Uploaded by User92750

992-1509-1-SM

advertisement
Pemetaan Topografi Area Longsor di Jalan Hantar KM10 PLTA Musi, Bengkulu………………………………………………(Prasidya & Rizcanofana)
PEMETAAN TOPOGRAFI AREA LONGSOR DI JALAN HANTAR KM10
PLTA MUSI, BENGKULU MENGGUNAKAN TOTAL STATION BERBASIS
REFLEKTOR
(Topographic Mapping of Landslide Area at KM10 Access Road of Musi Hydropower Plants,
Bengkulu using Reflector-Based Total Station)
Anindya Sricandra Prasidya1 dan Rochamukti Rizcanofana2
Program Studi D3 Teknik Geomatika, Sekolah Vokasi, UGM, Yogyakarta 1
Pusat Enginiring Ketenagalistrikan, PT. PLN (Persero) 2
Gedung SV UGM, Sekip Unit 1 Lt.2, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55281
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pada tanggal 31 Oktober 2017 terjadi longsor di beberapa titik jalan hantar PLTA Musi, Bengkulu, yaitu
pada KM7, KM10, dan KM11. Longsor ini menyebabkan putus dan terganggunya akses di sekitar lokasi PLTA
Musi. Dalam rangka mendukung penyediaan data untuk desain proteksi lereng jalan jangka panjang, maka
diperlukan pemetaan topografi area longsor tersebut. Kendala proses pemetaan di area ini antara lain
disebabkan oleh sulitnya area untuk dijangkau dan diukur langsung secara terestrial, kendala kestabilan
tanah, dan kemiringan lahan. Peralatan ukur terestrial seperti Total Station (TS) berbasis reflektor, meskipun
teliti dalam pengukuran, namun sulit dalam pendirian alat maupun targeting pada area longsornya.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi hasil pemetaan topografi area longsor di jalan hantar KM10 PLTA Musi
dengan Total Station berbasis reflektor. Metode yang diterapkan yaitu mengadakan kerangka dasar
pemetaan (KDP), pengukuran detil planimetrik dan ketinggian, pengolahan dan editing data, penyajian hasil,
serta evaluasi. Pengadaan KDP horizontal dengan metode poligon, sedangkan KDP Vertikal dengan metode
trigonometrik. Pengukuran detil dilakukan dengan bantuan keahlian wall-climbing, sedangkan penempatan
alat berapa di area yang mengitari area longsor. Penyajian hasil dilakukan untuk memperlihatkan luasan
longsor dan penampangnya, dan jalan yang terdampak. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa
pemetaan topografi area longsor ini bisa diselesaikan dengan TS berbasis reflektor. Ketepatan pengukuran
detil situasi diperoleh secara baik dan teliti karena langsung memakai reflektor sebagai target. Hasil peta
topografi disajikan secara digital dengan interval kontur 1m. Meskipun hasil sudah teliti, namun terdapat
limitasi terkait penempatan titik berdiri alat, pengukuran KDP, standar ketelitian yang diterapkan, dan faktor
keamanan dari wall-climber.
Kata kunci: Pemetaan Topografi, Total Station, Longsor, Wall-Climbing
ABSTRACT
On October 31, 2017 there were landslides at the Musi Hydropower Plants, Bengkulu, namely on KM7,
KM10 and KM11. This landslide causes the transportation access disconnection and disruption around the
Musi Hydropower Site. In order to support data for long-term road slope protection designs, topographic
mapping of the landslide area is needed. The inaccessibility and direct measurability, the soil stability, and
the slope became the problems of mapping process. Despite of its precision, Terrestrial mapping instrument
such as reflector-based Total Station (TS) is difficult in instrument setting and targeting in the landslide area.
This study aims to evaluate the results of topographic mapping of landslide areas on KM7 access road of
Musi Hydropower Plant using reflector-based TS. The methodology is to conduct basic mapping framework
(KDP), planimetric and height feature measurement, data processing and editing, presentation of results,
and evaluation. Establishment of horizontal KDP uses polygon method, while Vertical KDP uses trigonometric
method. Feature measurements were carried out with the help of wall-climbing expertise, while the
instrument placement took somewhere around the landslide area. The results present the landslide area
and cross section, and the affected road. Based on the results, the landslide topographic mapping can be
done using reflector-based TS. The measurement precision was in good category, because of reflector usage
as target. Topographic map presented in digital form with 1m contour interval. The result was in good
precision but with some limitations regarding the instruments station placement, the KDP measurement,
measurement precision standard, and wall-climber safety factor.
Keywords: Topographic Mapping, Landslide, Total Station, Wall-climbing
1019
Seminar Nasional Geomatika 2018 : Penggunaan dan Pengambangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional
PENDAHULUAN
Pada tanggal 31 Oktober 2017 terjadi longsor di beberapa titik jalan hantar PLTA Musi
Bengkulu. Lokasi longsor berada di PLTA Musi sejauh ± 80 km arah timur laut dari Kota Bengkulu.
Longsor terjadi pada KM7, KM10, dan KM11. Longsor ini berakibat pada putus dan terganggunya
akses di sekitar lokasi PLTA Musi. Akses yang terputus diakibatkan longsornya badan jalan ke arah
tebing dan jurang (LKFT, 2017). Hal ini dikarenakan sebagian besar jalan hantar berada di tepi
tebing yang sebagian tidak stabil dan terdapat rembesan air. Pada lokasi KM7 dan KM11, longsor
sama-sama telah mencapai badan jalan, sebagian sudah menggerus jalan dan sebagian belum.
Pada lokasi KM7 diduga penyebab longsornya adalah akibat aliran air bawah permukaan dimana
material longsoran merupakan material batuan lapuk pada permukaan, sedangkan pada KM11
diduga disebabkan oleh bocornya saluran drainase di sisi kanan jalan (LKFT, 2017). Adapun lokasi
KM10 merupakan lokasi terparah yang terdampak longsor. Badan jalan pada lokasi ini seluruhnya
longsor, sehingga memutus akses transportasi pada titik ini. Mitigasi sementara pada titik ini
adalah dengan membatasi kendaraan yang lewat dan memindahkan trase jalan ke sisi tebing.
Pemicu longsor di KM10 diduga akibat tergerusnya kaki lereng akibat buangan air dari saluran
drainase. Gambaran lokasi longsor di KM10 disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Gambaran longsor di lokasi jalan hantar KM10 (Dok LKFT, 2017).
Beberapa lokasi longsor ini menunjukkan perlunya upaya penanganan dengan diawali
pembuatan desain penanganan longsor dan proteksi lereng jalan. Dalam rangka penyediaan data
untuk mendukung hal itu, maka perlu diketahui salah satunya adalah data gambaran topografi
area longsor tersebut. Gambaran topografi disajikan dalam bentuk Peta Topografi. Peta Topografi
adalah peta yang memberikan gambaran sebagian permukaan bumi lengkap dengan bentuk relief
ketinggian dalam skala dan sistem proyeksi tertentu (Basuki, 2011). Peta topografi bisa dihasilkan
salah satunya melalui pengukuran secara terestris. Peralatan teristris yang umum dipakai adalah
theodolit, Total Station (TS), dan sifat datar. Dalam hal ini TS lebih sering dipakai karena sisi
modernitas dan kemudahan yang ditawarkan. TS sudah memiliki banyak aplikasi dan programnya,
sudah memiliki prosesor, dan mampu melakukan pemetaan digital secara otomatis.
Total Station (TS) merupakan alat salah satu alat yang bisa mengukur sudut dan jarak secara
digital dan merekam data secara elektronik. TS ditinjau dari metode targeting-nya, dibagi menjadi
dua, yaitu berbasis reflektor dan reflectorless (Kavanagh, 2010). Metode targeting pada TS
berbasis reflektor membutuhkan prisma yang dipakai sebagai backsight dan sebagai target pada
titik detil situasi. Adapun metode targeting pada TS berbasis reflectorless tidak membutuhkan
prisma pada target di titik detil. Dalam hal ini ditinjau dari sisi spesifikasi ketelitian jarak pada TS,
maka TS berbasis reflektor lebih memiliki ketelitian jarak yang lebih baik daripada yang
reflectorless (Kavanagh, 2010; Schofield & Breach, 2007), meskipun dari sisi daya jangkaunya
lebih baik TS reflectorless. TS reflectorless mampu menghasilkan data koordinat detil situasi tanpa
perlu bantuan pemegang target di titik tersebut. Dalam hal ini untuk pemetaan topografi secara
teliti, maka perlu ditekankan penggunaan TS berbasis reflektor.
Peralatan ukur TS berbasis reflektor, meskipun teliti dalam pengukuran, namun jika diterapkan
pada area longsor, akan menemui kesulitan diantaranya dalam pendirian alat maupun targeting
pada area longsornya. Hal ini karena karakteristiknya yang membutuhkan target pada titik yang
1020
Pemetaan Topografi Area Longsor di Jalan Hantar KM10 PLTA Musi, Bengkulu………………………………………………(Prasidya & Rizcanofana)
akan direkam datanya. Kondisi ini menyulitkan dalam proses pemetaan, area longsor ini sulit untuk
dijangkau dan diukur langsung secara terestrial, memiliki kestabilan tanah yang rendah, dan
kemiringan lahannya yang curam. Dalam hal ini bantuan ahli wall-climber potensial untuk dapat
dipakai dalam menjangkau area longsor. Pengukuran situasi dapat lebih sesuai dengan realitas.
Dalam penelitian ini dibahas mengenai penerapan pemetaan topografi dengan TS berbasis
reflektor ditambah dengan bantuan wall-climber. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi hasil
pemetaan topografi area longsor di jalan hantar KM10 PLTA Musi dengan TS berbasis reflektor.
METODE
Persiapan
Persiapan dilakukan meliputi perizinan, survei lapangan, perencanaan penempatan lokasi titik
KDP, pemasangan titik patok KDP, persiapan alat dan bahan, dan koordinasi lapangan. Alat dan
bahan yang dipersiapkan dalam tahap ini, yaitu : (a) Seperangkat alat total station (TS), GPS
Navigasi dan Geodetik, (b) Asesoris TS (Statif, Prisma Poligon, Prisma Detil), (c) handy talky (HT),
(d) software AutoCAD land desktop, (e) alat Pengaman Diri (APD), dan (f) formulir ukuran.
Pengadaan KDP
Spesifikasi titik KDP
Spesifikasi titik KDP ditentukan desain sebarannya berdasarkan ketentuan berikut (Pusenlis
PLN, 2017; BSN, 2002): (a) titik KDP sebagian berupa BM dan CP. BM berupa pilar cor balok
besar, sedangkan CP berupa pilar cor pipa, (b) titik berada pada tempat yang stabil, aman dari
kegiatan konstruksi, dan mudah terlihat, serta khusus untuk titik yang diukur oleh GPS, titik harus
clear-sky, (c) jarak antar titik KDP dalam poligon antara 50-100 m, (d) titik poligon menggunakan
BM atau CP ditambah titik lain berupa patok kayu, dan (e) tisediakan 1 BM dan 1 CP berdekatan
untuk keperluan penyediaan data azimuth.
Titik referensi
Titik referensi yang dipakai adalah Benchmark (BM) yang sudah mengacu dalam sistem
referensi nasional. BM yang dipakai adalah BM milik Badan Informasi Geospasial. BM nasional yang
dipakai adalah S1849A di Rejang Lebong, Bengkulu. BM ini dipakai sebagai titik acuan untuk
mengikat koordinat titik BM di area pemetaan melalui pengukuran GPS geodetik metode
differensial statik. Metode ini merupakan metode yang memiliki spektrum ketelitian tertinggi dalam
survei GPS (Abidin, 1994). Cuplikan nilai koordinat BM tersebut disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi BM Nasional S1849A.
Geografis
Bujur
102.55215
Lintang
-3.62283
Tinggi Elipsoida
554.39
Tinggi Ortometri
Sdt Tinggi
Nilai Gaya Berat
x
y
z
Vz
Vy
Vz
Nilai Koordinat
Kartesian
-1383517.352318
6213872.466157
-400365.252643
Easting
Northing
Zona
Faktor Skala
Konvergensi Mer
UTM
228073.64605
9599195.8637
485
1.00051543
0.154649
Pengukuran KDP horizontal
Geometri KDP horizontal dalam penelitian ini adalah poligon tertutup. Selain mudah diterapkan
di segala lokasi, dari segi syarat geometri lebih mudah diterapkan dan kebutuhan data juga mudah
1021
Seminar Nasional Geomatika 2018 : Penggunaan dan Pengambangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional
diadakan. Pengukuran KDP horizontal dilakukan untuk menyediakan data ukuran, seperti sudut
horizontal di setiap titik dan jarak di setiap sisi, lalu data acuan azimuth awal, dan data koordinat
acuan poligon. Pengukuran dilakukan dengan spesifikasi berikut (Pusenlis PLN, 2017): (a)
pengukuran terikat pada BM dan CP di lapangan, (b) bentuk geometri poligon tertutup, (c) jarak
diukur 5 kali dan sudut diukur dua seri rangkap, (d) kesalahan penutup sudut 10”√N, dimana N
adalah banyaknya titik poligon, (e) ketelitian linier poligon 1:10.000, (f) sudut diperoleh dengan
pengukuran 2 seri rangkap, sedangkan jarak diukur 5 kali secara elektromagnetik dengan EDM
pada TS (BSN, 2002), dan (g) data direkap pada formulir ukuran.
Pengukuran KDP vertikal
Pengukuran KDP vertikal dilakukan dengan metode trigonometrik dengan Total Station. KDP
vertikal mengintegrasikan data beda tinggi antar dua titik (section) dalam geometri poligon
tertutup untuk menghasilkan konsistensi geometri ukuran tinggi pada suatu kerangka. Data beda
tinggi ini diperoleh dari TS, yaitu berupa data ukuran sudut vertikal dan jarak di setiap sisi. Konsep
pengukuran satu nilai beda tinggi disajikan pada Gambar 2.
Sumber : Riyadi & Prasidya (2017)
Gambar 2. Konsep pengukuran beda tinggi metode trigonometrik.
Nilai beda tinggi diperoleh berdasarkan Persamaan 1 dan Persamaan 2 berikut (Zhou &
Sun, 2013; Schofield & Breach, 2007):
βˆ†π»π΄π΅ = 𝐷. π‘‘π‘Žπ‘›π›Ό − β„Žπ‘‘ + β„Žπ‘– (untuk teropong naik)............................................................. (1)
βˆ†π»π΅π΄ = 𝐷. π‘‘π‘Žπ‘›π›Ό − β„Žπ‘– + β„Žπ‘‘ (untuk teropong naik) ............................................................ (2)
Setiap section dihasilkan data beda tinggi yang diperoleh sebanyak 8 data beda tinggi. Data
yang terkumpul ditulis dalam formulir lapangan. Toleransi kesalahan yang ditetapkan yaitu 10 mm
√D, dimana D adalah jarak dalam satuan km.
Pengolahan data KDP
Pengolahan data KDP horizontal
Pengolahan poligon tertutup dilakukan diawali dengan persiapan data berupa sudut horizontal
rerata di semua titik, jarak rerata di semua sisi, 1 titik yang telah diketahui koordinatnya, dan 1
azimuth awal. Pengolahan dilakukan menggunakan metode bowditch. Adapun syarat geometri
poligon tertutup dijabarkan dalam Persamaan 3, Persamaan 4, Persamaan 5, dan
Persamaan 6 (Basuki, 2011; Marzuki dkk., 2000), yaitu:
Syarat sudut:
Σ𝛽 = (𝑛 − 2). 180° (untuk sudut dalam) ............................................................................... (3)
Σ𝛽 = (𝑛 + 2). 180° (untuk sudut luar) .................................................................................. (4)
Syarat absis dan ordinat:
Σ𝑑. 𝑠𝑖𝑛𝛼 = 0 ...................................................................................................................... (5)
Σ𝑑. π‘π‘œπ‘ π›Ό = 0 ...................................................................................................................... (6)
dimana:
Σ𝛽 = total sudut, 𝑛 = jumlah sudut, d = jarak horizontal.
1022
Pemetaan Topografi Area Longsor di Jalan Hantar KM10 PLTA Musi, Bengkulu………………………………………………(Prasidya & Rizcanofana)
Syarat geometri tersebut menghasilkan besaran untuk koreksi ukuran sudut maupun koreksi
beda absis dan beda ordinat yang menghasilkan langsung koordinat terkoreksi. Jika syarat sudut
tersebut ≠ yang disyaratkan, maka ada kesalahan fs dan jika syarat absis & ordinat ≠ 0, maka ada
kesalahan fx dan fy. Keseluruhan kesalahan tersebut harus didistribusi merata ke semua ukuran,
untuk fs dibagi merata sejumlah titik sudut, untuk fx dan fy dibagi berdasarkan bobot jarak
dibanding jarak total. Persamaan koreksinya dijabarkan dalam Persamaan 7, Persamaan 8, dan
Persamaan 9 sebagai berikut (Bannister, 1993; Basuki, 2011):
Δβi = fs/n.......................................................................................................................... (7)
𝑑
Δπ‘₯𝑖 = (Σ𝑑𝑖 ) . 𝑓π‘₯ .................................................................................................................... (8)
𝑑
Δ𝑦𝑖 = (Σ𝑑𝑖 ) . 𝑓𝑦.................................................................................................................... (9)
dimana
Δπ‘₯𝑖 = koreksi setiap beda absis ke-i, Δ𝑦𝑖 = koreksi setiap beda ordinat ke-i.
Setelah nilai koreksi diperoleh, maka setiap Δx dan Δy ditambahkan dengan setiap nilai
koreksinya. Koordinat akhir diperoleh dari koordinat acuan yang ditambahkan dengan setiap Δx
dan Δy seperti pada Persamaan 10 dan Persamaan 11 (Sinaga, 1997; Basuki, 2011):
𝑋2 = 𝑋1 + Δπ‘₯12 ′ .................................................................................................................. (10)
π‘Œ2 = π‘Œ1 + Δ𝑦12 ′ ................................................................................................................... (11)
Berdasarkan nilai fx dan fy pada persamaan, bisa dihitung nilai ketelitian linier poligon (fl) dengan
Persamaan 12 (Basuki, 2011):
Ketelitian linier = 𝑓𝑙/Σ𝑑 (dalam bentuk perbandingan 1: nnnn) .............................................. (12)
Pengolahan data KDP vertikal
Pengolahan KDP vertikal diawali pula dengan menyiapkan data-data ukuran. Selanjutnya, data
beda tinggi pulang, pergi, dan rerata setiap section direkap untuk dilakukan hitungan KDP Vertikal
dengan metode bowditch. Geometri kerangka adalah poligon tertutup, maka syarat geometri yang
diterapkan mengacu pada Persamaan 13 berikut (Riyadi & Prasidya, 2017):
ΣΔ𝐻 = 0 ............................................................................................................................ (13)
Berdasarkan persamaan, jika ΣΔH ≠ 0, maka terdapat kesalahan beda tinggi (fΔH). Besarnya
koreksi yang diberikan pada ΔH rerata sebanding dengan bobot jarak/total jarak seperti
Persamaan 14 berikut:
𝑑𝑖
πΎπ‘œπ‘Ÿ = (Σ𝑑) . 𝑓Δ𝐻 ............................................................................................................... (14)
Besarnya koreksi pada Persamaan 14 kemudian ditambahkan dengan ΔH rerata untuk
memperoleh nilai tinggi titik seperti disajikan pada Persamaan 15 berikut:
𝐻2 = 𝐻1 + Δ𝐻12 ′ ................................................................................................................. (15)
Pengukuran detil situasi
Detil merupakan kenampakan atau fitur alami maupun buatan yang menonjol di area
pemetaan. Pengukuran detil dilakukan dengan mengambil data dari permukaan fisis bumi yang
dianggap sebagai gambaran di atas peta (Sinaga, 1997). Pengukuran detil dilakukan untuk
mendapatkan koordinat 3D pada detil planimetrik dan spot-height. Detil planimetrik yang diukur
antara lain jalan, bangunan, sungai atau selokan, tiang listrik, dan lain-lain sesuai kondisi
lapangan. Detil tinggi (spot-height) diambil pada titik-titik yang mewakili bentuk terrain dengan
mempertimbangkan skala vertikal yang dipakai.
Pengukuran detil situasi diawali dengan membuat job pada TS, memasukkan data koordinat KDP,
lalu melakukan station dan backsight set-up pada titik KDP yang dipakai, memasukkan identitasi
(code & number) detil yang akan diukur, lalu mengarahkan teropong ke target berupa reflektor
prisma yang sudah dipegang oleh pemegang target (Kavanagh, 2010).
Pada pengukuran detil yang tidak bisa dijangkau langsung oleh pemegang target, misal pada
area longsoran yang curam, maka dibantu oleh wall-climber. Wall-climber menggunakan alat
panjat vertikal khusus untuk bisa menempatkan target di area longsor.
1023
Seminar Nasional Geomatika 2018 : Penggunaan dan Pengambangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional
Penyajian peta dan analisis
Hasil pemetaan disajikan dalam skala 1:1.000 dengan interval kontur yang diminta adalah 1
m. Hasil ukuran detil diplot seluruhnya untuk disajikan, sehinga gambaran topografi lokasi bisa
terlihat mewakili bentuk aslinya. Detil planimetrik disajikan dalam garis, titik, maupun luasan,
sedangkan terrain disajikan dalam bentuk garis-garis kontur (Basuki, 2011). Penyajian dilakukan
secara digital dengan kaidah kartografi. Adapun analisis peta yang dilakukan adalah perhitungan
luas, pembuatan penampang, dan perhitungan kemiringan lahan. Selanjutnya, pada tahap akhir
dilakukan evaluasi terkait metode yang diterapkan, kesulitan yang dihadapi, ketelitian yang
diperoleh, dan efektifitas pengukuran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran KDP dan detil
Hasil dari pengukuran KDP berupa daftar koordinat titik poligon (X, Y, Z) sejumlah titik yang
diplot seperti Gambar 3. Nilai fs pada hitungan poligon tertutup adalah 2” dari syarat ketelitian
20”, sedangkan ketelitian linier poligon sebesar 1:20.302. Hal ini sudah memenuhi standar
ketelitian yang ditetapkan yaitu 1:10.000. Nilai ini secara umum juga sudah memenuhi standar
yang ditetapkan oleh SNI JKH untuk titik orde 4, yaitu ketelitian linier sebesar 1:6.000 (BSN,
2002). Adapun nilai fΔH sebesar 1,85 mm. Meskipun menggunakan metode trigonometrik, namun
hasil tetap bisa memenuhi standar ketelitian yang ditetapkan yaitu 4,97 mm dan standar kelas LC
pada SNI JKV (BSN, 2004). Kendala pengukuran yang terjadi pada pengukuran KDP ini adalah
sulitnya menentukan titik yang sesuai spesifikasi, karena area longsor jarang terdapat lokasi yang
stabil. Selain itu, pengukuran juga harus ekstra hati-hati dan dilakukan pengecekan berulang kali
karena lokasi berdiri alat juga pada medan yang suli seperti ditunjukkan Gambar 4.
Gambar 3. Plot persebaran KDP.
1024
Pemetaan Topografi Area Longsor di Jalan Hantar KM10 PLTA Musi, Bengkulu………………………………………………(Prasidya & Rizcanofana)
Gambar 4. Proses pengukuran KDP pada area yang terjal.
Selain itu, upaya pengukuran tinggi alat dilakukan berulang kali di setiap sisi, agar semakin
presisi dan banyak data pembanding. Sehingga jika terjadi keragu-raguan terhadap data, bisa
dilakukan screening data ukuran. Berdasarkan hasil plot pada Gambar 3, terlihat bahwa poligon
utama hanya bisa dibuat pada wilayah sekitar jalan utama, hal ini dikarenakan keterbatasan lahan
yang bisa dipakai dalam pemasangan titik dan pertimbangan cakupan area dari suatu titik untuk
bisa mengukur detil. Pengukuran detil terbagi menjadi beberapa cara, diantaranya dengan
bantuan wall-climber dan pengukuran dengan pemegang target biasa. Bantuan wall-climber
diterapkan
pada
bagian
pangkal
longsoran
seperti
ditunjukkan
Gambar 5.
Gambar 5. Bantuan wall-climber saat targeting pengukuran detil situasi di longsor.
Bantuan wall-climber ini banyak diterapkan pada area longsor yang labil. Intensitas
penggunaan bantuan ini memperhatikan seberapa sulit area untuk dijangkau dan ketersediaan
benda untuk bisa mengikatkan alat vertikal. Hal ini meskipun sulit, namun dilakukan untuk
kepentingan ketelitian yang memadai. Adapun pengukuran dengan pemegang target biasa
dilakukan pada selain wilayah tersebut.
Hasil peta dan analisis
Hasil utama pada penelitian ini adalah peta topografi skala 1:1.000 dengan interval kontur 1m.
Gambaran peta topografi hasil kegiatan ditunjukkan pada Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6,
terlihat bahwa longsor terjadi di sisi barat daya yang pangkalnya memotong badan jalan. Di sisi
timur laut, sudah terdapat bukit kembali. Jalan hantar nampak berada di antara lereng bukit dan
jurang. Jika dianalisis melalui perhitungan luas, luasan wilayah yang mengalami longsor adalah
5.028,2 m2 dengan keliling 299,09 m. Area badan jalan yang longsor seluas 40,6 m2 dengan
keliling 44,63 m. Berdasarkan hasil visualisasi 3D dari area longsor diketahui bahwa longsor
membentuk cekungan di sisi barat daya jalan hantar seperti ditunjukkan Gambar 7.
1025
Seminar Nasional Geomatika 2018 : Penggunaan dan Pengambangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional
Gambar 6. Peta topografi area longsor KM10 (LKFT, 2017).
505
500
495
490
485
480
475
470
465
460
455
450
445
440
435
Gambar 7. Kenampakan longsor secara 3D.
Berdasarkan hasil analisis dari visualisasi 3D pada gambar, diperoleh 3 (tiga) data
kemiringan pada sisi selatan, tengah, dan utara longsoran. Kemiringan longsoran relatif linier
kenaikannya di selatan dan utara, yaitu sebesar 48,96% dan 53,4%. Adapun di tengah,
kemiringan membentuk 2 (dua) gradien berbeda, 1 gradien bernilai 40,3% dari jarak ke 0 - 70
m, sedangkan 1 gradien lagi meningkat drastis yaitu 73,2% dari jarak ke 70 - 115 m. Hal ini
menunjukkan terdapat cekungan di tengah longsoran, dimana jika dibandingkan dengan
ketinggian di jarak ke-70 m pada setiap penampang di sisi selatan dan utara, terdapat
perbedaan sekitar 4 m. Gambaran penampang melintang disajikan pada Gambar 8.
1026
Pemetaan Topografi Area Longsor di Jalan Hantar KM10 PLTA Musi, Bengkulu………………………………………………(Prasidya & Rizcanofana)
(a)
(b)
(c)
Gambar 8. Penampang melintang di sisi utara (a), tengah (b), dan selatan (c) longsoran
Berdasarkan ulasan dan hasil analisis, diketahui hasil peta ini telah memenuhi standar
ketelitian KDP yang ditetapkan dan telah menggunakan metode pengukuran detil yang teliti, yaitu
salah satunya dengan bantuan wall-climber. Peta yang dihasilkan menunjukkan bentuk dan luasan
wilayah longsoran yang telah diuji kebenarannya di lapangan. Dengan demikian, peta topografi
yang dihasilkan ini sudah memenuhi standar dan mampu dipakai sebagai data dasar bagi analisis
dan desain proteksi lereng jalan.
Evaluasi metode dan hasil
Pengukuran dengan TS berbasis reflektor dengan bantuan wall-climber secara umum berhasil
diterapkan pada area longsor jalan hantar KM10 PLTA Musi, namun demikian terdapat limitasi dari
metode ini, antara lain terkait dengan pilihan metode pengadaan KDP Horizontal dan Vertikal dan
pengukuran detil situasinya, ketelitian yang diperoleh, dan kesulitan yang dihadapi. Metode
pengadaan kerangka horizontal dalam hal ini paling fleksibel dan mudah jika yang dipilih adalah
poligon. Poligon tertutup secara umum lebih mudah dalam hitungan dan koreksi, namun sulit
diterapkan pada longsor. Sedangkan poligon terbuka perlu banyak titik ikat, namun tidak perlu
mengitari area longsor berkali kali. Dalam hal ini, pilihan bisa disesuaikan dengan sejauh mana
aspek ‘innacessible’ dari longsoran tersebut. Adapun pada kerangka vertikal, sesuai standar,
metode yang dipakai adalah metode geometrik dengan sipat datar, namun pada kondisi dimana
terjadi kesulitan dalam penempatan alat di area yang terjal, maka penggunaan metode
trigonometrik dapat dilakukan, dengan catatan perlu kehati-hatian dalam pengukuran.
Adapun ketelitian yang diperoleh, meskipun sudah memenuhi spesifikasi, namun dalam
beberapa kasus di pengukuran longsor di lokasi lain, sulit mendapatkan dengan mudah ketelitian
tersebut, karena sulitnya medan. Dalam hal ini, perlu mempertimbangkan kembali penyesuaian
spesifikasi pengukuran longsor jika metodenya adalah survei teristris. Pada aspek kesulitan yang
dihadapi, yaitu sulitnya akses ke lokasi, sulitnya penempatan alat untuk proses pengukuran,
sulitnya untuk targeting ke titik detil di longsoran, dsb. Dalam hal targeting, bantuan wall-climber
sudah sangat membantu di area ‘innacessible’. Namun, keselataman wall-climber perlu
diperhatikan dan perlu juga diberikan asuransi khusus untuk pekerjaan seperti ini.
1027
Seminar Nasional Geomatika 2018 : Penggunaan dan Pengambangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional
KESIMPULAN
Pemetaan topografi pada area longsor KM10 menghasilkan beberapa kesimpulan informasi
mengenai informasi longsoran. Pada KM10, luasan jalan yang runtuh adalah 40,6 m2, sedangkan
luasan area longsor total 5,028 m2. Longsor berbentuk cekungan di sisi barat daya jalan hantar
KM10. Kemiringan gradient longsor di sisi utara dan selatan naik secara linier yaitu sebesar
48,96% dan 53,4 %. Sedangkan di sisi tengah terdiri 2 gradien, sebelum jarak ke-70 m,
gradiennya 40,3%, setelah jarak ke-70 s.d. 115 m, gradiennya 73,2%.
Pemetaan topografi dengan TS berbasis reflektor dengan bantuan wall-climber pada area
longsor ini secara umum berhasil dilakukan. Meskipun hasilnya teliti, namun terdapat limitasi
metode ini terkait dengan terkait penempatan titik berdiri alat, pengukuran KDP, standar ketelitian
yang diterapkan, dan faktor keamanan dari wall-climber.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih diberikan kepada Pusat Enjiniring Ketenagalistrikan (Pusenlis) PT. PLN
(Persero) atas kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan, kepada tim proyek dari Lembaga
Kerjasama Fakultas Teknik UGM yang telah memberikan wadah untuk pelaksanaan kegiatan,
kepada tim dari CV. Gama Tirta Bumi, dan kepada rekan-rekan surveyor yang telah mewadahi,
memberikan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan pemetaan area longsor ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z. (1994). Penentuan Posisi Dengan GPS. Penerbit ITB, Bandung.
Badan Informasi Geospasial (BIG). (2014). Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun
2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. BIG, Cibinong.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2002). Standar Nasional Indonesia Jaring Kontrol Horizontal. BSN,
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2004). Standar Nasional Indonesia Jaring Kontrol Vertikal dengan
metode Sipat Datar. BSN, Jakarta.
Bannister, A., Raymond, S., dan R. Baker. (1993). Surveying 6th Edition. Longman Scientific & Technical,
Longman Group, UK Limited, England.
Basuki, S. (2011). Ilmu Ukur Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kavanagh, B.F. (2010). Surveying with Construction Applications. Pearson Education, Inc., published in
Prentice Hall, One Lake Street, New Jersey, 07458.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik UGM (LKFT UGM), (2017), Laporan Kajian Teknis, Desain, dan RAB
Penanganan Longsor dalam Studi Penyelidikan Lapangan untuk Kajian Perbaikan Jalan PLTA Musi, LKFT
UGM, Yogyakarta.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik UGM (LKFT UGM), (2017), Laporan Pengukuran Topografi dalam Studi
Penyelidikan Lapangan untuk Kajian Perbaikan Jalan PLTA Musi, LKFT UGM, Yogyakarta.
Marzuki, A, Widito, P., dan P. Sularto. (2000). Pengukuran Topografi Daerah Mineralisasi Uranium Sektor
Jumbang I Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Pranata Nuklir dan Teknisi Litkayasa, P2BGN-BATAN,
Jakarta.
Pusat Enjiniring Ketenagalistrikan PT. PLN (Persero), (2017), Kerangka Acuan Kerja Studi Penyelidikan
Lapangan untuk Pekerjan Kajian Perbaikan Longsor Jalan PLTA Musi. Pusenlis, Jakarta.
Riyadi, G., dan Prasidya, A.S., (2017), Analisis Ketelitian Penentuan Beda Tinggi secara Trigonometrik Teknik
Resiprokal dengan Total Station Akurasi 1” Pada Jaringan Titik Kontrol Rute Pendek. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Terapan (SNTT) SV UGM 2017, Yogyakarta.
Schofield, W., dan Breach, M., (2007). Engineering Surveying 6th Edition. Elsevier Ltd, Oxford OX2 8DP, UK.
Sinaga, I. (1997). Pengukuran dan Pemetaan Pekerjaan Konstruksi . Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Zhou, X., dan Sun, M., (2013). Study on Accuracy Measure of Trigonometric Levelling. Journal of Applied
Mechanics and Materials. Vol. 329 (2013). Pp 373-377.
1028
Download