Uploaded by User84468

Rangkuman uts phi

advertisement
8"?@A*,"? 02! B35
!"#$%" '(%( )*+",,"!"#$%&'"# )#) *)+" +"," +-+". /"# '-#0-+".%"#1 2-3/"+4"5 /"4"' *-4","36 *-4","34"5 &#.&%
%-7-3/"+"#1
28$).8 93$8 :&'1
;!-#- <-+7"3.-+
. '/ 0 12 '! 3 0/ 0) 0 45 67 8! 52 '! 5 49 :4 7! 5' ; <= >
SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA DAN SISTEM HUKUM DI
INDONESIA
Agar tidak terjadi kekosongan hukum akibat dari proklamasi kemerdekaan, maka
dicantumkanlah suatu ketentuan mengani peralihan dalam UUD, yakni pasal peraturan
peralihan. Bunyi pasal II dan pasal I setelah amandemen tersebut adalah:
‘belum
Segaladiadakan
badan negara
dan menurut
peraturan
yang
ada masih langsung berlaku, selama
selama
yang baru
UUD
ini.’
Sebelum kedatangan Belanda pada tahun 1596 di Indonesia, hukum yang berlalu di
Indonesia adalah hukum yang tidak tertulis, yaitu hukum adat.
Sejarah Tata Hukum Indonesia Dapat Dilihat:
1. Sejarah hukum Indonesia, khusus mengenai perundang-undangan, pada masa
kolonialisme Belanda dapat dibedakan dalam:
a. Periode kekuasaan VOC: Pada masa itu orang Belanda yang ada di
Indonesia tunduk pada ketentuan yang berlaku bagi awak kapal Belanda.
b. Periode Kekuasaan Pemerintah Belanda (1800-1942): Pada masa ini
dikenal tiga (3) masa perundang-undangan, yaitu:
i.
Masa Besluiten Regerings (1800-1855)
Hanya raja yang berkuasa untuk mengurus dan mengatur segala
sesuatu di Belanda dan daerah jajahan. Hanya ada satu macam
peraturan pusat/algemene
pusat/algemene verodering yang disebut Koninlijk
Besluit (KB). Isi dari KB berupa tindakan eksekutif, ketetapan
maupun tindakan legislatif.
ii.
Masa Regerings Reglement (1855-1926)
RR merupakan semacam UUD Pemerintah Jajahan Belanda. Pada
masa ini ada empat 4 bentuk susunan peraturan
pusat/algemene
pusat/
algemene verodering, yaitu:
WET lebih tinggi dari KB
KB lebih tinggi dari Kroon-Ordonantie
Kroon-Ordonantie lebih tinggi dari Ordonantie
Ordonantie
iii.
Masa Indische Staats Regeling (1926-1942)
Sebagai akibat perubahan UUD Belanda tahun 1922. Perubahan
didahului oleh perubahan RR menjadi IS. Pada masa IS ada 3
macam bentuk peraturan:
WET (UU)
KB (Peraturan yang dikeluarkan Raja)
Ordonantie (Peraturan yang dikeluarkan Badan-badan di
Hindia Belanda)
•
•
•
•
•
•
•
SISTEM HUKUM NASIONAL
1. Sistem Hukum
Menurut Sudikno Mertokusumo: ‘Sistem hukum adalah suatu kesatuan utuh yang
terdiri dari unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan kait
mengait secara erat’
2. Pluralisme Sistem Hukum
Pluralisme Hukum adalah berlakunya beberapa sistem hukum dalam waktu
yang bersamaan dan pada satu wilayah tertentu. Kondisi hukum nasional
Indonesia berada dalam keadaan pluralisme karena berlaku sistem Hukum Adat,
sistem Hukum Islam, dan sistem Hukum Barat sekaligus. Pluralisme ini terutama
ada di bidang Hukum Perdata.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pluralisme hukum dipertegas dengan
diberlakukannya pasal 163 IS tentang penggolongan penduduk dan pasal 131 IS
tentang hukum yang berlaku.
Latar Belakang Sejarah
1. Indische Staatsregeling (IS) Pasal 163 IS
a. Penghuni-penghuni Indonesia digolongkan dalam: Golongan Eropa,
Bumiputera dan Timur Asing dengan hukum yang berbeda.
b. Golongan Eropa terdiri dari:
i.
Orang Belanda
ii.
Orang Eropa kecuali Belanda
iii.
Warga negara Jepang dan mereka yang tak termasuk Eropa dan
Jepang yang hukum keluarganya pada asasnya sama dengan
hukum keluarga Belanda
iv.
Anak-anak dari orang-orang tersebut diatas
c. Golongan Bumiputera yang terdiri dari:
i.
Penghuni pribumi yang tidak pindah ke golongan lain
ii.
Mereka yang telah meleburkan diri ke dalam golongan Bumiputera
d. Golongan Timur Asing yang terdiri dari:
i.
Timur Asing Tionghoa
ii.
Timur Asing bukan Tionghoa: Arab, India
Pasal
131 ISDagang, Pidana, dan Acara Pidana harus
2. Indische
Staatsregeling
a. Hukum
Perdata,(IS)
Acara
Perdata,
dikodifikasi dalam kitab-kitab Undang-undang.
b. Mengenai Ordonansi yang mengatur hukum perdata dan dagang:
i.
Untuk golongan Eropa harus dianut asas Konkordansi yang
berarti peraturan-peraturan bagi golongan Eropa sama dengan
peraturan-peraturan di Belanda.
ii.
Untuk golongan Indonesia dan Timur Asing, jika dibutuhkan
dapat menggunakan peraturan di Belanda dengan beberapa
perubahan atau sepenuhnya tunduk pada peraturan yang sama.
c. Golongan Indonesia dan Timur Asing diperbolehkan tunduk pada
hukum golongan Eropa.
d. Hukum Perdata/Dagang yang berlaku untuk golongan Timur Asing dan
Indonesia tetap berlaku, sepanjang belum diubah berdasarkan Pasal 131 IS
PENGUJIAN PERATURAN PER-UU-AN (JUDICIAL REVIEW)
Sebelum adanya perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi judikatif hanya
terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung yang
bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi. Namun, setelah Perubahan Ketiga
UUD 1945 disahkan, kekuasaan kehakiman kita mendapat tambahan satu jenis
Mahkamah lain, yaitu Mahkamah Konstitusi. Dalam perubahan ketiga UUD 1945 ini
Mahkamah Konstitusi memiliki 5 kewenangan, yaitu:
1. Melakukan pengujian atas konstitusionalitas Undang-undang (Judicial Review)
Review)
2. Mengambil keputusan atas sengketa kewenangan antar-lembaga negara
3. Mengambil keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden&/Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran.
4. Memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil pemilihan umum
5. Memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai politik
HUKUM TATA NEGARA
PENDAHULUAN
Hukum Tata Negara adalah ketentuan hukum yang mengatur menganai bagaimana
susunan organisasi akan ditetapkan. HTN mempelajari:
1. Pembentukan jabatan-jabatan dan susunan /struktur
2. Penunjukan pejabat-pejabatnya
3. Kekuasaan dan kewenangan yang berkaitan dengan jabatan tersebut
4. Lingkup wilayah dan lingkup pribadi yang mendapat limpahan tugas dan
kewenangan.
Paul Scholten memasukan HTN, HAN dan Pidana ke dalam hukum publik karena
ditinjau dari pribadi yang melakukan hubungan hukum, tujuan hukum, kepentingan
yang diatur, dan kaidah hukum yang terumuskan.
DEFINISI
1. Van Hollenhoven
Hukum Tata Negara adalah negara dalam keadaan diam. Hukum tata negara
menurut Van Hollenhoven adalah:
a. Apa/mana saja masyarakat hukum atasan/bawahan serta warganya
b. Lingkup peranan terhadap wilayah serta warganya
c. Kekuasaan macam apa yang diserahkan kepada aneka lembaga dalam tiap
masyarakat hukum
2. Paul Scholten
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada negara.
Dari rumusan ini, disimpulkan bahwa dalam organisasi negara itu telah mencakup
bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara, hubungan, hak dan kewajiban,
serta tugasnya masing-masing.
3. Logemann
Ruang lingkup HTN menurut Logemann:
a. Persoonsleer/ajaran tentang Pribadi
Masalah manusia sebagai subjek hukum yang mempunyai hak dan
kewajiban
b. Gebiedsleer/ajaran tentang Lingkup Laku:
Mengenai batas-batas, cara-cara, waktu dan lingkup wilayah pribadi atau
kelompok pribadi.
4. Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka
Inti permasalahan HTN adalah:
a. Status/kedudukan yang menjadi subjek dalam hukum negara:
i.
Siapa penguasa/pejabat negara dan apa lembaga-lembaga negara
ii.
Siapa warga negara dan bukan warga negara
b. Role/Peranan
i.
Menurut Hukum, yaitu kewajiban dan hak
ii.
Peranan Wantah, yaitu peranan diluar
bertentangan dengan hukum
hukum
tapi
tidak
HUBUNGAN HTN DENGAN CABANG ILMU PENGETAHUAN LAIN
1. Ilmu Negara
a. Ilmu negara tidak mementingkan bagaimana caranya hukum itu
seharusnya
dijalankan, karena ilmu negara mementingkan nilai
teoritisnya.
b. Obyek penyelidikan ilmu negara adalah azas-azas pokok, pengertian
pokok tentang negara dan HTN pada umumnya. Sedangkan obyek HTN
adalah hukum positif.
2. Ilmu Politik
Barents mengatakan dengan perumpamaan HTN sebagai kerangka manusia,
sedangkan Ilmu Politik merupakan daging yang ada di sekitarnya. Dalam
mengetahui latar belakang dari suatu undang-undang sebaiknya perlu dibantu
dengan mempelajari Ilmu Politik karena kadang sukar diketahui apa maksud dari
undang-undang itu.
3. Hukum Administrasi Negara
Pada garis besarnya, pendapat-pendapat para ahli terbagi dalam dua golongan:
a. Yang membedakan HTN dan HAN secara prinsipiil. Ialah tokohnya Van
Hollenhoven yang dalam karangannya ia mengartikan HTN sebagai
sekumpulan peraturan hukum yang menentukan badan-badan kenegaraan
serta memberi wewenang kepadanya, dan bahwa kegiatan suatu
pemerintahan
adalah
membagikan
wewenang
itu kepada badanbadan tersebut modern
dari yang
tertinggi
sampai terendah
kedudukannya.
Ia berpendapat bahwa semua peraturan hukum yang tidak termasuk
kedalam HTN Materiil, Perdata Materiil dan Pidana Materiil dimasukkan
kedalam HAN. Menurutnya HAN dibagi dalam:
i.
Hukum Pemerintahan
ii.
Hukum Peradilan
iii.
Hukum Kepolisian
iv.
Hukum Perundang-undangan
b. Tidak membedakan secara tajam baik mengenai sistematik maupun
mengenai isinya. Yang mengatakan hubungan HTN dan HAN merupakan
suatu macam hukum khusus yang mempunyai obyek penyelidikan hukum,
maka dari itu, sistematik hukum yang sama pada umumnya dapat
diterapkan pada HTN dan HAN. Sistematik itu dibagi sebagai berikut:
i.
HTN dalam arti sempit meliputi:
Personsleer yaitu mengenai pribadi dalam arti hukum yang
meliputi hak dan kewajiban, personafikasi, wewenang dan
batasan.
Gebiedsleer yaitu menyangkut wilayah dimana hukum itu
berlaku dan yang termasuk dalam lingkungan itu adalah
waktu, tempat dan manusia atau kelompok serta benda.
Sedangkan HAN meliputi ajaran mengenai hubungan hukumnya.
•
•
ii.
ASAS-ASAS DALAM HTN
1. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
Sesuai dengan pengertian sila pertama Pancasila sebagaimana termaktub dalam
pembukaan UUD, setiap manusia Indonesia sebagai rakyat diakui sebagai insan
beragama berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan bernegara,
prinsip ini diwujudkan dalam paham kedaulatan rakyat dan sekaligus dalam
paham kedaulatan hukum yang saling berjalin satu sama lain. Keduanya
diwujudkan dalam pelembagaan sistem demokrasi yang berdasar atas hukum.
2. Negara Hukum dan ‘The Rule of Law’
Dalam konstitusi ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum
(rechtsstaat). Dalam paham negara hukum itu, hukumlah yang memegang
komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945
Amd Ketiga), yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan negara itu
adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip ‘the
‘ the Rule of Law, and no of Man’ ,
yang sejalan dengan pengertian kekuasaan yang dijalankan oleh hukum. Oleh
sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut
prinsip-prinsip demokrasi. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, dan ditegakkan
dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka.
3. Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi
Seiring dengan itu, Negara Indonesia juga menganut paham kedaulatan rakyat.
Pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya adalah rakyat. Kekuasaan itu
harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (PAsal 1 ayat 2
UUD Amd Ketiga). Dalam sistem konstitusional berdasarkan UUD pelaksanaan
kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur demokrasi
yang telah ditetapkan.
4. Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan
Dalam menentukan kebijakan pemerintaham dan mengatur ketentuan hukum
berupa UUD dan UU serta menjalankan fungsi pengwasan terhadap jalannya
pemerintahan, kedaulatan rakyat disalurkan melalui sistem perwakilan.
Penyaluran kedaulatan langsung dilakukan melalui pemilihan umum, kebebasan
berpendapat, kebebasan pers, kebebasan
ke bebasan informasi, hak berorganisasi dan hak-hak
lainnya yang dijamin dalam UUD pasal 28.
5. Pemisahan Kekusaan dan ‘Check and Balance’
Dalam UUD, kedaulatan rakyat itu ditentukan dan dibagikan kekuasaan secara
horizontal dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi
kekuasaan-kekuasaan yang dilimpahkan sebagai fungsi lembaga negara yang
sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip check and
balance..
balance
6. Sistem Pemerintahan Presidentiil
a. Presiden dan Wakil Presiden adalah penyelenggara kekuasaan eksekutif
tertinggi dibawah UUD 1945. Dalam sistem ini tidak dibedakan kepala
negara dan kepala pemerintahan.
b. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung.
c. Presiden dan Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawabannya
secara hukum oleh DPR dan disidang oleh MPR.
d. Jika terjadi kekosongan dalam jabatan Presiden atau Wakil Presiden,
pengisiannya dapat dilakukan melalui rapat MPR.
e. Menteri adalah pembantu dan bertanggung jawab kepada Presiden dan
Wakil Presiden.
f. Presiden dan Wakil Presiden memiliki masa jabatan agar tidak absolut.
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN SUMBER HAN
Prof. Prajudi Atmosudirdjo mendefinisikan Hukum Administrasi Negara sebagai
berikut:
‘Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur tentang seluk beluk
administrasi negara dan hukum yang merupakan hasil ciptaan administrasi
negara itu sendiri.’
Dari definisi ini, disimpulkan bahwa HAN mengatur 4 hal, yaitu:
1. Organisasi/institusi
2. Bagaimana mengisi jabatan-jabatan dalam organisasi tersebut
3. Bagaimana berlangsungnya kegiatan/pelaksanaan tugas dari jabatan tersebut
4. Bagaimana pemberian pelayanan dari aparatur pemerintah ke masyarakat.
Selanjutnya Prof. Prajudi menyatakan bahwa HAN dapat dilihat dari 3 dimensi:
1. Dimensi Institusional
Maka administrasi negara merupakan aparatur negara yang dibawahi dan
digerakkan oleh Presiden
2. Dimensi Fungsional
Maka administrasi negara berfungsi menerapkan Undang-undang, atau menurut
Guys Peters adalah mengkonversikan norma hukum yang umum dan abstrak
menjadi keputusan yang bersifat individual dan konkrit.
3. Dimensi Prosessual
Maka administrasi negara merupakan suatu proses tata kerja penyelenggaraan
tugas-tugas pemerintahan.
James Hart mendefinisikan Hukum Administrasi Negara sebagai berikut:
‘Hukum yang dibuat oleh administrasi negara itu sendiri dan hukum yang
mengontrol pejabat administrasi negara.’
Dari definisi ini, maka HAN mengatur 4 hal, yaitu:
1. Kewenangan dari setiap pejabat administrasi negara
2. Batas-batas kewenangan setiap pejabat administrasi negara
3. Sanksi kepada masyarakat yang melanggar hukum administrasi negara
4. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh masyarakat untuk membela hak dan
kepentingannya pada saat berhadapan dengan administrasi negara
Menurut Prof. Prajudi Atmosudirdjo, hukum yang mengatur administrasi negara bisa
bersembut dari UUD, Tap. MPR, UU, PP, KepPres, KepMen dan Keputusan Dir Jen.
Jadi hukum yang mengatur administrasi negara dapat bersumber dari:
1. HAN Heteronom: Lembaga yang berada di luar lembaga administrasi negara,
2. HAN Otonom: Lembaga yang berada di dalam administrasi negara itu sendiri.
Jadi HAN Otonom adalah hukum operasional yang diciptakan oleh Pemerintah
dan administrasi negara sendiri sehingga setiap waktu diperlukan dapat diubah.
Hubungan HAN Otonom dan HAN Heteronom adalah sebagai berikut:
1. HAN Otonom merupakan pelaksanaan dari HAN Heteronom, karena HAN
Heteronom memberi wewenang kepada HAN Otonom
2. HAN Otonom harus bersandar dan tidak boleh bertentangan dengan HAN
Heteronom
3. HAN Otonom lebih rendah dari HAN Heteronom
4. HAN Otonom hanya disebutkan dalam UUD 1945 sedangakan HAN Heteronom
diatur dalam UUD 1945
Dilihat dari Hubungan hukum, maka James Hart membedakan HAN kedalam dua:
1. HAN Internal: adalah hukum administrasi yang mengatur hubungan hukum
antara sesama pejabat adminstrasi negara dan antara administrasi negara dengan
lembaga lainnya.
2. HAN Eksternal: adalah hukum administrasi yang mengatur hubungan hukum
antara pejabatr administrasi negara dengan warga masyarakat.
LETAK HAN DALAM SISTEMATIKA ILMU HUKUM
Dengan memperlakukan HAN sebagai suatu disiplin ilmiah, maka kita menerima dua hal:
1. Menerima HAN sebagai objek dari studi dan pendidikan ilmiah
2. Menerima HAN sebagai suatu kesatuan dari aturan hukum yang memerlukan
metode tersendiri.
Jika kita menerima ini, maka kita akan mempertanyakan tentang pembatasan yang tegas
yang
dimiliki besar,
oleh HAN
dua golongan
yaitu:ke ilmu lain, terutama HTN. Namun untuk kaitan ini, terdapat
1. Golongan Pertama yang membedakan HAN dan HTN. Pada umumnya adalah
sarjana hukum di Perancis, AS, dan Inggris
2. Golongan Kedua yang berpendapat tidak ada perbedaan hakiki antara HAN dan
HTN. Pada umumnya adalah sarjana hukum di Belanda.
Menurut Prof. Prajudi, tidak terdapat perbedaan prinsipiil yuridis dari HAN dan HTN.
HTN adalah hukum yang mengatur keseluruhan aspek konstitusi negara, sedangkan HAN
ialah hukum yang mengatur satu aspek dari konstitusi negara, yaitu aspek administrasi.
ad ministrasi.
Namun dengan bertitik tolak pada pengertian bahwa HAN pada hakekatnya adalah
mempelajari negara dalam keadaan bergerak, maka inti HAN adalah:
1. Kegiatan Administrasi Negara
a. Sikap tindak hukum negara yang merupakan pelaksanaan peranan
hukum, kewajiban/hak (kekuasaan). Dalam hal ini ada dua
kemungkinanm yaitu:
i.
Kegiatan atau proses menciptakan peraturan yang berupa
ketentuan abstrak yang berlaku umum. Inilah Regeling atau
perundang-undangan dalam arti luas.
ii.
Kegiatan atau proses menciptakan keputusan yang berupa
ketentuan konkrit untuk subjek khusus ini merupakan kegiatan
yang dapat diperinci dalam tiga bidang, yaitu:
Bidang Bestuur yang berbentuk: perizinan, pembebanan,
penentuan status, pembuktia, dan pemilihan.
Bidang Politie yang mencakup proses pencegahan dan
proses penindakan suatu kejadian yang menganggu
kebebasan dan ketertiban.
Bidang Rechtspraak atau peradilan yang pada umumnya
dibebankan kepada pengadilan hakim.
b. Sikap tindak semata-mata tidak yuridis, ‘materiele
‘ materiele handelingen’
c. Sikap tindak atau perikelakuan hukum perdata, misalnya pembelian
perlengkapan administrasi negara.
•
•
•
Hubungan
Subjek
atau Peran Dalam Administrasi Negara
2. Perihal
a. Hubungan
antar
penguasa
i.
Dalam kegiatan suatu sistem antar peran atau keorganisasian intern
ii.
Dalam kegiatan antar badan negara (DPR dengan BPK)
Inti masalah dari pada hubungan antar penguasa meliputi dua segi, yakni:
i.
Strukturil: Subordinatif dan Koordinatif
ii.
Fungsional yang mengenai kesesuain JobDesc dengan Job
Performance
b. Hubungan antara penguasa dengan masyarakat
i.
Prinsip pasif: hanya membolehkan negara bersikap tindak terhadap
warga apabila itu diperlukan bagi warga (Negara Penjaga
Malam/nachtwaker
Malam/
nachtwaker staat)
ii.
Prinsip aktif: mengharuskan negara menggarap kepentingan warga
iii.
agar
tercapai
kesejahteraan
Kesejahteraan/welvaartstaat
Kesejahteraan/
welvaartstaat)
Masyarakat social engineering
bagi
warga
(Negara
SEGI-SEGI WEWENANG PEMERINTAHAN, DISKRESI, ASAS-ASAS UMUM
PEMERINTAHAN YANG BAIK, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Setiap pejabat administrasi negara, dalam bertindak harus dilandasi oleh suatu wewenang
yang sah oleh hukum. Yang dimaksudkan dengan wewenang pemerintah adalah:
1. Arti Sempit: Hak untuk menjalankan suatu urusan
u rusan pemerintahan
2. Arti Luas: Hak untuk dapat secara nyata mempengaruhi keputusan yang akan
diambil oleh instansi pemerintah lainnya
Sifat dari wewenang pemerintah:
1. Selalu terikat pada suatu masa tertentu
2. Selalu tunduk pada batas-batas yang ditentukan
3. Pelaksanaan wewenang pemerintah terikat pada hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis (asas pemerintahan yang baik)
Untuk memperoleh wewenang pemerintah dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu:
1. Atribusi yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu
peraturan perundang-undangan (legislatif) untuk melaksanakan pemerintahan
secara penuh.
a. Original Legislator: pembuat UU asli. Contoh: MPR, DPR + Presiden
b. Delegated Legislator: utusan, presiden memberikan wewenangnya
2. Delegasi yaitu suatu pelimpahan wewenang yang telah ada yang berasal dari
wewenang atribusi kepada pejabat administrasi negara namun tidak secara penuh.
3. Mandat yaitu pemberian tugas antara Mandans (pemberi mandat: menteri)
kepada Mandataris (penerima mandat: dirjen), untuk atas nama menteri
melakukan perbuatan keputusan administrasi negara.
Dalam menjalankan tugas tersebut, seoran pejabat administrasi negara dibatasi oleh asasasas sebagai berikut:
1. Asas Yuridikitas: bahwa setiap tindakan pejabat administrasi negara tidak boleh
melanggar hukum.
2. Asas Legalitas: bahwa setiap tindakan pejabat administrasi negara harus ada
dasar hukumnya.
3. Asas Diskresi: dari Freis Ermessen yaitu kebebasan dari seorang pejabat
administrasi negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri
tetapi tidak bertentangan dengan legalitas.
Namun, penggunaan kewenangan diskresioner ini kadang kala menimbulkan
efek negatif bila berlebihan, yaitu:
a. Abuse of Power: Penyalahgunaan kewenangan
b. Detournement de pouvoir: Pelampauan wewenang
c. Ultravires
Ultravires:: Melebihi kewenangan
Oleh karena itu, meskipun pejabat administrasi memiliki diskresi, ia tetap terikat
asas yuridiktas dan legalitas. Mengenai diskresi, ada 2 macam:
a. Diskresi terikat: kebebasan dari seorang pejabat untuk mengambil
keputusan,
yaitu dengan menentukan pilihan yang telah ditentukan
dalam peraturan.
b. Diskresi bebas: kebebasan dari seorang pejabat untuk mengambil
keputusan baru karena tidak ditentukan dalam peraturan.
4. Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB): merupakan jembatan
antara norma hukum dan norma etika, yang merupakan asas tidak tertulis. Asasasas AUPB terdiri dari: Kepastian hukum, keseimbangan, kesamaan, bertindak
cermat, permainan yang layak, keadilan dan kewajaran, perlindungan atas
pandangan hidup, kebijaksanaan, dan penyelenggaraan kepentingan umum. Paul
Scholten menyatakan bahwa AUPB merupakan norma dan pedoman untuk
pejabat administrasi dalam membentuk hukum.
Pejabat administrasi negara, dalam menjalan tindakan pemerintahan menghasilkan
keputusan yang dapat berbentuk:
1. Keputusan Pemerintah yang bersifat pengaturan dengan ciri-ciri berlaku umum,
abstrak, impersonal dan terus menerus.
2. Penetapan Administrasi yang bersifat individual, konkrit, dan sekali selesai.
RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Van Hollenhoven mengemukakan Residu Theorie yang membidangkan seluruh materi
hukum sebagai berikut:
1. Staatsrecht (HTN) meliputi:
a. Pemerintahan (bestuur
(bestuur)
b. Peradilan (rechtspraak
(rechtspraak)
c. Kepolisian (politie
politie))
d. Perundang-undangan (regeling
(regeling)
2. Burgerlijkerecht (Perdata)
3. Srafreht (Pidana)
4. Hukum Administrasi Negara, yang meliputi:
a. Hukum Pemerintahan
b. Hukum Peradilan, meliputi:
i.
Peradilan tata negara
ii.
Peradilan administrasi negara
iii.
Hukum acara perdata
iv.
Hukum acara pidana
c. Hukum Kepolisian
d. Hukum Proses Perundang-undangan
HUBUNGAN HAN DENGAN BIDANG HUKUM LAINNYA
1. HTN
a. Golongan pertama yang berasal dari Belanda yang berpendapat bahwa
anatara HAN dan HTN terdapat perbedaan yang hakiki (Oppenheim, Van
Vollenhoven).
b. Golongan kedua yang berpendapat bahwa antara HAN dan HTN tidak
dapat perbedaan hakekat-hukum/juridis-prinsipiil. Kalau terdapat
perbedaan, hanyalah pada titik berat pada fokus pembahasan. HTN fokus
dalam
hukum
rangka
dasar dari
negara
secara keseluruhan,
HAN fokus
pada
administrasi
negara
saja (Kraneburg,
Prajudi). sementara
2. Pidana
Romeijn berpendapat bahwa hukum Pidana dapat dipandang sebagai hukum
pembantu bagi HAN, karena penetapan sanski pidana merupakan sarana untuk
menegakkan HAN. Sebaliknya, suatu bagian peraturan administratif dapat
dimasukkan ke dalam lingkup hukum Pidana.
3. Perdata
Van Praag menyarakan bahwa sudah kodratnya kedua bidang hukum Perdata dan
HAN itu tidak saling sentuh dan masing-masing berdiri sendiri dalam bidangnya.
Sebaliknya, dalam praktek peradilan di beberapa negara dalam menghadapi
persoalan HAN yang belum lengkap, badan peradilan administrasi sering
meminjam Hukum Perdata dalam keputusannya.
HUKUM PIDANA
Menurut Prof. Satochid, Hukum Pidana mengandung beberapa arti atau dapat dipandang
dari beberapa sudut, antara lain bahwa Hukum Pidana disebut juga Ius Poenale yaitu
‘sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan
dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman.” Ius Poenale ini merupakan
artiMateriil
objektif yang terdiri dari:
hukum
pidana dalam
1. Hukum
Pidana
Hukum Pidana Materiil berisikan peraturan-peraturan tentang:
a. Perbuatan yang diancam hukuman
b. Mengatur pertanggung jawab terhadap hukum pidana
c. Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang-orang yang
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan UU.
d. Contoh: Pasal 162 KUHP yang berbunyi: ‘barang
‘ barang siapa dimuka umum
dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan,
kesempatam atau sarana guna melakukan delik, diancam dengan pidana
penjara paling lama Sembilan bulan atau pidan paling banyak Rp.4500’
2. Hukum Pidana Formil
Sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan
haknya untuk mengadili serta memberikan hukuman terhadap seseorang yang
diduga melakukan tindakan pidana.
Sedangkan Hukum Pidana dalam arti subjektif yang disebut juga dengan Ius Puniendi
yaitu ‘sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum
menghuku m seseorang yang
melakukan perbuatan yang dilarang.’
Semula Hukum Pidana di Indonesia terjadi dualisme yaitu untuk orang Belanda dan
Eropa berdasarkan asas konkordansi, dan untuk orang Indonesia dan Timur Asing
berlaku KUHP yang termuat dalam Stbl. 1872 No 85. Pada tahun 1915 diberlakukan
KUHP baru bagi semua penduduk sehingga berakhirlah dualisme hukum Pidana dan
terwujudnya unifikasi. Sejak Indonesia meredeka sampai sekarang, belum ada satupun
KUHP yang berhasil dibuat sebagai pengganti KUHP 1915. Jadi masih berlaku KUHP
masa penjajahan Belanda yakni melalui pasal-pasal peralihan, antara lain: Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945 juncto Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945 yang telah
diamandemen.
RUANG LINGKUP
Hukum pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa
pidana atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah
perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang
mampu bertanggung jawab. Jadi, unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:
1. Sikap tindak atau perikelakuan manusia
2. Masuk lingkup laku perumusan kaedah hukum pidana ! Nullum Delictum (Asas
Legalitas)
3. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran
4. Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan.
Contoh: Kehilangan akal.
Sikap Tindak yang Dapat Dihukum/Dikenai Sanksi adalah:
1. Perilaku Manusia
2. Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum
3. Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut
melangar hukum
4. Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap pelaku
Bila kita lihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam:
1. Delik Formil
Tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang dilarang
tanpa merumuskan akibatnya. Misalnya pasal 297 KUHP: ‘ perdagangan wanita
dan pergadangan anak diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun’
2. Delik Materiil
Tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak. Misalnya
pasal 359 KUHP: ‘barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan matinya
seseorang..’
Unsur-unsur perumusan delik dibedakan dalam:
1. Delik Dasar
Merumuskan suatu sikap tindak yang dilarang. Misal pasal 338 KUHP: barang
siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam..’
2. Delik yang Meringankan
Merumuskan sikap tindak yang karena suatu keadaan mendapat keringanan
hukuman. Misal pasal 341 KUHP: ‘seorang ibu yang karena takut ketahuan
melahirkan anak, membunuh anaknya tersebut.’
3. Delik yang Memberatkan
Merumuskan sikap tindak karena suatu keadaan diancam hukuman yang lebih
berat. Misal pasal 340 KUHP: ‘barang siapa dengan sengaja dan dengan
rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan berencana..’
SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA
1. KUHP
2. Peraturan
lainnya,
missal: tentang Pemberantasan Tindak
a. UUperundang-undangan
No. 3/1971 jo. UU
No. 31/1999
Korupsi
b. UU No. 7/1974 tentang Penertiban Perjudian
c. Perpres No. 2/1964 tentang Tatacara Pelaksanaan Hukuman Mati
BERLAKUNYA KUHP
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi: Nullum delictum
d elictum nulla poena
sine praevia lege poenalli yang berarti tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa
ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya.
sebelumnya . Ketentuan ini dimuat
dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang merupakan asas legalitas.
ASAS-ASAS BERLAKUNYA KUHP
1. Asas Territorial atau Wilayah
UU Pidana berlaku didasarkan pada tempat dimana perbuatan dilakukan (Pasal 2
dan 3 KUHP). Pelakunya warga negara atau bukan, dapat dituntut. Dasar hukum
asas ini adalah kedaulatan negara dimana ia wajib menjamin ketertiban.
2. Asas Nasionalitas Aktif atau Personalitas
Berlakunya KUHP didasarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas pelaku.
UU Pidana hanya berlaku pada warga negara, tempat dimana perbuatan dilakukan
tidak menjadi maslaah (Pasal 5, 6, 7 KUHP)
3. Asas Nasionalitas Pasif atau Asas Perlindungan
Didasarkan kepada kepentingan hukum negara yang dilanggar . Bila
kepentingan hukum negara dilanggar oleh warga negara atau bukan, baik didalam
ataupun diluar negara, KUHP dapat diberlakukan terhadap pelanggar. Dasar
hukumnya adalah negara yang berdaulat pada umumnya berhak melindungi
kepentingan hukum negaranya (Pasal 4 dan 8 KUHP)
4. Asas Universalitas
KUHP dapat diberlakukan terhadap siapapun yang melanggar kepentingan hukum
dari seluruh dunia. Dasar hukumnya adalah kepentingan hukum seluruh dunia
(Pasal 4: 2, 4)
KATEGORISASI PERISTIWA PIDANA
Menurut Doktrin, peristiwa pidana dapat berupa:
1. Dolus dan Culpa
a. Dolus / Sengaja adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja agar
terjadi suatu delik (Pasal 338 KUHP)
b. Culpa / Tidak Sengaja adalah terjadinya delik karena perbuatan yang
tidak disengaja karena kelalaian (Pasal 359 KUHP)
2. Delik Materiil dan Delik Formil dalam perumusan delik
a. Delik Materiil yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang
dilarang/diancam pidana oleh UU. Contoh, Pasal 360 KUHP: ‘Barang
siapa karena kesalahannya menyebabkan
menye babkan orang lain mendapat luka berat,
diancam..’
b. Delik Formil yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang
dilarang pidana oleh UU. Contoh, Pasal 362 KUHP: ‘barang siapa
mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam..’
3. Komisionis
Yakni terjadinya delik karena seseorang melalaikan suruhan/tidak berbuat.
Contoh: Pasal 164 KUHP yang berbunyi ‘barang
‘barang siapa mengetahui ada suatu
permufakatan untuk kejahatan, sedang masih ada waktu untuk mencegah, dan
dengan sengaja tidak segera memberitahukan tentang itu kepada yang
berwenang, dipidana..’
a. Komisionis Peromisionim
Yaitu tindak pidana yang pada umumnya dilaksanakan dengan perbuatan,
tapi mungkin terjadi pula bila tidak berbuat. Contoh: Pasal 341 KUHP
yang berbunyi ‘seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan
anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan
sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak
sendiri, dengan pidana..’
4. With or Without Victim
a. With Victim adalah delik yang dilakukan dengan adanya korban
b. Without Victim adalah delik yang dilakukan tanpa korban
Sistematika Peristiwa Pidana
Ketentuan sekarang membagi peristiwa pidana dalam:
1. Kejahatan, dengan ancaman pidana lebih berat
2. Pelanggaran
Buku I KUHP membedakan kejahatan dan pelanggaran dalam hal:
1. Percobaan / Poging atau membantu / medeplichtigheid untuk pelanggaran
tindak dipidana
2. Daluwarsa / verjaring, bagi kejahatan lebih lama dari pelanggaran
3. Pengaduan / klacht, hanya ada terhadap kejahatan tapi tidak ada pengaduan pada
pelanggaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
SUBYEK HUKUM PIDANA
Penanggung jawab peristiwa pidana
Polisi
Jaksa
Penasehat hukum
Hakim
Petugas lembaga pemasyarakatan
PENANGGUNG JAWAB PERISTIWA PIDANA
1. Penanggung Jawab Penuh
a. Dader ialah orang yang sikap tindaknya memenuhi semua unsur yang
disebut dalam perumusan tindak pidana
b. Mededader ialah orang yang menjadi kawan pelaku
c. Medepleger ialah orang yang ikut serta melakukan tindak pidana.
Perbedaan antara mededader dengan medepleger yaitu dalam peranan.
Mededader derajatnya sama dengan dader, medepleger dejatnya tidak
sama dengan dader.
d. Doenpleger ialah dimana seseorang menyuruh orang lain untuk
melakukan tindak pidana.
e. Uitlokker ialah membujuk orang lain melakukkan tindak pidana.
Persamaan dengan doenpleger adalah sama-sama menggerakan orang
lain untuk melakukan tindak pidana. Perbedaan pada doenpleger orang
yang disuruh tidak dapat dipidana/tidak mampu bertanggung jawab.
Sedangkan pada uitlokker orang yang dibujuk maupun yang membujuk
bertanggung jawab atas perbuatannya. Tanggung jawab uitlokker:
i.
Dibatasi hanya bertanggung jawab atas perbuatan yang memang
dengan sengaja digerakkan oleh uitlokker.
ii.
Diperluas, bertanggung jawab juga terhadap akibat yang timbul
selain apa yang diinginkan penyuruh.
2. Penanggung Jawab Sebagian
a. Poging pelaksanaan awal suatu kejahatan yang tidak selesai. Syarat-syarat
poging (Pasal 53 KUHP):
i.
Orang yang mempunyai kehendak untuk melakukan kejahatan
ii.
Kehendak yang telah berwujud pada permulaan pelaksanaan
kejahatan
iii.
Pelaksanaan tidak selesai, diluar kehendak si pelaku
Teori kehendak dibagi dua:
i.
Subyektif: orangnya telah membuktikan kehendak jahatnya
ii.
Obyektif: perbuatan itu menurut sifatnya membahayakan
kepentingan umum
b. Medeplichtigheid ialah membantu pelaksanaan kejahatan ( Pasal 56
KUHP):
i.
Membantu dalam pelaksanaan kejahatan ialah bantuan diberikan
ketika kejahatan sedang dilaksanakan atau bersamaan.
ii.
Membantu untuk melaksanakan kejahatan ialah bantuan diberikan
sebelum kejahatan dilakukan. Disini adanya upaya berupa
kesempatan, daya upaya atau keterangan.
Perbedaan medeplichtigheid dengan uitlokking, yaitu:
i.
Pada ancaman pidana:
Uitlokking diancam dengan pidana maksimum
Medeplichtigheid diancam pidana maksimum dikurangi
ii.
Kehendak / opzet
Pada uilokking, kehendak pada orang yang dibujuk, baru
timbul setelah ada upaya yang diberikan oleh si pembujuk.
Pada medeplichtigheid kehendak sudah ada sebelum atau
pada saat orang lain memberi daya.
Kedua jenis bantuan dapat berupa:
i.
Membantu dengan perbuatan
ii.
Membantu dengan nasihat
•
•
•
•
KESALAHAN
Kesalahan ialah perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja atau
karena kelalaian dimana pelakunya dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya
serta tidak ada alasan pemaaf atau pembenaran. Unsur-unsur kesalahan:
1. Tindakan / perbuatan melawan hukum
2. Dolus atau culpa
3. Kemampuan bertanggung jawab dari pelaku
4. Tidak adanya alasan pemaaf atau pembenaran
Bentuk-bentuk Kesalahan:
1. Kesengajaan/Dolus
Dolus adalah niat/itikad yang diwarnai sifat melawan hukum, kemudian
dimanifestasikan dalam sikap tindak. Ilmu hukum Pidana membedakan
“kesengajaan” dalam tiga tingkatan, yaitu:
a. Sebagai tujuan/maksud. Hasil perbuatan, sesuai dengan maksud di
pelaku. Misalnya: memecahkan kaca etalase untuk mengambil barang
didalamnya.
b. Sengaja dengan kesadaran akan kemungkinan tercapainya tujuan
akibat perbuatan. Misalnya: bom yang merusak tanggul yang
mengakibatkan banjir
c. Dollus Generalis ialah perbuatan pidana yang ditujukan pada semua
orang. Misalnya: seseorang memasukkan racun pada pusat air minum.
2. Aberatio Ictus / Salah Kena ialah kesengajaan yang membawa akibat diluar
perhitungan yang berkehendak.
3. Dwalling / Kekeliruan
a. Mengenai seorang polisi yang ditugaskan mengangkap A, tetapi yang
ditangkap B karena mempunyai identitas yang mirip.
4. Culpa ialah kesalahan sebagai akibat tidak sengaja. Culpa dibedakan menjadi:
a. Levissima ialah kealpaan ringan
b. Lata ialah kealpaan besar
PIDANA / HUKUMAN
Menurut Prof. Sudarto, Pidana ialah:
‘penderitaan yang sengaja dibeba
dibebankan
nkan kepada orang yang
y ang melakukan
me lakukan perbuatan
yang memenuhi syarat-syarat tertentu.’
Penderitaan tersebut dibebankan oleh negara/penguasa yang berwenang, untuk itu ada 3
teori kewenangan penguasa menjatuhkan hukuman / pidana:
1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan
Seseorang yang telah melakukan tindak pidana harus dibalas sesuai perbuatan
yang telah dilakukannya.
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan
a. Teori Menakut-nakuti. Teori ini berpendapat bahwa tujuan
penghukuman adalah menakui, sehingga orang tidak melakukan tindak
pidana.
b. Teori Memperbaiki. Teori ini mengatakan bahwa penghukuman akan
mendidik si pelaku menjadi orang yang baik dalam masyarakat.
3. Teori Gabungan
Merupakan gabungan dari kedua teori diatas, yaitu penghukuman berfungsi baik
sebagai pembalasan maupun menakuti dan memperbaiki si pelaku.
Jenis Pidana dapat berupa:
1. Hukuman yang bertujuan pembalasan kepada pelaku tindak pidana yang
mampu bertangguing jawab (Pasal 10 KUHP)
2. Tindakan yang betujuan memberi perlindungan kepada masyarakat.
Tindakan ini diberikan kepada pelaku tindak pidana yang tidak/belum mampu
bertanggung jawab.
Selain ketentuan diatas, dikenal juga hukuman berupa tindakan lain, yaitu:
1. Penempatan pelaku pada suatu tempat tertentu. Misalnya: Rumah Sakit Jiwa
2. Bagi anak dibawah umur 16 tahun:
a. Dikembalikan kepada orang tua/wali
b. Diserahkan kepada negara dengan jalan dimasukkan ke dalam rumah
pendidikan negara.
Unsur-unsur Pidana
1. Hakekatnya merupakan pengenaan penderitaan atau akibat-akibat yang tidak
menyenangkan
2. Diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang memiliki kekuasaan
3. Dikenakan kepada penanggungjawab peristiwa pidana
Dalam Pasal 10 KUHP, dicantumkan macam-macam pidana, yaitu:
1. Pidana Pokok, yakni: Pidana mati, penjara, kurungan dan denda.
2. Pidana Tambahan, yakni: Pencabutan hak-hak, perampasan barang-barang,
pengumuman putusan hakim.
Pengelompokkan di atas sejalan dengan pembedaan dalam KUHP antara kejahatan dan
pelanggaran yang didasarkan pada pembedaan antara delik hukum dan delik UU.
1. Delik Hukum: perilaku yang bertentangan dengan asas-asas hukum yang ada
dalam masyarakat
2. Delik UU: perliaku yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
ALASAN YANG MEMBERATKAN PIDANA
1. Tanggung Jawab Majemuk/Pembarengan atau Samenloop, terjadi bila:
a. Perbarengan Peristiwa / eendaadse samenloop: seseorang melakukan
tindak pidan yang memenuhi beberapa ketentuan/peraturan pidana
sekaligus.
b. Berkali-kali / meerdaadse samenloop: berkali-kali bersikap tindak
tersebut merupakan peristiwa pidan yang berdiri sendiri dan diantara
peristiwa tersebut belum ada putusan pengadilan serta kesemua peristiwa
tersebut diadili sekaligus.
2. Recidive/Tanggung Jawab Ulang
Recidive terjadi bila seseorang pernah dipidana karena bertanggung jawab atas
peristiwa pidana dan pelaku mengulangi kesalahannya.
3. Ambtelijkheid/Tanggung Jawab tindak pidan yang dilakuka pejabat.
ALASAN-ALASAN YANG MERINGANKAN PIDANA
1. Percobaan (poging)
2. Membantu ((medeplichtigeid)
medeplichtigeid)
3. Ketentuan pada Pasal 47 KUHP yaitu tentang anak-anak yang belum 16 tahun.
ALASAN-ALASAN YANG MENGHAPUSKAN PIDANA
Penghapusan pidana ialah keadaan yang mengakibatkan seseorang yang memenuhi
peristiwa perumusan pidana, tapi tidak dapat dipidana. Macam-macam alasan:
1. Alasan Pembenaran: contoh, algojo memancung terpidana mati.
2. Alasan Pemaaf: contoh, orang yang kehilangan akal.
Bentuk-bentuk alasan penghapusan pidana:
1. Ketidakmampuan bertanggung jawab
2. Keterpaksaan / overmacht
3. Pembelaan Mendesak / noodweer
4. Perbuatan yang dilakukan untuk menjalankan UU / weetelijk voorschrift
5. Menjalankan Perintah Jabatan / Ambtelijk Bevel
HUKUM PERDATA
Menurut Subekti: Hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur
kepentingan
Menurut
Sripribadi.
Soedewei Masjhoen: Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
kepentingan antara warga negara yang satu dengan yang lain
SEJARAH KUHPerdata (BW)
Kodifikasi hukum perdata di Belanda banyak dipengaruhi Code Napoleon. BW berhasil
disusun oleh panitia yang diketuai J.M.Kemper. Kodifikasi KUHPer selesai pada 5 Juli
1830, diberlakukan di Belanda 1 Oktober 1838. Berdasarkan asas konkordansi (asas
yang melandasi untuk diberlakukannya hukum eropa atau belanda pada masa itu untuk
diberlakukan juga kepada bangsa pribumi / Indonesia. Sehingga hukum eropa yang
diberlakukan kepada pihak belanda pada masa itu, dikenai juga oleh bangsa Indonesia)
Kodifikasi KUHPer Indonesia dibentuk oleh panitia yang diketai C.J.Scholten van Oud
Haarlem. Kodifikasi BW Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui staatsblad
no.23 dan mulai berlaku 1 Januari 1848.
1.
2.
3.
4.
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DALAM KUHPerdata (BW)
Buku I, perihal orang (van persoonen) memuat hukum perorangan dan hukum
kekeluargaan
Buku II, perihal benda (van zaken), memuat hukum benda dan hukum waris
Buku III, perihal perikatan (van verbintcnnisen) memuat hukum harta kekayaan
Buku IV, perihal pembuktian dan kadaluwarsa, memuat perihal alat-alat
pembuktian dan akibat lewat waku dalam hubungan hukum
KUHPer berlaku bagi orang Indonesia berbagai keturunan, kecuali hukum keluarga dan
hukum waris, dimana kedua bidang hukum ini mereka tunduk pada hukum adat masingmasing. Sedangkan hukum adat, merupakan hukum perdata yang berlaku bagi warga
negara Indonesia asli. Dengan demikian, hukum perdata Indonesia bersifat pluralistis.
Hukum Dagang menurut Achmad Ihsan adalah hukum yang mengatur soal perdangan
atau soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan. Yang mengatur:
1. Hubungan hukum antara produsen satu sama lain, dan dengan konsumen
2. Pemberian perantaraan kepada makelar, komisioner, pedagang keliling
3. Hubungan hukum yang terdapat pada:
a. Asosiasi Perdagangan
b. Pengangkutan di Darat, Laut, dan Udara
c. Penggunaan surat-surat niaga
Atas dasar ini maka hukum dagang meliputi:
Hukum bagi pedagang antara, hukum perserikatan, hukum angkutan,
hukum asuransi, dan hukum surat-surat niaga/surat-surat berharga.
Sampai saat ini, hukum dagang Indonesia = KUHD kolonial Wetboek van Koophandel
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
1. Hukum tentang orang yang mengatur tentang orang sebagai subjek hukum dan
orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk
melaksanakan haknya tersebut
2. Hukum kekayaan yang meliputi hukum benda, hukum hak immaterial, dan hukum
perikatan
3. Hukum keluarga yang memuat perkawinan, hubungan ortu-anak, perwalian,
pengampuan
4. Hukum kewarisan yang mengatur kekayaan seseorang ketika ia meninggal
MANA YANG LEBIH BAIK, SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT
KUHPer ATAU ILMU PENGETAHUAN?
Lebih baik sistematika hukum perdata menurut Ilmu Pengetahuan. Karena menurut
KUHPer memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
1. Karena BW kita harusnya mengatur materiil saja, tapi nyatanya membahas
formil juga (Pembuktian dan daluarsa)
2. Waris dimasukkan ke dalam buku benda. Padahal:
a. Waris ada hubungan erat dengan keluarga, tidak hanya kekayaan
b. Waris juga harusnya mengenai perikatan
3. Dalam KUHPer tiap bab ada pengertian umum, seharusnya cukup dijabarkan
dalam 1 bab saja.
HUKUM PRIBADI
Hukum pribadi mengatur hak-hak dan kewajiban subjek hukum. Dalam hukum adat
maka subjek hukumnya adalah pribadi kodrati dan pribadi hukum, yaitu pribadi yang
merupakan ciptaan hukum.
Dalam hukum barat (Pasal 2 BW) : seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya,
karena kepentingan tertentu dianggap telah memiliki hak dan kewajiban.
HUKUM PRIBADI MENURUT HUKUM ADAT
1. Pribadi Kodrati Sebagai Subjek Hukum
Pada dasarnya pribadi kodrati telah memiliki hak dan kewajiban sejak lahir
sampai meninggal dunia. Ter Haar menyatakan bahwa “keadaan berhenti sebagai
anak yang tergantung pada orang tua merupakan sat berakhirnya masa belum
dewasa menurut hukum adat bukan lagi saat menikah”
2. Pribadi Hukum Sebagai Subjek Hukum
Sebab adanya pribadi hukum :
1. Adanya suatu kebutuhan untuk memenuhi kepentingan tertentu atas dasar
kegiatan yang dilakukan bersama
2. Adanya tujuan ideal yang perlu dicapai tanpa senantiasa tergantung pada pribadi
kodrati secara perorangan
Download