Sejarah HAM atau hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada abad ke 17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan,dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis. a. Magna Charta (1215) Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan disebut Magna Charta. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris. b. Revolusi Amerika (1276) Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris disebut Revolusi Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini. a) b) c) d) c. Revolusi Prancis (1789) Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits de I'homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite). Dalam perkembangannya, pemahaman mengenai HAM makin luas. Sejak permulaan abad ke-20, konsep hak asasi berkembang menjadi empat macam kebebasan (The Four Freedoms). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Rooselvelt. Keempat macam macam kebebasan itu meliputi: kebebasan untuk beragama (freedom of religion), kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan kebebasan dari ketakutan (freedom from fear). Adapun berdasarkan sejarah perkembangannya, ada tiga generasi hak asasi manusia. a) Generasi pertama adalah hak sipil dan politik yang bermula di dunia Barat (Eropa), contohnya, hak atas hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas kesamaan di muka peradilan, hak kebebasan berpikir dan berpendapat, hak beragama, hak berkumpul, dan hak untuk berserikat. b) Generasi kedua adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya yang diperjuangkan oleh Negara-negara sosialis di Eropa Timur, misalnya, hak atas pekerjaan, hak atas penghasilan yang layak, hak membentuk serikat pekerja, hak atas pangan, kesehatan, hak atas perumahan, hak atas pendidikan, dan hak atas jaminan sosial. c) a. b. c. d. e. f. Generasi ketiga adalah hak perdamaian dan pembangunan yang diperjuangkan oleh negara-negara berkembang (Asia-Afrika). Misalnya, hak bebas dari ancaman musuh, hak setiap bangsa untuk merdeka, hak sederajat dengan bangsa lain, dan hak mendapatkan kedamaian. Hak asasi manusia kini sudah diakui seluruh dunia dan bersifat universal, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi milik Negara Barat saja. Sekarang ini, hak asasi manusia telah menjadi isu kontemporer di dunia. PBB pada tanggal 10 Desember 1948 mencanangkan Declaration Universal of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Bunyi Pasal 1 deklarasi tersebut dengan tegas menyatakan: "Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan kehendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan". Deklarasi tersebut melambangkan komitmen moral dunia internasional pada hak asasi manusia. Deklarasi universal ini kemudian dijadikan pedoman dan standar minimum penegakan hak asasi manusia oleh negara-negara yang tergabung dalam berbagai organisasi dan kelompok regional yang diwujudkan dalam konstitusi atau undangundang dasar setiap negara. Hasil rumusan mengenai hak asasi manusia oleh negara-negara di dunia, antara lain, dijabarkan dalam: Declaration on The Rights of Peoples to Peace (Deklarasi Hak Bangsa atas Perdamaian) oleh negara-negara Dunia Ketiga pada tahun 1984; Bangkok Declaration, diterima oleh negara-negara Asia pada tahun 1993; Deklarasi universal dari negara-negara yang tergabung dalam PBB tahun 1993; African Charter on Human and Peoples Rights (Banjul Charter) oleh negaranegara Afrika yang tergabung dalam Persatuan Afrika (OAU) pada tahun 1981; Declaration on The Rights to Development (Deklarasi Hak atas Pembangunan) pada tahun 1986 oleh negara-negara Dunia Ketiga; Cairo Declaration on Human Rights in Islam oleh negara-negara yang tergabung dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam) tahun 1990. SEJARAH HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir Said Thalib yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia. Pada hakikatnya “Hak Asasi Manusia” terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan. Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang lain. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia. Seperti pada beberapa pasal dan ayat berikut ini : Pasal 27 ayat 1 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” • Pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang” • Pasal 29 ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” • Pasal 30 ayat 1 “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara” • Pasal 31 ayat 1 “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ). 1. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ) • Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat. • Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri. • Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial. • Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi. • Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan. • Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan. • Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak 2. 3. 4. 5. 6. untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ) Periode 1945 – 1950 Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Periode 1950 – 1959 Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi ‘.`wsemangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Periode 1959 – 1966 Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik. Periode 1966 – 1998 Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia. Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM. 5. Periode 1998 – sekarang Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM. Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya. Contoh Kasus Pelanggaran HAM Modus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masuk dalam kategori paling sadis di dunia. Dari mulai penjualan untuk dijadikan budak seks, sampai kekerasan fisik yang menyebabkan korban jiwa. Komisioner Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan Arimbi Heroepoetri dalam keterangan pers di kantornya, Kamis (7/3), menjelaskan bahwa Komnas Perempuan menemukan 14 kasus kekerasan di ranah publik yang paling menonjol adalah kasus perkosaan berkelompok (gang rape) dengan usia korban antara 13-18 tahun dengan latar belakang pendidikan menengah. SEJARAH Kisah sejarah HAM di Indonesia bukan berasal atau diadopsi dari kisah-kisah bangsa lain melainkan berasal dari pengalaman bangsa Indonesia sendiri. Pengalaman yang ditulis dengan tinta darah perjuangan terjadi pada saat masa penjajahan Belanda maupun Jepang. Pada saat itu, hak-hak yang melekat pada masyarakat Indonesia banyak yang diabaikan sehingga yang ada hanyalah tindakan-tindakan tak bermanusiawi. Bukan hanya itu, bila dilihat dari sejarah peradaban manusia, ternyata dapat diketahui bahwa tidak semua manusia itu beradap dan mampu menghargai manusia yang lain. Sebagian manusia tega melakukan kekerasan, mengganggu, merusak dan membunuh manusia yang lainnya yang tentu saja ini merupakan pelanggaran terkait hak asasi manusia. Jika ini dilakukan dalam skala kelompok ataupun negara, maka ini akan menjadi sebuah bentuk penjajahan. Dimulai darisinilah sejatinya sejarah hak asasi manusia itu. Perjuangan HAM di Indonesia pertama kali dilakukan yaitu pada masa prakemerdekaan yang dilakukan oleh Raden Ajeng Kartini, 40 tahun sebelum Indonesia merdeka. Info ini diperoleh berdasarkan tulisan-tulisan RA. Kartini dalam bentuk surat yang berisi pemikirannya tentang pentingnya penegakan HAM di Indonesia (Baca juga: Macam-Macam HAM). Lalu, bagaimana sejarah HAM di Indonesia pasca kemerdekaan? Sejarah HAM di Indonesia pasca kemerdekaan dapat kita bagi menjadi tiga masa atau periode yaitu masa orde lama, masa orde baru dan masa reformasi. A. Sejarah HAM di Indonesia pada masa Orde Lama Perjuangan HAM pada masa ini dilakukan saat sidang BPUPKI dimana dua tokoh pada saat itu yaitu Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman membela HAM agar masuk dalam pembentukan UUD 1945. Namun pada akhirnya hanya sebagian saja penjabaran terkait HAM di UUD 1945. Penjabaran lengkapnya baru akan ada di Konstitusi RIS dan UUDS 1950. B. Sejarah HAM di Indonesia pada masa Orde Baru Pada masa ini, HAM dianggap sebagai pemikiran ala barat yang penerapannya perlu dibatasi. Akibatnya, meskipun pada 1993 ada lembaga Komnas HAM, kinerjanya dalam menegakan HAM di Indonesia tidak bisa bekerja dengan baik akibat adanya pengaruh politik. C. Sejarah HAM di Indonesia pada masa Reformasi Pada masa reformasi, penegakan HAM di Indonesia mulai digalakkan. Ini bisa dilihat dari dokumen-dokumen baru yang berisi tentang HAM sebagai bentuk penyempurnaan terhadap dokumen yang lebih lama. Misalnya adanya amandemen UUD 1945, Berbagai pasal di bawahnya juga di amandemen. Selain itu juga ada berbagai ketetapan pemerintah yang menjelaskan tentang HAM. Anda bisa membacanya lebih lengkap di artikel berjudul Hak Asasi Manusia di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah telah mencerminkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir dan batin yang lebih baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Pancasila telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Hak asasi manusia (HAM) baru disadari dan diperjuangkan keberadaannya setelah adanya filsafat individualisme. Munculnya negara nasional yang pemerintahannya berkuasa penuh terhadap bidang kehidupan masyarakatnya, ternyata membuka mata manusia betapa pentingnya wakil rakyat dalam menjalankan pemerintahan untuk menjamin kepentingan orang perseorangan. Dalam hal ini agama juga menjelaskan bahwa semua manusia sama derajatnya selaku ciptaan Tuhan. Sebagai warga negara yang baik kita harus menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian HAM? 2. Apa pengertian Pancasila? 3. Apa yang dimaksud HAM dalam Pancasila? BAB II PEMBAHASAN II.1 PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) HAM lahir sejak manusia sadar akan hak yang dimilikinya dan kedudukannya sebagai subjek hukum. Akan tetapi HAM baru mendapat perhatian penyelidikan ilmu pengetahuan, sejak HAM mulai berkembang dan mulai diperjuangkan terhadap serangan atau bahaya, yang timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh bentukan masyarakat yang dinamakan negara (state). Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 ditegaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara. II.1.1 Macam-Macam HAM Hak-hak asasi manusia dapat dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut: a. Personal Right, yaitu hak pribadi meliputi kebebasan menyatakan pendapat,kebebasan memeluk agama, keamanan, dan lain sebagainya. b. Property Right, yaitu hak ekonomi hak untuk memiliki sesuatu, membeli atau menjual serta memanfaatkannya,mengadakan janji dagang dan sebagainya tanpa campur tangan pemerintah yang berlebihan, kecuali peraturan bea cukai, pajak dan peraturan perdagangan pemerintahan. c. Right of legal Equality, yaitu hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. d. Political Right, yaitu hak asasi politik untuk ikut serta dalam pemerintahan, seperti turut memilih dan dipilih, mendirikan partai politik, mengadakan petisi, demonstrasi, berkumpul, dan sebagainya. e. Social and Culture Right, yaitu hak masyarakat dan budaya misalnya hak untuk memilih pendidikan, pengajaran dan mengembangkan kebudayaan disukai serta mengamalkannya dalam masyarakat. f. Procedural Rights, yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan dalam hal penangkapan, penggeledahan dan vonis. a. b. c. d. Dari 43 jenis konvensi yang berhasil dirumuskan berbagai komite PBB yang berhubungan dengan HAM, maka konvensi dapat dikelompokan menjadi 4 sifat konvensi, yaitu sebagai berikut: Konvensi yang bersifat universal, misalnya hak pribadi untuk hidup dan berusaha. Konvensi yang bersifat khusus, misalnya kejahatan perang atau pemusnahan kemanusiaan. Konvensi yang bersifat perlindungan, misalnya perlindungan hak minoritas dan orang asing. Konvensi yang bersifat deskriminasi, misalnya perbedaan kelas, ras, suku dan sebagainya. II.1.2 Tujuan Pendidikan Hak Asasi Manusia a. Tujuan umum pendidikan Hak asasi manusia Berdasarkan temuan pengembangan model tujuan pendidikan HAM adalah untuk meningkatkan, mengembangkan dan melestarikan serta mempraktekkan atau menerapkan nilai-nilai HAM dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Sehingga dapat mengembangkan pengertian kritis seseorang baik terhadap situasi hidup dirinya maupun orang lain mengenai batasan serta struktur yang menghalangi pelaksanaan hak serta kebebasan mereka sepenuhnya. b. Tujuan khusus pendidikan Hak Asasi Manusia adalah; 1. Sosialisasi nilai-nilai HAM melalui jalur sekolah dan luar sekolah agar masyarakat mengetahui tentang nilai-nilai HAM. 2. Meningkatkan peran serta dan pengetahuan peserta didik tentang nilai-nilai HAM. 3. Mengembangkan berbagai model pembelajaran untuk memperluas dan mepermudah pemahaman dan pelaksanaan HAM. 4. Melestarikan berbagai nilai HAM dalam kehidupan bersama sebagai warisan kepada generasi berikutnya sehingga semakin mentradisi prilaku yang sejalan dengan HAM. 5. Menunjukkan dan menerapkan berbagai cara hidup yang sejalan dengan tuntutan nilai-nilai HAM. 6. Pendidikan HAM di sekolah menenekankan hak-hak anak, hak-hak wanita,prilaku non diskriminatif, sikap anti kekerasan dan penyiksaan, hak-hak sipil dan politik warga negara dan hak-hak ekonomi,sosial dan budaya. Penekanan ini bertujuan mendukung proses reformasi politik ekonomi dan hukum dalam rangka demokratisasi dan pengembangan masyarakat warga. Dasar hukum yang digunakan untuk pendidikan HAM adalah: a. b. c. Pancasila sebagai landasan idiil. UUD 1945 sebagai landasan konstitusi. UUD No. 7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai pengahapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, 24 juli 1984. d. UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. e. f. Tap MPR RI No. XVII/MPR 1998 tentang Hak Asas Manusia 13 November 1998. UU pengesahan perjanjian internasional No.24 tahun 2000. II.1.3 Pelanggaran HAM Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi. Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM). II.1.4 Pengadilan HAM Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM meliputi : a. b. c. d. e. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. 1. Kejahatan genosida Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara : Membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. 2. Kejahatan terhadap kemanusiaan Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; penyiksaan; perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid. Dalam penjelasan pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM). Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM). II.2 PENGERTIAN PANCASILA a. b. c. d. 1. 2. 3. 4. Secara arti kata pancasila mengandung arti, panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti “dasar”. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar. Sifat dari pancasila adalah imperative atau memaksa, siapa saja yang berada diwilayah NKRI, wajib mentaati pancasila serta mengamalkannya tanpa persyaratan. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Dalam penjelasan resmi dari pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung empat pokok-pokok pikiran sebagai berikut: Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasar atas Persatuan; Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; Negara Indonesia adalah Negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan; Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Asas pokok pembentukan pemerintahan Negara Indonesia terletak pada bagian alinea ke-4 dari pembukaan UUD 1945. Pada alenia ke-4 ini bisa di bagi dalam 4 pokok: Tentang hal tujuan Negara indonesia, tercantum dalam kalimat “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Tentang hal ketentuan diadakanya Undang-Undang Dasar tarcantum dalam kalimat yang berbunyi: “maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”. Tentang hal bentuk Negara, dalam kalimat: “yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar Pancasila”. Tentang hal Dasar Falsafah Negara Pancasila. Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 itu sebagian besar bahan-bahanya berasal dari Naskah Rancangan Pembukaan UUD yang disusun oleh Panitia Perumus (panitia kecil) yang beranggotakan 9 orang yang diketua oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945 di Jakarta. II.3 HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM PANCASILA Hak-hak asasi manusia dalam Pancasila dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan terperinci di dalam batang tubuh UUD 1945 yang merupakan hukum dasar konstitusional dan fundamental tentang dasar filsafat negara Republik Indonesia serta pedoman hidup bangsa Indonesia, terdapat pula ajaran pokok warga negara Indonesia. Yang pertama ialah perumusan ayat ke 1 pembukaan UUD tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa didunia. Hubungan HAM dengan Pembukaan ini, diperlihatkan dengan secara khusus hak asasi kemerdekaan segala bangsa dan tujuan negara. 1. 2. 3. 4. 5. Hubungan antara Hak Asasi Manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut : Sila ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama , melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang. Sila persatuan indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. BAB III KESIMPULAN Dapat dilihat dengan sadar bahwa Pancasila adalah pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia serta bisa dirasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaaan masyarakat dan Negara Republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Oleh karena itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.Dengan demikian Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia akan mempunyai arti nyata bagi rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Untuk itu perlu usaha yang sungguh-sungguh dan terus-menerus demi terlaksananya penghayatan dan pengamalan Pancasila. Demikianlah manusia dan Bangsa Indonesia menjamin kelestarian dan kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, serta penuh gelora membangun masyarakat yang maju, sejahtera, adil dan makmur. Pancasila sebagai dasar hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia mengandung isi yang bermoral dan mengangkat martabat rakyat Indonesia dengan tidak melihat ras,suku, dan agama. Dengan memandang secara rata dan mengedepankan hak asasi manusia dalam ketuhanan Yang Maha Esa,kemanusiaan yang adil dan beradab, kesatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. PENGADILAN HAM erbedaan yang pertama dapat dilihat dari perbedaan pengertian dari Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc itu sendiri. Walaupun pada dasarnya, keduanya sama-sama merupakan pengadilan yang mengatasi kejahatan atau pun pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Pengadilan HAM Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus untuk mengatasi atau memproses kejahatan maupun pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi, baik yang bersifat pelanggaran ringan maupun pelanggaran berat. Pengadilan HAM juga salah satu Pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan HAM Ad Hoc Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pengadilan yang dibentuk dan memiliki wewenang untuk memproses kejahatan atau pelanggaran HAM yang dilakukan seseorang atau kelompok yang bersifat pelanggaran berat saja dan juga merugikan. Pengadilan HAM Ad Hoc juga ditujukan untuk memelihara perdamaian dan juga memberikan perasaan aman dan juga adil bagi setiap orang atau pun kelompok yang bersangkutan. 2. Sifat Perbedaan kedua dari Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc adalah dari sifat kedua pengadilan yang dibentuk tersebut. Memang keduanya merupakan Pengadilan yang dibentuk dan didasarkan pada UU No. 26 Tahun 2000 tentang peradilan HAM yang diberlakukan di Indonesia. Namun dari landasan hukum tersebut pula dapat dilihat sifat dari kedua Pengadilan HAM yang berlaku di Indonesia. Pengadilan HAM bersifat tetap atau permanen untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi, baik yang bersifat ringan maupun berat. Selama landasan hukumnya masih berlaku dan tidak merubah kewenangan dari Peradilan HAM, maka kedudukannya akan tetap sama dan tetap di Indonesia. Berbeda dengan Pengadilan HAM Ad Hoc dimana memiliki sifat yang tidak tetap atau tidak permanen. Pengadilan HAM Ad Hoc akan dibentuk ketika ada pelanggaran atau kejahatan HAM yang bersifat berat dan merugikan saja, serta peristiwa-peristiwa tertentu saja. Artinya bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc bersifat sementara hingga kasus atau peristiwa yang ditangani dianggap telah selesai diadili. 3. Kejahatan atau Pelanggaran HAM yang Ditangani Kejahatan atau jenis-jenis pelanggaran HAM sendiri sebenarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu: Ordinary Crimes yaitu kejahatan umum seperti pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penganiayaan, penyiksaan, perkosaan, dan lain sebagainya. Extraordinary Crimes yaitu kejahatan atau pelanggaran berat atau tidak umum, seperti kejahatan genocida, war crime, dan lain sebagainya. Dilihat dari kedua jenis tersebut, pelanggaran atau kejahatan HAM yang ditangani oleh Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc pastinya berbeda. Secara umumnya, Pengadilan HAM akan menangani kejahatan atau pelanggaran HAM yang termasuk kedalam Ordinary Crimes saja, sedangkan Pengadilan HAM Ad Hoc akan menangani kejahatan atau pelanggaran yang termasuk kedalam Extraordinary Crimes. Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat dilacak dalam Pembukaan UUD NRI 1945, Batang Tubuh UUD NRI 1945, Tap-Tap MPR dan Undang-undang. Hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD NRI 1945 masih bersifat sangat umum, uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD NRI 1945, antara lain: Hak atas kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2); Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1); Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28); Hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 34). Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD NRI 1945, antara lain: pertama, UUD NRI 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara eksplisit menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak warga negara. Kedua, Mengingat UUD NRI 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak pengaturan konstitusi RIS dan UUD NRIS 1950, namun mendelegasikan pengaturannya dalam bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan Presiden. Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Tap MPR ini memuat Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia serta Piagam Hak Asasi Manusia. Bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia, terdiri dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia. Bagian Piagam Hak Asasi Manusia terdiri dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10 bab 44 pasal Pasal-pasal Piagam HAM ini mengatur secara eksplisit antara lain: 1. Hak untuk hidup 2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan 3. Hak mengembangkan diri 4. Hak keadilan 5. Hak kemerdekaan 6. Hak atas kebebasan informasi 7. Hak keamanan 8. Hak kesejahteraan 9. Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara 10. Hak perlindungan dan pemajuan. Catatan penting tentang ketetapan MPR tentang HAM ini adalah Tap ini merupakan upaya penjabaran lebih lanjut tentang HAM yang bersumber pada UUD NRI 1945 dengan mempertimbangkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kemudian kita juga perlu memahami mengenai konsep generasi Hak Asasi Manusia (“HAM”) yang berkembang di dunia, Max Boli Sabon (hal.31-33) membagi menjadi 3 generasi yaitu: 1. Generasi pertama: Hak Sipil dan Politik (“Hak Sipol”). Hak sipil contohnya adalah: a. b. c. d. e. f. hak untuk menentukan nasib sendiri; hak untuk hidup; hak untuk tidak dihukum mati; hak untuk tidak disiksa; hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang; hak atas peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak. Hak politik contohnya adalah: a. b. c. d. e. hak untuk berekspresi atau menyampaikan pendapat; hak untuk berkumpul dan berserikat; hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan hukum; hak untuk memilih dan dipilih; hak untuk duduk dalam pemerintahan. Hak Sipol ini dituangkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (“UU Sipol”) 2. Generasi kedua: Hak Ekonomi, sosial, dan kebudayaan (“Hak Ekosob”) Hak ekonomi contohnya adalah: a. b. c. d. e. f. hak untuk bekerja; hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan yang sama; hak untuk tidak dipaksa bekerja; hak untuk cuti; hak atas makanan dan perumahan; hak atas kesehatan. Hak sosial contohnya adalah: a. hak atas jaminan sosial; b. hal atas tunjangan keluarga; c. hak atas pelayanan sosial; d. hak atas jaminan saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjanda, mencapai usia lanjut; e. hak ibu dan anak untuk mendapat perawatan dan bantuan istimewa; f. hak perlindungan sosial bagi anak-anak di luar perkawinan. Hak kebudayaan contohnya adalah: a. b. c. d. hak atas pendidikan; hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan; hak untuk menikmati kemajuam ilmu pengetahuan; hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta. Hak Ekosob ini dituangkan dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dan telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (“UU Ekosob”). 3. Generasi ketiga: mencakup enam macam hak, yaitu: a. hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan; b. hak atas pembangunan ekonomi dan sosial; c. hak untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind), serta informasi-informasi dan kemajuan lain; d. hak atas perdamaian; e. hak atas lingkungan yang sehat; f. hak atas bantuan kemanusiaan. 4. Generasi keempat: satu generasi ini diusung oleh Jimly Ashiddique, dimana menurutnya dalam bukunya Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (hal. 209-228) HAM generasi pertama sampai ketiga hanya konsep HAM yang dilihat dari perspektif vertikal yaitu hubungan antara rakyat dengan penguasa. Sedangkan hak generasi keempat adalah konsepsi hak asasi manusia yang dilihat dari perspektif yang bersifat horizontal. Menurutnya, melihat perkembangan zaman ini muncul tiga kelompok kekuasaan horizontal, yaitu kekuasaan negara di satu pihak, kekuasaan ekonomi (kapitalisme global/perusahaan multinasional di lain pihak, dan kekuasaan masyarakat madani di lain pihak lagi. Singkatnya ada tiga kelompok kekuasaan yang saling berpengaruh yaitu state, market, dan civil society, termasuk nongovernmental organizaton (NGO/LSM). Dengan demikian, hak generasi keempat adalah hak kelompok yang satu untuk tidak ditindas oleh yang lain, baik antar kelompok maupun intrakelompok, dalam pola hubungan horizontal.