Uploaded by vuvu

HAM

advertisement
Sejarah HAM atau hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa).
Seorang filsuf Inggris pada abad ke 17, John Locke, merumuskan adanya hak
alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas
hidup, hak kebebasan,dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas pada
bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai
adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi
Amerika, dan Revolusi Prancis.
a. Magna Charta (1215)
Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan disebut
Magna Charta. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada
para bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa
adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas
bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat
itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem
konstitusional Inggris.
b. Revolusi Amerika (1276)
Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris disebut
Revolusi Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan
Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari
revolusi ini.
a)
b)
c)
d)
c. Revolusi Prancis (1789)
Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri
(Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des
droits de I'homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara)
dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas
kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite). Dalam
perkembangannya, pemahaman mengenai HAM makin luas. Sejak permulaan abad
ke-20, konsep hak asasi berkembang menjadi empat macam kebebasan (The Four
Freedoms). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Amerika Serikat,
Franklin D. Rooselvelt.
Keempat macam macam kebebasan itu meliputi:
kebebasan untuk beragama (freedom of religion),
kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech),
kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan
kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
Adapun berdasarkan sejarah perkembangannya, ada tiga generasi hak asasi
manusia.
a)
Generasi pertama adalah hak sipil dan politik yang bermula di dunia Barat
(Eropa), contohnya, hak atas hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas
kesamaan di muka peradilan, hak kebebasan berpikir dan berpendapat, hak
beragama, hak berkumpul, dan hak untuk berserikat.
b)
Generasi kedua adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya yang diperjuangkan oleh
Negara-negara sosialis di Eropa Timur, misalnya, hak atas pekerjaan, hak atas
penghasilan yang layak, hak membentuk serikat pekerja, hak atas pangan,
kesehatan, hak atas perumahan, hak atas pendidikan, dan hak atas jaminan sosial.
c)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Generasi ketiga adalah hak perdamaian dan pembangunan yang diperjuangkan
oleh negara-negara berkembang (Asia-Afrika). Misalnya, hak bebas dari ancaman
musuh, hak setiap bangsa untuk merdeka, hak sederajat dengan bangsa lain, dan
hak mendapatkan kedamaian.
Hak asasi manusia kini sudah diakui seluruh dunia dan bersifat universal, meliputi
berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi milik Negara Barat saja.
Sekarang ini, hak asasi manusia telah menjadi isu kontemporer di dunia. PBB pada
tanggal 10 Desember 1948 mencanangkan Declaration Universal of Human
Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Bunyi Pasal 1 deklarasi tersebut
dengan tegas menyatakan: "Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan
kehendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan". Deklarasi tersebut
melambangkan komitmen moral dunia internasional pada hak asasi manusia.
Deklarasi universal ini kemudian dijadikan pedoman dan standar minimum
penegakan hak asasi manusia oleh negara-negara yang tergabung dalam berbagai
organisasi dan kelompok regional yang diwujudkan dalam konstitusi atau undangundang dasar setiap negara. Hasil rumusan mengenai hak asasi manusia oleh
negara-negara di dunia, antara lain, dijabarkan dalam:
Declaration on The Rights of Peoples to Peace (Deklarasi Hak Bangsa atas
Perdamaian) oleh negara-negara Dunia Ketiga pada tahun 1984;
Bangkok Declaration, diterima oleh negara-negara Asia pada tahun 1993;
Deklarasi universal dari negara-negara yang tergabung dalam PBB tahun 1993;
African Charter on Human and Peoples Rights (Banjul Charter) oleh negaranegara Afrika yang tergabung dalam Persatuan Afrika (OAU) pada tahun 1981;
Declaration on The Rights to Development (Deklarasi Hak atas Pembangunan)
pada tahun 1986 oleh negara-negara Dunia Ketiga;
Cairo Declaration on Human Rights in Islam oleh negara-negara yang tergabung
dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam) tahun 1990.
SEJARAH HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak
awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa
pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi
manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain
sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan
seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di
Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga
diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang
lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir Said Thalib yang tewas
dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
Pada hakikatnya “Hak Asasi Manusia” terdiri atas dua hak dasar yang paling
fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah
lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia
lainnya sulit akan ditegakkan.
Mengingat begitu pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia
bagi setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu
pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan
perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan
keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang lain.
HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi
kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum
dalam UUD 1945 Republik Indonesia.
Seperti pada beberapa pasal dan ayat berikut ini :

Pasal 27 ayat 1 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”
• Pasal 28 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
• Pasal 29 ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”
• Pasal 30 ayat 1 “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara”
• Pasal 31 ayat 1 “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”
Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia
Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di
masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama.
Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan
Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan HAM pemikiran
HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 –
1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ).
1. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
• Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui
petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan
yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam
bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
• Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib
sendiri.
• Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan
yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
• Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme
lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang
berkenan dengan alat produksi.
• Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak
kemerdekaan.
• Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh
kemerdekaan.
• Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak
2.
3.
4.
5.
6.
untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat
dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam
penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang
BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam
sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka
hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk
agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk
mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka,
hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak
kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran
HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan
dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen
terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat
Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan
partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945.
Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan
periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan
momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi
‘.`wsemangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di
kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan
aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu
“ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek.
Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya
masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul
menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol
yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang
HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang
memberikan ruang kebebasan.
Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan
berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden
melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun
dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi
pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat
untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai
seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun
1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan
HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya
pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang
merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna
melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS
1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan
dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta
Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an
persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi
dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang
dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap
defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk
pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang
tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal
HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu
dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah
ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara –
Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti
Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran,
pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan
masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan
masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang
dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional
terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus
Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak
memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi
pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap
tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif
pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993
tertanggal 7 Juni 1993.Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki
pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada
pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
5. Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat
besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai
dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang
beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan
penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan
pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan
ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi
dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap
status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap
penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang
HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ),
ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan
ketentuan perundang – undangam lainnya.
Contoh Kasus Pelanggaran HAM
Modus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masuk dalam kategori paling
sadis di dunia. Dari mulai penjualan untuk dijadikan budak seks, sampai kekerasan
fisik yang menyebabkan korban jiwa.
Komisioner Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan Arimbi Heroepoetri
dalam keterangan pers di kantornya, Kamis (7/3), menjelaskan bahwa Komnas
Perempuan menemukan 14 kasus kekerasan di ranah publik yang paling menonjol
adalah kasus perkosaan berkelompok (gang rape) dengan usia korban antara 13-18
tahun dengan latar belakang pendidikan menengah.
SEJARAH
Kisah sejarah HAM di Indonesia bukan berasal atau diadopsi dari kisah-kisah bangsa lain
melainkan berasal dari pengalaman bangsa Indonesia sendiri. Pengalaman yang ditulis
dengan tinta darah perjuangan terjadi pada saat masa penjajahan Belanda maupun Jepang.
Pada saat itu, hak-hak yang melekat pada masyarakat Indonesia banyak yang diabaikan
sehingga yang ada hanyalah tindakan-tindakan tak bermanusiawi.
Bukan hanya itu, bila dilihat dari sejarah peradaban manusia, ternyata dapat
diketahui bahwa tidak semua manusia itu beradap dan mampu menghargai manusia
yang lain. Sebagian manusia tega melakukan kekerasan, mengganggu, merusak
dan membunuh manusia yang lainnya yang tentu saja ini merupakan pelanggaran
terkait hak asasi manusia. Jika ini dilakukan dalam skala kelompok ataupun negara,
maka ini akan menjadi sebuah bentuk penjajahan. Dimulai darisinilah
sejatinya sejarah hak asasi manusia itu.
Perjuangan HAM di Indonesia pertama kali dilakukan yaitu pada masa prakemerdekaan yang dilakukan oleh Raden Ajeng Kartini, 40 tahun sebelum Indonesia
merdeka. Info ini diperoleh berdasarkan tulisan-tulisan RA. Kartini dalam bentuk
surat yang berisi pemikirannya tentang pentingnya penegakan HAM di Indonesia
(Baca juga: Macam-Macam HAM).
Lalu, bagaimana sejarah HAM di Indonesia
pasca kemerdekaan?
Sejarah HAM di Indonesia pasca kemerdekaan dapat kita bagi menjadi tiga masa
atau periode yaitu masa orde lama, masa orde baru dan masa reformasi.
A. Sejarah HAM di Indonesia pada masa Orde Lama
Perjuangan HAM pada masa ini dilakukan saat sidang BPUPKI dimana dua tokoh
pada saat itu yaitu Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman membela HAM agar
masuk dalam pembentukan UUD 1945. Namun pada akhirnya hanya sebagian saja
penjabaran terkait HAM di UUD 1945. Penjabaran lengkapnya baru akan ada di
Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
B. Sejarah HAM di Indonesia pada masa Orde Baru
Pada masa ini, HAM dianggap sebagai pemikiran ala barat yang penerapannya
perlu dibatasi. Akibatnya, meskipun pada 1993 ada lembaga Komnas HAM,
kinerjanya dalam menegakan HAM di Indonesia tidak bisa bekerja dengan baik
akibat adanya pengaruh politik.
C. Sejarah HAM di Indonesia pada masa Reformasi
Pada masa reformasi, penegakan HAM di Indonesia mulai digalakkan. Ini bisa dilihat
dari dokumen-dokumen baru yang berisi tentang HAM sebagai bentuk
penyempurnaan terhadap dokumen yang lebih lama. Misalnya adanya amandemen
UUD 1945, Berbagai pasal di bawahnya juga di amandemen. Selain itu juga ada
berbagai ketetapan pemerintah yang menjelaskan tentang HAM. Anda bisa
membacanya lebih lengkap di artikel berjudul Hak Asasi Manusia di Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah telah mencerminkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang
memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar
kehidupan lahir dan batin yang lebih baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Pancasila telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang
telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan yang mampu
memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Hak asasi manusia (HAM) baru disadari dan diperjuangkan keberadaannya setelah adanya filsafat
individualisme. Munculnya negara nasional yang pemerintahannya berkuasa penuh terhadap bidang
kehidupan masyarakatnya, ternyata membuka mata manusia betapa pentingnya wakil rakyat dalam
menjalankan pemerintahan untuk menjamin kepentingan orang perseorangan.
Dalam hal ini agama juga menjelaskan bahwa semua manusia sama derajatnya selaku
ciptaan Tuhan. Sebagai warga negara yang baik kita harus menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia
tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian HAM?
2. Apa pengertian Pancasila?
3. Apa yang dimaksud HAM dalam Pancasila?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
HAM lahir sejak manusia sadar akan hak yang dimilikinya dan kedudukannya sebagai subjek
hukum. Akan tetapi HAM baru mendapat perhatian penyelidikan ilmu pengetahuan, sejak HAM
mulai berkembang dan mulai diperjuangkan terhadap serangan atau bahaya, yang timbul dari
kekuasaan yang dimiliki oleh bentukan masyarakat yang dinamakan negara (state).
Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 ditegaskan bahwa Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
Negara.
II.1.1 Macam-Macam HAM
Hak-hak asasi manusia dapat dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut:
a.
Personal Right, yaitu hak pribadi meliputi kebebasan menyatakan pendapat,kebebasan memeluk
agama, keamanan, dan lain sebagainya.
b. Property Right, yaitu hak ekonomi hak untuk memiliki sesuatu, membeli atau menjual serta
memanfaatkannya,mengadakan janji dagang dan sebagainya tanpa campur tangan pemerintah yang
berlebihan, kecuali peraturan bea cukai, pajak dan peraturan perdagangan pemerintahan.
c. Right of legal Equality, yaitu hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan.
d.
Political Right, yaitu hak asasi politik untuk ikut serta dalam pemerintahan, seperti turut memilih
dan dipilih, mendirikan partai politik, mengadakan petisi, demonstrasi, berkumpul, dan sebagainya.
e. Social and Culture Right, yaitu hak masyarakat dan budaya misalnya hak untuk memilih
pendidikan, pengajaran dan mengembangkan kebudayaan disukai serta mengamalkannya dalam
masyarakat.
f. Procedural Rights, yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
dalam hal penangkapan, penggeledahan dan vonis.
a.
b.
c.
d.
Dari 43 jenis konvensi yang berhasil dirumuskan berbagai komite PBB yang berhubungan dengan
HAM, maka konvensi dapat dikelompokan menjadi 4 sifat konvensi, yaitu sebagai berikut:
Konvensi yang bersifat universal, misalnya hak pribadi untuk hidup dan berusaha.
Konvensi yang bersifat khusus, misalnya kejahatan perang atau pemusnahan kemanusiaan.
Konvensi yang bersifat perlindungan, misalnya perlindungan hak minoritas dan orang asing.
Konvensi yang bersifat deskriminasi, misalnya perbedaan kelas, ras, suku dan sebagainya.
II.1.2 Tujuan Pendidikan Hak Asasi Manusia
a. Tujuan umum pendidikan Hak asasi manusia
Berdasarkan temuan pengembangan model tujuan pendidikan HAM adalah untuk meningkatkan,
mengembangkan dan melestarikan serta mempraktekkan atau menerapkan nilai-nilai HAM dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Sehingga dapat mengembangkan pengertian
kritis seseorang baik terhadap situasi hidup dirinya maupun orang lain mengenai batasan serta
struktur yang menghalangi pelaksanaan hak serta kebebasan mereka sepenuhnya.
b.
Tujuan khusus pendidikan Hak Asasi Manusia adalah;
1.
Sosialisasi nilai-nilai HAM melalui jalur sekolah dan luar sekolah agar masyarakat mengetahui
tentang nilai-nilai HAM.
2.
Meningkatkan peran serta dan pengetahuan peserta didik tentang nilai-nilai HAM.
3.
Mengembangkan berbagai model pembelajaran untuk memperluas dan mepermudah pemahaman
dan pelaksanaan HAM.
4.
Melestarikan berbagai nilai HAM dalam kehidupan bersama sebagai warisan kepada generasi
berikutnya sehingga semakin mentradisi prilaku yang sejalan dengan HAM.
5.
Menunjukkan dan menerapkan berbagai cara hidup yang sejalan dengan tuntutan nilai-nilai HAM.
6.
Pendidikan HAM di sekolah menenekankan hak-hak anak, hak-hak wanita,prilaku non diskriminatif,
sikap anti kekerasan dan penyiksaan, hak-hak sipil dan politik warga negara dan hak-hak
ekonomi,sosial dan budaya. Penekanan ini bertujuan mendukung proses reformasi politik ekonomi
dan hukum dalam rangka demokratisasi dan pengembangan masyarakat warga.
Dasar hukum yang digunakan untuk pendidikan HAM adalah:
a.
b.
c.
Pancasila sebagai landasan idiil.
UUD 1945 sebagai landasan konstitusi.
UUD No. 7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai pengahapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita, 24 juli 1984.
d. UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
e.
f.
Tap MPR RI No. XVII/MPR 1998 tentang Hak Asas Manusia 13 November 1998.
UU pengesahan perjanjian internasional No.24 tahun 2000.
II.1.3 Pelanggaran HAM
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi. Manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan
tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
II.1.4 Pengadilan HAM
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
1. Kejahatan genosida
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama,
dengan cara :
Membunuh anggota kelompok;
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik
seluruh atau sebagiannya;
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
pembunuhan;
pemusnahan;
perbudakan;
pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
penyiksaan;
perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
penghilangan orang secara paksa; atau
kejahatan apartheid.
Dalam penjelasan pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa
sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh
pengakuan atau keterangan dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang
telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam
atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap
bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan
dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal
1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan
seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM).
II.2 PENGERTIAN PANCASILA
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.
Secara arti kata pancasila mengandung arti, panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti
“dasar”. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar.
Sifat dari pancasila adalah imperative atau memaksa, siapa saja yang berada diwilayah NKRI,
wajib mentaati pancasila serta mengamalkannya tanpa persyaratan. Pancasila adalah pandangan
hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan
masyarakat dan negara Republik Indonesia. Dalam penjelasan resmi dari pembukaan UUD 1945
disebutkan bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung empat pokok-pokok pikiran sebagai
berikut:
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasar atas
Persatuan;
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
Negara Indonesia adalah Negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan;
Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Asas pokok pembentukan pemerintahan Negara Indonesia terletak pada bagian alinea ke-4 dari
pembukaan UUD 1945. Pada alenia ke-4 ini bisa di bagi dalam 4 pokok:
Tentang hal tujuan Negara indonesia, tercantum dalam kalimat “Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Tentang hal ketentuan diadakanya Undang-Undang Dasar tarcantum dalam kalimat yang berbunyi:
“maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia”.
Tentang hal bentuk Negara, dalam kalimat: “yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar Pancasila”.
Tentang hal Dasar Falsafah Negara Pancasila. Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
telah disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945
itu sebagian besar bahan-bahanya berasal dari Naskah Rancangan Pembukaan UUD yang disusun
oleh Panitia Perumus (panitia kecil) yang beranggotakan 9 orang yang diketua oleh Ir. Soekarno
pada tanggal 22 Juni 1945 di Jakarta.
II.3 HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM PANCASILA
Hak-hak asasi manusia dalam Pancasila dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan
terperinci di dalam batang tubuh UUD 1945 yang merupakan hukum dasar konstitusional dan
fundamental tentang dasar filsafat negara Republik Indonesia serta pedoman hidup bangsa
Indonesia, terdapat pula ajaran pokok warga negara Indonesia. Yang pertama ialah perumusan ayat
ke 1 pembukaan UUD tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa didunia.
Hubungan HAM dengan Pembukaan ini, diperlihatkan dengan secara khusus hak asasi kemerdekaan
segala bangsa dan tujuan negara.
1.
2.
3.
4.
5.
Hubungan antara Hak Asasi Manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan sebagai berikut :
Sila ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama , melaksanakan
ibadah dan menghormati perbedaan agama.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan
yang sama dalam hukum serta serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat
jaminan dan perlindungan undang-undang.
Sila persatuan indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan
semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan
pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia
bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis.
Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya
tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi
pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat dilihat dengan sadar bahwa Pancasila adalah pandangan hidup Bangsa dan Dasar
Negara Republik Indonesia serta bisa dirasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaaan
masyarakat dan Negara Republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan
Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Oleh
karena itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara
Negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga
kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.Dengan demikian
Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia akan mempunyai
arti nyata bagi rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan kehidupan kemasyarakatan dan
kenegaraan. Untuk itu perlu usaha yang sungguh-sungguh dan terus-menerus demi terlaksananya
penghayatan dan pengamalan Pancasila.
Demikianlah manusia dan Bangsa Indonesia menjamin kelestarian dan kelangsungan hidup
Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila,
serta penuh gelora membangun masyarakat yang maju, sejahtera, adil dan makmur. Pancasila
sebagai dasar hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia mengandung isi yang bermoral dan
mengangkat martabat rakyat Indonesia dengan tidak melihat ras,suku, dan agama. Dengan
memandang secara rata dan mengedepankan hak asasi manusia dalam ketuhanan Yang Maha
Esa,kemanusiaan yang adil dan beradab, kesatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
PENGADILAN HAM
erbedaan yang pertama dapat dilihat dari perbedaan pengertian dari Pengadilan HAM dan Pengadilan
HAM Ad Hoc itu sendiri. Walaupun pada dasarnya, keduanya sama-sama merupakan pengadilan yang
mengatasi kejahatan atau pun pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.

Pengadilan HAM
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus untuk mengatasi atau memproses kejahatan maupun
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi, baik yang bersifat pelanggaran ringan maupun pelanggaran
berat. Pengadilan HAM juga salah satu Pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan Peradilan Umum.

Pengadilan HAM Ad Hoc
Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pengadilan yang dibentuk dan memiliki wewenang untuk
memproses kejahatan atau pelanggaran HAM yang dilakukan seseorang atau kelompok yang bersifat
pelanggaran berat saja dan juga merugikan. Pengadilan HAM Ad Hoc juga ditujukan untuk memelihara
perdamaian dan juga memberikan perasaan aman dan juga adil bagi setiap orang atau pun kelompok yang
bersangkutan.
2.
Sifat
Perbedaan kedua dari Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc adalah dari sifat kedua pengadilan
yang dibentuk tersebut. Memang keduanya merupakan Pengadilan yang dibentuk dan didasarkan pada UU
No. 26 Tahun 2000 tentang peradilan HAM yang diberlakukan di Indonesia. Namun dari landasan hukum
tersebut pula dapat dilihat sifat dari kedua Pengadilan HAM yang berlaku di Indonesia.
Pengadilan HAM bersifat tetap atau permanen untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran HAM yang
terjadi, baik yang bersifat ringan maupun berat. Selama landasan hukumnya masih berlaku dan tidak
merubah kewenangan dari Peradilan HAM, maka kedudukannya akan tetap sama dan tetap di Indonesia.
Berbeda dengan Pengadilan HAM Ad Hoc dimana memiliki sifat yang tidak tetap atau tidak permanen.
Pengadilan HAM Ad Hoc akan dibentuk ketika ada pelanggaran atau kejahatan HAM yang bersifat berat
dan merugikan saja, serta peristiwa-peristiwa tertentu saja. Artinya bahwa Pengadilan HAM Ad Hoc
bersifat sementara hingga kasus atau peristiwa yang ditangani dianggap telah selesai diadili.
3.
Kejahatan atau Pelanggaran HAM yang Ditangani
Kejahatan atau jenis-jenis pelanggaran HAM sendiri sebenarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu:


Ordinary Crimes yaitu kejahatan umum seperti pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penganiayaan,
penyiksaan, perkosaan, dan lain sebagainya.
Extraordinary Crimes yaitu kejahatan atau pelanggaran berat atau tidak umum, seperti
kejahatan genocida, war crime, dan lain sebagainya.
Dilihat dari kedua jenis tersebut, pelanggaran atau kejahatan HAM yang ditangani oleh Pengadilan HAM
dan Pengadilan HAM Ad Hoc pastinya berbeda. Secara umumnya, Pengadilan HAM akan menangani
kejahatan atau pelanggaran HAM yang termasuk kedalam Ordinary Crimes saja, sedangkan Pengadilan
HAM Ad Hoc akan menangani kejahatan atau pelanggaran yang termasuk kedalam Extraordinary Crimes.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat
dilacak dalam Pembukaan UUD NRI 1945, Batang Tubuh UUD NRI 1945, Tap-Tap
MPR dan Undang-undang. Hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD NRI 1945
masih bersifat sangat umum, uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD
NRI 1945, antara lain: Hak atas kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak
kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2); Hak atas kedudukan yang sama di dalam
hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1); Hak atas kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28); Hak atas pendidikan (Pasal 31
ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal
34). Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD NRI 1945, antara
lain: pertama, UUD NRI 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara
eksplisit menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak
warga negara. Kedua, Mengingat UUD NRI 1945 tidak mengatur ketentuan HAM
sebanyak pengaturan konstitusi RIS dan UUD NRIS 1950, namun mendelegasikan
pengaturannya dalam bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan
Presiden.
Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia. Tap MPR ini memuat Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia
terhadap Hak Asasi Manusia serta Piagam Hak Asasi Manusia.
Bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia,
terdiri dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta
pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia. Bagian Piagam Hak Asasi
Manusia terdiri dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10 bab 44 pasal
Pasal-pasal Piagam HAM ini mengatur secara eksplisit antara lain:
1. Hak untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
4. Hak keadilan
5. Hak kemerdekaan
6. Hak atas kebebasan informasi
7. Hak keamanan
8. Hak kesejahteraan
9. Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
10. Hak perlindungan dan pemajuan.
Catatan penting tentang ketetapan MPR tentang HAM ini adalah Tap ini
merupakan upaya penjabaran lebih lanjut tentang HAM yang bersumber pada UUD
NRI 1945 dengan mempertimbangkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kemudian kita juga perlu memahami mengenai konsep generasi Hak Asasi Manusia
(“HAM”) yang berkembang di dunia, Max Boli Sabon (hal.31-33) membagi menjadi 3
generasi yaitu:
1. Generasi pertama: Hak Sipil dan Politik (“Hak Sipol”).
Hak sipil contohnya adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
hak untuk menentukan nasib sendiri;
hak untuk hidup;
hak untuk tidak dihukum mati;
hak untuk tidak disiksa;
hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang;
hak atas peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak.
Hak politik contohnya adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
hak untuk berekspresi atau menyampaikan pendapat;
hak untuk berkumpul dan berserikat;
hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan hukum;
hak untuk memilih dan dipilih;
hak untuk duduk dalam pemerintahan.
Hak Sipol ini dituangkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan
telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (“UU Sipol”)
2. Generasi kedua: Hak Ekonomi, sosial, dan kebudayaan (“Hak Ekosob”)
Hak ekonomi contohnya adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
hak untuk bekerja;
hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan yang sama;
hak untuk tidak dipaksa bekerja;
hak untuk cuti;
hak atas makanan dan perumahan;
hak atas kesehatan.
Hak sosial contohnya adalah:
a. hak atas jaminan sosial;
b. hal atas tunjangan keluarga;
c. hak atas pelayanan sosial;
d. hak atas jaminan saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjanda, mencapai usia
lanjut;
e. hak ibu dan anak untuk mendapat perawatan dan bantuan istimewa;
f. hak perlindungan sosial bagi anak-anak di luar perkawinan.
Hak kebudayaan contohnya adalah:
a.
b.
c.
d.
hak atas pendidikan;
hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan;
hak untuk menikmati kemajuam ilmu pengetahuan;
hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta.
Hak Ekosob ini dituangkan dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya dan telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (“UU
Ekosob”).
3. Generasi ketiga: mencakup enam macam hak, yaitu:
a. hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan;
b. hak atas pembangunan ekonomi dan sosial;
c. hak untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari warisan bersama umat
manusia (common heritage of mankind), serta informasi-informasi dan kemajuan lain;
d. hak atas perdamaian;
e. hak atas lingkungan yang sehat;
f. hak atas bantuan kemanusiaan.
4. Generasi keempat: satu generasi ini diusung oleh Jimly Ashiddique, dimana menurutnya
dalam bukunya Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (hal. 209-228) HAM generasi
pertama sampai ketiga hanya konsep HAM yang dilihat dari perspektif vertikal yaitu
hubungan antara rakyat dengan penguasa. Sedangkan hak generasi keempat adalah
konsepsi hak asasi manusia yang dilihat dari perspektif yang bersifat horizontal.
Menurutnya, melihat perkembangan zaman ini muncul tiga kelompok kekuasaan horizontal,
yaitu kekuasaan negara di satu pihak, kekuasaan ekonomi (kapitalisme global/perusahaan
multinasional di lain pihak, dan kekuasaan masyarakat madani di lain pihak lagi. Singkatnya
ada tiga kelompok kekuasaan yang saling berpengaruh yaitu state, market, dan civil society,
termasuk nongovernmental organizaton (NGO/LSM). Dengan demikian, hak generasi
keempat adalah hak kelompok yang satu untuk tidak ditindas oleh yang lain, baik antar
kelompok maupun intrakelompok, dalam pola hubungan horizontal.
Download