bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Kondisi Jawa Timur
1.1.1 Geografis
Provinsi Jawa Timur terletak pada 111˚0‟ hingga 114˚4‟ Bujur Timur,
dan 7˚12‟ hingga 8˚48‟ Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur
mencapai 46.428 km², terbagi ke dalam empat badan koordinasi wilayah
(Bakorwil), 29 kabupaten, sembilan kota, dan 658 kecamatan dengan 8.457
desa/kelurahan (2.400 kelurahan dan 6.097 desa).
Secara umum wilayah Jawa Timur terbagi dalam dua bagian besar,
yaitu Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah
Provinsi Jawa Timur, dan wilayah Kepulauan Madura yang sekitar 10% dari
luas wilayah Jawa Timur. Di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur berbatasan
dengan Laut Jawa. Di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali. Di sebelah
selatan berbatasan dengan perairan terbuka, Samudera Indonesia, sedangkan
di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.
Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar
bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer, sedangkan di
bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer. Madura adalah pulau
terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura.
Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah
timur Madura terdapat gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan
Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan
terdapat dua pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.
Secara fisiografis, wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dikelompokkan
dalam tiga zona: zona selatan-barat (plato), merupakan pegunungan yang
memiliki potensi tambang cukup besar; zona tengah (gunung berapi),
merupakan daerah relatif subur terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi
(dari Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso); dan zona utara dan Madura
(lipatan), merupakan daerah relatif kurang subur (pantai, dataran rendah dan
pegunungan). Di bagian utara (dari Bojonegoro, Tuban, Gresik, hingga Pulau
Madura) ini terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng yang
relatif tandus.
Pada bagian tengah wilayah Jawa Timur terbentang rangkaian
pegunungan berapi: Di perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat Gunung
Lawu (3.265 meter). Di sebelah selatan Nganjuk terdapat Gunung Wilis (2.169
meter) dan Gunung Liman (2.563 meter). Pada koridor tengah terdapat
kelompok Anjasmoro dengan puncak-puncaknya Gunung Arjuno (3.239 meter),
Gunung Welirang (3.156 meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter), Gunung
Wayang (2.198 meter), Gunung Kawi (2.681 meter), dan Gunung Kelud (1.731
meter). Pegunungan tersebut terletak di sebagian Kabupaten Kediri, Kabupaten
1
Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, dan
Kabupaten Jombang.
Kelompok Tengger memiliki puncak Gunung Bromo (2.192 meter) dan
Gunung Semeru (3.676 meter). Semeru, dengan puncaknya yang disebut
Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Di bagian timur terdapat
dua kelompok pegunungan: Pegunungan Iyang dengan puncaknya Gunung
Argopuro (3.088 meter), dan Pegunungan Ijen dengan puncaknya Gunung
Raung (3.332 meter). Pada bagian selatan terdapat rangkaian perbukitan,
yakni dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar,
hingga Malang. Pegunungan Kapur Selatan merupakan kelanjutan dari
rangkaian Pegunungan Sewu di Yogyakarta.
1.1.2 Topografi
Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga wilayah dataran,
yakni dataran tinggi, sedang, dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah
dengan ketinggian rata-rata di atas 100 meter dari permukaan laut (Magetan,
Trenggalek, Blitar, Malang, Batu, Bondowoso). Dataran sedang mempunyai
ketinggian 45-100 meter di atas permukaan laut (Ponorogo, Tulungagung,
Kediri, Lumajang, Jember, Nganjuk, Madiun, Ngawi). Kabupaten/kota (20)
sisanya berada di daerah dataran rendah, yakni dengan ketinggian di bawah 45
meter dari permukaan laut.
Surabaya sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur merupakan kota yang
letaknya paling rendah, yaitu sekitar 2 meter di atas permukaan laut.
Sedangkan kota yang letaknya paling tinggi dari permukaan laut adalah
Malang, dengan ketinggian 445 meter di atas permukaan laut.
1.1.3 Struktur Geologi
Struktur Geologi Jawa Timur di dominasi oleh Alluvium dan bentukan
hasil gunung api kwarter muda, keduanya meliputi 44,5 % dari luas wilayah
darat, sedangkan bantuan yang relatif juga agak luas persebarannya adalah
miosen sekitar 12,33 % dan hasil gunung api kwarter tua sekitar 9,78 % dari
luas total wilayah daratan. Sementara itu batuan lain hanya mempunyai
proporsi antara 0 - 7% saja.
Batuan sedimen Alluvium tersebar disepanjang sungai Brantas dan
Bengawan Solo yang merupakan daerah subur. Batuan hasil gunung api kwater
muda tersebar dibagian tengah wilayah Jawa Timur membujur kearah timur
yang merupakan daerah relatif subur. Batuan Miosen tersebar disebelah
selatan dan utara Jawa Timur membujur kearah Timur yang merupakan daerah
kurang subur Bagi kepulauan Madura batuan ini sangat dominan dan utamanya
merupakan batuan gamping.
Dari beragamnya jenis batuan yang ada, memberikan banyak
kemungkinan mengenai ketersediaan bahan tambang di Jawa Timur. Atas
dasar struktur, sifat dan persebaran jenis tanah diidentifikasi karakteristik
wilayah Jawa Timur menurut kesuburan tanah :
a.
Jawa Timur bagian Tengah, Merupakan daerah subur, mulai dari daerah
kabupaten Banyuwangi. Wilayah ini dilalui sungai - sungai Madiun,
Brantas, Konto, Sampean.
b.
Jawa Timur bagian Utara, Merupakan daerah Relatif tandus dan
merupakan daerah yang persebarannya mengikuti alur pegunungan kapur
utara mulai dari daerah Bojonegoro , Tuban kearah Timur sampai dengan
pulau Madura.
1.1.4 Klimatologi
Jawa Timur memiliki iklim tropis basah. Dibandingkan wilayah Pulau
Jawa bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki curah hujan lebih
sedikit. Curah hujan rata-rata 1.900 mm per tahun, dengan musim hujan
selama 100 hari. Suhu rata-rata berkisar 21-34°C. Suhu di daerah pegunungan
lebih rendah, bahkan di daerah Ranu Pane (lereng Gunung Semeru), suhu bisa
mencapai minus 4°C, yang menyebabkan turunnya salju lembut.
Suhu tertinggi terjadi pada Oktober dan November (35,3°C), dan
terendah di bulan Agustus (19,3°C) dengan kelembaban 39%-97%. Tekanan
udara tertinggi di bulan Agustus sebesar 1.012,0 Milibar. Jumlah curah hujan
terbanyak terjadi di bulan Februari. Rata-rata penyinaran matahari terlama di
bulan Agustus, sedangkan terendah di bulan April. Kecepatan angin tertinggi
terjadi di bulan Oktober, dan terendah di bulan April.
1.1.5 Hidrologi
Dua Daerah Aliran Sungai terpenting di Jawa Timur yaitu DAS
Brantas dan DAS Bengawan Solo. DAS Brantas merupakan sebuah sungai
terbesar di Jawa Timur dengan panjang ± 320 km yang mengalir secara
melingkar dan di tengah-tengahnya terdapat gunung berapi yang masih aktif
yaitu Gunung Kelud. Sungai Brantas yang bersumber pada lereng Gunung
Arjuno, mula-mula mengalir ke arah timur melalui kota Malang, lalu membelok
ke arah selatan. Di kota Kepanjen Kali Brantas membelok ke arah barat dan di
sini Kali Lesti yang bersumber di Gunung Semeru bersatu dengan Kali Brantas.
Setelah bersatu dengan Kali Ngrowo di daerah Tulungagung, Kali Brantas
berbelok ke utara melalui kota Kediri. Di kota Kertosono, Kali Brantas bertemu
dengan Kali Widas, kemudian ke Timur mengalir ke kota Mojokerto. Di kota ini
Kali Brantas bercabang dua, ke arah kota Surabaya dan ke kota Porong yang
selanjutnya bermuara di selat Madura. Wilayah DAS Brantas merupakan DAS
strategis sebagai penyedia air baku untuk berbagai kebutuhan seperti sumber
tenaga untuk pembangkit tenaga listrik, PDAM, irigasi, industri dan lain-lain.
Luas Wilayah DAS Brantas seluas 12.000 km2 yang mencakup kurang lebih 25
% luas Provinsi Jawa Timur, dengan potensi sumber daya air per tahun ± 12
milyar m3. DAS Brantas Hulu merupakan daerah tangkapan hujan yang kondisi
sangat memprihatinkan. DAS Brantas Hulu terdiri dari sub DAS Brantas Hulu
(182 Km2), Amprong (348 Km2), Bango (262 Km2), Metro (309 Km2), Lahor
(188 Km2) dan Lesti (608 Km2). Kawasan DAS Brantas Hulu seluas 1897 Km2,
meliputi tiga administrasi wilayah yaitu Kabupaten Malang 80,2 %, Kota Malang
3,1% dan Kota Batu 16,7 %. Tata Guna Lahan Eksisting DAS Brantas Hulu
didominasi oleh tegalan / ladang yaitu sebesar 37,78 %.
DAS Bengawan Solo berasal dari Kab. Wonogiri - Jawa Tengah,
mata air sungai Bengawan Solo berasal Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan
Gunung Lawu, mengalir melalui Kabupaten/Kota Madiun, Kab. Ponorogo, Kab.
Pacitan, Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kab. Tuban, Kab. Bojonegoro, Kab.
Lamongan dan bermuara di Kab. Gresik. Dengan luasan DAS ± 16.100 km2,
dan dengan potensi sumber daya air yang mencapai ± 18,61 miliar m3 sungai
Bengawan Solo digunakan untuk kebutuhan domestik, air baku air minum dan
industri, serta irigasi. Luasan lahan kritis terbesar sepanjang aliran sungai
Bengawan Solo adalah di Kabupaten Pacitan dengan luas ± 129,598 ha dan
Kabupaten Bojonegoro dengan luas ± 172.261 ha yang tiap tahun kondisinya
semakin memprihatinkan. Kedua DAS tersebut dikelola oleh PT Jasa Tirta.
1.1.6 Kependudukan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jawa Timur merupakan
Provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, pada 2008 mencapai
37.094.836 jiwa, dengan laju pertumbuhan 0,54%. Pada 2007 jumlah
penduduk Jawa Timur tercatat sebanyak 36.895.571 jiwa (51% di antaranya
adalah perempuan), dengan kepadatan penduduk 814 jiwa/km2. Kepadatan
penduduk di kota umumnya lebih tinggi dibanding di kabupaten. Kota Surabaya
memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yakni 8.335 jiwa/km2, sekaligus
mempunyai jumlah penduduk terbesar, yaitu 2.720.156 jiwa, diikuti Kabupaten
Malang (2.442.422 jiwa), dan Kabupaten Jember (2.293.740 jiwa).
1.1.7 Ulasan RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014
Meningkatnya laju pembangunan diperbagai wilayah tanpa
mengindahkan prinsip kaidah keseimbangan alam dan perencanaan tata ruang
yang berwawasan lingkungan berpotensi besar mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga
kehidupan manusia, dan keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang.
Selain itu, perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global
warming) akan mempengaruhi kondisi lingkungan di Indonesia, sehingga
adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut mutlak dilakukan, khususnya yang
terkait strategi pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman, dan
tata ruang.
Menurunnya kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur kian hari
semakin memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan adanya
perubahan kualitas udara dan atmosfer yang terjadi secara berkelanjutan yang
membahayakan bagi kelangsungan kehidupan ekosistem. Selanjutnya adalah
meningkatnya pencemaran air sebagai akibat dari aktifitas manusia melalui
kegiatan industri, rumah tangga, pertambangan dan pertanian. Selain itu,
degradasi hutan yang disebabkan berbagai kegiatan ilegal terus meningkat,
peralihan fungsi kawasan hutan menjadi permukiman, perkebunan,
perindustrian, dan pertambangan; terjadinya kebakaran hutan; serta makin
meningkatnya illegal logging. Degradasi hutan dan lahan kritis yang terus
berlanjut menyebabkan daya dukung ekosistem terhadap pertanian dan
pengairan makin menurun, dan mengakibatkan kekeringan dan banjir.
Dampak paling krusial yang saat ini perlu ditangani secara serius
adalah masalah ketersediaan air dan pencemaran lingkungan. Berkurangnya
kawasan hutan sebagai akibat lemahnya pelaksanaan sistem pengelolaan
hutan menyebabkan terganggunya kondisi tata air dan ekosistem
keanekaragaman hayati disekitarnya. Gejala ini terlihat dari berkurangnya
ketersediaan air tanah terutama di daerah perkotaan, turunnya debit air waduk
dan sungai pada musim kemarau yang mengancam pasokan air untuk
pertanian dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air (PLTA),
membesarnya aliran permukaan yang mengakibatkan meningkatnya ancaman
bencana banjir pada musim penghujan.
Kerusakan lingkungan hidup pada akhirnya akan membawa kerugian
sosial ekonomi yang sangat besar bagi penduduk yang bermukim di wilayah itu
khususnya, dan masyarakat secara keseluruhan. Karena itu, pembangunan
ekonomi seharusnya mutlak diarahkan pada kegiatan yang ramah lingkungan
sehingga pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan dapat dikendalikan,
serta semestinya dapat diarahkan pada pengembangan ekonomi yang lebih
memanfaatkan jasa lingkungan.
Peningkatan kualitas manusia sebagai sumber daya utama
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu lebih diutamakan
dan ditingkatkan. Koordinasi dan jalinan kerjasama antar pemangku
kepentingan (stake holder) terus dikembangkan secara berkelanjutan untuk
menghindari terjadinya konflik dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam
(pertambangan, kehutanan) dan lingkungan.
Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan
(sustainable development) di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat
utama untuk diinternalisasikan ke dalam kebijakan dan peraturan, terutama
dalam mendorong investasi pembangunan jangka menengah (2009-2014).
Prinsip-prinsip tersebut saling sinergis dan melengkapi dengan pengembangan
tata pemerintahan yang baik (good governance) yang mendasarkan pada asas
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas yang mendorong upaya perbaikan
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan diatas dapat ditarik 10
Permasalahan Lingkungan Hidup yaitu :
1.
Menurunnya kondisi hutan, selain sebagai penunjang perekonomian
regional dan nasional, tapi juga sebagai daya dukung lingkungan terhadap
keseimbangan ekosistem. Disisi lain lemahnya pengawasan dan penegakan
hukum mengakibatkan perencanaan kehutanan kurang efektif atau bahkan
tidak berjalan. Hal ini semakin diperparah dengan partisipasi masyarakat
untuk ikut serta mengamankan hutan juga sangat rendah yang terutama
karena kurangnya wawasan dan kesadaran mereka akan pengelolaan
lingkungan hutan sebagai penyangga ekosistem.
2.
Meningkatnya kerusakan DAS, terutama yang diakibatkan oleh praktik
penebangan liar dan konversi lahan.
3.
Rusaknya habitat ekosistem kawasan pesisir dan laut, yang diakibatkan
oleh deforestasi hutan mangrove, serta terjadinya degradasi sebagian
besar terumbu karang dan padang lamun, mengakibatkan erosi pantai dan
berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity).
4.
Banyaknya pertambangan liar, yang dalam skala besar akan mengganggu
keseimbangan fungsi lingkungan hidup, dan berdampak buruk bagi
kehidupan manusia.
5.
Meningkatnya pencemaran air, dimana Limbah industri, pertanian, dan
rumah tangga merupakan penyumbang pencemaran air.
6.
Menurunnya kualitas udara perkotaan, semakin meningkatnya
perindustrian dan penggunaan kendaraan bermotor sangat mempengaruhi
kualitas udara, khususnya di wilayah perkotaan, serta kejadian kebakaran
hutan, dan kurangnya tutupan hijau di perkotaan.
7.
Semakin tingginya pencemaran limbah padat, dimana selain membebani
pembuangan akhir sampah (TPA) namun sebagian besar sampah yang ada
belum diolah dan dikelola secara sistematis, sekedar ditimbun sehingga
mencemari tanah maupun air.
8.
Lemahnya pelaksanaan penegakan hukum, inkonsistensi dan tumpang
tindihnya peraturan perundangan berkaitan dalam pengelolaan lingkungan
hidup antar sektor baik di tingkat nasional maupun daerah karena
lemahnya koordinasi antar sektor.
9.
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap wawasan
lingkungan, adanya paradigma di sebagian besar masyarakat mengenai
Air, udara, iklim, serta kekayaan alam lainnya dianggap sebagai anugerah
Tuhan yang tidak akan pernah habis. Dan hal ini semakin diperparah
dengan masalah mendasar seperti kemiskinan, rendahnya tingkat
pendidikan, dan keserakahan.
10. Kegiatan pembangunan yang mengabaikan penggunaan Rencana Tata
Ruang yang lebih mengedepankan aspek lingkungan.
Dari permasalahan yang ada tersebut dapat ditentukan sasaran
pembangunan yang ingin dicapai dengan arah kebijakan yang ditempuh dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
sebagai berikut :
1.
Pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh
bidang pembangunan.
2.
Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat Provinsi
dan kabupaten/kota.
3.
Meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan peraturan perundangan
lingkungan, dan penegakannya secara konsisten terhadap pencemar
lingkungan.
4.
Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan
pembangunan.
5.
Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, baik di
tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota, terutama dalam menangani
permasalahan yang bersifat akumulatif, fenomena alam yang bersifat
musiman dan bencana.
6.
Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup,
dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas
lingkungan hidup.
7.
Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk
informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan
informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.
1.2. Pengertian
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah , setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD
harus
menyusun
Rencana Strategis dengan berpedoman kepada
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Daerah (RPJMD) untuk kurun waktu 5 (lima)
tahun.
Sesuai dengan masa jabatan Gubernur Jawa Timur, saat ini telah disusun
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014 untuk kurun waktu tahun
2009 – 2014. Dengan demikian maka RENSTRA Badan Lingkungan Hidup harus
konsisten dengan RPJMD dimaksud.
Diharapkan RENSTRA Badan Lingkungan Hidup Tahun 2010 – 2014 dapat
disusun secara realistis sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang
ada. Untuk itu dibentuk Tim Penyusun RENSTRA Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 dengan Surat Keputusan Kepala Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Jawa Timur tanggal 3 Pebruari 2009 Nomor : 188/40/KPTS/207/2009
Tahun 2009 tentang Tim Penyusun Rencanaan Strategis Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 - 2014.
RENSTRA Badan Lingkungan Hidup merupakan suatu proses yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai BLH selama kurun waktu 1 (satu) sampai
dengan 5 (lima) tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan
memperhatikan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul.
RENSTRA BLH Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 memuat Visi, Misi, Tujuan,
Sasaran, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan serta ukuran keberhasilan dalam
pelaksanaannya.
1.3. Maksud dan Tujuan
RENSTRA BLH Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 disusun dengan
maksud menyediakan dokumen perencanaan bagi BLH untuk kurun waktu tahun
2010 – 2014.
Sedangkan tujuannya adalah :
1.
Sinkronisasi Tujuan, Sasaran, program dan kegiatan BLH dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur.
2.
Menyediakan bahan serta pedoman untuk penyusunan Rencana Kinerja (Rencana
Kerja Tahunan) BLH Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu tahun 2010 – 2014.
3.
Meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi BLH beserta seluruh unit kerjanya
dalam pengendalian dampak lingkungan hidup dengan menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.
1.4. Dasar Hukum
Landasan penyusunan Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa
Timur Tahun 2010 – 2014 sebagai berikut :
1.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Provinsi Jawa
Timur juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 Peraturan Tentang
mengadakan perubahan dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal
pembentukan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor
32);
2.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3851);
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 2286);
4.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4421);
5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
7.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);
8.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
9.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2009
tentang
Perlindungan
dan
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4614);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4663);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4664);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4815);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4817);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
21. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 11);
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebgaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
23. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Timur Tahun
2005-2025;
24. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014;
25. Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur tanggal 3
Pebruari 2009 Nomor : 188/40/KPTS/207/2009 tentang Tim Penyusun Rencanaan
Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 - 2014.
Download