STUDI HIDROFOBIK ISOLATOR POLIMER DIBAWAH PENGARUH DIFUSI AIR DAN KORONA SKRIPSI Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Strata Satu Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin OLEH : MUH. IRFAN D411 16 010 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2020 LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR STUDI HIDROFOBIK ISOLATOR POLIMER DIBAWAH PENGARUH DIFUSI AIR DAN KORONA Disusun Oleh: MUH. IRFAN D41116010 Disusun dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Pernyataan untuk Menyelesaikan Program Strata-1 pada Sub-Program Teknik Energi Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Disahkan Oleh: Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, M.T. NIP. 19621231 199003 1 024 Dr. Ikhlas Kitta, S.T., M.T. NIP. 19760914 200801 1 006 Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Elektro Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, M.T. NIP. 19621231 199003 1 024 i ABSTRAK Isolator keramik dan porselen merupakan isolator yang sangat banyak digunakan di jaringan transmisi. Isolator tersebut memiliki bobot yang sangat berat. Selain itu, proses pembuatannya yang membutuhkan energi dalam jumlah besar tidak selaras dengan kebijakan pemerintah tentang konservasi energi nasional. Penelitian mengenai produk polimer sebagai isolator sedang gencarnya dilakukan, selain kekuatan dielektriknya yang mumpuni, bobot dan proses pembuatan isolator inipun lebih unggul. Salah satunya pada penelitian ini, yang mengkaji bagaimana kemampuan menolak air isolator polimer jenis silikon rubber yang diperoleh dari kerjasama industri bila diberi perlakuan perendaman pada suhu ruang dan suhu rekondisi 500C, sebagai akibat difusi air kedalam bahan dan juga kekuatan dielektriknya. Sesuai standar IEC dan juga pengujian data kualitatif. Akibat dari perendaman ini, air yang berdifusi mampu merubah sudut kontak isolator dari yang semula bersifat menolak air (hydrophobic), menjadi basah sebagian (partially wet). Prendaman ini juga berepengaruh pula terhadap kekuatan dielektriknya. Seperti nilai permitivitasnya yaitu 0.025 dan 0.027, nilai tegangan korona dan tembusnya sebelum pengujian berada pada 12.486kV dan 20.62kV, setelah perendaman 6 kV dan 15.6 kV. Untuk perendaman pada suhu rekondisi tingkat difusi airnya lebih besar dengan rata-rata 0.44%, sedangkan pada suhu ruang hanya berkisar 0.37%. Beberapa penelitian terkait yang menggunakan bahan uji yang dibuat sendiri cenderung lebih buruk dalam hal menolak air, seperti di tunjukkan pada persentase difusi airnya yang melebihi 1%, dan tegangan tembusnya hanya 14 kV sehingga dapat di simpulkan bahwa material yang di uji pada penelitian ini lebih baik. Kata Kunci : Polimer, Silikon Rubber, Hidrofobik, Korona ii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Studi Hidrofobik Isolator Polimer Dibawah Pengaruh Difusi Air dan Korona”. Penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Shalawat menyertai salam, semoga tetap terkirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, sahabat, keluarga dan para umatnya hingga akhir zaman. Mengawali kalimat dalam lubuk hati dan pikiran, penulis ingin mrnyampaikan banyak terimakasih kepada kedua orangtua yang senantiasa memberi kasih sayang sebelum terlahir dan sejak pertamakali penulis melihat dunia, serta senantiasa memberikan dukungan tiada tara meskipun di usia senjanya kini, sehingga masa-masa sulit dalam menempuh pendidikan mampu terlewati. Sungguh sebuah perjuangan yang tidak ternilai harganya, begitupun untuk ketiga sodara perempuan saya, yang menjadi penyemangat hidup untuk tetap menjadi orang yang bertanggung jawab bagi keluarga. Penulis menyadari akan kekurangan skripsi ini, baik dalam bentuk, isi dan penyusunan. Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan tenaga, fikiran dan materi berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan penghargaan serta ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, M.T., IPM selaku Kepala Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. 2. Seluruh Dosen dan Staf Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, atas segala jasanya telah membantu prnulis selama menempuh masa studi. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Muhammad Arsyad Thaha, M.T. sebagai dekan Fakultas Teknik Unhas. 4. Ibu Prof. Dr. Dwia Ariestina Pulubuhu, MA. Sebagai Rektor Unhas. iii 5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, M.T.,IPM dan Bapak Dr. Ikhlas Kitta S.T, M.T, sebagai pembimbing satu dan dua pada penelitian ini. 6. Bapak Yusri Syam Akil, S.T, M.T,Ph.D selaku penguji I dan Bapak Ir. Dr.Ir.Yustinus Upa Sombolayuk.,MT. selaku penguji II yang juga telah banyak memberi masukan serta kritikan yang sangat membangun dalam perbaikan penulisan skripsi ini. 7. Guru-Guru penulis TK. Dhamawanita Larompong, SDN 227 Larompong, SMPN 1 Larompong dan SMAN 1 Larompong, yang tak mungkin terlupakan jasa-jasanya dalam membimbing penulis sampai kapanpun. 8. Kepada teman senasib seperjuangan “EXCITER16” yang membersamai penulis dalam berbagai rentetan peristiwa di Fakultas Merah Hitam Teknik Unhas 9. Teman-teman “KKN Reguler Kec. Barebbo B Kab. Bone umumnya dan Desa Talungeng khususnya” atas dedikasi tiada tara mensukseskan misi pengabdian di tanah air. 10. Keluarga Beasiswa Yayasan Van De Venter Maas Indonesia (YVD-MI), Ibu Parce, Kak Dios, Kak Isna, Kak Alif, dan Kak Luluk yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan, dan juga pengalaman berharga sebagai bekal penulis dalam menghadapi tantangan hari esok. 11. Keluarga Kecil PK.iIdentitas Unhas, Ketua Penyunting, Redaktur Pelaksana, Kordinator Liputan yang selalu memberi pengalaman bekerja dalam tekanan. 12. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dan telah terlibat dalam membantu menyelesaikan tugas akhir ini. Terakhir, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca sekalian. Gowa, 18 Agustus 2020 Penulis, MUH. IRFAN iv DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR .................................................... i ABSTRAK.......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR....................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR....................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................. x BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 2 1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Masalah ........................................................... 2 1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4 2.1 Isolator ......................................................................................................... 4 2.2 Pengertian Polimer ....................................................................................... 4 2.3 Manfaat Polimer ........................................................................................... 5 2.4 Jenis-Jenis Isolator........................................................................................ 6 2.5 Isolator Polimer ............................................................................................ 7 2.6 Silikon Rubber............................................................................................ 10 2.7 Sudut Kontak .............................................................................................. 12 2.7.1 Pembentukan Sudut Kontak Pada Butir Air ........................................ 12 2.8.2 Metode Pengukuran Sudut Kontak ..................................................... 13 v 2.8 Metode Pengujian Sifat Hidrofobik Isolator ................................................ 14 2.9 Pembangkitan Tegangan Tinggi .................................................................. 19 2.10 Dielektrik Di Bawah Pengaruh Medan Listrik............................................. 20 2.11 Karakteristik Isolator .................................................................................. 20 2.11.1Karakteristik Elektrik ........................................................................ 20 2.11.2 Karakteristik Mekanis ................................................................... 21 2.12 Peluahan ..................................................................................................... 22 2.12.1 Jenis-Jenis Peluahan ..................................................................... 22 2.12.2 Mekanisme Peluahan Pada Elektroda Tak Seragam ...................... 26 2.12.3 Pengukuran Peluahan.................................................................... 27 2.13 Penentuan Kadar Air .................................................................................. 28 2.14 Penelitian Serupa ........................................................................................ 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 31 3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 31 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................................... 31 3.3 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 31 3.4 Metode Pengambilan Data .......................................................................... 39 3.4.1 Difusi Air........................................................................................... 39 3.4.2 Uji Korona Hingga Tegangan Tembus ............................................... 40 3.4.3 Pengambilan Data Sudut Kontak ........................................................ 41 3.4.4 Pengambilan Data Nilai Permitivitas Relatif ...................................... 42 3.4.5 Menghitung Nilai Standar Deviasi ..................................................... 44 3.5 Diagram Alur ............................................................................................. 45 3.6 Analisis Data .............................................................................................. 46 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 47 4.1 Data Sebaran Berat Harian.......................................................................... 47 vi 4.1.1 Perendaman Pada Suhu Ruang ........................................................... 48 4.1.2 Perendaman Pada Suhu Rekondisi ..................................................... 49 4.1.3 Perbandingan Berat Kedua Perlakuan ................................................ 51 4.2 Persentase Berat Harian Masing-Masing Perlakuan .................................... 54 4.2.1 Persentase Berat Harian Pada Suhu Ruang ........................................ 54 4.2.2 Persentase Berat Harian Suhu Rekondisi ............................................ 56 4.2.3 Perbandingan Persentase Berat Harian Kedua Perlakuan .................... 58 4.3 Sebaran Nilai Sudut Kontak........................................................................ 60 4.3.1 Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Ruang ................................... 60 4.3.2 Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Rekondisi ............................. 63 4.3.3 Perbandingan Nilai Sudut Kontak Kedua Perlakuan ........................... 65 4.3.4 Nilai Sudut Kontak Dibawah Pengaruh Pengujian Korona dan Tegangan Tembus Pada Sampel Baru ................................................ 67 4.4 Grafik Tiga Aksis Perbandingan Data Berat dan Sudut Kontak Tiap Perlakuan.................................................................................................... 70 4.5 Kekuatan Dielektrik.................................................................................... 72 4.5.1 Nilai Permitivitas ............................................................................... 73 4.5.2 Nilai Efek Korona dan Tegangan Tembus .......................................... 85 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 90 5.1 Simpulan .................................................................................................... 90 5.2 Saran .......................................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 92 LAMPIRAN ..................................................................................................... 94 TENTANG PENULIS ................................................................................... 120 vii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Isolator Pendukung ........................................................................... 7 Gambar 2.2 Isolator Gantung ............................................................................... 7 Gambar 2.3 Bagian Isolator Polimer .................................................................... 9 Gambar 2.4 Ikatan Kimia Silikon Ruber ............................................................ 11 Gambar 2.5 Pembentukan Sudut Kontak Antara Butir Air dan Permukaan ......... 12 Gambar 2.11 Proses Jarum Negatif Pelat............................................................ 25 Gambar 2.12 (a) Rangkaian Ekivalen Peralatan Isolasi dengan Void, (b) Rangkaian Ekivalen Kapasitansi .................................................... 27 Gambar 3.1 Meja Kontrol (Control Desk) .......................................................... 31 Gambar 3.2 Transformator Uji ........................................................................... 32 Gambar 3.3 Measuring Capacitor ....................................................................... 32 Gambar 3.4 Connecting Cup .............................................................................. 32 Gambar 3.5 HV9110 Floor Padestal ................................................................... 33 Gambar 3.6 HV9108 Connecting Rod ................................................................ 33 Gambar 3.7 Elektroda Jarum .............................................................................. 33 Gambar 3.8 Elektroda Bidang ............................................................................ 34 Gambar 3.9 Barometer ....................................................................................... 34 Gambar 3.10 Termometer Digital ...................................................................... 34 Gambar 3.11 Oven Listrik 275 Watt .................................................................. 35 Gambar 3. 12 Material Uji (Isolator Polimer Jenis Silikon Rubber) .................... 35 Gambar 3. 13 Satu Set Alat Ukur Kapasitansi .................................................... 36 Gambar 3. 14 Neraca Analitik ............................................................................ 36 Gambar 3.15 Laptop dan Kamera Untuk Pengambilan Sudut Kontak ................. 37 Gambar 3. 16 Jangka Sorong ............................................................................. 37 Gambar 3. 17 Mikropipet ................................................................................... 38 Gambar 3. 18 Thermostat Digital ....................................................................... 38 Gambar 3. 19 Air Aquadest................................................................................ 38 Gambar 3. 20 Box Perendaman .......................................................................... 39 Gambar 3.21 Rangkaian Uji Korona dan Tegangan Tembus .............................. 40 Gambar 3.22 Pengambilan Gambar Sudut Kontak ............................................. 41 viii Gambar 3.23 Pengukuran Sudut Kontak Tetesan 1 SIRA30C Hari Ke 27........... 42 Gambar 3.24 Pengukuran Sudut Kontak Tetesan 2 SIRA30C Hari Ke 37........... 42 Gambar 3.25 Pengukuran Sudut Kontak Tetesan 3 SIRA30C Hari Ke 27........... 42 Gambar 4. 1 Grafik Sebaran Berat Harian Perendaman Suhu Ruang .................. 49 Gambar 4. 2 Grafik Sebaran Berat Harian Pada Suhu Rekondisi ........................ 51 Gambar 4. 3 Grafik Nilai Sebaran Harian Dua Perlakuan ................................... 53 Gambar 4. 4 Grafik Persentase Berat Harian Rata-Rata Suhu Ruang .................. 55 Gambar 4. 5 Grafik Persentase Berat Harian Suhu Rekondisi ............................. 57 Gambar 4. 6 Grafik Perbandingan Nilai Persentase Harian Dua Perlakuan ......... 59 Gambar 4. 7 Grafik Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Ruang ................... 62 Gambar 4. 8 Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Rekondisi ......................... 64 Gambar 4. 9 Grafik Perbandingan Nilai Sudut Kontak Kedua Perlakuan ............ 66 Gambar 4. 10 Grafik Pengaruh CE dan BV Terhadap Sudut Kontak .................. 69 Gambar 4. 11 Grafik 3 Aksis Perbandingan Berat dan Sudut Kontak Kedua Perlakuan ..................................................................................... 71 Gambar 4. 12 Nilai Permitivitas Suhu Ruang ..................................................... 76 Gambar 4. 13 Grafik Nilai Permitivitas Pada Suhu Rekondisi ............................ 79 Gambar 4. 14 Grafik Perbandingan Nilai Permitivitas Kedua Perlakuan ............ 82 Gambar 4. 15 Grafik Nilai Permitivitas Relatif Sampel Baru Pada Uji Korona dan Tegangan Tembus ........................................................................ 84 Gambar 4.16 Grafik Perbandingan Nilai Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Sampel Sebelum dan Sesudah Terdifusi ...................................... 88 ix DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Kekuatan Dielektrik Isolator ................ Error! Bookmark not defined. Tabel 4. 1 Data Sebaran Berat Harian Pada Suhu Ruang .................................... 48 Tabel 4. 2 Sebaran Berat Harian Suhu Rekondisi ............................................... 50 Tabel 4. 3 Rata-Rata Berat Dua Perlakuan ......................................................... 51 Tabel 4. 4 Persentase Berat Harian Suhu Ruang ................................................. 54 Tabel 4. 5 Persentase Berat Harian Suhu Rekondisi ........................................... 56 Tabel 4. 6 Perbandingan Persentase Rata-Rata Kedua Perlakuan........................ 58 Tabel 4. 7 Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Ruang................................................ 61 Tabel 4. 8 Sebaran Nilai Sudut Kntak Pada Suhu Rekondisi .............................. 63 Tabel 4. 9 Perbandingan Nilai Sudut Kontak Kedua Perlakuan .......................... 65 Tabel 4. 10 Nilai Sudut Kontak Setelah Pengujian Korona dan Tegangan .......... 68 Tabel 4. 11 Nilai Perbandingan Berat dan Sudut Kontak Pada Kedua................ 70 Tabel 4. 12 Nilai Kapasitansi Pada Suhu Ruang ................................................. 73 Tabel 4. 13 Nilai Permitivitas Pada Suhu Ruang ................................................ 74 Tabel 4. 14 Nilai Kapasitansi Sampel Pada Suhu Rekondisi ............................... 77 Tabel 4. 15 Nilai Permitivitas Sampel Pada Suhu Rekondisi .............................. 78 Tabel 4. 16 Nilai Permitivitas Kedua Perlakuan ................................................. 80 Tabel 4. 17 Nilai Kapasitansi Pengujian Korona dan Tegangan Tembus Pada .... 83 Tabel 4. 18 Nilai Permitivitas Sampel Baru Pada Pengujian Korona dan Tegangan Tembus ........................................................................................... 83 Tabel 4. 19 Nilai Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Pada Sampel Baru . 86 Tabel 4. 20 Nilai CE dan BV Pada Sampel Setelah Direndam ............................ 87 Tabel 4. 21 Nilai Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Sebelum dan Setelah Sampel Terdifusi ............................................................................. 88 x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beragam jenis isolator padat yang dapat kita temui mulai dari isolator keramik, gelas ataupun porselen. Bahan-bahan itu mempunyai kelemahan saat bekerja pada kondisi yang lembab akibat memiliki sifat menyerap air (hydrophilic). Artinya adalah kondisinya akan semakin memburuk ketika berada pada daerah kerja yang berpolutan atau dalam keadaan terbuka misalnya pinggiran laut atau kawasan industri. Selain itu dalam proses pembuatannya membutuhkan energy yang terlalu besar, dan juga bobot massanya yang terlalu berat Karet silikon merupakan salah satu bahan isolasi dari keluarga polimer yang memiliki sifat kinerja hydrofobik (sifat menolak air) yang baik, ringan dan mudah dibentuk. Oleh karena keunggulan yang dimilikinya, diangkatlah penelitian yang akan menguji sifat hydrofobik isolator tersebut selama diberikan perlakuan difusi air dan pengujian korona. Cara menentukan isolator bersifat hydrofilik, ataupun hydrofobik adalah dengan melalui pengujian dan pengukuran sudut kontak. Segala jenis pengujian yang dilakukan sesuai standar IEC dan ASTM. Hasil akhir dari penelitian ini adalah menentukan tingkat hydrofobik isolator polimer setelah diberi perlakuan perendaman air dan uji korona. Hal tersebut diadaptasi dari kondisi isolator tegangan tinggi di jaringan transmisi yang sering terkena air hujan dan juga terpapar korona. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana menentukan tingkat hidrofobik isolator polimer? 2. Bagaimana menguji tingkat hidrofobik isolator polimer? 3. Bagaimana pengaruh perendaman terhadap sudut kontak dan berat sampel? 4. Bagaimana pengaruh kekuatan dielektrik sampel pada masing-masing perlakuan? 1 1.3 Tujuan Penelitian Dari penelitian ini kita berharap tercapainya tujuan sebagai berikut 1. Menentukan tingkat hidrofobik isolator polimer melalui pengujian sudut kontak sebelum dan setelah perlakuan. 2. Mengetahui metode pengujian sudut kontak isolator polimer 3. Mengetahui hubungan antara penambahan berat pada bahan uji terhadap nilai sudut kontak selama perendaman suhu ruang dan suhu rekondisi. 4. Mengetahui kecendrungan perubahan nilai permitivitas bahan uji sebagai fungsi kekuatan dielektrik pada material saat perlakuan perendaman suhu ruang, rekondisi, sebelum dan sesudah pengujian tegangan tembus. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah 1. Sebagai referensi data dalam mengetahui tingkat hidrofobik isolator polimer 2. Referensi pengembangan isolator tegangan tinggi 3. Mengetahui cara menguji tingkat hidrofobik isolator polimer dengan metode sudut kontak sesuai standar IEC. 1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Material uji yang di gunakan adalah isolator polimer jenis silikon rubber dengan ukuran luas 0.0048 cm2 dan ketebalan 0.0034 cm yang diperoleh atas kerjasama industri. 2. Pengambilan data dikelompokkan berdasarkan 4 jenis perlakuan seperti perendaman pada suhu ruang, perendaman pada air rekondisi 500C, uji korona dan tegangan tembus. 3. Penelitian ini tidak membahas secara detil tentang struktur kimia penyusun sampel. 1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan seminar usulan ini sebagai berikut : 2 BAB I Pada bagian ini berisikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II BAB ini menyajikan teori-teori dasar yang berkaitan dengan penelitian ini guna mendukung berjalannya penelitian hingga didapatkan hasil yang sesuai. Tinjauan pustakanya sendiri diambil dari jurnal ilmiah nasional dan referensi lain yang dapat dipertanggung jawabkan BAB III Dalam BAB ini berisikan tentang waktu dan tempat penelitian, metode pengambilan dan analisis data, prosedur penelitian dan juga diagram alur penelitian. BAB IV Berisi tentang data hasil penelitian beserta analisis hasil keseluruhan pengujian. BAB V Merupakan bagian kesimpulan 3 dan saran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Isolator Isolasi adalah sifat bahan yang berfungsi dapat memisahkan secara elektris dua atau lebih penghantar listrik bertegangan yang berdekatan, sehingga tidak terjadi kebocoran arus, tidak terjadi lompatan api atau lewat denyar(flashover), ataupun percikan api (sparkover). Sedangkan isolator adalah alat yang dipakai untuk mengisolasi. Kemampuan bahan isolasi untuk menahan tegangan disebut kekuatan dielektrik. Kekuatan dielektrik dari bahan isolasi sangat penting dalam hal menentukan kualitas isolator yang nantinya akan mendukung keseluruhan sistem tenaga listrik. Semakin tinggi kekuatan dielektrik bahan isolasi semakin baik dipakai, terutama pada peralatan listrik tegangan tinggi (Prasetyo, 2012) Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki tegangan dan juga tidak bertegangan. Sehingga bagian yang bertegangan ini harus dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak bertegangan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi aliran arus yang tidak semestinya ada antara satu bagian dengan yang lainnya. Misalnya pada suatu jaringan transmisi, antara suatu konduktor penghantar dengan konduktor lainnya dipisahkan oleh udara. Namun konduktor ini harus digantungkan pada tower penopang sehingga dibutuhkan suatu isolator yang cukup kuat untuk menopang konduktor ini sekaligus mengisolasi antara konduktor dengan menara yang terhubung ke tanah agar tidak terjadi hubung singkat ke tanah. 2.2 Pengertian Polimer Polimer adalah molekul besar yang tersusun secara berulang dari molekul molekul kecil yang saling berikatan. Polimer mempunyai massa molekul relatif sangat besar, yaitu sekitar 500 -10.000 kali berat molekul unit ulangnya. Istilah polimer berasal dari bahasa yunani, polys = banyak dan meros = bagian, yang berarti banyak bagian atau banyak monomer. Polimer merupakan molekul besar (makromolekul) yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer, biasanya ekivalen dengan monomer, yaitu bahan dasar polimer tersebut (F. W. Billmeyer, 1971) 4 Pada umumnya, polimer merupakan senyawa kimia organik yang didasarkan pada karbon, hidrogen, dan unsur bukan logam (O, N, dan Si). Polimer alam memiliki rantai karbon utama berupa rantai karbon (C). Umumnya, polimer memiliki struktur molekul yang sangat besar. Penggunaan polimer sebagai material, terus menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, plastik merupakan salah satu contohnya. Material plastik banyak digunakan karena memiliki sifat unggul seperti ringan, transparan, tahan air, serta harganya yang relatif murah. Plastik yang digunakan saat ini merupakan polimer sintetik, terbuat dari bahan kimia yang tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme di lingkungan. Ketidak-mampuan mikroorganisme untuk menguraikan material ini, menimbulkan masalah sampah. Sampah yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah yang sangat serius. Polistiren merupakan salah satu jenis polimer sintetik yang banyak digunakan sebagai bahan insulator listrik, pembungkus makanan, styrofoam, dan mainan anak. Polistiren mengandung monomer stiren yang murah dan mudah didapat akan tetapi polistiren sulit terdegradasi oleh mikroorganisme di alam. Oleh karena itu, perl dilakukan modifikasi terhadap polimer sintetik agar diperoleh polimer yang dapat terdegradasi. 2.3 Manfaat Polimer Dewasa ini, polimer merupakan salah satu „bahan teknik‟ yang penting untuk keperluan konstruksi atau suku cadang, disamping bahan konvensional lainnya seperti logam dan keramik. Sebagai „polimer komoditas‟, yaitu bahan polimer yang digunakan pada pembuatan barang keperluan konsumen, misalnya untuk peralatan rumah tangga, mainan, alat kantor, dan sebagainya, volume kebutuhannya semakin meningkat. Selain daripada itu, bahan polimer telah dimodifikasi secara fisiko-kimiawi menjadi bahan khusus dengan karakteristik tertentu seperti untuk pembuatan peralatan kesehatan dan komponen elektronika. Bahan polimer khusus termodifikasi ini, yang walaupun volume produksinya kecil, harganya dapat mencapai puluhan kali harga polimer komoditas. Karena latar belakang kebutuhan diatas, industri bahan polimer kini telah berkembang pesat mencapai pertumbuhan sampai 7% per tahun. 5 Sampai tahun 1980-an industri tersebut telah memperkenalkan berbagai bahan polimer teknik, yang pada berbagai penggunaannya, bahan polimer tersebut telah menggantikan peranan bahan-bahan lain. Sebagai salah satu contoh, dalam dunia industri pipa distribusi air dan gas, bahan baja, besi, tembaga dan keramik telah digantikan oleh polipropilena dan polivinil klorida yang lebih murah dan mudah diperoleh (Wirjosentono, 1998) 2.4 Jenis-Jenis Isolator Isolator hantaran udara terdiri dari beberapa jenis, yaitu dibedakan berdasarkan lokasi pemasangan dan berdasarkan fungsinya. Jenis isolator berdasakan lokasi pemasangan terdiri dari isolator pasangan dalam (indoor) dan isolator pasangan luar (outdoor). Isolator pasangan luar dibuat bersirip untuk memperpanjang lintasan arus bocor dan mencegah terjadinya jembatan air yang terbentuk jika isolator dibasahi air hujan. Untuk jenis isolator berdasakan fungsinya terdiri dari isolator pendukung dan isolator gantung (suspension). Isolator pendukung terdiri dari tiga jenis, yaitu: isolator pin, isolator post dan isolator pin-post. Isolator jenis pin digunakan untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan menengah, dipasang pada palang tiang tanpa beban tekuk. Isolator pin dapat juga digunakan untuk tiang yang mengalami beban tekuk, dalam hal ini isolator dipasang ganda pada palang ganda. Jenis pin-post digunakan untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan menengah, dipasang pada tiang yang mengalami gaya tekuk. Isolator jenis post digunakan untuk pasangan dalam, antara lain sebagai penyangga rel daya pada panel tegangan menengah. Isolator jenis post tidak bersirip Seperti halnya jenis pin-post, karena isolator ini dirancang untuk pasangan dalam. Gambar 2.1 merupakan isolator pendukung yang terdiri dari tipe pin, post, dan pin-post. 6 Gambar 2.1 Isolator Pendukung Dilihat dari bentuknya, isolator gantung terdiri dari dua jenis, yaitu isolator piring (Gambar 2.1a) dan isolator silinder atau batang (Gambar 2.1.b). Isolator gantung digunakan untuk jaringan hantaran udara bertegangan menengah dan tegangan tinggi. Pada jaringan tegangan menengah digunakan pada tiang akhir dan tiang sambungan. Untuk trasmisi tegangan tinggi, isolator piring dirangkai berbentuk rantai , seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.c. Isolator rantai ada yang dilengkapi dengan tanduk busur (arching horn) untuk melindungi isolator saat terjadi layar-denyar akibat tegangan lebih pada jaringan (B.L Tobing, 2012) Gambar 2.2 Isolator Gantung 2.5 Isolator Polimer Isolator polimer adalah bahan penyusun isolator yang masih terbilang baru. Pada beberapa dekade terakhir penggunaan isolator polimer semakin banyak 7 digunakan sebagai pengganti isolator bahan porselen dan gelas. Hal ini dikarenakan isolator polimer memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan bahan prselin dan gelas. Kelebihan isolator polimer antara lain: 1. Memiliki sifat hidrofobik yang sangat baik. 2. Memiliki massa jenis yang lebih kecil dibandingkan isolator berbahan porselin dan gelas. 3. Memiliki sifat dielektrik dan termal yang lebih tinggi. 4. Tahan terhadap polusi sehingga kotoran sukar menempel pada permukaan. 5. Tidak terdapat lubang karena bahan yang digunakan sangat rapat. Adapun kekurangan yang dimiliki isolator polimer adalah: 1. Kekuatan mekanis isolator polimer lebih rendah dibandingkan isolator berbahan porselin dan gelas. 2. Ketidakcocokan bahan antar muka yang digunakan daapat menimbulkan korosi atau keretakan. 3. Rentan terhadap perubahan cuaca yang ekstrim. 4. Penuaan/degradasi pada permukaan dan stress yang disebabkan oleh korona, radiasi UV, atau zat kimia dapat mengakibatka reaksi kimia pada permukaan isolator polimer. Sehingga dapat mempercepat penuaan yang dapat menghilangkan sifat hidrofobiknya. Isolasi polimer mempunyai struktur kimia terdiri atas molekul makro rantai panjang dengan ulangan unit monomer yang biasanya diberi nama awalan poly pada muka monomer. Ada banyak bahan polimer yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan isolator antara lain yakni : silicone rubber, ethylene propylene Rubber (EPR), Epoxy Resins (Gorur, 1999) Pada Gambar 2.3 di bawah ini memperlihatkan komponen dasar isolator polimer yang terdiri dari core (inti), weathersheds (pembungkus) dan Fitting yang terbuat dari logam dan kedua ujungnya dihubungkan dengan core. 8 Gambar 2.3 Bagian Isolator Polimer Fitting pada sebuah isolator polimer dirancang untuk mampu menahan beban yang berasal dari isolator. Sebuah fitting terbuat dari bahan logam tuang atau tempaan antara lain aluminium, tembaga, baja. Fitting pada isolator polimer berguna sebagai pemegang dari inti, dimana pada desainnya inti diletakkan pada posisi terjepit di dalam fitting. Inti (core) pada isolator polimer berguna untuk memperkuat atau menambah kekuatan mekanik dari isolator polimer. Inti (core) terbuat dari bahan fiberglass, resin epoksi yang kemudian dibungkus shed. (Setiaji, 2010) Isolator yang dipasang di luar ruangan rentan terpengaruh pada kerusakan akibat sinar ultraviolet (UV) dan erosi. Kerusakan yang terjadi umumnya berhubungan dengan penggunaan material yang kurang tepat, teknik produksi, kualitas batang serat fiber yang rendah, serta penyegelan antara batang, kerangka dan ujung logam yang tidak bagus. Penyebab kerusakan polimer dapat juga berupa pengapuran, krasing dan penetrasi air. Selain itu, pada umumnya polimer rentan terhadap pengaruh lingkungan dan polusi yang tinggi. Keuntungan isolator ini terletak dari bobotnya yang mencapi 90% lebih ringan daripada isolator tipe keramik. Isolator ini juga memiliki sifat hidrofobik, sifat termal dan dielektrik yang lebih baik disbanding keramik dan gelas. Pada awalnya desain utama dari isolator ini ada dua yaitu dalam bentuk isolator gantung, dan tipe post. 9 2.6 Silikon Rubber Beberapa waktu terakhir bahan polimer baru seperti karet silicon, poliuretan dan epoksi digunakan sebagai isolator jenis pasangan luar tegangan tinggi. Selain biaya yang murah dalam pembuatannya, kemudahan dalam mencetak dan tahan terhadap iklim menjadi alas an orang-orang memilihnya. Karateristiknya yang lain, mereka juga memiliki energy permukaan rendah yang dapat di jelaskan oleh adanya gugus metil pada permukaan, sehingga memiliki sifat anti air atau hidrofobik. Tiga puluh tahun yang lalu, matematikawan seperti Von Kock, Peano, Hausdorff, Besicovitch dan yang lain membuat gambar patologis yang digunakan untuk menghitung eometri fractal. Baru-baru ini geometri itu telah diterapkan dalam memproses gambar digital, teknik segmentasi dalam menentukan tingkat kekasaran permukaan pada fraktur, permukaan keausan dan erosi. Beberapa peneliti telah mengusulkan analisis gambar digital untuk mengklasifikasikan hidrofobik isolator listrik. (Daniel Thomazini, 2018) Silicone Rubber merupakan salah satu bahan polimer yang kemampuan kontaminasinya tinggi dikarenakan sifat hidrofobiknya yang tinggi, ringan bobotnya dan pembentukannya mudah. Bahan silicone rubber juga mampu memulihkan (recovery). Pemindahan transfer sifat hidrofobiknya ke lapisan polusi akibatnya lapisan polusi ikut bersifat hidrofobik sehingga pada saat hujan atau lembab tidak terbentuk lapisan air, akibatnya konduktifitas permukaan isolator tetap rendah dengan demikian arus bocor sangat kecil. (Gorur, 1999) Struktur kimia silicone rubber terdiri dari suatu tulang punggung silicone yang lebih fleksibel dibandingkan polimer lainnya. Di bawah ini memperlihatkan struktur kimia silicone rubber. 10 Gambar 2.4 Ikatan Kimia Silikon Ruber Jarak ikatan Si-O sekitar 1,64⁰A yang lebih panjang dibandingkan jarak ikatan C – C sekitar 1,5⁰ A yang banyak ditemukan pada polimer organik.kemudian susunan ikatan Si-O-Si (180⁰- ) -143⁰ lebih terbuka bila dibandingkan tettrahidrat biasa (-110⁰) yang berperan meningkatkan keseimbangan, dengan demikian ikatan membentuk suatu bentuk yang rapat ketika keadaan tergulung acak, dan rantai silicone yang terdapat metil mampu meluruskan sendiri untuk bersekutu menghasilkan hidrofobik pada permukaanya. Namun kekuatan mekanik silicone rubber sangat rendah tanpa ada bahan pengisi karena gaya antar molekulnya rendah. Karet silikon merupakan bahan isolasi yang tahan terhadap suhu tinggi. Secara garis besar karet silikon dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. High Temperatur Vulcanizing (HTV). Bahan ini dapat digunakan pada suhu 55 0C – 200 0C, biasanya digunakan untuk isolasi kabel dan bahan isolator tegangan tinggi. Sifat yang dimiliki karet silikon jenis HTV ini adalah tahan terhadap alkohol, garam dan minyak, memiliki tahanan yang baik terhadap ozon, korona dan air. 2. Room Temperatur Vulcanizing (RTV). Bahan ini dibuat pada suhu 25 0C – 80 0C dan biasanya digunakan untuk melapisi isolator keramik. Penggunaan bahan pengisi pada suatu produk tuangan mengandung dua tujuan yaitu secara teknis dan secara ekonomis. Secara teknis, penggunaan bahan pengisi dimaksudkan sebagai upaya untuk memodifikasi kinerja polimer tersebut 11 seperti untuk meningkatkan sifat rnekanis, meningkatkan konduktifitas termal, menurunkan ekspansi termal dan untuk menurunkan tingkat absorbsi air (Kahar N., 1999) 2.7 Sudut Kontak 2.7.1 Pembentukan Sudut Kontak Pada Butir Air Sudut kontak (θ) adalah sudut yang terbentuk antara permukaan isolator dengan air destilasi pada permukaan isolator. Sifat hydrophobic pada suatu permukaan isolator mempengaruhi besar sudut kontak air pada permukaan isolator. Sifat hidrofobik berguna agar permukaan isolator tetap memiliki konduktivitas yang rendah, sehingga nilai arus bocor yang mengalir relative lebih kecil. Besar sudut kontak yang terbentuk mempengaruhi besar arus bocor dan medan listrik pada permukaan isolator. Hal ini pun mampu menginisiasi penurunan kekuatan elektris isolator. Besar sudut kontak air pada suatu permukaan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Hampir tidak basah Sudut kontak yang terbentuk antara butir air dan permukaan isolator adalah lebih dari 90 derajat dan kurang dari 180 derajat. 2. Basah Sebagian Sudut kontak yang tebentuk antara butir air dan permukaan isolator adalah 30 derajat hingga 90 derajat. 3. Basah Keseluruhan Sudut kontak yang tebentuk antara butir air dan permukaan isolator adalah 0 derajat hingga kurang dari 30 derajat. Droplet Air Material Padat Droplet Air Material Padat Droplet Air Material Padat Gambar 2.5 Pembentukan Sudut Kontak Antara Butir Air dan Permukaan 12 2.8.2 Metode Pengukuran Sudut Kontak Sudut kontak didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk dari dua garis, dimana garis pertama adalah batas antara udara dan zat cair yang diteteskan dan garis kedua merupakan batas yang terbentuk antara zat cair dan zat padat yang ditetesi. Ketika cairan diteteskan di atas padatan pada udara terbuka, maka beberapa saat setelah diteteskan cairan akan dalam keadaan setimbang. Pada keadaan tersebut akan terbentuk sebuah sudut θ yang disebut sebagai sudut kontak. Sifat hidrofobik permukaan bahan isolasi dinotasikan dengan besarnya sudut kontak antara bahan yang terkena kontaminasi bersamaan dengan tetesan air permukaan yang mengenai bahan isolasi tersebut. Sudut kontak bahan akan menurun pada saat awal terkontaminasi, tetapi akan meningkat secara bertahap setelah sifat hidrofobik bahan telah tertransfer ke permukaan, sifat hidrofobik ini tidak berlaku untuk permukaan bahan yang bersih yang digunakan sebagai rujukan. Bahan isolator diharapkan mempunyai sifat hidrofobik karena dengan sifat tersebut isolator akan marnpu menahan tegangan baik dalarn kondisi basah maupun terkontaminasi. Isolator Polimer Isolator Polimer Gambar 2.5 (A) Hydrofilik, (B) Hydrofobik Gambar di atas menunjukkan bagaimana bentuk sudut kontak hydrofilik dan hydrofobik, dimana tetesan hydrofilik berkisar 100-900 sedangkan hydrofobik 90-1500 Ada beberapa metode pengukuran sudut kontak diantaranya algoritma perpaduan antara fitting bentuk lingkaran dan fitting bentuk elips dan polynomial curve fitting. 13 Pada beberapa software pengukuran sudut kontak biasanya menggunakan bentuk lingkaran.Bentuk lingkaran digunakan karena diasumsikan bahwa droplet cairan berbentuk lingkaran sempurna. Dari hasil bentuk lingkaran maka dapat ditentukan besar sudut kontaknya. Besar sudut kontak pada permukaan hidrofilik (θ < 90°) diperoleh dari persamaan berikut. (2.1) 𝜃 = 2 ∙ 𝑎𝑟𝑐 tan dan pada permukaan hidrofobik (θ > 90°) diperoleh dari persamaa berikut 𝜃 = 90° + 2 ∙ 𝑎𝑟𝑐 cos ( ) (2.2) Dimana h adalah tinggi droplet dan L adalah lebar sebaran droplet. Pada prakteknya droplet tidak selalu berbentuk lingkaran sempurna, oleh karenanya diperlukan perhitungan sesuai dengan bentuk permukaan droplet. Pada pendekatan geometri dua lingkaran, diasumsikan bahwa dropletcairan terbentuk dari dua lingkaran yang saling tumpang tindih.Gambar di bawah ini adalah skema geometri dua lingkaran droplet cairan pada permukaan hidrofobik. Gambar 2.6 Skema Geometri Dua Lingkaran Pada Bahan Hidrofobik 2.8 Metode Pengujian Sifat Hidrofobik Isolator Sifat-sifat pembasahan suatu permukaan oleh air umumnya dijelaskan oleh istilah-istilah hidrofobik (atau hidrofobik) dan hidrofilik (atau hidrofilisitas). Permukaan hidrofobik adalah anti air, sedangkan permukaan yang mudah dibasahi oleh air bersifat hidrofilik. Fenomena pembasahan suatu permukaan adalah kompleks dan banyak parameter yang berbeda dapat mempengaruhi sifat hidrofobiknya. Beberapa parameter penting meliputi: jenis isolator material, kekasaran permukaan, 14 heterogenitas permukaan, komposisi kimia (mis. Karena penuaan) dan adanya polusi. Untuk bahan isolator yang umum digunakan, bersifat hidrofobik properti dapat berubah seiring waktu, karena pengaruh kondisi sekitar. Perubahan ini dapat bersifat reversibel atau tidak dapat diubah. Dengan demikian, hasil pengukuran dari hidrofobik dapat dipengaruhi oleh kondisi sekitar dan korona den tegangan tinggi atau pita kering lengkung dimana isolator sebelumnya telah terpapar. Perilaku dinamis ini hidrofobisitas lebih atau kurang spesifik untuk bahan isolator yang berbeda. Jenis ini bahan, yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan mentransfer hidrofobik, biasa disebut Bahan Transfer Hidrofobisitas (HTM). Perilaku dinamis hidrofobisitas yang ditunjukkan oleh bahan isolator adalah karena sifatnya komposisi kimia. Berbagai proses seperti oksidasi, hidrolisis, migrasi rendah senyawa berat molekul, pembentukan senyawa kompleks antara mis. siloxanes dan air, rotasi rantai polimer fleksibel, penataan ulang antar dan intra-molekul, pertumbuhan mikrobiologis, pengendapan kontaminan, adhesi dan enkapsulasi partikel kontaminan, dapat terjadi pada tingkat yang berbeda, tergantung pada bahan dan lingkungan kondisi. (IEC, 2016) Dengan demikian hidrofobik di sepanjang dan di sekitar isolator dapat bervariasi, karena perbedaan dalam paparan radiasi matahari, hujan, pembuangan korona, polusi yang diendapkan, dll. Oleh karena itu, hidrofobik isolator biasanya diukur pada beberapa area isolator yang terpisah. Pengukuran hidrofobisitas permukaan mudah dilakukan di laboratorium dengan baik permukaan spesimen yang disiapkan, homogen, halus dan planar. Dalam kasus isolator, yang biasanya digunakan pengukuran non-destruktif (dan jika tidak digunakan) sampel material biasanya tidak diinginkan), kondisi ini tidak ada dan pengukuran dengan presisi tinggi adalah tugas yang sulit. Ini terutama ketika pengukuran harus dilakukan pada insulator yang dipasang di saluran, gardu induk atau bahkan dalam kondisi tegangan tinggi. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi isolator pasangan luar secara berkala, dan juga sebagai bagian dari praktikum laboratorium. 15 Dalam melakukan pengujian sifat hidrofobik dari isolator yang akan di uji, sesuai standar yang dikeluarkan IEC bahwa terdapat tiga metode yang dapat digunakan, diantaranya metode sudut kontak (contact angle), tegangan permukaan (survace tension method), penyemprotan (spray). a. Sudut Kontak Metode sudut kontak adalah pengukuran yang melibatkan evaluasi sudut kontak yang terbentuk di antara tepi tetesan air dan permukaan material padat. Jika dilakukan pada permukaan horizontal, sudut kontak maju dan surut dapat diukur dengan menambahkan air ke atau menarik air dari tetesan. Sudut kontak sangat bergantung pada kekasaran permukaan dan sudut kontak diukur pada permukaan yang tercemar mungkin berbeda secara signifikan dari sudut kontak yang diukur dengan halus, bersih dan permukaan planar. Terdapat dua cara pengukuran pada metode sudut kontak, yaitu sudut kontak dinamis dan sudut kontak statis. Seperti pada Gambar 2.7 (a) dan (b) berikut ini, Gambar 2.7 (A) Sudut Kontak Dinamis, (B) Sudut Kontak Statis Gambar di atas pada bagian (A) merupakan cara penetesan droplet untuk sudut kontak dinamis, sedangkan bagian (B) adalah sudut kontak statis. Pengujian dengan metode sudut kontak seperti ini merupakan cara yang sederhana dengan menggunakan alat ukur goniometer yang dipasang pada bingkai dengan jarum suntik untuk meneteskan droplet ke permukaan. Kemudian dilakukan pengambilan gambar menggunakan kamera, di belakang tetesan tadi di pasang proyektor namun tidak menyinari secara langsung, selanjutnya hasil gambar yang diperoleh diolah terlebih dahulu pada computer kemudian diukur sudut yang terbentuk. 16 Adapun hal yang perlu di perhatikan dalam menggunakan metode ini adalah: 1. Spesimen uji harus ditempatkan sedater mungkin 2. Permukaan yang di ukur tidak boleh di sentuh saat penetesan, setelahnya dilakukan pengukuran sesegera mungkin 3. Air yang digunakan tidak boleh mengandung kotoran, misalnya tensida, pelarut, minyak dan lainnya. 4. Volume tetesan berkisar 5uL-50uL, disarankan menggunakan 50uL. b. Tegangan Permukaan Penentuan tegangan permukaan permukaan isolator didasarkan pada fenomena tersebut yang turun dari serangkaian campuran cairan organik, dengan tegangan permukaan yang meningkat secara bertahap, memiliki kemampuan berbeda untuk membasahi permukaan isolator. Setiap jejak kotoran permukaan aktif di pereaksi cair atau di permukaan dapat mempengaruhi hasil. Oleh karena itu, penting bahwa permukaan yang akan diuji tidak boleh disentuh atau digosok, bahwa semua peralatan bersih dan itu kemurnian reagen dikendalikan dengan hati-hati. Metode ini merupakan perpanjangan dari IEC 60674-2: 1988, Spesifikasi untuk film plastik untuk listrik tujuan - Bagian 2: Metode pengujian, yang digunakan untuk menentukan tegangan permukaan film polietilen dan polipropilen. Khususnya metode ini menyiratkan jumlah cairan yang lebih besar untuk mencakup rentang tegangan permukaan yang lebih luas, yang perlu dilakukan pengukuran pada kedua isolator hidrofobik dan hidrofilik. Basahi ujung ekstrim aplikator kapas (jika aplikator kapas digunakan) dengan salah satunya campuran pereaksi atau menghapus kuas lembut yang difiksasi ke tutup botol dengan reagen. Gunakan hanya jumlah cairan minimum karena kelebihan reagen dapat mempengaruhi hasilnya. Prosedur pengukuran yang sama kemudian digunakan dengan salah satu dari tiga aplikator. Sebarkan cairan sedikit di atas area dengan diameter sekitar 5 17 cm2 (25 mm) isolator permukaan di lokasi yang dipilih. Perhatikan waktu yang diperlukan untuk cairan kontinu cakupan terbentuk pada permukaan untuk memecah menjadi tetesan. Jika cakupan cairan terus menerus tahan selama lebih dari 2 detik, lanjutkan ke campuran tegangan permukaan yang lebih tinggi, tetapi jika terus menerus Cakupan cairan pecah menjadi tetesan dalam waktu kurang dari 2 detik berlanjut ke tegangan permukaan yang lebih rendah campuran. Untuk setiap aplikasi campuran reagen baru, permukaan yang berdekatan baru harus dipilih untuk menghindari kontaminasi dari reagen yang diterapkan sebelumnya. Jika pengukuran pada area permukaan yang sama diinginkan dan mungkin tanpa gangguan, permukaan mungkin lembut dibersihkan dengan kain kering (tanpa menggunakan deterjen apa pun) untuk menghilangkan reagen yang tersisa diterapkan sebelumnya. Jika pembersihan tidak dilakukan, disarankan untuk memulai dengan yang lebih rendah campuran tegangan permukaan dan secara progresif melanjutkan ke campuran tegangan permukaan yang lebih tinggi meminimalkan hasil yang salah karena kontaminasi dari campuran reagen yang sebelumnya diterapkan. Ketika aplikator kapas digunakan, aplikator yang bersih dan baru harus digunakan setiap waktu untuk menghindari kontaminasi larutan. Jika kuas lembut dimasukkan ke dalam tutup digunakan, sikat dapat dibersihkan dalam volume kecil reagen sebelum dimasukkan kembali ke dalam botol reagen lagi. c. Metode Semprot Metode semprot didasarkan pada respons yang diberikan permukaan isolator setelah terpapar kabut air halus untuk waktu yang singkat. Hidrofobik setelah paparan kabut dievaluasi. Area pengujian sebaiknya sekitar 50 cm2 hingga 100 cm2. Rasio antara panjang dan lebar area pengujian tidak boleh lebih besar dari 1: 3. Jika persyaratan ini tidak bias terpenuhi, ini harus dicatat dalam laporan pengukuran. Oleskan kabut dari jarak 20 cm ± 10 cm. Permukaan harus terkena kabut untuk jangka waktu 10 detik hingga 20 detik. Biasanya, itu Jumlah air yang disemprotkan selama 10 s hingga 20 s harus cukup sehingga cukup untuk air 18 menetes dari gudang. Pengukuran hidrofobik harus dilakukan di dalam 10 detik setelah penyemprotan selesai. (IEC, 2016) 2.9 Pembangkitan Tegangan Tinggi Untuk membangkitkan sebuah tegangan tinggi diperlukan trafo yang memiliki daya yang tidak terlalu besar dengan jumlah perbandingan belitan yang besar yang disesuaikan dengan output yang diinginkan Gambar 2.8, Trafo Cascade Gambar 2. 8 Trafo Cascade Gambar 2.8, merupakan bentuk rangkaian tiga buah trafo bertegangan, yang disusun secara seri untuk mendapatkan nilai tegangan keluaran sebesar 3V. Sisi tegangan rendah (sisi primer) trafo I dihubungkan dengan sebuah regulator trafo standard dan ditanahkan. Belitan primer trafo I dihubungkan dengan belitan primer dari trafo II untuk menyuplai tegangan ke trafo II. Sementara belitan sekunder trafo I dihubungkan secara seri dengan belitan sekunder dari trafo II sehingga besar tegangan di sisi belitan sekunder trafo II menjadi 2V. Untuk menyuplai tegangan kepada trafo III, maka belitan primer dari trafo II dihubungkan dengan belitan primer trafo III. Sementara belitan sekunder dari trafo II dihubungkan secara seri dengan belitan sekunder trafo III. Sehingga besar tegangan yang terdapat antara sisi sekunder trafo III dengan ground menjadi 3V. Metode ini menjadi salah satu metode pembangkitan tegangan tinggi yang banyak digunakan untuk skala laboratorium karena tidak memerlukan trafo yang ukurannya besar untuk mendapatkan tegangan keluaran yang besar. Pada 19 penelitian ini menggunakan 10 buah trafo 500 volt yang disusun secara seri sehingga memiliki besar tegangan output sebesar 5 kV. Pada sisi primer trafo dihubungkan dengan sebuah regulator tegangan untuk mengatur besar tegangan di sisi sekunder trafo. Untuk mengukur besar tegangan yang dihasilkan maka digunakan pembagi tegangan yang berfungsi menurunkan tegangan dari tegangan tinggi ke level tegangan yang lebih rendah sehingga dapat diukur dengan menggunakan osiloskop. Secara umum terdapat dua jenis metode yang digunakan untuk pengukuran tegangan tinggi yaitu pembagi kapasitor dan pembagi resistor. 2.9 Dielektrik Di Bawah Pengaruh Medan Listrik Saat suatu bahan elektrik berada dalam pengaruh medan listrik maka hal utama yang terjadi adalah polarisasi, yaitu suatu pembatasan jarak antara dua molekul terikat atau orientasi didalam suatu molekul dua kutub. Tegangan yang dapat diterapkan pada semua bahan dielektrik tidak boleh melebihi nilai batas tegangan yang umum pada keadaan terbatas. Apabila nilai tegangan yang diterapkan melebihi harga tadi, kegagalan dielektrik akan terjadi, yaitu kehilangan seluruh kemampuan isolasi bahan tersebut. Nilai tegangan dimana suatu bahan elektrik mulai pecah disebut tegangan gagal, dan kekuatan medan listrik seragam disebut dielectric strength (dikenal dengan istilah electric strenght atau breakdown strength. 2.11 Karakteristik Isolator Secara umum karakteristik isolator ini dapat ditinjau dari dua segi yaitu, segi elektris dan mekanis seperti yang di jelaskan pada sub bab berikut ini: 2.11.1Karakteristik Elektrik Karakteristik elektrik dari isolator adalah kemampuannya dalam menahan flashover dan arus bocor. Isolator yang terpasang pada jaringan udara terutama pada pasangan luar sangat rentan dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan udara sekitar. Perubahan-perubahan tersebut dapat mempengaruhi kinerja dari isolator, yaitu kemampuannya dalam menahan tegangan tembus yang akan mencoba merusaknya. Apabila di permukaan isolator ini terbentuk lapisan polutan maka 20 akan mengurangi kekuatan dari isolator ini baik itu dalam kemampuannya menahan tegangan tembus ataupun arus bocor. Misalnya saja dalam kondisi kering tentu nilai resistivitasnya semakin meningkat berbeda pada saat isolator tersebut berada pada kondisi basah. Tegangan lewat denyar bolak-balik digunakan untuk memperkirakan kekuatan elektrik isolator jika memikul tegangan lebih internal. Karakteristik tegangan dalam fungsi waktu digunakan untuk memperkirakan kekuatan elektrik isolator jika memikul tegangan lebih surja akibat sambaran petir. Tegangan denyar bolak-balik kering adalah karakteristikn utama dari isolator yang dipasang pada ruangan tertutup. Tegangan lewat denyar bolak-balik basah merupakan karakteristik yang penting ketika penempatannya berada di ruangan terbuka. Tegangan denyar bolak-balik suatu isolator meupakan gambaran kekuatan dielektrik isolator tersebut dalam kondisi basah akibat air hujan ataupun embun. Sifat air dalam membasahi permukaan isolator dicirikan kedalam tiga hal yaitu intensitas, arah dan konduktivitas air yang membasahi isolator. Dalam standar yang dikeluarkan IEC No. 60-1, ciri-cii air membasahi isolator adalah: 2. Intensitas penyinaran 3mm3/menit 3. Resistivitas air 104Ω/cm 4. Arah penyiraman air membentuk sudut 450 dengan sumbu tegak isolator. Tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator juga bergantung pada kondisi udara sekitar (B.L Tobing, 2012) 2.11.2 Karakteristik Mekanis Karakteristik mekanis ini merupakan karakteristik yang berhubungan dengan kekuatan isolator tersebut menahan tarikan dan juga beban. Kekuatan mekanis dapat ditentukan dengan membebani isolator dengan beban yang bertambah secara bertahap hingga isolator rusak. Kekuatan mekanis isolator selain daripada kekuatan tarikannya juga harus memiliki kekuatan mekanis tekan dan mekanis tekuk. Sebelum menetapkan kekuatan mekanis suatu isolator konstruksi tertentu, perlu diketahui lebih dulu beban mekanis yang dipikulnya pada saat penempatan 21 di lapangan. Jika isolator akan digunakan pada jaringan hantaran udara, maka isolator harus mampu memikul berat konduktor dan beban tarik. Berat konduktor tergantung pada luas penampang konduktor, jenis bahannya, jarak gawang dan ada tidaknya beban lain pada konduktor. Tegangan mekanis pada beban tarik bergantung pada luas penampang konduktornya, jarak gawang, temperature dan kecepatan anging. Bila jaringan hantaran udara menggunakan isolator jenis pin, maka semua beban diatas umumnya akan menimbulkan beban tekuk pada isolator sedangkan bila jaringan tersebut menggukanakan isolator gantung, maka semua beban akan menimbulkan regangan. 2.12 Peluahan Peluahan sebagian terjadi karena adanya medan listrik yang tinggi pada area yang sangat kecil pada bahan isolasi. Medan listrik tersebut melebihi ambang batas kritis terjadinya peluahan sebagian. Sebagai contoh, pada permukaan ujung logam runcing pada transformator dapat terjadi medan listrik yang sangat tinggi. Saat medan listrik melebihi ambang batas terjadinya peluahan sebagian, maka pada bagian ujung runcing dapat terjadi korona. Peluahan sebagian yang terjadi biasanya memiliki karakteristik tergantung pada bahan isolasi dimana peluahan terjadi, dimana tiap bahan isolasi memiliki penyusun yang berbeda-beda. 2.12.1 Jenis-Jenis Peluahan Secara umum jenis-jenis peluahan sebagian terbagi atas: 1. Peluahan korona Peluahan korona (corona discharge) merupakan peluahan yang terjadi akibat adanya peristiwa percepatan ionisasi di bawah tekanan medan listrik. Peristiwa ionisasi ini terjadi akibat perubahan struktur molekul netral atau atom netral yang disebabkan oleh adanya benturan antara atom netral dengan elektron bebas yang ada di udara. Ionisasi biasanya hanya menjembatani sebagian daerah (partial discharge) pada sela antara elektroda. Medan listrik yang lebih kuat terdapat di sekitar konduktor-konduktor yang tajam (runcing) atau yang mempunyai jari-jari lengkungan yang kecil. Jika satu elektroda mempunyai jari- 22 jari lebih kecil dibanding elektroda yang lain, maka korona akan hadir di sekitar elektroda yang kecil atau elektroda yang lebih tajam (Panicker PK, 2003) Korona merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi pada peralatan tegangan tinggi. Penyebab timbulnya korona adalah medan yang memiliki tingkat ketidakseragaman tinggi. Pada karakteristik arus-tegangan korona merupakan glow pada tekanan yang tinggi. Keberadaan korona pada sistem transmisi tegangan tinggi sangat merugikan, karena korona menyebabkan rugi-rugi daya serta kekuatan bahan isolasi akan mengalami penurunan akibat tumbukan bertubi pada bahan isolasi dan reaksi kimia yang terbentuk akibat korona. Korona memiliki frekuensi yang tinggi sehingga tidak jarang korona dapat mengganggu system telekomunikasi radio.Disisilain korona juga memiliki beberapa manfaat dalam dunia industri. Beberapa aplikasi industri memanfaatkan fenomena korona ini seperti elektro filter (electrical precipitator) maupun pengecatan elektrostatik (electrostatic painting). Bentuk fisik suatu korona dipengaruhi oleh polaritas tegangan.Antara korona dengan tegangan AC maupun DC tidak terdapat perbedaan yang mencolok.Pada tegangan positif, korona timbul dalam bentuk lapisan putih kebiruan pada keseluruhan permukaan kawat penghantar atau elektrode.Pada tegangan negatif, korona timbul dalam bentuk spot-spot glow kemerahan yang tersebar pada kawat konduktor. Luruhan pada jarum positif-Plat terbentuk akibat dari adanya elektron mula yang berada didepan jarum sehingga membentuk muatan ruang positif pada medan. Jika muatan ruang positif ini cukup besar, maka kuat medan akan menurun dan peluahan akan terhenti. Proses ini akan kembali terjadi pada saat medan elektrostatik kembali terbentuk dan ion telah bergerak menuju elektrode. Namun, kuat medan pada ruang gas ke arah katode semakin kuat sehingga ujung elektrode seolah-olah tampak bergeser dan selanjutnya akan terjadi kegagalan. Jarak sela dalam kasus ini sangat berpengaruh, karena apabila jarak sela semakin besar, maka proses kegagalan akan semakin cepat terjadi. Meningkatnya jarak sela menyebabkan distribusi medan akan semakin tidak 23 seragam dan saat nilai tegangan ditingkatkan, maka akan timbul filament bercabang. Bentuk peluahan ini disebut dengan Streamer. (Wildan Rahadian Putra dkk., 2015) Pada saat dalam keadaan steady state, streamer akan berkembang dalam berbagai bentuk frekuensi dan memberikan peningkatan arus yang sebanding dengan panjang fisik streamer. Streamer ini sering disebut dengan streamer onset atau burst pulse. Peluahan akan bertahan dengan sendirinya (self sustained) apabila nilai tegangan dinaikkan. Jika keadaan ini berlangsung secara terus menerus, maka akan muncul glow disekitar anode. Pendar yang muncul ini akan meningkatkan nilai arus secara bertahap namun bersifat fluktuatif. Arus yang terus meningkat ini akan menimbulkan streamer baru dan akan mengakibatkan terjadinya kegagalan. (Wildan Rahadian Putra dkk., 2015) Proses korona positif dapat dilihat pada gambar dibawah ini Gambar 2.10 Proses Jarum Positif-Plat Metode jarum negatif-Plat merupakan metode yang sangat baik untuk digunakan dalam melakukan pengamatan mekanisme fisik suatu korona[1]. Sedangkan tegangan impuls merupakan tegangan yang sangat baik dalam melakukan pengamatan korona, karena tegangan impuls akan menghilangkan pengaruh dari muatan ruang yang akan mempengaruhi keadaan medan sela. Mekanisme korona negatif, variasi ketidakhomogenan suatu medan diperoleh dengan cara memvariasikan jari-jari elektrode jarum. Dalam hal ini elektron mula akan terbentuk tepat di depan jarum melalui proses emisi elektrode jarum. 24 Pengaruh peluahan terhadap elektrode jarum adalah terkikisnya ujung-ujung dari electrode jarum sebagai imbas dari adanya peluahan yang terjadi secara konstan. Secara visual korona negative dapat digambarkan sebagai berikut Gambar 2.61 Proses Jarum Negatif Pelat Dari gambar diatas terlihat bahwa elektron mula terbentuk didepan elektrode jarum. Jika kepala luruhan melewati batas kritis xk, maka kuat medan akan terlalu lemah sehingga perkembangan anak luruhan akan terhenti. Terhentinya perkembangan anak luruhan serta melemahnya kuat medan didepan elektrode jarum diakibatkan oleh adanya awan ion negatif. Luruhan baru akan terbentuk melalui proses emisi electron sekunder. Elektron yang telah terbentuk akan terdorong ke luar daerah medan yang tinggi (x>xk) dan menjadi ion negatif yang relatif statis. Muatan ruang negatif akan bergerak lambat menuju ke anode hingga pada akhirnya peluahan akan terbentuk kembali. (I Made Yulistya Negara, 2013) 2. Peluahan permukaan Peluahan permukaan (surface discharge) merupakan peluahan yang terjadi pada suatu daerah yang berhubungan langsung (paralel) dengan permukaan dielektrik, dimana daerah tersebut mengalami tekanan medan listrik yang sangat tinggi (berlebihan), sehingga memicu terjadinya peluahan. Peluahan ini akan sangat mungkin terjadi jika kekuatan permukaan bahan dielektrik lebih kecil daripada kekuatan isolasi yang kontak langsung dengan bahan dielektrik tersebut. 3. Peluahan rongga Peluahan rongga (void discharge) adalah peluahan yang terjadi karena adanya gelembung udara yang terdapat pada sebuah bahan dielektrik. Pada umumnya kekuatan isolasi gas (gelembung udara) yang ada jauh lebih kecil dari 25 isolasi padat. Saat suatu bahan dielektrik padat mengalami tekanan listrik, gas tersebut akan memikul tekanan medan listrik yang lebih besar dibanding isolasi padat. Walaupun besar tegangan yang dipikul isolasi padat merupakan tegangan nominalnya, namun tegangan tersebut dapat saja menghasilkan tekanan medan listrik yang sudah melebihi kemampuan isolasi gas dalam gelembung udara. Jika tekanan listrik pada gelembung udara tersebut melebihi kemampuan isolasinya, maka peluahan dapat terpicu. 2.12.2 Mekanisme Peluahan Pada Elektroda Tak Seragam Pada medan yang seragam atau medan yang memiliki nilai ketidakseragamanlemah, kegagalan streamer terjadi tanpa didahului oleh proses pra-peluahan (voltage inception). Prapeluahan dan korona akan terbentuk pada tingkat ketidakseragaman medan yang lebih tinggi. Proses pra-peluahanakan berkembang menjadi peluahan apabila nilai tegangan dinaikkan. Terjadinya kegagalan diakibatkan oleh adanya Streamer dan Leader. Muatan ruang terbentuk melalui proses pra-peluahan yang biasanya terjadi pada elektrode yang runcing. Elektrode yang memiliki ujung yang runcing sangat berpengaruh terhadap proses pra-peluahan. Pengaruh tersebut biasa disebut dengan efek polaritas. Efek polaritas terbentuk akibat adanya perbedaan pergerakan electron dan ion, interaksi antara medan muatan ruang, pembentukan muatan ruang dan perbedaan pembentukan peluahan. Seiring dengan peningkatan nilai tegangan, peluahan yang akan terjadi pada elektrode ketidakhomogenan tinggi adalah sebagai berikut : a. Korona b. Streamer c. Leader d. Kegagalan 26 yang memiliki tingkat 2.12.3 Pengukuran Peluahan Peluahan sebagian merupakan suatu bentuk ukuran kesensitifan dari sebuah bahan isolasi terhadap tekanan listrik yang terjadi, oleh karena itu pengukuran peluahan sebagian sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas dari sebuah bahan isolasi. Pendeteksian dan pengukuran peluahan sebagian didasarkan pada sebuah asumsi bahwa pada suatu bahan isolasi terdapat sebuah rongga kecil (cacat) dimana sebuah peluahan terjadi. Peluahan ini terjadi akibat adanya pergerakan muatan yang berbentuk pulsa arus pada rongga (cacat). Pergerakan muatan ini dapat dideteksi dan diukur serta merupakan representasi kehadiran peluahan sebagian pada bahan isolasi yang mengalami ketaksempurnaan (rongga). Pulsa arus peluahan sebagian yang asli tidak dapat diukur secara langsung karena tidak memungkinkan untuk menempatkan alat ukur tepat pada letak sumber peluahannya. Sehingga besaran peluahan sebagian yang diukur merupakan besaran yang dilihat oleh alat ukur yang diposisikan sedemikian rupa, sehingga dapat mengukur besar peluahan sebagian secara tidak langsung. Dengan cara ini maka peluahan sebagian yang diukur merupakan muatan yang dianggap setara (apparent charge) dengan perubahan muatan pada sistem pengukuran. Besaran muatan peluahan sebagian dinyatakan dalam satuan pico coloumb (pC). Gambar 2.72 (a) Rangkaian Ekivalen Peralatan Isolasi dengan Void, (b) Rangkaian Ekivalen Kapasitansi Berikut akan dijelaskan metode pendeteksian dan pengukuran peluahan sebagian pada isolasi padat yang memiliki rongga udara. Gambar 1a menunjukkan 27 rangkaian ekivalen dari suatu sistem isolasi yang memiliki cacat ketaksempurnaan yang berupa rongga udara. Rongga udara dimisalkan sebagai sebuah kapasitansi C1 dan jumlah kapasitansi di atas dan di bawah rongga udara dimisalkan sebagai C2. Sedangkan kapasitansi bagian isolasi lainnya dimisalkan sebagai C3. Rangkaian ekivalen kapasitansinya dapat digambarkan sebagai rangkaian kapasitor. Jika tegangan diantara bahan isolasi dinaikkan sampai rongga udara mengalami tekanan medan listrik diatas tegangan kritis peluahan sebagian (U), maka rongga udara akan mulai pengalami peluahan. Peristiwa peluahan ini dapat dianalogikan sebagai terpicunya sela (s) pada gambar 1b yang terletak paralel dengan kapasitor C1 (bagian I). Akibat peluahan yang terjadi pada C1, sela (s) akan menutup dan mengakibatkan muatan pada C1 dikosongkan dan arus i2 akan mengalir melalui sela (s), dengan kata lain tegangan pada C1 turun menjadi nol dimana hal ini terlihat pada gambar 1b, rangkaian kapasitansi bagian I. Akibatnya tegangan pada bagian kapasitor C1 + C2 menjadi hanya tegangan pada C2. Tegangan C2 ini akan lebih kecil dari tegangan pada C3. Untuk menyamakan tegangan pada rangkaian, maka kapasitor C3 akan melepas muatan ke rangkaian C1+C2 (gambar 1b, bagian II). Besar muatan yang dilepaskan oleh kapasitor C3 dapat diukur dengan menempatkan alat ukur di dekat sumber tegangan U. Perubahan tegangan yang dideteksi oleh alat ukur merupakan besaran muatan yang dilepaskan oleh kapasitor C3 ke sumber peluahan sebagian. Dengan demikian muatan yang terukur bukanlah merupakan muatan peluahan sebagian yang terjadi pada C1, melainkan setara dengan muatan C1. Karenanya pengukuran ini disebut sebagai pengukuran muatan yang ‘kelihatan/setara’ (apparent charge). 2.13 Penentuan Kadar Air Penentuan kadar air bertujuan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kadar air yang di kandung didalam bahan, metode ini menggunakan oven dengan suhu tertentu dalam kurun waktu tertentu pula. 28 Dalam menentukan kadar air dalam sampel atau bahan yang akan diteliti dapat dilakukan dengan beberapa cara bergantung sifat dari bahan itu sendiri. Umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan oven pengering pada suhu 1050-1100 selama 3 jam atau lebih, hingga didapat berat konstan dari bahan yang di keringkan. Selisih berat sesudah pengeringan dan sebelum pengeringan merupakan banyaknya air yang diuapkan, untuk bahan yang tidak tahan panas biasannya menggunakan temperature yang lebih rendah. Beberapa factor yang mempengaruhi lamanya proses pengeringan adalah sebagai berikut: 1. Luas Permukaan Luas permukaan yang tinggi menyebabkan air lebih mudah berdifusi sehingga proses penguapan akan lebih cepat dan bahan menjadi cepat kering. 2. Suhu Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung oleh udara tersebut sebe;um terjadi kejenuhan. Artinya adalah, udara bersuhu tinggi lebih cepat menguapkan air. 3. Kelembaban udara Apabila udara digunakan sebagai medium pengering atau bahan pangan dikeringkan di udara, semakin kering udara tersebut (kelembaban semakin rendah) kecepatan pengeringan semakin tinggi. 4. Tekanan atmosfer Pada tekanan udara 1 atm (760 cmHg) air mendidih pada suhu 100ºC diketinggian 0 m dari permukaan laut. Jika tekanan udara lebih rendah dari 1 atm, air lebih cepat mendidih dan titik didih lebih rendah dari 100ºC. Jika pengeringan bahan pangan dilakukan pada suhu konstan dan tekanan diturunkan, maka kecepatan penguapan akan lebih tinggi 5. Lama pengeringan Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan dibandingakan dengan pengeringan yang lebih lama dan suhu rendah (Ahmadi, K. dan Estiasih, T., 2009) 29 Untuk menentukan kadar air yang berkurang saat setelah material yang akan di uji dikeringkan, dapat menggunakan persamaan berikut ini: 𝑀( ) = × 100% (2.3) Keterangan : M(t) : Persentase Kadar Air Dalam Oven (%) m : Berat akhir (gr) m0 : Berat awal (gr) Persamaan 2.3 ,di atas menunjukkan persentase air yang menguap pada saat bahan di keringkan. Pengeringan dapat dilakukan dalam kurun waktu tertentu hingga didapatkan berat awal dan akhir sama, sehingga nilai kadar air di dalam bahan sebesar 0%. 2.14 Penelitian Serupa Penelitian serupa yang dilakukan Khayrunnisa tentang pengaruh difusi air pada isolator polimer terhadap sudut kontak yang terbentuk, dengan menggunakan sampel uji yang dibuat sendiri, dengan mencampur silicon rubber jenis RTV 683 kemudian di padatkan dengan proses pengeringan dapat di bandingkan dengan penelitian ini yang menggunakan sampel uji dari industri bahwa sampel ini relatif lebih baik, ditunjukkan dengan melihat rata-rata persentase difusi air kedalam material untuk material yang di buat sendiri diatas 1% sedangkan pada penelitian ini hanya berkisar 0.29% saja. Selain itu, perubahan sudut kontak yang terukur pada penelitian Khairunnisa tersebut setelah dilakukan perendaman juga mengalami penurunan seperti pada penelitian ini, yang semula bersifat hydrofobik menjadi partially wet. (Salama Manjang I. K., 2015) 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Sebagaimana judul pada penelitian ini membahas tentang Studi Hidrofobik Isolator Polimer Dibawah Pengaruh Difusi Air dan Korona, sehingga data yang digunakan dalam mendukung penelitian ini berupa data acuan pengujian yang dikeluarkan IEC, ASTM, dan juga data kualitatif berdasarkan pengujian sampel yang berulang dengan metode terstruktur. 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Adapun waktu dan lokasi penelitian ini berlangsung pada 01 Juni 2020 hingga 01 Agustus 2020 di Laboratorium Tegangan Tinggi dan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Gowa. 3.3 Alat dan Bahan Penelitian Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Meja Kontrol Meja control digunakan sebagai pengendali dan letak pembacaan tegangan uji pada saat pengujian efek korona hingga tegangan tembus. Gambar 3.1 Meja Kontrol (Control Desk) 2. Transformator Uji (HV9105 Test Transformer) Transformator Uji ini berfungsi sebagai peningkat tegangan dengan spesifikasi 220V/100kV, 5 kVA, 50 Hz, impedance voltage 4,9 %. 31 Gambar 3.2 Transformator Uji 3. Measuring Capacitor Gambar 3.3 Measuring Capacitor 4. HV9109 Connecting Cup Sebagai penghubung bagian atas rangkaian pembangkit tegangan tinggi Gambar 3.4 Connecting Cup 5. HV9110 Floor Padestal Sebagai komponen induktif penopang rangkaian secara vertikal pada bagian bawah. 32 Gambar 3.5 HV9110 Floor Padestal 6. Batang Penghubung (HV9108 Connecting Rod) Komponen konduktif sebagai penghubung pada rangkaian Gambar 3.6 HV9108 Connecting Rod 7. Elektroda Jarum (Needle) Berdiameter 1,5 cm dengan sudut 300 , digunakan sebagai lintasan tegangan tinggi ke isolator Gambar 3.7 Elektroda Jarum 8. Elektroda Bidang Lintasan tegangan tinggi ke isolator yang diuji, memiliki diameter 5 cm 33 Gambar 3.8 Elektroda Bidang 9. Barometer Sebagai pengukur kelembaban ruangan saat pengukuran sudut kontak Gambar 3.9 Barometer 10. Termometer Digital Digunakan sebagai alat ukur suhu dalam ruangan saat akan dilakukan pengukuran sudut kontak. Gambar 3.10 Termometer Digital 11. Oven Listrik Sebagai alat pengering isolator menggantikan oven lab, 34 Gambar 3.11 Oven Listrik 275 Watt 12. Isolator Uji (Polimer Jenis Silikon Rubber) Sebagai sampel yang akan diamati dan diberi perlakuan. Gambar 3. 12 Material Uji (Isolator Polimer Jenis Silikon Rubber) 13. LCR Meter dan Alat Bantu Ukur Kapasitansi Meter Digunakan untuk mengukur nilai kapasitansi pada benda dielektrik, untuk digunakan mencari nilai permitivitasnya. 35 Gambar 3. 13 Satu Set Alat Ukur Kapasitansi 14. Neraca Analitik Alat yang ddigunakan untuk menimbang berat sampel, dengan ketelitian 0.00001 gr. Gambar 3. 14 Neraca Analitik 15. Laptop dan Kamera C-MOS Laptop dan kamera C-MOS digunakan untuk mengambil gambar sudut kontak pada permukaan isolator 36 Gambar 3.15 Laptop dan Kamera Untuk Pengambilan Sudut Kontak 16. Jangka Sorong Digunakan untuk mengukur ketebalan isolator polimer yang akan diuji. Gambar 3. 16 Jangka Sorong 17. Adjusment Top-pieppete Mikropipet yang dapat diatur skalanya dari 5uL-50uL. Namun yang digunakan hanya 50uL. 37 Gambar 3. 17 Mikropipet 18. Thermostat Difgital Digunakan sebagai controller suhu air pada perlakuan perendaman suhu 500C. Gambar 3. 18 Thermostat Digital 19. Air Demineralisasi (Aquadest) Digunakan untuk merendam sampel dan juga sebagai droplet cairan pada pengujian sudut kontak. Gambar 3. 19 Air Aquadest 20. Box Ruang Perendaman 38 Digunakan pada perendaman sampel di suhu rekondisi, toples yang digunakan merendam di simpan didalamnya agar air diluar toples mendapatkan panas secara tidak langsung pada air dalam box tersebut Gambar 3. 20 Box Perendaman 3.4 Metode Pengambilan Data 3.4.1 Difusi Air 1. Potong isolator polimer berukuran lebar 0.0048 cm2 dan ketebalan 0.0034 cm, sebanyak 10 lembar 2. Rendam kedalam air aquades dengan suhu ruang dan suhu rekondisi 500C 3. Timbang berat harian masing-masing sampel pada dua kondisi berbeda menggunakan neraca analitik 4. Catat nili berat, suhu dan kelembaban pada saat menimbang. Untuk mengetahui kandungan air setelah sampel direndam dapat menggunakan persamaan berikut ini 𝑀( ) = 𝑚 − 𝑚0 × 100% 𝑚0 Keterangan : M(t) = Persentase Air (%) m = Berat Setelah (gr) 39 (3.1) m0 = Berat Sebelum (gr) 3.4.2 Uji Korona Hingga Tegangan Tembus Untuk pengujian korona di ambil sampel yang lain sebanyak 5 lembar, kemudian di uji efek korona hingga tegangan tembus masing-masing sampel, sebelum perlakuan difusi air dan pada tahap akhir saat isolator yang diuji mengalami titik jenuh difusi. Adapun rangkaiannya sebagai berikut. Gambar 3.21 Rangkaian Uji Korona dan Tegangan Tembus Adapun langkah percobaannya sebagai berikut: 1. Siapkan sampel yang belum di berikan perlakuan difusi air, dan juga yang telah terdifusi sempurna. 2. Rangkai alat pembangkit tegangan tinggi unuk menguji efek korona hingga tegangan tembus sesuai gambar. 3. Menaikkan tegangan sampai terdengar suara mendesis pada objek uji, pertanda telah terjadi korona. 4. Catat tegangan pada saat korona berlangsung dan saat tegangan tembus 5. Dengan prosedur yang sama, sampel diganti oleh sampel yang telah di rendam, kemudian di ukur rata-rata nilai tegangan pada saat terjadi efek korona dan tegangan tembus. 6. Catat juga suhu dan kelembaban udara sekitar ruang uji saat melakukan pengujian. 40 3.4.3 Pengambilan Data Sudut Kontak Pengambilan data sudut kontak dilakukan dengan merangkai alat ukur seperti dibawah ini Gambar 3.22 Pengambilan Gambar Sudut Kontak Langkah pengukurannya sebagai berikut: 1. Letakkan isolator sedemikian rupa dan hidupkan kamera, keduanya diposisikan hingga pada layar kamera tampak seperti garis lurus 2. Meneteskan air aquadest sebanyak 50uL 3. Menghidupkan lampu di belakang titik air sehingga ketika mengambil gambar terlihat jelas 4. Ambil gambar lalu olah dengan aplikasi Autocad 2010 untuk mengukur sudut kontaknya dengan persamaan berikut : SKr = (SK Kiri + SK Kanan)/2 41 (3.2) Metode pengukurannya dapat menggunakan aplikasi Autocad 2010 seperti pada gambar dibawah ini Gambar 3.23 Pengukuran Sudut Kontak Tetesan 1 SIRA30C Hari Ke 27 Gambar 3.24 Pengukuran Sudut Kontak Tetesan 2 SIRA30C Hari Ke 37 Gambar 3.25 Pengukuran Sudut Kontak Tetesan 3 SIRA30C Hari Ke 27 Nilai sudut kontak masing-masing gambar kemudian di masukkan kedalam persamaan lalu di rata-ratakan 3.4.4 Pengambilan Data Nilai Permitivitas Relatif Nilai permitivitas relatif didapatkan dengan cara berikut ini 1. Mengukur nilai kapasitansi harian tiap sampel, pada perendaman suhu ruang, rekondisi dan setelah pengujian tegangan tembus. 42 2. Ukur luas isolator dengan mistar dan juga ketebalannya menggunakan jangka sorong 3. Lap permukaan isolator dengan tisu sebelum mengukur nilai kapasitansinya. 4. Nilai kapasitansi yang satuannya nanofarad (nF) kemudian diubah menjadi bentuk farad (F). Kemudian diolah kedalam persamaan berikut ini Nilai permitifitas merupakan besarnya flux yang mampu di lewatkan oleh material dielektrik saat diberi bedapotensial, sehingga persamaannya dapat di lihat seperti ini 𝜀 = 𝜀 𝜀 (3.3) Pada kasus ini yang ingin diketahui adalah nilai permitifitasnya, namun perlu diketahui dulu nilai kapasitansinya melalui persamaan berikut 𝐶 = 𝜀 .𝐴 𝑙 (3.4) Selanjutnya persamaan 3.3 disubstitusi kedalam persamaan 3.4 sehingga menjadi: 𝐶 = 𝜀 .𝜀 .𝐴 𝑙 (3.5) 𝐶 𝜀 .𝐴 (3.6) 𝜀 = Keterangan : C = Nilai Kapasitansi (Farad) l = Ketebalan Isolator (m) A = Luasan (m2) 𝜀 = Permitivitas Udara (8.85 × 10 43 F/m) 3.4.5 Menghitung Nilai Standar Deviasi Standar deviasi ini digunakan untuk menggambarkan bahwa isolator yang diuji memiliki sebaran gugus metil yang berbeda, ada yang lebih rapat ada pula yang relatif lebih renggang, sehingga nilainya bervariasi. Karena nilai data yang bervariasi itulah dalam tiap pengambilan data digunakan pendekatan statistik simpangan baku untuk menggambarkan tingkat sebaran datanya. 𝑺= ∑𝒏𝒊 𝟏(𝒙𝒊 − 𝒙 )𝟐 𝒏−𝟏 44 (3.7) 3.5 Diagram Alur MULAI Studi Literatur Persiapan Sampel (Pemotongan dan Pengeringan) juga Ruang Perendaman Tentukan Vatiabel: 1. Perendaman Suhu Ruang 2. Perendaman Suhu Rekondisi 3. Pengujian Korona dan Tegangan Tembus 1 2 3 4 Pengukuran: Berat Kapasitansi Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Sudut Kontak Apakah Sampel Telah Saturasi? Ya Olah dan Analisis Data Kesimpulan dan Saran SELESAI 45 Tidak 3.6 Analisis Data Pada penelitian ini akan dianalsis beberapa data sebagai berikut 1. Pengaruh perendaman dan pengujian tegangan tembus terhadap sudut kontak 2. Pengaruh Perendaman dan tegangan tembus terhadap nilai permitivitas 3. Pengaruh perendaman terhadap perubahan berat sampel setiap harinya 4. Pengaruh perendaman terhadap nilai kekuatan dielektrik sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. 46 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah penelitian ini dilakukan, dan data yang diperoleh telah sesuai yang diharapkan maka pada BAB IV ini akan dipaparkan hasil sekaligus pembahasan sesuai dengan judul penelitian Studi Hidrofobik Isolator Polimer Dibawah Pengaruh Difusi Air dan Korona. Perlu diketahui bahwa sebagai pembanding untuk data hasil penelitian sampel isolator yang di teliti, peneliti menggunakan dua jenis perlakuan, yaitu rendaman pada suhu ruang sekitar 300 C dan pada suhu rekondisi 500C dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak 5 buah. Selanjutnya untuk pengaruh efek korona yang dimaksud, pada penelitian ini disajikan pula nilai tegangan tembusnya sebagai data kekuatan dielektrik dari isolator yang diteliti. Perlakuannya dilakukan sebelum perendaman dan sesudah isolator mengalami difusi air kedalam bahan menggunakan jenis elektroda tak seragam (non-uniform) berupa batang dan plat, sesuai dengan standar ASTM D149. Tidak hanya itu, nilai kapasitansi harian dari tiap material yang diuji akan diukur pula untuk mendapatkan nilai permitivitas relatif dari tiap sampel sebagai informasi tentang nilai kekuatan dielektrik tiap material selama pengujian berlangsung. Pengukuran permitivitas ini mengacu pada standar ASTM D150. Standar tersebut menjelaskan cara mengukur nilai permitivitas dari material dielektrik, yaitu dengan menempatkannya secara paralel dengan konduktor pelat dan diukur menggunakan LCR meter pada frekuensi 800Hz, dan temperatur serta kelembaban relatif. Adapun data-data hasil penelitian yang dimaksud nantinya akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. 4.1 Data Sebaran Berat Harian Pada sub bab pembahasan ini, akan di bahas tentang data sebaran berat harian pada masing-masing jenis perlakuan. Dengan menggunakan nilai rata-rata dari dua jenis perlakuan yang berbeda. 47 4.1.1 Perendaman Pada Suhu Ruang Uuntuk sampel yang direndam pada suhu ruang, nilai sebaran berat hariannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4. 1 Data Sebaran Berat Harian Pada Suhu Ruang N O HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 SIRA30 A 22.2800 22.5450 22.6126 22.7030 22.7938 22.9078 23.0450 23.0267 23.2990 23.0700 22.8480 22.6880 22.8920 23.1250 22.6190 22.3340 22.3350 22.3047 22.2854 22.2820 22.2989 22.3117 22.2940 22.2930 22.3200 22.2935 22.3206 22.3166 22.3662 22.3080 22.3032 BERAT (gr) SIRA30 SIRA30 SIRA30 B C D 22.0000 21.6800 22.7000 22.0440 22.3446 22.7454 22.1100 22.4116 22.8136 22.1764 22.0512 22.9041 22.2651 22.5912 22.9960 22.3760 22.7042 23.1140 22.5107 22.8400 23.2501 22.6592 23.0000 23.4120 22.5000 23.1840 23.4000 22.4990 22.9901 23.0193 22.4800 23.0070 23.0632 22.5088 23.0242 22.9830 22.3870 23.1335 23.1814 22.4615 23.0043 23.0690 22.4441 23.4000 22.9770 22.4426 23.4500 23.0117 22.4549 23.0500 23.0054 22.4350 23.1000 22.9983 22.4558 23.1005 23.0058 22.4653 23.1006 22.9962 22.4786 22.9900 23.0107 22.4737 22.6300 23.0318 22.4675 22.6291 23.0225 22.4440 22.6300 22.9984 22.4845 22.1230 23.0146 22.4567 21.6884 23.0112 22.4934 21.7120 23.0238 22.4970 21.7142 23.0270 22.5086 21.7044 23.0272 22.5060 21.7032 23.0254 22.5029 21.7000 23.0242 48 SIRA30 E 22.2000 22.7454 22.8136 22.9040 22.9960 23.1140 23.0516 23.4120 23.3000 22.2113 22.9352 22.9455 22.8949 22.9515 22.8818 23.0544 22.8770 22.8640 22.8550 22.8460 22.9040 22.8750 22.8592 22.8643 22.8569 22.8540 22.8660 22.8794 22.8799 22.8780 22.8684 RATARATA 22.1720 22.4849 22.5523 22.5477 22.7284 22.8432 22.9395 23.1020 23.1366 22.7579 22.8667 22.8299 22.8978 22.9223 22.8644 22.8585 22.7445 22.7404 22.7405 22.7380 22.7364 22.6644 22.6545 22.6459 22.5598 22.4608 22.4832 22.4868 22.4973 22.4841 22.4797 32 33 34 35 36 31 32 33 34 35 22.3058 22.3058 22.3156 22.3250 22.3160 22.4949 22.4900 22.5090 22.5129 22.5023 21.6981 21.6943 21.6940 21.7022 21.6953 23.0140 23.0120 23.0176 22.9882 23.0240 22.8640 22.8639 22.8628 22.8780 22.8820 22.4754 22.4732 22.4798 22.4813 22.4839 Dari tabel tersebut, nilai rata-ratanya kemudian dibuat kedalam bentuk grafik sebaran berat harian untuk sampel yang direndam pada suhu ruang. Grafik tersebut seperti pada gambar berikut ini Grafik Sebaran Nilai Berat Harian Pada Suhu Ruang 23.6 23.4 Berat (gr) 23.2 23 22.8 22.6 SUHU RUANG 22.4 22.2 22 21.8 0 5 10 15 Hari 20 25 30 35 Gambar 4. 1 Grafik Sebaran Berat Harian Perendaman Suhu Ruang Sebelum membuat grafik seperti diatas, nilai rata-rata diatas perlu dihitung standar deviasi atau simpangan bakunya. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari simpangan baku tersebut menggunakan persamaan 3.7 Maka nilai standar deviasi yang didapatkan adalah 0.208 terhadap nilai tengahnya. Pada grafik tersebut, terlihat bahwa adanya kecendrungan kenaikan selama 35 hari perendaman, namun pada hari ke 25 mengalami saturasi ditandai dengan grafik yang lebih rata. Ini akibat dari perbaikan hidrofobik dari isolator polimer yang mampu mentransfer gugus metilnya ke permukaan, sehingga air yang berhasil terdifusi sebelumnya seakan-akan berkurang. 4.1.2 Perendaman Pada Suhu Rekondisi Kemudian untuk material yang direndam pada suhu rekondisi dapat dilihat nilai sebaran berat hariannya pada tabel dibawah ini 49 Tabel 4. 2 Sebaran Berat Harian Suhu Rekondisi N O HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 SIRA50 A 21.6 21.7296 21.69 21.715 21.713 21.718 21.732 21.74 21.7600 21.6099 21.6280 21.6444 21.6723 21.6682 22.9507 22.9426 22.971 22.9906 22.9785 22.9917 23.004 23.0215 23.0385 23.0442 23.0406 23.0454 23.021 23 22.95 22.9 23.0645 23.064 23.0696 23.0824 23.1046 SIRA50 B 21.3 21.4278 21.35 21.8044 21.806 21.804 21.803 21.812 21.8300 21.596 21.6000 21.6369 21.6563 21.7035 21.7098 21.709 21.6815 21.717 21.747 21.7467 21.7932 21.9736 21.73 21.6425 21.644 21.6559 21.65 21.643 21.62 21.61 21.661 21.66 21.6687 21.686 21.689 BERAT (gr) SIRA50 SIRA50 C D 21.1 21.5 21.2266 21.629 21.24 21.622 21.24 21.124 21.273 21.13 21.75 21.15 21.762 21.167 21.7723 21.169 21.7800 21.1860 21.8126 21.4160 21.8057 21.4280 21.8510 21.4619 21.8353 21.4522 21.8426 21.8414 21.518 21.8907 21.836 21.475 21.8751 21.4844 21.8924 21.502 21.887 21.4936 21.9066 21.529 21.8999 21.5065 21.9024 21.532 21.944 21.5173 21.9312 21.539 21.937 21.5464 21.9389 21.507 21.932 21.5053 21.923 21.5228 21.965 21.523 21.9509 21.5249 21.9502 21.5228 21.9542 21.4217 21.9559 21.4616 21.961 21.4754 21.966 21.4759 50 SIRA50 E 21.8 21.9308 22.1062 22.3162 22.317 22.314 22.4 22.699 22.6000 22.0955 22.1030 22.137 22.1547 22.1699 22.0678 22.06 22.07 22.1045 22.0857 22.0974 22.097 22.1034 22.1231 22.1513 22.134 22.1311 22.1373 22.1485 22.1484 22.1481 22.1032 21.998 21.79 21.602 22.168 RATARATA 21.4600 21.5888 21.6016 21.6399 21.6478 21.7472 21.7728 21.8385 21.8312 21.7060 21.7129 21.7462 21.7542 21.8451 22.0274 22.0045 22.0164 22.0413 22.0384 22.0543 22.0601 22.1066 22.0706 22.0616 22.0604 22.0557 22.0491 22.0475 22.0413 22.0268 22.0603 22.0196 21.9892 21.9614 22.0807 36 35 22.9543 21.6875 21.9785 21.4846 22.1712 22.0552 Data di atas merupakan data sebaran berat harian sampel pada saat direndam dalam suhu 500C. Seperti sebelumnya, nilai rata-rata dari keseluruhan sampel uji dicari standar deviasinya menggunakan Persamaan 3.7 Lebih mudah mencarinya menggunakan aplikasi office seperti excel, setelah diolah menggunakan rumus diatas, dapat di tentukan nilai standar deviasi pada keseluruhan data rata-rata berat harian diatas adalah 0.1805. Kemudian dibuat kedalam grafik seperti berikut ini Grafik Berat Harian Rata-Rata Pada Suhu Rekondisi 22.4 Berat (gr) 22.2 22 21.8 21.6 SUHU REKONDISI 21.4 21.2 0 5 10 15 20 25 30 35 Hari Gambar 4. 2 Grafik Sebaran Berat Harian Pada Suhu Rekondisi Dari grafik diatas dapat diasumsikan bahwa nilai rata-rata pada perendaman dengan suhu rekondisi mengalami laju peningkatan yang linear, artinya dari tiap waktu ke waktu terjadi penambahan terus menerus, meskipun beberapa pengukuran mendapatkan nilai fluktuatif. Pada rentan hari ke 25 nilainya mulai menurun beberapa hari, namun setelah hari itu, kenaikan terjadi lagi. 4.1.3 Perbandingan Berat Kedua Perlakuan Kedua data diatas dapat dilihat dengan mudah perbandingannya ketika di muat kedalam satu grafik yang sama, untuk itu nilai rata-rata kedua perlakuan sebelumnya dapat di buat dalam tabel sebaran harian rata-rata tiap perlakuan seperti dibawah ini Tabel 4. 3 Rata-Rata Berat Dua Perlakuan NO. HARI 1 0 BERAT (gr) SUHU SUHU REKONDISI RUANG 21.46 22.172 51 2 1 21.58876 22.48488 3 2 21.60164 22.55228 4 3 21.63992 22.547736 5 4 21.6478 22.72842 6 5 21.7472 22.8432 7 6 21.7728 22.93948 8 7 21.83846 23.10198 9 8 21.8312 23.1366 10 9 21.706 22.75794 11 10 21.71294 22.86668 12 11 21.746248 22.8299 13 12 21.75416 22.89776 14 13 21.84512 22.92226 15 14 22.0274 22.86438 16 15 22.00452 22.85854 17 16 22.0164 22.74446 18 17 22.0413 22.7404 19 18 22.03836 22.7405 20 19 22.05428 22.73802 21 20 22.06012 22.73644 22 21 22.10658 22.66444 23 22 22.07058 22.65446 24 23 22.06164 22.64594 25 24 22.0604 22.5598 26 25 22.05566 22.46076 27 26 22.04912 22.48316 28 27 22.04746 22.48684 29 28 22.04128 22.49726 30 29 22.02678 22.48412 31 30 22.06034 22.47974 32 31 22.01958 22.47536 33 32 21.98916 22.4732 34 33 21.96136 22.4798 35 34 22.0807 22.48126 36 35 22.05522 22.48392 Dari tabel diatas dapat dimuat kedalam grafik, agar lebih mudah melihat kecendrungan masing-masing material saat direndam dalam dua kondisi berbeda. Grafik itu dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut 52 Grafik Nilai Sebaran Berat Harian Dua Perlakuan 23.5 23 Berat (gr) 22.5 22 SUHU REKONDISI 21.5 SUHU RUANG 21 20.5 20 0 5 10 15 20 25 30 35 Hari Gambar 4. 3 Grafik Nilai Sebaran Harian Dua Perlakuan Pada gambar diatas terlihat bagaimana perbedaan antara sampel yang direndam pada kondisi ruang dan pada kondisi suhu 500C selama 35 hari. Dari grafik diatas ada beberapa perbedaan yang dapat di temukan, yaitu pada suhu ruang meskipun di minggu-minggu pertama nilainya mengalami kenaikan terus menerus namun akan mengalami penurunan pada minggu setelahnya akibat dari kemampuan sampel yang mencoba mempertahankan kondisi hidrofobiknya, pada perendaman hari ke 25 sampel dapat dikatakan mengalami titik saturasinya, dimana tidak ada lagi penambahan atau pengurangan berat hingga akhir pengukuran.Sedangkan pada suhu rekondisi, meskipun pada minggu awal nilai kenaikan beratnya tidak signifikan dibanding suhu ruang, namun secara kecendrungan untuk suhu rekondisi ini terus mengalami kenaikan berat, hingga hari ke 25 meskipun nilai pengukuran menurun hingga beberapa hari berikutnya, namun akan terjadi kenaikan lagi setelahnya. Pada kesimpulannya adalah, suhu rekondisi mampu menghambat perbaikan sifat hidrofobik dari material uji ketimbang pada suhu ruang. Ini diakibatkan karena pada suhu rekondisi molekul air dari luar sampel dapat berdifusi terus menerus akibat adanya transfer energi panas yang diberikan. Namun, pada beberapa kasus pengukuran nilai yang terukur terkesan fluktuatif, hal ini akibat dari pengaruh suhu dan kelembaban udara yang tidak 53 konstan pada saat penimbangan dilakukan, yaitu berada pada rentan 210C-300C dengan kelembaban 76%-95%. 4.2 Persentase Berat Harian Masing-Masing Perlakuan Untuk bagian persentase ini, data hasil pengukuran berat harian sebelumnya dimasukkan kedalam persamaan 3.1 sebelumnya. 4.2.1 Persentase Berat Harian Pada Suhu Ruang Untuk sampel yang direndam pada suhu ruang, dapat dilihat nilai persentase berat hariannya pada tabel dibawah ini. Tabel 4. 4 Persentase Berat Harian Suhu Ruang NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 HARI 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 PERSENTASE BERAT HARIAN (%) RATA-RATA SIRA30A SIRA30B SIRA30C SIRA30D SIRA30E 0 0 0 0 0 0 1.1894 0.2 3.0655 0.2 2.4568 1.4223 0.2998 0.2994 0.2998 0.2998 0.2998 0.2998 0.3998 0.3003 1.6081 0.3966 0.3963 0.6202 0.3999 0.4 2.4488 0.4013 0.4017 0.8104 0.5001 0.4981 0.5002 0.5131 0.5131 0.5049 0.5989 0.602 0.5981 0.5888 0.27 0.5316 0.0794 0.6597 0.7005 0.6963 1.5634 0.7399 1.1825 0.7026 0.8 0.0513 0.4784 0.643 0.9829 0.0044 0.8364 1.6269 4.6725 1.6246 0.9623 0.0844 0.0735 0.1907 3.2592 0.914 0.7003 0.1281 0.0748 0.3477 0.0449 0.2592 0.8992 0.5411 0.4747 0.8632 0.2205 0.5998 1.0178 0.3328 0.5585 0.4849 0.2472 0.5282 2.1881 0.0775 1.7201 0.3988 0.3037 0.9376 1.26 0.0067 0.2137 0.151 0.7543 0.4771 0.0045 0.0548 1.7058 0.0274 0.7695 0.5124 0.1357 0.0886 0.2169 0.0309 0.0568 0.1058 0.0865 0.0927 0.0022 0.0326 0.0394 0.0507 0.0153 0.0423 0.0004 0.0417 0.0394 0.0278 0.0758 0.0592 0.4788 0.0631 0.2539 0.1862 0.0574 0.0218 1.5659 0.0917 0.1266 0.3727 0.0793 0.0276 0.004 0.0404 0.0691 0.0441 0.0045 0.1046 0.004 0.1047 0.0223 0.048 0.1211 0.1804 2.2404 0.0704 0.0324 0.529 54 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 0.1187 0.1236 1.9645 0.0148 0.0127 0.4469 0.1216 0.1634 0.1088 0.0548 0.0525 0.1002 0.0179 0.016 0.0101 0.0139 0.0586 0.0233 0.2223 0.0516 0.0451 0.0009 0.0022 0.0644 0.2602 0.0116 0.0055 0.0078 0.0083 0.0587 0.0215 0.0138 0.0147 0.0052 0.042 0.0194 0.0117 0.0356 0.0088 0.0443 0.0192 0.0239 0.0001 0.0218 0.0175 0.0087 0.0004 0.0097 0.0439 0.0845 0.0014 0.0243 0.0048 0.0318 0.0421 0.0173 0.0378 0.1277 0.0665 0.0583 0.0403 0.0471 0.0318 0.1557 0.0175 0.0585 Tabel 4.4 diatas memperlihatkan bagaimana data statistik besarnya persentase air didalam sampel selama perendaman berlangsung, persentase ini tidak hanya menunjukkan penambahan berat saja namun juga kondisi saat air didalam isolator yang diuji mengalami penurunan. Dari data tersebut dapat kita ambil nilai rata-rata keseluruhan sampel yaitu berada di angka 0.26% sebagai nilai pembanding nanti dengan perlakuan yang berbeda. Adapun tabel tadi dapat di lihat kedalam bentuk kurva hubungan antara persentase difusi air berikut ini Persentase Berat Harian Rata-Rata Suhu Ruang 2.5 2 M (%) 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 1.5 SUHU RUANG 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Hari Gambar 4. 4 Grafik Persentase Berat Harian Rata-Rata Suhu Ruang 55 Sebelum grafik di atas dibuat, terlebih dahulu dicari nilai standar deviasi seperti pada sub bab sebelumnya, sehingga didapatkan nilai standar deviasi berada pada angka 0.40. 4.2.2 Persentase Berat Harian Suhu Rekondisi Kemudian untuk nilai persentase harian pada suhu rekondisi dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4. 5 Persentase Berat Harian Suhu Rekondisi N O HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 PERSENTASE BERAT HARIAN (%) SIRA50 SIRA50 SIRA50 SIRA50 SIRA50 A B C D E 0 0 0 0 0 0.6000 0.6000 0.6000 0.6000 0.6000 0.1822 0.3631 0.0631 0.0324 0.7998 0.1153 2.1283 0.0058 2.3032 0.9500 0.0092 0.0073 0.1496 0.0284 0.0036 0.0230 0.0092 2.2423 0.0947 0.0134 0.0645 0.0046 0.0552 0.0804 0.3854 0.0368 0.0413 0.0473 0.0094 1.3348 0.0920 0.0825 0.0354 0.0803 0.4361 0.6898 1.0719 0.1497 1.0856 2.2323 0.0838 0.0185 0.0316 0.0560 0.0339 0.0760 0.1708 0.2077 0.1582 0.1538 0.1287 0.0897 0.0719 0.0452 0.0800 0.0189 0.2180 0.0334 1.8143 0.0686 5.9188 0.0290 1.4861 0.2257 0.4605 0.0353 0.0037 1.4778 1.8990 0.0353 0.1238 0.1267 0.1791 0.0438 0.0453 0.0853 0.1637 0.0791 0.0819 0.1563 0.0526 0.1381 0.0247 0.0391 0.0851 0.0574 0.0014 0.0896 0.1647 0.0530 0.0535 0.2138 0.0306 0.1045 0.0018 0.0761 0.8278 0.0114 0.1186 0.0290 0.0738 1.1086 0.1899 0.0683 0.0891 0.0247 0.4027 0.0583 0.1008 0.1275 0.0156 0.0069 0.0264 0.0344 0.0781 0.0208 0.0550 0.0087 0.1829 0.0131 0.1059 0.0272 0.0315 0.0079 0.0280 56 RATARATA 0 0.6000 0.2881 1.1005 0.0396 0.4765 0.1180 0.2939 0.1453 1.0459 0.0448 0.1533 0.0831 0.4306 1.6240 0.6902 0.1037 0.1133 0.0679 0.0732 0.0808 0.2126 0.3060 0.1428 0.0323 0.0561 0.0401 28 29 30 31 32 33 34 35 36 27 0.0912 0.0323 0.0410 28 0.2174 0.1063 0.1916 29 0.2179 0.0463 0.0642 30 0.7183 0.2360 0.0032 31 0.0022 0.0046 0.0182 32 0.0243 0.0402 0.0077 33 0.0555 0.0798 0.0232 34 0.0962 0.0138 0.0228 35 0.6505 0.0069 0.0569 Dari tabel yang disajikan diatas, kita 0.0814 0.0506 0.0009 0.0005 0.0088 0.0014 0.0098 0.2027 0.4697 0.4759 0.1863 0.9455 0.0643 0.8628 0.0023 2.6201 0.0405 0.0144 dapat mengetahui nilai 0.0593 0.1033 0.0677 0.2340 0.1941 0.2408 0.2171 0.5510 0.1539 persentase penyerapan air didalam masing-masing sampel pada perlakuan perendaman suhu rekondisi. Namun pada dasarnya bahwa persentase tersebut tidak hanya menampilkan penambahan air saja, namun juga saat pengurangan berat akibat sampel mempertahankan sifat hidrofobiknya. Nilai rata-rata persentase air pada suhu rekondisi ini berkisar 0.291%, nilai ini nantinya digunakan untuk membandingkan besarnya rata-rata difusi air kedalam sampel dengan perlakuan yang berbeda. Untuk memudahkan dalam membaca tabel tersebut, berikut ini akan dibuat kedalam bentuk grafik yang menunjukkan karakteristik difusi air harian pada suhu rekondisi selama 35 hari Persentase Berat Harian Suhu Rekondisi 2.5 M (%) 2 1.5 SUHU REKONDISI 1 0.5 0 0 5 10 15 Hari 20 25 30 35 Gambar 4. 5 Grafik Persentase Berat Harian Suhu Rekondisi 57 Sebelum grafik di atas dibuat, terlebih dahulu dicari nilai standar deviasi seperti pada sub bab sebelumnya, sehingga didapatkan nilai standar deviasi berada pada angka 0.35. 4.2.3 Perbandingan Persentase Berat Harian Kedua Perlakuan Selanjutnya untuk melihat bagaimana karakteristik perbandingan antara dua jenis perlakuan tersebut kita dapat menggabungkannya dalam satu grafik. Namun sebelumnya data nilai persentase harian dua perlakuan di tampilkan lebih dulu seperti pada tabel ini Tabel 4. 6 Perbandingan Persentase Rata-Rata Kedua Perlakuan NO. HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 PERSENTASE RATA-RATA (%) SUHU RUANG REKONDISI 0 1.4223 0.2998 0.6202 0.8104 0.5049 0.5316 0.7399 0.643 1.6246 0.914 0.2592 0.5998 0.5282 0.9376 0.4771 0.5124 0.1058 0.0507 0.0278 0.1862 0.3727 0.0441 0.048 58 0 0.6 0.2881 1.1005 0.0396 0.4765 0.118 0.2939 0.1453 1.0459 0.0448 0.1533 0.0831 0.4306 1.624 0.6902 0.1037 0.1133 0.0679 0.0732 0.0808 0.2126 0.306 0.1428 25 24 0.529 0.0323 26 25 0.4469 0.0561 27 26 0.1002 0.0401 28 27 0.0233 0.0593 29 28 0.0644 0.1033 30 29 0.0587 0.0677 31 30 0.0194 0.234 32 31 0.0239 0.1941 33 32 0.0097 0.2408 34 33 0.0318 0.2171 35 34 0.0583 0.551 36 35 0.0585 0.1539 Selanjutnya nilai diatas dibuat kedalam bentuk grafik perbandingan dibawah ini Persentase Nilai Berat Harian Dua Perlakuan 2.5 M (%) 2 1.5 SUHU RUANG 1 REKONDISI 0.5 0 0 10 20 30 Hari Gambar 4. 6 Grafik Perbandingan Nilai Persentase Harian Dua Perlakuan Dilihat dari grafik diatas kita mampu mengetahui adanya pengaruh suhu terhadap kinerja isolator polimer jenis silicon ruber yang diuji, misalnya saja pada suhu ruang, meskipun pada perendaman di minggu awal nilai persentase kenaikannya relatif lebih cepat, namun isolator yang diuji mampu bekerja untuk menahan laju difusi air kedalam material di minggu berikutnya. Meski cenderung bertambah, kemampuan air berdifusi kedalam material cenderung lebih konstan pada hari ke 29, dan seterusnya. Hal ini menunjukkan bahwa isolator jenis ini cocok untuk digunakan sebagai isolator pasangan luar dengan suhu sekitar berkisar 250C dan kelembaban udara yang berubah secara bertahap. 59 Lain halnya dengan isolator yang dilakukan perendaman pada suhu 500C, perbedaan suhu di luar bejana berisi air demin yang dipanaskan dengan suhu didalamnya mampu membuat air berdifusi kedalam material tersebut relatif lebih cepat, ketimbang yang bekerja pada suhu ruang, dengan nilai rata-rata keseluruhan perlakuan suhu ruang berkisar 0.26% sedangkan pada suhu rekondisi 0.291%. Perbedaan selanjutnya yang dapat ditemukan adalah perlakuan pada suhu rekondisi memungkinkan sampel mengalami titik saturasi yang lebih cepat.yaitu pada hari ke 24 ketimbang pada suhu ruang yang mampu saturasi pada hari ke 29. Namun perlu diketahui kembali bahwa, titik saturasi yang dimaksud disini adalah perubahan persentase air didalam sampel berada pada titik terendah, yaitu mendekati angka 0%, kemudian di hari berikutnya mengalami peningkatan yang relatif tetap. Meskipun demikian, baik material yang direndam pada suhu rekondisi ataupun suhu ruang tidak dapat dikatakan bahwa keseluruhan sampel akan berhenti terdifusi, ini akibat dari gugus metil dari sampel yang mampu bergerak bebas ke permukaan sewaktu-waktu. Semakin lama perendaman, kerusakan akibat penuaan pada isolator semakin bertambah, timgkat kerapatan molekul penyusunnya berkurang sehingga transfer air bisa saja bertambah. 4.3 Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada sub bab ini kita akan mencoba menjelaskan bagaimana pengaruh perendaman isolator pada suhu ruang dan rekondisi selama 35 hari terhadap sudut kontak air pada permukaan untuk masing-masing sampel. Selanjutnya dengan melihat perubahan sudut kontak yang terjadi kita dapat menemukan pengaruh perendaman tersebut terhadap nilai sudut kontaknya 4.3.1 Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Ruang .Nilai sudut kontak yang telah terukur untuk suhu ruang di tampilkan pada tabel berikut ini. 60 Tabel 4. 7 Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Ruang N O HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 SIRA30 A 93.33 79.00 49.67 69.00 62.33 58.00 61.83 60.17 54.83 57.83 59.67 61.00 67.33 65.50 59.00 62.50 65.50 67.50 64.17 64.50 60.33 60.50 59.17 60.33 57.83 57.50 65.50 81.50 83.17 79.67 82.33 82.33 79.50 NILAI SUDUT KONTAK (θ) SIRA30 SIRA30 SIRA30 B C D 99.83 93.33 102.83 86.83 68.17 78.67 58.00 52.00 54.83 66.17 70.00 62.83 59.67 59.17 60.00 57.00 54.17 62.00 57.67 58.83 59.00 57.00 62.33 60.17 57.00 62.33 60.17 58.67 58.33 58.83 58.83 55.17 57.83 64.67 63.83 63.17 65.50 67.00 63.50 63.17 61.33 63.00 61.00 62.83 66.67 60.50 60.50 62.50 66.83 63.67 63.00 67.17 61.50 60.00 66.83 65.50 61.50 62.17 62.17 59.83 63.50 62.33 60.33 60.83 59.33 60.00 61.67 58.67 62.83 59.00 57.50 62.17 64.00 59.17 58.33 63.00 60.17 61.83 82.33 76.00 76.00 88.67 84.67 84.33 75.17 84.67 80.67 74.17 79.00 79.50 82.00 79.33 80.50 81.00 77.50 79.83 82.50 80.33 82.17 61 SIRA30 E 90.83 65.33 65.83 66.83 60.17 58.17 58.83 59.67 61.33 62.00 63.00 65.17 64.83 61.50 62.83 63.33 66.17 60.33 64.83 62.17 58.83 63.33 61.17 62.67 57.17 59.17 83.33 88.17 85.50 80.67 77.33 78.33 82.50 RATARATA 96.03 75.60 56.07 66.97 60.27 57.87 59.23 59.87 59.13 59.13 58.90 63.57 65.63 62.90 62.47 61.87 65.03 63.30 64.57 62.17 61.07 60.80 60.70 60.33 59.30 60.33 76.63 85.47 81.83 78.60 80.30 79.80 81.40 34 35 36 33 79.83 79.17 81.33 79.83 83.00 80.63 34 82.33 79.67 80.67 81.50 82.33 81.30 35 83.67 79.17 79.83 80.50 78.33 80.30 Sebelum ditampilkan data sudut kontak tiap sampel uji pada suhu ruang seperti diatas, setiap sampel di teteskan sebanyak tiga tetesan pada lokasi berbeda sesuai dengan metode pengambilan gambar sudut kontak pada BAB sebelumnya. Adapun tabelnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai sudut kontak rata-rata pada tabel diatas kemudian di tampilkan dalam bentuk grafik dibawah ini Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Ruang Nilai Sudut Kontak (0) 120 100 80 60 SUHU RUANG 40 20 0 0 10 20 30 Hari Gambar 4. 7 Grafik Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Ruang Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa sudut kontak yang terukur dari hari ke hari mengalami penurunan,namun pada hari ke 25 kembali meningkat meski tidak dapat mencapai titik awal saat pengukuran. Sebelum perendaman, pengukuran nilai sudut kontak menunjukkan pada angka 96.030 yang dapat dikategorikan sebagai kelompok menolak air (hydrofobik). Namun setelah berlangsung perendaman nilainya menurun yaitu pada angka rata-rata 67.240 yang dapat dikelompokkan kedalam basah sebagian (partially wet). Nilai deviasi yang telah dihitung sebelum membuat grafik diatas berada pada angka 10.30. Nilai ini menggambarkan sebaran data harian pada perlakuan ini selama 35 hari. 62 4.3.2 Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Rekondisi Untuk sebaran nilai sudut kontak pada perendaman suhu rekondisi menggunakan 5 sampel yang sama, nantinya akan di ambil rata-ratanya saja kemudian di buat kedalam bentuk grafik. Untuk nilai tiap tetesan pada pada tiap sampel dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 4. 8 Sebaran Nilai Sudut Kntak Pada Suhu Rekondisi NILAI SUDUT KONTAK (θ) RATANO HARI SIRA50 SIRA50 SIRA50 SRA50 SIRA50 RATA . A B C D E 1 0 88.33 91.17 92.67 96.67 101.17 94.00 2 1 66.17 74.00 71.00 71.33 80.50 72.60 3 2 66.33 57.00 66.00 65.50 67.00 64.37 4 3 65.33 60.83 62.00 62.33 60.83 62.27 5 4 64.67 60.17 61.17 61.00 58.83 61.17 6 5 61.00 60.67 62.00 60.00 56.00 59.93 7 6 54.00 57.50 58.17 59.50 59.17 57.67 8 7 61.17 62.00 61.83 59.00 59.00 60.60 9 8 60.67 62.00 63.67 57.67 65.67 61.93 10 9 55.67 56.83 54.83 60.33 60.83 57.70 11 10 66.33 59.67 61.67 65.33 65.67 63.73 12 11 60.17 65.67 63.83 63.00 64.17 63.37 13 12 66.50 63.00 65.00 69.17 64.50 65.63 14 13 63.33 60.83 62.83 63.17 66.67 63.37 15 14 61.50 61.83 66.00 64.00 65.67 63.80 16 15 63.17 65.50 62.17 63.33 63.17 63.47 17 16 65.17 64.83 65.17 61.83 63.83 64.17 18 17 67.83 61.17 67.67 64.67 60.83 64.43 19 18 63.17 62.83 65.33 62.17 62.17 63.13 20 19 66.17 63.83 66.17 66.00 62.50 64.93 21 20 63.83 63.00 65.67 60.00 61.00 62.70 22 21 63.17 65.33 64.33 60.17 63.17 63.23 23 22 66.33 62.50 61.67 60.50 60.67 62.33 24 23 59.50 60.67 62.17 61.50 60.17 60.80 25 24 58.67 60.67 62.00 60.33 61.00 60.53 26 25 60.83 64.00 62.67 61.33 60.17 61.80 27 26 85.50 80.17 80.67 78.17 79.50 80.80 28 27 86.00 81.33 75.33 77.17 81.67 80.30 29 28 76.00 78.17 76.50 78.17 80.33 77.83 63 30 31 32 33 34 35 36 29 82.50 82.67 80.33 81.17 81.00 81.53 30 81.00 83.00 80.00 79.83 80.17 80.80 31 82.00 77.17 81.33 78.67 82.17 80.27 32 79.17 79.50 77.50 79.00 77.83 78.60 33 82.50 81.33 77.67 80.00 81.33 80.57 34 80.17 81.50 80.17 79.67 79.33 80.17 35 83.83 82.17 81.50 82.00 78.83 81.67 Nilai sudut kontak rata-rata di atas kemudian di buat model grafik hariannya seperti pada gambar di bawah ini, namun sebelumnya dihitung dulu nilai standar deviasi hariannya menggunakan Persamaan 3.7. Nilai standar deviasi harian untuk sudut kontak pada suhu rekondisi ini berada pada angka 9.35. Adapun pemodelan grafiknya sebagai berikut Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Rekondisi Nilai Sudut Kontak (0) 120 100 80 60 SUHU REKONDISI 40 20 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Hari Gambar 4. 8 Sebaran Nilai Sudut Kontak Pada Suhu Rekondisi Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa sudut kontak yang terukur dari hari ke hari mengalami penurunan,namun pada hari ke 25 kembali meningkat meski tidak dapat mencapai titik awal saat pengukuran. Sebelum perendaman, pengukuran nilai sudut kontak menunjukkan pada angka 940 yang dapat dikategorikan sebagai kelompok menolak air (hydrofobik). Namun setelah berlangsung perendaman nilainya menurun yaitu pada angka rata-rata 67.780 yang dapat dikelompokkan kedalam basah sebagian (partially wet). Nilai deviasi yang telah dihitung sebelum membuat grafik diatas berada pada angka 9.35. Nilai ini menggambarkan sebaran data harian pada perlakuan ini selama 35 hari. 64 4.3.3 Perbandingan Nilai Sudut Kontak Kedua Perlakuan Untuk mengetahui perbedaaan sudut kontak yang dihasilkan antara sampel yang direndam pada suhu ruang dan suhu rekondisi, perlu dibahas kembali pada bagian ini. Membandingkan kedua perlakuan tentu sangat penting untuk melihat seberapa baik kinerja isolator tersebut khususnya dalam menolak air. Nilai yang akan dibandingkan tentu merupakan nilai rata-rata sudut kontak harian tiap sampel selama 35 hari, nilai tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4. 9 Perbandingan Nilai Sudut Kontak Kedua Perlakuan NO. HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 NILAI SUDUT KONTAK (θ) SUHU RUANG SUHU REKONDISI 96.03 94 75.6 72.6 56.07 64.37 66.97 62.27 60.27 61.17 57.87 59.93 59.23 57.67 59.87 60.6 59.13 61.93 59.13 57.7 58.9 63.73 63.57 63.37 65.63 65.63 62.9 63.37 62.47 63.8 61.87 63.47 65.03 64.17 63.3 64.43 64.57 63.13 62.17 64.93 61.07 62.7 60.8 63.23 60.7 62.33 65 24 23 60.33 60.8 25 24 59.3 60.53 26 25 60.33 61.8 27 26 76.63 80.8 28 27 85.47 80.3 29 28 81.83 77.83 30 29 78.6 81.53 31 30 80.3 80.8 32 31 79.8 80.27 33 32 81.4 78.6 34 33 80.63 80.57 35 34 81.3 80.17 36 35 80.3 81.67 Ketika melihat nilai sudut kontak pada tabel diatas, dapat ditemukan bahwa keseluruhan sampel baik yang direndam pada suhu ruang ataupun pada suhu rekondisi cenderung mengalami penurunan selama proses perendaman. Tetapi, perlahan isolator silicon rubber ini dapat dengan cepat mentrasnfer sifat hidrofobiknya ke atas permukaan. Untuk lebih mudah memahami tabel diatas, berikut ini disajikan grafik yang memperlihatkan perbedaan sudut kontak antara kedua perlakuan Perbandingan Nilai Sudut Kontak Kedua Perlakuan 120 Sudut Kontak (0) 100 80 SUHU RUANG SUHU REKONDISI 60 40 20 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Hari Gambar 4. 9 Grafik Perbandingan Nilai Sudut Kontak Kedua Perlakuan 66 Pada grafik tersebut terlihat bagaimana kondisi perendaman mampu memperburuk kemampuan hidrofobik isolator polimer jenis silicon rubber yang diuji. Sehingga nilainya mengalami penurunan dari hari kehari. Namun demikian, kemampuannya dalam mempertahankan kemampuan hidrofobik cenderung tetap. Hal ini dapat dilihat dari grafik harian yang sifatnya fluktuatif. Pada minggu terakhir perendaman terlihat jelas bagaimana sampel pada dua perlakuan ini mampu mempertahankan kemampuannya dengan meningkatkan nilai sudut kontak yang terukur. Namun pada dasarnya, nilai sudut kontak tersebut sekali lagi tidak dapat merepresentasikan nilai sudut kontak keseluruhan permukaan. Apabila dilihat sekilas seperti tidak ada perbedaan dari grafik itu, namun kita dapat melihat bahwa kemampuan recovery dari isolator polimer yang direndam pada suhu ruang mampu lebih cepat mentransfer gugus metilnya ke permukaan yaitu pada hari ke 4 dengan nilai sudut kontak 62.270, ketimbang hari sebelumnya di hari ketiga sebesar 56.070. Sedangkan pada isolator yang direndam pada suhu rekondisi mulai menunjukkan tanda recovery-nya pada hari ke 8 yaitu dengan nilai sudut kontak 60.600 yang pada hari sebelumnya berada pada angka 57.670. Baik itu isolator yang direndam pada suhu ruang ataupun suhu rekondisi, meskipun dapat memperbaiki nilai sudut kontaknya, namun tidak dapat kembali seperti semula sebelum perendaman. 4.3.4 Nilai Sudut Kontak Dibawah Pengaruh Pengujian Korona dan Tegangan Tembus Pada Sampel Baru Pada bagian ini akan dibahas tentang pengaruh besarnya nilai sudut kontak setelah pengujian efek korona dan tegangan tembus. Perlu diketahui bahwa pada pengujian ini digunakan sampel yang lain, sebelumnya dilakukan pengkodean sampel secara berturut-turut sebagai berikut SIRA0A, SIRA0B, SIRA0C, SIRA0D dan SIRA0E. Data nilai sudut kontaknya disajikan kedalam tabel berikut ini 67 Tabel 4. 10 Nilai Sudut Kontak Setelah Pengujian Korona dan Tegangan Tembus Pada Sampel Baru KODE SAMPEL SIRA0A NILAI SUDUT KONTAK BT CE BV 102.5 65.17 59.17 SIRA0B 79.5 57.5 57.00 SIRA0C 79.5 63.5 56.17 SIRA0D 77 60 58.67 SIRA0E 112 66.33 62.17 RATA-RATA 90.1 62.5 58.63 Tabel diatas menunjukkan bagaimana pengaruh efek korona dan tegangan tembus terhadap nilai sudut kontak yang terukur. Sebelumnya pada tabel diatas beberapa kondisi dilabeli dengan singkatan Before Test (BT), yaitu kondisi dimana kelima sampel ini dalam keadaan baru setelah melewati proses pengeringan, Corona Effect (CE) merupakan kondisi setelah pengujian korona yang ditandai dengan suara desis pertama saat pengujian, kemudian Breakdown Voltage (BV) adalah kondisi pada saat sampel mengalami tegangan tembus. Cara pengambilan data sudut kontak pada bagian ini menggunakan metode yang sama seperti sebelumnya, yaitu dengan meneteskan droplet cairan ke permukaan isolator sebanyak tiga kali. Data di atas hanya menampilkan nilai ratarata keseluruhan tetesan, untuk melihat bagaimana data sebaran nilai sudut kontak tiap tetesannya bisa di lihat pada Lampiran 1. Baik efek korona dan tegangan tembus pada penelitian ini tidak memperhitungkan berapa lama waktu terpaparnya sampel. Data diatas kemudian diolah dalam bentuk grafik masing-masing perlakuan dibawah ini 68 Pengaruh CE dan BV Terhadap Sudut Kontak (Sampel Baru) Sudut Kontak (0) 120 100 80 60 40 20 0 BT CE BV Jenis Perlakuan Gambar 4. 10 Grafik Pengaruh CE dan BV Terhadap Sudut Kontak Gambar diatas menunjukkan grafik perubahan nilai sudut kontak rata-rata pada sampel baru. Dengan menggunakan standar deviasi sebesar 17.16, dapat dilihat bahwa pada kondisi BT nilai sudut kontak tiap sampel lebih besar ketimbang CE dan BV. Ini menandakan bahwa adanya pengaruh pengujian korona dan tegangan tembus terhadap nilai sudut kontak yang terukur. Pada penelitian yang lain membahas tentang pengujian tegangan tinggi pada isolator polimer, memperlihatkan bagaimana kondisi isolator yang mengalami keretakan saat terpapar korona dan tegangan tembus dalam waktu tertentu. Sehingga pada kasus ini dapat diasumsikan bahwa akibat keretakan pada permukaan isolator tadi membuat air yang diteteskan di atas permukaan isolator mengalami penurunan elevasi akibat penyerapan kedalam material uji. Pada penelitian ini ditemukan bahwa nilai sudut kontak untuk pengujian tegangan tembus relatif lebih kecil ketimbang uji korona, hal ini diakibatkan karena retakan yang terjadi saat pengujian tegangan tembus relatif lebih besar. Perlu diketahui bahwa, nilai sudut kontak yang terukur tidak dapat menggambarkan nilai sudut kontak setiap permukaan sampel, namun hanya dilakukan penetesan pada permukaan dibawah elektroda uji yang dianggap sebagai jalur muatan listriknya. 69 4.4 Grafik Tiga Aksis Perbandingan Data Berat dan Sudut Kontak Tiap Perlakuan Melihat kondisi pada saat penelitian dan juga data yang telah disajikan sebelumnya, tentang berat sampel pada masing-masing perlakuan dan juga sudut kontak, ternyata keduanya berbanding terbalik satu sama lain. Artinya adalah secara teori penambahan massa pada isolator selama perendaman memungkinkan nilai sudut kontak yang terukur akan mengalammi penurunan. Hal itu coba dibuktikan dengan mengumpulkan seluruh data berat dan sudut kontak pada masing-masing perlakuan seperti yang terlihat dibawah ini Tabel 4. 11 Nilai Perbandingan Berat dan Sudut Kontak Pada Kedua Perlakuan NO. HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 JENIS PERLAKUAN SUHU RUANG SUHU REKONDISI SDT. SDT. BERAT BERAT KONTAK KONTAK 22.172 96.03 21.46 94 22.48488 75.6 21.5888 72.6 22.55228 56.07 21.6016 64.37 22.547736 66.97 21.6399 62.27 22.72842 60.27 21.6478 61.17 22.8432 57.87 21.7472 59.93 22.93948 59.23 21.7728 57.67 23.10198 59.87 21.8385 60.6 23.1366 59.13 21.8312 61.93 22.75794 59.13 21.706 57.7 22.86668 58.9 21.7129 63.73 22.8299 63.57 21.7462 63.37 22.89776 65.63 21.7542 65.63 22.92226 62.9 21.8451 63.37 22.86438 62.47 22.0274 63.8 22.85854 61.87 22.0045 63.47 22.74446 65.03 22.0164 64.17 22.7404 63.3 22.0413 64.43 22.7405 64.57 22.0384 63.13 22.73802 62.17 22.0543 64.93 22.73644 61.07 22.0601 62.7 70 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 22.66444 22.65446 22.64594 22.5598 22.46076 22.48316 22.48684 22.49726 22.48412 22.47974 22.47536 22.4732 22.4798 22.48126 22.48392 60.8 60.7 60.33 59.3 60.33 76.63 85.47 81.83 78.6 80.3 79.8 81.4 80.63 81.3 80.3 22.1066 22.0706 22.0616 22.0604 22.0557 22.0491 22.0475 22.0413 22.0268 22.0603 22.0196 21.9892 21.9614 22.0807 22.0552 63.23 62.33 60.8 60.53 61.8 80.8 80.3 77.83 81.53 80.8 80.27 78.6 80.57 80.17 81.67 Dari tabel diatas kemudian disajikan kedalam bentuk grafik tiga aksis, berat dan nilai sudut kontak pada tiap perlakuan seperti berikut ini Grfik 3 Aksis Perbandingan Berat dan Sudut Kontak Kedua Perlakuan 23.5 120 Berat (gr) 100 22.5 90 22 80 21.5 60 70 50 21 40 20.5 Sudut Kontak (0) 110 23 30 20 20 0 5 10 15 BERAT 30 20 Hari SDT. KONTAK 30 25 BERAT 50 30 35 SDT. KONTAK 50 Gambar 4. 11 Grafik 3 Aksis Perbandingan Berat dan Sudut Kontak Kedua Perlakuan 71 Pada gambar grafik tersebut bagian legenda tertulis BERAT 30 berwarna hijau ini menandakan nilai dari berat pada perendaman suhu ruang. Sedangkan, pada grafik batang berwarna biru tertulis BERAT 50, merupakan berat pada perendaman suhu rekondisi. Sama halnya pada grafik garis yang tertulis SDT. KONTAK 30 untuk nilai sudut kontak suhu ruang dan SDT. KONTAK 50 untuk suhu rekondisi. Selanjutnya terlihat pula pada grafik bagaimana kecendrungan penurunan sudut kontak ketika berat dari material uji yang direndam bertambah. Terlihat jelas bagaimana penurunan nilai sudut kontak pada awal-awal perendaman, dimana sampel baik suhu ruang maupun rekondisi mengalami peningkatan, dan sudut kontak perlahan naik pada saat minggu terakhir perendaman yang ditandai adanya penurunan berat atau berat pada material cenderung konstan. Penurunan ataupun kenaikan sudut kontak, dipengaruhi oleh kenaikan ataupun penurunan berat pada tiap perlakuan. Namun, perlu diketahui bahwa hal ini tidak selalu terjadi karena sudut kontak juga dipengaruhi oleh tingkat kebasahan permukaan sampel pada saat penetesan. 4.5 Kekuatan Dielektrik Sebagai sebuah material yang digunakan untuk mengisolasi bagian yang berlistrik, tentu isolator dibuat sedemikian rupa agar mampu menahan nilai tegangan atau arus bocor semaksimal mungkin. Kemampuannya dalam menahan tegangan dan arus bocor inilah yang dikatakan sebagai kekuatan dielektriknya. Pada penelitian ini, kekuatan dielektrik akan diuji kedalam beberapa bentuk pengujian seperti pengukuran nilai permitivitas relatif (relative permetivity) dan pengukuran tegangan tembus. Permitivitas relatif merupakan nilai yang menunjukkan besarnya kemampuan isolator melewatkan medan listrik saat diberikan nilai beda potensial pada kedua sisi permukaan isolator yang tengah diuji. Kemampuan ini tentu sangat penting dimiliki oleh isolator, semakin rendah nilai permitivitasnya maka semakin kecil medan listrik yang dapat dilewatkan. Hal ini berkaitan pula dengan nilai kapasitansi yang dimiliki bahan dielektrik itu. 72 Adapun cara mengetahui nilai permitifitas relatif adalah dengan mengukur nilai kapasitansi dari tiap sampel setiap harinya, kemudian dimasukkan kedalam Persamaan 3.6. Pengujian nilai permitivitas ini disesuaikan dengan metode uji yang disyaratkan oleh American Standar Methode (ASTM) D150 yaitu dengan menempatkan material dielektrik secara paralel dengan pelat konduktor yang kemudian diukur menggunakan LCR meter pada frekuensi 800 Hz. Pengukuran dilakukan pada suhu rata-rata 25.450C dan kelembaban udara 85%. Pada keseluruhan sampel yang diuji nilai ketebalan dan luas isolator dianggap sama agar memudahkan perhitungan yaitu 0.48 m2 dan 0.34 m. 4.5.1 Nilai Permitivitas 4.5.1.1 Nilai Permitivitas Relatif Pada Perendaman Suhu Ruang Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengaruh nilai permitivitas relatif harian pada saat sampel yang diuji direndam kedalam suhu ruang selama 35 hari. Sampel yang telah direndam kemudian diangkat dan dilap dengan tisu terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran nilai kapasitansinya. Nilai kapasitansi harian yang terukur dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4. 12 Nilai Kapasitansi Pada Suhu Ruang NO. HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 SIRA30 A 0.02 0.029 0.03 0.033 0.0331 0.0332 0.0333 0.0334 0.0335 0.0336 0.0337 0.0356 0.026 NILAI KAPASITANSI (nf) SIRA30 SIRA30 SIRA30 B C D 0.017 0.027 0.025 0.02 0.03 0.028 0.021 0.032 0.029 0.024 0.035 0.032 0.0241 0.0351 0.0321 0.0242 0.0352 0.0322 0.0243 0.0353 0.0323 0.0244 0.0354 0.0324 0.0245 0.0355 0.0325 0.0246 0.0356 0.0326 0.0247 0.0357 0.0327 0.0268 0.0366 0.034 0.019 0.029 0.027 73 SIRA30 E 0.026 0.029 0.03 0.033 0.0331 0.0332 0.0333 0.0334 0.0335 0.0336 0.0337 0.0354 0.028 RATARATA 0.023 0.0272 0.0284 0.0314 0.0315 0.0316 0.0317 0.0318 0.0319 0.032 0.0321 0.03368 0.0258 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 13 0.028 0.021 0.031 0.029 0.03 0.0278 14 0.026 0.02 0.03 0.027 0.028 0.0262 15 0.021 0.023 0.033 0.029 0.031 0.0274 16 0.023 0.025 0.033 0.03 0.032 0.0286 17 0.025 0.026 0.034 0.032 0.033 0.03 18 0.027 0.028 0.035 0.033 0.035 0.0316 19 0.026 0.029 0.037 0.035 0.034 0.0322 20 0.024 0.035 0.038 0.036 0.036 0.0338 21 0.03 0.037 0.035 0.031 0.035 0.0336 22 0.034 0.038 0.038 0.032 0.034 0.0352 23 0.034 0.04 0.036 0.036 0.034 0.036 24 0.031 0.036 0.033 0.032 0.03 0.0324 25 0.032 0.037 0.033 0.033 0.034 0.0338 26 0.036 0.039 0.037 0.032 0.035 0.0358 27 0.033 0.038 0.035 0.032 0.032 0.034 28 0.03 0.038 0.034 0.032 0.031 0.033 29 0.03 0.036 0.033 0.032 0.03 0.0322 30 0.03 0.036 0.033 0.03 0.03 0.0318 31 0.029 0.034 0.032 0.03 0.03 0.031 32 0.029 0.033 0.031 0.029 0.03 0.0304 33 0.03 0.033 0.03 0.03 0.032 0.031 34 0.031 0.034 0.033 0.032 0.031 0.0322 35 0.03 0.034 0.031 0.031 0.03 0.0312 Nilai-nilai yang terdapat pada tabel diatas kemudian dimasukkan kedalam Persamaan 3,6 untuk mencari nilai permitivitas relatifnya. Nilai permitifitas relatif tiap sampel selama 35 hari ditunjukkan pada tabel berikut Tabel 4. 13 Nilai Permitivitas Pada Suhu Ruang NO . 1 2 3 4 5 6 7 8 HARI 0 1 2 3 4 5 6 7 SIRA30 A 0.016 0.023 0.024 0.026 0.026 0.027 0.027 0.027 NILAI PERMITIVITAS SIRA30 SIRA30 SIRA30 B C D 0.014 0.022 0.02 0.016 0.024 0.022 0.017 0.026 0.023 0.019 0.028 0.026 0.019 0.028 0.026 0.019 0.028 0.026 0.019 0.028 0.026 0.02 0.028 0.026 74 SIRA30 E 0.021 0.023 0.024 0.026 0.026 0.027 0.027 0.027 RATARATA 0.0186 0.0216 0.0228 0.025 0.025 0.0254 0.0254 0.0256 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 8 0.027 0.02 0.028 0.026 0.027 0.0256 9 0.027 0.02 0.028 0.026 0.027 0.0256 10 0.027 0.02 0.029 0.026 0.027 0.0258 11 0.028 0.021 0.029 0.027 0.028 0.0266 12 0.021 0.015 0.023 0.022 0.022 0.0206 13 0.022 0.017 0.025 0.023 0.024 0.0222 14 0.021 0.016 0.024 0.022 0.022 0.021 15 0.017 0.018 0.026 0.023 0.025 0.0218 16 0.018 0.02 0.026 0.024 0.026 0.0228 17 0.02 0.021 0.027 0.026 0.026 0.024 18 0.022 0.022 0.028 0.026 0.028 0.0252 19 0.021 0.023 0.03 0.028 0.027 0.0258 20 0.019 0.028 0.03 0.029 0.029 0.027 21 0.024 0.03 0.028 0.025 0.028 0.027 22 0.027 0.03 0.03 0.026 0.027 0.028 23 0.027 0.032 0.029 0.029 0.027 0.0288 24 0.025 0.029 0.026 0.026 0.024 0.026 25 0.026 0.03 0.026 0.026 0.027 0.027 26 0.029 0.031 0.03 0.026 0.028 0.0288 27 0.026 0.03 0.028 0.026 0.026 0.0272 28 0.024 0.03 0.027 0.026 0.025 0.0264 29 0.024 0.029 0.026 0.026 0.024 0.0258 30 0.024 0.029 0.026 0.024 0.024 0.0254 31 0.023 0.027 0.026 0.024 0.024 0.0248 32 0.023 0.026 0.025 0.023 0.024 0.0242 33 0.024 0.026 0.024 0.024 0.026 0.0248 34 0.025 0.027 0.026 0.026 0.025 0.0258 35 0.024 0.027 0.025 0.025 0.024 0.025 Tabel diatas merupakan tabel data nilai permitivitas relatif kelima sampel yang direndam dalam suhu ruang selama 35 hari. Dari nilai tersebut dapat dilihat adanya perubahan dari waktu ke waktu akibat bertambahnya air yang menyerap kedalam tiap sampel. Untuk memudahkan dalam melihat pengaruh perendaman terhadap nilai permitivitasnya data pada kolom rata-rata akan di sajikan dalam bentuk grafik dibawah ini 75 Nilai Permitivitas Suhu Ruang 0.035 Nilai Permitivitas 0.03 0.025 0.02 0.015 Suhu Ruang 0.01 0.005 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Hari Gambar 4. 12 Nilai Permitivitas Suhu Ruang Pada Gambar 4.12, memperlihatkan bagaimana kecendrungan nilai permitivitas sampel pada suhu ruang selama perendaman berlangsung, dapat di asumsikan bahwa nilainya akan meningkat secara signifikan selama masa perendaman. Namun, ada kalanya nilai pada masing-masing sampel mengalami penurunan akibat berkurangnya air dalam material yang diuji. Untuk nilai maksimum yang didapatkan selama pengukuran berlangsung berada pada angka 0.0288. Setelah melewati titik puncaknya, grafik diatas menunjukkan kelandaian kurva dan kemudian kondisi nilainya relatif lebih tetap sebelum akhirnya akan mengalami penurunan akibat penuaan. Namun, penurunan yang terjadi tidak dapat menyamai nilai permitivitas relatif sebelum sampel itu di rendam. Nilai standar deviasi pada nilai rata-rata tersebut adalah 0.0022. 4.5.1.2 Nilai Permitivitas Pada Suhu Rekondisi Sebelumnya telah dibahas mengenai nilai permitivitas relatif untuk sampel yang direndam pada suhu ruang selama 35 hari, sekarang pada bagian ini akan dijelaskan hasil pengukuran nilai permitivitas sampel pada kondisi perendaman suhu 500C. 76 Pada prinsipnya baik itu suhu ruang dan rekondisi, cara pengambilan data nilai permitivitasnya sama, yaitu dengan mengukur nilai kapasitansi masingmasing sampel kemudian di substitusi ke persamaan yang dijelaskan sebelumnya untuk mendapat nilai permitivitas harian tiap sampel. Nilai kapasitansi itu di tampilkan pada tabel dibawah ini Tabel 4. 14 Nilai Kapasitansi Sampel Pada Suhu Rekondisi NO HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 SIRA50 A 0.026 0.031 0.033 0.034 0.038 0.0389 0.0398 0.0398 0.0398 0.0398 0.0398 0.0398 0.034 0.034 0.034 0.034 0.0289 0.0379 0.037 0.036 0.035 0.036 0.036 0.036 0.031 0.036 0.032 0.034 0.034 NILAI KAPASITANSI (nF) SIRA50 SIRA50 SIRA50 B C D 0.027 0.017 0.02 0.032 0.022 0.031 0.034 0.033 0.035 0.035 0.034 0.032 0.037 0.036 0.037 0.0379 0.0369 0.0379 0.0388 0.0378 0.0388 0.038 0.0389 0.0387 0.038 0.0389 0.0387 0.038 0.0389 0.0387 0.038 0.0389 0.0387 0.038 0.0389 0.0387 0.035 0.025 0.034 0.035 0.025 0.034 0.035 0.025 0.034 0.035 0.025 0.034 0.0359 0.0259 0.0349 0.036 0.027 0.035 0.034 0.027 0.035 0.035 0.027 0.035 0.036 0.028 0.034 0.036 0.03 0.035 0.036 0.034 0.034 0.038 0.036 0.036 0.035 0.033 0.031 0.038 0.035 0.032 0.035 0.036 0.033 0.036 0.036 0.032 0.034 0.035 0.029 77 SIRA50 E 0.025 0.03 0.035 0.036 0.038 0.0389 0.0398 0.0397 0.0397 0.0397 0.0397 0.0397 0.033 0.033 0.033 0.033 0.0339 0.034 0.034 0.034 0.036 0.037 0.038 0.038 0.034 0.036 0.037 0.035 0.034 RATARATA 0.023 0.0292 0.034 0.0342 0.0372 0.0381 0.039 0.03902 0.03902 0.03902 0.03902 0.03902 0.0322 0.0322 0.0322 0.0322 0.0319 0.03398 0.0334 0.0334 0.0338 0.0348 0.0356 0.0368 0.0328 0.0354 0.0346 0.0346 0.0332 30 31 32 33 34 35 36 29 0.031 0.034 0.031 30 0.032 0.034 0.031 31 0.032 0.034 0.03 32 0.033 0.034 0.031 33 0.032 0.035 0.033 34 0.031 0.034 0.032 35 0.031 0.033 0.031 Setelah nilai-nilai diatas di olah kedalam 0.024 0.023 0.022 0.033 0.03 0.031 0.031 persamaan 0.032 0.0304 0.032 0.0304 0.032 0.03 0.032 0.0326 0.035 0.033 0.032 0.032 0.032 0.0316 untuk mencari nilai permitivitasnya, sekarang kita dapat menyajikan nilai permitivitas dalam bentuk tabel dibawah ini Tabel 4. 15 Nilai Permitivitas Sampel Pada Suhu Rekondisi NO. HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 SIRA50 A 0.021 0.025 0.026 0.027 0.03 0.031 0.032 0.032 0.032 0.032 0.032 0.032 0.027 0.027 0.027 0.027 0.023 0.03 0.03 0.029 0.028 0.029 0.029 0.029 NILAI PERMITIVI-TAS SIRA50 SIRA50 SIRA50 B C D 0.022 0.014 0.016 0.026 0.018 0.025 0.027 0.026 0.028 0.028 0.027 0.026 0.03 0.029 0.03 0.03 0.03 0.03 0.031 0.03 0.031 0.03 0.031 0.031 0.03 0.031 0.031 0.03 0.031 0.031 0.03 0.031 0.031 0.03 0.031 0.031 0.028 0.02 0.027 0.028 0.02 0.027 0.028 0.02 0.027 0.028 0.02 0.027 0.029 0.021 0.028 0.029 0.022 0.028 0.027 0.022 0.028 0.028 0.022 0.028 0.029 0.022 0.027 0.029 0.024 0.028 0.029 0.027 0.027 0.03 0.029 0.029 78 SIRA50 E 0.02 0.024 0.028 0.029 0.03 0.031 0.032 0.032 0.032 0.032 0.032 0.032 0.026 0.026 0.026 0.026 0.027 0.027 0.027 0.027 0.029 0.03 0.03 0.03 RATARATA 0.0186 0.0236 0.027 0.0274 0.0298 0.0304 0.0312 0.0312 0.0312 0.0312 0.0312 0.0312 0.0256 0.0256 0.0256 0.0256 0.0256 0.0272 0.0268 0.0268 0.027 0.028 0.0284 0.0294 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 24 0.025 0.028 0.026 0.025 0.027 0.0262 25 0.029 0.03 0.028 0.026 0.029 0.0284 26 0.026 0.028 0.029 0.026 0.03 0.0278 27 0.027 0.029 0.029 0.026 0.028 0.0278 28 0.027 0.027 0.028 0.023 0.027 0.0264 29 0.025 0.027 0.025 0.019 0.026 0.0244 30 0.026 0.027 0.025 0.018 0.026 0.0244 31 0.026 0.027 0.024 0.018 0.026 0.0242 32 0.026 0.027 0.025 0.026 0.026 0.026 33 0.026 0.028 0.026 0.024 0.028 0.0264 34 0.025 0.027 0.026 0.025 0.026 0.0258 35 0.025 0.026 0.025 0.025 0.026 0.0254 Tabel diatas menunjukkan bagaimana variasi nilai permitivitas relatif pada masing-masing sampel selama masa perendaman, terlihat bahwa lamanya perendaman akan meningkatkan nilai permitivitas dari sampel yang diuji, namun akan mengalami penurunan setelah terjadi penuaan. Dari tabel tadi, selanjutnya akan dibuat kedalam bentuk grafik agar dapat dianalisis pengaruhnya dengan lebih mudah, seperti dibawah ini Nilai Permtiivitas Suhu Rekondisi Nilai Permitivitas 0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 SUHU REKONDISI 0.01 0.005 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Hari Gambar 4. 13 Grafik Nilai Permitivitas Pada Suhu Rekondisi Pada Gambar 4.13, memperlihatkan bagaimana kecendrungan nilai permitivitas sampel pada suhu rekondisi selama perendaman berlangsung, dapat di asumsikan bahwa nilainya akan meningkat secara signifikan selama masa perendaman. Namun, ada kalanya nilai pada masing-masing sampel mengalami 79 penurunan akibat berkurangnya air dalam material yang diuji. Untuk nilai maksimum yang didapatkan selama pengukuran berlangsung berada pada angka 0.0312. Setelah melewati titik puncaknya, grafik diatas menunjukkan kelandaian kurva dan kemudian kondisi nilainya relatif lebih tetap sebelum akhirnya akan mengalami penurunan akibat penuaan. Namun, penurunan yang terjadi tidak dapat menyamai nilai permitivitas relatif sebelum sampel itu di rendam. Nilai standar deviasi pada nilai rata-rata tersebut adalah 0.0027. 4.5.1.3 Perbandingan Nilai Permitivitas Kedua Perlakuan Untuk mengetahui perbedaan nilai permitivitas harian pada keseluruhan sampel dalam dua jenis perlakuan, maka perlu untuk dibuat pembahasan tentang perbandingan nilainya. Hal ini tentu berguna untuk mengetahui pada perlakuan mana yang tingkat kerusakan permitivitasnya lebih tinggi ataupun lebih rendah, dan juga bagaimana kemampuan isolator yang diuji dalam memperbaiki nilai permitivitasnya. Kelima sampel akan dirata-ratakan berdasarkan nilai hariannya masingmasing. Namun, pada bagian ini peneliti hanya menampilkan tabel rata-rata permitivitas tidak dengan menampilkan data nilai kapasitansinya terlebih dahulu. Tabel 4. 16 Nilai Permitivitas Kedua Perlakuan NILAI PERMITIVITAS NO. HARI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SUHU RUANG SUHU REKONDISI 0.018 0.022 0.023 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.026 0.026 0.026 0.018 0.023 0.027 0.027 0.03 0.03 0.031 0.031 0.031 0.031 0.031 80 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 0.027 0.021 0.022 0.021 0.022 0.023 0.024 0.025 0.026 0.027 0.027 0.028 0.029 0.026 0.027 0.029 0.027 0.026 0.026 0.025 0.025 0.024 0.025 0.026 0.025 0.031 0.026 0.026 0.026 0.026 0.026 0.027 0.027 0.027 0.027 0.028 0.028 0.029 0.026 0.028 0.028 0.028 0.027 0.024 0.024 0.024 0.026 0.026 0.026 0.025 Nilai pada tabel diatas kemudian ditampilkan kedalam grafik berikut ini agar lebih memudahkan seseorang dalam membacanya 81 Perbandingan Nilai Permitivitas Kedua Perlakuan 0.04 Nilai Permitivitas 0.035 0.03 0.025 0.02 SUHU RUANG 0.015 SUHU REKONDISI 0.01 0.005 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Hari Gambar 4. 14 Grafik Perbandingan Nilai Permitivitas Kedua Perlakuan Grafik diatas memperlihatkan bagaimana nilai permitivitas antara sampel yang direndam pada suhu rekondisi 500C lebih tinggi ketimbang pada suhu ruang. Terlihat pada kondisi awal perendaman, meskipun titik awalnya reatif sama, namun pada hari berikutnya nilai permitivitas untuk suhu rekondisi melebihi nilai permitivitas suhu ruang. Hal ini juga dibuktikan dengan nilai rata-rata dari keseluruhan nilai permitivitas harian pada suhu rekondisi berada pada angka 0.027 sedangkan pada suhu ruang berada pada angka 0.025. 4.5.1.4 Nilai Permitivitas Relatif Sampel Pada Pengujian Korona dan Tegangan Tembus (Sampel Baru) Pada pengujian ini menggunakan 5 buah sampel yang baru, jadi ada total 15 sampel yang diuji. Berguna untuk melihat pengaruh pengujian korona dan tegangan tembus terhadap nilai permitivitas pada kelima sampel. Sebelumnya tentu dilakukan pengkodean sampel, secara berurut kode sampel tersebut adalah SIRA0A,SIRA0B,SIRA0C,SIRA0D dan SIRA0E. Kemudian seperti sebelumnya, untuk mengetahui nilai permitivitasnya, dibutuhkan pengukuran kapasitansinya, nilai tersebut ditampilkan pada tabel berikut ini 82 Tabel 4. 17 Nilai Kapasitansi Pengujian Korona dan Tegangan Tembus Pada Sampel Baru NILAI KAPASITANSI (nF) BT CE BV SIRA0A 0.029 0.03 0.031 SIRA0B 0.029 0.03 0.031 SIRA0C 0.022 0.024 0.026 SIRA0D 0.027 0.028 0.029 SIRA0E 0.029 0.029 0.03 RATA-RATA 0.0272 0.0282 0.0294 Tabel 4.17, diatas menunjukkan nilai tegangan tembus pada sampel baru KODE SAMPEL setelah pengujian korona dan tegangan tembusnya, pada tabe itu jenis perlakuan disingkat dengan BT, CE dan BV. Sama seperti pengukuran sudut kontak untuk kasus efek korona dan tegangan tembus sebelumnya, singkatan diatas merupakan kepanjangan dari Before Test (BT) artinya sampel dalam keadaan baru, Corona Effect (CE) setelah pengujian korona dan Breakdown Voltage (BV), sesudah tegangan tembus merusak isolator yang diuji. Nilai diatas kemudian dimasukkan ke persamaan untuk mencari nilai permitivitasnya, dan didapatkan hasil sebagai berikut Tabel 4. 18 Nilai Permitivitas Sampel Baru Pada Pengujian Korona dan Tegangan Tembus NILAI PERMITIVITAS BT CE BV SIRA0A 0.0232 0.024 0.0248 SIRA0B 0.0232 0.024 0.0248 SIRA0C 0.0176 0.0192 0.0208 SIRA0D 0.0216 0.0224 0.0232 SIRA0E 0.0232 0.0232 0.024 RATA-RATA 0.02176 0.02256 0.02352 Nilai rata-rata pada tabel diatas dapat dimodelkan kedalam grafik untuk KODE SAMPEL melihat pengaruh pengujian efek korona dan tegangan tembus terhadap nilai permitivitasnya, seperti terlihat dibawah ini 83 Nilai Permitivitas Relatif Sampel Baru Pada Uji Korona dan Tegangan Tembus 0.025 Nilai Permtivitas 0.024 0.023 0.022 0.021 0.02 0.019 BT CE BV Perlakuan Gambar 4. 15 Grafik Nilai Permitivitas Relatif Sampel Baru Pada Uji Korona dan Tegangan Tembus Gambar diatas memperlihatkan bagaimana pengujian korona dan tegangan tembus mampu mempengaruhi nilai permitivitas pada masing-masing sampel, terlihat bahwa pengujian tersebut dapat meningkatkan nilainya. Ini dibuktikan dari nilai rata-rata keseluruhan sampel tiap perlakuan, pada saat sebelum pengujian (BT) nilai permitivitasnya berada pada angka 0.021, pada saat uji korona (CE) 0.022 dan saat terjadi tegangan tembus (BV) 0.023. Penting untuk diketahui bahwa korona dan tegangan tembus bergantung pula pada durasi terpaparnya isolator, sehingga makin lama isolator tepapar korona ataupun tegangan tembus tingkat kerusakannya semakin besar. Nilai BT cenderung lebih kecil ketimbang nilai CE dan BV, secara teori bahan dielektrik merupakan bahan yang sulit menghantarkan listrik namun pada dasarnya semua bahan dielektrik baik gas, cair maupun padatan dapat menyimpan muatan listrik. Penyimpanan ini sebagai akibat dari pergeseran kedudukan muatan positif dan negatif akibat adanya gaya atomik dan gaya tarik antar molekul oleh energi eksternal. 84 Selanjutnya bahan dielektrik ini memiliki nilai permtivitas atau konstanta dielektrik yang mempresentasikan kerapatan fluks listrik saat benda itu dilewati arus listrik. Semakin rapat atau kuat muatannya semakin rapat pula fluks listrik yang terjadi saat arus tersebut mengalir. Namun sayangnya pada kasus pengujian korona bahkan tegangan tembus muatan-muatan tadi dipaksa untuk bergeser secara acak akibat mendapatkan energi eksternal yang sangat kuat. Kemudian setelah muatan-muatan tadi bergeser akan cenderung kembali ke posisi awal,tetapi tidak mampu sama persis sebelum pengujian. Oleh karena pergeseran tersebut jumlah muatan listrik (q) yang dapat tersimpan pada bahan dielektrik menjadi lebih banyak, sehingga pada saat pengukuran kapasitansinya semakin besar. Hal ini tentu didasari oleh persamaan dasar kapasitansi 𝐶= 𝑞 𝑉 (4.4) Keterangan : C = Nilai kapasitansi (F) q = Jumlah Muatan (Couloumb) V = Tegangan (v) 4.5.2 Nilai Efek Korona dan Tegangan Tembus 4.5.2.1 Nilai Efek Korona dan Tegangan Tembus Pada Sampel Baru Bagian ini menjelaskan kekuatan dielektrik dari material yang diuji dengan melihat kemampuannya dalam menahan tegangan tembus. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat isolator sendiri digunakan sebagai penyekat daerah yang bertegangan tinggi. Sampel yang digunakan merupakan sampel yang masih dalam kondisi baru dengan kode SIRA0A, SIRA0B, SIRA0C, SIRA0D, dan SIRA0E. Kelima sampel ini kemudian dilakukan pengujian tegangan tembus sesuai prosedur standar ASTM D149 dengan menggunakan elektroda batang pada bagian atas dan elektroda pelat pada bagian bawah. 85 Nilai rata-rata suhu pada saat pengujian berkisar 220C dengan kelembaban udara 81%, didapatkan nilai tegangan tembus untuk masing-masing sampel sesuai pada tabel dibawah ini Tabel 4. 19 Nilai Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Pada Sampel Baru NILAI CE DAN BV (kV) CE BV SIRA0A 11.34 13.49 SIRA0B 12.62 25.88 SIRA0C 12.21 23.23 SIRA0D 12.82 23.8 SIRA0E 13.44 16.7 RATA-RATA 12.486 20.62 Pada Tabel 4.19, diatas terlihat nilai tegangan tembus dan tegangan pada KODE SAMPEL saat terjadi korona yang mampu ditahan oleh masing-masing sampel pada kondisi baru. Pada tabel tersebut masing-masing parameter dikodekan dengan CE dan BV yaitu Corona Effect dan Breadown Voltage seperti pengujian sebelumsebelumnya. Dari tabel diatas didapatkan nilai rata-rata keseluruhan sampel untuk CE sebesar 12.48 kV dan BV sebesar 20.62 kV. Nilai ini nantinya digunakan sebagai pembanding antara isolator kondisi baru dan setelah terjadi difusi air kedalamnya atau setelah perendaman berlangsung. 4.5.2.2 Nilai Efek Korona dan Tegangan Tembus Pada Sampel Lama (Setelah Perendaman) Setelah sebelumnya disajikan data mengenai nilai tegangan pada saat korona terjadi dan saat tegangan tembus pada sampel baru, kali ini akan disajikan data pada saat sampel tersebut telah terdifusi air selama 35 hari. Tidak semua sampel yang akan di uji, peneliti hanya memilih sampel yang telah direndam pada suhu 500C selama 35 hari, hal ini dilakukan dengan berasumsi bahwa kualitas isolator yang direndam pada kondisi tersebut lebih buruk ketimbang yang direndam pada suhu ruang dengan melihat nilai permitivitas rata-ratanya yaitu sebesar 0.027. 86 Adapun sampel-sampel itu adalah SIRA50A, SIRA50B, SIRA50C, SIRA50D, dan SIRA50E. Nilai tegangan tembusnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4. 20 Nilai CE dan BV Pada Sampel Setelah Direndam NILAI CE DAN BV (kV) CE BV SIRA50A 6 16 SIRA50B 7 17 SIRA50C 6 18 SIRA50D 6 17 SIRA50E 5 17 RATA-RATA 6 17 Tabel tersebut memperlihatkan nilai tegangan pada saat korona terjadi dan KODE SAMPEL pada saat tegangan tembus, nilai yang digunakan adalah nilai rata-rata karena sampel tersebut hanya satu perlakuan saja. Untuk nilai CE dan BV rata-rata pada keseluruhan sampel berada pada angka 6 kV dan 17 kV, sedikit lebih turun dari sampel baru tadi. 4.5.2.3 Perbandingan Nilai Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Sebelum dan Sesudah Sampel Terdifusi Untuk mengetahui perubahan kekuatan dielektrik pada dua perlakuan, dibuatlah perbandingan nilai tegangan korona dan tegangan tembus pada sampel baru dan setelah terdifusi. Perlu diketahui pada saat pengujian tegangan korona dan tegangan tembus pada sampel baru suhu ruang dan kelembaban udara yang terukur adalah 220C dan 81% sedangkan sampel setelah perendaman, suhu ruang berada pada angka 32.90C dan kelembaban udara 58%. Nilai yang digunakan merupakan nilai rata-rata tegangan pada saat korona dan tegangan tembus seluruh sampel baik pada sampel dalam kondisi baru dan sampel setelah terdifusi yaitu sampel yang direndam dalam air bersuhu ruang dan sampel yang direndam pada air bersuhu 500C. Nilai tersebut dibuat dalam bentuk tabel berikut ini 87 Tabel 4. 21 Nilai Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Sebelum dan Setelah Sampel Terdifusi CEBD CEAD50 BVBD BVAD50 12.486 6 20.62 15.6 Kemudian disajikan kedalam grafik batang seperti berikut ini dengan Nilai Tegangan CE dan BV (kV) standar deviasi 6.117. Grafik Perbandingan Nilai Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Sampel Sebelum dan Sesudah Terdifusi 30 25 20 15 10 5 0 CEBD CEAD50 BVBD BVAD50 Jenis Perlakuan Gambar 4.16 Grafik Perbandingan Nilai Tegangan Korona dan Tegangan Tembus Sampel Sebelum dan Sesudah Terdifusi Baik pada tabel dan grafik diatas menampilkan perbandingan nilai tegangan pada saat korona terjadi dan pada saat tegangan tembus. Kondisi sampel pada saat sebelum terdifusi air disimbolkan dengan Corona Effect Before Diffusion (CEBD), tegangan korona pada sampel setelah terdifusi pada rendaman air bersuhu 500C adalah Corona Effect After Diffusion 50 (CEAD50). Sedangkan untuk tegangan tembus sendiri pada sampel sebelum terdifusinya air disimbolkan dengan Breakdown Voltage Before Diffusion (BVBD), tegangan tembus untuk sampel telah terdifusi pada rendaman suhu 50 0C Breakdown Voltage After Diffusion 50 (BVBD50). 88 Dari grafik tersebut kemudian dapat disimpulkan bahwa nilai tegangan tembus pada saat sampel telah terdifusi air memiliki kekuatan tegangan tembus yang semakin menurun, akibat dari tingkat permitivitas yang bertambah oleh proses perendaman selama 35 hari. Sedangkan untuk tegangan terjadinya korona juga demikian, suara desis pertama sebagai acuan dalam menentukan korona mulai berlangsung menurun ketika sampel telah melalu perendaman. 89 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Sebagaimana tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut 1. Nilai sudut kontak pada tiap perlakuan untuk keseluruhan sampel ditemukan bahwa sebelum dilakukan perendaman, rata-rata nilai sudut kontaknya berada diatas 900 yaitu 96.030 untuk sampel pada suhu ruang, 93.990 untuk suhu rekondisi. Dimana nilai tersebut dapat dikategorikan sebagai menolak air (hydrophobic). Pada sampel baru yang digunakan untuk pengujian corona dan tegangan tembus, sudut kontak awalnya berada pada angka 83.320 yang dapat dikategorikan kedalam kelompok basah sebagian (partially wet). Baik setelah perendaman maupun pengujian corona dan tegangan tembus terdapat penurunan nilai sudut kontak yang bila dirata-ratakan untuk sampel yang direndam pada suhu ruang berada pada angka 67.230, sampel pada suhu rekondisi 67.770 dan sampel pada pengujian corona serta tegangan tembus 62.500 dan 58.630, seluruh nilai penurunan tersebut dapat dikategorikan kedalam basah sebagian (patially wet). 2. Nilai rata-rata difusi air kedalam bahan uji untuk suhu ruang 0.26% dan untuk suhu rekondisi sedikit lebih besar yaitu 0.29%. 3. Hubungan antara berat sampel terhadap nilai sudut kontak baik pada sampel yang direndam bersuhu ruang dan bersuhu rekondisi cenderung bertolak belakang. Artinya adalah setiap kali berat sampel bertambah akibat terdifusinya air kedalam bahan uji, nilai sudut kontak akan terus berkurang dan saat sampel mengalami saturasi dengan kondisi penyerapan air relatif tetap kemudian air yang berhasil terserap dikeluarkan lagi sebagai akibat perbaikan sifat menolak airnya maka nilai sudut kontaknya juga sedikit lebih tinggi. Namun, hal itu tidak selalu dapat dikatakan demikian, karena sudut kontak juga dipengaruhi oleh permukaan isolator yang di teteskan droplet cairan. 90 4. Nilai permitivitas keseluruhan sampel setelah diberi perlakuan mengalami perubahan, untuk perendaman grafiknya cenderung naik di awal-awal, namun akan berkurang dan tetap stelah terjadi penuaan. Untuk nilai ratarata permitivitas pada sampel bersuhu ruang yaitu 0.025 dan untuk suhu rekondisi 0.027. Sedangkan pada material uji yang telah diberi perlakuan efek korona dan tegangan tembus nila rata-rata seluruh sampel cenderung naik pula yang semula bernilai 0.022 menjadi 0.023 saat korona berlangsung dan 0.024 saat tegangan tembus. 5. Nilai tegangan yang terukur pada saat korona berlangsung sebelum perendaman atau material dalam kondisi baru berada pada angka 12.486kV, dengan tegangan tembus 20.62kV, sedangkan setelah perendaman selama 35 hari untuk sampel bersuhu rekondisi pada tegangan korona dan tegangan tembusnya berada pada angka 6kV dan 15.6kV. 5.2 Saran Penulis menyadari bahwa penelitian dan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin memberikan saran kepada penelitian ini agar kedepan dapat lebih baik lagi. 1. Sebaiknya waktu perendaman dilakukan minimal 3 bulan lamanya untuk mendapatkan perubahan akibat penuaan yang efektif kepada isolator yang diuji 2. Pengeringan untuk metode oven kering sebaiknya menggunakan oven lab yang bisa dioperasikan 24 jam penuh. 91 DAFTAR PUSTAKA A. Syakur and M Facta. (2005). Perbandingan Tegangan Tembus Isolasi Gas Dengan Media Udara dan Media Isolasi Minyak Trafo Menggunakan Elektroda Bidang. Semarang: Universitas Dipenogoro. Ahmadi, K. dan Estiasih, T. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. B.L Tobing. (2012). Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. B.L Tobing. (2017). Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi Edisi Ke Tiga. Jakarta: Erlangga. D3.027-2, S. (2016). Insulator Polimer Tegangan Menengah . Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagalistrikan PT. PLN Persero. Daniel Thomazini, R. A. (2018, Desember). Hydrophobicity classification of polymeric materials based on fractal dimension. Material Research, pp. 415-419. F. W. Billmeyer. (1971). Polymer Science 2nd. New York. Gorur, R. C. (1999). Outdoor Insulators. Arizona USA: Ravi S. Gorur Inc Phoenix. I Made Yulistya Negara. (2013). Teknik Tegangan Tinggi:Prinsip dan Aplikasi Praktis. Graha Ilmm. IEC. (2016). Guidance on The Measurementof Hydrofobicity of Insulator Survace. Kahar N., Y. d. (1999). Kajian Awai Tentang Kemungkinan Penggunaan Epoksi SikJoalifatik Tuang (ESn Sebagai Material lsolasi tegangan Tinggi di Indonesia. Yogyakarta: UGM. Kindersbrger, J. M. (1996). Effect of hydrophobicity on insulator performance. New Orleans. LA, USA: Sixth International Symposium On High Voltage Engineering. Kusuma Ningrum, A. (2017). Analisa Akselesarasi Umur Isolator Polimer 20kV Akibat Pengaruh Kontaminan Berdasarkan Pengukuran Arus Bocor. Surabaya: ITS. 92 Panicker PK. (2003). Ionization Of Air by Corona Discharge. Arlington: Univesity of Texas. Prasetyo, M. T. (2012). Pengujian Sudut Kontak Pada Bahan Isolasi Resin Epoksi Dengan Pengisi Pasir Pantai Yang Mengandung Banyak Kalsium. Semarang: UNIMUS. Pratiwi, A. I. (2013). Mekanisme Flashover Untuk Menentukan Kinerja Isolator Polymer Yang Terkontaminasi. Makassar: Tesis Program Pascasarjana Unhas. R. Setiabudy. (2007). Material Teknik Listrik. Jakarta: Universitas Indonesia. Salama Manjang, I. K. (2015). Effect Of Water Diffusion On Dielectric Behavior Of Polymer Insulator. The 5th International on Electrical Engineering and Informatics, 192-196. Salama Manjang, M. (2010). Kajian Karakteristik Isolator Polimer Tegangan Tinggi Oleh Penuaan Berbagai Tekanan Buatan Pada Daerah Tropis. Cilegon, Indonesia: Proc, National Conference on Industrial Electrical and Electronic, UNTIRTA. Setiaji, M. E. (2010). Pengujian Tegangan Flashover Dan Arus Bocor Pada Isolator 20 kV Berbahan Resin Epoksi Kondisi Basah dan Kering. Semarang: UNDIP. Wijaya, I. M. (2009). Karakteristik Korona Dan Tegangan Tembus Isolasi Minyak Pada Konvigurasi Elektroda Jarum Plat. Proccedings Seminar Tugas Akhir FTI-ITS, 1-7. Wildan Rahadian Putra dkk. (2015). Pengaruh Bentuk dan Material Elektrode Terhadap Partial Discharge. Surabaya: Jurnal Teknik ITS. Wirjosentono. (1998). Struktur dan sifat mekanis polimer. Medan: Intan Dirja Lela Press. 93 LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Pengambilan Data Sudut Kontak dan Berat Harian Suhu Ruang TABEL PENGAMBILAN DATA PENGUKURAN SUDUT KONTAK PADA SUHU RUANG BERA T N O TAN GGA L WA KT U KODE SAMPE L (gr) 0 1 29/04 /20 30/04 /20 15:0 0 15:0 0 SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SU HU (Cel cius ) KEL EMB ABA N SUDUT KONTAK TETESAN 1 (%) TETESAN 2 RATARATA NILAI TETESAN 3 KIR I KA NA N RATARATA KIRI KAN AN RATARATA KIRI KANAN RATARATA SUDUT KONTAK 22.28 99 101 100 98 103 100.5 81 78 79.5 93.33 22 99 110 104.5 95 96 95.5 101 98 99.5 99.83 103 80 91.5 82 84 83 111 100 105.5 93.33 22.7 97 119 108 98 103 100.5 103 97 100 102.83 22.2 103 99 101 95 102 98.5 74 72 73 90.83 22.545 85 79 82 74 73 73.5 84 79 81.5 79.00 22.044 102 80 91 96 85 90.5 82 76 79 86.83 70 67 68.5 69 70 69.5 68 65 66.5 68.17 85 86 85.5 76 76 76 75 74 74.5 78.67 21.68 22.344 6 22.745 4 22 22 82 82 94 2 3 4 5 1/5/2 020 2/5/2 020 3/5/2 020 4/5/2 020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A 22.745 4 22.612 6 63 67 65 69 71 70 64 58 61 65.33 52 51 51.5 53 48 50.5 46 48 47 49.67 59 63 61 56 58 57 61 51 56 58.00 50 49 49.5 54 61 57.5 48 50 49 52.00 39 47 43 58 58 58 65 62 63.5 54.83 70 65 67.5 70 57 63.5 68 65 66.5 65.83 72 64 68 68 64 66 77 69 73 69.00 65 62 63.5 70 66 68 73 61 67 66.17 74 69 71.5 72 65 68.5 73 67 70 70.00 61 65 63 59 58 58.5 68 66 67 62.83 66 66 66 69 62 65.5 72 66 69 66.83 71 60 65.5 71 56 63.5 66 50 58 62.33 66 55 60.5 61 53 57 61 62 61.5 59.67 50 56 53 71 53 62 65 60 62.5 59.17 22.996 63 50 56.5 66 55 60.5 69 57 63 60.00 22.996 59 50 54.5 64 57 60.5 70 61 65.5 60.17 56 49 52.5 66 52 59 69 56 62.5 58.00 22.11 22.411 6 22.813 6 22.813 6 21 82 22.703 22.176 4 22.051 2 22.904 08 29 84 22.904 22.793 8 22.265 1 22.591 2 22.907 8 29 29 84 84 95 SIRA30 B 6 7 8 5/5/2 020 6/5/2 020 7/5/2 020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B 22.376 52 51 51.5 64 56 60 65 54 59.5 57.00 22.704 2 67 52 59.5 39 57 48 63 47 55 54.17 23.114 68 51 59.5 65 60 62.5 65 63 64 62.00 23.114 63 51 57 58 58 58 61 58 59.5 58.17 23.045 70 56 63 70 62 66 62 51 56.5 61.83 22.510 7 67 64 65.5 52 59 55.5 56 48 52 57.67 61 55 58 70 51 60.5 64 52 58 58.83 64 49 56.5 80 52 66 61 48 54.5 59.00 60 50 55 66 58 62 65 54 59.5 58.83 61 48 54.5 64 60 62 68 60 64 60.17 59 53 56 61 53 57 61 55 58 57.00 23 62 61 61.5 71 55 63 60 65 62.5 62.33 23.412 60 58 59 66 63 64.5 54 60 57 60.17 23.412 62 66 64 58 62 60 55 55 55 59.67 23.299 48 50 49 58 54 56 61 58 59.5 54.83 22.500 59 53 56 61 53 57 61 55 58 57.00 22.84 23.250 1 23.051 6 23.026 7 22.659 2 28 88 96 9 10 11 8/5/2 020 9/5/2 020 10/5/ 2020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C 23.184 62 61 61.5 71 55 63 60 65 62.5 62.33 23.400 60 58 59 66 63 64.5 54 60 57 60.17 23.300 62 66 64 58 62 60 65 55 60 61.33 23.07 51 53 52 62 58 60 63 60 61.5 57.83 22.499 62 49 55.5 68 55 61.5 62 56 59 58.67 62 52 57 59 57 58 64 56 60 58.33 63 51 57 56 59 57.5 68 56 62 58.83 64 60 62 72 58 65 64 54 59 62.00 60 52 56 63 60 61.5 58 65 61.5 59.67 60 51 55.5 57 55 56 69 61 65 58.83 51 49 50 46 58 52 68 59 63.5 55.17 64 54 59 54 52 53 60 63 61.5 57.83 70 56 63 70 64 67 67 51 59 63.00 55 62 58.5 59 57 58 67 66 66.5 61.00 66 66 66 70 61 65.5 67 58 62.5 64.67 65 63 64 66 70 68 58 61 59.5 63.83 22.990 1 23.019 3 22.211 3 22.848 0 22.480 0 23.007 0 23.063 2 22.935 2 22.688 0 22.508 8 23.024 2 28. 3 29. 9 30. 9 93 86 97 12 13 14 11/5/ 2020 12/5/ 2020 13/5/ 2020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D 22.983 0 22.945 5 22.892 0 22.387 0 23.133 5 23.181 4 22.894 9 23.125 0 22.461 5 23.004 3 23.069 0 22.951 5 29. 3 25. 5 92 89 22.619 22.444 1 23.4 22.977 25. 5 62 60 61 60 65 62.5 67 65 66 63.17 64 67 65.5 67 69 68 63 61 62 65.17 64 65 64.5 76 66 71 64 69 66.5 67.33 67 66 66.5 68 67 67.5 65 60 62.5 65.50 69 70 69.5 67 65 66 64 67 65.5 67.00 62 63 62.5 61 62 61.5 63 70 66.5 63.50 69 67 68 65 60 62.5 65 63 64 64.83 72 67 69.5 67 63 65 64 60 62 65.50 67 62 64.5 66 61 63.5 63 60 61.5 63.17 60 63 61.5 56 62 59 65 62 63.5 61.33 59 59 59 65 60 62.5 72 63 67.5 63.00 64 59 61.5 62 64 63 62 58 60 61.50 63 60 61.5 61 61 61 51 58 54.5 59.00 60 56 58 66 65 65.5 58 61 59.5 61.00 62 61 61.5 67 60 63.5 65 62 63.5 62.83 64 70 67 68 63 65.5 65 70 67.5 66.67 88 98 15 16 17 14/5/ 2020 15/5/ 2020 16/5/ 2020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E 22.881 8 68 57 62.5 62 66 64 65 59 62 62.83 22.334 65 62 63.5 64 67 65.5 58 59 58.5 62.50 22.442 6 59 60 59.5 63 63 63 58 60 59 60.50 59 55 57 66 59 62.5 66 58 62 60.50 67 63 65 59 64 61.5 62 60 61 62.50 64 57 60.5 65 62 63.5 69 63 66 63.33 22.335 59 61 60 65 70 67.5 66 72 69 65.50 22.454 9 59 63 61 69 62 65.5 75 73 74 66.83 63 61 62 65 65 65 68 60 64 63.67 23.005 4 65 62 63.5 66 62 64 63 60 61.5 63.00 22.877 67 60 63.5 69 66 67.5 64 71 67.5 66.17 22.304 7 71 70 70.5 69 61 65 73 61 67 67.50 22.435 72 62 67 68 66 67 67 68 67.5 67.17 64 65 64.5 57 57 57 67 59 63 61.50 22.998 3 72 62 67 56 56 56 50 64 57 60.00 22.864 66 62 64 55 57 56 65 57 61 60.33 23.45 26 88 23.011 7 23.054 4 23.05 23.1 26 26 87 89 99 18 19 20 21 17/5/ 2020 18/5/ 2020 19/5/ 2020 20/5/ 2020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A 22.285 4 22.455 8 23.100 5 23.005 8 62 56 59 70 65 67.5 68 64 66 64.17 73 67 70 70 64 67 58 69 63.5 66.83 70 66 68 67 61 64 66 63 64.5 65.50 70 63 66.5 55 60 57.5 54 67 60.5 61.50 22.855 68 60 64 64 68 66 66 63 64.5 64.83 22.282 69 65 67 70 64 67 65 54 59.5 64.50 66 60 63 60 61 60.5 69 57 63 62.17 64 54 59 66 64 65 65 60 62.5 62.17 65 57 61 60 56 58 62 59 60.5 59.83 64 61 62.5 58 61 59.5 66 63 64.5 62.17 57 47 52 67 59 63 67 65 66 60.33 66 61 63.5 70 58 64 66 60 63 63.50 64 57 60.5 70 58 64 65 60 62.5 62.33 23.010 7 65 61 63 62 61 61.5 61 52 56.5 60.33 22.904 61 51 56 64 57 60.5 63 57 60 58.83 62 50 56 67 58 62.5 64 62 63 60.50 22.465 3 23.100 6 22.996 2 29. 1 23 88 76 22.846 22.298 9 22.478 6 22.99 22.311 7 24 21 88 84 100 22 23 24 21/5/ 2020 22/5/ 2020 23/5/ 2020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B 22.473 7 63 52 57.5 65 57 61 65 63 64 60.83 22.63 65 61 63 66 55 60.5 57 52 54.5 59.33 23.031 8 62 63 62.5 66 58 62 56 55 55.5 60.00 22.875 64 60 62 66 66 66 64 60 62 63.33 22.294 65 53 59 59 57 58 64 57 60.5 59.17 65 63 64 65 56 60.5 60 61 60.5 61.67 64 59 61.5 62 51 56.5 57 59 58 58.67 62 60 61 67 61 64 65 62 63.5 62.83 65 52 58.5 65 63 64 62 60 61 61.17 22.293 63 54 58.5 65 62 63.5 62 56 59 60.33 22.444 68 52 60 60 54 57 65 55 60 59.00 64 50 57 64 56 60 54 57 55.5 57.50 63 59 61 64 66 65 66 55 60.5 62.17 65 54 59.5 63 60 61.5 68 66 67 62.67 58 54 56 64 60 62 57 54 55.5 57.83 72 62 67 69 59 64 68 54 61 64.00 22.467 5 22.629 1 23.022 5 22.859 2 22.63 25 21 93 90 22.998 4 22.864 3 22.32 22.484 5 26 92 101 25 26 27 24/5/ 2020 25/5/ 2020 26/5/ 2020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C 22.123 65 55 60 64 55 59.5 62 54 58 59.17 66 54 60 59 57 58 58 56 57 58.33 63 51 57 56 55 55.5 63 55 59 57.17 64 54 59 64 49 56.5 60 54 57 57.50 67 55 61 66 61 63.5 69 60 64.5 63.00 61 54 57.5 62 57 59.5 65 62 63.5 60.17 64 54 59 65 63 64 62 63 62.5 61.83 69 53 61 61 57 59 63 52 57.5 59.17 72 65 68.5 65 58 61.5 70 63 66.5 65.5 78 69 73.5 104 99 101.5 73 71 72 82.3333333 3 83 74 78.5 76 74 75 77 72 74.5 76 23.023 8 83 77 80 83 70 76.5 73 70 71.5 76 22.866 77 75 76 97 95 96 80 76 78 83.3333333 3 22.316 6 70 71 70.5 71 71 71 109 97 103 81.5 80 75 77.5 78 75 76.5 113 111 112 76 76 76 75 79 77 103 99 101 23.014 6 22.856 9 22.293 5 22.456 7 21.688 4 23.011 2 27 79 22.854 22.320 6 22.493 4 21.712 22.497 21.714 2 27 24 93 88 102 88.6666666 7 84.6666666 7 28 29 30 27/5/ 2020 28/5/ 2020 29/5/ 2020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D 23.027 84.3333333 3 88.1666666 7 83.1666666 7 75.1666666 7 84.6666666 7 80.6666666 7 80 75 77.5 79 75 77 97 100 98.5 102 105 103.5 83 81 82 79 79 79 73 77 75 101 94 97.5 77 77 77 72 76 74 79 75 77 74 75 74.5 76 76 76 75 79 77 103 99 101 79 79 79 83 83 83 82 78 80 81 71 76 81 81 81 101 98 99.5 22.308 79 75 77 82 80 81 83 79 81 22.506 76 75 75.5 81 72 76.5 71 70 70.5 76 80 78 82 77 79.5 83 76 79.5 79 79 82 80.5 82 73 77.5 83 78 80.5 79.5 82 78 80 83 77 80 81 83 82 85 81 83 82 80 81 84 82 83 82 78 80 82 79 80.5 86 85 85.5 82 21.7 80 80 80 81 77 79 80 78 79 79.3333333 3 23.024 2 80 79 79.5 79 82 80.5 79 84 81.5 80.5 22.879 4 22.366 2 22.508 6 21.704 4 23.027 2 22.879 9 21.703 2 23.025 4 25 23 90 80 22.878 22.303 2 22.502 9 23 90 103 85.5 79.6666666 7 74.1666666 7 80.6666666 7 82.3333333 3 31 32 33 30/5/ 2020 31/5/ 2020 1/6/2 020 15:0 0 15:0 0 15:0 0 SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E 22.868 4 22.305 8 22.494 9 21.698 1 77.3333333 3 82.3333333 3 78 74 76 81 79 80 79 73 76 81 82 81.5 84 81 82.5 85 81 83 83 78 80.5 86 80 83 81 78 79.5 81 80 74 77 79 79 79 78 75 76.5 77.5 23.014 77 83 80 78 80 79 79 82 80.5 22.864 80 71 75.5 85 77 81 80 77 78.5 22.305 8 80 77 78.5 76 83 79.5 84 77 80.5 79.5 22.49 85 81 83 84 82 83 81 82 81.5 82.5 79 77 78 80 80 80 84 82 83 77 85 81 81 80 80.5 85 85 85 82 79 80.5 84 83 83.5 85 82 83.5 82 78 80 82 84 83 76 77 76.5 84 76 80 78 77 77.5 82 78 80 83 79 81 85 83 84 75 83 79 83 80 81.5 83 79 81 78 76 77 84 84 84 84 84 84 81 81 81 21.694 3 24 25 95 92 23.012 22.863 9 22.315 6 22.509 21.694 23.017 6 22.862 8 25 91 104 79.8333333 3 78.3333333 3 80.3333333 3 82.1666666 7 82.5 79.8333333 3 79.1666666 7 81.3333333 3 79.8333333 3 83 34 35 2/6/2 020 3/6/2 020 15:0 0 15:0 0 SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E SIRA30 A SIRA30 B SIRA30 C SIRA30 D SIRA30 E 22.325 82.3333333 3 79.6666666 7 80.6666666 7 84 79 81.5 81 82 81.5 84 84 84 81 76 78.5 84 83 83.5 78 76 77 83 81 82 79 79 79 84 78 81 83 82 82.5 85 83 84 79 77 78 22.878 82 81 81.5 83 83 83 83 82 82.5 22.316 83 83 83 85 84 84.5 83 84 83.5 82 77 79.5 79 76 77.5 79 82 80.5 84 79 81.5 81 74 77.5 82 79 80.5 23.024 83 75 79 81 83 82 77 84 80.5 80.5 22.882 74 77 75.5 80 76 78 82 81 81.5 78.3333333 3 22.512 9 21.702 2 22.988 2 22.502 3 21.695 3 23 23 81 80 81.5 82.3333333 3 83.6666666 7 79.1666666 7 79.8333333 3 Lampiran 2. Tabel Pengambilan Data Sudut Kontak dan Berat Harian Suhu Rekondisi TABEL PENGAMBILAN DATA PENGUKURAN SUDUT KONTAK DAN BERAT (SUHU AIR REKONDISI 50 DERAJAT CELCIUS) N O TAN KODE WAK GG SAMP TU AL EL SU HU KEL BERA RU TETESAN 1 EMB T AN ABA (gr) G N (%) KIR KAN RATA(Cel I AN RATA cius 105 SUDUT KONTAK TETESAN 2 KIRI KAN AN RATARATA TETESAN 3 KIRI KANAN RATARATA RATARATA NILAI SUDUT KONTAK ) 0 1 2 3 29/0 4/20 30/0 4/20 1/5/2 020 2/5/2 020 15:00 15:00 15:00 15:00 SIRA5 0A SIRA5 0B SIRA5 0C SIRA5 0D SIRA5 0E SIRA5 0A SIRA5 0B SIRA5 0C SIRA5 0D SIRA5 0E SIRA5 0A SIRA5 0B SIRA5 0C SIRA5 0D SIRA5 0E SIRA5 0A 21.6 104 99 101.5 83 82 82.5 78 84 81 88.33 21.3 106 98 102 77 73 75 96 97 96.5 91.17 94 96 95 107 99 103 79 81 80 92.67 21.5 107 98 102.5 106 103 104.5 84 82 83 96.67 21.8 107 104 105.5 97 100 98.5 101 98 99.5 101.17 72 62 67 52 60 56 77 74 75.5 66.17 74 67 70.5 80 73 76.5 77 73 75 74.00 76 69 72.5 70 65 67.5 74 72 73 71.00 21.629 68 64 66 75 74 74.5 77 70 73.5 71.33 21.930 8 77 86 81.5 82 78 80 80 80 80 80.50 21.69 62 67 64.5 68 67 67.5 67 67 67 66.33 21.35 52 54 53 62 59 60.5 59 56 57.5 57.00 71 66 68.5 68 57 62.5 65 69 67 66.00 21.622 60 57 58.5 70 67 68.5 71 68 69.5 65.50 22.106 2 69 62 65.5 68 66 67 70 67 68.5 67.00 66 62 64 69 65 67 65 65 65 65.33 21.1 21.729 6 21.427 8 21.226 6 21.24 21.715 22 22 21 29 82 82 82 84 106 4 5 3/5/2 020 4/5/2 020 15:00 15:00 SIRA5 0B SIRA5 0C SIRA5 0D SIRA5 0E SIRA5 0A SIRA5 0B SIRA5 0C SIRA5 0D SIRA5 0E SIRA5 0A SIRA5 0B SIRA5 0C 21.804 4 62 56 59 58 57 57.5 68 64 66 60.83 21.24 64 60 62 61 58 59.5 67 62 64.5 62.00 21.124 70 63 66.5 64 59 61.5 59 59 59 62.33 22.316 2 65 62 63.5 55 54 54.5 68 61 64.5 60.83 21.713 64 68 66 66 61 63.5 69 60 64.5 64.67 21.806 59 48 53.5 71 54 62.5 68 61 64.5 60.17 70 59 64.5 64 55 59.5 63 56 59.5 61.17 21.13 64 57 60.5 62 59 60.5 69 55 62 61.00 22.317 64 54 59 64 54 59 57 60 58.5 58.83 21.718 68 59 63.5 67 61 64 60 51 55.5 61.00 21.804 66 58 62 67 59 63 62 52 57 60.67 67 61 64 63 58 60.5 65 58 61.5 62.00 21.15 59 63 61 58 58 58 63 59 61 60.00 SIRA5 22.314 0E 63 53 58 56 55 55.5 57 52 54.5 56.00 SIRA5 21.732 0A 57 50 53.5 60 52 56 56 49 52.5 54.00 59 50 54.5 63 57 60 64 52 58 57.50 SIRA5 0D 6 5/5/2 020 15:00 21.273 21.75 SIRA5 21.803 0B 29 29 28 84 84 88 107 7 8 9 6/5/2 020 7/5/2 020 8/5/2 020 15:00 15:00 15:00 SIRA5 21.762 0C 57 54 55.5 66 58 62 56 58 57 58.17 SIRA5 21.167 0D 67 64 65.5 54 55 54.5 64 53 58.5 59.50 SIRA5 0E 22.4 64 58 61 61 60 60.5 62 50 56 59.17 SIRA5 0A 21.74 70 53 61.5 65 63 64 55 61 58 61.17 SIRA5 21.812 0B 61 56 58.5 61 67 64 69 58 63.5 62.00 SIRA5 21.772 0C 3 77 58 67.5 58 56 57 60 62 61 61.83 SIRA5 21.169 0D 60 54 57 60 60 60 60 60 60 59.00 SIRA5 22.699 0E 66 56 61 53 53 53 66 60 63 59.00 SIRA5 0A 21.76 63 65 64 60 57 58.5 61 58 59.5 60.67 SIRA5 0B 21.83 61 56 58.5 61 67 64 69 58 63.5 62.00 SIRA5 0C 21.78 59 66 62.5 67 58 62.5 68 64 66 63.67 SIRA5 21.186 0D 51 50 50.5 62 66 64 56 61 58.5 57.67 SIRA5 0E 68 57 62.5 68 62 65 71 68 69.5 65.67 51 53 52 55 53 54 64 58 61 55.67 22.6 SIRA5 21.609 0A 9 28. 3 108 10 11 9/5/2 020 10/5/ 2020 15:00 15:00 SIRA5 21.596 0B 56 55 55.5 56 55 55.5 63 56 59.5 56.83 SIRA5 21.812 0C 6 60 63 61.5 54 47 50.5 47 58 52.5 54.83 SIRA5 21.416 0D 70 61 65.5 59 58 58.5 58 56 57 60.33 SIRA5 22.095 0E 5 70 58 64 58 54 56 64 61 62.5 60.83 SIRA5 21.628 0A 66 63 64.5 75 64 69.5 68 62 65 66.33 SIRA5 0B 61 56 58.5 65 57 61 60 59 59.5 59.67 68 61 64.5 62 57 59.5 60 62 61 61.67 SIRA5 21.428 0D 71 61 66 65 61 63 69 65 67 65.33 SIRA5 22.103 0E 64 66 65 69 64 66.5 64 67 65.5 65.67 SIRA5 21.644 0A 4 62 61 61.5 64 58 61 61 55 58 60.17 SIRA5 21.636 0B 9 64 63 63.5 67 70 68.5 70 60 65 65.67 64 68 66 64 63 63.5 60 64 62 63.83 SIRA5 21.461 0D 9 67 65 66 61 62 61.5 68 55 61.5 63.00 SIRA5 22.137 0E 66 61 63.5 67 63 65 66 62 64 64.17 21.6 SIRA5 21.805 0C 7 SIRA5 21.851 0C 29. 9 30. 9 93 86 109 12 13 14 11/5/ 2020 12/5/ 2020 13/5/ 2020 15:00 15:00 15:00 SIRA5 21.672 0A 3 62 66 64 71 70 70.5 64 66 65 66.50 SIRA5 21.656 0B 3 65 58 61.5 64 65 64.5 63 63 63 63.00 64 67 65.5 64 67 65.5 65 63 64 65.00 SIRA5 21.452 0D 2 69 72 70.5 63 71 67 72 68 70 69.17 SIRA5 22.154 0E 7 66 65 65.5 64 63 63.5 65 64 64.5 64.50 SIRA5 21.668 0A 2 71 56 63.5 67 60 63.5 64 62 63 63.33 SIRA5 21.703 0B 5 54 57 55.5 66 56 61 63 69 66 60.83 67 67 67 67 52 59.5 66 58 62 62.83 SIRA5 21.841 0D 4 60 60 60 64 64 64 62 69 65.5 63.17 SIRA5 22.169 0E 9 66 65 65.5 69 69 69 65 66 65.5 66.67 SIRA5 22.950 0A 7 67 54 60.5 65 58 61.5 65 60 62.5 61.50 64 63 63.5 56 61 58.5 68 59 63.5 61.83 66 63 64.5 74 62 68 70 61 65.5 66.00 61 65 63 69 65 67 61 63 62 64.00 SIRA5 21.835 0C 3 SIRA5 21.842 0C 6 SIRA5 21.709 0B 8 SIRA5 21.518 0C SIRA5 21.890 0D 7 29. 3 25. 5 25. 5 92 89 88 110 15 16 17 14/5/ 2020 15/5/ 2020 16/5/ 2020 15:00 15:00 15:00 SIRA5 22.067 0E 8 67 63 65 67 62 64.5 70 65 67.5 65.67 SIRA5 22.942 0A 6 64 61 62.5 62 63 62.5 66 63 64.5 63.17 SIRA5 21.709 0B 70 64 67 58 67 62.5 69 65 67 65.50 50 65 57.5 64 65 64.5 65 64 64.5 62.17 SIRA5 21.475 0D 64 63 63.5 58 65 61.5 67 63 65 63.33 SIRA5 0E 22.06 63 68 65.5 56 54 55 66 72 69 63.17 SIRA5 22.971 0A 69 63 66 72 62 67 67 58 62.5 65.17 SIRA5 21.681 0B 5 74 59 66.5 68 56 62 71 61 66 64.83 69 60 64.5 69 61 65 66 66 66 65.17 SIRA5 21.484 0D 4 65 60 62.5 63 59 61 67 57 62 61.83 SIRA5 0E 22.07 71 67 69 67 56 61.5 64 58 61 63.83 SIRA5 22.990 0A 6 76 62 69 70 65 67.5 72 62 67 67.83 66 58 62 62 56 59 70 55 62.5 61.17 66 72 69 66 66 66 72 64 68 67.67 SIRA5 21.836 0C SIRA5 21.875 0C 1 SIRA5 21.717 0B SIRA5 21.892 0C 4 26 26 26 88 87 89 111 18 19 20 17/5/ 2020 18/5/ 2020 19/5/ 2020 15:00 15:00 15:00 SIRA5 21.502 0D 64 64 64 64 63 63.5 66 67 66.5 64.67 SIRA5 22.104 0E 5 59 55 57 67 59 63 64 61 62.5 60.83 SIRA5 22.978 0A 5 70 56 63 65 58 61.5 64 66 65 63.17 SIRA5 21.747 0B 63 60 61.5 68 54 61 68 64 66 62.83 69 66 67.5 59 61 60 67 70 68.5 65.33 SIRA5 21.493 0D 6 67 59 63 60 65 62.5 63 59 61 62.17 SIRA5 22.085 0E 7 61 54 57.5 64 61 62.5 69 64 66.5 62.17 SIRA5 22.991 0A 7 72 64 68 69 63 66 65 64 64.5 66.17 SIRA5 21.746 0B 7 68 56 62 67 64 65.5 65 63 64 63.83 66 66 66 69 63 66 69 64 66.5 66.17 SIRA5 21.529 0D 72 64 68 71 59 65 65 65 65 66.00 SIRA5 22.097 0E 4 62 59 60.5 64 60 62 66 64 65 62.50 SIRA5 23.004 0A 61 59 60 67 60 63.5 72 64 68 63.83 60 55 57.5 67 67 67 69 60 64.5 63.00 SIRA5 21.887 0C SIRA5 21.906 0C 6 SIRA5 21.793 0B 2 29. 1 23 24 88 76 88 112 21 22 23 20/5/ 2020 21/5/ 2020 22/5/ 2020 15:00 15:00 15:00 SIRA5 21.899 0C 9 65 63 64 73 62 67.5 67 64 65.5 65.67 SIRA5 21.506 0D 5 65 61 63 64 53 58.5 59 58 58.5 60.00 SIRA5 22.097 0E 68 57 62.5 56 55 55.5 65 65 65 61.00 SIRA5 23.021 0A 5 63 70 66.5 67 55 61 65 59 62 63.17 SIRA5 21.973 0B 6 72 62 67 66 61 63.5 71 60 65.5 65.33 67 65 66 63 64 63.5 65 62 63.5 64.33 SIRA5 21.532 0D 62 56 59 58 60 59 63 62 62.5 60.17 SIRA5 22.103 0E 4 68 57 62.5 64 59 61.5 66 65 65.5 63.17 SIRA5 23.038 0A 5 65 60 62.5 73 68 70.5 73 59 66 66.33 SIRA5 0B 64 61 62.5 71 53 62 64 62 63 62.50 69 55 62 57 64 60.5 65 60 62.5 61.67 SIRA5 21.517 0D 3 62 58 60 60 53 56.5 71 59 65 60.50 SIRA5 22.123 0E 1 64 54 59 58 57 57.5 66 65 65.5 60.67 67 56 61.5 60 58 59 61 55 58 59.50 SIRA5 21.902 0C 4 21 84 21.73 SIRA5 21.944 0C SIRA5 23.044 0A 2 25 21 93 90 113 24 25 23/5/ 2020 24/5/ 2020 15:00 15:00 SIRA5 21.642 0B 5 64 52 58 67 59 63 63 59 61 60.67 SIRA5 21.931 0C 2 64 55 59.5 68 56 62 70 60 65 62.17 SIRA5 21.539 0D 70 56 63 65 61 63 61 56 58.5 61.50 SIRA5 22.151 0E 3 66 54 60 62 58 60 61 60 60.5 60.17 SIRA5 23.040 0A 6 57 59 58 55 57 56 66 58 62 58.67 SIRA5 21.644 0B 60 61 60.5 66 59 62.5 62 56 59 60.67 64 54 59 68 56 62 70 60 65 62.00 SIRA5 21.546 0D 4 64 52 58 61 59 60 66 60 63 60.33 SIRA5 22.134 0E 68 63 65.5 63 60 61.5 58 54 56 61.00 SIRA5 23.045 0A 4 68 57 62.5 58 60 59 64 58 61 60.83 SIRA5 21.655 0B 9 72 61 66.5 67 63 65 65 56 60.5 64.00 64 61 62.5 67 61 64 64 59 61.5 62.67 SIRA5 21.507 0D 70 56 63 64 56 60 63 59 61 61.33 SIRA5 22.131 0E 1 58 60 59 65 57 61 65 56 60.5 60.17 SIRA5 21.937 0C SIRA5 21.938 0C 9 26 27 92 79 114 26 25/5/ 2020 15:00 SIRA5 23.021 0A 83 78 80.5 80 76 78 99 97 98 85.5 SIRA5 0B 80 79 79.5 82 77 79.5 82 81 81.5 80.1666666 7 82 79 80.5 83 75 79 84 81 82.5 80.6666666 7 SIRA5 21.505 0D 3 80 72 76 79 78 78.5 79 81 80 78.1666666 7 SIRA5 22.137 0E 3 81 74 77.5 81 81 81 79 81 80 79.5 SIRA5 0A 79 74 76.5 71 79 75 110 103 106.5 86 80 84 82 81 83 82 82 78 80 81.3333333 3 77 76 76.5 78 68 73 79 74 76.5 75.3333333 3 SIRA5 21.522 0D 8 71 76 73.5 76 81 78.5 80 79 79.5 77.1666666 7 SIRA5 22.148 0E 5 81 81 81 82 79 80.5 83 84 83.5 81.6666666 7 SIRA5 0A 22.95 74 77 75.5 75 79 77 76 75 75.5 76 SIRA5 0B 21.62 82 79 80.5 80 76 78 82 70 76 78.1666666 7 80 75 77.5 79 75 77 80 70 75 76.5 77 81 79 80 73 76.5 82 76 79 78.1666666 7 21.65 SIRA5 21.932 0C 27 93 23 SIRA5 21.643 0B 27 28 26/5/ 2020 27/5/ 2020 15:00 15:00 SIRA5 21.923 0C SIRA5 21.965 0C SIRA5 21.523 0D 24 25 88 90 115 29 30 31 28/5/ 2020 29/5/ 2020 30/5/ 2020 15:00 15:00 15:00 SIRA5 22.148 0E 4 82 76 79 85 80 82.5 82 77 79.5 80.3333333 3 SIRA5 0A 22.9 83 82 82.5 79 85 82 83 83 83 82.5 SIRA5 0B 21.61 79 86 82.5 82 79 80.5 84 86 85 82.6666666 7 83 76 79.5 83 80 81.5 82 78 80 80.3333333 3 SIRA5 21.524 0D 9 81 77 79 83 78 80.5 84 84 84 81.1666666 7 SIRA5 22.148 0E 1 79 79 79 85 79 82 82 82 82 81 SIRA5 23.064 0A 5 83 76 79.5 82 77 79.5 82 86 84 81 SIRA5 21.661 0B 81 85 83 84 80 82 85 83 84 83 82 79 80.5 81 78 79.5 82 78 80 80 SIRA5 21.522 0D 8 80 77 78.5 79 82 80.5 84 77 80.5 79.8333333 3 SIRA5 22.103 0E 2 80 79 79.5 81 72 76.5 87 82 84.5 80.1666666 7 SIRA5 23.064 0A 79 80 79.5 82 83 82.5 83 85 84 82 82 84 83 63 70 66.5 83 81 82 77.1666666 7 78 84 81 84 78 81 81 83 82 81.3333333 3 SIRA5 21.950 0C 9 SIRA5 21.950 0C 2 SIRA5 0B 21.66 SIRA5 21.954 0C 2 23 23 24 80 90 95 116 32 33 34 31/5/ 2020 1/6/2 020 2/6/2 020 15:00 15:00 15:00 SIRA5 21.421 0D 7 77 73 75 80 80 80 81 81 81 78.6666666 7 SIRA5 21.998 0E 83 82 82.5 85 80 82.5 82 81 81.5 82.1666666 7 SIRA5 23.069 0A 6 80 78 79 79 79 79 81 78 79.5 79.1666666 7 SIRA5 21.668 0B 7 79 80 79.5 80 83 81.5 78 77 77.5 79.5 76 71 73.5 84 77 80.5 80 77 78.5 77.5 SIRA5 21.461 0D 6 75 74 74.5 83 78 80.5 84 80 82 79 SIRA5 0E 21.79 78 79 78.5 83 79 81 71 77 74 77.8333333 3 SIRA5 23.082 0A 4 84 78 81 83 84 83.5 85 81 83 82.5 SIRA5 21.686 0B 81 74 77.5 85 79 82 85 84 84.5 81.3333333 3 79 76 77.5 81 79 80 81 70 75.5 77.6666666 7 SIRA5 21.475 0D 4 80 81 80.5 80 77 78.5 82 80 81 80 SIRA5 21.602 0E 83 78 80.5 83 84 83.5 82 78 80 81.3333333 3 SIRA5 23.104 0A 6 83 79 81 81 80 80.5 82 76 79 80.1666666 7 84 75 79.5 82 80 81 84 84 84 81.5 SIRA5 21.955 0C 9 SIRA5 21.961 0C SIRA5 21.689 0B 25 25 23 92 91 81 117 35 3/6/2 020 15:00 SIRA5 21.966 0C 80 82 81 80 76 78 81 82 81.5 80.1666666 7 SIRA5 21.475 0D 9 82 77 79.5 82 78 80 78 81 79.5 79.6666666 7 SIRA5 22.168 0E 81 77 79 79 76 77.5 83 80 81.5 79.3333333 3 SIRA5 22.954 0A 3 84 84 84 83 84 83.5 85 83 84 83.8333333 3 SIRA5 21.687 0B 5 83 85 84 85 76 80.5 83 81 82 82.1666666 7 82 80 81 83 84 83.5 79 81 80 81.5 SIRA5 21.484 0D 6 83 78 80.5 83 82 82.5 83 83 83 82 SIRA5 22.171 0E 2 78 80 79 83 81 82 77 74 75.5 78.8333333 3 SIRA5 21.978 0C 5 23 80 Lampiran 3. Format Pengambilan Data Sudut Kontak dan Tegangan Korona Serta Tegangan Tembus Sampel Baru KO DE SA MP EL TEG ANG AN SAA T PEN GUJI AN C B E V NILAI SUDUT KONTAK BT TETES AN 1 K K R TETES AN 2 K K R BV TETES AN 3 K K R RE RA TA TETES AN 1 K K R TETES AN 2 K K R CE TETES AN 3 K K R 118 RE RA TA TETES AN 1 K K R TETESAN 2 K K TETESAN 3 RAT KIR KA RAT RERATA SDT KONTAK I A A I A A I A A R N T R N T R N T I A A I A A I A A N N N R R R A A A T T T A A A SIR A0 A SIR A0 B SIR A0 C SIR A0 D SIR A0 E 1 1 . 3 4 1 2 . 6 2 1 2 . 2 1 1 2 . 8 2 1 3 . 4 4 SD T KO NT AK I A A I A A I A A R N T R N T R N T I A A I A A I A A N N N R R A A A T T T A A A SD T KO NT AK I A A R N T I A A N R A T A I R I A N A N ARAT A I NA N ARAT A 13 1 1 .4 0 0 9 1 4 1 1 0 9 0 2. 9 1 5 1 0 0 7 7 9 7 7 8 93. 50 6 5 7 6 6 6 5 1. 1 1 5 5 6 6 0 59. 17 5 4 8 8 5 3 8 3 8 0 81.5 68 54 61 65.17 25 7 8 .8 3 6 8 7 7 7 9. 9 1 5 7 5 7 7 9 4 7 6. 5 77. 00 5 5 5 3 5 4 5 5 9 8 5 5 6 5 8. 8. 1 6 5 5 57. 00 6 5 6 7 6 1. 5 5 8 5 1 54.5 59 54 56.5 57.50 23 8 7 .2 2 7 3 7 7 7 9. 6 6 5 7 6 6 6 9 8 6 8. 5 74. 67 5 5 6 1 5 6 5 3. 5 2 5 5 5 6 5 8. 6. 0 3 5 5 56. 17 6 6 0 4 6 2 6 7 6 1 64 68 61 64.5 63.50 23 7 7 .8 7 7 7 7 7 7 9 6 7 1 6 7. 0 6 5 5 1 0 3 81. 94 5 5 5 6 5 5 5 5. 8 4 5 5 6 6 7 5 4. 1 8 5 58. 67 6 6 7 0 6 3. 5 5 9 5 5 57 63 56 59.5 60.00 1 1 16 0 2 .7 3 1 1 1 2 7 7 8 8 7 8 7 8. 5 89. 50 6 5 6 6 6 1 6 0 6 6 6 5. 9 2 5 62. 17 5 5 9 7 5 8 8 1 8 2 81.5 66 53 59.5 66.33 7 7 9 8 6 6 0 0 6 5 5 5 119 TENTANG PENULIS Muh. Irfan, merupakan anak ke-3 dari pasangan Firman (Alm.) dan Murniati. Lahir di Larompong/20 Oktober 1998. Alamat tempat tinggal penulis Kelurahan Larompong, Kecamatan Larompong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Menjalani pendidikan formal pertamakali pada tahun 2003 di Taman Kanak-Kanak (TK) Dharmawanita, selanjutnya di tingkat Sekolah Dasar (SD) penulis menempuhnya di SDN 227 Larompong pada tahun 2004, kemudian Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Larompong pada tahun 2010, kemudian pada tahun 2013 melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Larompong pada jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), saat ini tengah menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Unhas pada konsentrasi teknik energi laboratorium tegangan tinggi dan infrastruktur ketenagalistrikan yang dimulai pada tahun 2016. Selama menjadi mahasiswa penulis tidak hanya sekadar belajar di kelas namun juga aktif menimba ilmu di organisasi intra maupun ekstra kampus. Beberapa organisasi yang pernah di ikuti penulis seperti Anggota Divisi Humas Ikasa Makassar, Anggota Campus Social Responsibility FT-UH, Anggota Regional Representativ (RR) VDMI Makassar, Reporter Penerbitan identitas Unhas. Teselesaikannya skripsi ini menjadi bukti bahwa penulis resmi menyandang gelar Sarjana Teknik (ST.), banyak tragedi yang membersamai proses penyusunannya, sejatinya segala usaha menyelesaikan skripsi ini didedikasikan setinggi-tingginya untuk almarhum bapak yang belum sempat melihat penulis menyandang status kesarjanaannya. Namun, penulis yakin bahwa almarhum selalu bangga dengan pencapaian ini. Selain itu, tentu tak luput pula Ibu dan Saudara penulis yang setiap saat mendoakan. Sebelum akhirnya skripsi ini selesai, tentu telah melewati berbagai revisi. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa skripsi ini masih terdapat kesalahan baik ejaan, ataupun analisis datanya, untuk itu sudah menjadi tanggung jawab penulis untuk selalu berusaha lebih baik lagi dalam belajar. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih tiada tara kepada semua pihak yang membantu menyelesaikan pendidikan ini. 120