Uploaded by skalabod

Materi HAN Pertemuan Ke 9

advertisement
Materi Kuliah HAN Pertemuan Ke 9
Sarana Tata Usaha Negara
Sarana Tata Usaha Negara adalah alat bagi pejabat Tata Usaha Negara untuk
melaksanakan surat keputusan yang dikeluarkan. Sarana Tata Usaha Negara dapat
dilaksanakan dalam 3 bentuk :
1. Peraturan Perundang-Undangan (Algemeen Verbindende Voorschriften)
Dan Keputusan-Keputusan Tata Usaha Negara Yang Memuat Pengaturan
Bersifat Umum (Besluiten Van Algemene Strekking)
Secara teoritis, istilah perundang-undangan mempunyai dua pengertian, yaitu:
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk
peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah.
Namun secara umum, Peraturan Perundangan dapat didefinisikan sebagai
sumber tata tertib hukum Republik Indonesia. Menurut Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) RI Nomor XX/MPRS/1966 tentang
memorandum DPR GR mengenai sumber Tata tertib hukum Republik Indonesia
dibuatlah tata urutan perundangan RI dengan istilah peraturan perundangan.
Sementara
itu,
beberapa
produk
undang-undang
menggunakan
istilah
Peraturan Perundang-Undangan selaku penamaan bagi semua hukum tertulis
yang dibuat dan diberlakukan dengan dasar UUD 1945. Namun dalam
prosesnya pengertian ini disempurnakan dengan apa yang tercantum dalam
Pasal 1 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 sehingga yang dimaksud dengan
Sumber Hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan
perundang-undangan yang terdiri atas sumber hukum tertulis dan sumber
hukum tak tertulis, dimana Pancasila adalah sumber hukum dasar nasional.
Selain itu Peraturan Perundang-Undangan memiliki ciri-ciri berikut ini:
a)Bersifat umum dan komprehensif.
b)Bersifat universal.
c) Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri.
Peraturan perundang-undangan itu juga bersifat umum-abstrak, yang
dicirikan oleh unsur-unsur diantaranya:
a) Waktu; tidak hanya berlaku pada saat tertentu.
b) Tempat; tidak hanya berlaku pada tempat tertentu.
c) Orang; tidak hanya berlaku pada orang tertentu.
TAP MPRS RI Nomor XX/MPRS/1966 mengemukakan berbagai bentuk
peraturan perundangan menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah
sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU dan Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. Keppres
6. Peratutan Pelaksana Lainnya Seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri,
Dan Lain-Lain
Dimana Tap MPRS tersebut telah diubah dengan Pasal 2 Ketetapan MPR
Nomor III/MPR/2000 tentang tata urutan peraturan perundangan yang
merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum antara lain :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan MPR RI
3. UU
4. Perpu
5. Perpres
6. Kepres
7. Perda
Sehingga ketika Tap MPR Nomor III/MPR/2000 disahkan maka Tap MPR
Nomor XX/MPRS/1966 dianggap tidak berlaku lagi. Dalam perkembangannya
lahirlah UU Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan
perundangan, berdasarkan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
yang berisi tata urutan perundangan sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. UU atau Perpu
3. PP
4. Perpres
5. Perda (yang terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan
peraturan desa/setingkat)
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak semua perundangundangan dibuat badan legislatif. Pada pasal 1 angka 2 UU Nomor 5 Tahun
1986 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 merumuskan
bahwa Peraturan Perundang-Undangan adalah semua peraturan yang bersifat
mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat
bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta
semua keputusan pejabat tata usaha negara dan atau badan baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah yang juga bersifat secara umum. Dari rumusan
pasal di atas dapat disimpulkaan bahwa keputusan dari badan atau pejabat
tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum (Besluit
Van Algemene Strekking) termasuk ke dalam Peraturan Perundang-Undangan
(Algemeen Verbindende Voorscriften).
Bentuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) atau Besluit Van Algemene
Strekking demikian tidak merupakan bagian dari perbuatan keputusan dalam
arti Beschickkingsdaad Van De Administratie tetapi diklasifikasikan dalam
perbuatan tata usaha di bidang pembuatan peraturan (Regelend Daad Van De
Administratie). Dalam Pasal 2 Huruf g Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 secara tegas
menentukan bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan
yang bersifat umum (Besluit Van Algemene Strekking ) tidak termasuk
Keputusan Tata Usaha Negara dalam arti Beschikking yang mempunyai
konsekuensi logis perbuatan badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan yang merupakan pengaturan yang bersifat umum
tidak dapat diganggu gugat di hadapan hakim Peradilan Tata Usaha Negara.
Pada umumnya pemerintah menetapkan adanya deferensiasi bentuk untuk
membedakan peraturan yang bersifat umum dan peraturan yang bersifat
Keputusan Tata Usaha Negara Beschikking. Dalam implementasi di lapangan
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum disebut dengan judul
Keputusan, seperti halnya keputtusan menteri, keputusan direktur jenderal,
keputusan gubernur. Sementara keputusan tata usaha negara yang bersifat
Beschikking diberi judul Surat Keputusan, seperti halnya surat keputusan
menteri, surat keputusan gubernur. Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersifat Beschikking harus didasari dan selaras dengan peraturan perundangan
yang mendasarinya.
Pasal 53 Ayat 2 Huruf a dari UU Nomor 5 tahun 1986 menentukan bahwa salah
satu dasar pengujian (Toetsinggrond) yang dapat digunakan seseorang atau
badan hukum perdata untuk menggugat badan atau pejabat negara di hadapan
hakim Peradilan Tata Usaha Negara ketika keputusan (Beschikking) yang
dikeluarkan itu bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang berlaku.
Peraturan perundangan-undangan yang dimaksud pada Pasal 53 Ayat 2 Huruf
b UU Nomor 5 Tahun 1986 termasuk pula keputusan tata usaha yang bersifat
umum (Besluit Van Algemene Strekking). Seperti halnya dengan peraturan
perundangan lainnya maka Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan
pengaturan yang bersifat umum dapat dijadikan sebagai salah satu dasar
hukum bagi dikeluarkannya surat keputusan.
2. Peraturan Kebijaksanaan
Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum yang dikeluarkan oleh
instansi
pemerintahan
berkenaan
dengan
pelaksanaan
wewenang
pemerintahan terhadap warga negara atau terhadap instansi pemerintahan
lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki dasar yang tegas
dalam UUD dan undang-undang formal baik langsung maupun tidak langsung.
Ciri-ciri
1. Peraturan
peraturan
kebijaksanaan
kebijaksanaan
bukan
adalah
merupakan
sebagai
peraturan
berikut:
perundang-
undangan.
2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundangundangan
tidak
dapat
diberlakukan
pada
peraturan
kebijaksanaan.
3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena
memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat
keputusan
peraturan
kebijaksanaan
tersebut.
4. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan ketiadaan
wewenang
administrasi
bersangkutan
membuat
peraturan
perundang-
undangan.
5. Pengujian
terhadap
peraturan
kebijaksanaan
lebih
diserahkan
pada
doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang
layak.
6. Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan.
Peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya
guna, yang berarti:
1. Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan, dan mengisi
kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan.
2. Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundangundangan.
3. Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum
terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan perundangundangan.
4. Sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundangundangan
yang
sudah
ketinggalan
zaman.
5. Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi
administrasi di bidang pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat
berubah atau memerlukan pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi.
Sementara itu, penerapan atau penggunaan peraturan kebijaksanaan harus
memperhatikan hal-hal di antaranya:
1. Harus sesuai dan serasi dengan tujuan undang-undang yang memberikan
ruang kebebasan bertindak.
2. Serasi dengan asas-asas hukum umum yang berlaku.
3. Sesuai dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.
3. Rencana ( Het Plan )
Dalam mewujudkan kesejahteraan warganya dan untuk merealisir tujuan
negara
sesuai
dengan
perkembangan
dan
pertumbuhan
masyarakat,
pemerintah dituntut untuk memasuki berbagai aspek kehidupan warganya.
Untuk mengarahkan tercapainya tujuan itu, pemerintah atau alat administrasi
negara membuat rencana-rencana (het plan). Produk het plan ini dijumpai pada
berbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya pengaturan rencana tata
ruang kota, rencana peruntukan tanah, RAPBN, RAPBD, dan lain sebagainya.
Rencana didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan
penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang
akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Perencanaan merupakan fungsi organik pertama dari administrasi dan
manajemen, karena tanpa adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka usaha pencapaian
tujuan. Pada negara hukum kemasyarakatan modern, rencana dijumpai pada
berbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya pengaturan tata ruang,
pengurusan kesehatan, dan pendidikan. Rencana juga merupakan keseluruhan
tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan
terlaksananya
keadaan
tertentu
yang
tertib
(teratur).
Suatu
rencana
menunjukkan kebijaksanaan apa yang akan dijalankan oleh tata usaha negara
pada suatu lapangan tertentu.
Di
Indonesia
perencanaan
sangat
berperan
dalam
pelaksanaan
pemerintahan, disadari bahwa berbagai upaya dan kebijaksanaan yang diambil
oleh badan-badan dan pejabat tata usaha negara adalah berkait satu sama lain,
serta memiliki konsekuensi keuangan yang saling berpengaruh. Karenanya
perlu terlebih dahulu dibuatkan rencana-rencana yang berkaitan secara
sinkron, serta tidak tumpang tindih, dan utamanya efisien didalam hal
pembiayaan.
Pada umumnya rencana-rencana pembangunan yang dibuat oleh badanbadan tata usaha negara didasarkan pada dasarnya pada besarnya porsi
belanja dan subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
bagi kegiatan tiap sektor/subsektor dari departemen/non departemen dan
jawaban yang bersangkutan. Perencanaan dapat dikategorikan yaitu sebagai
berikut :
1. Perencanaan
informatif,
yaitu
rancangan
estimasi
mengenai
perkembangan masyarakat yang dituangkan dalam alternatif-alternatif
kebijakan tertentu
2. Perencanaan indikatif, yaitu rencana-rencana yang memuat kebijakankebijakan yang akan ditempuh dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu
akan dilaksanakan
3. Perencanaan operasional atau normatif, yaitu rencana-rencana yang
terdiri dari persiapan-persiapan, perjanjian-perjanjian dan ketetapanketetapan.
Di dalam HAN, yang penting hanya rencana-rencana yang mempunyai
kekuatan hukum. Rencana ini dapat dikaitkan dengan stelsel perijinan atau hak
atas pembiayaan. Ada beberapa rencana pembangunan yang secara langsung
berakibat hukum bagi warga negara atau badan hukum perdata. Sebagai
contoh: rencana tat ruang kota, rencana-rencana detail perkotaan yang dibuat
berdasarkan SVO dan SVV (peraturan pada zaman Hindia Belanda yang berlaku
sampai bertahun-tahun setelah Indonesia mendeka) mengikat warga kota untuk
membangun serta tidak menyimpang dari pola gambar petunjuk peta-peta
pengukuran dan petunjuk rencana-rencana detail perkotaan mengingat tipa
penyimpangan
daripadanya
dapat
mengakibatkan
bangunan
yang
bersangkuatan dibongkar. Dewasa ini rencana tata ruang wilayah (RTRW),
rencana tata ruang kota (RTRK) uga merupakan cntoh aturan mengenai rencana
yang dibuat oleh pemerintah daerah.
Perencanaan sebagai tindakan administrasi negara harus memperhatikan
hal-hal yang dikemukakan oleh Bintoro Tjokroamidjojo, sebagai berikut:
1. Berorientasi untuk mencapai tujuan. Tujuan itu dapat bersifat ekonomi,
politik, sosial budaya, ideologis dan bahkan kombinasi dari berbagai hal
tersebut;
2. Berorientasi pada pelaksanaannya;
3. Perspektif waktu. Untuk mencapai tujuan tertentu bisa saja dilakukan
secara bertahap;
4. Perencanaan harus merupakan suatu kegiatan kontinyu dan terus
menerus.
Download