maka telah terjadi multikolinearitas. Akan tetapi, jika nilai centered vif kurang dari 10, maka tidak terjadi multikolinearitas. 4. Teknik Pengujian Hipotesis Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara individu dan bersama-sama menjelaskan signifikansi terhadap variabel dependen. 41 a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2) Koefesien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefesien determinasi adalah antara nol dan satu nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas dan nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependennya (Kuncoro, 2003) b. Uji t Ghozali (2013: 98), menyatakan bahwa uji t atau uji regresi secara parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan dalam uji t ini adalah jika nilai signifikansi menunjukan angka < 0,10 maka dapat dikatakan bahwa variabel independen secara parsial memiliki pengaruh atas variabel dependen. Apabila nilai signifikansi menunjukan angka> 0,10 maka dapat dikatakan bahwa variabel independen secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian 1. Wilayah Administrasi Kota Depok secara geografis terletak pada koordinat 6o 19’ 00” – 6 o 28’ 00” Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Wilayah kota depok dari Utara ke Selatan merupakan daerah dataran rendah perbukitan bergelombang lemah dengan elevasi antara 50 – 140 meter di atas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kota Depok yang merupakan salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 Ha. Wilayah Kota Depok berbatasan dengan 3 (tiga) Kabupaten dan 1 (satu) Propinsi. Secara lengkap wilayah Kota Depok mempunyai batas-batas sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tanggerang dan wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh kota Jakarta dan kota bogor. Hal ini menyebabkan kota Depok semakin bertumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatkan perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Wilayah administrasi Kota Depok dapat dilihat di Tabel 4.1. 43 Tabel 4.1 Luas Wilayah Administrasi Kota Depok No Kecamatan Luas Wilayah Persentase (Km2) 1 Sawangan 26,19 13,08 2 Bojongsari 19,30 9,64 3 Pancoran Mas 18,03 9,00 4 Cipayung 11,45 5,72 5 Sukmajaya 17,35 8,66 6 Cilodong 16,19 8,08 7 Cimanggis 21,58 10,77 8 Tapos 33,26 16,61 9 Beji 14,56 7,27 10 Limo 11,84 5,91 11 Cinere 10,55 5,27 Kota Depok 200,29 100,00 Sumber : Naskah Akademis RT RW 2012-2032 di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Depok Tahun 2016-2021 Hal 11-12. 2. Sejarah Singkat Kota Depok Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada tahun 1976 perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan Jasa yang semakin pesat sehingga diperlukan kecepatan pelayanan. Pada tahun 1981 Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang peresmiannya pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri dalam Negeri (H. Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas)Desa. 44 Selama kurun waktu 17 tahun Kota Administratif Depok berkembang pesat baik dibidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan. Khususnya bidang Pemerintahan semua Desa berganti menjadi Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan , sehinggapada akhirnya Depok terdiri dari 3 (Kecamatan) dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu : a. Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru. b. Kecamatan Beji terdiri dari (enam) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurah Pondok Cina, Kelurahan Kemirimuka, Kelurahan Kukusan, Kelurahan TanahBaru. c. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan, yaitu : Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Suka Maju,. Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Abadi Jaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Kali Jaya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jati Mulya, Kelurahan Tirta Jaya. Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok diangkat menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum. Disisi lain Pemerintah Kabupaten Bogor bersama – sama Pemerintah Propinsi Jawa Barat memperhatikan perkembangan tesebut, dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan Undang – undang nomor 15 tahun 1999 Wilayah Kota Depok meliputi wilayah Administratif Kota Depok, terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan sebagaimana tersebut diatas ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yaitu : a. Kecamatan Cimanggis, yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa , yaitu : Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Hajarmukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Cijajar, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung. 45 b. Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa, yaitu : Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojong Sari, Desa Bojong Sari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan Desa Bedahan, Desa PasirPutih. c. Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa, yaitu : Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, DesaGrogol. d. Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojong Gede, yaitu : Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa PondokJaya. Kota Depok selain merupakan Pusat Pemerintahan yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman, Kota Pendidikan, Pusat pelayanan perdagangan dan jasa, Kota pariwisata dan sebagai kota resapan air. B. Analisis Data dan pembahasan 1. Deskripsi DataAnalisis Efektifitas Pajak Daerah Perhitungan tingkat efektivitas ini digunakan untuk mengukurhubungan antara realisasi penerimaan pajak daerah dengan target pajakdaerah. Koefisien efektivitas merupakan hasil rasio antara penerimaanpajak daerah yang telah ditentukan. Jika ratio ini lebih atau sama dengansatu maka pemungutan pajak daerah di Kota Depokrelative sudah efektif. Sebaliknya jika rasio ini kurang dari satu maka pemungutanpajak daerah belum efektif. Melalui analisis efektivitas dapat diketahui seberapa besar seberapa besar realisasi penerimaan pajak daerah berhasil mencapai target yang seharusnya dicapai pada suatu periode tertentu, disamping itu analisis efektivitas dapat digunakan sebagai pedoman bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam menentukan besarnya target penerimaan pajak daerah yang harus dicapai pada periode yang akan datang. Penargetan realisasi pajak daerah dimaksudkan untuk mendorong kinerja pajak 46 daerah, dalam upaya pemerintah daerah mencapai penerimaan daerah yang tinggi.Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan nilai efektivitas pemungutan pajak daerah di Kota Depok tahun anggaran 2015-2018 yang disajikan pada table 4.2 sebagai berikut : Tabel 4.2 Tahun Realisasi Target Efektifitas Kriteria 2015 Rp. 618.870.326.330 Rp. 533.790.782.383 116% Sangat Efektif 2016 Rp. 683.925.218.835 Rp. 620.669.440.107 110% Sangat Efeftif 2017 Rp. 841.743.994.169 Rp. 694.473.511.888 121% Sangat Efektif 2018 Rp. 839.491.835.275 Rp. 778.021.006.200 108% Sangat Efektif Sumber : DJPK Tingkat I Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa efektifitas atas target dan realisasi anggaran daerah dari tahun 2015-2018 mengalami fluktuasi untuk tingkat perubahannya dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 penerimaan yang diperoleh 110% mengalami penurunan sebesar 6% dari tahun sebelumnya yaitu 116%, dan pada tahun 2017 mengalami kenaikan sebesar 121% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar 5%, dan terakhir pada tahum 2018 terjadi penurunan lagi sebesar 108% dari tahun sebelumnya 121% atau sebesar 13%. Walaupun secara persentase pasang surutnya efektivitas atas target dan realisasi pendapatan mengalami fluktuasi tingkat efektivitas selama periode 2015-2018 masih selalu naik poositif dari tahun ke tahun (diatas 100%). 2. Deskripsi DataAnalisis Efektifitas Retribusi Daerah Efektivitas retribusi daerah merupakan perbandingan antara realisasi dan target penerimaan retribusi daerah, sehingga dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan dalam melakukan pungutan (Puspitasari, 2014). Untuk menganalisis kinerja administrasi Retribusi Daerah, perlu dihitung efektivitas pemungutan efektivitas Retribusi Daerah, dimana secara umum efektivitas memperlihatkan seberapa besar pendapatan retribusi dibandingkan dengan potensi Retribusi Daerah sebenarnya. Target retribusi yaitu suatu jumlah yang telah ditentukan dan harus dicapai selama 47 setahun anggaran dan potensi penerimaan retribusi yaitu usaha untuk menaikan retribusi untuk mencapai target (Rosa, 2012). Untuk menganalisis kinerja administrasi Retribusi Daerah, perlu dihitung efektivitas pemungutan efektivitas Retribusi Daerah, dimana secara umum efektivitas memperlihatkan seberapa besar pendapatan retribusi dibandingkan dengan potensi Retribusi Daerah sebenarnya. Target retribusi yaitu suatu jumlah yang telah ditentukan dan harus dicapai selama setahun anggaran dan potensi penerimaan retribusi yaitu usaha untuk menaikan retribusi untuk mencapai target (Rosa, 2012). Efektivitas retribusi daerah merupakan perbandingan antara realisasi dan target penerimaan retribusi daerah, sehingga dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan dalam melakukan pungutan (Puspitasari, 2014). Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan nilai efektivitas pemungutan retribusi daerah di Kota Depok tahun anggaran 2015-2018 yang disajikan pada table 4.3 sebagai berikut : Tabel 4.3 Tahun Realisasi Target Efektivitas Kriteria 2015 Rp. 47,049,097,296 Rp. 37,283,425,307 126% Sangat efektif 2016 Rp. 65,360,504,006 Rp. 36,210,757,272 181% Sangat efektif 2017 Rp. 63,594,629,696 Rp. 50,063,703,472 127% Sangat efektif 2018 Rp. 36,388,197,243 Rp. 63,571,179,129 57% Tidak efektif Sumber : DPJK Tingkat I Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa efektifitas atas target dan realisasi retribusi daerah dari tahun 2015-2018 mengalami fluktuasi untuk tingkat perubahannya dari tahun ke tahun. Tahun 2016 terjadi peningkatan penerimaan 181% dari tahun sebelumnya tahun 2015 sebesar 126% atau naik sebesar 55%, pada tahun 2017 terjadi penurunan penerimaan sebesar 127% dari tahun sebelumnya yaitu turun sebesar 54%, dan tahun 2018 terjadi penurunan sebesar 57% atau sebesar 70% dari tahun sebelumnya sehingga pada tahun 2018 merupakan tahun dimana terjadi penurunan yang signfikan selama periode anggaran 2015-2018. Walaupun secara persentase pasang surutnya efektivitas atas target dan realisasi pendapatan mengalami fluktuasi tingkat efektivitas selama periode 2015-2018 masih selalu naik positif dari tahun ke tahun, hanya saja pada tahun 2018 penerimaan retribusi daerah 48 mengalami penurunan yang sangat signifikan sehingga menjadi tidak efektif dari tahun yang sebelumnya sangat efektif. 3. Deskripsi DataKontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah mempunyai peranan dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah.Hal ini disebabkan pajak daerah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah.Pajak berperan penting dalam penerimaan daerah karena pajak memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah. Analisis kontribusi digunakan untuk mengetahui seberapa besar peranan seluruh penerimaan daerah Pajak Daerah dalam meningkatkan PAD, sehinggadengan adanya data tersebut dapat memberikangambaran yang jelas mengenai tindakan ataukebijakan yang harus dilakukan pemerintahdaerah dalam usaha meingkatkan peran seluruhpenerimaan daerah tersebut.Analisis data kontribusi Pajak Daerahditerapkan dengan tujuan menjawab rumusanmasalah serta untuk mengetahui besarankontribusi Pajak Daerah terhadap PADkota Depok. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan nilai kontribusi pemungutan pajak daerahdi Kota Depok tahun anggaran 2015-2018 yang disajikan pada table 4.4 sebagai berikut : Tabel 4.4 Tahun Realisasi Total PAD Kontribusi Kriteria 2015 Rp. 618.870.326.330 Rp. 818,204,601,265 76% Sangat baik 2016 Rp. 683.925.218.835 Rp. 922,297,784,280 74% Sangat baik 2017 Rp. 841.743.994.169 Rp. 1,210,748,605,561 70% Sangat baik 2018 Rp. 839.491.835.275 Rp. 1,059,700,280,694 79% Sangat baik Sumber : DJPK Tingkat I Dari tabel diatas dapat dilihat Realisasi pemungutan Pajak Daerah tahun 2015 oleh pemerintah daerah kota Depok dengan jumlah Rp. 618.870.326.330 berkontribusi sebesar 76% terhadap PAD, periode ini kriteria sangat baik; tahun 2016 Rp. 683.925.218.835 jumlah realisasi berkontribusi sebesar 74% dari total pendapatan asli daerahRp. 922,297,784,280, mengalami penurunan sebesar 2%, 49 namun tetap masuk dalam kriteria sangat baik; tahun 2017, total perolehan Pajak Daerah menyumbang porsi sebesar Rp. 841.743.994.169 berkontribusi sebesar 70%, mengalami penurunan sebesar 4% dari tahun sebelumnya, namun tetap berada dalam kriteria sangat baik. Tahun 2018 penerimaan pajak daerah mengalami kenaikan besaran jumlah Pajak Daerah yang terpungut yaitu sebesar Rp. 839.491.835.275 berkontribusi sebesar 79%dari total pendapatan yang diterima sebesarRp.1,059,700,280,694, naik sebesar 9% dari tahun sebelumnya, periode tahun 2018 masuk kriteria sangat baik. 4. Deskripsi DataKontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kontribusi dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh retribusi terhadap penerimaan PAD (Supriadi dkk, 2015). Analisis kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah digunakan untuk mengetahui jumlah kontribusi yang berikan terhadap PAD, Mikha sendiri mengatakan kontribusi Retribusi Daerah merupakan rasio antara realisasi penerimaan dari Retribusi Daerah dalam t tahun dengan realisasi penerimaan PAD pada tahun yang sama, analisis kontribusi Retribusi Daerah digunakan untuk mengetahui seberapa besar peranan penerimaan Retribusi Daerah dalam meningkatkan PAD. Selain menerapkan beragam jenis pajak daerah, Pemerintah Kota Depok juga menerapkan pungutan dalam bentuk retribusi daerah.Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Depok untuk kepentingan pribadi atau badan. Tabel 4.5 Tahun Realisasi 2015 Total PAD Kontribusi Kriteria Rp. 47,049,097,296 Rp. 818,204,601,265 6% Sangat kurang 2016 Rp. 65,360,504,006 Rp. 922,297,784,280 7% Sangat kurang 2017 Rp. 63,594,629,696 Rp. 1,210,748,605,561 5% Sangat kurang 2018 Rp. 36,388,197,243 Rp. 1,059,700,280,694 3% Sangat kurang 50 Sumber : DJPK Tingkat I Perolehan Retribusi Daerah tahun 2009 oleh pemerintah daerah Kabupaten Bantul dengan jumlah 58.205.951.445 berkontribusi sebesar 65,62% terhadap PAD, sangat baik; tahun 2010, jumlah realisasi 15.978.422.097 berkontribusi sebesar 19,57% dari 81.646.839.293, mengalami penurunan drastic sebesar 46,05%, merupakan penurunan terbesar dari tahun 2009-2014, dengan kriteria kontribusi kurang; tahun 2011, total perolehan Retribusi Daerah menyumbang porsi sebesar 17.798.603.458 atau 13,80% dari angka total PAD 128.896.456.173, turun 5,77% dari tahun sebelumnya, kriteria kurang; 2012 juga mengalami penurunan, besaran jumlah Retribusi Daerah yang terpungut yaitu 20.595.098.751 atau 12,36% dari 166.597.778.028, turun lagi sebesar 1,44%, masih dengan kriteria kurang. tahun 2013, angka realisasi Retribusi Daerah 27.116.286.436 menyumbang 12,09% dari 224.197.857.443 total PAD, kembali turun sebesar 0,27%, kontribusi dengan kriteria kurang; tahun 2014 mengalami penurunan dalam angka jumlah total perolehan Retribusi Daerah dengan kontribusi sebesar 26.004.713.221 dari total angka jumlah total PAD 357.271.829.724, dengan Persentase angka 7,27% atau turun sebesar 4,97%, penurunan kontribusi periode ini masuk kriteria sangat kurang. Secara keseluruhan, dalam rentang waktu 2009-2014, perolehan Retribusi Daerah oleh pemerintah Kabupaten Bantul mengalami penurunan dengan sifat penurunan pendapatan dari tahun 2009 sebesar 65,62% ke tahun 2010 dan terus turun hingga ke 7,27% pada tahun 2014 yang merupakan kontribusi terendah dalam kurun waktu tersebut. 51 5. Analisis Regresi Berganda Gambar 4.1 Sumber :Hasil olahan data eviews 9.0 Dari hasil analisa regresi linier berganda diatas dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Pendapatan asli daerah : -0,907923 + 1,766458 PD + 0,068069 RD Dari persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa : a. Nilai konstanta yang dihasilkan sebesar -0,907932menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka rata-rata tingkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) turun sebesar 0,90% b. Koefesien regresi Pajak daerah (X1) yang dihasilkan sebesar 1,766458 yang artinya bahwa setiap terjadi kenaikan pajak daerah sebesar 100% maka akan diikuti dengan kenaikan Pendapatan Asli Daerah1,76% c. Koefesien regresi retribusi daerah (X2) yang dihasilkan sebesar 0,068069 menyatakan bahwa setiap terjadi kenaik retribusi daerah sebesar 100%, maka akan diikuti dengan kenaikan pendapatan asli daerah sebesar0,06%. 52 6. Uji Asumsi Klasik a. Uji Heteroskedstisitas Uji heteroskedastisitas adalah pengujian yang digunkana untuk menguji apakah dalam mode regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai probabilitas chi-square, jika nilai probabilitas chi-square lebih kecil dari tingkat signifikan maka telah terjadi heteroskedastisitas tetapi jika nilai probabilitas chisquare lebih besar dari tingkat signifikan maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 4.2 Sumber : Hasil Olahan Data Eviews 9.0 Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa nilai probabilitias chi-square lebih dari tingkat signifikan 0,05 (0,5608> 0,05), yang artinya data yang digunakan pada penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas. 53 b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi yang signifikan antara satu variabel independen dengan variabel independen yang lainnya.Model regresi yang layak digunakan adalah model regresi yang tidak menunjukan adanya korelasi di antara variabel independen. Apabila terjadi gejala multikolinearitas, maka salah satu variabel independen harus dikeluarkan dari model regresi tersebut. Gambar 4.3 Sumber : Hasil Olahan Data Eviews 9.0 Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan cara melihat nilai centered vif. Jika nilai centered vif lebih dari 10, maka telah terjadi multikolinearitas. Akan tetapi, jika nilai centered vif kurang dari 10, maka tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan gambar diatas, setiap variabel independen memiliki nilai centered vif masing-masing. Setelah itu, darai masing-masing variabel independen memiliki nilai centered vif kurang dari 10. Artinya, pada data yang digunakan tidak terjadi multikolinearitas. 54 7. Pengujian Hipotesis a. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi ini menunjukkan seberapa besar variabel bebas dalam penelitian menjelaskan variabel terikat. Dalam penelitian ini variable bebas dalam penelitian ini antara lain: pajak daerah dan retribusi daerah dan variabel terikatnya adalah pendapatan asli daerah. Gambar 4.4 Sumber : Hasil Olahan Data Eview 9.0 Berdasarkan hasil pengolahan data regresi nilai adjusted R-squared yang diperolehsebesar 0.998321. Hal ini menunjukan bahwa 99% pendapatan asli daerah dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh variabel pajak daerah dan retribusi daerah. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini. b. Uji t Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh secara parsial (secara individu) terhadap variabel terikat dan seberapa besar pengaruhnya secara parsial. Kriteria pengujian lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menguji signifikan tidaknya koefisien regresi, yaitu dengan melihat nilai probabilitas. Jika 55 nilai probabilitas yang didperoleh lebih kecil dari tingkat signifikan 5% maka Ha ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa variabel bebas secara statistic mempunnyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat, demikian juga sebaliknya. Hasil uji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Gambar 4.5 Sumber : Hasil Olahan Data Eviews 9.0 Dari hasil tabel diatas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : a) Dari hasil estimasi yang diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.0300 < 0.05. hal ini berarti bahwa terdapat kontribusi yang signifikan antara pajak daerah terhadap pendapatan daerah yang artinya peningkatan pajak daerah akan meningkatkan pendapatanasli daerah. b) Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel diatas nilai probabilitas retribusi daerah sebesar 0.0899 > 0.05 yang artinya tidak terdapat kontribusi yang signifikan antara retrbusi daerah terhadap pendapatan asli daerah sehingga retribusi daerah tidak dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. 8. Pembahasan a. Tingkat Efektifitas Penerimaan Pajak Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah Di Kota Depok Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan tingkat efektifitas Dari data yang terdapat pada tabel 4.2, tingkat efektifitas pajak daerah terlihat fluktuatif atas pajak daerah yang diperoleh terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari tahun ke tahun. Tahun 2015 pajak daerah yang terealisasi sebesar Rp. 618.870.326.330 dari yang ditargetkan sebesar Rp. 533.790.782.383 dengan tingkat efektifitas sebesar 116% yang artinya tingkat efektifitas pajak daerah pada 56 tahun 2015 sangat efektif. Pada tahun 2016 pajak daerah yang terealisasi sebesar Rp. 683.925.218.835 dari target sebesar Rp. 620.669.440.107 dengan tingkat efektifitas sebesar 110% dan terjadi penurunan sebesar 6% dari tahun sebelumnya. Tahun 2017 pajak yang terealisasi sebesar Rp. 841.743.994.169 dari target Rp. 694.473.511.888 dengan tingkat efektifitas sebesar 121% dan terjadi peningkatan sebesar 11% dari tahun 2016. Tahun 2018 pajak daerah yang terealisasikan sebesar Rp. 839.491.835.275 dari yang ditargetkan sebesar Rp. 778.021.006.200 dengan tingkat efektifitas sebesar 108% dan terjadi penurunan sebesar 13% dari tahun sebelumnya. Meskipun penerimaan pajak daerah cenderung fluktuatif namun tingkat efektifitas yang diperoleh masih berada pada kriteria sangat efektif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ryfal Yoduke dan Sri Ayem (2015), menyatakan bahwa tingkat perolehan Pajak Daerah pada Kabupaten Bantul tahun 2009,2011,2012,2013, dan 2014 sangat efektif meskipun cenderung fluktuatif (naik dan turun). b. Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kota Depok Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan tingkat efektifitas dari data yang terdapat pada tabel 4.4, efektifitas retribusi daerah terlihat flktuatif atas retibusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 retribusi daerah yang terealisasi sebesar Rp. 47,049,097,296 dari target sebesar Rp. 37,283,425,307 dengan tingkat efektivitas sebesar 126% yang mana pada tahun 2015 retribusi daerah sangat efektif, pada tahun 2016 retribusi yang terealisasi sebesar Rp. 65,360,504,006 dari target Rp. 36,210,757,272 dengan tingkat efektifitas sebesar 181% dan terjadi kenaikan sebesar 55% dari tahun sebelumnya. Tahun 2017 retribusi yang terealisasi sebesar Rp. 63,594,629,696 dari target Rp. 50,063,703,472 dengan tingkat efektifitas sebesar 127% dan terjadi penurunan sebesar 54% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2018 retirbusi yang terealisasi sebesar Rp. 36,388,197,243 dari target Rp. 63,571,179,129 dengan tingkat efektifitas 57% dan terjadi penurunan sebesar 70% 57 dari tahun sebelumnya sehingga penyebabkan penerimaan retribusi daerah sangat tidak efektif dibanding periode-periode sebelumnya dimana walaupun terjadi penurunan namun tingkat efektifitas yang diperoleh masih berada pada kriteria sangat efektif. Hasil penelitian ini sejelan dengan penelitian yang dilakukan di Kota semarang oleh Arief Himmawan DN dan Djoko Wahjudi (2014) yang mengatakan bahwa ratarata perolahan retribusi daerah kota Semarang selama 3 tahun terakhir sebesar 99.45%, sehingga bisa dikatakan retribusi daerah kota semarang sudah efektif. c. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Hasil penelitian ini menemukan bahwa pajak daerah memiliki kontribusi signifikan positif terhadap pendaoata asli daerah. Hal ini dibuktikan oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan tingkat signifikan pajak daerah 0,0300 yang lebih kecil dari 0,05 artinya pajak daerah berkontribusi positif terhadap pendapatan asli daerah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pajak daerah yang diterima oleh pemerintah daerah, maka hal tersebut akan berpengaruh pada meningkatnya pendapatan asli daerah. Hal ini disebabkan karena selama periode 2015-2018 pajak daerah mempunyai peran yang sangat penting dalam pendapatan asli daerah dan belanja daerah, sehingga sebagian besar pendapatan yang diperoleh berasal dari pajak daerah yang merupakan pendapatan asli daerah itu sendiri. Dan apabila semakin tinggi pajak daerah yang diperoleh makn akan meningkatkan pendapatan asli daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Nengah Dest Lasari (2016) yang menyatakan bahwa pajak daerah berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Karangasem tahun 2011-2015.Dan juga penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Riduansyah (2003) yang berpendapat bahwa pajak daerah berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah Kota Bogor. d. Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah 58 Hasil penelitian ini menemukan bahwa retribusi daerah tidak berkontribusiterhadap belanja daerah. Hal ini dibuktikan oleh hasil pengujian statistik yang menujukkan tingkat retribusi daerah 0.0899 yang lebih besar dari tingkat signifikan 0,05 artinya bahwa retribusi daerah tidak berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah. Hal ini disebabkan karena penerimaan retribusi daerah selama periode 2015-2018 sangat fluktuatif namun cenderung menurun dibandingkan peningkatan dan selama periode 2015-2018 penerimaan retribusi daerah sangat sangat kurang berdasarkan kriteria kontribusi.Sehingga pada pengujian hipotesis (uji t) retribusi daerah tidak berkontribusi terhadap pendapan asli daerah. Hal lain yang menyebabkan karena pemungutan retribusi daerah yang sangat rendah karenaa konsisten para perangkat hukum administrasi Pemerintah Kota depok dalam memberikan sanksi terhadap subjek hukum yang melalaikan kewajiban wajib pajak dan retribusi dalam membayar retribusi daerah serta masih lemahnya pengawasan termasuk intrumennya, sehingga menimbulkan tidak optimalnya pencapaian realisasi sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Rertribusi daerah seharusnya memiliki peran dalam meningkatkan pendapatan asli daerah kota Depok namun pada kenyaatannya realisasi yang diperoleh hanya sebagian kecil dari pendapatan asli daerah. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hari Setiono (2018) yang menyatakan bahwa retribusi daerah tidak memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli daerah di provinsi Jawa Timur dikarenakan realisasi yang diperoleh terus mengalami penurunan selama periode 2013-2016. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selama periode anggaran 2015-2018 retribusi daerah tidak memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli daerah dikarenakan realisasi retribusi daerah yang sangat rendah dan hanya sebagian kecil dari pendapatan asli daerah yang diperoleh. 59 BAB V Penutup A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji kontribusipajak daerah dan retibusi daerah terhadap pendapatan asli daerah.Penelitian ini menggunakan Kota Depok pada periode 2015-2018 sebagai objek penelitian.Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah uji analisis linier berganda, uji asumsi klasik (yang terdiri uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas), dan uji hipotesis (yang terdiri dari uji koefisien determinasi, dan uji t).Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan aplikasi software statistik yaitu Eviews 9. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat efektifitas pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah sepanjang periode anggaran 2015-2018 sangat efektif, meskipun penerimaan yang diperoleh cenderung fluktuatif dan penurunan yang terjadi tidak signifikan namun realisasi yang diperoleh masih berada dalam kriteria sangat efektif. 2. Tingkat efektifitas retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah yang diperoleh pada periode tahun 2015-2018 berfluktuatif namun cenderung menurun, pada tahun 2017 dan 2018 terjadi penurunan secara berturut-turut dan penurunan yang terjadi cukup signifikan sehingga pada tahun 2018 tingkat efektifitas retribusi daerah tidak efektif, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang mana tahun 2017 terjadi penurunan namun tingkat efektifitas masih berada dalam kriteria sanga efektif. 3. Pajak daerah memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli daerah hal ini berdasarkan pengujian uji t yang dilakukan yang mana hasil diperoleh 0.0300 < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa pajak daerah sangat berperan penting dalam pendapatan asli daerah, karena sebagian besar pendapatan asli daerah yang diperoleh berdasarkan dari pajak daerah. 60 4. Retribusi daerah tidak memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli daerah hal ini berdasarkan hasil signifikansi yang diperoleh 0.0899 lebih besar dari 0.05. Hal ini disebabkan karena realisasi yang diperoleh selama periode 2015-2018 terus mengalami penurunan dan hanya sebagian kecil dari pendapatan asli daerah yang diperoleh. Semakin kecil realisasi retribusi daerah yang diperoleh maka semakin kecil juga kontribusi retribusi daerah dalam pendapatan asli daerah bahkan berpotensi tidak berkontribusi. B. Keterbatasan dan Saran Terdapat beberapa keterbatasan dalam peneltian ini, antara lain meliputi : 1. Periode yang digunakan dalam penelitian dibatasi dengan kurun waktu 4 tahun yaitu 2015 sampai 2015 2. Penelitian ini hanya menggunakan variable 2 variabel yaitu pajak daerah dan retribusi daerah 3. Objek penelitian dalam penelitian dalam penelitian ini hanya 1 yaitu Kota Depok Berdasarkan keterbatasan penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya antara lain : 1. Bagi peneliti selanjutnya, Penelitian ini membahas secara umum gambaran tentang efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Kontribusi Pajak Daerah dan Kontribusi Retribusi Daerah terhadap pendapatan asli daerah. Adanya keterbatasan dalam penelitian ini, maka diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian secara mendalam dan berfokus pada upaya dan hasil serta belanja pemerintah daerah dalam usaha Daerah untuk dapat digeneralisasikan pada wilayah lain yang lebih luas. 2. Bagi pemerintah daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem hendaknya meningkatkan pengawasan pemungutan pajak. Oleh karena itu upaya peningkatan kinerja, penegakan disiplin aparatur dan ketaatan wajib pajak perlu ditingkatkansehingga output yang dihasilkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal serta mempertahankan dan meningkatkan pengawasan dalam pemungutan retribusi daerah yang sudah mengalami pertumbuhan yang positif. 61 Para pengusaha dan masyarakat hendaknya turut berperan serta dalam memenuhi kewajiban yang salah satunya membayar pajak, yang nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan daerah. Dengan demikian maka suatu daerah dapat melaksanakan otonomi daerah yaitu dengan mengurus dan memenuhi sendiri kebutuhan daerahnya.