Uploaded by User73204

MAKALAH ETIKA PROFESI

advertisement
MAKALAH
“KEBUDAYAAN SUKU TOLAKI SERTA KAITANNYA
DALAM BIDANG KESEHATAN”
OLEH :
1. ARISCAL PUTRA
12. HERLINI
2. ASRYA NINGSIH
13. HAERUN SAPUTRA
3. ASWARDIN
14. ISPAN AL IBRAHIM
4. ATIKA FEBRIANA
15. MUH. RAMADAN
5. AYU MEILANI SAPUTRI
16. MUH.RACHMAN H.J.
6. DETRI KARMIATI
17. NUR SELMIATIN
7. DINAR PERIYANTI
18. SITTI MASYTA
8. ERIN SYAHRANI AR
19. SRI RAHAYU PUSPITA
9. FANY ROSDIANTI
20. SUCI RAHMAWATI
10. HASTRIALINE
YUNIAR
DWI
21. WILDAYANTI
22. YOLANDA
OLE LEJAP
11. HERJIANA TOMALILI
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
2019
APRILILIA
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut
nama
Allah
Yang
Maha
Pengasih
lagi
Maha
Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan
merampungkan
PERILAKU
Rahmat
dan
penyusunan
dengan
judul
Hidayah -Nya
makalah
sehingga
ETIKA
"KEBUDAYAAN
penyus un
PROFESI
SUKU
dapat
DAN
ILMU
TOLAKI
SETA
KAITANNYA DALAM BIDANG KESEHATAN”.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin di upayakan dan didukung
bantuan
dari
berbagai
pihak,
sehingga
dap at
memperlancar
dalam
penyusunannya.Untuk itu tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan
Kendari,19 september 2019
penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SUKU TOLAKI
2.2 PERILAKU SUKU TOLAKI
2.3 KARAKTER SUKU TOLAKI
2.4 MASALAH KESEHATAN DAN PEMERIKSAANNYA YANG BERKAITAN
DENGAN BUDAYA SUKU TOLAKI
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya merupakan keseluruhan kehidupan manusia baik itu berbicara mengenai
pendidikan, politik, agama, ekonomi, teknologi dan lain sebagainya. Budaya lahir dari cipta,
karsa dan rasa manusia. Setiap manusia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda itu di
sebabkan mereka memiliki komunitas tersendiri di wilayahnya sehingga apabila kita amati
manusia di belahan dunia manapun memiliki kebudayaannya masing-masing tak terkecuali di
indonesia yang memiliki banyak keberagaman budaya. Perbedaan kebudayaan ini sangatlah
wajar karna perbedaan yang dimiliki seperti faktor Lingkungan, faktor alam, manusia itu
sendiri dan berbagai faktor lainnya yang menimbulkan Keberagaman budaya tersebut
Di Indonesia terdapat ± 500 satuan etnik suku bangsa yang masing-masing suku
tersebut mempunyai kebiasaan, budaya, bahasa yang berbeda-beda. Budaya tersebut
mengisyaratkan sebagai jati diri suku tersebut dan luasnya yakni jati diri bangsa Indonesia.
Budaya merupakan kekuatan pembanggunan yang diharapkan dapat menggali potensi
kearifan lokal dalam arti budaya tradisoanal agar dapat dilestarikan dan dikembangkan
seperti bahasa daerah, seni, kepercayaan dan lain sebagainya.
Sulawesi merupakan sebuah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 3.500 mil,
terdiri atas empat semenanjung utama yang terpisahkan oleh teluk dalam, dengan dua
semenanjung mengarah ke selatan dan dua lainnya ke utara. Salah satu suku yang
mempunyai kebudayaan yang bernilai dan mengandung kearifan lokal adalah suku Tolaki
yang mendiami Sulawesi Tenggara secara umum dan khusunya terdapat di Kabupaten
Konawe, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka, dan di kota Kendari
Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara, Kendari atau tepatnya di Konawe. Mereka
memiliki simbol adat yang yakni “Kalo.‘ Sedangkan tradisinya disebut Kalosara. Kalo sendiri
terbuat dari rotan dan dibuat secara melingkar. Kalo merupakan simbol persatuan dan
kesatuan. Biasanya, masyarakat Mekongga dan Tolaki jika terjadi suatu masalah sosial yang
memerlukan penyelesaian, maka mereka akan kembali pada makna Kalo..
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian suku Tolaki?
2. Bagaimana perilaku suku Tolaki?
3.
Bagaimana karakter Suku Tolaki?
4.
Apa saja masalah kesehatan dan pemeriksaannya yang berkaitan dengan
budaya suku Tolaki?
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui lebih dalam tentang
identitas dan kebudayaan suku Tolaki, Dan Untuk melihat hubungan kesehatan dengan
kebudayaan suku tolaki,serta pemeriksaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Suku Tolaki
Suku Tolaki adalah sebuah komunitas masyarakat yang mendiami pulau Sulawesi di
sebelah Tenggara persisnya di Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan,
Konawe Utara. Kebanyakan dari mereka punya profesi sebagai petani yang rajin dalam
bekerja. Selain itu mereka juga punya semangat gotong royong yang tinggi.
Nama suku Tolaki tidak begitu saja ada dan terjadi dibalik nama tersebut tentu
mengandung arti atau sejarahnya, nama suku Tolaki ini berasal dari kata TOLAKI,
TO=orang atau manusia, LAKI= Jenis kelamin laki-laki, jadi artinya adalah manusia
yang memiliki kejantanan yang tinggi, berani dan menjunjung tinggi kehormatan
diri/harga diri.
Sehingga dari hal tersebut akhirnya Suku Tolaki menjadi salah satu suku terbesar
yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping Suku Buton dan Suku Muna yang
tersebar di Kab. Kendari dan Kab. Kolaka, yang berada di Kab. Kolaka dan mendiami
daerah Mowewe, Rate-rate dan Lambuya sedangkan yang berada di Kab. Kendari
mendiami daerah Asera, Lasolo, Wawotobi, Abuki dan Tinanggea. Orang Tolaki pada
mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit). Mungkin yang dimaksud
“langit” adalah “kerajaan langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina. Dalam
dugaannya, ada keterkaitan antara kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit”
dengan kata “heo” (Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”.
B. Perilaku Suku Tolaki
Didalam berinteraksi sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai luhur
lainnya yang merupakan Filosofi kehidupan yang menjadi pegangan , adapun filosofi
kebudayaan masyarakat tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau perumpamaan,
antara lain sebagai berikut :
a. Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan lembaga adat)
masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih menyelesaikan secara
adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah dalam hal sengketa maupun
pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat tolaki, misalnya dalam masalah
sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati dan
mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan
masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
b. Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya bersatu, suka tolong
menolong dan saling membantu),
Masyarakat tolaki dalam menghadapi setiap permasalahan sosial dan
pemerintahan baik itu berupa upacara adat,pesta pernikahan, kematian maupun dalam
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai warga negara, selalu bersatu,
bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-membantu .
c. Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati diri
sebagai orang tolaki), pada budaya ini tersirat sifat mandiri,kebanggaan, percaya diri
dan rendah hati sebagai orang tolaki .
C. Karakter Suku Tolaki
a. Budaya Kohanu (budaya malu)
Budaya Malu sejak dulu merupakan inti dari pertahanan diri dari setiap pribadi
masyarakat tolaki yang setiap saat, dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga,
dipelihara dan dipertahankan. Ini bisa dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki
yang akan tersinggung dengan mudah jika dikatakan , pemalas, penipu, pemabuk,
penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan
sebagai motivator untuk setiap pribadi masyarakat tolaki untuk selalu menjadi lebih
kreatif, inovatif dan terdorong untuk selalu meningkatkan sumber dayanya masingmasing untuk menjadi yang terdepan.
b. Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan)
budaya ini merupakan budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang
sopan dan santun, saling hormat-menghormati sesama manusia.
c. Berbicara meledak-meledak
dimana ketika berbicara selalu ada penekanan pada setiap kata yang
dikeluarkan baik dalam keadaan emosi maupun tidak ,yang terkadang membuat
kesalah pahaman antar sesama.
D. Masalah kesehatan dan pemeriksaannya yang berhubungan dengan budaya suku
tolaki
A. Pi Ne Baho Ako (Ariscal Putra)
adalah salah satu ritual yang masih sering di gunakan oleh suku tolaki ketika kerabat atau
keluarga yang baru-baru sembuh dari sakit dimana mereka mempercayai bahwa dengan
pinebaho ako yang dilakukan oleh se orang dukun atau yang mereka percayai sebagai orang
pintar dalam menyembukan dengan cara di baca – bacai. pada pi ne baho ako ini dilakukan
dengan cara di mandikan oleh seorang dukun, dimana dengan cara pi ne baho ako mereka
mempercayai dapat mengembalikan stamina kembali fit dan mereka mempercayai juga
bahwa pi ne baho ako ini dapat menghilangkan musibah-musibah di mana mereka percaya
bahwa sakit yang mereka alami ini adalh salah satu musibah. maka dengan cara mereka pi
nebaho oleh dukun mereka bisah di jauhkan dari musibah yang lain.
Pada saat di mandikan keluarga atau kerabat oleh se orang dukun, dukun tersebut
mengunakan tempuruh kelapa sebagai timbah dan ada beberapa rumput khusus yang sering
di gunakan sebagai salah satu ramuan yang di gunakan untuk memandikan, dimana rumput
tersebut di rendam di dalam air biasa lalu itu yang di gunakan sebagai untuk pi nebaho ako.
Pada saat rumput itu di rendam pada air yang digunakan sebagai pi nebaho ako
kemunkinan besasar air tersebut sudah tercemar telur cacing.
Pemeriksaan telur cacing soil trasmited helminth pada air rendaman rumput tersebut
dengan metode flotasi dan direct.
B. Berobat Ke Dukun (Asrya Ningsih)
Berobat kedukun (istilah awam ‘orang pintar’ ) pada masyarakat suku
tolaki masih fanatic dengan kabiasaan -kebiasaan dari leluhur
yang di
wariskan kebawah temurun yang mempertimbangkan penyakit yang
berasal dari orang (Doti atau guna -guna). Pengobatan tersebut biasanya
menggunakan air yang telah di tiup-tiup dan diminum,dioleskan,atau
dimandikan pada orang yang terkena doti tersebut.
Pada saat ditup-tiup dan dibaca mantra oleh dukun tersebut biasanya,
air liur juga ikut keluar. Apabila dukun tersebut memiliki riwayat
penyakit, Misal TBC yang kita keta hui jika TBC menular melalui
cipratan air ludah, maka secara tidak langsung air yang ditiup -tiup
tersebut sudah menular penyakit TBC keorang yang datang berobat. Hal
ini akan membuat orang tersebut orang tersebut terkena TBC.
Pemeriksaan TBC menggunakan sa mpel sputum atau dahak dengan
metode pewarnaan BTA (Ziehl Neelsen)
C. Sumaku (Aswardin)
Pada umumnya cara ini banyak dijumpai di Maluku, Papua, Sulawesi
dan Kalimantan. Pengambilan tepung sagu secara tradisional umumnya
diusahakan oleh penduduk setempat, dan digunakan sebagai bahan
makanan
pokok
sehari-hari
(Kindangen
dan
Malia
2003,
h.52).Penebangan pohon sagu dilakukan secara gotong -royong dengan
menggunakan
peralatan
sederhana,
seperti
parang
atau
kampak.
Selanjutnya, batang sagu dibersihkan dan dipotong -potong sepanjang 12 meter; kemudian potongan -potongan ini dibelah dua. Empulur batang
yang mengandung tepung dihancurkan dengan alat yang disebut nanni;
dan pekerjaan menghancurkan empulur sagu ini disebut menokok.
Penokokan empulur dikerjakan sedemikian rupa sehingga empulur cukup
hancur dan pati mudah dipisahkan dari serat -serat empulur. Empulur
yang telah ditokok akan berwarna kecoklatan bila disimpan di udara
terbuka dalam waktu lebih dari sehari. Oleh karena itu, empulur yang
ditokok dalam satu hari harus diatur sedemikian rupa agar pemisahan
tepung dapat diselesaikan pada hari yang sama. Penokokan dapat
dilanjutkan pada hari berikutnya sampai seluruh batang habis ditokok.
Dengan
cara
tradisional
ini,
penokokan
satu
pohon
sagu
dapat
diselesaikan dalam waktu 1 – 3 minggu (Johan 2011, h.47).
Empulur hasil tokokan kemudian dipisahkan untuk dilarutkan dan
disaring tepungnya di tempat tersendiri. Pelarutan tepung sagu dilakukan
dengan cara peremasan dengan tangan, dan dibantu dengan penyiraman
air. Di beberapa daerah, air yang digunakan berasal dari rawa -rawa yang
ada di lokasi tersebut. Di Maluku, tempat pelarutan tepung sagu disebut
sahani, yang terbuat dari pelepah sagu dan pada ujungnya diberi sabut
kelapa sebagai penyaring (Shinta 2005, h.42). Tepung sag u yang terlarut
kemudian dialirkan dengan menggunakan kulit batang sagu yang telah
diambil empulurnya. Tepung sagu ini kemudian diendapkan, dan
dipisahkan dari airnya.Tepung yang diperoleh dari cara tradisional ini
masih basah, dan biasanya dikemas dalam a nyaman daun sagu yang
disebut tumang; di Luwu Sulawesi Selatan disebut balabba dan di
Kendari disebut basung. Sagu yang sudah dikemas ini kemudian
disimpan dalam jangka waktu tertentu sebagai persediaan pangan rumah
tangga; dan sebagian lainnya dijual (Sur atyah 2008, h.30).
Karena
sagu
yang
sudah
dikemas
ini
masih
basah,
maka
penyimpanan hanya dapat dilakukan selama beberapa hari. Biasanya,
cendawan atau mikroba lainnya akan tumbuh, dan mengakibatkan tepung
sagu berbau asam setelah beberapa hari pen yimpanan.
Masalah kesehatan yang akan terjadi dengan proses pembuatan sagu
secara tradisional
a. Tepung sagu tidak higienis lagi,dikarenakan pada pembuatan sagu
tersebut dilakukan harus dekat dengan aliran air atau biasanya harus
dekat dengan rawa rawa.dan kita belum ketahui sebelumnya bahwa rawa
tersebut sudah terkontaminasi kotoran hewan.
b. Kemudian proses pembuatan tepung sagu ini dengan cara menginjak
injak memakai kaki dan kita belum ketahui kaki pembuat tepung sagu
tersebut sebelumnya menginjak kotoran hewan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan:
a. Pemeriksaan parasitologi dengan melihat telur cacing pada air prose s
pembuatan sagu dengan metode: Direk,flowtasi,sedimentasi.
b. identifikasi bakteri coliform pada aliran air yang dibpakai untuk
membuat tepung sagu tersebut dengan metode ALT ( angka Lempeng
Total)
D. Meoti-oti (Atika Febriana)
Meoti-oti
sering
dilakukan
orang-orang
suku
tolaki
yang
dimanaorang-orang suku tolaki melakukan menangkap ikan dengan cara
meoti-oti, meoti-oti dilakukan apabila air laut sudah sur ut,Orang-orang
suku
tolaki
biasanya
membawa
berbagai
macam
alat
seperti
tombak,parang dan wadah untuk menyimpan, mereka akan berjalan
mencari genanggan Air laut yang didalamnya terdapat ikan Kadang kadang meoti-oti tidak hanya dilakukan untuk mencari ikan saja suku
tolaki kadang mencari yang lain Misalnya Kerang -kerang yang bisa
dikomsumsi seperti burungg'o,kalandu'e Dll,
hubungannya dengan kesehatan yaitu orang -orang Suku
tolaki
Meoti-oti dengan tidak memakai alas kaki atau sendal kadang kaki
terkena batu karang dan terluka dan juga Mereka akan terkena parasit parasit Yang ada dilaut tersebut .
Pemeriksaan laboratorium
jika terkena
maka akan dilakukan
pemeriksaan jenis parasit pada pemeriksaan flotasi dengan sampel feses.
E. Tarian Mondotambe (Ayu Meilani Saputri)
Tarian Mondotambe adalah tarian yang sangat khas dari suku Tolaki.
Tari ini adalah tari penjemputan yang biasa digunakan untuk menjemput
tamu-tamu istimewa seperti pada zaman dahulu tari ini digunakan untuk
mengiring raja dan para prajurit ke meda n perang dan menjemput mereka
kembali dari peperangan yang membawa kemenangan. Tari ini juga
digunakan untuk menjemput tari raja yang akan berkunjung ke kerajaan
Konawe.
Tari Mondotambe tidak dapat dilepaskan dari tradisi penyuguhan.
Sebuah tari penyambutan bagi tamu-tamu agung, sebuah adat istiadat
lama yang masih ada sampai sekarang yang dipersembahkan demi
menghormati tamu, dapat kita ketahui bersama bahwa tari penyambutan
dari setiap daerah atau tempat mempunyai ciri khasnya masing -masing.
Tari mondotambe diciptakan juga untuk mengangkat nilai -nilai
luhur dari adat istiadat suku Tolaki dalam memuliakan dan menghormati
tamu yang datang berkunjung ke kabupaten Konawe sebagaimana dalam
falsafah hidup orang Tolaki yaitu budaya Merou (paham sopan sant un
dan tata pergaulan) yang merupakan sikap dan perilaku untuk selalu
sopan santun, saling hormat menghormati sesama manusia dan selalu
bersikap terbuka menerima orang lain yang datang berkunjung ke daerah
Konawe. Tari ini juga merupakan bentuk penghormata n dan penghargaan
kepada para tamu dan juga sebagai tanda rasa kesyukuran kepada Tuhan
Yang Maha Esa, semoga yang datang berkunjung di daerah Konawe
mendapat rahmat dan keselamatan apabila kembali ke daerahnya.
Fungsi tari Mondotambe selain untuk menyambut para prajurit yang
baru kembali dari medan perang, tari Mondotambe juga sebagai tari
penyambutan
pembukaan
terhadap
suatu
tamutamu
bangunan,
Kerajaan
pembukaan
Konawe
suatu
di
Unaaha,
kegiatan
yang
diselenggarakan instansi pemerintah Kabupaten Konawe maup un acaraacara ritual seperti perkawinan. Tari Mondotambe ditarikan oleh gadis gadis remaja dan dua orang pemuda sebagai pendamping.
Sekarang ini tari Mondotambe digunakan untuk menjemput tamu
agung atau pejabat pemerintah pusat yang datang berkunjung ke daerah
Konawe dalam berbagai acara seperti peresmian tempat umum, panen
raya, pelantikan dll. Tari Mondotambe juga kerap ditampilkan pada
upacara adat perkawinan suku Tolaki untuk menyambut pihak mempelai
laki-laki. Tari Mondotambe ini tidak terikat tempa t dilaksanakan
disesuaikan dengan kondisi yang ada dan penyambutan dapat dilakukan
di lapangan terbuka dan di dalam ruangan sebagai pembuka acara.
Adapun makna dari properti (perlengkapan tari) adalah sebagai
berikut:
1) Babu Ndolaki Pinabele terdiri dari tiga kata babu yang artinya baju,
ndolaki yang artinya Tolaki, pinabele yang artinya dihiasi dengan
ornament. Terbuat dari kain berwarna merah menyala, dimana warna
merah menyala itu melambangkan keberanian, di depan baju ada
Pinabele atau hiasan ornamen berwarna kuning emas melambangkan
kejayaan dan kemakmuran, yang hiasan ornamennya melengkung atau
disebut Pineburu Mbaku yaitu sejenis tanaman pakis yang belum keluar
daunnya yang bermakna kelembutan hati seorang manusia, bahwa
sekeras apapun hati manusia khususnya masyarakat Tolaki apabila telah
disuguhkan dengan adat atau kalo sara pasti hatinya akan luluh jua.
2) Sawu Ndolaki Hinoru terdiri dari tiga kata yakni Sawu yang artinya
sarung adat, Ndolaki yang artinya tolaki, sarung adat tolaki terbuat dari
hinoru yang artinya ditenun yaitu sarung adat tolaki yang ditenun,
warna pada Sawu Ndolaki Hinoru ini disesuaikan dengan baju adat yang
akan digunakan.
3) Saluaro Pinabele terdiri dari dua kata yakni Saluaro yang artinya celana
pendek, Pinabele yang artinya dihiasi dengan kain atau parca berwarna
warni, saluaro atau celana pendek cocok digunakan oleh prajurit agar
leluasa bergerak ketika menghadapi musuh, sedangkan kain perca
berwarna warni melambangkan kebhinekaan “Bhineka Tunggal Ika”
artinya “berbeda-beda tetapi tetap satu”.
4) Babu Pinabele terdiri dari dua kata yakni babu atau baju, pinabele
dihiasi dengan sisa kain atau perca berwarna -warni, babu pinabele juga
adalah baju prajurit tanpa lengan yang dihiasi dengan kain perca
berwarna warni yang melambangkan kebihinekaan.
5) Sulepe Tabere terdiri dari dua kata yakni sulepe artinya ikat pinggang,
tabere artinya kain berwarna warni yang menjuntai ke bawah yang
ujungnya runcing. sulepe tabere merupakan ikat pinggang bermotif
tabere
berwarna-warni
yang
digunakan
penari
perempuan,
yang
mengandung makna “Bhineka Tunggal Ika” artinya “berbeda -beda
tetapi satu”. Dengan Bhineka Tunggal Ika maka bangsa Indonesia yang
mempunyai berbagai ragam khasanah budaya termasuk di dalamnya
budaya Tolaki yang merupakan satu ke satuan yang bulat, utuh di dalam
Negara kesatuan Republik Indonesia.
6) Kapinda artinya sandal atau alas kaki penari yang terbuat dari kulit
kayu dan terdapat beberapa tali pengikat di bagian atas. Pada zaman
dahulu suku tolaki menggunakan kapinda sebaga i pengalas kaki yang
berfungsi untuk melindungi telapak kaki dari sengatan panas dan
tusukan duri yang bersifat mencederai kaki, biasanya kapinda yang
digunakan terbuat dari kulit kayu atau pelepah sagu yang dibuat
sedemikian rupa yang disesuaikan dengan u kuran kaki pemakainya.
Bahan yang digunakan untuk membuat kapinda diambil dari alam
karena masyarakat Tolaki menggantungkan hidupnya dari alam, kulit
kayu dimanfaatkan sebagai alat untuk melindungi tubuh dari sinar
matahari dan hujan sehingga untuk kelangs ungan hidup masyarakat
Tolaki harus selalu bersinergi dengan alam sekitar.
7) Songgo Pinabele Songgo pinabele adalah tutup kepala yang berwarna
merah menyala yang digunakan penari lelaki yang menggambarkan
keberanian dan jiwa satria prajurit di medan per ang dalam menghadapi
musuh.
8) Kinea adalah penangkis atau alat perang yang terbuat dari kayu,
biasanya kayu jati yang bahannya keras yang diambil dari alam yang
tahan oleh pukulan dan sabetan senjata tajam. Suku tolaki pada zaman
dahulu menggunakan kinea untuk membela diri dari serangan - serangan
musuh karean pada zaman dahulu orang berperang menggunakan alat
seadanya yaitu parang dan tombak. Kinea pada umumnya lebih banyak
dipergunakan oleh para tamalaki (kesatria) yang gagah berani dan rela
mengorbankan jiwa raga untuk membela wilayah kerajaan atau wilayah
kekuasaan pada zaman dahulu. Pada tarian Mondotambe di ibarat -kan
ketangguhan
prajurit
dalam
menghadapi
musuhnya
dengan
menggunakan penangkis sebagai upaya melindungi diri.
9) Ta’awu adalah parang khas suku Tolaki yang terbuat dari besi -besi
pilihan seperti baja yang kemudian ditempa oleh ahlinya atau pandai
besi (Mbusopu) dalam bentuk yang berbeda baik model maupum ukuran
disesuaikan dengan kebutuhan dalam melakukan kegiatan sehari -hari
demi kelangsungan hidup suku tolaki. Ta’awu yang dipergunakan
prajurit untuk alat perang adalah ta’awu yang dibuat dengan panjang
satu depa. Ta’awu juga merupakan senjata yang dipergunakan oleh suku
tolaki baik itu dalam mempertahankan diri dan melindungi diri maupun
yang bersifat simbolis tentang harkat dan derajat suku tolaki yaitu “taa
ehe tinua-tuay” (budaya bangga terhadap martabat dan jati diri sebagai
orang tolaki. .yang panjangnya sekitar satu depa. ta’awu merupakan alat
perang yang digunakan prajurit untuk melaw an musuh di medan perang.
Tetapi pada tari mondotambe yang digunakan terbuat dari kayu
dibaratkan parang panjang.
10) Polanggu Ndengu-Ndengu adalah alat pemukul ndengu -ndengu terbuat
dari kayu yang bentuknya pipih dan ringan berjumlah dua. Maknanya
Karena ketika menggunakan kayu sebagai alat pemukul gong akan
menghasilkan suara dan getaran yang indah.
11) Lepa-Lepa, kata dasar Lepa-lepa adalah Lepa yang berarti wadah yang
berasal dari daun agel yang dianyam untuk meletakan barang. Bentuk
dan ukuran lepa-lepa berbeda-beda disesuaikan dengan fungsinya yakni
lepa dalam ukuran besar biasanya dipergunakan suku tolaki untuk
menampung atau menyimpan barang hasil pertanian, hasil kerajinan
tangan dan kebutuhan rumah tangga, lepalepa berukuran lebih kecil
daripada lepa yang dapat dibentuk dengan berbagai macam model
sesuai dengan peruntukannya seperti wadah beras dan garam, dalam
acara ritual peminangan (moawo niwule) sebagai tempat pinang dan
sirih dipergunakan juga dalam acara adat tolaki yang resmi seperti
acara menjemput tamu, acara sekapur sirih dalam ritual mowindahako.
12)Eno-Eno adalah kalung adar suku tolaki terbuat dari perak bermotif
kembang melati yang menggambarkan keindahan dan wawangi -an yang
harum semerbak baunya yang digunakan para gadis remaja seb agai
penari.
13)Andi-Andi adalah anting-anting adat khas suku Tolaki di telinga yang
panjang terurai terbuat dari perak bermotif Pineburu Mbaku atau sejenis
tanaman pakis yang masih muda belum memiliki daun yang bentuknya
melengkung. Menggambarkan kelemb utan hati seorang wanita.
14) Bolosu Bolosu adalah gelang tunggal yang tidak dihiasi manik -manik.
Bolosu adalah sebuah perhiasan melingkar yang diselipkan atau
dikaitkan pada pergelangan tangan. Bolosu terbuat dari perak. Pada
tarian Mondotambe Bolosu yang dipakai ada dua, satu di tangan kanan
dan satu di tangan kiri. Makna dalam pemakaian sehari -hari oleh suku
tolaki secara umum adalah satu simbol atau lambang kemampuan atau
keberadaan dan status sosial dari pemakainya. Apabila laki -laki
menggunakan Bolosu adalah satu penonjolan jati diri dari pemakainya
baik
itu
status
sosialnya,
tingkat
ekonominya
dan
keunggulankeunggulan lain yang dimilikinya.
15) Kalunggalu Kalunggalu adalah ikat kepala penari yang terbuat dari
kain perca mengkilap berwarna -warni, kain mengkilap berwarna -warni
ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan masyarakat
Tolaki yang cinta persatuan dan kesatuan dengan menjadikan perbedaan
sebagai keberagaman budaya.
Berikut beberapa makna Simbolis dalam gerakan -gerakan Tari
Mondotambe
1.Megili; Dalam gerakan megili atau berputar empat penjuru terdapat
nilai sosial yang terkandung di dalam gerakan ini. Nilai Sosial
berhubungan dengan gerak megili atau Meputara yaitu berputar
empat penjuru atau empat sudut yang disebut dalam bahasa Tolaki
Siwole Mbatohu adalah struktur pemerintahan yang dijalankan oleh
raja tebawo sekitar tahun 16021666.
2. Mombehawuako O Bunga Mbehawuako yang berarti menabur dan O
Bunga yang berarti kembang hidup yang dipetik langsung dari
tanaman bunga. Biasanya kembang yang diguakan berwarna merah,
bunga atau kembang hidup dalam tarian Mondotambe ini mewakili
perasaan hati yang tidak bisa diungkapkan dengan melalui kata kata
terhadap tamu yang datang berkunjung ke daerah Konawe, bahwa
masyarakat Tolaki memiliki ketulusa n hati dan kelembutan jiwa
dalam menerima tamu yang datang, begitu pun kembang merah
bermakna rasa cinta dan rasa hormat terhadap tamu
3. Melepa; Menurut hasil wawancara dengan H. Darma, S.sos., M.Si
tanggal 16 Januari 2019, melepa adalah duduk di atas t umit ke dua
kaki atau bersimpuh. Melepa dibentuk oleh imbuhan Me - yang
berarti melakukan dan Lepa berarti duduk di atas tumit kedua kaki
atau bersimpuh. Melepa pada tarian Mondotambe merupakan bentuk
rasa hormat dan penghargaan yang tertinggi kepada tamu y ang
datang dan dijemput, bahwa masyarakat Tolaki selalu menjunjung
tinggi budaya Merou (paham sopan santun dan tata pergaulan) yaitu
budaya untuk selalu bersikap sopan santun, ramah, menghargai dan
menghormati sesama manusia.
4.
Mesomba;
Makna
gerakan
Mesomba
adalah
untuk
memberi
penghargaan dan penghormatan kepada tamu yang datang berkunjung
ke daerah Konawe.
5. Meda’a; dalam tari Mondotambe menggambarkan rasa suka cita, rasa
senang, rasa gembira dan keterbukaan masyarakat Tolaki terhadap
pihak luar atau tamu yang datang berkunjung yang memang dianggap
sebagai orang yang datang membawa kebaikan di daerah Konawe
Nilai
Yang Terkandung dalam Tari
Mondotambe
Pada
tari
mondotambe nilai religius terdapat pada gerakan tangan penari yang
dirapatkan di depan dada atau sejajar dengan dada yang disebut
dengan gerakan mesomba. Makna dari gerakan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari sebelum memulai aktifitas kita hendaknya
memohon kepada sang pencipta agar dimudahkan dengan segala
urusan. Gerakan Mesomba juga mengandu ng nilai keagamaan yang
tinggi,
selain
memberi
penghargaan
dan
penghormatan
serta
memuliakan tamu yang datang berkunjung ke daerah Konawe
gerakan ini juga sebagai bentuk tanda rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa, semoga para tamu yang berkunjung ke daer ah
tersebut mendapatkan rahmat dan keselamatan apabila kembali ke
tempat. Nilai Sosial Nilai sosial berhubungan dengan gerak megili
atau Meputara yaitu berputar empat penjuru atau empat sudut yang
disebut dalam bahasa Tolaki Siwole Mbatohu adalah struktur
pemerintahan yang dijalankan oleh raja tebawo sekitar tahun 1602 1666.
Siwole berupa wadah anyaman yang terbuat dari daun agel
yang digunakan untuk meletakkan kalo sara, kalo sara tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan sehari -hari suku Tolaki sebagai si mbol
persatuan dan kesatuan dan simbol hukum.
Hubungan kesehatan dan tari mondotambe yaitu pada saat para
penari menari tanpa menggunakan alas kaki maka telur cacing dapat
masuk melalui pori -pori kulit kaki. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
yaitu pemeriksaan feses dengan metode direk atau metode langsung,
flotasi atau metode pengapungan dan metode sedimentasi.
F. Sate Pokea (Detri Karmiati)
Pokea adalah bahasa setempat yang berarti kerang dan merupakan
hewan endemic di Sulawesi tenggara .Hewan yang berasal da ri family
cubicula
dengan jenis batissa veolacea celebensis ini hanya hidup di
sungai poahara.kabupaten konawe .Banyak jenis olahan dengan bahan
kerang air tawar ini tetapi yang membuat kampong poahara terkenal
adalah sate pokea . Sate pokea terdiri dari daging kerang yang di beri
bumbu
agak
pedas
manis
,Biasanya
di
santap
dengan
sejenis
lemper,gogos tampa isi dan dibakar atau dikukus .
Cara membuat sate pokea ,Prinsipnya sama dengan membuat sate
ayam atau sate daging .Bumbu utamanya kacang tanah yang diha luskan .
Sebagaimana layaknya sate ,maka sate pokea juga di sajikan dalam satu
tusukan lidi yang bisa berisi sampai 5 buah pokea.Pokea dikenal sebagai
salah satu jenis kerang-kerangan yang mengandung kadar gizi cukup
tinggi.selain itu, daging pokea juga mengandung suatu zat yang dapat
membantu memperlancar kerja hati dalam tubuh manusia.Extrak daging
kerang juga efektif sebagai obat anti rematik.
Akan tetapi kebayakan sate pokea yang di jual di pinggiran jalan
dapat menyebabkan beberapa penyakit,karna pad a saat mengolah sate
pokea tidak bersih dan steril .akibatnya ad sebagian orang yang terkena
diare ,di karenakan pengolahan dan bumbu sate pokea sudah lama dan
basi.Pemeriksaan feses dan juga pewarnaan gram bakteri salmonella,seta
pemeriksaan widal pada penderita demam tifoid.
G. Mosehe Wonua (Dinar Periyanti)
Mosehe
Wonua
adalah
suatu
tradisi
suku
mekongga
yang
dilaksanakan secara besar-besaran, ramai dan penuh hikmat sakral
sehingga diharapkan masyarakat ikut terlibat didalamnya termasuk
seluruh utusan yang mewakili negerinya (daerah) masing -masing dari
seluruh kerajaan mekongga bahkan tokoh adat, masyarakat, agamawan,
pemerintah sipil maupun militer akan larut bersama dalam pesta prosesi
upacara mosehe wonua.
Mosehe berasal dari bahasa mekongga yg terdiri da ri dua suku kata
yaitu, MO yang berarti melakukan sesuatu dan SEHE yang berarti suci.
Jadi mosehe adalah penyucian negeri. Kalau bahasa tolaki mosehe berarti
perkelahian.
Mosehe wonua merupakan adat tradisi suku mekongga, suatu upacara
ritual yang telah berlangsung sejak abad XIII pada zaman pemerintahan
raja Larumbalangi, yang kemudian diikuti oleh raja -raja mekongga
berikutnya.Seperti,
raja
Rumbalasa,
setelah
usai
perang
melawan
kerajaan Konawe. Setelah berdamai, dua kerajaan tersebut melakukan
upacara ritual mosehe bersama-sama sehingga kedua kerajaan sepakat
untuk menikahkan putra putri mereka, yaitu sangia lombo -lombo yang
merupakan putra dari raja Larumbalasa yang mempersunting Wungabee,
putri dari Buburanda saa I Wawolatoma.Sangia lombo -lombo jg pernah
melaksanakan mosehe wonua, yaitu pada saat terjadinya peristiwa
Koloimba.
Upacara adat “Mosehe Wonua” (penyucian negeri/kampung) sebagai
kepercayaan tradisi leluhur masyarakat Mekongga merupakan suatu
ritual yang diperkirakan telah berlangsung secara tur un-temurun sejak
abad
ke-XIII
sebagai
bentuk
penghormatan
terhadap
para
dewa
(Sangia).Untuk menghindari kemurkaan para dewa tersebut, mereka
mengadakan upacara adat Mosehe Wonua, dengan harapan bahwa Tuhan
Yang Maha Kuasa (Ombu) berkenan menerima upacara M osehe Wonua
ini bagi kepentingan keselamatan dan kemaslahatan orang banyak.Akan
tetapi pada sekitar akhir abad ke -XVII, daerah Mekongga mendapat
pengaruh yang besar dari agama Islam. Masuknya pengaruh Islam ke
daerah Mekongga sangat mempengaruhi budaya Mos ehe Wonua yang
mana budaya tersebut mengalami perubahan dimana mosehe Wonua
sudah menjadi bernuansa Islami.para adatOrang tolaki berbicara dalam
bahasa
Tolaki.
Bahasa
Tolaki
merupakan
cabang
dari
bahasa
Austronesia, dan masih berkerabat dengan bahasa Mekon gga. Budaya
dan bahasa tolaki memiliki banyak persamaan dengan budaya dan bahasa
Mekongga. Kemungkinan antara suku Tolaki dan suku Mekongga masih
terdapat kekerabatan dari sejarah asal -usul di masa lalu.
Bagi masyarakat suku tolaki di Kabupaten Konawe Utar a, Mosehe
Wonua memiliki nilai historis tersendiri. Seluruh masyarakat suku tolaki
menjadikan Mosehe Wonua dapat menghilangkan segala kesialan serta
menghapus dosa-dosa yang pernah diperbuat. Baik itu kesalahan
pemimpin maupun kesalahan masyarakatnya.Seper ti yang dilakukan suku
tolaki di Kabupaten Konawe Utara. Percaya atau tidak, setelah Mosehe
Wonua dilakukan di Kecamatan Oheo Konut, Selasa (27/10/2015),
daerah yang boleh dibilang sudah sekian bulan dilanda musim kemarau,
tiba-tiba hanya berselang sejam pasca selesainya acara upacara adat
Mosehe Wonua. Terik matahari yang menyengat berubah menjadi
mendung dan hujan pun turun.Tokoh adat suku tolaki di Sulawesi
Tenggara yang melakukan upacara adat Mosehe Wonua, Arsalim
mengatakan, upacara adat Mosehe Wonua b agi suku tolaki harus terus
dilestarikan hingga anak cucu bangsa.“Upacara adat Mosehe Wonua
bermakna untuk pensucian seluruh negeri Konawe Utara serta menolak
bala besar maupun kecil dari murka seruh sekalian alam dari ulah
manusia itu sendiri,” kata Arsal im.
Masalah kesehatan yang terjadi yaitu dimana campuran bahan
tersebut yang akan di gunakan oleh masyarakat untuk mencuci muka di
dalam air tersebut ada pecahan telur mentah dan di dalam kuning telur
mentah tersebut terdapat bakteri salmonella, sehingga m asyarakat dapat
terpapar langsung dengan bakteri salmonella.Pemeriksaan yang dapat di
lakukan pemeriksaan bakteri salmonella pada air cuci muka.
H. Menduu Ambahi (Erin Syahrani Ar)
Menduu Ambahi (Pembuatan Tikar) Membuat tikar merupakan
satu bentuk kerajinan yang dikuasai oleh masyarakat Tolaki di sekitar
TNRAW. Keterampilan ini dimiliki masyarakat turun -temurun dan telah
menyatu dengan sistem kebudayaan setempat. Tikar bukan hanya barang
yang dipakai sebagai alas tidur atau tempat duduk -duduk saja, lebih dari
itu tikar tolaki memiliki nilai intrinsik yang sangat dihargai. Suku tolaki
menggunakannya
selenggarakan,
dalam
seperti
bernagai
pada
pesta
upacara
adat
adat
yang
perkawinan,
mereka
panen
atau
menyambut tamu.
Di dalam masyarakat tradisional tolaki, terdap at pembagian kerja
tersendiri. Ketika ingin membuat tikar, seorang suami mencari bahan
baku tikar dari hutan. Bahan baku yang diambil tergantung jenis tikar
yang akan dibuat, dapat berupa daun agel atau daun pandan. Selanjutnya
bahan-bahan itu dijemur sampai kering, baru dibawa pulang. Dari sini
menjadi kewajiban seorang istri untuk menganyam bahan -bahan yang di
bawa pulang oleh suaminya. Proses pembuatan ini tidak memakan waktu
lama karena jumlah tikar yang dibuat sedikit. Hasilnya hanya digunakan
untuk keperluan sehari-hari oleh keluarga yang bersangkutan. Terkecuali
jika ingin mengadakan pesta adat, tikar yang dibuat lebih banyak.
Hubungannya dengan kesehatan dan pemeriksaan laboratorium
yang dapat di lakukan:
Seperti yang di jelaskan di atas, seorang su ami mencari bahan
baku tikar dari hutan, saat seseorang masuk kedalam hutan tanpa
memakai jiket atau menggunakan pakaian yang tertutup, kemungkinan
terjadi seseorang itu digigit oleh nyamuk culex, Aedes ageypti dll. Untuk
pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan Filariasis
I. PAMALI MESUMBELE BINATA LAA MENDIA (Fany Rosdianti)
Pada adat tolaki ada beberapa hal dan kebiasaan yang tidak boleh
dilakukan ketika saat seseorang ataupun dirinya sendiri sedang dalam
keadaan sudah berkeluarga, sedang hamil, ataupun sedang sakit. Hal ini
dilakukan suku tolaki untuk bertujuan melindungi diri dari hal -hal yang
tidak diinginkan.
Salah satu kebiasaan yang sekarang masih di percaya sebagian
suku tolaki yaitu pada saat sudah berkeluarga terkhusus pada suami
ketika istri sedang dalam keadaaam hamil diwajibkan dan ditekankan
pada suami tidak dibolehkan untuk menyakiti,memukul,ataupun sampai
memotong hewan. Dimana hal ini dipercaya sebagian orang suku tolaki
ketika ada yang sampai melakukan hal tersebut akan berdampak sama
pada sang bayi ketika lahir nanti.
Padahal seperti yang kita ketahui sebagai tenaga kesehatan tidak
ada hal seperti itu. Didalam dunia kesehatan kemunculan suatu penyakit
ataupun kecacatan masing-masing mempunyai faktor atau penyebab
sehingga dapat menyebabkan suatu penyakit ataupun kecacatan.
Pada kasus diatas tidak ada sama sekali hubungan antara ayah
yang memotong hewan
akan menyebabkan anak yang lahir akan
berpenyakitan dan lahir cacat. Dalam dunia kesehatan anak bayi yang
baru lahir mempuyai kelainan sakit ataupun cacat memiliki indikasi
kekurangan protein ataupun vitamin pada saat dikandungan sehingga
menyebabkan kebutuhan bayi dalam kandugan tidak terpenuhi.
Maka dari itu untuk menghindari hal -hal tersebut, sang ibu lah
yang dituntut untuk memenuhi kebu tuhan bayi ketika dalam kandungan
dari makanan hingga pemeriksaan rutin yang harus diperiksa pada ibu
hamil
tersebut.
Pada
pemeriksaan
Tes
darah
untuk
diperiksa
dilaboratorium harus dilakukan secara rutin pada ibu hamil. Tujuannya
untuk mengetahui apakah ibu hamil mengalami penyakit tertentu, seperti
infeksi atau kurang darah, serta untuk mendeteksi atau kurang darah,
serta untuk mendeteksi kelainan janin.
Dengan melakukan pemeriksaan kesehatan termasuk tes darah,
potensi masalah selama kehamilan dapat terd eteksi sedini mungkin.
Berikut adalah beberapa jenis tes darah yang diperlukan saat hamil, yaitu
:
a. Tes darah lengkap
Tes ini dilakukan untuk mengetahui apakah kadar hemoglobin dalam
sel darah merah ibu hamil normal atau terlalu sedikit yang artinya
pertanda anemia. Selain itu ,tes juga ini dapat dilakukan untuk
menghitung jumlah darah putih. Jika mengalami peningkatan sel
darah putih , itu artinya ibu hamil mungkin mengalami
J.
Manggilo (Hastrialing Dwi Yuniar)
Ritual Manggilo merupakan tradisi atau budaya lama suku Tolaki,
yang menandakan proses kehidupan manusia dari anak -anak menuju
remaja. Ritual Manggilo pada masyarakat suku Tolaki merupakan salah
satu ritual penting dilakukan dalam pola kehidupan dan ritual ini masih
dipertahankan pelaksanaannya. Ritua l Manggilo telah menjadi tradisi dan
menjadi bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakat suku Tolaki
karena telah diwariskan secara turun -temurun oleh nenek moyang mereka
kepada generasi berikutnya dan masih dilaksanakan hingga saat ini.
Dalam
hal
ini,
ritual
Manggilo
merupakan
ritual
yang
bersifat
pemisahan, peralihan atau pengukuhan. Pada masyarakat suku Tolaki,
Manggilo adalah ritual yang dapat dilaksanakan oleh semua kalangan
masyakarat suku Tolaki tanpa mengenal strata tertentu saja. Ritual
Manggilo adalah ritual pengislaman pada masyarakat Tolaki, ritual ini
dilakukan oleh anak-anak laki-laki maupun perempuan yang memasuki
usia 6-9 tahun, sebagai salah satu ritual yang dilaksanakan oleh
masyarakat suku tolaki beragama islam. Ritual Manggilo menunju kkan
bahwa ajaran-ajaran Islam dalam sebuah ritual yang diimplementasi dari
ajaran, kepercayaan dan keyakinan kepada Allah sebagai pencipta dan
sunnah Nabi Muhammad yang terlihat pada tuntunan untuk membaca dua
kalimat syahadat berserta terjemahannya, bers halawat, bacaan ayat -ayat
Al-qur an. Proses Manggilo, dimulai dengan pemandian anak -anak yang
dipimpin oleh seorang Sando. Anak -anak yang akan dimanggilo wajib
mengenakan
sarung
untuk
menutupi
tubuh
sampai
dada
serta
menggunakan penutup kepala, pada anak p erempuan menggunakan
selendang, sedangkan laki -laki menggunakan peci.
Prosesi Ritual Manggilo Manggilo merupakan ritual yang dilakukan
oleh Sando sebagai pemimpin acara, dan anak -anak usia 6-9 tahun
sebagai yaang akan melaksanakan manggilo. Ritual ini dila ksanakan
acara-acara seperti aqiqah. Dengan menggunakan bahanbahan yang
memiliki makna-makna seperti kelapa, beras ketan merah dan putih
sebagai santapan serta ayam kampung. Manggilo merupakan salah satu
ritual turun temurun masyarakat Suku Tolaki, yang se ring disebut
pengislaman. Ritual ini dilakukan oleh usia anak dini (6 -9 tahun) sebagai
pengukuhan atau pengalihan. Pengalihan yang dimaksud adalah anak anak telah sah secara adat suku Tolaki bahwa anak yang kelak di
Manggilo beragama Islam. Pada dasarnya i stilah pengislaman dalam hal
ini
adalah
adanya
unsur -unsur
atau
akulturasi
antara
Islam
dan
kebudayaan Suku Tolaki. Akulturasi adalah adanya perpaduan satu
budaya ke budaya yang lain, sama dengan itu ritual Manggilo milik suku
Tolaki dalam pelaksanaannya t erdapat tuturan-tuturan menggunakan doa doa. Ritual biasanya erat kaitannya dengan mantra -mantra yang ada
didalamnya, namun ritual Manggilo tidak terdapat tuturan -tuturan
tertentu (mantra-mantra) karena ritual ini lebih dekat dengan agama
Islam yang dianut, yang pada ajaran agama Islam, mantra -mantra dekat
dengan menduakan Tuhan atau dalam hal ini disebut syirik, sesuai
dengan penyataan oleh Informan sebagai Sando atau Imam yaitu, Tidak
pake mantra dia itu, karena menjurus kepada Islam. Islam itu tidak tahu
mantra, karena kapan dia diselipkan mantra disitu, dengan sendirinya
kita menjurus kepada syirik (Basir, 58 tahun Wawancara 12 Mei 2017)
Kaitanya dengan kesehatan yaitu:
 Seperti kita ketahui pisau mengndung logam akan mengakibatkan iritasi pada kulit
yang sensitif , pisau juga dapat terkontaminasi oleh bakteri apa lagi yg telah berkarat
dan dapat menginfeksi kulit.
 Pada pemeriksaan laboratorium yang cocok untuk pemeriksaan bakteri yang
menyebabkan iritasi kulit yaitu inkubasi bakteri mengunakan media agar dan atau
perwarnaan spora
K. Meboiku (Herjiana Tomalili)
Meboiku atau sering di sebut siput yaitu kegiatan mencari Siput
,biasanya
dilakukan
oleh
seseorang
yang
tinggal
di
daerah
perkampungan. Meboiku dilakukan pada saat air rawa surut ,meboiku di
lakukan di air yg berlumpur
biasanya seseorang melakukan tanpa
menggunakan alat. Seseorang melakaukan ini tanpa menggunakan alas
kaki dan kaos tangan biasanya dilakukan oleh ibu -ibu.
Hubungannya dengan kesehatan yaitu ketika seseorang melakukan
mereka tidak menggunakan alas kaki dan kaos tangan sehingga seseorang
gampang
terkena
kecacingan.Pemeriksaan
yang
dilakukan
yaitu
pemeriksaan telur cacing dengan metode flotasi atau sedimentasi
L.
Meburungo (Herlini )
Meburungo atau sering di sebut kerang laut yaitu kegiatan mencari
kerang laut,biasanya dilakukan oleh seseorang yang tinggal di daerah
pesisir laut. Meburungo dilakukan pada saat air laut surut ,meburungo di
lakukan di daerang lumpur lumpur laut biasanya seseorang melakukan
tanpa menggunakan alat. Seseorang mela kaukan ini tanpa menggunakan
alas kaki dan kaos tangan biasanya dilakukan oleh ibu ibu.
Hubungannya dengan kesehatan yaitu ketika seseorang melakukan
mereka tidak menggunakan alas kaki dan kaos tangan sehingga seseorang
gampang
terkena
kecacingan.Pemeriksa an
yang
dilakukan
yaitu
pemeriksaan telur cacing dengan metode flotasi atau sedimentasi.
M. Sando Peana (Haerun Saputra)
Dalam suku tolaki, masih banyak yang mempercayai adanya dukun
bayi/beranak. Alasan lain masyarakat masih mempercayakan persalinan
mereka kepada dukun bayi karena dukun bayi merupakan seorang yang
berpengaruh di masyarakat yang diyakini dan dipercaya mempunyai
keterampilan dan kemampuan untuk menolong persalinan. Kepercayaan
seseorang tergantung pada pengalaman dari orang itu sendiri, dukun bayi
dinilai berpengalaman karena sudah sering menolong persalinan. Dukun
bayi juga pada umumnya adalah seseorang yang sudah lanj ut usia,
sehingga mengerti bagaimana cara menenangkan ibu yang sedang hamil
ataupun menjelang persalinan, mereka biasanya mengatakan hal -hal yang
menenangkan yang kemudian bisa menguatkan sang ibu hamil dan
keluarga Dalam kajian kesehatan ibu dan anak (KIA ) menyebutkan
bahwa dukun bayi dianggap penting semenjak masa kehamilan hingga
pascakelahiran, bukan hanya terkait dengan kebutuhan fisik perempuan,
tetapi juga kebutuhan mental dan spiritiual ibu sebagai anggota
komunitas yang sehat (Hermawati, 2012).
Tradisi atau kebiasaan-kebiasaan tersebut setelah melahirkan
dianggap masyarakat sebagai sesuatu yang harus didapatkan oleh ibu
hamil maupun ibu nifas untuk memulihkan kembali kondisi ibu pasca
persalinan. Terutama untuk ibu hamil yang pertama kali m elahirkan.
Sementara ibu hamil yang melahirkan di tenaga kesehatan/ bidan tidak
mendapatkan
pelayanan
seperti
itu
karena
bidan
tidak
memiliki
keterampilan tersebut, bidan juga tidak mempunyai waktu sehingga ibu
hamil yang mempunyai keyakinan pentingnya min um ramuan (rorano),
pijat, menghangatkan tubuh dan ritual lainnya akan lebih memilih dukun
bayi sebagai penolong persalinan.
Hubungan kesehatan dengan suku tolaki yang masih mempercayai
dengan adanya dukun bayi/beranak dengan kesehatan adalah ketika si
dukun memakai alat-alat persalinan yang tidak steril contohnya misal
gunting yang dipakai atau digunakan untuk memotong tali pusar bayi
yang baru lahir itu berkarat, ini bisa menjadi sumber dari penyakit
tetanus itu sendiri dimana penyakit tetanus ini diseb abkan oleh bakteri
Clostridium Tetani.
Biasanya diagnosis tetanus hanya berdasarkan pemeriksaan fisik
yang dilakukan secara umum. Seperti pemeriksaan tekanan darah, suhu
tubuh, laju napas, dan denyut nadi. Untuk pasien tetanus tidak
dibutuhkan pemeriksaan laboratorium. Namun, ketika pasien terdapat
luka yang diduga terdapat infeksi tetanus, dapat dilakukan pemeriksaan
bakteri di laboratorium untuk menemukan keberadaan bakteri.
N. Mowule (Ispan Al Ibrahim)
Makan sirih adalah warisan budaya Indonesia khususnya ( suku
Tolaki)
yang
dilakukan
dengan
mengunyah
bahan-bahan
bersirihseperti pinang, sirih, gambir, tembakau, kapur, cengkih. Kebiasaa
n makan sirih telah berlangsung lama, yaitu lebih dari 3000 tahun yang
lampau atau pada zaman Neolitik, hingga saat ini. Ada juga catatan
para musafir Tiongkok yang mengungkapkan bahwa sirih dan pinang
sudah dikonsumsi sejak dua abad sebelum Masehi. Sirih Pinang telah
menjadi suatu simbol bagi masyarakat adat Melayu. Hal ini dilihat dari
tradisi lisan Melayu berupa sastra, misalnya: Sirih pembuka pintu rumah,
Sirih
pembuka
pintu hati. Bahan-bahan
sirih
adalah
yang pertama
disuguhkan bagi seluruh tamu yang hadir pada acara adat di sebagian
besar
wilayah
Indonesia,
seperti upacara pernikahan,
kematian, penyembuhan, dan lain sebagainya.
kelahiran,
Sama halnya dengan merokok, minum teh dan kopi. Awalnya orang
makan sirih sebagai penyedap di mulut, tetapi lama -kelamaan menjadi
kebiasaan yang menimbulkan kesenangan dan terasa nikmat sehingga sulit
untuk dilepaskan. Di samping untuk kenikmatan, makan sirih juga
berfungsi sebagai aktivitas pengobatan merawat gigi.Masyarakat Indonesia
telah lama mengenal daun sirih sebagai bahan menginang(makan sirih)
dengan
keyakinan
bahwa
menginang
dapat
menguatkan
gigi,
menyembuhkan luka di mulut, menghilangkan bau mulut, menghentikan
pendarahan gusi, serta sebagai obat kumur. Fungsi menginang juga
sebagai tata pergaulan dan tata nilai kemasyarakatan. Misalnya, bahanbahan makan sirih dijadikan hidangan penghormatan untuk tamu, dan
sebagai alat pengikat dalam pertunangan sebelum menikah.makan sirih
juga digunakan sebagai sesaji yang digunakan dalam upacara adat istiadat
dan upacara kepercayaan atau religi.
O. Sinonggi (Muh Ramadan)
Sagu merupakan salah satu jenis bahan makanan pokok dari beberapa
suku di Indonesia, termasuk suku Tolaki yang mendiami wilayah daratan
sulawesi tenggara yang oleh masyarakat sana makanan pokoknya ini
disebut dengan nama “Sinonggi”. Sinonggi ini sama dengan Papeda kalau
di Papua atau Maluku, atau kalau orang Luwu Palopo Sula wesi Selatan
menyebutnya Kapurung, namun dari ketiga nama di atas Sinonggi, Papeda
dan Kapurung memiliki bentuk penyajian yang berbeda -beda alias tidak
sama
dalam
cara
penyajian
baik
bentuknya
maupun
hidangan
pendampingnya.
Sinonggi dalam penyajiannya dima sak dan disajikan secara terpisah
antara
Sinonggi,
sayur
lauknya
dan
lauk
ikannya
serta
hidangan
pendamping pelengkap lainnya, barulah ketika akan disantap Sinonggi
disatukan dalam piring. Sinonggi yang merupakan kuliner tradisional
masyarakat Tolaki ini terdiri dari sinonggi yaitu saripati sagu yang
dikentalkan dengan cara menyiram dengan air panas secukupnya sambil
diaduk/diputar secara perlahan sampai mengental seperti “lem” dan siap
disajikan atau bahasa Tolakinya mosolori.
Hubungan dengan kesehatan yaitu menurut penelitian litbang deptan
Sagu sebagai bahan baku utama dikenal memiliki kandungan karbohidrat
sekitar 85,6%, serat 5% dan untuk 100 gr sagu kering setara dengan 355
kalori. Selain mengandung karbohidrat juga mengandung polimer alami
yaitu semacam zat yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia seperti
memperlambat peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga aman
dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus. Selain itu, serat pada sagu
juga mengandung zat yang berfungsi sebagai probiotik, meningk atkan
kekebalan tubuh, serta mengurangi resiko terkena kanker usus dan paru paru dan untuk pemeriksaan yaitu glukosa .
P. Monahu Iwoi (Muh Rachaman harammy Djamil)
Monahu iwoi atau memasak air minum adalah kebiasaan
–
kebiasaan yang sering dilakukan oleh pemud a – pemuda tolaki pada saat
dia di adakannya hajat/pesta seperti pekawia (pernikahan), aqiqah
(potong rambut), pepokolapasia (pelepasan 7/40 hari).
Setiap
diadakannya
berbondong-bondong
hajat
untuk
atau
pesta,
berkumpul
pemuda
didapur
–
pemuda
dan
tolaki
b ersama-sama
memasak air minum untuk persediaan dari hajat tersebut.
Kegiatan monahu iwoai ini dilaksanakan dari beberapa hari
sebelum acara atau pesta resebut dimulai. Kegiatan monahu iwoi ini
dilakukan hingga larut malam bahkan hingga waktu sholat subuh d atang
karena pada saat memasak air tersebut dilakukan dengan bercerita,
becandam dan terkadang dilakukan sambil makan bersama.
Pemuda-pemuda tolaki percaya bahwa melalui kegiatan monahu
iwoi
ini,
para
pemuda
dapat
meningkatkan
rasa
kekeluargaan,
kekompakan, dan yang terpenting menghindarkan pemuda dari kebiasaan
–kebiasaan buruk seperti minum-minuman keras ataupun tindakan
kriminal pada malam hari.
Dampak kesehatan dari monahu iwoi ini adalah poara pemuda
beresiko terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) dikarenakan
aktivitas yang mereka lakukan pada saat monahu iwoi ini dilaksanakan
pada tempat yang banyak terdapat asap, yang ketika di hirup dapat
menjadi faktor untuk terkena ISPA.
Dari resiko kesehatan dari monhu iwoi tersebut, untuk mengetahui
kebenarannya dapat dilakukan dengan melakuka n pemeriksaan Apus
Tenggorok untuk mengetahui adanya bakteri I Kliebsiella pneumonia.
Q. Meparakai (Nur Selmiatin)
Meparakai adalah salah satu kebudayaan suku tolaki yang berarti
“merawat diri“ . meparakai
biasa di la kukan atau di kerjakan pada
momen-momen tertentu dalam proses pengobata seseorang yang sedang
sakit atau terluka akibat terjatuh , yang dimana meparakai di lakukan
dengan cara memandikan seseorang yang sedang sakit atau terluka akibat
jatuh dengan menggunakan air hangat dan daun sereh merah yang biasa
digunakan untuk membuat minyak gosok . meparakai tidak hanya
dimandikan dengan air hangat dan daunsereh merahtetapi di sertai
dengan mantra yang di bacakan oleh seseorang yang
o’sando
biasa di sebut
. Dalam hal ini hubungan meparakai dengan kesehatan yaitu
apabila seseorang yang terluka kemudiaan dimandikan otomatis luka
tersebut basah sehingga mengakibatkan luka mudah terinfeksi oleh
bakteri akibat terkena debu atau yang lainnya . dalam hal ini
pemeriksaan yang dilakukan apabila luka terinfeksi bakteri yaitu dengan
pemeriksaan pewarnaan gram .
R. Meramu (Sitti Masyitha)
Orang Tolaki mengolah sejenis ubi hutan yang discbut uwikoro
(gadung). Ubi gadung ini tidak ditanam tetapi tumbuh sendiri di hutan.
Pengolahan ubi gadung ini melalui fase -fase tertentu pula. Mula - mula
ubinya digali dengan menggunakan sepotong kayu yang diruncing. Ubi
yang sudah digali kemudian dikumpulkan untuk dikupas kulitnya.
Dengan menggunakan keranjang. kumpulan ubi yang sudah dikupas
kemudian dipikul dan dibawa ke suatu tempat di pinggir sungai untuk
diiris-iris
dan
selanjutnya
dimasukkan
ke
dalam
suatu
wadah
penampungan yang khusus dibuat untuk itu, yaitu wadah yang disebut o
lile.
Penampungan ubi bersama air dan cairan berbusa asal dari kulit kayu
yang disebut wilalo, dimaksudkan agar racun yang ada pada ubi itu
menjadi tawar. Setelah dua atau tiga hari ubi itu berada dalam
penampungan barulah diangkat dan dimasukkan ke dalam keranjang
bambu untuk mengeluarkan getahnya yang beracun. Apabila semua getah
beracun dan cairan berbusa telah menetes keluar dan tampaknya sudah
kering barulah ubi itu dikeluarkan dari keranjang bambu dan dipindahkan
ke dalam beberapa keranjang asal dari daun enau, yang disebut savera,
untuk merendam ubi itu ke dalam sungai. dengan maksud agar ubi itu
menjadi bersih dari racun dan cairan berbusa. Fase terakhir dari proses
pengolahan ubi gadung ini adalah menjemur di sinar matahari agar
baunya menjadi hilang, dan dalam keadaan demikian, ubi ini sudah dapat
dikukus untuk dimakan.
Kaitannya dengan kesehatan adalah kebersihan air sungai yang
dipakai untuk mencuci dan merendam ubi tersebut masih belum terjamin
telah bebas dari segala macam bakteri penyebab penyakit. Dan juga ubi
tersebut belum terjamin bebas dari rac un yang terkandung di dalamnya.
Adapun pemeriksaan bakteriologi yang dapat dilakukan oleh teknisi
laboratorium adalah Identifikasi bakteri pada ubi tersebut dengan metode
MPN dan ALT.
S.
Tari lulo (Sri Rahayu Puspita)
Secara etimologi tari lulo berasal d ari bahasa tolaki yaitu molulowi
yang berarti menginjak-nginjak,yaitu pekerjaan memisahkan bulir -bulir
padi dengan tangkainya .Sehingga muncul kata lulo,lulo berasal dari kata
molulo terdiri dari awalan mo berarti melakukan suatu pekerjaan dengan
berulang-ulang .
Tari lulo merupakan salah satu tari tradisional suku tolaki,tari ini
tergolong dalam tarian kelompok yang biasanya dilakukan sebagai tari
pertunjukan ,baik pada saat pesta pernikahan ,pesta kematian dan lainnya.
Tari ini dilakukan dengan cara bergandengan tangan antara penari
yang satu dengan penari yang lainnya,mereka membentuk lingkaran yang
menyerupai busur ,apabila gerakan arah ke kiri,jarak pendek sedangkan
gerakan arah kekanan,jaraknya panjang -panjang .Sehingga akan jelas
dilihat bahwa para penari bergerak maju kearah sisi kanan.Dimana tarian
ini dilakukan dengan diiringi music yang berasal dari gong,namun pada
saat ini music yang digunakan sudah lebih modern.
Terdapat etika dalam lulo berupa sarano atau aturan /adab ketentuan
yang harus diperhatikan bagi penarinya atau peserta lulo :
a. Para penari bergandengan tangan dan membentuk sebuah lingkaran
b. Tangan wanita berada diatas tangan pria,yang bertindak selalu
pondombaki (penari yang bertujuan apabila keadaan penari tidak
mencapai ukuran busur).
c. Penari boleh bersama-sama pria atau bersama-sama wanita atau
sejenisnya
d. Setiap penonton yang akan masuk harus masuk ditengah -tengah
lingkaran,kemudian masuk dari arah depan penari secara hormat.Tidak
diperbolehkan masuk dari belakang penari ,sebab dapat menyentuh
bagian badan wanita yang terlarang,kecuali bila penonton ingin masuk
diantara penari sesama jenis.
e. Penari
yang dkan
meninggalkan
permainan
,diwajibkan
mundur
kebelakang setelah meminta izin dari penari -penari yang mengapitnya
f. Jika semua peserta wanita sudah diapit oleh penari -penari pria
,kemudian ada penonton ingin masuk menari,maka ia harus mengambil
tempat disamping kanan pria atau disebelah kiri wanita.
g. Apabila ada penonton yang masuk menari dan secara kebetulan ti dak
berkenan di hati penari yang akan mengapitnya maka dilarang untuk
meninggalkan
tempat
pada
saat
itu
juga,sebab
memungkinkan
tersinggungnya perasaan penari yang baru masuk.Untuk penghargaan
,harus diantar minimal satu kali putaran kemudian meminta izin untuk
meninggalkan tarian.
h. Sebaiknya
seorang
penari
yang
baru
saja
keluar
dari
barisan
penari,tidak diperbolehkan langsung masuk di tempat lain sebab dapat
menyinggung perasaan penari yang ditinggalkan.
Tari
lulo
juga
berfungsi
sebagai
sarana
olahraga
yang
dapat
meningkatkan kebugaran,karena ayunan kaki dan badan yang teratur dapat
menggerakkan otot -otot tubuh.Namun disisi lain tari lulo bisa menjadi
media penyebaran penyakit melalui gandengan tangan yang tidak kita
ketahui kebersihan tangan penari lainnya yang kita gandeng,karena salah
satu tempat berkumpulnya bakteri adalah telapak tangan baik flora normal
sementara atau menetap yang dapat berpotensi patogen menyebabkan
penularan penyakit melalui kulit telapak tangan dalam jangka waktu
tertentu.
Berdasarkan penelitian dari Erlien G.S.,Yoko P.N dan Theresia C.,dari
hasil penelitiannya tentang isolasi dan identifikasi mikroorganisme pada
telapak tangan manusia terdapat 4 jenis bakteri yaitu staphylococcus
epidermidis,Eschericia coli,Lactobacillus Coryneformis dan Pseudomonas
Aeroginosa. Seperti yang kita ketahui E. coli merupakan bakteri yang
dapat menyebabkan diare.Selain itu lulo juga dapat memicu munculnya
keringat sehingga dapat menyebakan terjadinya iritasi kulit,serta apabila
ada seorang yang terkena TBC dan tidak menjaga kebersihan tangannya
maka dapat memicu penularan TBC melalui gandengan tangan.
Untuk pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit diare dapat
dilakukan pemeriksaan feses baik secara direct maupun indirect dengan
metode flotasi dan sedimentasi .Sedangkan pada penderita TBC dapat
dilakukan Pewarnaan BTA (pewarnaan Ziehl Nelsen),dan juga dapat
dilakukan dengan pemeriksaan PCR.
T.
Mondau (Suci Rahmawati)
Sejak zaman dahulu masyrakat hukum adat suku atolaki,
dikenal
sebagai masyarakat yang terbiasa dengan kehidupan bercocok tanam
(Mondauu). Dalam mondauu dilakukan penebangan pohon dan pembakaran
ranting atau dahan yang sudah kering. Para petani Suku Tolaki pada saat
melakukan
pembakaran
pembakaran tersebut.
ranting
mereka
akan
terpapar
asap
dari
Kaitannya dengan kesehatan apa petani tersebut
terpapar dengan asap bisa menyebabkan keracunan karbon monoksida.
Keracunan karbon monoksida adalah komisi dimana seseorang mengalami
keracunan akibat terlalu banyak menghirup karbon monoksida, dan akan
menyebabkan
Laboratorium
kekurangan
medik
oksigen.
adalah
Adapun
pemeriksaan
pemeriksaan
COHb
teknisi
dengan
alat
spektrofotometri.
Atas kebiasaan tersebut masyarakat hukum adat Suku Tolaki memiliki
hubungan yang sangat erat dengan tanah, dalam bidang berc ocok tanam
masyarakat hukum adat Suku Tolaki dikenal memiliki kebiasaan shifting
cultivation
(bercocok
tanam
secara
berpindah -pindah),
di
samping
kebiasaan mengembala ternak di area tanah yang disediakan secara khusus
untuk itu, di samping itu terdapat fun gsi dan peran tanah bagi bagi
masyarakat hukum adat Suku Tolaki, yakni:
1. Titi’ano obeli, Menurut pandangan masyarakat hukum adat Suku
Tolaki, tanah menjadi penting karena tanah merupakan tempat mereka
dilahirkan, tumbuh dan berkembang, sejak masa kecil hing ga dewasa.
2. Tano Opa, Terdapat kebiasaan masyarakat Hukum Adat Suku Tolaki,
yaitu memakamkan para leluhur mereka di tanah yang dikuasainya.
3. Peotoro’a, Tanah berfungsi sebagai tempat berladang (mondu’u),
berkebun tanaman palawija (mepombahora), bercocok tana h padi di
sawah (megalu), dan berfungsi sebagai tempat bercocok tanam tanaman
jangka panjang seperti jati, coklat/kakau, kelapa, jambu mente dan lain lain.
4. Pelaika’a,
Tanah
menurut
fungsi
ini,
berfungsi
sebagai
tempat
membangun keluarga dan kehidupan bersa ma, sehingga tidak hanya
berfungsi sebagai tempat berteduh dan berlindung. Fungsi tanah ini
bagimasyarakat hukum adat Suku Tolaki, berfungsi pula sebagai tempat
medulu, yakni tempat hidup bersama, baik dengan keluarga satu garis
nenek moyang atau dengan kelompok lain.
5. Pu’uno Toroaha, Tanah menurut masyarakat hukum adat Suku Tolaki,
juga
berfungsi
sebagi
modal
atau
aset
yang
berguna
untuk
mengembangkan kualitas hidup, baik melalui bercocok tanam, berternak
dan untuk diwariskan kepada anak cucuknya. Berdasark an sejarah,
masyarakat hukum adat Suku Tolaki pada masa tertentu mengenal
sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Suku Tolaki juga mengenal
beberapa jenis tanah yakni meliputi, tanah milik raja (wutano wonua),
tanah ulayat kampung (wutano onapo/wutano t oono dadio) dan tanah
milik perorangan (wu laa ombuno).
U. Tari Modinnggu (Wildayanti )
Tari modinggu adalah salah satu tarian tradisonal yang berasal dari
sulawesi
tenggara.
Tarian
ini
merupakan
tarian
rakyat
yang
menggambarkan suasana dan aktivitas masyarakat saat musim panen,
terutama musim panen padi. Tari dinggu biasanya ditampilkan oleh para
penari pria maupun wanita dengan berpakaian kayaknya para petani pada
zaman dahulu. Tarian ini merupakan salah satu tarian adat suku tolaki dan
sering ditampilkan diberbagai acara seperti pesta panen raya, festival
budaya, perayaan hari besar dan lain -lain.
Menurut sejarahnya tarian ini berawal dari kebiasaan masyarakat
tolaki saat panen raya, terutama masa panen padi. Mereka melakukan
aktivitas panen tersebut secara bergotong-royong atau bersama-sama mulai
dari memetik padi, mengangkat padi, dan lain -lain. Setelah padi terkumpul
semua maka diadakan modinggu, yaitu semacam menumbuk padi di alung
secara massal yang dilakukan oleh para muda -mudi. Tradisi ini terus
berlanjut di kalangan masyarakat tolaki, hingga akhirnya menjadi suatu
tarian yang disebut tari modinggu.
Hubungannya dengan kesehatan dan pemeriksaan laboratorium yang
dapat di lakukan:
1. Tarian ini biasanya dilakukan dengan tidak menggunakan alas kaki ag ar
terlihat sisi tradisonalisme nya. Karena di lakukan dengan tidak
menggunakan alas kaki, kemungkinan terjadi infeksi telur cacing yang
dapat menembus pori pori kulit kaki, maka pemeriksaan laboratorium
yang dapat di lakukan yaitu pemeriksaan infeksi telu r cacing dari sampel
feses seorang penari dengan metode direct dan indiect yaitu metode
flotasi dan metode sedimentasi. Adapun metode lain yang dapat di
gunakan yaitu metode kato atau metode harada mori.
2. Seperti yang di jelaskan di atas, tari modinggu dila kukan dengan cara
menumbuk padi secara massal oleh muda -mudi. Apabila di lakukan
secara massal tentu tumbukan padi tersebut menghasilkan banyak
partikel-partikel halus atau debu yang kemungkinan dapat menyebabkan
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) maka salah satu
pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan tes darah
untuk mengetahui jumlah sel darah putih atau untuk mencari keberadaan
virus, bakteri atau organisme lain.
V. Pongasi (Yolanda Aprililia Ole Lejap)
Dikalangan suku Tolaki minuman khusus disebut pongasi, yaitu
minuman yang dibuat dari beras hitam, beras ketan atau beras biasa
dengan campuran ragi. minuman pongasi biasa disuguhkan kepada tamu tamu terhormat, juga disuguhkan dalam pesta -pesta perkawinan, kematian
dan acara-acara lain pada waktu menanam padi, pesta tahunan dan
sebagainya.
Pongasi
termasuk
minuman
beralkohol.Apabila
dikonsumsi
berlebihan akan memberikan efek buruk pada kesehatan seseorang.Salah
Satu efek yang ditimbulkan yaitu penyakit hati.Untuk Penyakit hati akibat
alkohol (Misalnya, hepatitis alkoholik) marker pemeriksaan yang baik ,
yaitu Gamma Glutamyl Transferase (GGT).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Suku Tolaki adalah sebuah komunitas masyarakat yang mendiami pulau Sulawesi di
sebelah Tenggara persisnya di Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe
Utara. Kebanyakan dari mereka punya profesi sebagai petani yang rajin dalam bekerja. Selain
itu mereka juga punya semangat gotong royong yang tinggi.
Suku tolaki memiliki kebudayaan yang sangat kental yang mempengaruhi cara kita
berperilaku dan juga mempengaruhi karakter kita yang bahkan kebiasaan-kebiasaannya
masih dipertahankan sampai saat ini.Keaneka Ragaman budaya suku tolaki ternyata
mempengaruhi kehidupan kita hususnya dibidang kesehatan.Dimana masih banyaknya
budaya yang kita lakukan yang justru menjadi sumber penyakit bagi masyarakat suku tolaki.
3.2 Saran
Pembuatan makalah ini masih sangat kurang sehingga penyusun membutuhkan
masukan berupa saran dan kritik yang bersifat membangun kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Kindangen,
J.
G.
dan
I.
E.
Malia.
2006.
Pengembangan
Potensi
dan
Pemberdayaan Petani Sagu di Sulawasi Utara. Dalam Prosiding Seminar Sagu
Nasional Sagu untuk Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Bogor.
Johan, Suito. 2011. Studi kelayakan pengembangan usaha Sagu. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Shinta, A., 2005. Ilmu Usahatani. Diktat Kuliah Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Suratiyah, K.
2008. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta
Tarimana, Abdurrauf. 2011. Kebudayaan Tolaki. Jakarta:Balai Pustaka
Arsalim, 2011, Hukum Adat Orang Tolaki, Yogyakarta.
"Tradisi Bersirih dan Nilai Budayanya". MelayuOnline.com. Diakses tanggal 5
Mei 2014.21.05.
Tarimana, Abdurrauf. 2011. Kebudayaan Tolaki. Jakarta:Balai Pustaka
Basrin di,2014" sagu (tawaro) dan kehidupan Etink Tolaki di sulewesi
Tenggara" 24 (2):222 -237
Sinartin 1 ketuk s,,yasid.2019."Eksrakurikuler pada siswa kelas 4 SDN 37
kendari " jurnal Hemanik 1(1) 10 -17
Kansil, Christine S.T., 2011, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Rineka Cipt a,
Jakarta.
Koodoh, Erens E, Abdul Alim, Bachruddin, 2011, Hukum Adat Orang
Tolaki,Teras, Yogyakarta.
Soekanto, Soejono, 2012, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafido
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1977. Adat Istiadat Daerah Sulawesi
Tenggara.
Perpustakaan
Nasional
Republik
Indonesia.
http://epnri.indonesiaheritage.org/uploads/ebook/026/files/mobile/index.html#2
[Diakses Tanggal 19 September 2019].
https://www.risanbudaya.kemdikbud.go.id
Melamba basrin,dkk.2016.Khazanah Budaya Tolaki.Bali:Pustaka larasan
Download