Uploaded by User104640

9. Pertanian Dalam Islam

advertisement
rly
PERTANIAN DALAM
ISLAM
A. Pendahuluan
Di zaman sekarang kita dihadapkan pada banyaknya jenis dan macam pekerjaan.
Pekerjaan atau mata pancaharian seseorang kian bertambah banyak sesuai dengan
bertambahnya penduduk dan semakin khususnya keahlian seseorang.
Namun sebenarnya pada asalnya hanya ada tiga profesi sebagaimana disebutkan oleh
Imam Al-Mawardi. Dia berkata: “Pokok matapancaharian tersebut adalah bercocok tanam
(pertanian), perdagangan dan pembuatan suatu barang (industri)”.
Pertanian
(bercocok
tanam)
merupakan
mata
pencaharian yang paling baik menurut para ulama dengan
beberapa alasan:
Pertama: Bercocok tanam adalah merupakan hasil
usaha tangan sendiri, Nabi SAW bersabda:
ِ ‫َما أَ َكل َ أَ َح ٌد َط َعا ًما َق ُّط َخ ْي ًرا مِنْ أَنْ َيأْ ُكل َ مِنْ َع َم ِل َي ِد ِه َوأَنَّ َن ِب َى‬
َ َ‫هللا دَ ُاود‬
ُ‫صل ََّّى هللا‬
‫س ََّّ َم َكانَ َيأْ ُكل ُ مِنْ َع َم ِل َي ِد ِه‬
َ ‫َع ََّ ْي ِه َو‬
“Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih baik
dari orang yang memakan dari hasil usaha tangannya,
dan adalah Nabi Dawud „alaihi salam makan dari hasil
tangannya sendiri”.
Kedua: Bercocok tanam memberikan manfaat yang umum bagi kaum muslimin bahkan
binatang. Karena secara adat manusia dan binatang haruslah makan, dan makanan
tersebut tidaklah diperoleh melainkan dari hasil tanaman dan tumbuhan. Dan telah
bersabda Rosululloh SAW:
‫س ِر َق ِم ْن ُه‬
ً ‫س َغ ْر‬
ُ ‫َما مِنْ ُم ْسَّ ٍِم َي ْغ ِر‬
َ ‫سا إِالَّ َكانَ َما أ ُ ِكل َ ِم ْن ُه َل ُه‬
ُ ‫ص َد َق ًة َو َما‬
ِ ََّ ‫ص َد َق ًة َو َما أَ َك‬
‫ص َد َق ًة َو الَ َي ْر َز ُؤهُ أَ َح ٌد إِالَّ َكانَ َل ُه‬
َ ‫ت ال َّط ْي ُر َف ُه َو َل ُه‬
َ ‫َل ُه‬
‫ص َد َق ًة‬
َ
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman melainkan apa yang dimakan dari
tanaman tersebut bagi penanamnya menjadi sedekah, apa yang dicuri dari tanamannya
tersebut bagi penanamnya menjadi sedekah, dan tidaklah seseorang merampas
tanamannya melainkan bagi penanamnya menjadi sedekah”. (HR. Imam Muslim)
Ketiga: bercocok tanam lebih dekat dengan tawakkal. Ketika seseorang menanam
tanaman maka sesungguhnya dia tidaklah berkuasa atas sebiji benih yang dia semaikan
untuk tumbuh, dia juga tidak berkuasa untuk menumbuhkan dan mengembangkan menjadi
tanaman yang berbunga kemudian berbuah kecuali atas kekuasaan Alloh.
Setiap perbuatan/ kegiatan pasti ada aturannya, begitu pula dengan pertanian. Akan
tetapi, masih banyak orang yang belum mengetahui dan belum bisa menjalankan
kegiatannya sesuai aturan terutama aturan Islam.
B. Kajian Islam tentang Pertanian
Kegiatan pertanian yang meliputi budaya bercocok tanam dan memelihara ternak
merupakan kebudayaan manusia paling tua. Tetapi dibandingkan dengan sejarah
keberadaan manusia, kegiatan bertani ini termasuk masih baru. Sebelumnya, manusia hanya
berburu hewan dan mengumpulkan bahan pangan untuk dikonsumsi.
Berbagai teknologi pertanian dikembangkan guna mencapai produktivitas yang diinginkan.
Di lain pihak, ilmu pertanianpun berkembang. Ilmu pertanian kemudian tumbuh bercabangcabang, terspesialisasi, seperti misalnya agronomi, ilmu tanah, sosial ekonomi, proteksi
tanaman, dan sebagainya.
Kemajuan ilmu dan teknologi, peningkatan kebutuhan hidup manusia, memaksa manusia
untuk memacu produktifitas menguras lahan, sementara itu daya dukung lingkungan
mempunyai ambang batas toleransi. Sehingga, peningkatan produktivitas akan mengakibatkan
kerusakan lingkungan, yang pada ujungnya akan merugikan manusia juga. Oleh karena itu
Islam memiliki konsep-konsep tentang pertanian, diantaranya:
1. Anjuran Islam untuk Bercocok Tanam
Pada latar belakang masalah di atas telah disebutkan beberapa alasan
Islam menganjurkan pertanian. Disini dijelaskan pula bahwa Agama Islam
rupanya menganjurkan untuk memakmurkan bumi dan memanfaatkan lahan
supaya produktif dengan cara ditanami.
Ada hadits-hadits yang menunjukkan anjuran ajaran agama Islam untuk
bercocok tanam salah satunya yaitu hadits yang diriwayatkan Anas dari
Rasulullah SAW bersabda:
ِ ‫إِنْ َقا َم‬
‫س َها َف َّْ َي ْغ ِر ْس َها‬
َ ‫اع أَنْ الَ َتقُ ْو َم َح َّتى َي ْغ ِر‬
َ ‫اس َت َط‬
ْ ‫سا َع ُة َو فِي َي ِد أَ َح ِد ُك ْم َفسِ ْيََّ ٌة َفإِ ِن‬
َّ ‫ت ال‬
“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang
diantara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanam sebelum
terjadi kiamat maka hendaklah dia menanamnya.”
Bahkan dalam ajaran Islam ada yang disebut dengan ihyaul mawat.
Definisi ihyaul mawat adalah seorang muslim pergi ke tanah yang tidak
dimiliki siapa pun kemudian memakmurkannya dengan menanam pohon di
dalamnya, atau membangun rumah di atasnya, atau menggali sumur untuk
dirinya dan menjadi milik pribadinya.
Ihyaul Mawat diperbolehkan dan Islam mendakwahkan untuk
menghidupkan lahan yang mati berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
‫ضا َم ْي َت ًة َف ِه َي لَ ُه‬
ً ‫َمنْ أَ ْح َيا أَ ْر‬
“Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati maka tanah itu menjadi
miliknya.”( HR. Tirmidzi).
Itulah ajaran Islam menganjurkan untuk memanfaatkan lahan yang mati,
yang tidak bertuan untuk dimakmurkan baik dengan dibangun rumah ataupun
ditanami tanaman. Ini menunjukkan Islam menganjurkan untuk membuat
produktif suatu lahan, jangan sampai terbengkalai dan tidak terurus.
2. Kebebasan untuk Mengembangkan Ilmu dan Teknologi Pertanian
Di dalam kitab shohih muslim ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas, dia
berkata: bahwasanya ketika sampai di Madinah Nabi shollallohu „alaihi wa sallam melewati
suatu kaum (dari kalangan sahabat anshor) yang sedang mengawinkan pohon kurma, maka
beliau berkata: ”Sekiranya kalian tidak melakukannya niscaya itu lebih baik.” Anas melanjutkan:
”kemudian (mereka tidak melakukannya) sehingga hasilnya jelek (gagal). Tatkala Nabi
shollallohu „alaihi wa sallam kembali melewati mereka, beliau bertanya kepada mereka:
”Bagaimana dengan pohon-pohon kurma kalian?” Mereka berkata: ”Bukankah anda yang
mengatakan begini dan begitu ( mereka mengikuti perkataan Nabi shollallohu „alaihi wa sallam
tersebut meskipun hasilnya jelek). Maka Nabi shollallohu „alaihi wa sallam bersabda: ”Kalian
lebih tahu dengan urusan dunia kalian”.
Berdasarkan hadits tersebut diketahui bahwa para ahli pertanian lebih tahu mengenai apa
yang lebih baik bagi pertanian dan lebih tahu apa yang bisa meningkatkan hasil pertanian.
Maka jika mereka mengeluarkan keputusan tentang suatu hal yang terkait dengan pertanian,
maka hendaklah kita mengikuti mereka dalam masalah tersebut.”
3. Kewajiban Memperhatikan Lingkungan
Kita sebagai petani seharusnya harus bisa melestarikan alam, bukan
sebaliknya hanya demi keuntungan pribadi kita malah merusak alam. Hal ini
senada dengan Surat Al A’raaf 56 yang artinya sebagai berikut;
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..”
4. Kewajiban Membayar Zakat
Zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mempunyai harta
dan memenuhi nishob. Diantara hikmah membayar zakat adalah
membersihkan jiwa manusia dari kikir, keburukan dan kerakusan terhadap
harta, juga membantu kaum muslimin yang berada dalam keadaan
kekurangan.
Rukun Islam yang ketiga ini mencakup di dalamnya hasil pertanian
sebagai harta kaum muslimin yang wajib dikeluarkan zakatnya. Firman Allah
subhanahu wa ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Alloh) sebagian dari
hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kalian.” (QS Al-Baqarah : 267).
Juga firman Allah subhanahu wa ta’ala :
“Dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan
zakatnya).” (QS Al-An’am : 141).
5. Larangan Dalam Pertanian
Dalam setiap kegiatan yang memiliki aturan pasti ada kewajiban da nada
pula larangan, begitu pula dalam pertanian. Diantara larangan-larangan
dalam kegiatan pertanian yang bisa kami sebutkan adalah sebagai berikut:
a. Berbuat kemusyrikan dalam hal pertanian, seperti:
a) Menentukan hari baik pada saat menanam atau memanen tanaman
b) Mendatangi pawang hujan
c) Menaruh sesaji dan sedekah bumi
b. Merampas atau memindahkan batas tanah
c. Melakukan kegiatan pertanian dengan tujuan jahat
d. Terlalu menyibukan diri dalam pertanian sehingga lupa beribadah
e. Terlalu berlebihan mencintai pertanian.
“Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Alloh) sebagian dari hasil usaha kalian
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian.” (QS AlBaqarah : 267).
Sabda Nabi SAW: “Tidak ada zakat pada kurma dan biji-bijian yang kurang dari lima wasaq.”
Besarnya zakat pertanian
Besarnya zakat pertanian tergantung pengairannya, jika diari tanpa alat
misalnya dengan hujan atau diari dengan mengalirkan air dari mata air
ataupun dialiri dari air sungai tanpa memerlukan biaya adalah sepersepuluh
dari hasil panen (10 %) yang telah mencapai nishab. Dan apabila buahbuahan atau biji-bijian itu diari dengan menggunakan alat seperti timba
ataupun memerlukan biaya maka zakatnya adalah seperduapuluh dari hasil
panen (5%) yang telah mencapai nishab.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra dari Rasulullah Saw
bersabda:
“Pada yang diari dari sungai dan mendung (hujan) adalah sepersepuluh dan
pada yang diari dengan alat adalah seperduapuluh.”
Download