Uploaded by ramadhanirezkikiki

Mastitis

advertisement
LAPORAN ANALISIS KASUS STASE KEGAWATAN MATERNAL
”MASTITIS”
HAFSAH CITRA KADANG
(BP.19.02.05.018)
UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN
LAPORAN KASUS MASTITIS
A. Pendahuluan
Pada masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan Parenkim Kelenjar
payudara atau yang disebut dengan Mastitis (Sarwono, 2010). Kasus mastitis yang
terjadi di Australia mempengaruhi 20% ibu menyusui pada pada 6 bulan pertama
setelah melahirkan (Cusack dan Brennan, 2011). Mastitis bisa terjadi pada semua
populasi perempuan yang sedang menyusui ataupun tidak menyusui (Sarwono, 2011).
Gejala awal mastitis adalah demam yang disertai menggigil, mialgia, nyeri, dan
takikardia. Pada pemeriksaan payudara membengkak, mengeras, lebih hangat,
kemerahan dengan batas yang tegas, dan disertai rasa sangat nyeri (Sarwono, 2010).
B. Tinjuan Pustaka
1. Definisi
Mastitis adalah peradangan payudara pada satu segmen atau lebih yang dapat
disertai infeksi ataupun tidak. Mastitis biasanya terjadi pada primipara (ibu
pertama kali melahirkan), hal ini terjadi karena ibu belum memiliki kekebalan
tubuh terhadap infeksi bakteri Staphilococcus Aureus. Kasus mastitis diperkirakan
terjadi dalam 12 minggu pertama, namun dapat pula terjadi pula sampai tahun
kedua menyusui (Maretta dan Chusnul, 2017). Mastitis perlu diperhatikan karena
dapat menimbulkan luka sehingga terjadi mastitis infeksi.
2. Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya mastitis antara lain sebagai berikut: Stasis
ASI dan infeksi yang berasal dari bakteri. Faktor predisposisi yang menyebabkan
mastitis diantaranya adalah umur, stress dan kelelahan, pekerjaan di luar rumah
(Inch dan Xylander, 2012).
Salah satu penyebab dari Mastitis yaitu:
a. Infeksi
Infeksi disebabkan oleh bakteri yang bernama Staphylococcus Aureus.
Bakteri ini berasal dari mulut bayi memalui saluran puting, sehingga teknik
menyusui yang salah akan menyebabkan puting menjadi lecet. Hal ini akan
memudahkan bakteri masuk pada payudara dan mengakibatkan penyumbatan
ASI payudara menjadi besar, terasa nyeri tekan dan terasa panas.
Penyumbatan yang diakibatkan oleh infeksi dapat 12 mengakibatkan terjadi
mastitis, karena menyusui yang tidak adekuat(Anasari & Sumarni, 2014).
b. Umur
Umur juga dapat menyebabkan terjadi mastitis. Umur merupakan
individu yang dihitung mulai dia lahir sampai berulang tahun, semakin
berumur semakin cukup tingkat kematangan dan seseorang akan lebih matang
befikir(Rosyati dan Sari, 2016). Wanita yang berumur 21-35 lebih rentang
menderita mastitis dari pada wanita dibawah 21 tahun dan diatas 35 tahun.
Umur sangat menentukan kesehatan maternal dan kondisi ibu saat hamil,
persalinan dan menyusui. Diperkirakan alat reproduksi yang belum matang,
sedangkan jika umur lebih dari 35 akan rentang sekali terjadi pendarahan. Hal
tersebut memicu terjadinya mastitis (Herry Rosyati, 2016).
c. Pekerjaan
Pekerjaan juga berhubungan dengan penurunan frekuensi menyusui
untuk mengosongkan payudara. Pengosongan payudara yang tidak adekuat
akan mengakibatkan pembengkakan payudara dan saluran susu tersumbat
sehingga akan mengakibatkan mastitis (Hasanah, Hardiani & Susumaningrum,
2017).
3. Patofisiologi
Pada umumnya porte de entry (jalur masuk) menyebabkan puting menjadi
luka dan lecet, kemudian bakteri menjalar pada duktus-duktus yang berkembang
biak sehingga
terjadi pus. Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan
tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera
dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel
epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas
jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh
dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar
sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan
kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi. Terdapat beberapa cara
masuknya kuman yaitu melalui Duktus Laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting
yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran
hematogen
(pembuluh
darah).
Organisme
yang
paling
sering
adalah
Staphylococcus Aureus, Escherecia Coli dan Streptococcus. Kadang-kadang
ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita
tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis
tuberkulosis mencapai 1% (IDAI, 2013).
4. Manifestasi Klinis dari Mastitis
Manisfestasi klinis mastitis yang umum adalah area payudara yang terasa sakit
dan keras. Ibu menyusui yang mengalami mastitis mengalami nyeri, bengkak
sehingga ibu merasa tidak nyaman akibat tersumbatnya saluran ASI pada
payudara. Berdasarkan jenisnya mastitis dibedakan menjadi dua, mastitis infeksi
dan mastitis non-infeksi. Gejala yang timbul dari mastiti infeksi biasanya ditandai
adanya respon inflamasi dan rusaknya jaringan puting puting menjadi pecahpecah sehingga dengan mudah bakteri untuk masuk, sedangkan tanda dan gejala
mastitis non-infeksi payudara mengalami pembengkakan yang upnormal payudara
yang mengeras, terasa 14 sakit apabila disentuh dan terasa tegang dikarenakan
kurangnya waktu menyusui untuk bayi (Walker,2009).
5. Penatalaksanaan
Dilakukan penatalaksanaan mastitis dengan tujuan mencegah terjadinya
komplikasi lanjut. Penatalaksanaan bisa berupa medis dan non-medis, dimana
medis melibatkan obat antibiotik dan analgesik sedangkan non-medis berupa
tindakan suportif.
a. Penatalaksanaan Medis
Antibiotik diberikan jika dalam 12-24 jam tidak ada perubahan
atautidak ada perubahan, antibiotik yamg diberikan berupa penicillin resistanpenisilinase. Jika ibu alegi terhadap penisilinase dapat diberikan Eritromisin.
Terapi yang paling umum adalah adalah Dikloksasilin. Pemberian antibiotik
dikonsulkan oleh dokter supaya mendapat antibiotik yang tepat dan aman
untuk ibu menyusui. Selain itu, bila badan terasa panas sebaiknya diberikan
obat penurun panas. Namun jika infeksi tidak hilang maka dilakukan kultur asi
(Prasetyo, 2010).
b. Penatalaksanaan non-medis
Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan berupa tindakan suportif
untuk mencegah mastitis semakin buruk. Tindakan suportif yang diberikan
yaitu guna untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan meliputi :
1) Sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan sedikit lalu oleskan pada
daerah payudara dan puting. Cara ini bertujuan untuk menjada kelembapan
puting susu. Kemudian bayi diletakkan menghadap payudara ibu. Posisi
ibu bisa duduk atau berbaring dengan santai, bila bu memilih posisi duduk
sebaiknya menggunakan kursi yang lebih rendah supaya kaki ibu tidak
menggantung dan punggung ibu bisa bersandar. Selanjutnya bayi dipegang
pada belakang bahu dengan menggunakan satu lengan, dengan posisi
kepala bayi terletak di lengkung siku ibu (kepala bayi tidak boleh
menengadah dan bokong bayi disangga dengan telapak tangan). Tangan
bayi diletakan dibelakan badan ibu dan tangan satu didepan, perut bayu
ditempelkan pada badan ibu dengan kepala bayi menghadap payudara
(tidak hanya menengokkan kepala bayi). Payudara dipegang dengan jari
jempol diatas dan jari lainnya menopang payudara, seperti huruf C
(Soetjiningsih, 2013). Bayi diberi rangsangan supaya bayi ingin membuka
mulut atau disebut dengan rooting reflex yaitu menyentuhkan pipi bayi
pada puting susu atau menyuntuhkan sisi mulut bayi. Setelah bayi
membuka mulut, kepala bayi didekatkan pada payudara dan puting
dimasukan pada mulut bayi. Usahakan areola payudara masuk ke mulut
bayi sehingga lidah bayi akan menekan ASI. Posisi yang salah apabila bayi
hanya menghisap bagian puting ibu saja. Hal ini akan mengakibatkan ASI
tidak keluar secara adekuat.
2) Selain pengosongan payudara penatalaksanaan lainya berupa pemberian
kompre hangat dengan menggunakan shower hangat atau lap yang sudah
dibasahi air hangat.
3) Mengubah posisi menyusui (posisi tidur, duduk atau posisi memegang
bola (foot ball position).
4) Memakai baju atau bra yang longgar dapat mengurangi penekanan
berlebihan pada payudara. Bra yang ketat dapat menyebabkan segmental
enggorgement jika tidak disusui dengan adekut (Murniati dan Kusumawati,
2018).
5) Selanjutnya mengedukasi ibu atau memberi pengetahuan tentang dan
pencegahan dan penanganan mastitis. Sehingga ibu bisa mewaspadai
sebelum terjadi mastitis.Dengan cara tersebut biasanya mastitis akan
menghilang setelah 48 jam. Tetapi jika dengan cara-cara tersebut tidak ada
perubahan, maka akan diberikan antibiotika 5-10 hari dan analgesik
(Soetjiningsih, 2013).
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi jika mastitis tidak segera ditangani dapat terjadi
penghentian menyusui dini, abses payudara, mastitis berulang atau kronis, dan
juga infeksi jamur (Chotimah, 2017).
Penghentian menyusui dini merupakan gejala yang dapat membuat ibu untuk
memutuskan tidak menyusui. Penghentian secara mendadak dapat menyebabkan
resiko abses payudara. selain itu ibu juga meragukan obat yang dikonsumsi tidak
aman bagi bayinya. Sehingga informasi dari tenaga kesehatan sangat diperlukan
untuk hal ini (Chotimah, 2017 ).
Abses payudara merupakan meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.
Gejala dari abses payudara adalah ibu tampak lebih parah merasakan sakit,
payudara terlihat lebih merah dan mengkilap, benjolan terasa lunak karena berisi
nanah. Sehingga perlu dilakukan insisi payudara untuk menguarkan nanah
tersebut. Pada abses payudara perlu diberikan antibiotik dan analgesik dengan
dosis tertentu. Sementara untuk bayi harus menyusu hanya pada payudara yang
sehat, sedangkan ASI dari payudara yang sakit ketika diperas sementara tidak
disusukan. Mastitis berulang atau kronis disebabkan karena pengobatan yang
terlambat. Dalam mastitis kronis ibu dianjurkan lebih banyak untuk beristirahat,
banyak minum air putih dan makan dengan gizi seimbang. Untuk infeksinya
diberikan antibiotik dosis rendah yaitu eritromisin 500mg sekali sehari selama
masa menyusui. Infeksi jamur merupakan komplikasi sekunder yang disebabkan
oleh jamur Candida Albicans. keadaan infeksi jamur terasa terbakar yang menjalar
sampai saluran ASI. Sementara waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal,
namun puting tidak terlihat adanya kelainan. Pada komplikasi ini bayi
mendapatkan pengobatan berupa nistatin krim yang mengandung kortison dengan
dioleskan pada puting setelah menyusui dan bayi mendapatkan nistatin oral pada
waktu yang sama (Novyaningtias, 2016).
C. Analis Kasus
1. Kasus
Ny. M usia 27 tahun, melahirkan anak keduanya 12 hari yang lalu. Ibu datang
ke BPM mengeluhkan payudaranya bengkak, demam selama 3 hari, terasa nyeri
bila disentuh. Pada hasil pemeriksaan didapatkan TD: 110/70 mmHg, N: 90x/m. S:
39,4˚C, Hb: 9 gr%, payudara tampak merah mengkilap dan keras, putting susu
tampak kotor, uterus tidak teraba dan pengeluaran lochea Serosa.
2. Analisa Data
Diagnosa Masalah
Data Objektif
Ibu Post Partum hari ke 12 laktasi, - Payudara bengkak dan terasa nyeri
terjad mastitis, involusi baik, demam
dengan suhu 39,4˚C
jika disentuh, demam
- Payudara tampak merah mengkilap
dan keras
- Putting susu tampak kotor
3.
Diagnosa Kebidanan
Post partum hari ke 12 laktasi terjadi mastitis, involusi baik, demam dengan
masalah nyeri
4. Perencanaan
a. Diagnosa : Post partum hari ke 12 laktasi terjadi mastitis, involusi baik,
demam dengan masalah nyeri.
Tujuan
: - Mastitis teratasi
- Nyeri berkurang
Kriteria :
- Ibu mengeluh payudara nyeri, tegang dan keras
- Tidak ada pus
- ASI keluar lancar
Intervensi
1) Lakukan pendekatan kepada klien dan dengarkan keluhannya.
R/ Ibu menajdi lebih kooperatif dalam mengutarakan masalahnya.
2) Observasi KU ibu
R/ Deteksi dni terjadi komplikasi pada ibu
3) Beri penjelasan pada klien tentang penyebab radang payudara/mastitis.
R/ Ibu mengetahui penyebab sehingga kooperatif dalam menghadapi
tindakan.
4) Kaji tingkat nyeri pada kedua payudara ibu.
R/ Nyeri dalam keadaan lanjut merupakan tanda infeksi sehingga
memerlukan pengawasan yang lebih lanjut.
5) Beri penjelasan tentang penyebab rasa nyeri.
R/ Pengertian yang baik akan membuat ibu kooperatif dalam perawatan.
6) Ajarkan dan lakukan manajemen perawatan pada payudara bengkak dan
puting susu lecet.
R/ Dengan disusukan secara adekuat mastitis akan hilang.
7) Motivasi ibu untuk menyusui bayinya sering dimulai dari payudara yang
tidak lecet dan tidak sakit serta mengurangi pemberian PASI.
R/ Produksi dan pengeluaran ASI lancar, sehingga tidak terjadi mastitis.
8) Berikan antipiretik, antibiotik dan analgetik.
R/ Antipiretik menurunkan suhu badan, antibiotoik membunuh kuman dan
analgetik untuk anti nyeri
5. Pelaksanaan
a. Diagnosa : post partum hari ke 12 laktasi terjadi mastitis, involusi baik, KU
ibu dan bayi baik dengan masalah nyeri
Implementasi
1) Melakukan pendekatan kepada klien yang mendengarkan keluhannya.
2) Melakukan observasi : Keadaan umum ibu : baik
Laktasi, produksi ASI banyak, pengeluaran ASI kurang
3) Memberi
penjelasan
pada
ibu
tentang
penyebab
mastitis
yaitu
staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka pada puting susu tetapi
mungkin juga melalui peredaran darah. Tanda-tandanya rasa panas dingin
disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu
makan.
4) Mengkaji tingkat nyeri pada kedua payudara ibu.
5) Memberi penjelasan tentang penyebab nyeri yaitu terjadi karena adanya
infeksi yang terjadi pada luka pada puting susu dan juga nyeri tersebut
dikarenakan payudara yang tegang yang berisi produksi ASI yang penuh
pada payudara yang terbendung pada payudara.
6) Mengajarkan dan melakukan manajemen perawatan
a) Payudara bengkak
-
Kompres hangat dulu untuk mengurangi rasa sakit
-
Pijat leher dan punggung belakang (sejajar daerah payudara)
-
Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan kearah
tengah)
-
Stimulasi payudara dan putting
b) Puting susu lecet
-
Olesi puting susu yang lecet dengan ASI akhir (hind milk)
-
Puting yang lecet diistirahatkan 1x24 jam biasanya akan sembuh
sendiri dalam 2x24 jam
-
Selama puting susu diistirahatkan ASI tetap dikeluarkan dengan
tangan tidak menggunakan pompa
c) Pesan ibu untuk
-
Payudara disokong dengan kutang yang terbuat dari bahan yang
menyerap keringat
-
Beri kompres hangat bila bayi tidak menyusu
-
Beri kompres dingin pasca menyusui
7) Memotivasi ibu untuk menyusui bayinya lebih sering dimulai dari
payudara yang tidak lecet dan tidak sakit serta mengurangi pemberian
PASI.
8) Memberikan obat : Analgesik dan Antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Anasari, T., & Sumarni. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
Mastitis di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. Involusio Jurnal Ilmu
Kebidanan. 4(7): 40-52.
Cusack, L., & Brennan, M. (2011). Lactational Mastitis and Breast Abscess.
Australian Family Physician. 40(12): 976-979.
Hasanah, A. I.,
Hardiani, R. S., &
Susumaningrum, L.A. (2017).
HubunganTeknik
Menyusui dengan Risiko Terjadinya Mastitis pada Ibu Menyusui di Desa
Kemuning Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan.
5(2): 260-267.
IDAI. (2013). Mastitis Pencegahan dan Penanganan.
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan.
(Diakses tanggal 14 oktober 2020).
Inch, S., & Xylander, S. V. (2012). Mastitis Penyebab dan Penatalaksanaan.
Jakarta: Widya Medika.
Maretta, N. I., & Chusnul, C. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas
tentang Perawatan Payudara dengan kejadian Bendungan ASI di RB Suko
Asih Sukoharjo. Indonesia Journal In Medical Science. 4(2): 183-188.
Murniati, R., & Kusumawati, E. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Bendungan Asi Dengan Praktik Pencegahan Bendungan Asi (Breast
Care) Di RB Nur Hikmah Kwaron Gubug. Jurnal Kebidanan. 2(1).
Prasetyo, S. N. (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.
Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka.
Rosyati, H., & Sari, W. A. (2016). Pengetahuan Ibu Nifas tentang Perawatan
Payudara di Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan. 12(2): 137-143.
Soetjiningsih, I. G. N. (2013). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Download