Uploaded by User74407

RMK Kelompok 1 - Pendapatan, Kebijakan, Estimasi, Kesalahan, Dan Pajak Penghasilan

advertisement
SAK
PENDAPATAN
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 23 (revisi 2009) terdiri dari paragraf 1-36.
Seluruh paragraf tersebut memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan
huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 23 (revisi 2009) harus dibaca dalam
konteks tujuan pengaturan dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan.
Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material. PSAK 25
memberikan dasar pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan secara
eksplisit.
PENDAHULUAN
Tujuan
Penghasilan didefinisikan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus
masuk atau peningkatan aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang
tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue)
maupun keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas
normal entitas dan dikenal dengan bermacam-macam sebutan yang berbeda seperti penjualan,
penghasilan jasa (fees), bunga, dividen dan royalti. Tujuan Pernyataan ini adalah mengatur
perlakuan akuntansi atas pendapatan yang timbul dari transaksi dan kejadian tertentu.
Permasalahan utama dalam akuntansi pendapatan adalah menentukan saat pengakuan pendapatan.
Pendapatan diakui bila kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke entitas
dan manfaat ini dapat diukur dengan andal. Pernyataan ini mengidentifikasikan keadaan-keadaan
dimana kriteria tersebut terpenuhi, sehingga pendapatan dapat diakui. Pernyataan ini juga
memberikan panduan praktis dalam penerapan kriteria tersebut.
Pernyataan ini diterapkan dalam akuntansi pendapatan yang timbul dari transaksi dan
kejadian berikut ini:
(a) penjualan barang;
(b) penjualan jasa; dan
(c) penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen.
Barang meliputi barang yang diproduksi oleh entitas untuk dijual dan barang yang dibeli
untuk dijual kembali, seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah dan properti lain yang
dimiliki untuk dijual kembali. Penjualan jasa biasanya terkait dengan kinerja entitas atas tugas
yang telah disepakati secara kontraktual untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu. Jasa
tersebut dapat diserahkan dalam satu periode atau lebih dari satu periode. Beberapa kontrak untuk
penjualan jasa secara langsung terkait dengan kontrak konstruksi, misalnya kontrak penjualan jasa
dari manajer proyek dan arsitek. Pendapatan yang timbul dari kontrak ini tidak diatur dalam
Pernyataan ini tetapi diatur sesuai dengan persyaratan kontrak konstruksi sebagaimana diatur
dalam PSAK 34: Akuntansi Kontrak Konstruksi. Penggunaan aset entitas oleh pihak lain
menimbulkan pendapatan dalam bentuk:
1. bunga yaitu pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas, atau jumlah terutang
kepada entitas;
2. royalti yaitu pembebanan untuk penggunaan aset jangka panjang entitas, misalnya paten,
merek dagang, hak cipta, dan peranti lunak komputer; dan
3. (c) dividen yaitu distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi
kepemilikan mereka atas kelompok modal tertentu.
Pernyataan ini tidak mengatur pendapatan yang timbul dari:
1. perjanjian sewa (lihat PSAK 30 (revisi 2007): Sewa);
2. dividen yang timbul dari investasi yang dicatat sesuai metode ekuitas (lihat PSAK 15
(revisi 2009): Investasi pada Entitas Asosiasi);
3. kontrak asuransi yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK 28: Akuntansi Asuransi
Kerugian dan PSAK 36: Akuntansi Asuransi Jiwa.
4. perubahan nilai wajar dari aset dan liabilitas keuangan atau pelepasannya (lihat PSAK 55
(revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran);
5. perubahan nilai aset lancar lainnya;
6. ekstraksi hasil tambang (lihat PSAK 33: Akuntansi Pertambangan Umum).
Definisi
Berikut adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
1. Nilai wajar adalah jumlah dimana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas
diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi
wajar (arm’s length transaction).
2. Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas
normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan
ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan
dapat diterima oleh entitas untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga,
seperti pajak pertambahan nilai, bukan merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke entitas dan
tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas. Oleh karena itu, hal tersebut dikeluarkan dari pendapatan.
Demikian juga dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto manfaat ekonomi meliputi jumlah
yang ditagih atas nama prinsipal, yang tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang
ditagih atas nama prinsipal bukan merupakan pendapatan, yang merupakan pendapatan adalah
komisi yang diterima.
PengukuranPendapatan
Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima. Jumlah
pendapatan yang timbul dari transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara entitas dan
pembeli atau pengguna aset tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang
diterima atau dapat diterima oleh entitas dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang
diperbolehkan oleh entitas.
Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan
adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat diterima. Namun, jika arus masuk
dari kas atau setara kas ditangguhkan, maka nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari
jumlah nominal dari kas yang diterima atau dapat diterima. Misalnya, entitas dapat memberikan
kredit bebas bunga kepada pembeli atau menerima wesel tagih dari pembeli dengan tingkat bunga
dibawah pasar sebagai imbalan dari penjualan barang. Jika perjanjian tersebut secara efektif
merupakan transaksi keuangan, maka nilai wajar imbalan ditentukan dengan pendiskontoan
seluruh penerimaan di masa depan dengan menggunakan tingkat bunga tersirat (imputed). Tingkat
bunga tersirat yang digunakan adalah yang paling mudah ditentukan antara:
1. tingkat bunga yang berlaku bagi instrumen serupa dari penerbit dengan penilaian kredit
yang sama; atau
2. tingkat bunga yang mendiskonto nilai nominal instrumen tersebut ke harga jual tunai saat
ini dari barang atau jasa.
Perbedaan antara nilai wajar dan jumlah nominal dari imbalan tersebut diakui sebagai pendapatan
bunga sebagaimana dijelaskan paragraf 30 dan 31, dan sesuai PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen
Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
Jika barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat dan nilai yang
serupa, maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan.
Hal ini sering terjadi dengan komoditas seperti minyak atau susu di mana penyalur menukarkan
persediaan di beberapa lokasi untuk memenuhi permintaan dengan dasar tepat waktu dalam suatu
lokasi. Jika barang dijual dan jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang atau jasa yang
tidak serupa, maka pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang menghasilkan pendapatan.
Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima, disesuaikan
dengan jumlah kas atau setara kas yang dialihkan. Ketika nilai wajar dari barang atau jasa yang
diterima tidak dapat diukur secara andal, maka pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari
barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.
PengidentifikasianTransaksi
Kriteria pengakuan dalam Pernyataan ini biasanya diterapkan secara terpisah pada setiap
transaksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu untuk menerapkan kriteria pengakuan
tersebut pada komponen-komponen yang dapat diidentifikasikan secara terpisah dari transaksi
tunggal, agar mencerminkan substansi dari transaksi tersebut. Misalnya, jika harga penjualan dari
suatu produk termasuk jumlah yang dapat diidentifikasi untuk jasa lanjutan, maka jumlah tersebut
ditangguhkan dan diakui sebagai pendapatan selama periode di mana jasa tersebut ditunaikan.
Sebaliknya, kriteria pengakuan diterapkan pada dua atau lebih transaksi bersama-sama jika
transaksi tersebut terkait sedemikian rupa sehingga pengaruh komersialnya tidak dapat dimengerti
tanpa melihat pada rangkaian transaksi tersebut secara keseluruhan. Misalnya, entitas dapat
menjual barang dan pada saat yang sama, menyetujui perjanjian yang terpisah untuk membeli
kembali barang tersebut di kemudian hari, sehingga meniadakan pengaruh yang sesungguhnya
dari transaksi tersebut, maka dalam hal ini kedua transaksi tersebut diberlakukan bersamaan.
PenjualanBarang
Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut dipenuhi:
1. entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan
kepada pembeli;
2. entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan atas
barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;
3. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
4. kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut akan mengalir
kepada entitas tersebut; dan
5. biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan tersebut dapat diukur
dengan andal.
Penentuan kapan entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan secara
signifikan kepada pembeli memerlukan pengujian atas keadaan transaksi tersebut. Pada umumnya,
pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada saat yang bersamaan dengan pemindahan
hak milik atau penguasaan atas barang tersebut kepada pembeli. Hal ini terjadi pada kebanyakan
penjualan eceran. Dalam hal lain, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi
PENDAPATAN ED PSAK No. 23 (revisi 2009) pada saat yang berbeda dengan pemindahan hak
milik atau penguasaan atas barang tersebut.
Jika entitas tersebut menahan risiko signifikan dari kepemilikan, transaksi tersebut
bukanlah penjualan dan pendapatan tidak diakui. Entitas dapat menahan risiko kepemilikan yang
signifikan dengan berbagai cara. Contoh situasi dimana entitas menahan risiko dan manfaat
kepemilikan secara signifikan adalah:
1. jika entitas menahan kewajiban untuk kinerja tidak memuaskan yang tidak dijamin oleh
ketentuan jaminan normal;
2. jika penerimaan pendapatan dari penjualan bergantung pada pendapatan pembeli dari
penjualan barang yang bersangkutan;
3. jika pengiriman barang bergantung pada instalasinya, dan instalasi tersebut merupakan
bagian signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh entitas; dan
4. jika pembeli berhak membatalkan pembelian berdasarkan alasan yang ditentukan dalam
kontrak dan entitas tidak dapat memastikan apakah akan terjadi retur.
Jika entitas hanya menahan risiko tidak signifikan atas kepemilikan, transaksi tersebut
adalah penjualan dan pendapatan yang diakui. Misalnya, penjual mungkin menahan hak milik atas
barang semata-mata untuk melindungi kolektibilitas jumlah yang jatuh tempo. Dalam hal seperti
itu, jika entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan secara signifikan, transaksi
tersebut adalah penjualan dan pendapatan harus diakui. Contoh lain entitas yang hanya menahan
risiko yang tidak signifikan dari kepemilikan adalah dalam penjualan eceran dengan syarat dapat
dikembalikan jika pelanggan tidak puas. Pendapatan dalam hal ini diakui pada waktu penjualan
dilakukan jika penjual dapat mengestimasi secara andal retur yang akan terjadi dan mengakui
liabilitas untuk retur berdasarkan pengalaman sebelumnya dan faktor-faktor lain yang relevan.
Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan
transaksi tersebut akan mengalir kepada entitas. Terkadang kemungkinan besar tersebut baru
tercapai pada saat imbalan diterima atau ketidakpastian dihilangkan. Misalnya, belum ada
kepastian bahwa pemerintahan asing akan memberi ijin pengiriman imbalan atas penjualan di
negara asing. Jika ijin diberikan, ketidakpastian tersebut hilang dan pendapatan diakui. Namun,
jika ketidakpastian timbul dari kolektibilitas jumlah tertentu yang telah termasuk dalam
pendapatan, jumlah yang tidak tertagih atau jumlah yang kemungkinan pemulihannya tidak besar
lagi, diakui sebagai beban bukan sebagai penyesuaian terhadap jumlah pendapatan yang diakui
semula.
Pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi yang sama atau peristiwa lain diakui
secara bersamaan, proses ini biasanya mengacu pada pengaitan pendapatan dengan beban. Beban,
termasuk jaminan dan biaya lain yang terjadi setelah pengiriman barang, biasanya dapat diukur
dengan andal jika kondisi lain untuk pengakuan pendapatan yang berkaitan telah dipenuhi. Tetapi,
pendapatan tidak diakui jika beban yang berkaitan tidak dapat diukur dengan andal. Dalam
keadaan demikian, setiap imbalan yang diterima untuk penjualan barang tersebut diakui sebagai
liabilitas.
Barang mencakup barang ang diproduksi untuk dijual (manufacturing) dan arang yang dibeli untuk
dijual kembali (merchandising). Sesuai PSAK 23, pendapatan atas penjualan barang dapat diakui
jika seluruh kondisi di bawah ini terpenuhi:
1. Risiko dan manfaat kepemilikan barang telah berpidah secara signifian dari entitas penjual
ke pembeli,
2. Entitas
penjual tidak melanjutkan penelolaan barang ataupun
secara efektif
mengendalikann barang yang dijul,
3. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal,
4. Besar kemungkinan manfaat ekononi terkait transaksi akan mengalir kepadda entitas
penjual, dan
5. Biaya yang telah atau akan terjadi terkait antar transaksi penjualan dapat diukur dengan
handal.
6. Risiko dan manfaat kepemilikan telah berpindah secara signifikan dari penjual ke pembeli
bila;
7. Seluruh tindakan signifikan telah selesai dilaksanaka, dan
8. Penjual tidak lagi melakukan pengelolan atau penendalian efektif atas barang yang dijual.
Contoh dari ditahannya risiko dan manfaat signifikan oleh penjual adalah jika penerimaan
pendapatan atas penjualan barang bergantung pada pendapatan pembeli atas penjualan barang
yang sama atau jika pembeli memiliki hak untuk membatakan pembelian sesuai ketentuan kontrak
dan entitas tidak dapat memastikan terjadinya retur tersebut. Selain itu, konsinyasi juga merupakan
contoh bahwa risiko dan manfaat barang masih berada pada pihak pengiriman barang sampai
barang tersebut dibeli oleh konsumen. Penjualan eceran dengan syarat barang dapat dikembalikan
jika pembeli tidak puas merupakan contoh dari penahanan risiko kepemilikan yang tidak signifikan
sehingga pendapatan dapat diakui selama penjual dapat mengestimasi retur dan mengakui liabilitas
terkait dengan andal berdasarkan pengalaman di masa lalu dan faktor-faktor relevan yang lainnya.
Ketidakpastian arus masuk manfaat ekonomi dari transaksi penjualan dapat terjadi sebelum
atau sesudah pendapatan diakui. Jika ketidakpastian diketahui sebelum pendapatan diakui,
misalnya karena belum adanya kepastian bahwa pemerintah Negara lain mengijinkan pembayaran
atas ekspor, maka pendapatan diakui jik terdapat kepastian pembayaran. Namun jika tidakpastian
muncul setelah pendapatan diakui, maka jumlah yang tidak tertagih atau jumlah yang
kemungkinan pemulihannya kecil diakui sebagai beban.
Ilustrasi 1
Dalam suatu transaksi penjualan yang dilakukan secara kredit dengan lima kali pembayaran
cicilan, barang dikirim kepada pembeli setelah pembayaran cicilan ke-lima. Kapan pendapatan
dapat diakui oleh penjual?
Jawab:
Pendapatan diakui oleh penjual saat barang dikirimkan. Tetapi jika berdasarkan pengalaman
sebagian besar cicilan akan terbayar, maka pendapatan dapat diakui pada saat cicilan yang
jumlahnya signifikan telah diterima oleh penjual, dan barang berada di tangan penjual, dapat
didefinisikan dan siap untu dikirim ke pembeli.
Terkait matching concept, pendapatan dan beban terkait dengan perolehan pendapatan tersebut
harus diakui pada periode yang sama. Jika beban terkait tidak dapat diukur dengan andal, maka
pendapatan tidak dapat diakui dan imbalan yang diterima diakui sebagai liabilitas.
Penjualan Jasa
Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal,
pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat
penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca. Hasil transaksi dapat diestimasi dengan andal jika
seluruh kondisi berikut ini dipenuhi:
1. jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
2. kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut dapat
diperoleh entitas;
3. tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal;
dan
4. biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur
dengan andal.
Pengakuan pendapatan dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari suatu transaksi
sering disebut sebagai metode persentase penyelesaian. Dengan metode ini, pendapatan diakui
dalam periode akuntansi pada saat jasa ditunaikan. Pengakuan pendapatan atas dasar ini
memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat kegiatan jasa dan kinerja entitas dalam
suatu periode. PSAK 34: Akuntansi Kontrak Kontruksi juga mensyaratkan pengakuan pendapatan
berdasarkan hal ini. Persyaratan pada Pernyataan tersebut berlaku secara umum untuk pengakuan
pendapatan dan beban terkait untuk transaksi yang melibatkan pemberian jasa.
Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan
transaksi tersebut akan diperoleh entitas. Namun, jika ketidakpastian timbul dari kolektibilitas
jumlah yang telah masuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak tertagih, atau jumlah yang
kemungkinan pemulihannya tidak lagi besar, diakui sebagai beban bukan sebagai penyesuaian
terhadap jumlah pendapatan yang diakui semula.
Entitas pada umumnya dapat membuat estimasi yang andal setelah entitas mencapai
persetujuan mengenai hal-hal berikut dengan pihak lain dalam transaksi:
1. hak yang dapat dipaksakan dari masing-masing pihak terkait dengan jasa yang disediakan
dan diterima para pihak;
2. imbalan yang dipertukarkan; dan
3. cara dan persyaratan penyelesaian.
Biasanya, entitas juga perlu mempunyai sistem anggaran dan pelaporan keuangan internal
yang efektif. Entitas tersebut menelaah dan jika perlu merevisi estimasi pendapatan sewaktu jasa
diberikan. Kebutuhan atas revisi tersebut tidak berarti mengindikasikan bahwa hasil dari transaksi
tersebut tidak dapat diestimasi dengan andal.
Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan andal, maka
pendapatan yang dapat diakui hanya berkaitan dengan beban yang dapat dipulihkan. Metode untuk
mengukur tingkat penyelesaian transaksi dapat meliputi: survey pekerjaan yang telah
dilaksanakan, perbandingan jasa yanga dilakukan sampai tanggal tertentu dengan total jasa, dan
perbandingan biaya yang timbul sampai tanggal tertentu dengan estimasi total biaya. Pembayaran
berkala dan uang muka yang diterima biasanya tidak mencerminkan besarnya jasa yang telah
dilakukan.
PSAK 23 juga mengatur bahwa pendapatan melibatkan sejumlah kegiatan selama satu
periode dapat diakui secara garis lurus demi alasan praktis, kecuali ada metode lain yang lebih
relavan. Jika suatu kegiatan jauh lebih signifkan dibandingkan kegiatan lain, maka pendapatan
baru diakui saat kegiatan signifikan tersebut diklakukan.
Ilustrasi 2
PT Secure mengembangkan sistem pengamanan untuk hotel Z. Proses pengembangan memakan
waktu delapan bulan ditambah waktu pendampingan selama enam bulan. Kapan pendapatan dapat
diakui oleh PT Secure?
Jawab:
Biaya pengembangan sistem tersebut diakui sebagai pendapatan sesuuai tahap penyelesaian
pengembangan termasuk penyelesaian jasa yang diberikan selama masa pendamping.
Tingkat penyelesaian transaksi dapat ditentukan dengan berbagai metode. Entitas menggunakan
metode yang dapat mengukur dengan andal jasa yang diberikan. Bergantung pada sifat transaksi,
metode tersebut dapat meliputi:
1. survei pekerjaan yang telah dilaksanakan;
2. jasa yang dilakukan hingga tanggal tertentu sebagai persentase dari total jasa yang harus
dilakukan; atau
3. proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi estimasi total biaya transaksi
tersebut. Hanya biaya yang mencerminkan jasa yang dilaksanakan hingga tanggal tertentu
dimasukkan dalam biaya yang terjadi hingga tanggal tersebut. Hanya biaya yang
mencerminkan jasa yang dilakukan atau yang harus dilakukan, dimasukkan ke dalam
estimasi total biaya transaksi tersebut.
Pembayaran berkala dan uang muka yang diterima dari pelanggan sering kali tidak mencerminkan
jasa yang dilakukan.
Untuk tujuan praktis, jika jasa dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan yang tidak dapat
ditentukan selama suatu periode, pendapatan diakui atas dasar garis lurus selama periode tertentu,
kecuali jika ada bukti bahwa terdapat metode lain yang lebih baik dapat mencerminkan tingkat
penyelesaian. Jika kegiatan tertentu jauh lebih signifikan daripada kegiatan yang lain, pengakuan
pendapatan ditunda sampai kegiatan yang signifikan tersebut dilakukan.
Jika hasil transaksi terkait dengan penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan andal, maka
pendapatan diakui hanya yang berkaitan dengan beban terakui yang dapat terpulihkan. Selama
tahap awal transaksi, sering kali terjadi bahwa hasil suatu transaksi tidak dapat diestimasi dengan
andal. Namun demikian, besar kemungkinan terjadi bahwa entitas tersebut akan memperoleh
kembali biaya transaksi yang timbul. Oleh karena itu, pendapatan diakui hanya yang berkaitan
dengan biaya yang telah terjadi yang diharapkan dapat terpulihkan. Karena hasil transaksi tersebut
tidak dapat diestimasi dengan andal, tidak ada laba yang diakui.
Jika hasil transaksi tidak dapat diestimasi dengan andal dan kemungkinan kecil biaya yang
terjadi akan terpulihkan, pendapatan tidak diakui dan biaya yang timbul diakui sebagai beban. Jika
tidak ada lagi kondisi semula yang mengakibatkan hasil kontrak tidak dapat diestimasi dengan
andal, maka pendapatan diakui sesuai dengan paragraf 20 bukan paragraf 26.
Kontrak Konstruksi
Menurut PSAK 34, Kontrak Konstruksi adalah surat kontrak yang dinegosiasikan secara
khusus utuk konstruksi surat aset atau suatu kombinasi asset yang berhubungan erat satu sama lain
atau saling bergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi tujuan pokok penggunaan.
Kontrak dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut:
1. Kontrak biaya-plus, yaitu kontrak Dimana kontraktor mendapatkan penggatian untuk
biaya-biaya yang telah diizinkan atau telah ditentukan, ditambah imbalan sebesar
persentase tertentu dari biaya atau imbaln tetap.
2. Kontrak harga tetap, yaitu kontrak dimana kontraktor telah menyetujui nilai kontrak yang
telah ditentukan, atau taruf tetap per unit output yang dalam beberapa hal tunduk pada
ketentuan-ketentuan kenaikan biaya.
Pendapatan dari suatu kontrak terdiri dari nilai pendapaan yang disetujui dalam kontrak dan
penyimpangan dari pekerjaan kontrak, klaim, dan pembayaran intensif yang memungkinkan untuk
menghasilkan pendapatan dan dapat diukur dengan andal. Pendapatan kontrak diukur pada nilai
wajar imbalan yang telah atau akan diterima. Metode persentase penyelesaian digunakan dalam
mengakui pendapatan dan beban jika hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi dengan andal.
Dalam metode ini, pendapattan dan beban diakui dengan memperhatikan tahap penyelesain
aktivitas kontrak pada akhir periode pelaporan. Hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi dengan
andal dalam kontrak harga tetap, jika semua hal berikut terpenuhi:
1. Total pendapatan kontrak dapat diukur dengan andal .
2. Besar kemungkinan manfaat ekonomi terkait kontrak akan mengalir ke entitas.
3. Biaya kontrak dan tahap penyelesaian kontrak pada akhir periode pelaporan dapat diukur
dengan andal.
4. Biaya kontrak yang ddapat diatribusikan pada kontrak yang dapat diidentifikasi dengan
jelas dan andal.
Sementara untuk kontrak biay-plus, hasil kontrak dapat dapat diestimasi dengan andal bila butir 2
dan 4. Dalam persyaratan kontrak harga tetap di atas terpenuhi. Jika hasil kontrak konstruksi tidak
dapat diestimasi dengan andal, maka pendapatan diakui hanya sebesar biaaa yang telah terjadi
yang diperkirakan dapat dipulihkan dengan biaya kontrak diakui sebagai beban pada periode
terjadinya. Jika kemungkinan besar total biaya kontrak akan melebihi total pendapatan kontrak,
maka taksiran rugi segera diakui sebagai beban.
Ilustrasi 3
Contoh kasus metode persentase penyelesaian kontrak sesuai PSAK 34
Suatu kontraktor mendatangi kontrak harga tetap untuk membangun bangunan pencakar langit
dengan nilai kontrak Rp 5.000 berjangka waktu 3 tahun. Estimasi biaya awal adalah Rp 4.000.
Di akhir tahun 2, estimasi banyak kontrak meningkat menjadi Rp 4.150. pada tahun 3 pelanggan
menyetujui penyimpanan yang menghasilkan kenaikan pendapatan kontrak sebesar Rp 300, dan
total biaya diestimasikan menjadi Rp 4.200.
Total biaya riil yang terjadi sampai akhir tahun 1 adalah Rp 1.500 (termasuk Rp 100 yang
digunakan untuk membeli bahan bangunan yang akan dipakai di tahun 2); serta Rp 3.300 dan Rp
4.200 pada akhir tahun 2 dan 3.
Kontraktor menentukan tahap penyelesaian kontrak dengan membandingkan biaya kontrak
sampai periode berjalan dengan estimasi biaya kontrak terakhir. Tagihan disampaikan sebesar rp
2.000, Rp 2.000, Rp 1.300 pada tahun 1, 2, dan 3. Pelanggan membayar jumlah terutang pada
tahun berjalan.
Tentukan laba yang diakui setiap tahunnya dan buatlah jurnal yang diperlukan!
Jawab:
Tabel 1: persentase penyelesaian
Tahun 1
(a)
Jumlah semua pendapatan yang disetujui 5.000
Tahun 2
Tahun 3
5.000
5.000
dalam kontrak
(b)
Penyimpangan
−
−
300
(c)
Total pendapatan kontrak (a+b)
5.000
5.000
5.300
(d)
Biaya kontrak sampai periode ini
1.400
2.982
4.200
(e)
Biaya kontrak untuk penyelesaian
2.600
1.218
−
(f)
Total estimasi biaya kontrak (d+e)
4.000
4.200
4.200
(g)
Estimasi laba (c-f)
1.000
800
1.100
(h)
Tahap penyelesaian
35%
71%
100%
Diakui
tahun Diakui
Tabel 2: penghitungan laba
Sampai saat ini
sebelumnya
berjalan
Tahun 1
Pendapatan (35% x 5.000)
1.750
0
1.750
Beban (35% x 4.000)
1.400
0
1.400
tahun
350
−
350
Pendapatan (71% x 5.000)
3.550
1.750
1.800
Beban (71% x 4.200)
2.982
1.400
1.582
Laba
568
350
218
Pendapatan
5.300
3.550
1.750
Beban
4.200
2.982
1.218
Laba
1.100
568
532
Laba
Tahun 2
Tahun 3
Jurnal:
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Db. Kntruksi dalam proses
1.400
1.582
1.218
Kr. Kas, utang gaji, dll
1.400
1.582
1.218
Db. Piutang
2.000
2.000
1.300
Kr. Tagihan kontruksi
2.000
2.000
1.300
Db. Kas
2.000
2.000
1.300
Kr. Piutang
2.000
2.000
1.300
350
218
532
Db. Biaya konstruksi
1.400
1.582
1.218
Kr. Pendapatan konstruksi
1.750
1.800
1.750
Mencatat biaya actual konstruksi
Mencatat tagihan
Mencatat pembayaran piutang
Mengakui
pendapatan
dan
biaya
konstruksi
Db. Konstruksi dalam proses
Mencatat penyelesaian konstruksi
Db. Tagihan konstruksi
−
−
5.300
Kr. Konstruksi dalam proses
−
−
5.300
Penggunaan Aset Entitas oleh Pihak Lain
Penggunaan asset entitas oleh pihak lain dapat menghasilkan pendapatan yang dapat diakui jika:
besar kemungkinan manfaat ekonomi terkait transaksi akan diterima entitas dan jumlah
pendapatan dapat diukur dengan andal. Pendapatan dalam hal ini dapat berupa:
1. Bunga
Bunga adalah pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas, atau jumlah terulang
pada entitas. Bunga diakui dengan menggunakan metode suku bunga efektif.
2. Royalti
Royalti adalah pembebanan untuk penggunaan asset jangka panjang milik entitas seperti
paten dan hak cipta. Royalti diakui atas dasar aktural sesuai dengan substansi perjanjian
relavan.
3. Dividen
Dividen itu adalah distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan
proporsi kepemilikan atas kelompok modal tertentu. Dividen diakui jika hak pemegang
saham untuk menerima pembayaran yang telah ditetapkan.
Ilustrasi 4
PT A membeli lisensi penggunaan software akuntansi dari PT X. PT X tidak memiliki tanggung
jawab apapun setelah CD software dikirimkan kepada PT A, tetapi CD software tersebut dapat
ditukarkan apabila cacat sehingga instalasi tidak dapat dilakukan. Bagaimana pengakuan
pendapatan yang dilakukan oleh PT X?
Jawab:
Pendapatan dapat diakui pada saat terjadinya penjualan, karena PT A memiliki secara penuh hak
penggunaan software tersebut setelah penjualan dan PT X tidak memiliki kewajiban terkait setelah
penjualan. Sesuai dengan estimasi yang andal, PT X perlu mengakui kewajiban yang mungkin
muncul atas pengakuan CD yang rusak.
Pendapatan Diterima Dimuka
Imbalan atas penjualan, baik barang maupun jasa, dapat diterima sebelum tindakan yang
diperlukan untuk menghasilkan pendapatan yang dilaksanakan. Dalam hal ini, entitas mengakui
liabilitas sebesar imbalan yang telah diterima tersebut sampai kriteria pengakuan pendapatan
terpenuhi. pendapatan diterima dimuka seperti ini banyak terjadi diberbagai bisnis, misalnya
perusahaan penerbangan, hotel dan pedagang Koran/majalah berlangganan. Kebijakan atas
penerimaan imbalan dan pengakuan pendapatan dari perusahaan penerbangan dapat dilihat dari
ikhtisar kebijakan akuntansi dalam ilustrasi berikut:
Ilustrasi 5
Pengunggkapan kebijakan akuntansi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dan Entitas Anak
Pengakuan Pendapatan dan Beban
Penjualan tiket penumpang dan jasa cargo awalnya diakui sebagai pendapan diterima dimuka
transportasi. Pendapatan operasional diakui pada saat penerbangan telah dilakukan. Penjualan
didalamnya termasuk juga atas pemulihan surcharges selama periode berjalan.
Pendapatan jasa perbaikan dan pemeliharaan pesawat atas kontrak jangka pendek diakui pada saat
jasa diserahkan kepada langganan. Pendapatan jasa perbaikan dan pemeliharaan pesawat atas
kontrak jangka panjang diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian.
Pendapatan atas jasa perhotelan, jasa boga, biro perjalanan dan jasa reservasi serta jasa lain yang
berhubungan dengan penerbangan diakui sebagai pendapatan pada saat jasa diserahkan.
Pendapatan bunga diakui berdasarkan waktu terjadinya dengan acuan jumlah pokok terutang dan
tinggkat bunga yang berlaku.
Penghasilan deviden dari investasi saham diakui pada saat hak menerima dividen telah ditetapkan.
Beban diakui pada saat terjadinya.
Pengungkapan
Entitas mengungkapkan:
4. kebijakan akuntansi yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, termasuk metode yang
digunakan untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi yang melibatkan pemberian
jasa;
5. jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang diakui selama periode tersebut,
termasuk pendapatan yang berasal dari:
a. penjualan barang;
b. penjualan jasa;
c. bunga;
d. royalti;
e. dividen; dan
6. jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang atau jasa yang tercakup dalam
setiap kategori signifikan dari pendapatan.
Entitas mengungkapkan setiap liabilitas kontijensi dan aset kontijensi sesuai dengan PSAK
57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontinjensi. Liabilitas kontijensi dan aset
kontijensi dapat timbul dari pos-pos seperti biaya jaminan, klaim, denda, atau kemungkinan
kerugian lainnya.
Ilustrasi 6
Contoh pengungkapan terkait pendapatanL: PT Matahari Putra Prima Tbk.
Pengakuan Pendapatan dan Beban

Pendapatan dari penjualan dari penjualan barang dagangan (kecuali pendapatan dari penjualan
berdasarkan pengiriman – Cash on Delivery, diakui pada saat barang dikirim ke pelanggan)
diakui pada saat barang di bayar di kounter penjualan. Pendapatan dari penjualan konsinyasi
dibukukan sebesar jumlah penjualan barang konsinyasi kepada pelanggan dikurangi beban
terkait sebesar jumlah terutang kepada pemilik (consignor).

Untuk program loyalitas pelanggan yang akan diadakan oleh Perusahaan, apabila memenuhi
kriteria seperti yang diatur dalam ISAK 10, maka Perusahaan mencatat pemberian poin dalam
program tersebut sebagai komponen yang diidentifikasikan secara terpisah atas nilai penjualan
pada saat penjualan awal awal sebagai pendapatan yang ditangguhkan yang dicatat dalam
liabilitas jangka pendek lainnya, yang diakui sejalan dengan berlangsungnya masa program
sebagai pendapatan.

Pendapatan dari penjualan kartu pra-bayar (dikenal dengan nama “power card”) oleh
pusathiburan keluarga pada awalnya dicatat sebagai pendapatan di terima dimuka dan diakui
secara proporsional sebagai pendapatan berdasarkan penggunaan power card sesungguhnya
oleh pelanggan. Pendapatan dari penjualan koin dibeli oleh pelanggan.
Beban diakui pada saat terjadinya
PENJUALAN BERSIH
Rincian penjualan bersih adalah sebagai berikut:
31 Desember 2013
31 Desember 2012
Supermarket/hypermarket
11.825.664
10.304.931
Pusat hiburan keluarga
-
337.351
Laimn-lain
-
148.781
11.825.664
10.791.063
Penjualan konsinyasi
738.563
513.962
Biaya konsinyasi
(651.464)
(436.861)
Komisi dan penjualan konsinyasi 87.099
77.101
Penjualan bersih
10.868.3164
11.912.763
SAK
KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN
KESALAHAN
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 25 (revisi 2009):
Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan terdiri dari paragraf 1-55 dan
panduan implementasi. Seluruh paragraf tersebut memiliki kekuatan mengatur yang sama.
Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 25 (revisi2009)
harus dibaca dalam konteks prinsip-prinsip utama dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material.
PENDAHULUAN
Tujuan
Tujuan Pernyataan ini adalah menentukan kriteria untuk pemilihan dan perubahan
kebijakan akuntansi, bersama dengan perlakuan akuntansi dan pengungkapan atas perubahan
kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan koreksi kesalahan. Pernyataan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan relevansi dan keandalan laporan keuangan entitas, daya
banding laporan keuangan tersebut dan dengan laporan keuangan entitas lainnya. Pengungkapan
yang disyaratkan untuk kebijakan akuntansi, kecuali perubahan kebijakan akuntansi, diatur dalam
PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan.
Ruang lingkup
Pernyataan ini diterapkan dalam pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi, dan pencatatan
perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi dan koreksi kesalahan periode lalu.
Dampak pajak perbaikan kesalahan periode sebelumnya dan penyesuaian retrospektif untuk
perubahan kebijakan akuntansi diperlakukan dan diungkapkan sesuai dengan PSAK 46: Akuntansi
Pajak Penghasilan.
Defi nisi
Berikut ini pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
1. Kebijakan akuntansi adalah prinsip, dasar, konvensi, peraturan dan praktik tertentu yang
diterapkan entitas dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
2. Kesalahan periode lalu adalah penghilangan dari, dan kesalahan-pelaporan dalam, laporan
keuangan entitas untuk satu atau lebih periode lalu yang timbul dari kegagalan untuk
mempergunakan, atau kesalahan penggunaan, informasi andal yang:
(a) tersedia ketika laporan keuangan untuk periode tersebut disahkan untuk diterbitkan;
dan
(b) secara rasional diharapkan dapat diperoleh dan dipergunakan dalam penyusunan
dan penyajian
3. laporan keuangan tersebut.
4. Kesalahan semacam itu termasuk dampak kesalahan perhitungan matematis, kesalahan
penerapan kebijakan akuntansi, kekeliruan (oversights) atau kesalahan interpretasi fakta,
dan kecurangan.
5. Material
Kelalaian-pencantuman
atau
kesalahan-penyajian
item
(omissions
or
misstatements of item) adalah material jika hal tersebut, secara individual atau kolektif,
mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil berdasarkan laporan keuangan.
Materialitas tergantung pada ukuran dan sifat kelalaian-pencantuman atau kesalahanpencatatan dengan mempertimbangkan keadaan yang melingkupinya. Ukuran atau sifat
item, atau kombinasi keduanya, dapat merupakan faktor yang menentukan materialitas.
6. Penerapan retrospektif adalah penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi,
peristiwa, dan kondisi lain seolah-olah kebijakan tersebut telah diterapkan sejak awal
transaksi.
7. Penerapan prospektif suatu perubahan kebijakan akuntansi dan pengakuan dampak
perubahan estimasi akuntansi, masing-masing adalah:
(a) penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi atau peristiwa dan kondisi
lainnya yang terjadi setelah tanggal perubahan kebijakan tersebut; dan
(b) pengakuan dampak perubahan estimasi akuntansi pada periode berjalan dan
periode mendatang yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut.
8. Penyajian kembali retrospektif adalah koreksi pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan
jumlah unsur-unsur laporan keuangan seolah-olah kesalahan periode lalu tidak pernah
terjadi. Perubahan estimasi akuntansi adalah penyesuaian jumlah tercatat aset atau
laibilitas, atau jumlah pemakaian periodik aset, yang berasal dari penilaian status kini, dan
ekspektasi manfaat masa depan dan kewajiban yang terkait dengan, aset dan laibilitas.
Perubahan estimasi akuntansi dihasilkan dari informasi baru atau perkembangan baru dan,
oleh karena itu, bukan dari koreksi kesalahan.
9. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK), Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) dan produk standar lain yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK
- IAI).
10. Tidak praktis Penerapan suatu pengaturan adalah tidak praktis ketika entitas tidak dapat
menerapkannya setelah seluruh usaha yang rasional dilakukan. Untuk suatu periode lalu
tertentu, adalah tidak praktis untuk menerapkan suatu perubahan kebijakan akuntansi
secara retrospektif atau menyajikan-kembali secara retrospektif untuk mengoreksi
kesalahan, jika:
(a) dampak penerapan retrospektif atau penyajian-kembali retrospektif tidak dapat
ditentukan;
(b) penerapan retrospektif atau penyajian-kembali secara retrospektif memerlukan
asumsi mengenai maksud
11. (intent) manajemen yang ada pada periode lalu tersebut; atau
(c) penerapan retrospektif atau penyajian-kembali retrospektif memerlukan estimasi
signifi kan atas jumlah dan tidak mungkin untuk membedakan secara obyektif
informasi mengenai estimasi yang:
i. menyediakan bukti atas keadaan yang ada pada tanggal di mana jumlah
tersebut diakui, diukur atau diungkapkan; dan
ii. akan tersedia ketika laporan keuangan periode lalu disahkan untuk
diterbitkan dari informasi lain.
Penilaian apakah suatu kelalaian-pencantuman atau kesalahan-pencatatan dapat
memengaruhi keputusan ekonomi pemakai, dan menjadi material, memerlukan pertimbangan
karakteristik pemakai tersebut. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
paragraf 25 menyatakan “pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang
aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan
ketekunan yang wajar”. Oleh karena itu, penilaian tersebut perlu mempertimbangkan bagaimana
pemakai yang dimaksud diperkirakan terpengaruh secara rasional dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
KEBIJAKAN AKUNTANSI
Pemilihan dan Penerapan Kebijakan Akuntansi
Ketika suatu SAK secara spesifi k berlaku untuk suatu transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya,
kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk item tersebut menggunakan SAK yang bersangkutan
dan mempertimbangkan Panduan Aplikasi SAK yang relevan.
SAK menentukan kebijakan akuntansi untuk menghasilkan laporan keuangan yang berisi
informasi relevan dan andal atas transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya. Kebijakan akuntansi
tersebut tidak perlu diterapkan ketika dampak penerapannya tidak material. Namun, hal yang tidak
tepat untuk membuat, atau membiarkan ketidaktepatan, penyimpangan dari SAK untuk mencapai
suatu penyajian tertentu atas posisi keuangan, kinerja keuangan atau arus kas. Pedoman
Implementasi bukan bagian dari PSAK, dan oleh karena itu tidak berisi pengaturan untuk laporan
keuangan.
Dalam hal tidak ada SAK yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau kondisi
lainnya, maka manajemen menggunakan pertimbangannya dalam mengembangkan dan
menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang:
1. relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi oleh pemakai; dan
2. andal, dalam laporan keuangan yang:
a. menyajikan secara jujur posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas;
b. mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, dan
bukan hanya bentuk hukumnya
c. netral, yaitu bebas dari bias;
d. pertimbangan sehat; dan
e. lengkap dalam semua hal yang material.
Dalam membuat pertimbangan yang dijelaskan diparagraf 10, manajemen mengacu, dan
mempertimbangkan keterterapan dari, sumber-sumber berikut ini sesuai dengan urutan menurun:
1. persyaratan dan panduan dalam SAK yang berhubungan dengan masalah serupa dan
terkait; dan
2. defi nisi, kriteria pengakuan, dan konsep pengukuran untuk aset, laibilitas, penghasilan dan
beban dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan.
Dalam membuat pertimbangan yang dijelaskan di paragraf 10, manajemen juga
mempertimbangkan standar akuntansi terkini yang dikeluarkan oleh badan penyusun standar
akuntansi lainnya yang menggunakan kerangka dasar yang sama untuk mengembangkan standar
akuntansi, literatur akuntansi lainnya dan praktik akuntansi industry yang berlaku, sepanjang tidak
bertentangan dengan sumber pada paragraf 11.
Konsistensi Kebijakan Akuntansi
Entitas memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi secara konsisten untuk transaksi,
peristiwa dan kondisi lainnya yang serupa, kecuali PSAK secara
spesifi k mengatur atau
mengizinkan kelompok item-item dimana kebijakan akuntansi yang berbeda adalah hal yang
mungkin sesuai dengan keadaan. Jika PSAK mengatur atau mengizinkan pengelompokkan
semacam itu, maka kebijakan akuntansi yang tepat dipilih dan diterapkan secara konsisten untuk
setiap kelompok.
Perubahan Kebijakan Akuntansi
Entitas mengubah suatu kebijakan akuntansi hanya jika perubahan tersebut:
1. dipersyaratkan oleh suatu PSAK; atau
2. menghasilkan laporan keuangan yang memberikan informasi yang andal dan lebih relevan
tentang dampak transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya terhadap posisi keuangan, kinerja
keuangan atau arus kas entitas.
Pemakai laporan keuangan perlu untuk mampu membandingkan laporan keuangan entitas
sepanjang waktu untuk mengidentifi kasi kecenderungan dalam posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kasnya. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang sama diterapkan pada setiap
periode dan dari suatu periode dengan periode berikutnya, kecuali suatu perubahan kebijakan
akuntansi memenuhi kriteria pada paragraf 14.
Berikut ini bukan merupakan perubahan kebijakan akuntansi:
1. penerapan suatu kebijakan akuntansi untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya yang
berbeda secara
2. substansi daripada yang terjadi sebelumnya; dan penerapan suatu kebijakan akuntansi baru
untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya yang tidak pernah terjadi sebelumnya atau
tidak material.
Penerapan awal suatu kebijakan untuk menilaikembali aset sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap
atau PSAK 19: Aset Tidak Berwujud adalah suatu perubahan dalam kebijakan akuntansi yang
berhubungan dengan suatu revaluasi sesuai dengan PSAK 16 atau PSAK 19, bukan sesuai dengan
Pernyataan ini. Paragraf 19-31 tidak diterapkan untuk perubahan kebijakan akuntansi yang
dijelaskan di paragraf 17.
Penerapan Perubahan Kebijakan Akuntansi
Bergantung dari paragraf 23:
1. entitas mencatat perubahan kebijakan akuntansi akibat dari penerapan awal suatu PSAK
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan transisinya, jika ada; dalam PSAK tersebut, dan
2. entitas mengubah kebijakan akuntansi untuk penerapan awal suatu PSAK yang tidak
mengatur ketentuan transisi untuk perubahan tersebut, atau perubahan kebijakan akuntansi
secara sukarela, diterapkan secara retrospektif.
Untuk tujuan dalam Pernyataan ini, penerapan dini PSAK bukan merupakan perubahan
kebijakan akuntansi yang bersifat sukarela. Dalam hal PSAK tidak secara spesifi k diterapkan
untuk transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, maka manajemen, sesuai paragraf 12, menerapkan
suatu kebijakan akuntansi terkini yang dikeluarkan oleh badan-pembuatstandar- akuntansi lain
yang menggunakan kerangka konseptual yang sama dalam mengembangkan standar akuntansi.
Jika, selanjutnya pengaturan (pronouncement) tersebut diamandemen, entitas memilih untuk
mengubah suatu kebijakan akuntansi, maka perubahan tersebut dicatat dan
diungkapkan sebagai perubahan kebijakan akuntansi yang bersifat sukarela.
Penerapan Retrospektif
Bergantung dari paragraf 23, ketika perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara
retrospektif sesuai dengan paragraf 19(a) atau 19 (b), maka entitas menyesuaikan saldo awal setiap
komponen ekuitas yang terpengaruh untuk periode sajian paling awal dan jumlah komparatif
lainnyadiungkapkan untuk setiap periode sajian seolah-olah kebijakan akuntansi baru tersebut
sudah diterapkan sebelumnya.
Keterbatasan Penerapan Retrospektif
Ketika penerapan retrospektif disyaratkan oleh paragraf 19(a) atau 19(b), maka perubahan
kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif kecuali sepanjang tidak praktis untuk
menentukan dampak periode-spesifik atau dampak kumulatif perubahan tersebut. Ketika tidak
praktis untuk menentukan dampak periode-spesifi k akibat perubahan kebijakan akuntansi dalam
informasi komparatif untuk satu atau lebih periode sajian, maka entitas menerapkan kebijakan
akuntansi baru untuk jumlah tercatat aset dan laibilitas pada awal periode paling awal dimana
penerapan retrospektif adalah praktis, mungkin periode berjalan, dan membuat penyesuaian saldo
awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh untuk periode itu.
Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak kumulatif dari, pada awal periode berjalan,
penerapan kebijakan akuntansi baru untuk seluruh periode lalu, maka entitas menyesuaikan
informasi komparatif untuk menerapkan kebijakan akuntansi baru secara prospektif dari tanggal
paling awal yang dapat diterapkan.
Ketika entitas menerapkan kebijakan akuntansi baru secara retrospektif, maka entitas menerapkan
kebijakan akuntansi baru tersebut untuk informasi komparatif untuk periode lalu ke belakang
sejauh mungkin praktis. Penerapan retrospektif untuk periode lalu adalah tidak praktis kecuali
praktis untuk menentukan dampak kumulatif atas jumlah awal dan akhir laporan posisi keuangan
untuk periode itu. Jumlah yang dihasilkan dari penyesuaian terkait dengan periode sebelum
periode sajian laporan keuangan, menyesuaikan saldo awal setiap komponen ekuitas yang
terpengaruh dari periode sajian paling awal. Biasanya penyesuaian dilakukan atas saldo laba.
Namun, penyesuaian dapat dilakukan kekomponen ekuitas lainnya (misalnya, untuk mematuhi
suatu PSAK). Informasi lain mengenai periode lalu, seperti ringkasan data keuangan historis, juga
disesuaikan ke belakang sejauh mungkin dapat dilakukan dengan praktis.
Ketika tidak praktis bagi entitas untuk menerapkan kebijakan akuntansi baru secara
retrospektif karena entitas tidak dapat menentukan dampak kumulatif penerapan kebijakan untuk
semua periode lalu, maka entitas sesuai paragraf 25 menerapkan kebijakan baru secara retrospektif
mulai dari periode paling awal yang dapat dipraktikan. Oleh karena itu, porsi penyesuaian
kumulatif atas aset, laibilitas, dan ekuitas yang timbul sebelum tanggal itu diabaikan. Perubahan
kebijakan akuntansi bahkan diijinkan, jika tidak praktis, untuk menerapkan kebijakan secara
prospektif terhadap periode lalu yang manapun. Paragraf 50-53 memberikan panduan ketika tidak
praktis untuk menerapkan kebijakan akuntansi baru untuk satu atau lebih periode lalu.
Pengungkapan
Ketika penerapan awal suatu PSAK memiliki dampak pada periode berjalan atau periode
lalu, akan
memiliki dampak semacam itu kecuali tidak praktis untuk menentukan jumlah penyesuaian, atau
memiliki dampak pada periode mendatang, entitas mengungkapkan:
1. judul PSAK;
2. ketika dapat diterapkan, bahwa perubahan kebijakan akuntansi dilakukan sesuai dengan
ketentuan transisinya;
3. sifat dari perubahan kebijakan akuntansi;
4. ketika dapat diterapkan, penjelasan ketentuan transisi;
5. ketika dapat diterapkan, ketentuan transisi yang memiliki dampak pada periode
mendatang;
6. untuk periode berjalan dan setiap periode lalu sajian, sepanjang praktis, jumlah
penyesuaian:
a. untuk setiap item laporan keuangan yang terkena dampak; dan
b. jika PSAK 56: Laba per Saham diterapkan, laba per saham dasar dan dilusian;
7. jumlah penyesuaian terkait dengan periode-periode sebelum disajikan, sepanjang praktis;
dan
8. jika penerapan retrospektif disyaratkan oleh paragraph 19(a) dan 19(b) tidak praktis untuk
suatu periode
lalu tertentu, atau periode-periode sebelum disajikan, keadaan yang mendorong ke keberadaan
kondisi itu dan penjelasan bagaimana dan mulai kapan perubahan kebijakan akuntansi diterapkan.
Laporan keuangan periode selanjutnya tidak perlu mengulang pengungkapan di atas.
Ketika perubahan kebijakan akuntansi sukarela memiliki dampak pada periode berjalan
atau periode lalu, akan memiliki dampak pada periode itu kecuali tidak praktis untuk menentukan
jumlah penyesuaian,atau memiliki dampak pada periode mendatang, entitas mengungkapkan:
1. sifat dari perubahan kebijakan akuntansi;
2. alasan kenapa penerapan kebijakan akuntansi baru memberikan informasi yang andal dan
lebih relevan;
3. untuk periode berjalan dan setiap periode lalu sajian, sepanjang praktis, jumlah
penyesuaian:
a. untuk setiap item laporan keuangan yang terpengaruh; dan
b. jika PSAK 56: Laba Per Saham diterapkan untuk entitas, laba per saham dasar dan
dilusian;
4. jumlah penyesuaian yang terkait dengan periode periode sebelum periode-periode tersebut
disajikan,
5. sepanjang praktis; dan
6. jika penerapan retrospektif tidak praktis untuk suatu periode tertentu, atau untuk periodeperiode sebelum
periode-periode tersebut disajikan, keadaan yang membuat keberadaan kondisi itu dan penjelasan
bagaimana dan sejak kapan perubahan kebijakan akuntansi diterapkan. Laporan keuangan periode
selanjutnya tidak perlu mengulang pengungkapan ini.
Ketika entitas belum menerapkan suatu PSAK baru yang telah diterbitkan tetapi belum efektif
berlaku, maka entitas mengungkapkan:
1. fakta ini; dan
2. informasi relevan yang dapat diestimasi secara wajar atau dapat diketahui untuk menilai
dampak yang
mungkin atas penerapan PSAK baru tersebut pada laporan keuangan pada periode awal
penerapannya. Sesuai dengan paragraf 30, entitas mempertimbangkan mengungkapkan:
1. judul PSAK baru;
2. sifat perubahan standar yang belum berlaku efektif atau perubahan kebijakan akuntansi;
3. tanggal di mana penerapan PSAK disyaratkan;
4. tanggal di mana entitas berencana untuk menerapkan PSAK awalnya; dan
5. apakah:
a. diskusi perkiraan dampak penerapan awal PSAK yang atas laporan keuangan; atau
b. jika dampak tidak dapat diketahui atau diestimasi secara wajar, pernyataan atas hal
itu.
PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI
Sebagai akibat ketidakpastian yang melekat dalam aktivitas bisnis, banyak unsur dalam
laporan keuangan tidak dapat diukur dengan tepat tetapi hanya dapat diestimasi. Estimasi
melibatkan pertimbangan berdasarkan informasi terkini yang tersedia dan andal. Misalnya,
estimasi mungkin diperlukan untuk:
1. piutang tidak tertagih;
2. persediaan yang rusak;
3. nilai wajar aset keuangan atau laibilitas keuangan;
4. umur manfaat, atau ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa mendatang yang
melekat pada, aset yang didepresiasikan; dan
5. kewajiban garansi
Penggunaan estimasi rasional adalah bagian mendasar untuk penyiapan laporan keuangan
dan tidak mengurangi keandalannya. Estimasi mungkin perlu direvisi jika terjadi perubahan
keadaan yang menjadi dasar estimasi atau akibat informasi baru atau tambahan pengalaman.
Sesuai sifatnya, revisi estimasi tidak terkait dengan periode lalu dan bukan koreksi suatu
kesalahan. Suatu perubahan dalam dasar pengukuran yang digunakan adalah perubahan kebijakan
akuntansi, dan bukan
perubahan estimasi akuntansi. Ketika sulit untuk membedakan suatu perubahan kebijakan
akuntansi dengan perubahan estimasi akuntansi, maka perubahan tersebut diperlakukan sebagai
perubahan estimasi akuntansi.
Dampak perubahan estimasi akuntansi, selain perubahan penerapan paragraf 37, diakui
secara prospektif dalam laporan laba rugi pada:
1. periode perubahan, jika dampak perubahan hanya pada periode itu; atau
2. periode perubahan dan periode mendatang, jika perubahan berdampak pada keduanya.
Sepanjang perubahan estimasi akuntansi mengakibatkan perubahan aset dan laibilitas, atau
terkait dengan
suatu item ekuitas, perubahan estimasi akuntansi tersebut diakui dengan
menyesuaikan jumlah tercatat item aset, laibilitas, atau ekuitas yang terkait pada periode
perubahan.
Pengakuan secara prospektif dampak perubahan estimasi akuntansi berarti bahwa perubahan
diterapkan untuk
transaksi, peristiwa dan kondisi lain sejak tanggal perubahan dalam estimasi. Suatu perubahan
estimasi akuntansi dapat hanya berakibat pada laba atau rugi periode berjalan, atau laba atau rugi
periode berjalan dan periode mendatang. Misalnya, suatu perubahan estimasi akuntansi piutang
tidak tertagih hanya berdampak pada laba atau rugi periode berjalan dan oleh karena itu diakui
pada periode berjalan. Namun, suatu perubahan estimasi umur manfaat dari, atau ekspektasi pola
konsumsi manfaat ekonomi masa mendatang pada, suatu asset yang dapat disusutkan berdampak
pada beban penyusutan untuk periode berjalan dan setiap periode mendatang selama sisa umur
manfaat. Dalam kedua kasus tersebut, dampak perubahan yang terkait dengan periode berjalan
diakui sebagai penghasilan atau beban pada periode berjalan. Dampak, jika ada, pada periode
mendatang diakui sebagai penghasilan atau beban pada periode mendatang tersebut.
Estimasi akuntansi diperlukan dalam penyusuhan laporan keuangan sebagai akibat dari
ketidakpastian yang melekat dalam aktivitas bisnis. Estimasi yang dilakukan antara lain dalam
penentuan piutang tidak tertagih, nilai wajar instrument keuangan, umur manfaat aset tetap, dan
kewajiban garansi.
Estimasi dapat berubah karena adanya informasi baru atau tambahan pengalaman.
Perubahan estimasi diperlakukan secara prospektif pada periode perubahan, atau pada periode
perubahan dan periode mendatang jika dampaknya lebih dari satu periode. Jika perubahan estimasi
akuntansi mengakibatkan perubahan aset dan liabilitas, atau terkait dengan suatu item, atau ekuitas
terkait pada periode perubahan.
Pengungkapan yang diperlukan atas perubahan estimasi akuntansi tidak sekompleks
perubahan kebijakan. Jika entitas melakukan perubahan estimasi akuntansi, maka entitas
mengungkapkan:
1. Sifat dan jumlah perubahan estimasi akuntansi yang berpengaruh pada periode berjalan,
atau diperkirakan akan berdampak pada periode mendatang jika praktis untuk
mengestimasi dampak di periode mendatang.
2. Ketidakpastian dalam mengungkapkan dampak pada periode mendatang sehingga tidak
diungkapkan.
Ilustrasi 7
Suatu entitas memiliki mesin yang dibeli pada tanggal 1 Januari 20X0 seharga Rp 100.000,000.
Mesin tersebut diperkirakan memiliki umur manfaat 10 tahun dengan nilai sisab Rp 10.000.000.
Pada tanggal 1 Januari 20X3, terjadi perunahan estimasi, dimana umur manfaat mesin diperkirakan
masih tersisa 8 tahun lagi dan tanpa nilai sisa. Tentukan perlakuan akuntansi yang tepat untuk
eprubahan ini.
Jawab:
Dengan menggunakan metode garis lurus, jumlah tercatat mesin sebelum penyusutan tanggal 1
Januari 20X3:
Harga perolehan
Rp 100.000.000
Estimasi nilai sisa
10.000.000
Jumlah terdepresiasi
90.000.000
Estimasi umur manfaat
Depresiasi per tahun
10
9.000.000
Jumlah tercatat setelah depresiasi 31 Desember 20X2
= Rp 100.000.000 – ( 3 x Rp 9.000.000 )
= Rp 73.000.000
Jumlah depresiasi per tahun mulai 20X3 adalah
= Rp 73.000.000 ÷ 9
= Rp 8.111.111
Tidak diperlukan poenyesuaian untuk pencatatan tahun sebelumnya, karena perubahan
estimasi diperlakukan prospektif. Namun jika dampak perubahan tersebut dianggap signifikan,
entitas dapat mengungkapkan efek dari perubahan beban depresiasi atas laba bersih terhadap
periode-periode yang terpengaruh.
Pengungkapan
Entitas mengungkapkan sifat dan jumlah perubahan estimasi akuntansi yang berdampak
pada periode berjalan atau diperkirakan akan berdampak pada periode mendatang, kecuali
pengungkapan dampak pada periode mendatang tidak praktis untuk mengestimasi dampak itu. Jika
jumlah dampak pada periode mendatang adalah tidak diungkapkan karena estimasinya tidak
praktis, maka entitas mengungkapkan hal itu.
KESALAHAN
Kesalahan dapat timbul dalam pengakuan, pengukuran, penyajian atau pengungkapan
unsur-unsur laporan keuangan. Laporan keuangan tidak sesuai dengan SAK jika mengandung
kesalahan material atau tidak material yang disengaja untuk mencapai suatu penyajian laporan
posisi keuangan, kinerja keuangan atau arus kas tertentu. Potensi kesalahan periode berjalan yang
ditemukan pada periode itu dikoreksi sebelum laporan keuangan diterbitkan. Namun, kesalahan
material yang kadangkala tidak ditemukan sampai suatu periode kemudian, dan kesalahan periode
lalu dikoreksi pada informasi komparatif sajian pada laporan keuangan periode selanjutnya
tersebut (lihat paragraf 42-47).
Subyek dari paragraf 43, entitas mengoreksi kesalahan material periode lalu secara
retrospektif pada
laporan keuangan lengkap pertama yang diterbitkan setelah ditemukannya dengan:
1. menyajikan kembali jumlah komparatif untuk periode lalu sajian dimana kesalahan terjadi;
atau
2. jika kesalahan terjadi sebelum periode lalu sajian paling awal, menyajikan kembali saldo
awal aset, laibilitas, dan ekuitas untuk periode lalu sajian paling awal.
Aturan ketidakpraktrisan penerapan retrospektif untuk kesalahan serupa dengan perubahan
kebijakan akuntansi. Jika tidak praktis untuk menentukan dampak kesalahan pada periode tertentu
dalam informasi komparatif, maka entitas dapat menyajikan kembali saldo awal aset, liabilitas,
dan ekuitas untuk periode paling awal yang praktis untuk penyajian-kembali retrospektif, yang
mana bisa jadi merupakan periode berjalan. Jika tidak praktis, maka entitas dapat menyajikan
informasi komparatif untuk mengoreksi kesalahan secara prospektif dari tanggal praktis.
Jika terjadi kesalahan, selain membuat koreksi pada penyajian, entitas juga harus mengungkapkan
hal-hal berikut:
1. Sifat kesalahan periode lalu
2. Untuk setiap periode sajian, sepanjang praktis, jumlah koreksi untuk setiap item laporan
keuanganyang terkena dampak dan yang terkait laba per saham dasar dan dilusian (jika
menerapkan PSAK 56: Laba Per Saham)
3. Jumlsh koreksi pada awal periode sajian paling awal
4. Jika penerapan retrospektif tidak praktis, keadaan yang menyebabkan ketidakpraktisan
serta penjelasan bagaimana dan mulai kapankesalahan telah dikoreksi.
Ilustrasi 8
Selama 20X3, PT A menemukan bahwa suatu beban dibayar di muka yang dibayarkan pada tahun
20X1 sebesar 1.000 belum pernah diakui dalam laba atau rugi. Beban yang seharusnya telah diakui
pada tahun 20X1 dan 20X2 adalah 100 dan 200. Sementara itu beban terkait pada tahun 20X3
adalah 300. Kesalahan tersebut dianggap material.
Diketahui data laporan keuangan 20X3 sebelum diterbitkan, dan data 20X2 adalah sebagai berikut:
20X3 (draf)
20X2
Pendapatan
9.000
6.000
Beban
(7.000)
(4.500)
Laba bersih
2.000
1.500
Saldo laba awal tahun
20.000
18.500
Laba tahun berjalan
2.000
1.500
Saldo laba akhir tahun
22.000
20.000
Tentukan perlakuan akuntansi yang tepat untuk kasus tersebut.
Jawab:
Dengan asumsi dianggap praktis, koreksi dan penyajian komparatif dibuat sejak 20X2.
Jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut:
20X2
Db.Saldo laba
100
Db.Beban
200
Kr.Beban dibayar muka
20X3
300
Db.Beban
300
Kr.Beban dibayar muka
300
Laporan keuangan 20X2 perlu disajikan kembali, dan draft 20X3 perlu diperbaiki sebagai berikut:
20X2
20X3
(disajikan kembali)
Pendapatan
9.000
6.000
Beban
(7.300)
(4.700)
Laba Bersih
1.700
1.300
Saldo laba awal tahun disajikan sebelumnya
-
18.500
Koreksi kesalahan periode lalu
-
(100)
Saldo laba awal tahun (disajikan kambali)
19.700
18.400
Laba tahun
1.700
1.300
Saldo laba akhir tahun
22.400
19.700
Entitas perlu mengungkapkan sifat kesalahan yang terjadi dan bagaimana penghitungan atas
koreksi diperoleh.
Keterbatasan Penyajian Kembali Retrospektif
Kesalahan periode lalu dikoreksi dengan penyajiankembali secara retrospektif kecuali
sepanjang tidak praktis untuk menentukan dampak periode tertentu atau dampak kumulatif
kesalahan.
Ketika tidak praktis untuk menentukan dampak periode-tertentu dari kesalahan pada
informasi komparatif untuk satu atau lebih periode sajian, maka entitas menyajikan kembali saldo
pembuka aset, laibilitas, dan ekuitas untuk periode paling awal di mana penyajiankembali
retrospektif adalah praktis (mungkin periode berjalan). Ketika tidak praktis untuk menentukan
dampak kumulatif, pada awal periode berjalan, dari kesalahan pada semua periode lalu, maka
entitas menyajikan-kembali informasi komparatif untuk mengoreksi kesalahan secara prospektif
dari tanggal paling praktis. Koreksi kesalahan periode lalu tidak termasuk dari laporan laba rugi
pada periode dimana kesalahan ditemukan. Informasi sajian atas periode lalu, termasuk ringkasan
data keuangan historis, disajikan kembali sejauh mungkin adalah praktis.
Ketika tidak praktis untuk menentukan jumlah kesalahan (misalnya kesalahan penerapan
kebijakan akuntansi) untuk semua periode lalu, maka entitas, sesuai dengan paragraf 45,
menyajikan-kembali informasi komparatif secara prospektif sejak tanggal paling awal adalah
praktis. Hal ini mengabaikan porsi kumulatif penyajian-kembali aset, laibilitas, dan ekuitas yang
timbul sebelum tanggal itu. Paragraf 50-53 memberikan panduan kapan adalah tidakpraktis untuk
mengoreksi kesalahan untuk satu atau lebih periode lalu.
Koreksi kesalahan berbeda dengan perubahan estimasi akuntansi. Estimasi akuntansi
sesuai dengan sifatnya merupakan perkiraan yang perlu direvisi akibat tambahan informasi yang
diketahui kemudian. Misalnya, laba atau rugi yang diakui akibat hasil suatu kontinjensi adalah
bukan koreksi kesalahan.
Pengungkapan Kesalahan Periode Lalu
Dalam penerapan paragraf 42, entitas mengungkapkan hal-hal berikut:
1. sifat kesalahan periode lalu;
2. untuk setiap periode sajian, sepanjang praktis, jumlah koreksi:
a. untuk setiap item laporan keuangan yang terpengaruh; dan
b. jika menerapkan PSAK 56: Laba Per Saham, maka mengungkapkan laba per saham
dasar dan dilusian;
3. jumlah koreksi pada awal periode sajian paling awal; dan
4. jika penyajian-kembali retrospektif tidak praktis untuk suatu periode tertentu, keadaan
yang membuat
5. keberadaan kondisi itu dan penjelasan bagaimana dan sejak kapan kesalahan telah
dikoreksi.
Laporan keuangan periode berikutnya tidak perlu mengulang pengungkapan ini.
KETIDAKPRAKTISAN PENERAPAN RETROSPEKTIF DAN PENYAJIANKEMBALI
RETROSPEKTIF
Dalam beberapa keadaan adalah tidak praktis untuk menyesuaikan informasi komparatif
untuk satu atau lebih
periode lalu untuk mencapai daya banding dengan periode berjalan. Misalnya, data belum
diperoleh dalam periode lalu dalam suatu cara yang memungkinkan baik penerapan retrospektif
suatu kebijakan akuntansi baru (termasuk, untuk tujuan pada paragraf 51-53, penerapan
retrospektif untuk periode lalu) atau penyajian-kembali untuk mengoreksi kesalahan periode lalu,
dan tidak praktis untuk menghasilkan informasi tersebut.
Seringkali dibutuhkan untuk membuat estimasi dalam penerapan suatu kebijakan akuntansi
untuk unsur laporan keuangan yang diakui atau disajikan atas transaksi, peristiwa atau kondisi
lainnya. Estimasi secara melekat bersifat subyektif, dan estimasi dikembangkan setelah periode
pelaporan. Pengembangan estimasi secara potensial lebih sulit ketika penerapan retrospektif
kebijakan akuntansi atau penyajian-kembali retrospektif untuk mengoreksi kesalahan periode lalu,
karena periode waktu yang lebih lama dapat berlalu sejak dampak transaksi, peristiwa atau kondisi
lainnya terjadi. Namun, estimasi obyektif terkait periode lalu adalah sama untuk estimasi yang
dilakukan pada periode berjalan, dalam hal ini, untuk estimasi yang mencerminkan keadaan yang
ada ketika transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya terjadi.
Oleh karena itu, penerapan retrospektif kebijakan akuntansi baru atau koreksi kesalahan
periode lalu mensyaratkan pembedaan informasi yang (a) menyediakan bukti keadaan yang ada
pada tanggal terjadinya transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya, dan (b) tersedia ketika laporan
keuangan periode lalu disahkan untuk diterbitkan, dari informasi lainnya. Untuk beberapa jenis
estimasi (misalnya estimasi nilai wajar tidak didasarkan pada harga atau masukan yang dapat
diobservasi), tidak praktis untuk membedakan jenis-jenis informasi ini. Ketika penerapan
retrospektif atau penyajian-kembali retrospektif memerlukan estimasi signifikan sehingga tidak
mungkin untuk membedakan kedua jenis informasi ini, tidak praktis untuk menerapkan kebijakan
akuntansi baru atau koreksi kesalahan periode lalu secara retrospektif.
Peninjauan ke belakang tidak digunakan ketika penerapan kebijakan akuntansi baru untuk,
atau koreksi jumlah atas, periode lalu baik dalam pembuatan asumsi maksud manajemen telah
dilakukan pada periode lalu atau estimasi jumlah yang diakui, diukur, atau diungkapkan pada suatu
periode lalu. Misalnya, ketika entitas mengoreksi kesalahan periode lalu untuk pengukuran aset
keuangan yang sebelumnya diklasifi kasikan sebagai dimiliki hingga jatuh tempo sesuai PSAK 55
(revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, tidak mengubah dasar
pengukuran untuk periode itu jika manajemen memutuskan nanti tidak memiliki hingga jatuh
tempo. Sebagai tambahan, ketika entitas mengoreksi kesalahan periode lalu dalam perhitungan
laibilitas atas cuti sakit terakumulasi pegawai sesuai dengan PSAK 24: Imbalan Kerja dengan
mengabaikan informasi musim infl uenza akut tidak normal selama periode mendatang yang
menjadi tersedia setelah laporan keuangan
periode lalu disahkan untuk diterbitkan. Fakta bahwa estimasi signifi kan adalah sering disyaratkan
ketika mengamandemen informasi komparatif sajian untuk periode lalu tidak mencegah
penyesuaian atau koreksi yang andal informasi komparatif.
CONTOH 1 – PENYAJIAN KEMBALI KESALAHAN RETROSPEKTIF
Selama 20X2, PT Beta menemukan beberapa produk yang telah dijual pada 20X1 salah
tercatat pada persediaan per 31 Desember 20X1 sebesar Rp6.500.
Catatan akuntansi PT Beta untuk 20X2 menunjukkan penjualan Rp104.000, harga pokok
penjualan Rp86.500
(termasuk kesalahan Rp6.500 pada saldo awal persediaan), dan pajak penghasilan Rp5.250.
Dalam 20X1, PT Beta melaporkan:
Rp
Penjualan
73.500
Harga pokok penjualan
(53.500)
Laba sebelum pajak penghasilan
20.000
Pajak Penghasilan
(6.000)
Laba
14.000
Saldo laba awal 20X1 adalah Rp20.000 dan saldo
laba akhir adalah Rp 34.000
Tarif pajak sebesar 30 persen untuk 20X2 dan 20X1. Tidak ada penghasilan dan beban
lainnya.
1.6 PT Beta memiliki Rp5.000 modal saham dan tidak ada komponen ekuitas lainnya kecuali saldo
laba. Saham
perusahaan tidak diperdagangkan secara publik dan tidak mengungkapkan laba per saham.
PT Beta
Disarikan dari laporan laba rugi komprehensif
PT Beta
Laporan Perubahan Ekuitas
Disarikan dari catatan atas laporan keuangan
Beberapa produk yang telah terjual pada 20x1 tercatat salah sebesar Rp6.500 per 31
Desember 20X1. Laporan keuangan 20X1 disajikan-kembali untuk membetulkan kesalahan ini.
Dampak dari penyajian-kembali laporan keuangan tersebut diringkaskan berikut ini. Tidak ada
dampak pada 20x2
CONTOH 2 – PENERAPAN PROSPEKTIF UNTUK PERUBAHAN KEBIJAKAN
AKUNTANSI KETIKA PENERAPAN RETROSPEKTIF TIDAK PRAKTIS
Selama 20X2, PT. Delta mengubah kebijakan akuntansi penyusutan aset tetap, sehingga
menerapkan lebih banyak pendekatan komponen secara penuh, pada saat yang sama menerapkan
model revaluasi. Pada tahun sebelum 20X2, catatan PT. Delta tidak cukup detail untuk
menerapkan pendekatan komponen secara penuh. Pada akhir 20x1, manajemen membuat survei
rekayasa, di mana menyediakan informasi komponen yang dimiliki dan nilai wajarnya, umur
manfaat, nilai residu estimasian, dan jumlah yang dapat disusutkan pada awal 20X2. Namun,
survei tersebut tidak menyediakan dasar yang cukup untuk mengestimasi secara andal biaya untuk
komponen-komponen tersebut yang sebelumnya tidak dicatat secara terpisah, dan catatan yang
ada sebelum survei tidak mengizinkan informasi ini direkonstruksi.
Manajemen mempertimbangkan bagaimana men catat untuk setiap dua aspek perubahan
akuntansi. Mereka menentukan tidak praktis untuk mencatat perubahan tersebut untuk pendekatan
komponen yang lebih penuh secara retrospektif, atau mencatat perubahan secara prospektif dari
tanggal yang lebih awal daripada awal 20X2. Juga, perubahan dari model biaya ke model revaluasi
dipersyaratkan diperlakukan secara prospektif. Oleh karena itu, manajemen menyimpulkan
menerapkan kebijakan baru secara prospektif mulai dari 20X2.
Informasi tambahan:
Tarif pajak adalah 30 persen.
Disarikan dari catatan atas laporan keuangan
Mulai dari 20x2, PT Delta mengubah kebijakan akuntansi untuk penyusutan aset tetap, sehingga
menerapkan pendekatan komponen yang lebih penuh, pada saat yang sama menerapkan model
revaluasi. Manajemen berpendapat kebijakan ini menyediakan informasi yang andal dan lebih
relevan karena komponen asset tetap lebih akurat dan didasarkan atas nilai kini. Kebijakan ini
diterapkan secara prospektif mulai dari 20X2 karena tidak praktis untuk mengestimasi dampak
penerapan kebijakan baik secara retrospektif, atau secara prospektif dari tanggal yang lebih awal.
Oleh karena itu, penerapan kebijakan baru tidak mempunyai dampak atas periode sebelumnya.
Dampak tahun berjalan adalah meningkatkan jumlah tercatat aset tetap pada awal tahun sebesar
Rp6.000; meningkatkan penyisihan pajak tangguhan awal sebesar Rp1.800; menghasilkan surplus
revaluasi pada awal tahun sebesar Rp4.200; meningkatkan beban penyusutan sebesar Rp500; dan
mengurangi beban pajak sebesar Rp150.
SAK
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 46 PAJAK PENGHASILAN
PSAK 46 (2013): Pajak Penghasilan disajikan dalam format yang disesuaikan dengan format
yang digunakan dalam IFRS oleh IASB. Kalimat yang digaris bawah adalah kalimat tambahan,
sedangkan kalimat yang dicoret adalah kalimat yang dihapus. Untuk paragraf yang tidak
diamandemen dapat mengacu ke PSAK 46 (2010): Pajak Penghasilan.
PENDAHULUAN
Ruang Lingkup
Untuk tujuan Pernyataan ini, pajak penghasilan termasuk semua pajak dalam negeri dan
luar negeri yang didasarkan pada laba kena pajak. Pajak penghasilan juga termasuk pajak-pajak,
seperti pemotongan pajak (atas distribusi kepada entitas pelapor) yang terutang oleh entitas anak,
entitas asosiasi, atau ventura pengaturan bersama.
pengakuanasetpajaktangguhandanliabilitaspajaktangguhan
Perbedaan Temporer Kena Pajak
Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai liabilitas pajak tangguhan, kecuali
perbedaan temporer kena pajak yang berasal dari:
1. pengakuan awal goodwill; atau
2. pengakuan awal aset atau liabilitas dari transaksi yang:
a. bukan kombinasi bisnis; dan
b. pada waktu transaksi tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba kena pajak (rugi
pajak).
Namun, untuk perbedaan temporer kena pajak terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang
dan entitas asosiasi, dan bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama, liabilitas pajak
tangguhan diakui sesuai dengan paragraf 41.
Perbedaan temporer juga timbul ketika:
1. aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih dalam kombinasi bisnis
diakui pada nilai wajar sesuai dengan PSAK 22: Kombinasi Bisnis, namun tidak ada
penyesuaian setara yang dibuat untuk tujuan pajak (lihat paragraf 19);
2. aset direvaluasi dan tidak ada penyesuaian setara yang dibuat untuk tujuan pajak (lihat
paragraf 20);
3. goodwill yang timbul dalam kombinasi bisnis (lihat paragraf 21);
4. dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas pada pengakuan awal berbeda dari jumlah
tercatat awal, misalnya jika manfaat yang diperoleh entitas dari hibah pemerintah terkait
dengan aset tidak kena pajak (lihat paragraf 24 dan 35); atau
5. jumlah tercatat investasi pada entitas anak, cabang, dan entitas asosiasi atau partisipasi
dalam ventura pengaturan bersama menjadi berbeda dengan dasar pengenaan pajak pada
investasi atau partisipasi tersebut (lihat paragraf 40–47).
Contoh perbedaan temporer kena pajak adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan bunga diakui dalam laba akuntansi secara akrual, tetapi dihitung dalam laba
kena pajak setelah kas diterima (DPP piutang nihil).
2. Asumsi penyusunan yang digunakan berbeda antara akuntansi dan pajak, sehingga
penyusutan secara akuntansi lebih lambat dibandingkan penyusutan menurut pajak (DPP
aset adalah sebesar biaya perolehan dikurangi penyusutan pajak).
3. Biaya pengembangan dikapitalisasi secara akuntansi, tetapi dikurangkan dalam laba kena
pajak pada periode terjadinya (DPP biaya pengembangan nihil).
Ilustrasi 9
Suatu entitas membeli peralatan dengan biaya perolehan 100 pada tanggal 1 Jnuari 20X1. Entitas
tersebut memperkirakan umur manfaat mesin adalah lima tahun, dan diusutkan dengan metode
garis lurus. Jika peraturan pajak mengharuskan aset jenis tersebut disusutkan selama empat tahun
dengan metode garis lurus, maka akan terdapat perbedaan antara jumlah tercatat dan DPP peralatan
tersebut.
Perbedaan temporeter yang timbul adalah sebagai berikut:
Periode
Jumlah
Dasar Pengenaan Perbedaan
Tercatat
Pajak
Temporer
31 Desember 20X1
80
75
5
31 Desember 20X2
60
50
10
31 Desember 20X3
40
25
15
31 Desember 20X4
20
0
20
31 Desember 20X5
0
0
0
Karena penyusunan akuntansi lebih lambat daripada penyusunan pajak, maka akan timbul
liabilitas pajak tangguhan, dengan asumsi tariff pajak sebesar 30%, sebagai berikut:
31 Desember 20X1 = 30% x 5 = 1,5
31 Desember 20X2 = 30% x 10 = 3
31 Desember 20X3 = 30% x 15 = 4,5
31 Desember 20X4 = 30% x 20 = 6
31 Desember 20X5 = 0
Perbedaan Temporer Dapat Dikurangkan
Aset pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan temporer dapat dikurangkan
sepanjang kemungkinan besar laba kena pajak akan tersedia sehingga perbedaan temporer dapat
dimanfaatkan untuk mengurangi laba dimaksud, kecuali jika aset pajak tangguhan timbul dari
pengakuan awal aset atau pengakuan awal liabilitas dalam transaksi yang:
1. bukan merupakan kombinasi bisnis; dan
2. pada saat transaksi, dampaknya tidak mempengaruhi laba akuntansi maupun laba kena
pajak (rugi pajak).
Namun, untuk perbedaan temporer dapat dikurangkan yang terkait dengan investasi pada entitas
anak, cabang dan entitas asosiasi, serta bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama, maka
aset pajak tangguhan diakui sesuai dengan paragraf 46.
Contoh perbedaan temporer yang dapat dikurangkan adalah sebagai berikut:
1. Biaya manfaat pensiun dapat dapat dikurangkan dari laba akuntansi, tetapi menurut pajak
biaya tersebut baru dikurangkan saat dibayarkan pada saat iuran atau manfaat pensiun
dibayar oleh entitas.
2. Biaya riset diakui dalam laba akuntansi tetapi tidak dikurangkan dalam laba kena pajak
hingga periode selanjutnya.
Ilustrasi 10
PT MNO menerima sewa dibayar di muka pada tanggal 1 Januari 20X1 untuk jangka waktu
4 tahun sebesar 100. Untuk tujuan pajak, pendapatan sewa tersebut dikenakan basis kas.
Dalam hal ini, DPP sewa diterima dimuka adalah nol, sehingga perbedaan temporer yang muncul
adalah sebesar 100. Dengan asumsi tarif pajak 30%, maka aset pajak tangguhan yang timbul adalah
30 (30% x 100). Perbedaan temporer dan aset pajak tangguhan ini akan habis pada akhir tahun
20X4.
PSAK 46 lebih jauh juga menyebutkan bahwa perbedaan temporer juga dapat muncul dari hal-hal
berikut ini:
1. Aset dan liabilitas yang diambil alih dalam kombinasi bisnis diakui sebesar nilai wajar,
sementara tidak ada penyesuaian serupa untuk tujuan pajak.
2. Revaluasi aset yang tidak diperkenankan untuk tujuan pajak.
3. Goodwill atau goodwill negatif yang timbul dalam kombinasi bisnis.
4. DPP dan jumlah tercatat pada pengakuan awal aset atauliabilitas berbeda, misalnya saat
entitas menerima hibah pemerintah uang tidak kena pajak.
5. Jumlah tercatat investasi pada entitas anak, cabang, entitas asoiasi, atau ventura bersama
berbeda dengan DPP investasi.
Ilustrasi 11
PT ABC mengakuisisi PT XYZ pada tahun 20X1 dengan membayar kas sejumlah 400. Pada saat
akuisisi, posisi keuangan PT XYZ terdiri atas:
Perbedaan
150
Piutang usaha
100
Modal saham
250
Nilai wajar persediaan pada saat akuisisi disepakati sebesar 200, tetapi peraturan pajak tidak
mengakui perbedaan nilai wajar dengan jumlah tercatat tersebut, sehingga hal ini menimbulkan
liabilitas pajak tangguhan yang akan meningkatkan nilai goodwill.
Dengan asumsi pajak 30%, maka liabilitas pajak tangguhan yang muncul adalah sebesar 30% x
(200 – 150), dan jurnal untuk mencatat transaksi akuisisi tersebut adalah sebagai berikut:
Db. Persediaan
200
Db. Piutang usaha
100
Db. Goodwill
115
Db. Kas
400
Kr. Liabilitas pajak tangguhan
15
Terkait penilaian kembali aset, revaluasi aset menurutr pajak dapat berbeda dengan revaluasi
menurut PSAK. Menurut perpajakan Indonesia, revaluasi aset tetap dapat dilakukan setiap lima
tahun dan tidak merupakan revaluasi menurun. Hal ini berbeda dengan PSAK 16. Saat merevaluasi
aset tetap, entitas di Indonesia perlu melaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agar nilai
revaluasian diakui oleh DJP, jika tidak maka DPP aset akan tetap menggunakan harga perolehan.
Ilustrasi 12
PT DEF membeli tanah seniali 2.000 pada tahun 20X1. Tanah tersebut direvaluasi menjadi 2.100
pada tanggal 31 Desember 20X2, tetapi kenaikan yang sama tidak dikenakan pada DPP. Hal ini
menimbulkan liabilitas pajak tangguhan yang akan mrngurangi surplus revaluasi. Tanah tersebut
kemudia dijual pada tahun 20X4 dengan nilai 2.250.
Dengan asumsi tariff pajak 30%, jurnal yang diperlukan pada saat revaluasi 20X2 dan penjualan
20X4 adalah sebagai berikut:
20X2
Revaluasi
(1)
Db. Tanah
100
Kr. Surplus revaluasi
(2)
Db. Surplus revaluasi
100
30
Kr. Liabilitas pajak tangguhan
20X4
30
Penjualan
(1)
Db. Kas
2.250
Kr. Tanah
2.100
Kr. Keuntungan penjualan tanah
150
Realisasi surplus revaluasi
(2)
Db. Surplus revaluasi
70
Kr. Saldo laba
70
Konsekuasi pajak
(3)
Db. Beban pajak
45
Db. Liabilitas pajak tangguhan
30
Kr. Utang pajak
75
Pajak terutang dihitung atas laba berdasarkan DPP, yaitu 250 (2,250 – 2.000). sementara itu beban
pajak dihitung berdasarkan laba akuntansi, yaitu 150.
Rugi Pajak yang Belum Dikompensasi
Aset pajak tangguhan diakui untuk akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi jika
besar kemungkinan laba kena pajak di masa depan akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi
pajak yang belum dikompensasi tersebut. aturan yang sama berlaku untuk kredit pajak yang belum
timbul dalam satu periode adalah lima tahun.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah laba kena pajak di masa depan
akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi yang belum dikompensasi antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Apakah entitas memiliki perbedaan temporer kena pajak yang cukup, yang akan
menghasilkan jumlah kena pajak sebelum kompensasi rugi pajak kadaluarsa.
2. Apakah entitas mungkin mendapat laba kena pajak sebelum kompensasi rugi pajak
kadaluarsa.
3. Apakah rugi pajak timbul dari kasus yang dapat diidentifikasi dan hamper tidak mungkin
berulang.
4. Apakah entitas memiliki kesempatan perencanaan pajak untuk menghasilkan laba kena
pajak sebelum komepnsasi rugi pajak kadaluarsa.
Jika laba kena pajak masa depan tidak dinilai memadai, maka aset pajak tangguhan tidak diakui.
Ilustrasi 13
Suatu perusahaan mengalami rugi 6.000 pada tahun 20X1 dan kemudian membukukan laba
sebelum pajak 10.000 pada tahun 20X2. Padea tahun 20X1, perusahaan tidak memiliki utang
pajak, karena tidak ada pendapatan kena pajak. Pendapatan kena pajak perusahaan pada tahun
20X2 adalah 4.000 setelah mengkonpensasi rugi yang terjadi pada tahun sebeumnya. Dengan
asumsi tariff pajak 30%, jurnal yang diperlukan pada dua tahun tersebut adalah:
Db. Aset pajak tangguhan
20X1
1.800
Kr. Pendapatan pajak kini
Db. Beban pajak tangguhan
1.800
1.800
Db. Beban pajak kini
20X2
1.200
Kr. Aset pajak tangguhan
1.800
Kr. Utang pajak
1.200
Beban pajak tangguhan dan beban pajak kini disatukan dalam laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain sebagai beban pajak sebesar 3.000.
Investasi pada Entitas Anak, Cabang, dan Entitas Asosiasi atau Bagian Partisipasi dalam
Ventura Pengaturan Bersama
Perbedaan temporer timbul jika jumlah tercatat investasi pada entitas anak, cabang dan
entitas asosiasi atau bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama (yaitu bagian entitas
induk atau investor atas aset neto entitas anak, cabang, entitas asosiasi atau investee, termasuk
jumlah tercatat goodwill) berbeda dengan dasar pengenaan pajak (yang seringkali merupakan
biaya perolehan) atas investasi atau bagian partisipasi tersebut. Perbedaan tersebut mungkin timbul
dalam keadaan berbeda, misalnya:
1. terdapat laba entitas anak, cabang, entitas asosiasi dan ventura pengaturan bersama yang
tidak didistribusikan;
2. perubahan kurs valuta asing jika entitas induk dan entitas anak berada pada negara yang
berbeda; dan
3. pengurangan jumlah tercatat investasi pada entitas asosiasi menjadi jumlah terpulihkannya.
Dalam laporan keuangan konsolidasian, perbedaan temporer mungkin berbeda dengan perbedaan
temporer terkait investasi dalam laporan keuangan tersendiri entitas induk jika entitas induk
mencatat investasi dalam laporan keuangan tersendiri tersebut pada biaya perolehan atau jumlah
revaluasian.
Entitas mengakui liabilitas pajak tangguhan untuk semua perbedaan temporer kena pajak
terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan asosiasi, serta bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama, kecuali sepanjang kedua kondisi berikut terpenuhi:
1. entitas induk, investor, atau venturer bersama atau operator bersama mampu
mengendalikan waktu pembalikan perbedaan temporer; dan
2. kemungkinan besar perbedaan temporer tidak akan dibalik di masa depan yang dapat
diperkirakan.
Pengaturan antar para pihak atas ventura pengaturan bersama biasanya menyangkut
pembagian distribusi laba dan mengatur apakah keputusan atas masalah tersebut memerlukan
persetujuan dari semua venturer atau mayoritas venturer tertentu pihak atau sekelompok pihak.
Jika venturer bersama atau operator bersama dapat mengendalikan pembagian laba distribusi
bagiannya atas laba dalam pengaturan bersama dan kemungkinan besar bahwa bagiannya atas laba
tidak akan didistribusikan di masa depan yang dapat diperkirakan, maka liabilitas pajak tangguhan
tidak diakui.
Entitas mengakui aset pajak tangguhan untuk semua perbedaan temporer dapat
dikurangkan yang timbul dari investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi, serta bagian
partisipasi dalam ventura pengaturan bersama sepanjang, dan hanya sepanjang, kemungkinan
besar terjadi:
1. perbedaan temporer akan dibalik di masa depan yang dapat diperkirakan; dan
2. laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang memadai sehingga perbedaan temporer
dapat dimanfaatkan.
Dalam memutuskan apakah aset pajak tangguhan diakui atas perbedaan temporer dapat
dikurangkan terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi serta bagian
partisipasi dalam ventura pengaturan bersama, maka entitas mempertimbangkan panduan yang
diatur di paragraf 30–33.
Jika liabilitas pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan timbul dari aset yang tidak
disusutkan yang diukur menggunakan model revaluasi sesuai PSAK 16, maka pengukuran
liabilitas pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan mencerminkan konsekuensi pajak untuk
memulihkan jumlah tercatat aset yang tidak disusutkan melalui penjualan, terlepas dari dasar untuk
mengukur jumlah tercatat aset tersebut. Dengan demikian, jika peraturan perpajakan menentukan
tarif pajak yang berlaku terhadap jumlah kena pajak yang berasal dari penjualan aset yang berbeda
dari tarif pajak yang berlaku terhadap jumlah pajak yang berasal dari penggunaan aset, maka tarif
pajak berlaku terhadap penjualan aset diterapkan dalam mengukur liabilitas atau aset pajak
tangguhan yang terkait dengan aset yang tidak disusutkan.
Jika liabilitas atau aset pajak tangguhan timbul dari properti investasi yang diukur
menggunakan model nilai wajar dalam PSAK 13, maka terdapat asumsi yang tidak dapat dibantah
bahwa jumlah tercatat properti investasi akan dipulihkan melalui penjualan. Oleh karena itu,
kecuali asumsi tersebut dapat dibantah, pengukuran liabilitas pajak tangguhan atau aset pajak
tangguhan mencerminkan konsekuensi pajak untuk memulihkan seluruh jumlah tercatat properti
investasi melalui penjualan. Asumsi ini dapat dibantah jika properti investasi dapat disusutkan dan
dimiliki dalam model bisnis yang bertujuan untuk mengkonsumsi secara substansial seluruh
manfaat ekonomi atas properti investasi dari waktu ke waktu, bukan melalui penjualan. Jika asumsi
ini dapat dibantah, maka persyaratan paragraf 51 dan 51A harus diikuti.
Paragraf 51B–51D tidak mengubah persyaratan untuk menerapkan prinsip-prinsip dalam
paragraf 24–33 (perbedaan temporer yang dapat dikurangkan) dan paragraf 34–36 (rugi fiskal yang
belum digunakan dan kredit pajak yang belum digunakan) dalam Pernyataan ini ketika mengakui
dan mengukur aset pajak tangguhan.
Beban Pajak
Beban (Penghasilan) Pajak Terkait dengan Laba Rugi dari Aktivitas Normal
Beban (penghasilan) pajak terkait dengan laba rugi dari aktivitas normal disajikan
tersendiri dalam laporan laba rugi komprehensif sebagai bagian dari laba rugi dalam laporan laba
rugi dan penghasilan komprehensif lain. Jika entitas menyajikan komponen laba rugi pada laporan
laba rugi secara terpisah sebagaimana dijelaskan dalam PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan
paragraf 83, maka beban (penghasilan) pajak terkait dengan laba rugi dari aktivitas normal
disajikan dalam laporan laba rugi terpisah tersebut.
PENGUNGKAPAN
Berikut ini hal-hal yang juga diungkapkan secara terpisah:
1. agregat pajak kini dan pajak tangguhan terkait dengan transaksi yang dibebankan atau
dikreditkan langsung ke ekuitas (lihat paragraf 62A);
2. (ab) jumlah pajak penghasilan terkait dengan setiap komponen pendapatan komprehensif
lain (lihat paragraf 62 dan PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan);
3. (f) jumlah agregat perbedaan temporer yang terkait dengan investasi pada entitas anak,
cabang dan entitas asosiasi dan bagian partisipasi dalam ventura pengaturan bersama atas
liabilitas pajak tangguhan yang belum diakui (lihat paragraf 39);
Sering tidak praktis untuk menghitung jumlah liabilitas pajak tangguhan yang tidak diakui
yang timbul dari investasi pada entitas anak, cabang dan entitas asosiasi serta bagian partisipasi
dalam ventura pengaturan bersama (lihat paragraf 39). Oleh karena itu, Pernyataan ini
mensyaratkan entitas untuk mengungkapkan jumlah agregat perbedaan temporer yang mendasari
tetapi tidak mensyaratkan pengungkapan liabilitas pajak tangguhan. Meskipun demikian, jika
praktis, entitas dianjurkan untuk mengungkapkan jumlah liabilitas pajak tangguhan yang tidak
diakui karena informasi tersebut dapat berguna bagi pengguna laporan keuangan.
Entitas yang disyaratkan untuk menyajikan pengungkapan sesuai dengan paragraf 82A
mungkin juga disyaratkan untuk menyajikan pengungkapan sehubungan dengan perbedaan
temporer terkait dengan investasi pada entitas anak, cabang, dan entitas asosiasi atau bagian
partisipasi dalam ventura pengaturan bersama. Pada kasus tersebut, entitas mempertimbangkan hal
ini dalam menentukan informasi yang diungkapkan berdasarkan paragraf 82A. Misalnya, entitas
mungkin diminta untuk mengungkapkan jumlah agregat perbedaan temporer terkait dengan
investasi pada entitas anak yang tidak mengakui liabilitas pajak tangguhan (lihat paragraf 81(f).
Jika tidak praktis untuk menghitung jumlah liabilitas pajak tangguhan yang belum diakui (lihat
paragraf 87), maka mungkin terdapat jumlah konsekuensi pajak penghasilan potensial atas dividen
yang tidak praktis untuk ditentukan terkait dengan entitas anak tersebut.
PAJAK PENGHASILAN FINAL
Jika jumlah tercatat aset atau liabilitas yang terkait dengan pajak penghasilan final berbeda
dari dasar pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas
pajak tangguhan. Sesuai dengan peraturan perpajakan, penghasilan yang telah dikenakan pajak
penghasilan final tidak lagi dilaporkan sebagai laba kena pajak dan semua beban terkait dengan
penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan final tidak dapat dikurangkan. Di sisi lain,
baik pendapatan maupun beban tersebut dipakai dalam penghitungan laba rugi menurut akuntansi.
Oleh karena itu, tidak terdapat perbedaan temporer sehingga tidak diakui adanya aset atau liabilitas
pajak tangguhan.
Atas penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan final, beban pajak diakui
proporsional dengan jumlah pendapatan akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Selisih
antara jumlah pajak penghasilan final yang terutang dan jumlah yang dibebankan sebagai pajak
kini dalam perhitungan laba rugi diakui sebagai pajak dibayar dimuka dan pajak yang masih harus
dibayar. Pajak penghasilan final dibayar di muka disajikan terpisah dari pajak penghasilan final
yang masih harus dibayar.
PENGATURAN UNTUK HAL KHUSUS
Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak
diakui sebagai pendapatan atau beban dalam laba rugi periode berjalan, kecuali jika diajukan upaya
penyelesaian selanjutnya. Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan Surat
Ketetetapan Pajak ditangguhkan pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset.
Jika terdapat kesalahan, maka mengacu pada PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi
Akuntansi, dan Kesalahan.
TANGGAL EFEKTIF
Entitas menerapkan Pernyataan ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau
setelah tanggal 1 Januari 2012 2015. Untuk entitas yang melakukan kombinasi bisnis sesuai
dengan persyaratan dalam PSAK 22: Kombinasi Bisnis disyaratkan untuk melakukan penerapan
dini. Jika entitas menerapkan dini, maka fakta tersebut diungkapkan.
KETENTUAN TRANSISI
Paragraf 73 diterapkan secara prospektif sejak tanggal efektif PSAK 22: Kombinasi Bisnis
untuk pengakuan aset pajak tangguhan yang diperoleh dalam kombinasi bisnis. Oleh karena itu,
entitas tidak menyesuaikan akuntansi untuk kombinasi bisnis sebelumnya, jika manfaat pajak tidak
memenuhi kriteria pengakuan terpisah pada tanggal akuisisi dan diakui sesudah tanggal akuisisi,
kecuali manfaat tersebut diakui pada periode pengukuran dan dihasilkan dari informasi baru
tentang keadaan dan fakta yang ada pada tanggal akuisisi. Manfaat pajak lain diakui dalam laba
rugi (atau, di luar laba rugi jika disyaratkan Pernyataan ini).
PENARIKAN
Pernyataan ini menggantikan PSAK 46 (1997): Akuntansi Pajak Penghasilan. (2010): Pajak
Penghasilan.
DASAR KESIMPULAN
Dasar kesimpulan berikut melengkapi, tetapi bukan bagian dari, PSAK 46.
RUANG LINGKUP
DK01. PSAK 46: Pajak Penghasilan menghilangkan pengaturan tentang pajak final dan
pengaturan untuk hal khusus. Hal ini ini dilakukan dalam rangka menyelaraskan pengaturan yang
ada dalam PSAK 46 dengan IAS 12 Income Taxes.
PAJAK PENGHASILAN FINAL
DK02. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK)
mendefinisikan penghasilan (income) sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
DK03. Sesuai dengan definisi di atas, penghasilan merupakan hasil perhitungan neto dari
pendapatan dan beban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas.
DK04. Hal itu berarti bahwa pengaturan pajak yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK
46 adalah pajak atas penghasilan yang dihitung dengan dasar neto. Contoh pajak penghasilan yang
dihitung atas dasar neto, adalah, namun tidak terbatas pada:
1. Pajak yang dikenakan atas laba kena pajak;
2. Pajak yang dikenakan atas keuntungan penjualan aset yang dihitung sebagai selisih antara
hasil penjualan dengan nilai tercatatnya.
DK05. Suatu pengenaan pajak penghasilan yang termasuk dalam pengaturan PSAK 46
adalah pajak penghasilan yang memenuhi definsi pajak penghasilan dalam PSAK 46, yaitu pajak
yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan dihitung atas dasar neto. Meskipun peraturan
perpajakan yang dibuat oleh otoritas perpajakan menentukan bahwa pajak tersebut adalah pajak
penghasilan atas suatu industri/transaksi tertentu, namun belum tentu pajak penghasilan tersebut
termasuk dalam lingkup PSAK 46.
PENGATURAN UNTUK HAL KHUSUS
DK06. Dewan menghapus pengaturan hal khusus karena sudah diatur dalam SAK yang lain.
SAK SYARIAH
PENDAAPATAN PADA ASURANSI SYARIAH
Kontribusi Peserta
ED PSAK 108 (Revisi 2015): Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah memberikan pengaturan bahwa
kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ sesuai jangka waktu akad yang mendasarinya.
Karakteristik
Asuransi syariah adalah sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan (me-tabarru’-kan) sebagian
atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas risiko tertentu akibat musibah
pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh peserta yang berhak. Donasi tersebut merupakan donasi
dengan syarat tertentu (kontribusi) dan merupakan milik peserta secara kolektif, bukan merupakan
pendapatan entitas pengelola. Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling menolong (ta’awuni)
dan saling menanggung (takafuli) antara sesama peserta.
Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan akad tijari. Akad tabarru’ digunakan
di antara para peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta dengan entitas pengelola.
Pembayaran dari peserta dapat meliputi kontribusi, atau kontribusi dan investasi Saldo dana tabarru’
dibentuk dari kontribusi peserta, hasil investasi dana tabarru’, dan surplus atau defisit underwriting dana
tabarru’. Pembayaran manfaat atau klaim asuransi berasal dari dana peserta kolektif (dana tabarru’) yang
mana risiko ditanggung secara bersama antar peserta.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Pengakuan Awal
Kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana tabarru’ dengan ketentuan sebagai berikut:
1. untuk akad asuransi syariah jangka pendek, kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana
tabarru’ sesuai periode akad asuransi;
2. untuk akad asuransi syariah jangka panjang, kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dana
tabarru’ pada saat jatuh tempo pembayaran dari peserta.
Kontribusi peserta yang diterima bukan merupakan pendapatan entitas pengelola karena entitas
pengelola merupakan wakil para perserta untuk mengelola dana tabarru’ dan kontribusi peserta tersebut
merupakan milik peserta secara kolektif dalam dana tabarru'. Selain dari kontribusi peserta, perubahan
saldo dana tabarru’ juga berasal dari hasil investasi dana tabarru’ dan surplus atau defisit underwriting
dana tabarru’. Entitas pengelola melakukan investasi dari dana tabarru’ dalam kedudukannya sebagai
wakil para peserta (jika menggunakan akad wakalah) atau pengelola dana (jika menggunakan akad
mudharabah atau mudharabah musytarakah).
Bagian pembayaran dari peserta untuk investasi diakui sebagai dana investasi mudharabah, dana investasi
mudharabah musytarakah, dan dana investasi wakalah. Bagian pembayaran tersebut bukan merupakan
pendapatan entitas pengelola karena milik peserta secara individual. Perlakuan akuntansi untuk investasi
dengan menggunakan akad mudharabah, mudharabah musytarakah, dan wakalah mengacu pada PSAK
yang relevan. Bagian kontribusi untuk ujrah diakui sebagai pendapatan entitas pengelola secara garis lurus
selama masa akad dan menjadi beban dana tabarru’. Biaya akuisisi diakui sebagai beban entitas pengelola
selaras dengan pengakuan pendapatan ujrah tersebut.
Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Surplus dan Defisit Underwriting Dana Tabarru'
Penetapan besaran alokasi atas surplus underwriting dana tabarru’ bergantung pada peserta secara
kolektif, regulator, atau kebijakan manajemen. Alokasi surplus underwriting dana tabarru' adalah sebagai
berikut:
1. seluruh surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana tabarru’;
2. sebagian surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana tabarru’ dan sebagian
lainnya didistribusikan ke peserta secara individual; atau
3. sebagian surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo dana tabarru’, sebagian
didistribusikan ke peserta secara individual, dan sebagian lainnya didistribusikan ke entitas
pengelola.
Bagian surplus underwriting dana tabarru’ yang dialokasikan ke peserta secara individual dan entitas
pengelola diakui sebagai pengurang surplus underwriting. Surplus underwriting dana tabarru’ yang
dialokasikan ke entitas pengelola diakui sebagai pendapatan entitas pengelola. Surplus underwriting dana
tabarru’ yang dialokasikan ke peserta disajikan dalam liabilitas. Ketika dana tabarru’ mengalami
kekurangan kas dan setara kas untuk membayar klaim, maka entitas pengelola wajib menanggulangi
kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian pinjaman tersebut berasal dari
kontribusi peserta di masa depan.
Penyisihan Teknis
Penyisihan teknis untuk asuransi syariah terdiri atas:
1. Kontribusi yang belum menjadi hak (unearned contribution) yaitu jumlah penyisihan untuk
memenuhi estimasi klaim yang timbul pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad
asuransi syariah jangka pendek.
2. Manfaat polis masa depan yaitu jumlah penyisihan untuk memenuhi estimasi klaim yang timbul
pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka panjang.
3. Klaim yang masih dalam proses (outstanding claims) yaitu jumlah penyisihan atas estimasi klaim
yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan yang akan dibayar pada periode
mendatang. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka pendek dan panjang.
4. Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan (incurred but not reported claims) yaitu jumlah
penyisihan atas klaim yang telah terjadi tetapi tidak dilaporkan sampai dengan akhir periode
berjalan. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka pendek dan panjang
Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan sebagai beban dana tabarru'.
Penyisihan teknis diukur sebagai berikut:
1. Kontribusi yang belum menjadi hak dihitung secara individual dari setiap pertanggungan dan
besarnya penyisihan ditetapkan secara proporsional dengan jumlah proteksi yang diberikan.
2. Manfaat polis masa depan dihitung dengan mencerminkan estimasi pembayaran seluruh manfaat
yang
diperjanjikan
dan
penerimaan
kontribusi
peserta
di
masa
depan,
dengan
mempertimbangkan estimasi tingkat imbal hasil investasi dana tabarru’.
3. Klaim yang masih dalam proses diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang masih dalam proses
oleh entitas pengelola. Jumlah perkiraan tersebut harus mencukupi untuk mampu memenuhi
klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode pelaporan.
4. Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar estimasi jumlah klaim akan dibayarkan
pada tanggal pelaporan berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang terkait dengan klaim paling
kini yang dilaporkan.
Tes kecukupan dilakukan terhadap penyisihan teknis yang dibentuk dengan menggunakan estimasi paling
kini atas arus kas masa depan berdasarkan akad asuransi syariah. Ketika terjadi kekurangan maka diakui
sebagai beban dana tabarru’.
PENYAJIAN
Penyisihan teknis disajikan secara terpisah di liabilitas dalam laporan posisi keuangan. Saldo dana tabarru’
dan saldo dana investasi peserta disajikan di dana peserta yang terpisah dari liabilitas dan ekuitas dalam
laporan posisi keuangan.
PENGUNGKAPAN
Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait kontribusi peserta meliputi, tetapi tidak terbatas
pada:
1. Kebijakan akuntansi untuk:
a. kontribusi yang diterima dan perubahannya;
b. pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya
2. Piutang kontribusi peserta;
3. Rincian kontribusi peserta berdasarkan jenis asuransi;
4. Jumlah dan persentase komponen kontribusi peserta untuk bagian risiko dan ujrah dari total
kontribusi peserta per jenis asuransi;
5. Kebijakan perlakuan surplus atau defisit underwriting dana tabarru’;
6. Jumlah pinjaman kepada dana tabarru’ (jika ada).
Entitas pengelola mengungkapkan informasi yang memungkikan pengguna laporan keuangan untuk
mengevaluasi sifat dan luas risiko yang timbul dari akad asuransi syariah terhadap dana tabarru’ meliputi,
tetapi tidak terbatas pada:
1. Tujuan, kebijakan, dan proses dalam pengelolaan risiko yang timbul dari akad asuransi syariah,
serta metode yang digunakan untuk mengelola risiko tersebut;
2. Informasi tentang risiko asuransi (baik sebelum dan sesudah mitigasi risiko oleh reasuransi)
Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait dengan dana investasi meliputi, tetapi tidak terbatas
pada:
1. Kebijakan akuntansi untuk pengelolaan dana investasi yang berasal dari peserta;
2. Rincian jumlah dana investasi berdasarkan akad yang digunakan dalam pengumpulan dan
pengelolaan dana investasi.
Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait penyisihan teknis meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
1. Jenis penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan dan digunakan selama periode
berjalan, dan saldo akhir);
2. Dasar yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap penyisihan teknis dan perubahan
basis yang digunakan.
Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait saldo dana tabarru’ meliputi, tetapi tidak terbatas
pada:
1. Dikosongkan.
2. Dikosongkan.
3. Pihak yang menerima pengalihan saldo dana tabarru’ jika terjadi likuidasi atas produk atau entitas
pengelola;
4. Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penentuan alokasi surplus underwriting
Entitas pengelola mengungkapkan rincian aset dari dana tabarru’, dana investasi peserta, dan entitas
pengelola.
PENGAKUAN PENDAPATAN UJRAH
Pengakuan ujrah yang diterima entitas pengelola atas pengelolaan dana tabarru' belum diatur dalam PSAK
108 (2009). Sebagian pihak berpendapat hal ini perlu diatur dalam PSAK 108 (2015). Salah satu alternatif
yang disampaikan bahwa pengakuan ujrah sebagai pendapatan entitas pengelola seharusnya selaras
dengan pengakuan kontribusi peserta sebagai pendapatan dana tabarru' yang mana kontribusi peserta
meliputi komponen risiko dan ujrah.
Entitas pengelola dianggap sebagai pihak yang memberi jasa kepada para peserta secara kolektif untuk
mengelola dana tabarru'. Pengakuan ujrah sebagai pendapatan entitas pengelola tidak bisa disamakan
dengan pengakuan kontribusi peserta sebagai pendapatan dana tabarru'. Ketentuan pengakuan dan
pengukuran pendapatan dari pemberian jasa tersebut telah diatur secara umum dalam PSAK 23:
Pendapatan. Selain menerima ujrah, entitas pengelola umumnya juga menanggung biaya akuisisi.
DSAS IAI memutuskan pendapatan ujrah dan biaya akuisisi diakui secara garis lurus selama masa akad
asuransi syariah, dengan pertimbangan pendapatan ujrah dan biaya akuisisi tersebut merupakan imbalan
dan beban yang terkait dengan pemberian jasa pengelolaan dana tabarru'.
KLASIFIKASI AKAD JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG
Pengklasifikasian akad asuransi syariah menjadi jangka pendek dan jangka panjang akan berdampak
terhadap pengaturan mengenai pengakuan pendapatan kontribusi peserta dan pembentukan penyisihan
teknis. Akad asuransi syariah dalam PSAK 108 (2009) tidak diklasifikasi menjadi akad jangka pendek dan
jangka panjang. Dalam PSAK 108 (2015) DSAS IAI memutuskan untuk mengklasifikasikan akad asuransi
syariah menjadi jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan jangka waktu proteksi asuransi dan
keberadaan fitur penyesuaian persyaratan akad saat ulang tahun polis. Dasar klasifikasi ini selaras dengan
klasifikasi kontrak asuransi dalam PSAK 28: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian dan PSAK 36: Akuntansi
Kontrak Asuransi Kerugian, serta regulasi yang berlaku. DSAS IAI juga menegaskan bahwa klasifikasi ini
berlaku untuk seluruh akad asuransi syariah, baik asuransi jiwa syariah maupun asuransi kerugian syariah.
PENGAKUAN KONTRIBUSI DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN TEKNIS
Metode untuk mengakui pendapatan kontribusi dan membentuk penyisihan teknis bergantung pada
pengklasifikasian akad asuransi syariah menjadi jangka pendek dan jangka panjang, DSAS IAI memutuskan
bahwa pengakuan pendapatan kontribusi dan pembentukan penyisihan teknis dibedakan untuk kontrak
asuransi syariah jangka pendek dan jangka panjang disebabkan keduanya memiliki profil risiko yang
berbeda. Penyisihan teknis yang utama untuk akad asuransi syariah jangka panjang adalah manfaat polis
masa depan. Komponen pembentuk manfaat polis masa depan adalah estimasi pembayaran manfaat di
masa depan dan estimasi penerimaan kontribusi di masa depan. Estimasi pembayaran biaya di masa
depan tidak termasuk dalam komponen pembentuk manfaat polis masa depan, disebabkan penyisihan
teknis dilakukan atas dana tabarru', sementara pembayaran biaya merupakan kewajiban entitas
pengelola (bukan dana tabarru').
Besaran manfaat polis masa depan tersebut mempertimbangkan tingkat imbal hasil dari investasi yang
dimiliki dana tabarru'. Manfaat polis masa depan dianggap sebagai bentuk penyisihan dana pada tanggal
pelaporan keuangan untuk membayar klaim di masa depan, dengan memperhitungkan hasil
pengembangan dana tersebut. DSAS IAI juga memutuskan untuk pembentukan penyisihan teknis
dilakukan secara neto dengan mempertimbangkan bagian reasuransi atas klaim. Tes kecukupan harus
dilakukan untuk menjamin bahwa penyisihan teknis telah mencukupi untuk membayar klaim di masa
mendatang.
ETAP
PENDAAPATAN
RUANG LINGKUP
Bab ini diterapkan dalam akuntansi untuk pendapatan yang muncul sebagai akibat dari transaksi
atau kejadian berikut:
1. Penjualan barang (baik diproduksi oleh entitas untuk tujuan produksi atau dibeli untuk
dijual kembali);
2. Pemberian jasa;
3. Kontrak konstruksi;
4. Penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti atau dividen.
Pendapatan atau penghasilan lain yang muncul dari beberapa transaksi dan kejadian lain
berikut ini diatur dalam Bab lain:
1. perjanjian sewa (lihat Bab 17 Sewa);
2. dividen yang timbul dari investasi yang dihitung dengan menggunakan metode ekuitas
(lihat Bab 12 Investasi pada Entitas Asosiasi dan Entitas Anak);
3. perubahan nilai wajar investasi pada efek tertentu, atau pelepasannya (lihat Bab 10
Investasi Pada Efek Tertentu).
PENGUKURAN PENDAPATAN
Entitas harus mengukur pendapatan berdasarkan nilai wajar atas pembayaran yang diterima
atau masih harus diterima. Nilai wajar tersebut tidak termasuk jumlah diskon penjualan dan
potongan volume. Entitas harus memasukkan dalam pendapatan manfaat ekonomi yang diterima
atau masih harus diterima secara bruto. Entitas harus mengeluarkan dari pendapatan sejumlah nilai
yang menjadi bagian pihak ketiga seperti pajak penjualan, pajak atas barang dan jasa, dan pajak
pertambahan nilai. Dalam hubungan keagenan, entitas memasukkan dalam pendapatan hanya
sebesar jumlah komisi. Jumlah yang diperoleh atas nama pihak prinsipal bukan merupakan
pendapatan entitas tersebut.
Pembayaran Tangguhan
Jika aliran penerimaan kas atau setara kas ditangguhkan, dan perjanjian dapat
diklasifikasikan sebagai transaksi keuangan, maka nilai wajar atas pembayaran adalah nilai kini
dari seluruh penerimaan masa depan yang ditentukan berdasarkan tingkat bunga yang terkait
(imputed rate of interest). Suatu transaksi pembiayaan muncul ketika, misalnya, entitas
menyediakan kredit bebas bunga kepada pembeli atau menerima wesel tagih dengan tingkat bunga
di bawah tingkat bunga pasar dari pembeli sebagai pembayaran penjualan barang. Tingkat bunga
yang terkait adalah mana yang lebih jelas ditentukan dari pilihan berikut ini:
1. tingkat bunga yang berlaku atas instrumen serupa yang dikeluarkan oleh penerbit dengan
peringkat kredit yang sama; atau
2. tingkat bunga yang mendiskontokan nilai nominal instrument menjadi harga jual tunau saat
ini dari barang dan jasa. Entitas harus mengakui perbedaan antara nilai kini dari seluruh
penerimaan masa depan dan nilai nominal pembayaran sebagai pendapatan bunga sesuai
dengan paragraf 20.26 dan 20.27.
Pertukaran Barang atau Jasa
Entitas tidak dapat mengakui pendapatan jika barang atau jasa ditukar atau diganti oleh
barang atau jasa yang sejenis dan bernilai sama. Namun, entitas harus mengakui pendapatan ketika
barang telah dijual atau jasa diberikan dalam pertukaran barang atau jasa yang tidak serupa. Dalam
kasus ini, entitas harus mengukur transaksi pada nilai wajar, kecuali
1. transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial atau
2. nilai wajar dari aset yang diterima ataupun aset yang dilepas tidak dapat diandalkan. Jika
transaksi tidak bisa diukur pada nilai wajar, maka entitas harus mengukurnya pada jumlah
tercatat dari aset yang dilepas.
IDENTIFIKASI TRANSAKSI PENDAPATAN
Entitas umumnya menerapkan kriteria pengakuan pendapatan dalam Bab ini secara
terpisah untuk setiap transaksi. Namun, entitas dapat menerapkan kriteria pengakuan yang berbeda
pada tiap komponen yang dapat diidentifikasi dari suatu transaksi tunggal jika hal ini diperlukan
untuk merefleksikan substansi dari transaksi. Misalnya, entitas menerapkan kriteria pengakuan
kepada tiap komponen yang dapat diidentifikasi dari suatu transaksi tunggal ketika harga jual suatu
produk meliputi jumlah yang dapat diidentifikasi atas pemberian jasa lanjutan. Sebaliknya, entitas
menerapkan kriteria pengakuan pada dua transaksi atau lebih secara bersama-sama ketika
keduanya terhubungkan sehingga efek komersial tidak dapat dipahami tanpa mengacu pada
rangkaian transaksi secara keseluruhan. Misalnya, entitas menerapkan kriteria pengakuan pada dua
transaksi atau lebih ketika entitas tersebut menjual barang dan (pada saat yang sama) membuat
perjanjian yang terpisah untuk pembelian kembali barang pada periode selanjutnya, maka hal
tersebut meniadakan efek substantif dari transaksi.
PENJUALAN BARANG
Entitas harus mengakui pendapatan dari suatu penjualan barang jika semua kondisi berikut
terpenuhi:
1. Entitas telah mengalihkan risiko dan manfaat yang signifikan dari kepemilikan barang
kepada pembeli;
2. Entitas tidak mempertahankan atau meneruskan baik keterlibatan manajerial sampai
kepada tingkat dimana biasanya diasosiasikan dengan kepemilikan maupun control efektif
atas barang yang terjual;
3. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal;
4. Ada kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan transaksi akan
mengalir masuk ke dalam entitas; dan
5. Biaya yang telah atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi dapat diukur secara andal.
Penentuan kapan entitas telah mengalihkan risiko dan manfaat yang signifikan dari
kepemilikan kepada pembeli membutuhkan pengujian keadaan transaksi. Pada umumnya,
pengalihan risiko dan manfaat dari kepemilikan terjadi bersamaan dengan pengalihan status legal
atau penyerahan kepemilikan kepada pembeli. Inilah yang terjadi pada hamper semua penjualan
eceran. Pada kasus yang lainnya, pengalihan risiko dan manfaat dari kepemilikan muncul pada
waktu yang berbeda dari pengalihan status legal atau penyerahan kepemilikan.
Entitas tidak boleh mengakui pendapatan jika entitas mempertahankan risiko kepemilikan
yang signifikan. Contoh dari situasi dimana entitas diperbolehkan mempertahankan risiko dan
manfaat yang signifikan dari kepemilikan adalah sebagai berikut:
1. Ketika entitas mempertahankan kewajiban atas kinerja yang tidak memuaskan yang tidak
tercakup dalam kewajiban diestimasi untuk garansi normal;
2. Ketika penerimaan pendapatan dari penjualan tertentu adalah kontinjen pada pembeli yang
menjual barang;
3. Ketika barang yang dikirimkan memerlukan instalasi dan instalasi tersebut adalah bagian
signifikan dari kontrak dan belum dikerjakan;
4. Ketika pembeli memiliki hak untuk membatalkan pembelian dengan alasan yang
dicantumkan dalam kontrak penjualan dan entitas tidak yakin dengan kemungkinan
pengembalian.
Jika entitas hanya mempertahankan risiko kepemilikan yang tidak signifikan, maka transaksi
dapat dianggap sebagai suatu transaksi penjualan dan entitas mengakui pendapatan. Misalnya,
penjual mengakui pendapatan ketika penjual mempertahankan status legal barang sematamata
untuk melindungi tingkat kolektibilitas piutang. Demikian pula suatu entitas mengakui pendapatan
ketika entitas tersebut menawarkan pengembalian dana jika pelanggan mengalami ketidakpuasan.
Dalam kasus seperti ini, entitas akan mengakui adanya kewajiban diestimasi untuk pengembalian
sesuai dengan Bab 18 Kewajiban Diestimasi dan Kontinjensi.
KONTRAK KONSTRUKSI
Jika hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, maka entitas harus mengakui
pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak konstruksi masingmasing sebagai pendapatan dan beban yang disesuaikan dengan tingkat penyelesaian aktivitas
kontrak pada akhir periode pelaporan (seringkali dimaksudkan sebagai metode persentase
penyelesaian). Estimasi hasil yang andal membutuhkan estimasi tingkat penyelesaian, biaya masa
depan dan kolektabilitas tagihan yang andal. Paragraf 20.19 – 20.25 memberikan panduan untuk
penerapan metode persentase penyelesaian.
Persyaratan dalam Bab ini biasanya diberlakukan secara terpisah pada setiap kontrak
konstruksi. Namun, dalam beberapa hal adalah penting untuk menerapkan bagian ini terhadap
komponen yang dapat diidentifikasikan secara terpisah dalam suatu kontrak tunggal atau terhadap
suatu kelompok kontrak dalam rangka merefleksikan substansi dari suatu kontrak atau suatu
kelompok kontrak. Ketika suatu kontrak meliputi sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset harus
diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah jika:
1. proposal yang terpisah telah diserahkan untuk setiap aset;
2. setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor dan pelanggan telah
menerima atau menolak bagian kontrak tersebut yang berhubungan dengan setiap aset; dan
3. biaya dan pendapatan setiap aset dapat diidentifikasi.
4. Suatu kontrak gabungan, baik dengan pelanggan tunggal maupun dengan beberapa
pelanggan, harus diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi tunggal ketika:
5. kelompok kontrak tersebut dinegosiasikan sebagai paket tunggal;
6. kontrak-kontrak tersebut saling berhubungan erat sehingga mereka, sebagai akibatnya,
menjadi bagian dari suatu proyek tunggal dengan suatu margin laba keseluruhan; dan
7. kontrak-kontrak
tersebut
dikerjakan
bersama-sama
atau
dalam
urutan
yang
berkesinambungan.
METODE PERSENTASE PENYELESAIAN
Entitas melakukan penelaahan dan (jika perlu) mengubah estimasi pendapatan dan biaya
saat transaksi jasa atau kontrak konstruksi berlangsung. Entitas harus menentukan tingkat
penyelesaian dari
suatu transaksi atau kontrak dengan menggunakan metode yang dapat mengukur dengan andal
sebagian besar pekerjaan yang dilaksanakan. Metode yang mungkin meliputi:
1. proporsi biaya yang terjadi dari pekerjaan yang telah diselesaikan sampai sekarang
dibandingkan dengan total estimasi biaya. Biaya yang terjadi dari pekerjaan yang telah
diselesaikan sampai sekarang tidak termasuk biaya yang berhubungan dengan aktivitas
masa depan, seperti bahan baku atau pembayaran di muka;
2. survei atas pekerjaan yang telah diselesaikan; atau
3. penyelesaian proporsi fisik dari transaksi jasa atau kontrak kerja.
Pembayaran tahapan pekerjaan dan pembayaran di muka yang diterima dari pelanggan seringkali
tidak mencerminkan pekerjaan yang telah selesai. Entitas harus mengenali biaya yang
berhubungan dengan aktivitas masa depan atas transaksi atau kontrak, misalnya bahan baku atau
pembayaran di muka, sebagai suatu aset jika biaya tersebut memiliki kemungkinan besar untuk
dipulihkan. Biaya seperti itu menandakan suatu jumlah yang terutang dari pelanggan dan tergolong
sebagai pekerjaan yang sedang berjalan. Entitas harus secepatnya mengakui sebagai beban atas
semua biaya yang tidak mungkin dipulihkan. Jika hasil dari kontrak konstruksi tidak dapat
diestimasi secara andal, maka entitas:
1. harus mengakui pendapatan hanya sebesar nilai biaya kontrak yang memiliki kemungkinan
besar untuk dipulihkan; dan
2. mengakui biaya kontrak sebagai beban sesuai dengan periode terjadinya
Jika ada kemungkinan bahwa harga perolehan kontrak akan melebihi jumlah pendapatan
kontrak dalam kontrak konstruksi, maka ekspektasi kerugian harus segera diakui sebagai beban.
Jika kolektibilitas dari suatu jumlah yang telah diakui sebagai pendapatan kontrak tidak mungkin
lagi, maka entitas harus mengakui jumlah yang tidak tertagih tersebut sebagai beban bukan
melakukan suatu penyesuaian atas jumlah pendapatan kontrak.
BUNGA, ROYALTI, DAN DIVIDEN
Entitas harus mengakui pendapatan yang muncul dari penggunaan aset oleh entitas yang
lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen atas dasar yang ditetapkan dalam paragraf
20.27 ketika:
1. ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomis yang berhubungan dengan transaksi akan
mengalir kepada
2. entitas; dan
3. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur secara andal.
Entitas harus mengakui pendapatan atas dasar berikut:
1. bunga harus diakui secara akrual;
2. royalti harus diakui dengan menggunakan dasar akrual sesuai dengan substansi dari
perjanjian yang relevan; dan
3. dividen harus diakui ketika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran telah
terjadi.
PENGUNGKAPAN
Umum
Entitas harus mengungkapkan
1. kebijakan akuntansi yang diterapkan sebagai dasar pengakuan pendapatan, termasuk
metode yang diterapkan untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi yang melibatkan
penyediaan jasa;
2. jumlah setiap kategori pendapatan yang diakui selama periode, termasuk pendapatan yang
timbul dari:
a. penjualan barang;
b. penyediaan jasa;
c. bunga;
d. royalti;
e. dividen;
f. jenis pendapatan signifikan lainnya.
Kontrak Konstruksi
Entitas harus mengungkapkan:
1. jumlah pendapatan kontrak yang diakui sebagai pendapatan dalam periode pelaporan;
2. metode yang digunakan untuk menentukan pendapatan kontrak yang diakui dalam periode
pelaporan;
3. metode yang digunakan untuk menentukan tingkat penyelesaian kontrak yang sedang
berjalan.
Entitas harus menyajikan:
1. jumlah bruto kontrak pekerjaan yang sudah menjadi hak sebagai suatu aset; dan
2. jumlah bruto kontrak kerja yang terutang kepada pelanggan sebagai suatu kewajiban
SAK ETAP
KEBIJAKAN DAN ESTIMASI AKUNTANSI DAN KESALAHAN
RUANG LINGKUP
Bab ini memberikan panduan untuk memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi yang digunakan
dalam menyusun laporan keuangan. Bab ini juga mengatur perubahan estimasi akuntansi dan
koreksi kesalahan periode lalu.
PEMILIHAN DAN PENERAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI
Kebijakan akuntansi adalah prinsip, dasar, konvensi, aturan dan praktik tertentu yang
diterapkan oleh suatu entitas dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangannya Jika SAK
ETAP secara spesifik mengatur transaksi, kejadian atau keadaan lainnya, maka entitas harus
menerapkan SAK ETAP. Namun, entitas tidak perlu mengikuti persyaratan dalam SAK ETAP jika
dampaknya tidak material.
Jika SAK ETAP tidak secara spesifik mengatur suatu transaksi, peristiwa atau kondisi
lainnya,
maka
manajemen
harus
menggunakan
pertimbangannya
(judgement)
untuk
mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang:
1. relevan bagi pemakai untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi; dan
2. andal yaitu dalam laporan keuangan yang:
a. menyajikan dengan jujur posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas dari suatu
entitas;
b.mencerminkan substansi ekonomi dari transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya,
serta tidak hanya mencerminkan bentuk hukumnya;
c. netral yaitu bebas dari bias;
d.mencerminkan kehati-hatian; dan
e. bersifat lengkap dalam semua hal yang material.
Dalam membuat pertimbangan seperti yang dijelaskan di paragraf 9.4, manajemen harus
mengacu dan mempertimbangkan penerapan sumber-sumber berikut:
1. persyaratan dan panduan dalam SAK ETAP yang berhubungan dengan isu yang serupa
dan terkait; dan
2. definisi, kriteria pengakuan dan konsep pengukuran untuk aset, kewajiban, pendapatan dan
beban dan prinsip-prinsip pervasif di Bab 2 Konsep dan Prinsip Pervasif
Dalam membuat pertimbangan seperti yang dijelaskan di paragraf 9.4, manajemen juga
mempertimbangkan persyaratan dan panduan dalam PSAK non-ETAP yang berhubungan dengan
isu serupa dan terkait. Jika panduan tambahan diperlukan untuk membuat keputusan yang
dijelaskanndi paragraf 9.4, maka manajemen dapat mempertimbangkan pengaturan terkini dari
badan penyusun standar lain yang menggunakan kerangka dasar yang serupa untuk
mengembangkan standar akuntansi, literatur akuntansi lain dan praktik industri yang berterima
umum, sepanjang tidak bertentangan dengan sumber-sumber yang ada di paragraf 9.5.
KONSISTENSI KEBIJAKAN AKUNTANSI
Entitas harus memilih dan menerapkan kebijakan akuntansinya secara konsisten untuk
transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya, kecuali SAK ETAP secara spesifik mensyaratkan atau
mengijinkan kategorisasi pos-pos sehingga kebijakan akuntansi yang berbeda adalah sesuai. Jika
SAK
ETAP mensyaratkan atau mengijinkan kategorisasi tersebut, maka suatu kebijakan akuntansi yang
sesuai dipilih dan diterapkan secara konsisten untuk setiap kategori.
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI
Entitas harus mengubah kebijakan akuntansi hanya jika perubahan tersebut:
1. disyaratkan berubah sesuai SAK ETAP; atau
2. akan menghasilkan laporan keuangan yang menyediakan informasi yang andal dan lebih
relevan mengenai pengaruh transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya terhadap posisi
keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas.
Hal-hal berikut ini bukan merupakan perubahan kebijakan akuntansi:
1. penerapan kebijakan akuntansi untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya yang berbeda
secara substansi dengan transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya yang terjadi sebelumnya;
dan
2. penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lainnya yang
belum terjadi sebelumnya atau tidak material.
Jika SAK ETAP mengijinkan pemilihan perlakuan akuntansi (termasuk dasar pengukuran)
untuk transaksi atau peristiwa atau kondisi lainnya tertentu dan entitas mengubah pilihannya, maka
hal tersebut adalah perubahan kebijakan akuntansi.
Penerapan Perubahan Kebijakan Akuntansi
Entitas harus mencatat perubahan kebijakan akuntansi sebagai berikut:
a) entitas harus menerapkan perubahan kebijakan akuntansi sebagai akibat perubahan
persyaratan dalam SAK ETAP sesuai dengan ketentuan transisinya, jika ada;
b) entitas harus menerapkan seluruh perubahan kebijakan akuntansi lainnya secara
retrospektif (lihat paragraf 9.12).
Penerapan Restropektif
Jika perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif sesuai dengan paragraf
9.11, maka entitas harus menerapkan kebijakan akuntansi baru untuk informasi komparatif periode
lalu untuk tanggal paling awal dimana hal tersebut adalah praktis, seolah-olah kebijakan akuntansi
baru tersebut telah diterapkan sebelumnya. Jika tidak praktis untuk menentukan dampak terhadap
periode individual dari perubahan kebijakan akuntansi untuk informasi komparatif satu atau lebih
periode lalu yang disajikan, maka entitas harus menerapkan kebijakan akuntansi baru atas nilai
tercatat aset dan kewajiban pada periode sajian paling awal dimana penerapan retrospektif adalah
praktis (mungkin periode berjalan) dan membuat penyesuaian korespondensi ke saldo awal setiap
komponen
ekuitas yang terpengaruh.
Pengungkapan Perubahan Kebijakan Akuntansi
Ketika penerapan awal SAK ETAP atau perubahannya mempunyai pengaruh ke periode
berjalan atau periode yang lalu atau mungkin periode mandatang, maka entitas harus
mengungkapkan:
1. sifat dari perubahan kebijakan akuntansi;
2. untuk periode berjalan dan setiap periode lalu yang disajikan, jika praktis, jumlah
penyesuaian untuk setiap pos laporan keuangan yang terpengaruh;
3. jika praktis, jumlah penyesuaian terkait dengan periode sebelumnya yang disajikan; dan
4. penjelasan jika tidak praktis untuk menentukan jumlah yang diungkapkan di (b) atau (c).
Laporan keuangan periode berikutnya tidak perlu mengulang pengungkapanpengungkapan tersebut
Ketika perubahan kebijakan akuntansi sukarela mempunyai pengaruh terhadap periode
berjalan atau periode yang lalu, atau mungkin mempunyai pengaruh terhadap periode mendatang,
maka entitas harus mengungkapkan:
1. sifat dari perubahan kebijakan akuntansi;
2. alasan penerapan kebijakan akuntansi baru yang menyediakan informasi yang andal dan
lebih relevan;
3. untuk periode berjalan dan setiap periode lalu yang disajikan, jika praktis, jumlah
penyesuaian untuk setiap pos laporan keuangan yang terpengaruh;
4. jumlah penyesuaian terkait dengan periode sebelumnya yang disajikan, jika praktis; dan
5. penjelasan jika tidak praktis untuk menentukan jumlah yang diungkapkan di (c) atau (d) di
atas. Laporan keuangan periode berikutnya tidak perlu mengulang pengungkapanpengungkapan tersebut.
PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI
Perubahan estimasi akuntansi adalah penyesuaian jumlah tercatat aset atau kewajiban, atau
jumlah konsumsi periodik suatu aset, yang berasal dari pengujian status sekarang dari, dan
ekspektasi manfaat ekonomi dan kewajiban masa mendatang yang terkait dengan, aset dan
kewajiban. Perubahan estimasi akuntansi yang berasal dari informasi baru atau pengembangan
baru dan, oleh karena itu, bukan koreksi kesalahan.
Entitas harus mengakui pengaruh perubahan estimasi akuntansi secara prospektif (kecuali
perubahan dimana paragraf 9.17 diterapkan) dengan memasukkannya ke laporan laba rugi di:
1. periode terjadinya perubahan, jika hanya berpengaruh terhadap periode tersebut; atau
2. periode terjadi perubahan dan periode mendatang, jika berpengaruh terhadap keduanya.
Jika perubahan estimasi akuntansi mengubah asset dan kewajiban, atau terkait dengan
suatu pos di ekuitas, maka entitas harus mengakuinya dengan menyesuaikan jumlah tercatat pos
aset, kewajiban atau ekuitas yang terkait di periode perubahan tersebut.
Pengungkapan Perubahan Estimasi
Entitas harus mengungkapkan sifat setiap perubahan estimasi akuntansi dan dampak
perubahan tersebut pada aset, kewajiban, penghasilan, dan beban pada periode berjalan. Jika
praktis bagi entitas untuk mengestimasi dampak perubahan tersebut untuk satu atau lebih periode
akan datang, maka entitas mengungkapkan estimasi tersebut.
KOREKSI KESALAHAN PERIODE LALU
Kesalahan periode lalu adalah kelalaian dan kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan
entitas untuk satu atau lebih periode lalu yang muncul dari kegagalan untuk menggunakan atau
kesalahan penggunaan informasi yang andal:
1. yang tersedia ketika laporan keuangan diterbitkan; dan
2. diekspektasi dengan layak seharusnya diperoleh dan dimasukkan dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan tersebut.
Kesalahan tersebut termasuk dampak kesalahan matematis, kesalahan penerapan kebijakan
akuntansi, kekeliruan atau kesalahan interpretasi fakta, dan kecurangan. Jika praktis, entitas harus
mengoreksi kesalahan periode lalu secara retrospektif pada laporan keuangan yang diterbitkan
pertama kali setelah penemuan dengan cara:
1. menyajikan kembali jumlah komparatif untuk periode penyajian sebelumnya dimana
kesalahan terjadi; atau
2. jika kesalahan terjadi sebelum periode penyajian paling awal, saldo awal aset, kewajiban,
dan ekuitas periode penyajian paling awal disajikan kembali.
Jika tidak praktis untuk menentukan periode spesifik pengaruh kesalahan atas informasi
komparatif untuk satu atau lebih periode sebelumnya yang disajikan, maka entitas harus
menyajikan kembali saldo awal aset, kewajiban, dan ekuitas untuk periode paling awal dimana
penyajian kembali secara restropektif praktis dilakukan (kemungkinan bisa periode berjalan).
Pengungkapan Kesalahan Periode Lalu
Entitas harus mengungkapkan hal-hal berikut untuk kesalahan periode yang lalu:
1. sifat dari kesalahan periode yang lalu;
2. untuk setiap periode lalu yang disajikan, jika praktis, jumlah koreksi untuk setiap pos
laporan keuangan yang terpengaruh;
3. jumlah koreksi pada awal periode yang lalu yang disajikan paling awal; dan
4. jika penyajian kembali secara retrospektif adalah tidak praktis untuk periode lalu tertentu,
kondisi yang menyebabkan ketidak-praktisan tersebut dan deskripsi bagaimana dan sejak
kapan kesalahan telah dikoreksi. Laporan keuangan untuk periode-periode selanjutnya
tidak perlu mengulang pengungkapan tersebut.
SAK ETAP
PAJAK PENGHASILAN
RUANG LINGKUP
Bab ini mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan. Untuk tujuan ini, pajak penghasilan termasuk
seluruh pajak domestik dan luar negeri sebagai dasar penghasilan kena pajak. Pajak penghasilan
juga termasuk pajak, misalnya pemungutan dan pemotongan pajak, yang terutang oleh entitas
anak, entitas asosiasi atau joint venture atas distribusi ke entitas pelapor.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Entitas harus mengakui kewajiban atas seluruh pajak penghasilan periode berjalan dan
periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika jumlah yang telah dibayar untuk periode berjalan
dan periode sebelumnya melebihi jumlah yang terutang untuk periode tersebut, entitas harus
mengakui kelebihan
tersebut sebagai aset.
PENGUNGKAPAN
Entitas harus mengungkapkan secara terpisah komponen-komponen utama beban pajak
penghasilan.
KSAP
PENDAPATAN
Paragraf 22 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) menyebutkan bahwa “Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun
atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian
(dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi
serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan”. Paragraf 8 PSAP 01
tentang Penyajian Laporan Keuangan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menyebutkan
bahwa “Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa
lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar”.
Selama ini sering ditemui beberapa pendapat yang mengasumsikan bahwa akuntansi
berbasis akrual berhubungan dengan pencatatan pendapatan saja, sehingga apabila kita belum
mengakui adanya piutang maka akuntansi kita belum akrual. Namun sebenarnya akuntansi
berbasis akrual tidak hanya berfokus pada pencatatan pendapatan saja namun juga atas semua
transaksi lain yang dilakukan oleh suatu entitas, misalnya pencatatan transaksi beban.
Terkait dengan pencatatan pendapatan, beberapa pendapat dalam diskusi menyatakan
bahwa Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebenarnya belum benar-benar menggunakan basis
akrual. Karena itu dalam kesempatan ini, penulis tertarik untuk membahas pengakuan pendapatan
menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan pengakuan pendapatan menurut Standar
Akuntansi Keuangan (SAK). Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bermaksud
untuk memberikan gambaran pengakuan pendapatan menurut kedua standar tersebut.
Pengakuan Pendapatan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Paragraf 19 PSAP 12 Pendapatan-LO menyatakan bahwa “Pendapatan-LO diakui pada
saat:
1.
Timbulnya hak atas pendapatan;
2.
Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran sumber daya ekonomi ke entitas”.
Timbulnya hak atas pendapatan dapat diartikan bahwa entitas telah memiliki hak atas suatu
pendapatan namun wajib bayar belum melakukan pembayaran (accrued) atau dapat juga berarti
bahwa entitas telah menerima pembayaran namun belum memiliki hak untuk mengakui
pendapatan tersebut sehingga pengakuannya ditangguhkan (deffered). Sehingga apabila
dihubungkan dengan aliran kas maka “timbulnya hak atas pendapatan”, dapat digunakan untuk
mengakui pendapatan yang belum diterima aliran kasnya maupun untuk mengakui pendapatan
yang telah diterima aliran kasnya namun belum menjadi hak entitas yang dilakukan dengan
menyesuaikan pendapatan tersebut.
Hak atas pendapatan yang timbul dan belum diterima aliran kasnya tersebut dicatat sebagai
piutang (receivable), sementara pendapatan yang telah diterima aliran kasnya namun belum
menjadi haknya entitas, ditangguhkan pengakuannya dan diakui sebagai pendapatan yang
ditangguhkan (defferal).
Pendapatan direalisasi dapat diartikan bahwa entitas menerima aliran sumber daya
ekonomi, yang dapat berupa kas maupun berupa non kas tanpa didahului adanya penagihan. Aliran
sumber daya ekonomi ke entitas yang diakui sebagai pendapatan adalah aliran sumber daya
ekonomi yang meningkatkan nilai ekuitas. Apabila aliran sumber daya ekonomi yang diterima
oleh entitas tidak meningkatkan ekuitasnya, misalnya dari penarikan utang, maka tidak termasuk
ke dalam kategori pendapatan.
Bagaimana pengaturan pengakuan pendapatan di Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)?
Secara umum, pengakuan pendapatan yang terdapat dalam Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) terdiri dari tiga titik pengakuan yaitu:
1.
Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Negara/Daerah (PSAP 02
par 21);
2.
Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan (PSAP 12 par 19);
3.
Pendapatan-LO diakui pada saat pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran sumber daya
ekonomi ke entitas (PSAP 12 par 19).
Pada PSAP tidak disebutkan syarat pengakuan pendapatan seperti yang ada dalam PSAK, namun
demikian, pengaturan mengenai syarat pengakuan pendapatan pada SAP diatur lebih lanjut dalam
Buletin Teknis Nomor 23 tentang Akuntansi Pendapatan Nonperpajakan.
Buletin
Teknis
Nomor
23
tentang
Akuntansi
Pendapatan
Nonperpajakan
mengklasifikasikan jenis pendapatan Nonperpajakan menjadi 6 jenis yaitu:
1.
Pendapatan Perijinan;
2.
Pendapatan Layanan;
3.
Pendapatan Eksploitasi/Pemanfaatan Sumber Daya Alam;
4.
Pendapatan Investasi;
5.
Pendapatan Pemanfaatan Aset Nonkeuangan, dan
6.
Pendapatan Nonperpajakan lainnya.
Untuk pengakuan pendapatan masing-masing jenis pendapatan nonperpajakan tersebut diatur
sebagai berikut:
1.
Pendapatan perijinan diakui pada saat pendapatan direalisasi yaitu adanya aliran sumber
daya ekonomi kepada entitas;
2.
Pendapatan layanan diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan atau adanya aliran
sumber daya ekonomi kepada entitas;Pengakuan pendapatan layanan juga harus
memenuhi semua syarat sebagaimana di bawah ini yaitu:
a.
Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
b.
Terdapat kemungkinan manfaat ekonomi atau jasa potensial yang terkait akan
diperoleh entitas;
c.
Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan
andal; dan
d.
Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk menyelesaikan transaksi
tersebut dapat diukur dengan andal.
e.
Pendapatan dari SDA diakui:
f.
pemberian ijin diakui pada saat pendapatan direalisasi yaitu adanya aliran sumber daya
ekonomi kepada entitas;
g.
ekplorasi SDA berdasarkan volume diakui pada saat pengambilan dilakukan;
h.
ekplorasi SDA berdasarkan harga jual diakui pada saat terjadi penjualan;
i.
ekplorasi SDA berdasarkan bagi hasil diakui pada saat terdapat penetapan oleh
pemerintah atas bagi hasil tersebut.
3.
Pendapatan dari investasi jangka pendek diakui pada saat pendapatan direalisasi, sementara
itu pendapatan dari investasi jangka panjang dalam bentuk dividen diakui pada saat
diumumkannya bagian dividen tunai yang akan diterima oleh entitas.
4.
Pendapatan dari pemanfaatan aset dari sewa dan kerjasama diakui pada saat timbulnya hak
atas pendapatan atau adanya aliran sumber daya ekonomi kepada entitas apabila
pemanfaatan aset kurang dari 1 tahun. Sedangkan untuk Bangun Guna Serah/Bangun Serah
Guna serta kerjasama pemanfaatan infrastruktur, pengakuan pendapatannya mengikuti
ketentuan yang akan diatur dalam PSAP Pengaturan Bersama.
5.
Pendapatan Nonperpajakan lainnya diakui sebagai berikut:
a.
pendapatan dari keuntungan penjualan aset diakui pada saat diterima oleh
entitas;pendapatan denda akibat perjanjian atau peraturan diakui pada saat menjadi hak
entitas;
b.
pendapatan bunga/jasa perbankan diakui pada saat diterima oleh entitas;
c.
pendapatan penerimaan kembali belanja tahun sebelumnya diakui pada saat diterima
oleh entitas;
d.
pendapatan dari putusan pengadilan/pelanggaran hukum diakui pada saat diterima
dan/atau yang diatur oleh entitas yang terkait dengan bidang hukum;
e.
pendapatan dari penghapusan utang diakui pada saat penetapan dari pemberi pinjaman.
Dari penjelasan di atas, apabila kita melakukan mapping pendapatan menurut jenisnya
maka pendapatan penjualan dan pendapatan bunga/jasa perbankan yang diatur tersendiri dalam
SAK menjadi bagian dari pendapatan nonperpajakan lainnya pada Bultek 23. Hal ini karena
pembagian jenis pendapatan pada Bultek merujuk pada sumber dan/atau proses timbulnya
pendapatan tersebut. Sebagian besar pendapatan pemerintah berasal dari layanan/jasa yang
diberikan kepada masyarakat. Karena itu atas pendapatan tersebut, buletin teknis mengambil
ketentuan syarat pengakuan yang ada pada SAK sebagai syarat bagi entitas untuk mengakui
pendapatan yang berasal dari layanan/jasa. Karena itu tidak terdapat perbedaan yang signifikan
mengenai syarat pengakuan pendapatan menurut SAP dan SAK.
KEBIJAKAN DAN ESTIMASI AKUNTANSI DAN KESALAHAN
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 atau PSAP 10 adalah Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan
Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan. PSAP 10 terdapat
dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yaitu Lampiran I.11 untuk Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) Berbasis Akrual dan dalam lampiran II.11 untuk SAP Berbasis
Kas Menuju Akrual.
Pendahuluan
Tujuan
Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas koreksi kesalahan
akuntansi dan pelaporan laporan keuangan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi
akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan.
Ruang Lingkup
Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu entitas harus menerapkan
Pernyataan Standar ini untuk melaporkan pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi,
perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan dalam Laporan Realisasi
Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan standar
ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan
keuangan semua entitas akuntansi, termasuk Badan Layanan Umum, yang berada di bawah
pemerintah pusat/daerah.
Definisi
Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam PSAP 10:
1.
Kebijakan Akuntansi
2.
Kesalahan
3.
Koreksi
4.
Operasi Tidak Dilanjutkan
5.
Perubahan Estimasi
6.
Pos
Koreksi Kesalahan
Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau beberapa periode
sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. Kesalahan mungkin timbul karena
keterlambatan penyampaian bukti transaksi oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan
aritmatik, kesalahan penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta,
kecurangan atau kelalaian. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh
signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga laporan-laporan
keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi.
Dalam mengoreksi suatu kesalahan akuntansi, jumlah koreksi yang berhubungan dengan
periode sebelumnya harus dilaporkan dengan menyesuaikan baik Saldo Anggaran Lebih maupun
saldo ekuitas. Koreksi yang berpengaruh material pada periode berikutnya harus diungkapkan
pada catatan atas laporan keuangan. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam
2 (dua) jenis:
1.
Kesalahan tidak berulang;
2.
Kesalahan berulang dan sistemik.
Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi kembali,
dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis:
1.
Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan;
2.
Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.
Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan sifat alamiah (normal)
dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi secara berulang. Contohnya
adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan
restitusi atau tambahan pembayaran dari wajib pajak.
Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui.
Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik yang
mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang
bersangkutan dalam periode berjalan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun
akun pendapatan-LO atau akun beban.
Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan
mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan
dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun
belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. Koreksi kesalahan atas pengeluaran
belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi
pada periode-periode sebelumnya dan menambah posisi kas, apabila laporan keuangan periode
tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain–LRA.
Dalam hal mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan pembetulan pada akun Saldo
Anggaran Lebih.
Contoh koreksi kesalahan belanja:
1.
yang menambah saldo kas yaitu pengembalian belanja pegawai tahun lalu karena salah
penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan pendapatan lain-lainLRA.
2.
yang menambah saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, yaitu belanja
modal yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan belanja tersebut
harus dikembalikan, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun
pendapatan lain-lain-LRA.
3.
yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun lalu yang belum
dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi
saldo kas.
4.
yang mengurangi saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, yaitu belanja
modal tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo Anggaran
Lebih dan mengurangi saldo kas.
Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak berulang yang terjadi pada
periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan
keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan
akun aset bersangkutan.
Contoh koreksi kesalahan untuk perolehan aset selain kas:
1.
yang menambah saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu pengadaan aset tetap yang
di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan nilai aset tersebut harus
dikembalikan, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan mengurangi akun terkait dalam
pos aset tetap.
2.
yang mengurangi saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu pengadaan aset tetap
tahun lalu belum dilaporkan, dikoreksi dengan menambah akun terkait dalam pos aset tetap
dan mengurangi saldo kas.
Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga mengakibatkan pengurangan
beban, yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak
mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain-LO. Dalam hal
mengakibatkan penambahan beban dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas.
Contoh koreksi kesalahan beban:
1.
yang menambah saldo kas yaitu pengembalian beban pegawai tahun lalu karena salah
penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah
pendapatan lain-lain-LO.
2.
yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi beban pegawai tahun lalu yang belum
dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun beban lain-lain-LO dan mengurangi saldo
kas.
Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang tidak berulang yang terjadi pada
periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan
keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan
akun Saldo Anggaran Lebih.
Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LRA:
1. yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan negara yang belum
masuk ke kas Negara dikoreksi dengan menambah akun kas dan menambah akun Saldo
Anggaran Lebih.
2. yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi umum karena
kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat, dikoreksi oleh:
a. pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih
dan mengurangi saldo kas.
b. pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah Saldo Anggaran
Lebih.
Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak berulang yang terjadi pada
periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan
keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan
akun ekuitas.
Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LO:
1. yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan negara yang belum
masuk ke kas negara dikoreksi dengan menambah akun kas dan menambah akun ekuitas.
2. yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi umum karena
kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat dikoreksi oleh:
a. pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Ekuitas dan mengurangi
saldo kas.
b. pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah Ekuitas.
Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi
pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan
keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan
akun Saldo Anggaran Lebih.
Contoh koreksi kesalahan terkait penerimaan pembiayaan:
1. yang menambah saldo kas yaitu Pemerintah Pusat menerima setoran kekurangan
pembayaran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A, dikoreksi oleh Pemerintah
pusat dengan menambah saldo kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih.
2. yang mengurangi saldo kas terkait penerimaan pembiayaan, yaitu pemerintah pusat
mengembalikan kelebihan setoran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A
dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.
Contoh koreksi kesalahan terkait pengeluaran pembiayaan:
1. yang menambah saldo kas yaitu kelebihan pembayaran suatu angsuran utang jangka
panjang sehingga terdapat pengembalian pengeluaran angsuran, dikoreksi dengan
menambah saldo kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih.
2. yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran utang tahun lalu
yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi saldo kas dan mengurangi akun Saldo
Anggaran Lebih.
Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan kewajiban yang terjadi pada
periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan
keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan
akun kewajiban bersangkutan
Contoh koreksi kesalahan terkait pencatatan kewajiban:
1. yang menambah saldo kas yaitu adanya penerimaan kas karena dikembalikannya kelebihan
pembayaran angsuran suatu kewajiban dikoreksi dengan menambah saldo kas dan
menambah akun kewajiban terkait.
2. yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran kewajiban yang
seharusnya dibayarkan tahun lalu dikoreksi dengan menambah akun kewajiban terkait dan
mengurangi saldo kas.
Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah ditetapkan dengan undang-undang
atau peraturan daerah. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,14,16, dan 20
tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja entitas yang bersangkutan
dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada
paragraf 13,18, dan 22 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap beban entitas yang bersangkutan
dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan.
Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan tidak
mempengaruhi posisi kas, baik sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut
diterbitkan, pembetulan dilakukan pada akun-akun neraca terkait pada periode kesalahan
ditemukan.
Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas sebagaimana disebutkan pada
paragraf 32 adalah pengeluaran untuk pembelian peralatan dan mesin (kelompok aset tetap)
dilaporkan sebagai jalan, irigasi, dan jaringan. Koreksi yang dilakukan hanyalah pada Neraca
dengan mengurangi akun jalan, irigasi, dan jaringan dan menambah akun peralatan dan mesin.
Pada Laporan Realisasi Anggaran tidak perlu dilakukan koreksi.
Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada paragraf 10 tidak
memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi pengeluaran kas untuk mengembalikan
kelebihan pendapatan dengan mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang
bersangkutan. Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode yang lalu terhadap
posisi kas dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun berjalan pada aktivitas yang bersangkutan.
Koreksi kesalahan diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
Perubahan Kebijakan Akuntansi
Para pengguna Laporan Keuangan perlu membandingkan laporan keuangan dari suatu
entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui kecenderungan arah (trend) posisi
keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus
diterapkan secara konsisten pada setiap periode. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau
pengukuran akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi,
metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan akuntansi. Suatu perubahan
kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang
berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang
berlaku, atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan dan lebih andal
dalam penyajian laporan keuangan entitas.
Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara substansi
berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan
2. adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang sebelumnya tidak
ada atau yang tidak material.
Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan suatu perubahan kebijakan
akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut harus sesuai dengan standar akuntansi terkait
yang telah menerapkan persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi.
Perubahan kebijakan akuntansi harus disajikan pada Laporan Perubahan Ekuitas dan diungkapkan
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Perubahan Estimasi Akuntansi
Agar memperoleh Laporan Keuangan yang andal, maka estimasi akuntansi perlu
disesuaikan antara lain dengan pola penggunaan, tujuan penggunaan aset dan kondisi lingkungan
entitas yang berubah. Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi disajikan pada Laporan
Operasional pada periode perubahan dan periode selanjutnya sesuai sifat perubahan. Sebagai
contoh, perubahan estimasi masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO tahun perubahan dan
tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap tersebut. Pengaruh perubahan terhadap
LO periode berjalan dan yang akan datang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Apabila tidak memungkinkan, harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan pengaruh
perubahan itu.
Operasi yang Tidak Dilanjutkan
Apabila suatu misi atau tupoksi suatu entitas pemerintah dihapuskan oleh peraturan, maka
suatu operasi, kegiatan, program, proyek, atau kantor terkait pada tugas pokok tersebut dihentikan.
Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan –misalnya hakikat operasi, kegiatan,
program, proyek yang dihentikan, tanggal efektif penghentian, cara penghentian, pendapatan dan
beban tahun berjalan sampai tanggal penghentian apabila dimungkinkan, dampak sosial atau
dampak pelayanan, pengeluaran aset atau kewajiban terkait pada penghentian apabila ada– harus
diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Agar Laporan Keuangan disajikan secara
komparatif, suatu segmen yang dihentikan itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan
walaupun berjumlah nol untuk tahun berjalan. Dengan demikian, operasi yang dihentikan tampak
pada Laporan Keuangan.
Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu tahun berjalan, di akuntansikan
dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah operasi itu berjalan sampai akhir tahun Laporan
Keuangan. Pada umumnya entitas membuat rencana penghentian, meliputi jadwal penghentian
bertahap atau sekaligus, resolusi masalah legal, lelang, penjualan, hibah dan lain-lain. Bukan
merupakan penghentian operasi apabila :
1. Penghentian suatu program, kegiatan, proyek, segmen secara evolusioner/alamiah. Hal ini
dapat diakibatkan oleh demand (permintaan publik yang dilayani) yang terus merosot,
pergantian kebutuhan lain.
2. Fungsi tersebut tetap ada.
3. Beberapa jenis subkegiatan dalam suatu fungsi pokok dihapus, selebihnya berjalan seperti
biasa. Relokasi suatu program, proyek, kegiatan ke wilayah lain.
4. Menutup suatu fasilitas yang ber-utilisasi amat rendah, menghemat biaya, menjual sarana
operasi tanpa mengganggu operasi tersebut.
Tanggal Efektif
1. PSAP 10 berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
mulai Tahun Anggaran 2010.
2. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, entitas pelaporan dapat
menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah
Tahun Anggaran 2010.
PENDAPATAN PERPAJAKAN
Terdapat
dua
rumpun
pendapatan
pajak
versi
SAP,
yaitu pendapatan
LO pajak dan pendapatan LRA pajak. Pendapatan pajak LO berbasis akrual, pendapatan pajak
LRA berbasis kas sesuai APBN/D berbasis kas. Makalah terfokus pada akuntansi umumnya, LO
khususnya, lebih khusus lagi tentang pendapatan LO perpajakan. Pendapatan pajak LO terbagi
atas pendapatan pajak pemerintah pusat cq Direkorat Pajak dan Direktorat Bea Cukai –
Departemen Keuangan, pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.
Berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat
didesentralisasi menjadi pajak daerah, sebagian pajak lain dapat diperlakukan sebagai pajak
provinsi, kabipaten dan kota. Berbasis konsep daerah otonom, karakteristik Pajak Daerah adalah:
1.
Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun pajak Negara yang diserahkan
kepada Daerah sebagai Pajak Daerah
2.
Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah administratif yang
dikuasainya.
3.
Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga daerah
atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum.
4.
Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan Peraturan Daerah (Perda), maka
sifat pemungutan pajak daerah dapat dipaksakan kepada masyarakat yang wajib membayar
dalam lingkungan kekuasaannya.
Inilah pesan inti makalah. Efektivitas hukum pajak adalah karena kekuasaan menagih pajak
terutang oleh WP dan catatan piutang pajak. Tanpa catatan piutang pajak, kegiatan penagihan tak
mungkin dilakukan. Maka sesungguhnya, terdapat keselarasan UU Perpajakan dengan akuntansi
piutang pajak sesuai SAP versi PP 71 Akrual umumnya, pendapatan pajak LO akrual khususnya.
Munculnya hak tagih pemerintah pada UU Perpajakan membutuhkan administrasi penagihan dan
kartu piutang pajak (subsidiary ledger) untuk setiap wajib pajak ber NPWP dan/atau ber nomor
PKP.
Sesuai UU Pajak, pendapatan pajak, penerimaan pajak dan piutang pajak bagi pemerintah
atau (sebaliknya) pajak terutang bagi wajib pajak menggunakan basis SPPT, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan, Putusan Banding,
dan Surat Paksa. UU PDRD, Pasal 102 ayat (1) pajak terutang oleh WP berdasar Surat
Pemberitahuan Pajak terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak
Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan keberatan, putusan banding yang tidak
kurang bayar, putusan banding yang kurang bayar, Surat Paksa (Surat Perintah Penagihan
Seketika dan Sekaligus)
Terdapat perbedaan pengakuan pendapatan pada akuntansi pemerintahan dengan
pengakuan piutang pajak versi hukum pajak yang harus diwaspadai KSAP. Berbagai dokumen
Ketetapan Pajak diterbitkan dengan batas pelunasan bertanggal jatuh tempo, misalnya satu
bulan. Setelah tanggal jatuh tempo, kewajiban pelunasan tersebut menjadi utang pajak,
penagihan dilakukan berdasar UU Penagihan Pajak dan Surat Paksa. Surat Teguran adalah sarana
peringatan kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajak. Setelah 21 hari sejak tanggal
Surat teguran disampaikan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak, maka pejabat
menerbitkan Surat Paksa yang disampaikan langsung oleh Juru Sita kpd penanggung pajak.
Berita Acara Pelaksanaan Sita adalah bukti transaksi perpindahan penguasaan barang
sitaan kepada pejabat. Hasil sita dimaksud untuk mengurangi/menghapus piutang pajak, secara
ideal, dengan mendebit aset sitaan, mengkredit piutang pajak. Hasil sita tidak dicatat sebagai
pendapatan. Penyitaan saldo tunai pada akun bank atau surat berharga, batu mulia dll dalam
deposit box dilakukan dengan penyampaian Surat Paksa, Surat Perintah Pelaksanaan Penyitaan,
Permintaan Pemblokiran akun penanggung pajak, Berita Acara Pemblokiran dari bank, Surat
Perintah kepada pemilik akun agar memberi kuasa kepada bank untuk memberitahukan saldo
kekayaan penanggungpajak di bank kpd Juru Sita, Berita Acara Pelaksanaan Sita.
Penyitaan surat berharga milik penanggung pajak di kustodian serupa dengan hal tersebut
diatas. Penyitaan piutang dengan Berita Acara pengalihan hak menagih dan menerima hasil
tagihan, demikian pula penyitaan surat berharga saham, SUN atau obligasi yang disimpan sendiri
oleh penanggung pajak. Sebagai bahan diskusi KSAP, bila hasil sita diakui di neraca sebesar nilai
wajar Rp. 2 Miliar, dan bila piutang pajak yang dihapus akibat penyitaan bersaldo Rp.10 Miliar,
maka kerugian negara berjumlah Rp.8 Miliar. Bila hasil lelang barang sitaan adalah Rp. 5 Miliar,
maka debit Kas Rp. 5 Miliar, Kredit Kerugian Negara Rp. 5 Miliar.
Sebagai alternatif kedua, Bila hasil sita dicatat sebesar saldo piutang pajak, maka bila hasil
sita diakui di neraca sebesar Rp. 10 Miliar, dan bila piutang pajak yang dihapus akibat penyitaan
bersaldo Rp.10 Miliar, maka kerugian negara berjumlah Rp.0 Miliar. Bila hasil lelang barang
sitaan adalah Rp. 6 Miliar, maka debit Kas Rp. 6 Miliar, Debit Kerugian Negara Rp. 4 Miliar,
Kredit Aset Sitaan Rp. 10 Miliar (hapus buku aset sitaan terjual). Sebagai alternatif ketiga, Bila
hasil sita tidak dibukukan (berarti ekstrakomptabel) atau dicatat dibuku sebesar Rp.0, maka bila
hasil sita diakui di neraca sebesar Rp. 0 Miliar, dan bila piutang pajak yang dihapus akibat
penyitaan bersaldo Rp.0 Miliar, maka kerugian negara berjumlah Rp.0 Miliar. Bila hasil lelang
barang sitaan adalah Rp. 6 Miliar, maka debit Kas Rp. 6 Miliar, Debit Kerugian Negara Rp. 4
Miliar, Kredit Piutang Pajak Rp. 10 Miliar (hapus buku piutang pajak).
Penjualan dan lelang barang sitaan menyebabkan jurnal (alternatif 2 atau 3 di atas), antara
lain dengan Debit Kas (sesuai hasil lelang atau penjualan barang sitaan), Debit Beban (LO) Biaya
Lelang, Kredi Aset Sitaan (bila tercantum pada neraca pemerintah), Kredit Kas (dikeluarkan untuk
biaya lelang atau biaya penjualan), Debit atau Kredit Keuntungan / Kerugian Pelepasan Aset
(selisih nilai buku tercatat dengan nilai jual/pelepasan/lelang).
Surat teguran tidak perlu diterbitkan bila
1.
Penanggung Pajak menyampaikan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
pajak.
2.
Dilakukan penagihan seketika atau sekaligus.
Untuk akuntansi pajak internasional, pengakuan PPh adalah pada saat terutang pajak.KSAP
mungkin memilih kebijakan pengakuan pendapatan berbasis setoran masa, berkala dan kredit
pajak sebagai basis pengakuan pendapatan pajak. Pada dimensi pengukuran akuntansi pajak
internasional, untuk orang asing subyek pajak LN (negara mitra P3B atau tidak) yang menjadi WP
Indonesia, perlakuan treaty pajak P3B atau Pasal 26 UU PPh (bukan negara mitra P3B), untuk
dividen, bunga (termasuk premium, diskonto, imbalan jaminan utang), royalti, sewa, penghasilan
penggunaan harta, imbalan jasa, pekerjaan dan kegiatan), utang pajak WP atau pendapatan pajak
pemerintah dihitung dari penghasilan bruto X 20%, bersifat final. Bukti pemotongan oleh pemberi
kerja akan menjadi bukti pembayaran pajak yang dilakukan di Indonesia.
Orang asing melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, pajak penghasilan dihitung
berdasar norma perhitungan penghasilan neto atau berdasar catatan akuntansi pajak (tax
accounting) & LK fiskal. Orang Indonesia ber NPWP pribadi bekerja di LN lebih dari 183 hari
dalam 12 bln akan dinyatakan oleh pemerintah sebagai WPNE (WP Non Efektif). Obyek
PPh perusahaan PMA adalah laba kena pajak, penghasilan terkait sewa,royalti, dan keuntungan
penjualan/pengalihan harta. Tarif pajak PPh Badan dalam negeri sesuai pasal 17 ayat (2a) adalah
25%, PT Tbk dgn 40% atau lebih saham diperdagangkan di bursa mendapat tarif 5% lebih rendah,
bila berperedaran bruto sampai Rp.50 M mendapat pengurangan tarif PPh 50% (dari ps 17 ayat (1)
b dan ayat (2)a untuk bagian penghasilan bruto kena pajak sampai Rp.4,8 M, pengurangan
penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama 6 tahun
masing-masing 5% pertahun, tarif penyusutan AT khusus, kompensasi kerugian di atas 5 tahun
tidak lebih 10 tahun bersyarat khusus, tax holiday PPh Badan, dividen ditanam kembali, dan
pajak devisa aatas bagian laba maksimum 5 tahun, Bea Meterai dan Bea Masuk tertentu. Tarif
pajak penghasilan BUT 25 % dan branch profit tax 20%.
Sebagai bukti akuntansi pajak internasional, bukti domisili fiskal adalah Surat Keterangan
Domisili (SKD) adalah dasar umum untuk akuntansi pengakuan pendapatan pajak, dalam bentuk
(1)SKD negara asal, atau (2)Form-DGT 1 atau (3) Form-DGT 2. SKD Form-DGT 7 atau
bukti/formulir khusus negara mitra P3B (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda) adalah bukti
domisili fiskal yang diterbitkan Dirjen Pajak melalui KPP Domisili. Bukti pemotongan PPh 26
oleh pemberi kerja akan menjadi bukti pembayaran pajak yang dilakukan di Indonesia. PMA
menggunakan SPT dan LK fiskal sebagai dasar perhitungan pajak terutang, dengan
memperhitungkan PPh 22, PPh 23, PPh 24 dan PPh 26. PMA berdomisili di NKRI, merupakan
WPDN, menggunakan basis perseroan terbatas, akuntansi pajak, dengan memperhitungkan PPh
23 dan PPh 25.
BERBAGAI JENIS PAJAK
Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan mengelola:
1.
Pajak Penghasilan (PPh)
2.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3.
Pajak Penjualan Atas Barang mewah (PPnBM)
4.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
5.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
6.
Bea Meterai
Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan mengelola:
1.
Bea Masuk
2.
Cukai
Pemerintah Provinsi mengelola:
1.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaran di Atas Air
2.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaran di Atas Air
3.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4.
Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
5.
Pajak Rokok
Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola:
1.
Pajak Hotel
2.
Pajak Restoran
3.
Pajak Hiburan
4.
Pajak Reklame
5.
Pajak Penerangan Jalan
6.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Mineral Bukan Logam dan Batuan
7.
Pajak Parkir
8.
Pajak Air Tanah
9.
Pajak Sarang Burung Walet
10.
PBB Perdesaan & Perkotaan
11.
Bea perolehan Hak atas Tanah & Bangunan
ASPEK PENGUKURAN PAJAK
Tarif pajak PPh terutang akhir tahun pemerintah pusat sesuai UU tentang PPh, amandemen
UU dan peraturan pelaksanaan & peraturan perubahan tarif PPh. Untuk PPh terutang tidak final
akhir tahun, seluruh penghasilan WP diakui pada laporan laba-rugi tahunan atau laba berbasis
akuntansi komersial versi SAK IAI, lalu dikoreksi fiskal untuk memperoleh Penghasilan Kena
Pajak. Pnghasilan Kena Pajak dan tarif PPh sesuai Psal 17 menjadi dasar perhitungan PPh
terutang.
Perhitungan PPN harus dibayar dengan perhitungan dilakukan dengan mencari selisih
utang PPN wajibpajak (PPN Keluaran) dan piutang PPN wajibpajak (PPN Masukan), selisih
positif utang dan piutang PPN adalah PPN yang harus dibayar wajib pajak. Bila pada perhitungan
bulanan didapati bahwa piutang PPN lebih besar dibanding utang PPN, pemerintah wajib
melakukan kompensasi atau membayar restitusi (pengembalian pajak), sebaliknya WP mendapat
kompensasi atau restitusi atas selisihnya. Tarif pajak daerah berdasarkan Undang – undang No. 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Retribusi Daerah :
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor
1. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen)
dan paling tinggi sebesar 2 % (dua persen)
2. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan
secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar 10%
3. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, social
keagamaan, lembaga social dan keagamaan, Pemerintah/TNI/Polri, Pemerintah Daerah,
dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah
sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen)
4. Tarif pajak Kendaraan Bermotor alat – alat berat dan alat – alat besar ditetapkan paling
rendah sebesar 0,1 % (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen)
Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing – masing
sebagai berikut :
1. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen)
2. Penyerahan kedua dst sebesar 1% (satu persen)
Tarif pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen)
1. Tarif pajak Air permikaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
2. Tarif pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok
3. Tarif pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
4. Tarif pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
5. Tarif pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen)
Khusus untuk hiburan berupa pengelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke,
klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat
ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat /
tradisional dikenakan tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25 %
1.
Tarif pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
2.
Tarif pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25 %
3.
Tarif pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30%
4.
Tarif pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20 %
5.
Tarif pajak Sarang Burung Waletditetapkan paling tinggi sebesar 10%
6.
Tarif pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar
0,3 %
7.
Tarif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5 %
AKUNTANSI PENDAPATAN LO PAJAK PEMERINTAH PUSAT DAN AKUNTANSI
PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK PENGHASILAN
Bila mengikuti UU Pajak, pengakuan pendapatan PPh pada saat transaksi kas diterima dan
atau timbulnya piutang pajak, yang mana yang lebih dahulu (which wever is earlier), pengakuan
pendapatan berdasar NPWP dan mulai saat penagihan pajak. Subledger Piutang/Utang Pajak
berdasar NPWP orang pribadi atau perusahaan perseorangan, BUT, Persekutuan Komanditer dan
Firma,Yayasan, Koperasi, PT.
Piutang Pajak negara atau sebaliknya; utang pajak WP pada UU disebut tunggakan
pajak.Utang pajak WP adalah pajak yang masih harus dibayar WP, termasuk sanksi administrasi
seperti bunga, denda, kenaikan yang tertera / tercantum dalam SKP atau bukti akuntansi sejenis
SKP, yaitu (berupa) Surat Tagihan Pajak, SKP Kurang Bayar, SKPKB Tambahan, Surat
Keputusan keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan
Kembali, Surat Paksa, STPPBB (Surat Tagihan Pajak PBB), SKBKB (Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar), SKBKB T(Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan), STB (Surat Tagihan Bea
Perolehan Hak atas Tanah), sbg dasar penagihan pajak. Setelah tanggal jatuh tempo pembayaran
pajak vide SKP atau sejenis SKP, muncullah tunggakan pajak. Tunggakan pajak menjadi dasar
penagihan pajak. STPPBB harus dilunasi dalam tempo 1 bulan sejak tanggal terima STPPBB.
Hapus buku piutang pajak (derecognition), setelah tanggal STP + 5 thn, pada akuntansi
pemerintahan masuk LO sebagai kerugian/beban atau pengurang pendapatan pajak bagi
entitasakuntansi dan/atau pelaporan LK.
Untuk akuntansi, pengukuran pendapatan dan pencatatan pendapatan pajak penghasilan
sesuai besar tertera pada bukti setoran pajak dan bukti penetapan pajak, berupa SPT, SPT Masa,
SPT Rampung, SKP, STP dan dokumen setara SKP/STP.Penerimaan hasil lelang barang sitaan
milik penanggung-pajak utk pelunasan utang pajak & biaya-biaya penagihan pajak. Saldo sisa
piutang pajak tak tertutup oleh hasil lelang masuk kedalam LO. Surat Tagihan Pajak Bunga
Penagihan (STP Bunga Penagihan) adalah sanksi adm. Bunga 2% perbulan sejak tanggal jatuh
tempo, sebesar nilai tertera sesuai Ps 19 ayat (1) UU KUP.
Bukti transaksi utama adalah SPT dan SKP. Bila official assessment, pajak terutang oleh
WP pada saat terbitnya surat ketetapan pajak (SKP) dari Ditjen Pajak. Bila self Assessment, pajak
terutang WP setelah ada peristiwa atau kondisi yang menyebabkan timbulnya utang pajak kepada
negara. Piutang Pajak negara atau utang pajak WP (disebut tunggakan pajak dalam UU) adalah
pajak yang masih harus dibayar WP, termasuk sanksi administrasi seperti bunga, denda, kenaikan
yang tercantum dalam SKP atau sejenis SKP, yaitu Surat Tagihan Pajak, SKP Kurang Bayar,
SKPKB Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding,
Putusan Peninjauan Kembali, Surat Paksa. Setelah tanggal jatuh tempo pembayaran pajak vide
SKP atau sejenis SKP, muncul tunggakan pajak. Tunggakan pajak menjadi dasar penagihan pajak.
Derecognition (pembatalan pengakuan akuntansi) atau hapusnya piutang pajak adalah
pada tanggal STP + 5 thn, kerugian piutang pajak tak tertagih masuk Laporan Operasional (LO)
sebagai kerugian/beban LO atau pengurang pendapatan pajak pada LO. Menghapus kekayaan
negara harus menggunakan dokumen khusus sesuai peratran perundang-undangan, menjadi dasar
bagi akuntansi pemerrintahan untuk hapus buku karena hapus tagih.
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PPN DAN PAJAK PENJUALAN BARANG
MEWAH
Pengakuan pendapatan pajak PPN dan Pajak Penjualan Barang mewah pada saat
penyerahan faktur pajak PPN keluaran, PPN Masukan, bersama setoran tunai PPN ke Kas negara
dilakukan. Pengukuran pendapatan sesuai besar tertera pada laporan setoran PPN, sebesar faktur
pajak PPN keluaran dikurang PPN masukan. cBukti transaksi utama adalah seluruh faktur pajak
PPN keluaran dan Pajak Penjualan Barang mewah, Faktur Pajak Masukan PKP tersebut
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK BUMI BANGUNAN SEKTOR
PERKEBUNAN, PERTANIAN DAN KEHUTANAN
Pendapatan PBB diakui pada saat tunai setoran diterima sebelum batas tanggal setoran
PBB berakhir, bila belum diterima tunai maka pendapatan dan piutang pajak diakui setelah tanggal
batas setoran PBB Pengukuran besar PBB sesuai besar tertera pada dokumen STPPBB, yaitu
tarif pajak x NJOP, sesuai UU No 28/2009, tarif tunggal 0,5% sesuai UU PBB Bukti transaksi
adalah STPPBB (Surat Tagihan Pajak PBB), harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak
tanggal surat tagihan diteima WP.
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK BEA METERAI
BM adalah pajak atas dokumen, biaya pengesahan secara hukum atas dokumen, benda
materai adalah kertas materai yang diterbitkan pemerintah NKRI. Tidak dibutuhkan identitas WP
atau objek pajak bea meterai. Pembayaran BM terlebih dahulu dilakukan daripada saat hutang bea
meterai pada waktu pembayaran dapat dilakukan kapan saja. Pengakuan pendapatan BM
berbentuk materai tempel atau kertas materai pada saat di edarkan oleh pemerintah NKRI.
Pengakuan pendapatan pemeteraian kemudian berdasarkan bukti pelunasan bea materai yang
dilakukan oleh pejabat pos.
Saat terhutang BM adalah sebagai berikut :
1. Saat dokumen diserahkan (dokumen dibuat oleh satu pihak saja)
2. Pada saat selesainya dokumen dibuat (dokumen dibuat lebih dari satu pihak)
3. Saat dokumen digunakan di Indonesia (dokumen dibuat diluar negeri)
4. BM terhutang oleh pihak yang menerima – mendapat dokumen atau manfaat dokumen,
kecuali ditentukan dalam perjanjian
5. BM atas dokumen dilunasi dengan cara menggunakan benda materai atau menggunakan
cara lain yang ditetapkan menteri keuangan
6. Pemegang dokumen harus melunasi BM terhutang dengan cara pemateraian kemudian
Pencatatan BM diukur sebesar harga nominal yang tertera pada bea materai, atau tarif
resmi pemateraian kemudian (Rp 3.000 dan/atau Rp 6.000 sesuai jenis/ jumlah transaksi, sesuai
UU Bea Meterai) Bukti transaksi akuntansi pendapatan BM adalah SSP untuk BM ke Kas Negara
karena (1) penyerahan benda materai, (2)pembubuhan tanda materai lunas, (3) pelunasan BM
dengan tekhnologi percetakan adalah surat setoran pajak ke Kas Negara melalui bank persepsi, (4)
pelunasan BM dengan sistem terkomputerisasi menggunakan surat setoran pajak ke kas Negara
melalui bank persepsi, dan (5)pelunasan BM dengan mesin teraan menggunakan surat setoran
pajak ke kas Negara melalui bank persepsi
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PENDAPATAN PAJAK PEMERINTAH
PROVINSI DAN AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK KENDARAAN
BERMOTOR (PKB) DAN KENDARAAN DI ATAS AIR (PKAA)
Pengakuan pendapatan pada saat menerima setoran dan (1)SSP atau SPTPD dibuat WP,
(2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, dan STPD yang dibuat Gubernur, juga berdasar (3)
tanda bukti pelunasan dan penning. Hak tagih pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal
pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah. WP adalah orang pribadi /
badan
yang
memiliki
kendaraan
bermotor,
subyek
pajak
adalah
wajib
pajak.
Pengukuran akuntansi pendapatan sesuai uang tunai diterima dan/atau besar piutang pajak tertera
pada bukti penagihan dari Provinsi, sesuai Pasal 5 UU 2009 yaitu sebesar nilai jual kendaraan
bermotor atau berdasar faktor – faktor pasal 5 (7) dan (8). Tarif pajak sesuai pasal 6, Pajak
terhutang (PKB) = tarif pajak x dasar pengenaan pajak = tarif pajak x (NJKB x Bobot) Bukti
transaksi akuntansi didapat dari WP yang membuat SPTPD, Gubernur yang menerbitkan SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, dan STPD, tanda bukti pelunasan dan penning
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK BEA BALIK NAMA KENDARAAN
BERMOTOR DAN KENDARAAN DI ATAS AIR
Pengakuan
akuntansi pendapatan
pada saat penyerahan kepemilikan kendaraan
bermotor sesuai Pasal 9, BBNKB yang terhutang dipungut diwilayah pajak daerah tempat
kendaraan bermotor terdaftar sesuai Pasal 13. Pembayaran BBNKN dilakukan pada saat
pendaftaran. Penagihan BBNKN kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang,
kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Pengukuran akuntansi pendapatan sesuai pasal
12, besar tarif sesuai Perda. Pengukuran akuntansi pendapatan sesuai besar tertera pada bukti
transaksi dan/atau penerimaan oleh bendahara daerah. Bukti akuntansi pendapatan BBNKN adalah
SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN
BERMOTOR (BBKB)
WP adalah penyedia BBKB dan/atau importir BBKB, Subyek pajak adalah konsumen
bahan bakar kendaraan bermotor. Pengakuan pendapatan saat penerimaan pembayaran atas
pembelian BBM.
Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP
melakukan tindak pidana pajak daerah. Pemungutan PBBKB oleh Pertamina, kegiatan
pemungutan dilakukan oleh penyedia BBKB, pemungutan PBB-KB dilakukan pada saat
penerbitan surat perintah pengeluaran produk (PNBP/BO). Untuk pengukuran akuntansi, dasar
pengenaan pajak adalah nilai jual bahan bakar sebelum PPN, tarif pajak 10% sesuai pasal 19.
UntukPerda Prov DKI No. 10 – 2010, tarif pajak 5%. Cara perhitungan adalah tarif pajak x dasar
pengenaan pajak Bukti transaksi menggunakan SPTPD. Penyetoran PBB-KB oleh penyedia
BBKB menggunakan formulir baku SSPD yang sudah divalidasi Bank Persepsi.
AKUNTANSI
PENDAPATAN
LO
UNTUK
PAJAK
PENGAMBILAN
DAN
PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN
Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan air
permukaan Pengakuan pendapatan pajak pada saat SKPD dibuat petugas pencatat air (basis akrual
untuk LO), atau pembuatan SSPD dan TBP (basis kas untuk LRA). Penagihan pajak kedaluwarsa
setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak
daerah Pengukuran sesuai besar kewajiban yang tertera pada dokumen, sesuai Pasal 23 dasar
pengenaan pajak adalah nilai perolehan air permukaan, berdasar Pasal 24, tarif pajak paling tinggi
10%, tarif ditetapkan Perda. Pajak terhutang = Tarif pajak x dasar pengenaan pajak = tarif pajak x
nilai perolehan air. Bukti transaksi adalah SKBD dan dokumen lain yang dipersamakan berupa
karcis atau nota perhitungan. Self Assessment menggunakaan SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT,
SKPDN. SKPD dibuat oleh petugas pencatat air, bukti pembayaran SSPD dan TBP (Tanda Bukti
Pembayaran)
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK ROKOK
Pengakuan pendapatan pajak pada saat SPPR diterima atau SKPDKB diterbitkan. Objek
pajak adalah konsumsi rokok, subyek pajak adalah konsumen rokok, WP rokok adalah pengusaha
pabrik rokok dan importir rokok memiliki izin NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai) dipungut instansi pemerintah bersama cukai rokok, disetor ke kas umum daerah Provinsi
secara profosional berdasar jumlah penduduk. Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi
karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa, dapat dihapuskan dengan keputusan
penghapusan piutang pajak oleh Gubernur. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak
tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah
Pengukuran pendapatan pajak berdasar besar pajak tertera pada bukti penagihan dan/atau
pembayaran. Sesuai Pasal 28, dasar pengenaan adalah cukai terhadap rokok, tarif 10% dari cukai
rokok (pasal 29). Sebesar 70% hasil penerimaan pajak rokok provinsi diperuntukkan bagi
kabupaten/kota, 50% penerimaan pajak rokok untuk belanja kesehatan masyarakat dan
penegakkan hokum. Bukti transaksi adalah dokumen Self Assessment SPPR (Surat Pemberitahuan
Pajak Rokok), Gubernur menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN.
AKUNTANSI PENDAPATAN PAJAK UNTUK PAJAK REKLAME
Pengakuan pendapatan pajak pada saat penerimaan SKPD atau dokumen setara SKPD.
Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang menggunakan reklame. WP adalah orang pribadi
/ badan pengusaha Reklame. Subyek pajak dapat sekaligus menjadi wajib pajak. Penagihan pajak
kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak
pidana pajak daerah
Pengukuran akuntansi sesuai nilai tertera pada dokumen. Dasar pengenaan adalah jumlah
pembayaran atau jumlah yang seharusnya dibayar, pada umumnya adalah sebesar nilai sewa
reklame atau nilai kontrak reklame, atau biaya bahan reklame pembuatan dan penyajian reklame.
Sesuai Pasal 50, tarif pajak paling tinggi 50% dengan Perda 20% Bukti transaksi adalah SKPD
atau dokumen lain.
AKUNTANSI PENDAPATAN PAJAK PEMERINTAH DAERAH DAN AKUNTANSI
PENDAPAT LO UNTUK BAGI HASIL PAJAK PROVINSI, KABUPATEN ATAU KOTA
Pengakuan pendapatan berdasar Perda Provinsi tentang alokasi pajak kendaraan bermotor
dan Bea balik nama kendaraan bermotor, bahan bakar kendaraan bermotor, pajak permukaan air,
agar praktis diakui secara akuntansi LO pada saat penerimaan transfer saja.
Pengukuran sesuai besar tranfer diterima, bukti transfer, berdasar (1)Peraturan Propinsi
untuk pembagian 30% pendapatan/penerimaan pajak kendaraan bermotor dan Bea balik nama
kendaraan bermotor yang diserahkan kepada kabupaten/kota, atau (2) Peraturan Propinsi untuk
pembagian 70% pajak bahan bakar kendaraan bermotor yang diserahkan kepada kabupaten/kota,
atau (3) Peraturan Propinsi untuk pembagian 50% pajak permukaan air yang diserahkan kepada
kabupaten/kota, 80% bila sumber air berada hanya pada sebuah kabupaten/kota.
Bukti transaksi adalah bukti transfer diterima bank persepsi pemerintah kabupaten atau
kota, berdasar Perda Provinsi tentang alokasi, bukti transfer Provinsi kepada Kabupaten, laporan
Bank Persepsi Kabupaten.
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK HOTEL
Pengakuan pendapatan pada saat tamu check-out dari hotel, untuk kepraktisan akuntansi
pendapatan pemerintah daerah maka pengakuan sesuai SPTPD dan SSPD dari tiap hotel. Subyek
pajak adalah pribadi atau badan yang menggunakan jasa hotel, membayar kepada pribadi – badan
pengusaha hotel, WP hotel adalah orang pribadi – badan yang mengusahakan hotel. Penagihan
pajak tersebut kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP
melakukan tindak pidana pajak daerah Sebagai dasar pengukuran yang tepat, dasar pengenaan
pajak adalah jumlah pembayaran atau jumlah yang seharusnya dibayar kepada hotel. Pengukuran
akuntansi sesuai SPTPD dan SSPD, berdasar Pasal 35, ditetapkan oleh Perda paling tinggi 10%
Bukti transaksi adalah SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) dan SSPD (Surat Setoran
Pajak Daerah)
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK RESTORAN
Pengakuan pendapatan pada saat penerimaan setoran pajak dan/atau dokumen SPTPD dan
SSPD. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang membeli / makan minum di Restoran. WP
adalah orang pribadi / badan pengusaha Restoran.Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun
sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Untuk
pengukuran akuntansi pendapatan pemerintah daerah, menggunakan jumlah tunai diterima atau
bukti pembayaran setoran pajak ke KUD. Dasar pengenaan pajak sesuai besar tertera pada
dokumen SPTPD atau SSPD, adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya
diterima oleh Restoran (Pasal 39, pasal 40, tarif paling tinggi 1 0% ditetapkan oleh Perda Bukti
transaksi adalah bon restoran (Bill) yang dilegalisasi, SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah)
dan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah)
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK HIBURAN
Pengakuan pendapatan pada saat penerimaan tunai setoran pajak dan SKPB, SPTPD dan
dokumen setara. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang menikmati hiburan. Penagihan
pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak
pidana pajak daerah Untuk pengukuran akuntansi, dasar pengenaan adalah jumlah pembayaran
atau jumlah yang seharusnya dibayar. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang
diterima atau yang seharusnya diterima oleh layanan hiburan (Pasal 39, pasal 45, tarif paling tinggi
35%, 75% untuk hiburan khusus seperti karaoke dan diskotik, 10% untuk hiburan kesenian rakyat
– tradisional
Sebagai bukti akuntansi, WP memenuhi kewajiban pajak sendiri dibayar dengan SPTPD,
SKPDKB, dan/atau SKPDKBT, berdasar SKPB, karcis, tiket, nota perhitungan yang diajukan
kepada pelanggan. Bila WP sengaja tidak menyampaikan SPTPD, mengisi tidak benar, mengisi
tidak lengkap, melampirkan keterangan tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah, terkena
pidana denda paling banyak empat kali jumlah pajak terhutang. Penerbitan SKPDKB terpaksa oleh
kepala daerah dalam jangka lima tahun sesudah saat terhutangnya pajak, berdasar hasil
pemeriksaan dan keterangan lain bahwa pajak terhutang tidak dibayar atau kurang dibayar, SPTPD
tidak disampaikan kepada kepala daerah, SPTPD tidak diisi, pajak terhutang dihitung secara
jabatan. Kepala daerah terpaksa menerbitkan SKPDKBT bila ditemukan data baru menyebabkan
penambahan jumlah pajak terhutang. Kepala daerah menerbitkan SKPDN jika jumlah pajak
terhutang sama besar dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang, dan tidak ada kredit
pajak. Sanksi administratif berupa bunga 2% per bulan atas kekurangan pajak dalam SKPDKB,
100% atas kekurangan pajak SKPDKBT, 25% atas pajak terhutang dalam SKPDKB ditambah
bunga 2% per bulan. Kepala daerah menerbitkan STPD (sesuai pasal 100) untuk SKPD tidak –
kurang bayar, pajak tidak dibayar atau kurang dibayar ditambah sanksi bunga 2% per bulan
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK REKLAME
Pengakuan pendapatan pada saat menerima tunai setoran pajak dan bukti SSPD, SKPD
dan/atau dokumen setara. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan yang menggunakan
Reklame, WP adalah orang pribadi / badan pengusaha Reklame, sedang subyek pajak dapat
sekaligus menjadi wajib pajak. Pengakuan pajak terhutang oleh WP dalam masa pajak terjadi
sejak penyelenggaraan Reklame atau pemasangan Reklame.Penagihan pajak kedaluwarsa setelah
lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah
Untuk pengukuran akuntansi, adalah dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran
atau jumlah yang seharusnya dibayar X tarif pajak. Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa
reklame berdasar NJOP dan NSL (Nilai Strategis Lokasi) atau nilai kontrak reklame, atau biaya
bahan reklame pembuatan dan penyajian reklame. Sesuai Pasal 50, tarif pajak paling tinggi 50%
dengan Perda 20%. Formula kalkulasi adalah NSL = NJOP + (NSL X NJOP), tarif pajak 25% atau
sesuai Perda. Bukti transaksi adalah SSPD, SKPDLB, SKPD, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK PENERANGAN JALAN
Pengakuan pendapatan pada saat menerima setoran pajak dan/atau SPTPD. Subyek pajak
adalah orang pribadi – badan yang menggunakan tenaga listrik. WP adalah orang pribadi / badan
pengusaha listrik dan pengguna listrik sesuai Pasal 53 (2). Penagihan pajak kedaluwarsa setelah
lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah
Untuk pengukuran, dasar pengenaan adalah jumlah tertera pada SPTPD, nilai jual tenaga
listrik tarif paling tinggi 10% ditetapkan oleh Perda, dengan tarif khusus 3 % untuk industri
pertambangan minyak dan gas alam. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri bertarif
paling tinggi 1,5% ditetapkan oleh Perda. Bukti transaksi pelaporan dan penyetoran bersifat Self
Assessmen menggunakan SPTPD, dan Bukti pungut PLN, bukti setoran pajak dari PLN ke Kas
Umum Daerah (KUD)
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN
BATUAN
Pengakuan pendapatan pada saat menerima tunai setoran pajak serta bukti pembayaran
pajak MBL dan Batuan. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan pengguna yang dapat
mengambil mineral bukan logam dan batuan. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha yang
mengambil mineral bukan logam dan batuan. Penagihan pajak kedaluarsa setelah lima tahun sejak
tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah
Untuk pengukuran akuntansi pendapatan, dasar pengenaan adalah nilai jual hasil mineral
bukan logam dan batuan. Tarif pajak berbasis harga pasar atau harga standar per volume/tonase
hasil tambang, ditetapkan paling tinggi 25% dengan Perda. Bukti transaksi akuntansi pendapatan
adalah bukti pembayaran pajak MBL dan Batuan.
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK PARKIR
Pengakuan pendapatan pemerintah daerah untuk pajak parkir pada saat menerima SSPD.
Subyek pajak adalah orang pribadi – badan pengguna yang melakukan parkir kendaraan bermotor.
WP adalah orang pribadi / badan pengusaha penyelenggara tempat parkir. Pajak parkir harus
dipisahkan dari retribusi tempat khusus parkir. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun
sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah
Pengukuran akuntansi pendapatan, berdasar jumlah tunai diterima dan/atau bukti setoran
pajak kepada KUD, dasar pengenaan adalah jumlah yang dibayar oleh subyek pajak, tarif
pajak parkir paling tinggi 30% ditetapkan melalui Perda. Bukti transaksi adalah bukti setoran
berkala kepada KUD, mungkin juga dilengkapi bukti lain seperti tanda parkir, karcis parkir, smart
card, stiker langganan, karcis valle, hasil penerimaan jumlah pembayaran (omset) menggunakan
alat/ sistem perekam data transaksi usaha, DPP melalui CMS dengan pengumum pemerintah
sebagai pelaksana operasional online system berdasar perjanjian bersama dengan BPKD
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK AIR TANAH
Pengakuan pendapatan pajak air tanah adalah pada saatpemerintah daerah menerima
SPTPD, sesuai jumlah penerimaan kas KUD atau satker khusus penerima pajak daerah. Subyek
pajak adalah orang pribadi – badan pengguna yang melakukan pengambilan dan pemanfaatan air
tanah. WP adalah orang pribadi / badan pengusaha melakukan pengambilan pemanfaatan air tanah
sesuai pasal 68. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang,
kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah Dasar pengukuran adalah sebesar jumlah tunai
diterima atau jumlah tertera pada bukti setoran pajak, dasar pengenaan adalah nilai perolehan air
tanah, tarif pajak paling tinggi 20% melalui Perda. Bukti transaksi Self Assessment menggunakan
SPTPD
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK SARANG BURUNG WALET
Pengakuan pendapatan pajak sarang burung walet adalahpada saat penerimaan SPTPD dan
SSPD, dan tunai setoran pajak dari WP. Subyek pajak adalah orang pribadi / badan pengusaha
yang melakukan pengambilan / pengusahaan sarang burung wallet. WP adalah orang pribadi /
badan pengusaha yang melakukan pengambilan / pengusahaan sarang burung wallet. Penagihan
pajak kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak
pidana pajak daerah.
Pengukuran pendapatan pajak sesuai tunai setoram diterima atau besar tertera pada SPTPD
dan SSPD. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual sarang burung walet. Tarif pajak paling tinggi
10%, tarif efektif ditetapkan melalui Perda. Bukti transaksi adalah tunai diterima,SSPD, SPTPD,
SKPD, SKPDKB SKPDKBT, STPD.
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK PAJAK BUMI BANGUNAN SEKTOR
PERKOTAAN DAN PERDESAAN
Pengakuan pendapatan pada saat tunai setoran dan STPPBB diterima. Subyek pajak adalah
orang pribadi/badan pengguna yang melakukan secara nyata mempunyai hak atas bumi
dan/memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. WP adalah orang pribadi
/ badan pengusaha yang yang melakukan secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Pendapatan PBB dan piutang pajak
diakui setelah tanggal batas akhir setoran PBB. Penagihan pajak kedaluwarsa setelah lima tahun
sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah
Pengukuran akuntansi sesuai besar diterima atau besar tertera pada SSPD dan bukti lain.
Dasar pengenaan pajak adalah NJOP. Tarif pajak paling tinggi 0,3% melalui Perda sesuai Pasal
80. Besar pajak terutang sebesar tarif pajak x NJOP, untuk sektor perdesaan dan perkotaan paling
tinggi adalah 0,3% sesuai Undang – undang PDRD No 28/2009, tarif tunggal 0,5% sesuai UU
PBB Bukti transaksi adalah uang tunai diterima, SSP, STPPBB (Surat Tagihan Pajak PBB) harus
dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diteima WP.
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK BEA PEROLEHAN HAK ATAS
TANAH DAN BANGUNAN(BPHTB)
Pengakuan pendapatan BPHTB pada saat menerima tunai setoran, SSPD, atau Surat
tagihan BPHTB, surat ketetapan BPHTB kurang bayar, surat ketetapan BPHTB kurang bayar
tambahan, surat ketetapan BPHTB LB. Subyek pajak adalah orang pribadi – badan pengguna yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai Pasal 86. WP adalah orang pribadi / badan badan
pengguna yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai Pasal 86. Penagihan pajak
kedaluwarsa setelah lima tahun sejak tanggal pajak terhutang, kecuali WP melakukan tindak
pidana pajak daerah
Pengukuran sesuai bukti transaksi, dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan objek
pajak,
tarif
pajak
paling
tinggi
5%
x
NPOP
(Nilai
Perolehan
Obyek
Pajak),
tarif BPHTB ditentukan melalui Perda. Bukti transaksi adalah tunai diterima, surat tagihan
BPHTB, surat ketetapan BPHTB kurang bayar, surat ketetapan BPHTB kurang bayar tambahan,
surat ketetapan BPHTB LB, surat ketetapan BPHTB Nihil, surat setoran BPHTB, surat keputusan
pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding
AKUNTANSI PENDAPATAN LO UNTUK RETRIBUSI
Tak ada piutang retribusi, pendapatan retribusi diakui pada saat retribusi diterima sesuai
pasal 152. Pengakuan pendapatan pada saat penerimaan SSPD untuk SKRD, karcis, kupon, kartu
langganan dan dokumen setara. Penagihan pajak kedaluarsa setelah tiga tahun sejak tanggal pajak
terhutang, kecuali WP melakukan tindak pidana pajak daerah. Subyek retribusi jasa umum adalah
orang pribadi – badan pengguna yang menikmati / menggunakan pelayanan jasa umum. Wajib
retribusi jasa umum adalah orang pribadi / badan yang melakukan pembayaran retribusi, termasuk
pemungut atau pemotong retribusi jasa umum. Subyek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi –
badan pengguna yang menikmati / menggunakan pelayanan jasa usaha. Wajib retribusi jasa usaha
adalah orang pribadi / badan yang melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong retribusi jasa usaha. Subyek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi – badan
pengguna yang memperoleh izin tertentu dari Pemda. Wajib retribusi perizinan tertentu adalah
orang pribadi / badan yang melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong
retribusi perizinan tertentu.
Untuk pengukuran pendapatan, besar retribusi terhutang dihitung berdasarkan tingkat
penggunaan jasa dengan tarif retribusi dalam nilai rupiah atau persentase tertentu ditetapkan oleh
Perda. Bukti retribusi adalah tunai setoran diterima dan SSPD, SKRD (Surat Ketetapan Retribusi
Daerah)
dan
dokumen
lain
(karcis,
kupon
dan
kartu
langganan),
STRD
(Surat
Tagihan Retribusi Daerah) penagihan retribusi didahului surat teguran, SKRDLB (Surat
Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar) untuk imbalan bunga, SKPDLB (Surat Ketetapan Pajak
Daerah Lebih Bayar) dan SKRDLB untuk persetujuan pengembalian retribusi.
AKUNTANSI KOREKSI FISKAL
Koreksi fiskal WP berpengaruh pada laba kena PPh, PPh terutang dan laba setelah pajak.
WP melakukan koreksi fiskal (1) sebelum SPT dan LK Fiskal dilaporkan kepada pemerintah atau
setelah SPT Tahunan dilaporkan kepada pemerintah, dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh
pada Piutang Pajak dalam subsidiary ledger piutang pajak per WP dalam akuntansi pemerintahan,
(2) sesudah SPT dan LK Fiskal disajikan & diserahkan kepada kantor pajak serta pembayaran
pajak terutang dilakukan WP. Koreksi fiskal dilakukan WP untuk (1)koreksi laporan laba-rugi
versi komersial sesuai SAK, SAK ETAP atau SAK Syariah menjadi laba-rugi versi hukum
perpajakan, (2) koreksi kesalahan Pajak Pertambahan Nilai misalnya kesalahan pengakuan PPN
pada transaki pembelian, kesalahan pengakuan piutang dan administrasi piutang dagang,
kesalahan nilai kurs pada penjualan, kesalahan jurnal pembelian, perlakuan PPN pada transaksi
penjualan dilakukan oleh bukan PKP, koreksi beban atau biaya (yaitu biaya tidak berkaitan
langsung, biaya bukan pengurang penghasilan kena pajak, biaya berkaitan penghasilan bukan
obyek pajak (zakat, hibah, tunjangan natura, klaim tertentu, dividen tertentu, dll) dan biaya
berkaitan penghasilan kena PPh Final, dan koreksi fiskal pada penghasilan untuk penghasilan
bukan obyek pajak seperti warisan, klaim asuransi, iuran dana pensiun), penghasilan yang telah
kena PPh final, dan penghasilan merupakan obyek pajak.
Download