Uploaded by User100463

edoc.tips laporan-pendahuluan-ensefalitis-new-1-

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
ENSEFALITIS
Disusun Oleh:
Kelompok 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Dwi Novita S
Dyah Christyana
Elga Maydio
Enggar Mayning
Esti Rita D
Fifin Herdiana
Frizka Mulyani
Hevi Parrasentika
9. Ida Wahyuningsih
10. Ismi Q
11. Kharisma Iftafani
12. Lisa Ari
13. M.Faqih
14. Monika Dyah
15. M.Huda
PRODI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
ENSEFALITIS
I.
Konsep Penyakit
A. Definisi
Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat
mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula spinalis (Smeltzer,
2002).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi limfositik yang kuat
pada jaringa otak dan leptomeningen menyebabkan edema serebral, degenarasi sel
ganglion otak dan kehancuran sel saraf difusi (Anania, 2008).
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Mansjoer, 2000)
B. Etiologi
Mikroorganisme penyebab terjadinya ensefalitis menurut Anania (2008) dan
Smeltzer (2002) adalah sebagi berikut :
1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus:
a. Infeksi virus yang bersifat epidermik :
1) Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
2) Golongan arbovirus = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis,
Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley
encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca
vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO.
C. Tanda dan Gejala
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama
dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,
gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran
menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejangkejang di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersamasama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
D. Patofisiologi
Ensefalitis menngenai parenkim otak. Mikroorganisme yan menginfeksi salah
satunya adalah virus.Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan
saluran cerna dan menggandakan dirinya diri pada bagian infeksi awal, setelah
masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa
cara:
1. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah. Kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
2. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .Gejala
lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis,
Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak (Smeltzer, 2002)
E. Pathway
(Erfandi, 2002).
F. Komplikasi
1. Akut :
a. Edema otak.
b. SIADH.
c. Status konvulsi.
2. Kronik :
a. Cerebral palsy.
b. Epilepsy.
c. Gangguan visus dan pendengaran.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Biakan dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif. Biakan dari likuor serebrospinalis atau
jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan
sensitivitas terhadap antibiotika. Biakan dari feses, untuk jenis enterovirus
sering didapat hasil yang positif.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan
uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi
tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadangkadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma,
tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat
menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.(Smeltzer, 2002)
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa
pula
didapat
hasil
edema
diffuse,
dan
pada
kasus
khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal (Anania, 2002).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Isolasi : Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter :
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus, agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari
dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
a. Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan; jenis dan jumlah cairan
yang diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan untuk
menghilangkan edema otak.
c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang
sama
c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi :Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3 lt/menit).
6. Penatalaksanaan shock septik
7. Mengontrol perubahan suhu lingkunga
8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang
mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak,
selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi
dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari
secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral (Erfandi, 2002).
II.
Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji meliputi (Doenges, 1999) :
1. Biodata.
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu
dengan yang lain.
2. Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan
utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan
kesadaran, demam dan kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari
ditandai dengan demam,sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,
malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang
berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala
terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal
berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir
dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system
kekebalan
terhadap
penyakit
pada
anak.
Trauma
persalinan
juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak.
Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
Contoh : BBLR, & apgar score.
5. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak. Imunisasi
perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada
anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.
6. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan
penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu
diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular
yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno
marram, 1983).
7. Riwayat sosial.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu
status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien
ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.
8. Kebutuhan dasar (aktifitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari
antara lain: gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah,
hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola
istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita.
Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita
lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku
bermain perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat
hospitalisasi pada anak.
9. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad apemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi
:
a. Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan
atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat
disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan
dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
b. Gangguan system pernafasan.
c. Perubahan-perubahan
akibat
peningkatan
tekanan
intra
cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan
tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan
terjadi paralisa otot pernafasan.
d. Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada
daerah
tersebut,
hal
ini
akan
merangsaang
vasokonstriktor
dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor
menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
e. Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan
intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus
sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjd diare akibat
terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme.
f. Pertumbuhan dan perkembangan.
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada
keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social anak. Tahuntahun pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya.
Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk
mencapai tugas –tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna
dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal
penanganan
dan
antisipasi.
menggunakan format DDST.
J. Diagnosa Keperawatan
Pengkajian
dapat
dilakukan
dengan
1. Hipertermi b.d. penyakit: infeksi.
2. Mual b.d. peningkatan tekanan intrakranial, peradangan otak
3. Gangguan sensori persepsi (tipe: penglihatan, pendengaran, kinestetik,
taktil, olfaktori) b.d. ketidakseimbangan biokimia.
4. Resiko trauma b.d. penurunan koordinasi otot.
K. Perencanaan keperawatan
Diagnosa
Hipertermi
Tujuan
Intervensi
b.d. Setelah dilakukan tindakan Monitor
penyakit: infeksi
suhu
sesering
keperawatanselama 3x24
mungkin
jam pasien menunjukkansuhu
R: mencegah terjadinya
tubuh dalam batas normal hiperpireksia
dengan kreiteria hasil:
Monitor warna dan suhu
Indikator:
kulit
1. Suhu 36 – 37C
2. Nadi
dan
RR
R: kulit yn merah dan
dalam
rentang normal
3. Tidak
ada
hangat
menunjukkan
kenaikan suhu tubuh.
perubahan
Monitor
tekanan
warna kulit dan tidak ada
nadi dan RR
pusing, merasa nyaman
R:
mengetahui
fisiologis
darah,
respon
dari kenaikan
suhu tubuh
Monitor WBC, Hb, dan
Hct
R;
WBC
menunjukkan
yg
tinggi
hipertermi
krn infeksi, Hb dan HCT
yang rendah menunjukkan
hipertermi
kehilangan cairan.
karena
Monitor intake dan output
cairan
R: terkait dengan kenaikan
suhu akibat kekurangan
cairan.
Berikan anti piretik
R: menurunkan suhu tubuh
secara farmakologis.
Berikan
antibiotik
yang
sesuai
R:
hipertermi
karena
infeksi dapat hilang jika
infeksi hilang.
Selimuti pasien
R: lakukan jika pasien
menggigil.
Berikan cairan intravena
R: mencegah kekurangan
cairan akibat panas tubuh
yg tinggi.
Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
R:
memicu vasodilatasi
pembuluh darah besar shg
suhu
perifer
menjadi
dingin.
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor
hidrasi
seperti
turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)
Mual
b.d. Setelah dilakukan tindakan
Pencatatan intake output
peningkatan
keperawatan
tekanan
jam, mual
intrakranial,
dengan kriteria hasil:
tambahan
peradangan otak
Indikator:
terjadi dehidrasi.
selama 3x24 secara akurat
pasien
teratasi R:
1. Melaporkan bebas dari
mual
untuk
menentukan
cairan
Monitor status nutrisi
R:mempertahankan energi
2. Mengidentifikasi
hal-
klien.
hal yang mengurangi
Monitor
mual
(Kelembaban
3. Nutrisi adekuat
mukosa,
4. Status hidrasi: hidrasi
adekuat)
kulit membran mukosa
R:
baik, tidak ada rasa
dehidrasi
haus yang abnormal,
panas,
normal,
normal
jika
urin
TD,
output
HCT
status
hidrasi
membran
vital
memanatau
sign
adanya
Anjurkan untuk makan
pelan-pelan
R:
makan
akan
pelen-pelan
mencegah
pasien
memuntahkan makanan.
Batasi
minum
1
jam
sebelum, 1 jam sesudah
dan selama makan.
R: mencegah rasa penuh di
perut
yang
memicu
muntah.
Berikan terapi IV kalau
perlu
R:
terapi
mengganti
IV
untuk
cairan
yang
hilang akibat muntah.
Kolaborasi pemberian anti
emetik
R:
menghentikan
rasa
mula secara farmakologis.
Gangguan sensori
persepsi
Setelah dilakukan tindakan
dan
pantau
(tipe: keperawatan selama 3x24 jam secara teratur perubahan
penglihatan,
gangguan
pendengaran,
teratasi, dengan kriteria hasil:
kinestetik,
Evaluasi
sensori
persepsi orientasi,
taktil,
kemampuan
berbicara, afektif, sensorik
dan proses fikir.
Indikator:
R: perubahan motorik ,
ketidakseimbangan
1. komunikasi jelas dan
persepsi
biokimia
pantas
kepribadian dapat bersifat
olfaktori)
b.d.
secara
usia
dan
kemampuan
kognitif
menetap
dan
dan
terus
menerus.
2. Perhatian
Kaji kesadaran sensorik
3. Konsentrasi
seprti
4.
penglihatan
dan
sentuhanm
panas
dingin,
benda
pendengaran
tajam/tumpul.
5.koordinasi motorik
R: informasi penting untuk
keamanan
pasien,
jika
pasien merasakan panas
dan dingin maka akan
terhindar
karena
dari
tubuh
bahaya
akan
menghindar..
Catat adanya perubahan
yang
spesifik
seperti
mersusatkan kedua mata,
atau mengatakan instruksi
ya/tidak.
R: membantu menentukan
daerah
lokalisasi
yang
mengalami infeksi.
Hilangkan stimulus yang
berlebihan sesuai dengan
kebutuhan.
R: menurunkan ansietas,
respon
emosi
berhubungan
yang
dengan
sensasi yg berlebihan.
Resiko trauma b.d. Setelah dilakukan tindakan Sediakan lingkungan yang
penurunan
keperawatan selama 3x24 jam aman untuk pasien
koordinasi otot
klien tidak mengalami trauma R: mencegah cidera dari
dengan kriteria hasil:
eksternal
saat
terjadi
kejang.
Indikator:
1. Pasien
Identifikasi
terbebas
dari
trauma fisik
kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
2. Keluarga
mengontrol
mampu
resiko
riwayat penyakit terdahulu
pasien
trauma yang mungkin
R:
menyediakan
terjadi
lingkungan
yg
nyaman
sesuai kebutuhan pasien.
Memasang side rail tempat
tidur
R: mencegah pasien jatuh
dari tempat tidur.
Membatasi pengunjung
Memberikan
penerangan
yang cukup
R: pada pasien ensefalitis
mengalamai fotofobia, shg
penerangan
harus
lebih
redup.
Menganjurkan
keluarga
untuk menemani pasien.
R:
keluarga
mencegah
dapat
pasien
dari
cidera.
Mengontrol
lingkungan
dari kebisingan
Memindahkan
barang
barang-
yang
dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
R: agar keluarga pasien
memahami keadaan pasien
yang
mengalami
penurunan kesadaran dan
disfungsi
pada
otaknya
setidaknya hingga infeksi
pada otak teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anania, et all. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: Indeks.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III, jilid 2. jakarta: Media
Aeseolapius.
McCloskey dan Bulechek 2000. “Nursing interventions classification (NIC)”. United
States of America: Mosby.
Meidean, JM. 2000. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”. United States of
America: Mosby.
NANDA Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC
Download