Kepemimpinan, Komunikasi, dan Kekuasaan dalam Pendidikan

advertisement
BAB VI
KEPEMIMPINAN, KOMUNIKASI, DAN KEKUASAAN DALAM
PENDIDIKAN
Pokok Bahasan:
Kepemimpinan, Komunikasi, dan Kekuasaan dalam Pendidikan.
Kompetensi Dasar:
Memahami Kepemimpinan, Komunikasi, dan Kekuasaan dalam Pendidikan.
Indikator:
1. Menjelaskan kepemimpinan dan komunikasi (konsep, pendekatan model, dan tipe).
2. Menjelaskan kekuasaan dan komunikasi dalam pendidikan (konsep, pendekatan
model, dan tipe).
MATERI PEMBELAJARAN
A. Konsep Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan sangat bervariasi, sebanding dengan banyak
orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan. Yukl (2010:3)
mengemukakan bahwa sebagian besar definisi kepemimpinan mencerminkan
asumsi bahwa “kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari
seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk
membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan hubungan di dalam
kelompok atau organisasi”. Selanjutnya Engkoswara dan Aan (2011:177)
menguraikan beberapa definisi kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya:
a. Rauch and
Behling (1984:46), mengemukakan bahwa: “Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang
diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan”.
b. Kottler (1988),
mengemukakan bahwa: “Kepemimpinan adalah proses
menggerakkan seseorang atau sekelompok orang kepada tujuan-tujuan yang
umumnya ditempuh dengan cara-cara yang tidak memaksa”.
c. Jacobs and Jacques (1990), mengemukakan bahwa: “Kepemimpinan adalah
sebuah proses memberi arti (pengarahan berarti) terhadap usaha kolektif, dan
yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan
untuk mencapai sasaran”.
d. Dubrin,
A.J.
(2001:3),
mengemukakan bahwa: “Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk menanamkan keyakinan dan memperoleh dukungan dari
anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi”.
e. Northouse, P.G. (2003:3), mengemukakan bahwa: “Kepemimpinan adalah
suatu proses dimana individu mempengaruhi kelompok untuk mencapai
tujuan umum”.
Selanjutnya Oteng Sutisna (1983) menggambarkan kepemimpinan secara
umum sebagai suatu proses mempengaruhi atau membujuk (inducing) orang lain
menuju pencapaian sasaran atau tujuan bersama. Definisi ini mencakup tiga
elemen sebagai berikut :
a. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept).
Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (pengikut).
Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada kepemimpinan.
b. Kepemimpinan merupakan suatu proses.
c. Pemimpin harus membujuk orang lain untuk mengambil tindakan.
Bedasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
selalu melibatkan unsur pemimpin, pengikut, dan konteks. Ketiadaan salah satu
dari ketiga unsur tersebut akan menghilangkan esensi pemimpin itu sendiri.
Pemimpin yang efektif dalam hubungannya dengan bawahan adalah pemimpin
yang mampu meyakinkan pengikutnya bahwa kepentingan pribadi dari bawahan
adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa anggotanya mempunyai
andil dalam mengimplementasikannya.
Pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui berbagai cara, seperti
menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan),
penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan
mengkomunikasikan visi. Mencermati kekuasaan yang dimiliki seseorang di
dalam organisasi, kekuasaan dapat mengarahkan perilaku dan interaksi manusia
di dalam organsasi. Razik dan Swanson (1995:44) mendefiniskan kekuasaan
dalam konteks kepemimpinan sebagai kekuatan untuk menentukan arah perilaku
yang diharapkan dalam situasi interaksi manusia. Masih dalam sumber yang
sama, John Gardner pada tahun 1986-1988 (Razik dan Swanson, 1995:48)
mengemukakan bahwa kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu
otoritas, kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong
proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai
seseorang untuk menjadi pemimpin.
2. Pendekatan Kepemimpinan
Ada
empat
macam
pendekatan
histories
mengenai
analisis
kepemimpinan yang dikemukakan oleh Wahjosumidjo (2002: 19) yaitu:
a. Pendekatan menurut pengaruh kewibawaan (Power Influence Approach),
pendekatan ini menekankan bahwa keberhasilan pemimpin dipandang dari
segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para
pemimpin, dalam pendekatan ini menekankan sifat timbal balik, proses
saling
mempengaruhi
dan
pentingnya
pertukaran
hubungan
kerjasama
pimpinan dan bawahan.
b. Pendekatan sifat ( The Trait Approach), pendekatan ini menekankan pada
kualitas pemimpin yang ditandai dengan : (1) Tidak kenal lelah, (2) Intuisi
tajam, (3) Tinjauan ke masa depan yang tidak sempit, (4) Kecakapan
meyakinkan yang sangat menarik. Berdasarkan hasil studi tersebut ada tiga
macam sifat pribadi seorang pemimpin,
yaitu: (1) ciri-ciri fisik, (2)
kepribadian, dan (3) kemampuan/ kecakapan.
c. Pendekatan perilaku (The Behaviour Approach), Yukl (2010:14) dalam
bukunya “Leadership in Organization” yang telah dialih bahasa oleh Budi
Supriyanto mengemukakan bahwa pendekatan perilaku diawali pada tahun
1950 setelah para peneliti tidak puas dengan pendekatan sifat dan mulai
memberikan perhatian yang lebih mendalam terhadap apa yang sebenarnya
dilakukan oleh pemimpin dalam pekerjaannya. Teori yang menggunakan
perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola
tingkah laku, dan bukan dari sifat (traits) pemimpin. Dalam hal ini para
pendukung teori perilaku mengungkapkan bahwa cara seseorang bertindak
akan menentukan keefektifan kepemimpinan orang bersangkutan.
d. Pendekatan Kontigensi, pendekatan ini menekankan pada ciri-ciri pribadi
pemimpin dan situasi, mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini dan
membantu pemimpin dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang
didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian
dan situasional. Salah satu dari model kepemimpinan kontigensi adalah
kepemimpinan situasional yang mengandung pokok pikiran sebagai berikut:
1) Dalam melaksanakan tugasnya pemimpin dipengaruhi oleh faktor-faktor
situasional, yaitu: jenis pekerjaan, lingkungan organisasi, karakteristik
individu yang terlibat dalam organisasi;
2) Perilaku kepemimpinan yang paling efektif ialah perilaku kepemimpinan
yang disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan;
3) Perilaku
kepemimpinan
yang
efektif
ialah
pemimpin
yang
selalu
membantu bawahan dalam pengembangan dirinya dari tidak matang
menjadi matang. Ada tujuh tingkat proses pematangan, yaitu:
 Pasif
 Tergantung
 Mampu
melakukan
sedikit cara
 Minat yang dangkal
 Pandangan pendek
 Jabatan bawahan
 Kurang percaya diri
 Aktif
 Tidak tergantung
 Mampu
melakukan
banyak cara
 Minat yang dalam
 Pandangan luas
 Jabatan atasan
 Sadar diri terkontrol
4) Perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari satu situasi ke
situasi lain. Oleh karena itu, dalam kepemimpinan situasi penting bagi
setiap pemimpin untuk mengadakan diagnosis, dengan baik terhadap
situasi. Pemimpin yang baik menurut teori ini adalah pemimpin yang
mampu
mengubah-ubah
perilakunya
sesuai
dengan
situasi,
dan
memperlakukan bawahannya sesuai dengan tingkat kematangan yang
berbeda-beda.
5) Pola perilaku kepemimpinan berbeda-beda sesuai dengan situasi yang
ada. Ada perilaku kepemimpinan yang cenderung mengarahkan (direktif)
selalu memberi petunjuk kepada bawahan, dan ada pula pemimpin yang
cenderung memberikan dukungan (suportif).
3. Tipe Kepemimpinan
Tipe-tipe kepemimpinan menurut Sondang P. Siagian (1999: 27) yaitu
dibagi kedalam beberapa tipe kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
a.
Tipe Otokratik
Dalam
kepemimpinan
terhadap
anggota
menggerakkan
otoriter,
pemimpin
kelompoknya.
dan
memaksa
Dalam
bertindak
tipe
kelompoknya.
ini
sebagai
diktator
pemimpin
bersifat
Sehingga,
para bawahan
mengikuti dan menjalankan perintah dengan patuh.
b.
Tipe Paternalistik
Tipe kepemimpinan ini banyak ditemukan di lingkungan masyarakat yang
masih
tradisional,
biasanya dalam masyarakat yang agraris.
Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
 Kuatnya ikatan primordial
 Extended family system
 Kehidupan masyarakat yang komunalistik
 Adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat
 Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang
anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
c.
Tipe Kharismatik
Tipe kepemimpinan ini menonjolkan pada daya tariknya yang memikat
sehingga mampu mmperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang
sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin kharismatik yaitu seseorang yang
dikagumi oleh pengikutnya tanpa memandang dari fisik seorang pemimpin.
d.
Tipe Laissez Faire
Laissez faire yakni tipe kepemimpinan yang lebih menonjolkan kebebasan
kepada para bawahan, sehingga kontrol dari pimpinan sangat kurang. Hal
ini bisa
mengakibatkan
memiliki
tingkat
ketidaktercapaiannya
kematangan
yang
rendah.
tujuan
apabila
Karakteristik
bawahan
utama
tipe
kepemimpinan ini bisa ditinjau dari persepsi, nilai, sikap dan perilaku.
e.
Tipe Demokratis
Tipe kepemimpinan seperti ini merupakan tipe kepemimpinan yang ideal
dan
disukai
banyak
orang.
Pemimpin
yang
demokratik
biasanya
memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai
unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu totalitas
yang menggunakan pendekatan holistik dan integralistik.
f.
Tipe Pseudo Demokratis
Tipe kepemimpinan pseudo demokratis yaitu tipe kepemimpinan yang
bersikap
demokratis
padahal
sebenarnya
bersikap
otokratis.
Tipe
kepemimpinan ini pada awalnya memberikan kesempatan kepada para
bawahan untuk berpendapat dalam suatu musyawarah namun dengan
pengaruh pemimpin yang sangat kuat, pada akhirnya bawahan dapat
menerima ide, pikiran, konsep dari pemimpin sebagai keputusan bersama.
B. Konsep Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Komunikasi
komunikasi
mengandung
makna
“communication”
atau
“coomon”.
bersama-sama
berasal
dari
bahasa
latin,
Istilah
yaitu
“communicatio” yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya
“communis”, yang bermakna umum atau bersama-sama (Wiryanto, 2004:5).
Komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam organisasi. Komunikasi
merupakan suatu alat atau sarana untuk berinteraksi dengan pihak lain, sehingga
terjadi proses kerjasama. Proses kerjasama tidak akan berjalan dengan lancar
apabila komunikasi yang berlangsung mengalami hambatan. Pada dasarnya
komunikasi merupakan suatu usaha mendorong orang lain supaya dapat
menginterprestasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang
mempunyai pendapat tersebut. Dengan adanya suatu komunikasi diharapkan
diperoleh adanya titik kesamaan saling pengertian.
Menurut
Ketih
Davis
(1985)
yang
dikutip
oleh
Anwar
Prabu
Mangkunegara (2005: 145) adalah “communication is the transfer of
information and understanding from one person to another person” yang
artinya
“komunikasi
adalah
pemindahan
informasi dan
pemahaman
dari
seseorang kepada orang lain”. Komunikasi juga diungkapkan oleh Charles R.
dan Steven H.
Chaffe (1983) yang dikutip oleh Wiryanto (2004: 3)
mengemukakan bahwa :
“Communication sciense seek to understand the production, processing
and effect of symbol and signal system by developing testable theories
containing lawful generalization, that explain phenomena associated with
production, processing and effect”.
Artinya Ilmu komunikasi itu mencari untuk memahami mengenai produksi,
pemprosesan dan efek dari simbol serta sistem sinyal, dengan mengembangkan
pengujian teori-teori menurut hukum generalisasi guna menjelaskan fenomena
yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa komunikasi merupakan alat utama yang digunakan dalam rangka
melakukan interaksi yang berkesinambungan untuk menyampaikan berbagai
tujuan menurut kepentingannya, dan pada dasarnya komunikasi adalah proses
penyampaian informasi, pesan, dan ide dari seseorang kepada orang lain agar
terdapat terjadi interaksi dan saling pengertian.
2. Proses Komunikasi
Proses adalah serangkaian perbuatan manusia dan kejadian-kejadian
sebagai akibat perbuatan. Dalam melakukan komunikasi, perlu adanya suatu
proses yang memungkinkan untuk melakukan komunikasi secara efektif. Proses
komunikasi inilah yang membuat komunikasi berjalan baik. Onong U. Effendy
(2004: 11) menegaskan bahwa pada dasarnya proses komunikasi terjadi atas dua
tahap yaitu sebagai berikut:
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
atau simbol sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses
komunikasi adalah bahasa, isyarat dan warna yang secara langsung mampu
”menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.
b. Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama, misalnya surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, dan televisi.
Proses komunikasi yang sederhana menurut T. H. Handoko (2003: 273)
adalah sebagai berikut :
Pengirim
Berita
Penerima
Model Komunikasi Sederhana
Model ini menunjukan tiga unsur esensi komunikasi. Bila salah satu unsur
hilang, maka komunikasi tidak dapat berlangsung. Sebagai contoh, seseorang
dapat mengirimkan berita, tetapi bila tidak ada yang menerima atau mendengar,
komunikasi tidak akan terjadi. Model proses komunikasi menurut Philip Kotler
dalam bukunya Marketing Management yang dikutip oleh Onong Uchjian
Effendy (2004: 18), digambarkan sebagai berikut:
Sender
Encoding
Message
Decoding
Receiver
Noise
Feedback
Response
Model Proses Komunikasi Philip Kotler
Dari model proses komunikasi di atas dapat diidentifikasi unsur-unsur dari
komunikasi sebagai berikut :
a. Sender, komunikator atau pengirim pesan yang menyampaikan pesan kepada
seseorang atau sejumlah orang.
b. Encoding, penyandian, proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.
c. Message, pesan yang merupakan seperangkat lambang atau makna yang
disampaikan oleh komunikator.
d. Media, saluran komunikasi tempat mangalirnya pesan dari komunikator
kepada komunikan.
e. Decoding, pengawasandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan
makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
f. Receiver, komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
g. Response, tanggapan, seperangkat komunikasi pada komunikan setelah
diterpa atau menerima pesan.
h. Feedback, umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan
pesan dan disampaikan kepada komunikator.
i.
Noise, gangguan tak terduga yang terjadi dalam proses komunikasi yang
dapat mengakibatkan kesalahpahaman informasi yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan.
3. Faktor yang mempengaruhi komunikasi
A. Prabu Mangkunegara (2004: 148) mengemukakan bahwa ada dua
tinjauan faktor yang mempengaruhi komunikasi, yaitu sebagai berikut
1) Faktor dari pihak sender (pengirim)
a) Keterampilan
pengirim,
dalam
hal
ini
sender
sebagai
pengirim
informasi, ide, berita, pesan, perlu menguasai cara-cara penyampaian
pikiran, baik secara tertulis, maupun lisan.
b) Sikap
pengirim,
dalam hal ini pengirim harus mampu bersikap
meyakinkan penerima terhadap pesan yang diberikan kepadanya.
c) Pengertahuan
pengirim,
dalam hal ini pengirim yang mempunyai
pengetahuan luas dan menguasai materi yang disampaikan akan dapat
menginformasikan pesan kepada penerima dengan jelas.
d) Media saluran yang digunakan oleh pengirim, dalam hal ini media atau
saluran
komunikasi
sangat
membantu
informasi, atau pesan kepada penerima.
dalam
penyampaian
ide,
2) Faktor dari pihak receiver (penerima)
a) Keterampilan penerima, pesan yang diberikan oleh pengirim akan dapat
dimengerti
dengan
baik,
jika
penerima
mempunyai
keterampilan
mendengar dan membaca.
b) Sikap penerima, dalam hal ini sikap penerima terhadap pengirim sangat
mempengaruhi efektif tidaknya komunikasi. Maka dari itu penerima
haruslah bersikap positif terhadap pengirim.
c) Pengetahuan penerima, penerima yang mempunyai pengetahuan yang
lebih luas akan mudah dalam menginterpretasikan ide atau pesan yang
diterimanya dari pengirim.
d) Media saluran komunikasi, media saluran komunikasi yang digunakan
sangat berpengaruh dalam penerimaan ide atau pesan.
e) Komunikasi yang efektif, dapat terjadi apabila pengirim pesan langsung
menyampaikan inti pesan kepada penerima.
f) Kualitas komunikasi, dalam hal ini proses komunikasi akan berjalan
dengan baik apabila telah terjadi saling pengertian diantara komunikator
dan komunikan.
C. Konsep Kekuasaan
Miriam Budiardjo, 2002 (wikipedia.com) mengemukakan bahwa “kekuasaan
adalah
kewenangan
yang
didapatkan
oleh
seseorang
atau
kelompok
guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan”,
kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau
kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau
kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Masih dalam sumber yang
sama, Ramlan Surbakti, 1992 juga mengemukakan bahwa “kekuasaan merupakan
kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan
kehendak yang memengaruhi”. Lebih lanjut Robert Mac Iver (wikipedia.com) juga
mengemukakan
bahwa
“kekuasaan
adalah
kemampuan
untuk
mengendalikan
tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah/ dengan
tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yang tersedia”.
Selanjutnya Abdulsyani (2007:136) mengemukakan konsep kekuasaan dari
berbagai pandangan para ahli, yaitu sebagai berikut:
a. Max weber, mengemukakan bahwa: “kekuasaan adalah kemungkinan seorang
pelaku mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan sosial yang ada
termasuk dengan kekuatan atau tanpa menghiraukan landasan yang menjadi
pijakan kemungkinan itu”.
b. Selo soemardjan dan soelaiman soemardi, menjelaskan bahwa adanya kekuasaan
tergantung dari yang berkuasa dan yang dikuasai.
c. Ralf dah Rendorf, mengemukakan bahwa: “kekuasaan adalah milik kelompok,
milik individu dari pada milik struktur sosial”.
d. Soerjono soekanto, mengemukakan bahwa: “kekuasaan diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut”.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah dipaparkan, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan merupakan suatu kekuatan atau kemampuan
yang di miliki seseorang atau kelompok orang yang dapat mempengaruhi,
menggerak orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan
kehendak pemegang kekuasaan. Kekuasaan tidak hanya diperoleh semata-mata dari
tingkatan seseorang dalam hierarki organisasi, tetapi bersumber dari bermacammacam psikologis kekuasaan. John Brench dan Bertram Raven, mengemukakan
bahwa ada lima sumber kekuasaan yaitu sebagai berikut:
a. Kekuasaan menghargai (Reward Power)
Kekuasaan
yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi
pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk
melaksanakan perintah.
menyediakan
Kekuasaan ini bersumber atas kemampuan untuk
penghargaan
bagi
orang
lain.
Penghargaan
tersebut
dapat
berbentuk apa saja, yang menurutnya berharga. Dengan demikian kekuasaan ini
sangat tergantung pada seseorang yang mempunyai sumber untuk menghargai
atau memberikan hadiah tersebut. Kekuasaan ini akan menimbulkan komitmen
yang relatif tinggi pada bawahan, tingkat penerimaan atau kepatuhan cukup
tinggi, dan tingkat penolakan para bawahan yang sangat rendah.
b. Kekuasaan memaksa (Coercive Power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum
orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan.
(teguran sampai hukuman).
Kekuasaan ini berdasarkan atas rasa takut.
Pemimpin yang mempunyai kekuasaan jenis ini mempunyai kemampuan untuk
mengenakan hukuman. Kekuasaan ini akan menimbulkan komitmen yang sangat
rendah pada bawahan, tingkat penerimaan atau kepatuhan cukup tinggi, dan
tingkat penolakan para bawahan yang sangat tinggi.
c. Kekuasaan sah (Legitimate Power)
Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang
timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh
berhak menggunakan pengaruh sampai pada batas tertentu. Kekuasaan ini
bersumber pada jabatan yang dipegang oleh pemimpin. Pemimpin yang tinggi
kekuasaan legitimasinya mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi orang
lain, karena pemimpin tersebut merasakan bahwa ia mempunyai hak wewenang
yang
diperoleh
dari jabatan
dalam organisasinya.
Kekuasaan
ini akan
menimbulkan komitmen yang relatif tinggi pada bawahan, tingkat penerimaan
atau kepatuhan cenderung sangat tinggi, dan tingkat penolakan para bawahan
yang sangat rendah.
d. Kekuasaan keahlian (Expert Power)
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa
pemberi pengaruh memiliki keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang
tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi. Kekuasaan ini bersumber dari
keahlian, kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin
yang diwujudkan lewat rasa hormat, dan pengaruhnya terhadap orang lain.
Seorang pemimpin yang tinggi kekuasaan keahliannya ini, mempunyai keahlian
untuk memberikan fasilitas terhadap perilaku kerja orang lain. Sehingga akan
menimbukan pengaruh yang tidak jauh berbeda dengan kekuasaan referent, yaitu
komitmen para bawahan yang sangat tinggi, tingkat penerimaan atau kepatuhan
relatif tinggi, dan tingkat penolakan yang sangat rendah.
e. Kekuasaan referensi (Referent Power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan
pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi
yang dipengaruhi. Kekuasaan ini bersumber pada sifat-sifat pribadi dari seorang
pemimpin.
Seorang
pemimpin
yang
tinggi
kekuasaan
referensinya
pada
umumnya disenangi dan dikagumi oleh orang lain karena kepribadiannya.
Kekuatan pemimpin dalam kekuasaan referensi ini sangat tergantung kepada
kepribadiannya
yang
mampu
menarik
para
bawahan
atau
pengikutnya.
Komitmen para bawahan cenderung sangat tinggi, tingkat penerimaan atau
kepatuhan relatif tinggi, dan tingkat penolakan para bawahan sangat rendah.
D. Kepemimpinan dan Komunikasi
Organisasi merupakan suatu wadah yang terdiri dari beberapa individu
dengan karakteristik berbeda yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Karakteristik individu yang berbeda dalam organisasi menjadi hal yang
sangat menarik dan menjadi suatu tantangan untuk dipersatukan dalam persepsi dan
pandangan yang sama pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Perbedaan
tersebut seringkali menjadi hambatan yang menimbulkan konflik. Salah satu sumber
konflik yang sering kali terjadi di antara individu diakibatkan oleh buruknya
komunikasi. Bagaimana tidak, hampir dari seluruh kehidupan manusia dilakukan
untuk berkomunikasi, terlebih lagi kodrat manusia sebagai makhluk sosial.
Komunikasi yang efektif akan menjadi sumber kekuatan untuk mewujudkan
tujuan organisasi karena seluruh aspek manajemen dapat dilaksanakan secara
terorganisir. Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi, ide,
gagasan untuk dipahami dan menghasilkan umpan balik yang diarahkan pada
pencapaian tujuan atau informasi yang dimaksud. Komunikasi bukan hanya sebatas
menyampaikan pesan, melainkan memaknai pesan menjadi suattu pemahaman yang
sama. Komunikasi dalam suatu organisasi jelas menjadi kebutuhan dan bahkan satu
hal yang wajib dilakukan, terlebih oleh pemimpin kepada para anggotanya. Dengan
komunikasi, pimpinan dapat menyampaikan atau mensosialisasikan visi, misi, serta
tujuan organisasi kepada anggotanya. Hal tersebut merupakan basis kekuasaan
pemimpin dalam organisasi.
Setiap
anggota
organisasi
selalu
membutuhkan
komunikasi
dalam
bekerjasama dengan sesama anggota maupun dengan lingkungan yang merupakan
sumber
kedinamisan
organisasi.
Oteng
Sutisna
(1983:190-191)
memberikan
pernyataan tentang pentingnya komunikasi dalam organisasi, yaitu:
1. Unsur-unsur esensial suatu organisasi melingkupi suatu maksud bersama, orangorang
yang
bersedia
membantu
tercapainya
tujuan
bersama,
saling
berkomunikasi. Tanpa komunikasi tiada maksud atau tujuan bersama akan
dipahami dan diterima oleh semua anggota organisasi. Juga tidak akan ada usaha
yang dikoordinasikan untuk mencapai suatu tujuan.
2. Apabila komunikasi tidak berjalan semestinya, maksud-maksud atau tujuan
mungkin tidak akan dipahami sama sekali dan orang akan cenderung untuk
berbuat dengan cara sewenang-wenang dan tidak terkoordinasi.
3. Komunikasi dalam organisasi bermaksud memberi pengertian kepada orangorang di dalam organisasi tentang maksud-maksud atau tujuan organisasi. Setiap
anggota organisasi memahami tujuan organisasinya banyak
ditentukan oleh
lancer/
Melalui proses
tidaknya
pola-pola
komunikasi para
anggotanya.
komunikasi ini lah, para pimpinan dan anggota organisasi dapat melaksanakan
proses-proses organisasi.
Komunikasi merupakan proses dinamis, yang mempengaruhi perilaku orangorang
dalam menjalankan
tugas-tugas
organisasi.
Interaksi diantara
anggota
organisasi tersebut terdapat dalam kerangka hubungan vertikal secara timbal balik
dari atasan kepada bawahan atau pun sebaliknya, dapat pula dalam hubungan
horizontal diantara anggota, atau hubungan diagonal. Dengan kata lain komunikasi
dalam
organisasi
merupakan
urat
nadinya
organisasi.
Sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Fakry Gaffar (1982:5) bahwa, komunikasi di dalam organisasi
tidak lain adalah suatu kekuatan yang mempertahankan eksistensi organisasi, tanpa
komunikasi itu tidak mungkin berfungsi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
keberhasilah
seorang
pemimpin
dalam menjalankan kepemimpinannya banyak
ditentukan oleh komunikasi/ interaksi yang dilakukannya dengan para anggotanya.
Dengan komunikasi yang efektif maka akan tercipta suasana kerja yang kondusif,
sehingga proses-proses dalam organisasi dapat berjalan dengan baik, dan pada
akhirnya akan mengantarkan pada pencapaian suatu tujuan organisasi.
E. Kekuasaan dan Komunikasi dalam Pendidikan
Komunikasi dan kekuasaan memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan
kekuasaan yang dimiliki, maka seseorang akan mudah menyebarluaskan pesan
(komunikasi)
kepada
orang
lain.
Biasanya
kondisi ini dikarenakan sumber
kekuasaan yang berasal dari information power, expert power, dan legitimasi power.
Kekuasaan dapat menjadi kekuatan yang positif manakala dibagikan, digunkan
dengan komunikasi yang baik. Dengan komunikasi, kekuasaan juga dapat menjadi
positif untuk memencapai tujuan organisasi, karena komunikasi dengan kekuasaan
akan tersebar atau tersalurkan dengan mudah dan efektif jika digunakan dengan
prosedur yang benar.
Komunikasi menitikberatkan pada gagasan pengiriman, penyebaran, dan
pemberian informasi kepda orang lain untuk tujuan mengendalikan. Ada gagasan
lain yang mengemukakan bahwa komunikasi bukan hanya alat tetapi sebagai sarana
pikiran yaitu komunikasi dipakai untuk maksud tertentu seperti memberi instruksi,
membujuk,
atau
mengantarkan
memperoleh
pemahaman
kekuasaan.
tentang
Gagasan
komunikasi
tersebut
organisasi
penting
dan
untuk
kekuasaan.
Komunikasi dipandang sebagai mekanisme kekuasaan. Dalam konteks organisasi,
komunikasi digunakan untuk menentukan tujuan, norma, dan perilaku organisasi.
Organisasi
dapat
dipandang
sebagai
sarana
kekuasaan.
Manusia
memiliki
kekuasaan, melaksanakannya melalui komunikasi dan tindakan yang terorganisir.
Selanjutnya komunikasi juga dipandang sebagai kekuasaan karena kemampuannya
untuk menentukan hasil, pengetahuan, keyakinan, dan tindakan. Manusia bertindak
berdasarkan informasi yang ada serta pilihan atau alternatif yang disediakan oleh
informasi tersebut,
dan kekuasaan digunakan melalui alternatif-alternatif yang
disediakan dan cara alternatif tersebut diberikan.
Komunikasi
kekuasaan
tercermin
yang
pada
dalam
suatu
bijaksana.
organisasi
Kekuasaan
struktur organisasi.
harus
mencerminkan
dalam kaitannya
penggunaan
dengan komuniaksi
Struktur organisasi memperbolehkan dan
membatasi kekuasaan. Strukur organisasi diciptakan, dipelihara, dipertahankan, dan
ditransformasikan melalui proses komunikasi. Komunikasi bukan hanya berlaku
sebagai suatu mekanisme kekuasaan, melainkan merupakan kekuasaan dalam arti
aturan-aturan, praktik-praktik, dan cara pandang dalam wacana yang bersangkutan.
Organisasi yang menghendaki inovasi dan perubahan yang positif dalam setiap
aspek
manajemennya
akan
melaksanakan
komunikasi
yang
efektif
dengan
memberdayakan semua anggota. Dengan demikian, kekuasaan dapat menjadi
kekuatan positif bila dibagikan, dikembangkan pada orang lain, dan digunakan
secara bijaksana.
RANGKUMAN
Kepemimpinan memiliki berbagai makna, tergantung pada sudut pandang atau
perspektif-perspektif individual dan tergantung pada konteks atau aspek dari fenomena
yang paling menarik perhatian. Namun dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu kekuatan atau kemampuan seseorang dalam menggerakan berbagai
sumber daya serta mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar dapat bekerjasama
dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Proses komunikasi merupakan suatu tahapan-tahapan di mana suatu gagasana, ide
atau informasi dikirm oleh sumber sampai gagasan, ide, atau infomrasi tersebut diterima
dan diinterprestasikan oleh komunikan.
Proses komunikasi organisasi merupakan
tahapan pengiriman atau penerimaan pesan antar individu di dalam suatu sistem
aktivitas berstruktur sehingga membentuk aktivitas-aktivitas yang diharapkan oleh
pesan tersebut. Tahap pertama dari suatu proses komunikasi adalah ideasi atau
penciptaan ide atau gagasan. Gagasan yang telah dibentuk atau disimbolkan akan
dikirim melalui saluran atau media komunikasi. Setelah pesan dikirim melalui medai
komunikasi tahapan berikutnya penerimaan pesan, akan samapai melalui membaca,
mendengarkan, mengamati bergantung pada saluran komunikasi yang dipergunakan.
Selanjutnya adalah proses decoding yaitu proses menguraikan sandi. Menguraikan sandi
artinya penerima/ komunikan menafsirkan pesan menurut pengalaman dan kerangka
referensinya.
Apabila pesan itu lebih mendekati maksud
yang diinginkan oleh
komunikator, maka komunikasi akan lebih efektif bila pengirim dan penerima samasama mempunyai tingkat pengalaman bersama yang serupa. Tahap akhir dari proses
komunikasi adalah tindakan yang dilakukan penerima pesan sebagai respon terhadap
pesan yang diterimanya.
Kekuasan merupakan suatu kekuatan atau kemampuan yang di miliki seseorang
atau kelompok orang yang dapat mempengaruhi, menggerak orang lain baik secara
langsung maupun tidak langsung sesuai dengan kehendak pemegang kekuasaan.
Kekuasaan tidak hanya diperoleh semata-mata dari tingkatan seseorang dalam hierarki
organisasi,
tetapi
Kepemimpinan,
bersumber
dari
bermacam-macam
psikologis
kekuasaan.
komunikasi dan kekuasaan memiliki keterkaitan satu sama lain.
Dengan kemampuan komunikasinya yang efektif dan kekuasaan yang dimilikinya,
maka seseorang pemimpin akan mudah menyebarluaskan pesan (komunikasi) kepada
anggotanya. Biasanya kondisi ini dikarenakan sumber kekuasaan yang berasal dari
information power, expert power, dan legitimasi power. Dengan komunikasi, kekuasaan
juga dapat menjadi positif untuk memencapai tujuan organisasi, karena komunikasi
dengan kekuasaan akan tersebar atau tersalurkan dengan mudah, dan pada akhirnya
akan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi secara efektif.
DAFTAR REFERENSI
Abdulsyani. (2007). Sosiologi “Skematika, Teori, Dan Terapan”. Jakarta: Bumi aksara.
Effendy, Onong U. (2004) Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Engkoswara, dan Aan K. (2011). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Fakry Gaffar, (1982). Komunikasi Organisasi Teori dan Proses. IKIP: Bandung.
Handoko, T.H. (2003). Manajemen. Edisi Kedua, Yogyakarta: BPFE.
Mangkunegara, A.P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Razik, Taher A. & Swanson, Austin D. (1995). Fundamental Concept of Educational
Leadership and Management. Colombus-Ohio: Prentice Hall.
Siagian, Sondang P. (1999). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutisna, Oteng. (1983). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek
Profesional. Bandung: Angkasa.
Wahjosumidjo. (2002). Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wikipedia.
(2012).
Kekuasaan.
[Online].
Tersedia
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan. [11 September 2012].
Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Yukl. G. (2010). Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Indeks.
di:
Download