Uploaded by User106877

proposal rio

advertisement
HUBUNGAN KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS
PARU DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KEDONDONG
PESAWARAN LAMPUNG TAHUN 2020
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
RIONADI AKBAR
14202018132P
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2020
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3
C. Ruang lingkup............................................................................. 3
D. Tujuan Penelitian .................................................................... ....4
E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A
Tuberculosis Paru........................................................ .................. 7
B
Kondisi Rumah ....................................................................... ..15
C
Penelitian Terkait .................................................................... ..20
D
Kerangka Teori ....................................................................... ..20
E
Kerangka Konsep .................................................................... . 21
F
Hipotesis Penelitian .................................................................. 21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................... ..23
B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. ..23
C. Subjek Penelitian ................................................................... ..23
D. Variabel Penelitian .................................................................. . 26
E. Definisi Operasional ................................................................. 26
F. Etika Penelitian ....................................................................... . 26
G. Pengumpulan Data, Instrumen dan Teknik .............................. ..27
H. Pengolahan Data .................................................................... ..27
I.
Analisa Data ........................................................................... ..27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Judul Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Definisi Operasional ................................................................... ..27
DAFTAR G AMBAR
Judul Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori ....................................................................... ..21
Gambar 2.2Kerangka Konsep .................................................................... . 21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Pejelasan Penelitian
Lampiran 2 Lembar Informed Concent
Lampiran 3 Lembar Observasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka kesakitan dan kematian penyakit merupakan indikator dalam menilai
derajat kesehatan suatu masyarakat. Pengendalian penyakit merupakan upaya
penurunan insidensi, prevalensi, morbiditas atau mortalitas dari suatu penyakit
hingga level yang dapat diterima secara lokal. Pengendalian penyakit meliputi
pengendalian penyakit menular dan tidak menular (Kemenkes RI, 2017).
Salah satu penyakit menular yang sering diderita masyarakat adalah
Tuberculosis paru. Tuberculosis parumerupakan penyakit infeksi menular
yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan
hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran
pernapasan dan saluran pencernaan/ Gastro Intestinal (GI) dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari
orang 3yang terinfeksi bakteri tersebut (Nurarif & Kusuma, 2015).
Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2017, secara global kasus baru
tuberculosis sebesar 6,3 juta, setara dengan 61% dari insiden tuberkulosis
(10,4 juta). Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di
dunia dan kematian tuberkulosis secara global diperkirakan 1,3 juta pasien
(WHO, Global Tuberculosis Report, 2017 dalam Kemenkes RI, 2017). Selain
itu, sebagian besar estimasi insiden tuberculosis pada terjadi di Kawasan Asia
Tenggara (45%), dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika. Lima negara dengan
insiden kasus tertinggi dengan estimasi insidensi berdasarkan sampel yang
diambil (nilai best estimate) yaitu India (2.790), Indonesia (1.020), China
(895), Philipina (573), dan Pakistan (405) (Global Tuberculosis Report, 2017;
Kemenkes RI, 2018).
Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara negara yang mempunyai beban
tuberkulosis yang terbesar (Global Tuberculosis Report, 2017). Pada tahun
2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 425.089 kasus,
meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada
tahun 2016 yang sebesar 360.565 kasus (Kemenkes RI, 2017). Hasil
Riskesdas 2018 menyebutkan Insidens tuberculosis 321 per 100.000
penduduk, masih belum mencapai target Renstra pada 2019 dengan target
prevalensi tuberculosis paru menjadi 245 /100.000 Penduduk.
Data Provinsi Lampung, berdasarkan hasil Survei Prevalensi tuberculosis
tahun 2013-2014, diperkirakan prevalensinya yaitu sebanyak 1.600.000 kasus
sedangkan insidensi sebanyak 1.000.000 kasus dan mortalitas yaitu 100.000
kasus (Kemenkes RI, 2016). Hasil Riskesdas 2018 menyebutkan Insidens
tuberculosis di Provinsi Lampung yaitu 443 per 100.000 penduduk dan masih
belum mencapai target Renstra.
Data di Kabupaten Pesawaran pada tahun 2019, berdasarkan Bidang P3PL
Dinkes Pesawaran jumlah BTA (+) kasus baru yang ditemukan sebanyak
1.085 kasus dari 20.206 orang suspek (5,36%), jumlah ini mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2017 sebanyak 954 kasus dari
20.184 orang suspek (4,73%), dan tahun 2016 sebanyak 748 kasus dari 20.076
orang suspek (3,73%) (Profil Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2018).
Faktor penyebab tuberculosis dalam perspektif epidemiologi disebabkan oleh
hasil interaksi antara tiga komponen yaitu house, agen dan enviroment dapat
ditealah berdasarkan faktor risiko tersebut. Komponen enviroment meliputi
lingkungan rumah (Kemenkes, 2016).
Hasil penelitian dari Sumarmi (2012), tentang analis hubungan kondisi fisik
rumah dengan kejadian tuberculosis paru BTA positif, pada analisis bivariat
diperoleh bahwa ada hubungan antara kejadian tuberculosis Paru BTA positif
dengan kondisi fisik rumah (OR =3,72), umur (OR = 2,32), pendidikan (OR =
2,55), pekerjaan (OR = 2,75) dan kepadatan hunian (OR = 3,13). Sedangkan
hasil analisis multivariat ternyata faktor yang paling dominan adalah kondisi
fisik rumah (OR = 7,033).
Rumah merupakan struktur fisik yang dipakai orang atau manusia untuk
tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baiku untuk keluarga
dan individu. Rumah yang memiliki ventilasi yang tidak memenuhistandart
beresiko terjadinya tuberculosis paru BTA positif. Ventilasi tetap berperan
sebagai salah satu faktor risiko dilihat dari fungsinya sebagai tempat
pertukaran aliran udara secara terus menerus untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis.
Selain itu, upaya pencegahan dengan membuka pintu dan jendela setiap pagi
hari, mengupayakan sinar matahari masuk ke dalam rumah atau dengan
memasang genteng kaca plastik agar tidak gelap dan mengurangi kelembaban
serta dapat membunuh kuman dan bibit penyakit (Sumarmi, 2012).
UPTD Puskesmas Kedondong merupakan salah satu puskesmas di Pesawaran
yang memiliki angka kejadian tuberculosis yang paling tinggi yaitu sebanyak
42 kasus, diikuti oleh UPTD Puskesmas Hanura di urutan kedua sebanyak 41
kasus, dan UPTD Puskesmas Gedong Tataan sebanyak 40 kasus. Berdasarkan
hasil presurvey peneliti di UPTD Puskesmas Berenung Bandar lampung,
diperoleh data pada tahun 2017 jumlah pasien tuberkulosis paru sebanyak 30
orang dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 34 orang, dan kembali
meningkat menjadi 42 orang pada 2019 (Profil UPTD UPTD Puskesmas
Kedondong, 2019). Hasil observasi pada 5 orang penderita tuberculosis,
diketahui bahwa 4 orang (80%) diantaranya memiliki kondisi rumah dengan
kebersihan, vantilasi, pencahayaan dan lantai yang kurang baik.
Berdasarkan data tersebut diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “hubungan kondisi rumah dengan
tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten
Pesawaran Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian “Apakah ada hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis
paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran
Tahun 2020?”
C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti yaitu
peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, yang menggunakan
subjek penelitian yaitu pasien tuberculosis
paru, sedangkan objek
penelitiannya adalah hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru.
Tempat Penelitian di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong
Kabupaten Pesawaran Tahun 2020.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis paru
di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran
Tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kerakteristik responden (umur, jenis kelamin,
pendidikan dan pekerjaan).
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kondisi rumah di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun
2020.
c. Untuk mengetahui distibusi frekuensi tuberculosis paru di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun
2020.
d. Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah dengan tuberculosis
paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten
Pesawaran Tahun 2020.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan
refrensi bagi institusi pendidikan dan tempat penelitian serta peneliti.
b. Sebagai sumber referensi dan sebagai tambahan informasi bagi
penelitian selanjutnya yang akan meneliti tentang hubungan kondisi
rumah dengan tuberculosis paru.
2. Manfaat Aplikatif
a. Sebagai bahan dan data tentang hubungan kondisi rumah dengan
tuberculosis paru.Selain itu juga memberikan pengetahuan tentang
penyakit tuberculosis paru dalam meningkatkan motivasi dalam
dalam melakukan perubaan terhadap kondisi rumah yang kurang
baik.
b. Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya penderita
tuberculosis,
sehingga
akan
meningkatkan
kualitas
asuhan
keperawatan dan kualitas hidup penderita serta memberi masukan
kepada petugas kesehatan tentang pentingnya penyuluhan tentang
kondisi rumah terutama ventilasi kepada masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
2.1 Tuberculosis Paru
1. Definisi
Tuberculosis
paru
adalah
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini menyebar melalui inhalasi
droplet nuklei. Kemudian. masuk ke saluran napasdan bersarang di
jaringan paru hingga membentuk afek primer. Afek primer dapat timbul
dimana saja dalam paru berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari afek
primer ini diikuti dengan terjadinya inflamasi pada kelenjar getah
bening menuju hilus (limfangitislokal) disertai pembesaran KGB di
hilus (limfadenitisregional) (Tanto, dkk., 2014).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir
seluruh organ tubuh lainnya.Bakteri ini dapat masuk melalui saluran
pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit.
Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang
yang terinfeksi bakteri tersebut (Nurarif & Kusuma, 2015).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosisparu dapat juga ditularkan ke bagian tubuh
lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen
infeksius utama, Mycrobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet (Smeltzer & Bare, 2012).
2. Etiologi
Penyebab tuberkolosis adalah Mycobacterium tubercolosis. Basil
iniberspora
sehingga
matahari,dan sinar
mudah
dibasmi
dengan
pemanasan,sinar
ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria
tuberculosis yaitu Tipe Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin
berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil
Tipe Human bisa berada di bercak ludah (droplet) dari udara yang
berasal dari penderita tuberculosis paru,dan orang yang terkena rentan
terinfeksi bila menghirupnya. Setelah organism terinhalasi, dan masuk
paru-paru bakteri dapat bertahan hidupdan menyebar kenodus
limfatikus
lokal.
Penyebaran
melalui
aliran
darah
ini
dapat
menyebabkan tuberculosis pada organ lain, dimana infeksi laten dapat
bertahan sampaibertahun-tahun. Dalam perjalan penyakitnya terdapat 4
fase:
a. Fase1 (Fase Tuberculosis Primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan
reaksi pertahanan tubuh.
b. Fase2; menyebar kenodus limfatikus lokal.
c. Fase 3 (Fase Laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahuntahun/seumur
hidup)
dan reaktifitas
jika
terjadi perubahan
keseimbangan daya tahan tubuh,dan bisa terdapat di tulang panjang,
vertebra, tuba fallopi, otakelenjarlimf hilus, leher dan ginjal.
d. Fase 4: dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat
menyebar ke organ yang lain dan yang kedua keginjal setelah paru
(Nurarif & Kusuma, 2015).
3. Patofisiologis
Individu rentan yang menghirup bakteri basil tuberculosis akan menjadi
terinfeksi. Bakteri ini dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli
(tempat berkumpulnya bakteri dan memperbanyak diri), ada juga yang
dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru lainnya (lobus
atas).
Sistem
imun
tubuh
berespon
dengan
melakukan
reaksi
inflamasi.Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri;
limfositspesifik tuberculosis melisis basil dan jaringan normal. Reaksi
ini
mengakibatkan
penumpukan
eksudat
dalam
alveoli
dan
menyebabkan bronkopneumonia (infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai
10 minggu setelah pemajanan) dan terbentuknya massa jaringan baru
yang disebutgranulomas (gumpalan basil yang masih hidup dan sudah
mati,dikelilingi makrofag yang membentuk didnding protektif).
Granulomas ini diubah menjadi masssa jaringan fibrosa dan bagian
sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon.
Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti
keju ke dalam bronkhi (proses pengkejuan). Selanjutnya terjadi
kalsifikasi dan membentuk skar kolagenosa. Dan jika terjadi pajanan
infeksi ulang dan respon imun yang inadekuat maka timbulah
tuberculosis(Smeltzer & Bare, 2012).
4. Gejala Penyakit Tuberculosis Paru
Tuberculosis
paru
termasuk
insidius.
Sebagian
besar
pasien
menunjukkan gejala-gejala seperti :
a. Demam 40-41 °c, serta ada batuk/batuk darah
b. Sesak napas dan nyeri dada
c. Malaise, keringat malam
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
e. Peningkatan sel darah putih derigan dominasi limfosit
f. Pada anak;
1. Berkurangnya BB2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
atau gagal tumbuh.
2. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2
minggu.Batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
3. Riwayat kontak dengan pasien tuberculosis paru dewasa (Nurarif
& Kusuma, 2015).
5. Diagnosa Tuberculosis Paru
Diagnosis
dapat
ditegakkan
berdasarkan
pemeriksaan
klinis,
pemeriksaan mikrobiologi, dan hasil radiologi.
a. Anamnesis
Gejala lokal (respiratorik), yaitu batuk > 2 minggu, hemoptisis,
sesak napas dan nyeri dada.Gejala sistemik, yaitu demam, malaise,
keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien tuberculosis dapat ditemukan suara napasbronchial,
amforik, suara napas melemah, atau ronkibasah. Pada pasien dengan
Iimfadenitis tuberculosis terdapat pernbesaran KGB sekitar leher dan
ketiak.Pada pasien pleuritis tuberculosis karena ada cairan, hasil
perkusi menjadi pekak dan auskultasi melemahhinga tidak terdengar
pada tempat yang ada cairan.
c. Pemeriksaan Bakteriologi
Diambil dari spesimen: dahak, cairan pleura, cairan serebrospinal,
bilasan bronkus dan lambung,bronchoalveolar lavage, biopsi. Untuk
pengambil anspesimen dahak dllakukan 3 kali (SPS), yaitu sewaktu
(waktu
kunjungan),
pagi
(keesokanharinya).
sewaktu
(saat
mengantarkan dahakpagi) atau setiap pagi selama 3 hari berturutturut. Proses pengiriman dahak dapal ditaruh di pot dengan mulut
lebar, tutup berulir. penampang 6 cm atau dibuat sediaan apus di
gelas objek atau menggunakan kertas saring. Pemeriksaan spesimen
ini dilakukan secara mikroskopis dan biakan.Pewarnaan mikroskopis
biasa dengan Ziehl-Nielsen sedangkan fluoresens dengan auraminrhodamin.Kultur M.TB dapat menggunakan metode Lowen-steinJensen. Interpretasi hasil dahak:
1. BTA(+): 3x positif atau 2x positif, 1x negatif;
2. BTA (-): 3x negatif;
3. Jika hasil 1x (+), 2x (-) diulang pemeriksaan BTA3x lagi, bila
hasil: 1x positif dan 2 x negatif berarti BTA(+); sedangkan jika 3x
negatif BTA(-).
Intrepretasi pembacaan dengan mikroskop dengan skala IUATLD:
1. Tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang negatif.
2. Ditemukan 1:9 BTA dalam 100 lapang pandang,ditulis jumlah
kuman yang dilihat;
3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang ditulis 1+;
4. Ditemukan 1-10 BTAdalam I lapang pandang, ditulis 2+;
5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, ditulis 3+.
d. Radiologi
Foto polo toraks PA yang biasa dilakukan atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik. CT-scan.
Dicurigai lesituberculosis aktif:
1. Bayangan berawan/nodular di lobus atas paru
2. segmen apikal dan posterior, lobus bawah segmen posterior:
3. Kavitas (apalagi >1 dan dikelilingi bayangan berawan):
4. Bercak milier:
5. Efusl pleura unilateral (biasanya).
Gambaranfoto polos toraks lainnya:
1. Gambaran lesi tidak aktif: fibrotik. kalsifikasl,
2. Schwarte atau penebalan pleura
3. Destroyed lung (luluh paru): atelektasos, kavitasmultipel, fibrosis
di parenkim paru.
4. Lesi minimal: lesi pada satu atau dna paru tidak melebihi sela iga
2 depan, tidak ada kavitas.
5. Lesi luas: jika lebih luas dari lesi minimal.
e. Pemeriksaan penunjang lain
1. Analisis cairan pleura - uji rivalta (+), eksudat,limfoslt dominan,
glukosa rendah;
2. Biopsi - diambil 2 spesimen untuk dikirim ke laboratorium
mikrobiologi dan histologi;
3. Darah - tidak spesifik, termasuk limfosit yang meningkat, LED
jam pertama. kedua dapat menjadi indikator penyembuhan pasien.
4. GeneXpert® M.TB/RIF(Tanto, dkk., 2014).
6. Klasifikasi
Klasifikasi diIndonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis,
dan makrobiologis:
a. Tuberkolusis paru
b. Bekastuberkolusis paru
c. Tuberkolusis paru tersangka, yang terbagi dalam:
1. Tuberculosis tersangka yang diobati: sputum BTA (-), tetapi
tanda-tanda lain positif.
2. Tuberculosis tersangka yang tidak diobati : sputum BTA negative
dan tanda-tanda lain juga meragukan (Nurarif & Kusuma, 2015).
7. Strategi Penanggulangan Tuberculosis Paru
Strategi Nasional Pengendalian tuberculosis di IndonesiaTerdiri atas 7
strategi, yaitu:
a. Memperluas dan meningkarkan pelayanan DOTS yang bermutu.
b. Menghadapi
tantangan
tuberculosis/
HIV,
MDR-
tuberculosis,tuberculosis anak, dan kebutuhan masyarakat miskin
sertarentan lainnya.
c. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat,
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan
menjamin kepatuhan terhadap International Standards forte Care.
d. Memberdayakan masyarakat dan pasien tuberculosis.
e. Memberikan kontrlbusi dalam penguatan sistem kesehatan dan aman
jemen program pengendali antuberculosis.
f. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap
program tuberculosis.
g. Mendorong penelitian, pengembangan. dan pemanfaatan informasi
strategis (Tanto, dkk., 2014).
8. Pengobatan
Pengobatan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegahkematian,
mencegah
kekambuhan,
memutuskan
rantai
penularan danmencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti
Tuberkulosis(OAT). Obat merupakan jenis antibiotic yang terdiri dari
Isoniazid (H) jenis bakterisid, Rifampicin (R) jenis bakterisid,
Pyrazinamide (Z) jenis bakterisid, Streptomycin (S) jenis bakterisid dan
Ethambutol (E) jenis bakteriostatik (Kemenkes RI, 2014).
Terdapat 2 fase pengobatan, yaitu intemi (2-3 bulan) dan lanjutan (4
atau 7 bulan). Evaluasi pengobat dilakukansetiap 2 minggu sekali
selama bulan pertama pengobatan, selanjutnya, 1 bulan sekali.
Pengobatan untuk pasien tuberculosis selain OAT, boleh diberikan
pengobatan suportif lainnya untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau
mengatasi keluhan lainnya, contoh vitamin. Indikasi rawat inap pada
pasien tuberculosis: hemaptoe massif,
kondisi umum buruk,
pneumotoraks, empierna, efusi pleura masif/bilateral, sesak napas berat,
tuberculosis milier, meningitis tuberculosis. Paduan Pemberian OAT di
indonesia:
a. Kategori 1
1. Diberikan untuk pasienbaru
2. Pasien baru dengan BTA positif
3. Pasien tuberculosis paru BTA (-). gambaran radiologi (+)
4. Pasien tuberculosis ekstra paru
5. Pada kategori 1 ini regimen yang digunakan adalah 2RHZE/4RH,
2 RHZE/6 HE atau 2RHZE/4R3H3.
b. Kategori II
1. Pasien BTA (+) dan telah diobatisebelumnya:
2. Pasien kambuh
3. Pasien gagal
4. Pasien default
5. Pada kategori II ini, regimen yang digunakan ada lah
2RHZES/1RHZE untuk fase intensif selama menunggu hasil uji
resistensi. Jika hasil sudah ada untuk fase lanjutan mengikuti hasil
uji resistensi tersebut. Bila tidak ada uji resistensi, diberikan
5RHE. Untuk kasus gagal pengobatan, paling baik sebelum hasil
uji resistensi keluar diberikan OAT lini 2.
c. Kategori Anak: 2HRV4HR
d. Penatalaksanaan pasien tuberculosis resisten obat
Obat yang digunakan di Indonesia yang termasuk OAT lini ke 2,
yaitu kanamisin, capreomisin, levofloksasin, etionamid, sikloserin,
dan PAS;serta OAT lini 1,
yaitu pirazinamid dan etambutol.
Perinsip pengobatan kasus tuberculosis dengan MDR yaitu minimal
konsumsi 4 macam OAT yang masih efektif, jangan konsumnsi obat
yang kemungkinan akan menjadi resisten silang dan membatasi
penggunaan obatyang tidak aman. Lama pengobatan minimal
adalah18 bulan setelah konversi biakan, yang dilakukan2x berturutturut dengan jarak 30 hari. Terdiri daritahap awal dan lanjutan.
Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan selama minimal 6
bulan atau4 bulan setelah konversi biakan. Disarankan untuk rujuk
ke spesialis (Tanto, dkk, 2014).
9. Faktor Yang Berhubungan Dengan Infeksi Tuberculosis Paru
Berdasarkan perinsip paradigma epidemiologi proses terjadinya
penyakit atau masalah kesehatan termasuk kejadian infeksi tuberculosis
paru adalah ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
a. Agent-agent infeksi (penyebab infeksi)
Mahluk hidup sebagai pemegang peranan penting didalam
epidemiologi, yang merupakan penyebab penyakit digolongkan
menjadi virus, riketsia, bakteri, protozoa, jamur, dan cacing.
Penyebab infeksi tuberculosis paru termasuk dalam golongan
bakteri, yaitu Mycrobacterium tuberculosis (Syafrudin, dkk, 2009).
b. Lingkungan sumber infeksi dan penyebaran penyakit
Yang dimaksud dengan lingkungan meliputi segala sumber infeksi
yaitu semua benda di lingkungan rumah termasuk orang atau
binatang yang dapat melewatkan atau menyebabkan penyakit pada
seseorang. Macam-macam penularan dapat melalui kontak lagsung
maupun tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi,
melalui udara (inhalasi), melalui tangan, makanan atau minuman,
penetrasi melalui kulit dan plasenta (Syafrudin, dkk, 2009).
c. Faktor induk semang (host)
Terjadinya suatu penyakit (infeksi) pada seseorang ditentukan pula
oleh faktor-faktor yang ada atau terkait dengan (kebiasaan) induk
atau semang itu sendiri (Syafrudin, dkk, 2009).
2.2 Kondisi Rumah
1. Definisi
Rumah merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian dan juga sebagai sarana pembinaan keluarga (Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman
Penyehatan Udara dalam Ruang). Rumah sehat dapat diartikan sebagai
tempat berlindung/bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga
dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani,
maupun sosial.
2. Aspek Fisik Rumah
a. Kondisi Lantai
Lantai yang baik berasal dari ubin maupun semen, namun untuk
masyarakat ekonomi menengah ke bawah cukup tanah yang
dipadatkan, dengan syarat tidak berdebu pada saat musim kemarau
dan tidak basah pada saat musim hujan. Untuk memperoleh lantai
tanah yang padat dan basah dapat ditempuh dengan menyiramkan
air kemudian dipadatkan dengan benda-benda berat dan dilakukan
berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
dari penyakit (Notoatmodjo, 2011).
b. Kondisi Dinding
Tembok merupakan salah satu dinding yang baik namun untuk
daerah topis sebenarnya kurang cocok karena apabila ventilasinya
tidak cukup akan membuat pertukaran udara tidak optimal. Untuk
masyarakat desa sebaiknya membangun rumah dari dinding papan
sehingga meskipun tidak terdapat jendela udara dapat bertukar
melalui celah-celah papan, selain itu celah tersebut dapat
membantu penerangan alami (Notoatmodjo, 2011).
c. Kondisi Atap
Genteng adalah atap rumah yang cocok digunakan untuk daerah
tropis namun dapat juga menggunakan atap rumbai ataupun daun
kelapa. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah
pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas di
dalam rumah (Notoatmodjo, 2011).
d. Pencahayaan
Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya
matahari dapat memicu berkembangnya bibit-bibit penyakit,
namun bila cahaya yang masuk ke dalam rumah terlalu banyak
dapat menyebabkan silau dan merusak mata (Notoatmodjo, 2011).
Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:
1. Cahaya alamiah
Cahaya alamiah berasal dari cahaya matahari. Cahaya ini
sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen
dalam rumah. Rumah yang sehat harus mempunyai jalan
masuk cahaya (jendela) luas sekurang-kurangnya 15% hingga
20% dari luas lantai yang terdapat di dalam rumah tersebut.
Usahakan cahaya yang masuk tidak terhalang oleh bangunan
maupun benda lainnya.
2. Cahaya buatan
Cahaya buatan didapatkan dengan menggunakan sumber
cahaya bukan alami, seperti lampu minyak, listrik, dan
sebagainya.
e. Kelembaban
Kelembaban
udara
yang
tidak
memenuhi
syarat
dapat
menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang mengakibatkan
gangguan terhadap kesehatan manusia. Aliran udara yang lancar
dapat mengurangi kelembaban dalam ruangan. Kelembaban yang
tinggi merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen
penyebab penyakit (Notoatmodjo, 2011).Menurut Permenkes RI
No. 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
dalam Ruang menyebutkan kelembaban ruang yang nyaman
berkisar antara 40-60%.
f. Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama untuk
menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar sehingga
keseimbangan Oksigen (O2) yang diperlukan oleh penghuni rumah
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi ruangan akan menyebabkan
kurangnya O2 dalam rumah dan kadar Karbon dioksida (CO2)
yang bersifat racun bagi penghuni menjadi meningkat. Fungsi
kedua untuk membebaskan udara ruang dari bakteri patogen
karena akan terjadi aliran udara yang terus menerus. Fungsi ketiga
untuk menjaga kelembaban udara tetap optimum (Notoatmodjo,
2011).
g. Kepadatan hunian
Luas lantai bangunan rumah yang sehat harus cukup untuk
penghuni di dalamnya. Luas bangunan yang tidak sebanding
dengan jumlah penghuninya dapat menyebabkan perjubelan
(overcrowded). Hal ini menjadikan rumah tidak sehat, selain
menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu
keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain (Notoatmodjo, 2011).
3. PersyaratanKondisi Rumah Yang Sehat
Persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No.
829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
a. Bahan bangunan
1) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang
dapat membahayakan kesehatan, antara lain : debu total kurang
dari 150 mg/m2 , asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam,
plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan
2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan penataan ruangan
1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
2) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar
cuci kedap air dan mudah dibersihkan.
3) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan
4) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir
5) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
6) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
c. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas
penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
d. Ventilasi : Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal
10% luas lantai.
e. Vektor penyakit : Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang
bersarang di dalam rumah
f. Penyediaan air
1) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal
60 liter/ orang/hari.
2) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan/atau air minum yaitu tidak berbau, berwarna dan berasa.
g. Pembuangan Limbah
1) Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan
tanah
2) Limbah
padat
harus
dikelola
dengan
baik
agar
tidak
menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air
tanah.
h. Sarana Penyimpanan Makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
i. Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan
tidak untuk lebihdari 2 orang tidur.
4. Kategori Kondisi Rumah
Dalam penelitian ini, pengetahuan digolongkan menjadi:
a. Kondisi rumah baik, jika skore jawaban ≥mean.
b. Kondisi rumah kurang baik, jika skore jawaban < mean
(Sugiyono, 2017).
2.3 Penelitian Terkait
Hasil penelitian dari Sumarmi (2012), tentang analis hubungan kondisi fisik
rumah dengan kejadian tuberculosis paru BTA positif, pada analisis bivariat
diperoleh bahwa ada hubungan antara kejadian tuberculosis paru BTA
positif dengan kondisi fisik rumah (OR =3,72), umur (OR = 2,32),
pendidikan (OR = 2,55), pekerjaan(OR = 2,75) dan kepadatan hunian (OR =
3,13). Sedangkan hasil analisis multivariat ternyata faktor yang paling
dominan adalah kondisi fisik rumah (OR = 7,033).
B. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk
mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) yang berkaitan
dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan
kerangka konsep penelitian (Notoatmodjo, 2012). Kerangka teori pada
penelitian ini adalah:
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi
tuberculosis paru:
a. Agent-agent infeksi (penyebab infeksi)
Penyebab
infeksi
tuberculosis
paru
termasuk dalam golongan bakteri, yaitu
Mycrobacterium tuberculosis.
b. Lingkungan (Kondisi Rumah)
1. Benda
2. Orang
3. Binatang
c. Faktor induk semang (host)
Terkait dengan (kebiasaan) induk atau
semang itu sendiri.
(Sumber : Syafrudin, dkk, 2009).
Tuberculosis Paru
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh
generalisasi dari hal-hal khusus (Notoatmodjo, 2012). Kerangka konsep pada
penelitian ini adalah:
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Variabel Independen
Kondisi Rumah
Variabel Dependen
Tuberculosis Paru
D. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
Ha : Adahubungan kondisi rumah dengan kejadian tuberculosis paru
di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran
Tahun 2020.
H0 : Tidak adahubungan kondisi rumah dengan kejadian tuberculosis paru di
Wilayah UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun
2020.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian ilmiah yang sistematis
terhadap
bagian-bagian
dan
fenomena
serta
hubungan-hubungannya.
Penelitian kuantitatif merupakan definisi, pengukuran data kuantitatif dan
statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang
atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang
survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan mereka
(Notoatmodjo, 2014).
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
Cross Sectional dimana jenis penelitian yang mengamati data data populasi
atau sampel satu kali saja pada saat yang sama. Dalam penelitian ini peneliti
ingin mengetahui hubungan kondisi rumah dengan
tuberculosis paru
di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun
2020.
B. Waktu Dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2020.
2. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun 2020.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Kedondong Kabupaten Pesawaran, dengan jumlah sebanyak 42 orang.
2. Sampel
Sampel adalah objek penelitian yang dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2014). Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian pasien tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Simpur Kota Bandar lampung.Pengambilan besar sampel pada
penelitian ini adalah menggunakan rumus case-control dari Lameshow,
yaitu sebagai berikut:
z
n
1 / 2
2 p 2 (1  p 2 )  z1 p1 (1  p1 )  p 2 (1  p 2 )
Keterangan :

2
( p1  p 2 ) 2
n
= Besar Sampel
P1
= Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok
tertentu (proporsi tuberculosis paru dengan kondisi fisik
rumah tidak memenuhi syarat), pada penelitian Sumarmi
(2012)= 0,85.
P2
= Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok
tertentu (proporsi tidak tuberculosis paru dengan kondisi fisik
rumah tidak memenuhi syarat),pada penelitian Sumarmi
(2012)= 0,61.
Z1-/2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan 95% = 1,96.
Z1-
= Nilai Z pada kekuatan uji power 80% = 0,84 (Notoatmodjo,
2014).
Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang
diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:
1,96
n
2 x0,61x(1  0,61)  0,84 0,85 x(1  0,85)  0,61x(1  0,61)
1,96
n
0,47  0,84 0,36
(0,85  20,61) 2
1,34  0,50
n
(0,85  0,61) 2
n

2

2
(0,85  0,61) 2
1,84
0,06
= 30,7 dibulatkan menjadi 31
Jumlah sampel meliputi jumlah sampel kasus sebanyak 31 orang
ditambah dengan jumlah sampel kontrol sebanyak 31 orang, sehingga
jumlah keseluruhan sampel adalah 62 sampel.
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:
Kasus:
a. Kriteria Inklusi:
1. Pasien tuberculosis paru di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Kedondong Kabupaten Pesawaran.
2. Pasien tuberculosis paru baru dan lama dengan hasil pemeriksaan
BTA positif.
3. Usia 18 - 60 tahun.
4. Tidak mempunyai penyakit penyerta (Infark myokard, hepatitis,
HIV AIDS).
5. Orientasi baik.
6. Dapat membaca dan menulis.
7. Bersedia menjadi responden.
b. Kriteria Eksklusi:
1. Menolak dilakukan penelitian.
2. Tidak kooperatif saat penelitian.
Kasus:
a. Kriteria Inklusi:
1. Bertempat
tinggal
di
Wilayah
Kerja
UPTD
Puskesmas
Kedondong Kabupaten Pesawaran.
2. Tidak mengalami tuberculosis paru.
3. Usia 18 - 60 tahun.
4. Tidak mempunyai penyakit lain (Infark myokard, hepatitis, HIV
AIDS).
5. Orientasi baik.
6. Dapat membaca dan menulis.
8. Bersedia menjadi responden.
b. Kriteria Eksklusi:
1. Menolak dilakukan penelitian.
2. Tidak kooperatif saat penelitian.
3. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel dengan suatu pertimbangan
tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2014).
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian
tertentu
(Notoatmodjo,
2014).Variabel
independen
dalam
penelitian ini yaitu kondisi rumah. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kejadian tuberculosis paru.
E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No
Variabel
.
1
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Operasional
Skala
Ukur
Variabel
0.
Dependen:
Kejadian
Penyakit
infeksi
tuberculosis
Mycobacterium
paru
tuberculosis
yang
dialami
oleh
responden
yang
Lembar
Observasi
pasien baru
observasi
rekam
dengan BTA
medik
positif
1.
sudah terdiagnosis
Ordinal
Kategori 2, jika
pasien BTA positif
dokter berdasarkan
hasil
Kategori 1, jika
dan telah diobati
pemeriksaan
sebelumnya
BTA positif.
(pasien kambuh,
pasien gagal dan
pasien default)
(Tanto, dkk., 2014)
2
Variabel
Independen:
Kondisi
Keadaan bangunan
Lembar
Observasi
rumah
yang
observasi
kondisi
berfungsi
sebagai
tempat
rumah
tinggal
responden
(bahan
yang
dinilai
bangunan,
berdasarkan
aspek
komponen
kesehatan meliputi
dan
kondisi
penataan
lantai,
0. Baik, jika skor ≥ nilai
rata-rata (mean)
1. Kurang baik, jika
<nilai rata-rata (mean)
(Sugiyono, 2017)
Ordinal
kondisi
dinding,
kondisi
atap,
ruangan,
pencahaya
pencahayaan,
an,
kelembaban,
ventilasi,
ventilasi,
dan
kepadatan hunian.
factor
penyakit,
penyediaan
air,
pembuang
an limbah,
sarana
penyimpan
an,
makanan,
kepadatan
hunian).
F. Etika Penelitian
Menurut Hidayat A.A (2014), masalah etika penelitian keperawatan
merupakan masalah yang sangatpenting dalam penelitian, mengingat
penelitian keperawatan berhubunganlangsung dengan manusia, maka segi
etika penelitian harus diperhatikan.Masalah etika yang harus diperhatikan
antara lain adalah sebagaiberikut:
1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Informed consent yaitu merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan
dalam
penggunaan
subjek
penelitian
dengan
cara
tidakmemberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode nomor responden (berupa angka) pada
lembar pengumpulan data atauhasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi rnaupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikurnpulkan dijamin kerahasiaan
oleh peneliti.
G. Pengumpulan Data, Instrumen dan Teknik
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
a. Peneliti mengajukan surat izin permohonan di Program Studi
Keperawatan Fakultas Kesehaatan Universitas Muhammadiyah
Pringsewu Lampung, dilanjutkan dengan permohonan izin kepada
pihak UPTD Puskesmas Kedondong Kabupaten Pesawaran.
b. Peneliti mulai mengumpulkan data dengan terlebih dahulu
memberikan penjelasan kepada responden tentang penelitian, antara
lain tujuan penelitian, teknik yang akan digunakan dan waktu yang
digunakan.
Jika
responden
bersedia,
responden
diminta
menandatangani lembar persetujuan (inform consent).
c. Responden yang bersedia berpartisipasi kemudian dilakukan
observasi mengenai kondisi rumah.
d. Hasil perolehan data dikumpulkan pada hari itu juga saat penelitian
berlangsung.
e. Data yang diproleh kemudian diolah dan dianalisis
2. Instrumen
Alat pengumpulan pada penelitian data ini adalah lembar observasi
tentang kondisi rumah sebanyak 15 item yang diisi peneliti berdasarkan
hasil observasi kondisi rumah responden secara langsung, dan lembar
observasi kejadian tuberculosis paru sebanyak 1 item yang diisi peneliti
berdasarkan hasil observasi rekam medik.
3. Teknik
Pada penelitian ini, data diambil dan dikumpulkan langsung dari
responden dengan melakukan observasi langsung kepada responden.
Kemudian hasil perolehan dikoreksi, dicatat dan didokumentasikan
untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data.
H. Pengolahan Data
Pengolah data dengan melalui 4 tahap (Notoatmodjo, 2014), yaitu:
1. Editing
Kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau lembar
observasi. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau
memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang, tetapi apabila
tidak memungkinkan maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap
tersebut tidak diolah atau dimasukan dalam pengolahan “data missing”.
2. Coding
Setelah semua data diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau coding, yakni mengubah data dalam bentuk kalimat
atau hurufmenjadi data angka atau bilangan.
3. Processing
Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
kode (angka atau huruf) dimasukan kedalam program atau softwere
komputer.
4. Cleaning
Apabila data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan,
perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahankesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetuan atau koreksi.
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya pada analisis ini
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel, dan
untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median, dan
standar deviasi (Notoatmodjo, 2014).
2. Analisis Bivariat
Analisis
yang dilakukan terhadap dua
variabel
yang diduga
berhubungan. Dalam analisis ini menggunakan pengujian statistic
rumus chi-square dengan taraf yang digunakan adalah 5% atau 0,05.
Jika P value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada
hubungan yang signifikan antara variabel satu dengan variabel yang
lainnya, sedangkan P value ≥ 0,05 Ha ditolak dan Ho diterima artinya
tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel satu dengan variabel
yang lainnya (Notoatmodjo, 2014). Analisa data menggunakan chisquare di bantu dengan program komputer.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat., A.A. 2014. Metode Penelitian Keperawatan Teknik Analisis
Data.Jakarta: Salemba Medika.
Kemenkes RI. 2014.Pedoman Nasional Penanggulangan TB Paru. Jakarta:
Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Penyakitdan
Penyehatan
LingkunganKemenkes RI.
Kemenkes RI. 2016. Infodatin Tuberculosis Paru. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes RI.
Notoatmodjo. 2011.Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurarif A.H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Smeltzer&Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta, CV.
Sumarmi. 2012.Analis Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian
Tuberculosis Paru BTA Positif. Jurnal. Tidak diterbitkan.
Syafrudin, dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: TIM.
Tanto, Crist, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Media Aesculapius.
Download