Uploaded by User65620

OPTIMALISASI PEKARANGAN MELALUI BUDIDAYA

advertisement
UNDIP PRESS
OPTIMALISASI PEKARANGAN MELALUI BUDIDAYA TANAMAN SECARA
HIDROPONIK
Endah Nurwahyuni
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
[email protected] HP. 087886374416
ABSTRAK
Potensi pekarangan sebagai sumber pemenuhan gizi keluarga cukup besar. Luas pekarangan ratarata 1 – 4 are di perdesaan diharapkan mampu mewujudkan kemandirian pangan dalam rumah tangga.
Namun tidak demikian halnya dengan lingkungan perkotaan atau daerah dengan penduduk padat.
Berbagai kendala yang ditemui dalam pengelolaan pekarangan antara lain sempitnya pekarangan dan
karakteristik sosial ekonomi masyarakat bukan petani. Tinjauan ini bertujuan untuk mempelajari
teknologi budidaya tanaman secara hidroponik dengan berbagai jenis media, nutrisi, dan sistem
hidroponik sebagai alternatif optimalisasi lahan pekarangan. Perlakuan pada media, nutrisi dan sistem
hidroponik memberikan hasil yang tinggi pada bobot basah Caisin (Brassica juncea), Selada (Lactuca
sativa), bobot basah dan jumlah buah Mentimun Jepang (Cucumis sativus), Cabai (Capsicum annum),
dan Tomat (Licopersicum esculentum).
Kata kunci : pekarangan, hidroponik
PENDAHULUAN
Potensi lahan pekarangan untuk menambah
produktivitas hasil pertanian cukup besar di
Indonesia. Menurut data Badan Litbang
Pertanian, kurang lebih 10 juta hektar lahan
pekarangan berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
(Sinta, 2012). Selain dapat mencukupi kebutuhan
gizi keluarga dengan protein nabati (kacangkacangan, sayuran, buah-buahan) maupun
protein hewani (ikan, unggas, maupun
ruminansia), pemanfaatan lahan pekarangan ini
dapat menambah penghasilan petani jika
pengelolaannya dilakukan secara intensif.
Komoditas yang umum ditanam di lahan
pekarangan adalah tanaman buah, sayuran,
kacang-kacangan.
Ketersediaan
lahan
menentukan komoditas tanaman yang cocok
dibudidayakan. Semakin luas lahan pekarangan,
semakin beragam tanaman yang ditanam bahkan
dapat ditambah dengan kolam atau kandang.
Sebaliknya, semakin sempit lahan maka semakin
sedikit pilihan jenis dan jumlah tanaman yang
dapat dikelola. Demikian pula jika lahan yang
tersedia cukup luas namun tidak memiliki tanah
atau tertutup semen atau paving.
Anggapan bahwa pekarangan yang dapat
dimanfaatkan untuk budidaya tanaman adalah
pekarangan yang luas, cukup untuk membuat
bedengan. Sedangkan pekarangan yang sempit
masih jarang dimanfaatkan dan sebatas ditanami
rumput atau tanaman hias saja. Padahal dengan
teknologi yang sederhana masyarakat dapat
menanami pekarangan mereka dengan berbagai
jenis tanaman termasuk tanaman konsumsi.
Selain itu sistem pengelolaan tanaman komoditas
sayuran khususnya, masih menggunakan tanah
sebagai media tanam dan teknik pengairan yang
masih sederhana. Hal ini merupakan kendala jika
lahan pekarangan tidak mempunyai tanah
sebagai media tanam dan waktu terbatas bagi
warga untuk memelihara tanaman karena
kesibukan bekerja.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut
diperlukan
sistem
budidaya
hidroponik.
Hidroponik merupakan sistem budidaya yang
menggunakan media tanam selain tanah. Media
yang digunakan dapat berupa air atau bahan
poros seperti pecahan genting, pasir, kerikil dan
arang sekam tergantung jenis tanaman dan tujuan
penggunaanya. Hidroponik mempunyai banyak
keunggulan diantaranya pemakaian pupuk lebih
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
863
UNDIP PRESS
hemat, produksi tanaman lebih tinggi, kualitas
tanaman lebih baik dan beberapa tanaman dapat
ditanam di luar musim (Syariefa, 2000; Lingga,
2002). Selain itu hidroponik dapat dilakukan di
berbagai tempat pada lahan atau ruang yang
terbatas (Lingga, 2002; Hartus, 2002; Haryanto
et al., 2002).
Sebagian petani masih menganggap
hidroponik adalah teknologi yang mahal. Padahal
tanpa mengurangi kualitas hasil, sistem budidaya
ini dapat dirancang dengan biaya murah, mudah,
praktis, inovatif namun tetap kompetitif dan
ekonomis. Upaya yang dapat dicoba untuk
menekan biaya adalah dengan menggunakan
media dan formula nutrisi yang dibuat sendiri,
membuat rumah plastik sederhana (lathhouse),
merancang jaringan irigasi sederhana dan
penggunaan sarana dan prasarana yang murah
(Hartus, 2002).
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah
hidroponik
pertama
kali
diperkenalkan oleh W.A Setchle sehubungan
dengan
keberhasilan
gerickle
dalam
pengembangan
teknk
bercocok
tanam
menggunakan air sebagai media tanam.
Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah sebagai tempat tumbuhnya
tanaman. Istilah ini di kalangan umum lebih
populer dengan sebutan “bercocok tanam tanpa
tanah” termasuk menggunakan pot atau wadah
lain yang menggunakan air atau bahan porous
lainnya seperti kerikil, pasir, arang sekam
maupun pecahan genting sebagai media tanam
(Lingga, 1992).
Beberapa kelebihan yang terdapat pada
budidaya tanaman secara hidroponik diantara
adalah tidak menggunakan media tanah untuk
bercocok tanam, dapat dilakukan di lahan sempit
karena jarak antar tanaman dapat lebih dekat
tanpa harus mengurangi ketersediaan hara untuk
tanaman, mengurangi risiko serangan patogen
yang biasanya terdapat dalam tanah, mencegah
tumbuhnya gulma yang dapat mengurangi jatah
tanaman akan hara dan pemakaian pupuk yang
dibutuhkan dapat dihitung lebih cermat sebanyak
yang benar-benar dibutuhkan oleh tanaman
(Soeseno, 1991; Anonim, 1992). Selain itu, hasil
tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik
secara kuantitas dan kualitas lebih baik
864
dibandingkan tanaman yang ditanam di tanah
(Resh, 1985), sehingga merupakan peluang bagi
petani untuk meningkatkan penghasilannya
dengan menanam tanaman (tanaman hias, buahbuahan dan sayuran) yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi.
Berdasarkan media tanam yang digunakan,
maka hidroponik dapat dilakukan dalam tiga
sistem, yaitu sistem kultur air, sistem kultur pasir
dan sistem kultur bahan porous (kerikil, pecahan
genting, gabus putih dan lain-lain (Lingga,
1992). Sistem kultur air adalah hiroponik
sesungguhnya. Air yang mengandung nutrisi
diberikan melalui pancaran di daerah perakaran
tanaman tanpa bahan penahan air. Sedangkan
sistem kultur pasir dan bahan porous adalah
pengembangan dari kultur air. Pada dasarnya
sistem kultur pasir dan kultur bahan porous
adalah sama, karena pada prinsipnya fungsi
media tanam ini adalah sebagai bahan penopang
berdirinya tanaman sekaligus mengalirkan
makanan dalam jumlah yang dibutuhkan. Bahan
porous merupakan agregat yang sangat baik
untuk mengalirkan sejumlah air yang berlebih.
Berdasarkan cara pengairan, ada beberapa sistem
hidroponik yang dikenal yaitu hidroponik sistem
Wick, Aqua kultur, Ebb dan Aliran, tetes (drip
irigation), Film Teknik Hara (Nutrient Film
Technique/NFT), dan aerophonik.
Media agregat dalam kultur porous mudah
mengalami kekeringan, sedangkan pasir lebih
lama menahan air karena permukaannya lebih
luas. Agregat lain seperti pecahan genting atau
kerikil bertindak mengalirkan air yang berlebih.
Bahan porous lain yang diketahui dapat
digunakan sebagai media tanam adalah arang
sekam, sabut kelapa, potongan batang pakis, dan
lain-lain. Namun pada prinsipnya, media
hidroponik yang baik adalah media yang dapat
menyerap dan menghantarkan air, tidak
mempengaruhi pH, tidak berubah warna, tidak
mudah lapuk dan busuk, mudah didapat dan
harganya murah (Anonim, 1992). Menurut
Lingga (2002), media yang digunakan untuk
hidroponik harus dapat menyerap nutrisi, air dan
oksigen serta mendukung perkembangan akar
sehingga dapat berfungsi seperti tanah. Lebih
lanjut dijelaskan oleh Nichols (2003), bahwa
kemampuan mempertahankan kelembaban suatu
media tergantung pada ukuran partikel, bentuk
partikel dan porositasnya. Semakin kecil ukuran
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
partikel, semakin besar luas permukaan dan
jumlah pori, maka semakin besar kemampuan
menahan air. Media juga harus mudah
meloloskan air atau mempunyai drainase yang
baik.
Selain media tanam yang digunakan,
keberhasilan sistem hidroponik juga ditentukan
oleh nutrisi yang diberikan, karena tanaman tidak
mendapatkan nutrisi dari media tanam. Larutan
nutrisi yang diberikan setidaknya harus
mengandung 16 unsur makro dan mikro yang
dibutuhkan tanaman, 13 diantaranya harus ada
dalam larutan nutrisi yang diberikan yaitu N, P,
K, S, Ca, Mg, Fe, B, Mn, Cu, Zn, Mo dan Cl .
Hidroponik substrat pada umumnya
menggunakan sistem irigasi tetes (drip
irrigation) atau dapat juga disiram secara
langsung. Namun kunci keberhasilan budidaya
hortikultura adalah pada pemberian konsentrasi
pupuk yang tepat, sesuai dengan jenis dan umur
tanaman. Konsentrasi nutrisi yang diberikan
untuk tanaman dibedakan antara masa
pembibitan, pertumbuhan, dan masa pembuahan
(Wardi et al., 2005). Nutrisi akan berfungsi
dengan baik jika diaplikasikan dalam jumlah
yang optimal bagi pertumbuhan tanaman.
Sutiyoso (2003) menjelaskan bahwa
konsentrasi nutrisi yang terlalu rendah akan
menampakkan gejala defisiensi sehingga
pertumbuhan
tanaman
tidak
sempurna,
sedangkan konsentrasi nutrisi berlebihan akan
menyebabkan fitotoksisitas. Batas maksimum
konsentrasi nutrisi untuk tanaman sayuran
hidroponik substrat (agregat) lebih rendah
dibandingkan dengan hidroponik tanpa substrat.
Hal ini berhubungan dengan kemungkinan
terjadinya akumulasi hara dalam media yang
dapat menyebabkan toksisitas terhadap tanaman.
adalah sawi, selada, pakcoy, kailan, kangkung,
bayam, mentimun, cabai, tomat, melon, brokoli,
bawang, stroberi dan lain sebagainya.
2. Menentukan sistem hidroponik yang akan
digunakan
Di antara berbagai jenis sistem hidroponik,
jenis yang paling sederhana adalah sistem Wick
atau lebih dikenal sebagai sistem sumbu Gambar
1). Pemberian nutrisi pada sistem ini adalah
menggunakan sumbu yang digunakan sebagai
reservoir yang melewati media tanam. Pada
sistem ini digunakan dua pot. Pot pertama
sebagai tempat media tanaman, diletakkan di atas
pot kedua yang lebih besar sebagai tempat
air/nutrisi. Pot pertama dan pot kedua
dihubungkan oleh sumbu yang dipasang
melengkung, dengan lengkungan berada di
dalam pot pertama, sedangkan ujung pangkalnya
dibiarkan melambai di luar pot/pot kedua. Hal ini
memungkinkan air terangkat lebih tinggi,
dibandingkan apabila diletakkan datar saja di
dalam pot. Larutan hara yang naik secara kapiler
dapat langsung mengisi ruang berpori dalam
media tanam, akibat adanya daya tegangan muka
pori kapiler yang lebih besar dari gaya berat
(Resh, 1987; Soetedjo, 1983).
PEMBAHASAN
Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk
mempersiapkan hidroponik adalah sebagai
berikut.
Gambar 1.
Cara Betanam Hidroponik Sistem Wick
3. Menentukan media tanam
1. Menentukan jenis tanaman
Pada dasarnya semua tanaman yang biasa
ditanam di pekarangan seperti tanaman hias dan
sayuran dapat dibudidayakan secara hidroponik
kecuali tanaman tahunan. Beberapa komoditas
yang telah dikembangkan secara hidroponik
Hasil penelitian Silvina dan Safrinal (2008)
mengenai penggunaan berbagai medium tanam
pada pertumbuhan dan produksi Mentimun
Jepang (Cucumis sativus) secara hidroponik
menunjukkan bahwa media tanam campuran
pasir dan arang sekam menghasilkan nilai
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
865
UNDIP PRESS
tertinggi pada parameter pertumbuhan dan hasil
yaitu tinggi tanaman, umur panen, jumlah buah
per tanaman dan berat buah per tanaman.
Selanjutnya, media tanam pasir dan arang sekam
dengan perbandingan 1 : 2 merupakan komposisi
media tanam yang dapat meningkatkan bobot
basah tajuk Sawi/Caisim (Brassica juncea)
hingga 454,27 g/tanaman (Nurwahyuni, 2006).
Media dengan komposisi pasir dan arang
sekam (1 : 2) memiliki aerasi yang baik sehingga
dapat menyediakan oksigen lebih banyak untuk
respirasi akar tanaman. Komposisi media yang
didominasi arang sekam mempunyai kapasitas
menahan air yang tinggi sehingga tanaman dapat
menyerap unsur hara lebih banyak untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangan akar
tanaman. Komposisi ini menghasilkan lebih
banyak pori makro sehingga pergerakan akar
lebih leluasa. Menurut Islami dan Utamo (1995),
volume
akar
biasanya
diikuti
dengan
peningkatan luas permukaan akar dan kontak
akar dengan media tanam, sehingga penyerapan
air dan hara berjalan lebih baik.
4. Menentukan nutrisi yang akan digunakan
Bahan-bahan yang digunakan sebagai
nutrisi dalam budidaya tanaman dipilih
berdasarkan beberapa faktor sesuai kebutuhan
per unit unsur, kelarutannya dalam air,
kemampuan memberikan unsur majemuk, bebas
dari kontaminan dan mudah digunakan. Bahanbahan tersebut kebanyakan digunakan dalam
bentuk formula nutrisi cair (Hochmutch, 2003).
Beberapa formula nutrisi untuk tanaman sayuran
yang telah dicoba dan digunakan oleh praktisi
hidroponik di Indonesia disajikan dalam Tabel
sebagai berikut.
Banyak nutrisi hidroponik yang dijual di
pasaran yang telah memenuhi unsur makro dan
mikro baik pupuk organik cair maupun pupuk
kimia. Penggunaannya cukup praktis hanya
dilarutkan ke dalam air dengan ukuran tertentu
kemudian siap digunakan. Namun jika
mengetahui cara pembuatannya, akan menjadi
alternatif yang baik untuk keberlangsungan
sistem hidroponik skala rumah tangga.
Pembuatan larutan nutrisi AB Mix
dilakukan dengan cara melarutkan AB mix A (83
gram) dan AB mix B (83 gram) masing-masing
ke dalam 500 ml air, selanjutnya kedua larutan
tersebut dicampurkan ke dalam 100 liter air
866
Pekatan A
Sumber
Kalium Nitrat, KNO3,
K 39%; N-NO3 14%
Kalsium amonium nitrat,
5Ca(NO3)2.NH4NO3.10H2O
Ca 18,5%; N-NO3 14,2%; NNH4 1,3%
Fe kelat (Fe-EDTA)
Fe 13,2%
Jumlah
(g/5 l/1000 l
teknis)
600
965
38
Pekatan B
Sumber
Kalium dihidrofosfat, KH2PO4
K 28,7%; P 22,8%
Monoamonium fosfat,
NH4H2PO4
N-NH4 12%; P 27%
Kalium sulfat K2SO4
K 44,8%;S 18,4%
Magnesium sulfat, MgSO4.7H2O
Mg 9,7%; S 13%
Mangan sulfat MnSO4.4H2O
Mn 25%
Tembaga sulfat CuSO4.5H2O
Cu 26%
Seng sulfat ZnSO4.7H2O
Zn 23%
Asam Borat, H3BO3
Amonium hepta-molibdat
(NH4)5Mo7O24.4H2O
Mo 50%
Jumlah
(g/5 l/1000 l
teknis)
280
110
95
650
8
0,4
1,5
4,0
0,1
Sumber : Sutiyoso (2003)
kemudian diaduk hingga tercampur rata, nutrisi
ini disimpan dalam ember plastik.
Pembuatan larutan nutrisi Nederland
dilakukan dengan cara melarutkan KH2PO4
(13,6 gram), CaNO3 (1,6 gram), MgSO4 (49,2
gram), KNO3 (29,2 gram), K2SO4 (25,6 gram),
CuSO4 (0,011 gram), Fe-EDTA (0,51 gram),
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
UNDIP PRESS
MnSO4 (0,073 gram), ZnSO4 (0,006 gram),
H3Bo3 (0,059 gram) ke dalam 100 liter air
kemudian diaduk hingga tercampur rata, nutrisi
ini disimpan dalam ember plastik.
Pembuatan nutrisi Buatan Sendiri dilakukan
dengan cara melarutkan CaNO3 (118 gram),
KNO3 (60 gram), dan Fe-EDTA (3,8 gram) ke
dalam 500 ml air. Selanjutnya melarutkan
KH2PO4 (28 gram), CuSO4 (0,04 gram),
MnSO4 (0,8 gram), ZnSO4 (0,15 gram), H3Bo3
(0,4 gram), MoO4 (0,01 gram), MgSO4 (40
gram) ke dalam 500 ml air. Kedua larutan
tersebut kemudian dicampurkan ke dalam 100
liter air selanjutnya diaduk hingga tercampur
rata, nutrisi ini disimpan dalam ember plastik.
Hasil penelitian menunjukkan, pertumbuhan
dan hasil Mentimun Jepang paling baik adalah
saat pemberian pupuk organik cair super bionik
dengan konsentrasi 3 cc/liter air. Kemudian pada
tanaman Sawi hasil tertinggi dicapai pada
pemberian konsentrasi nutrisi AB Mix 1,5 mS –
2 mS/cm atau pemberian sesuai anjuran di atas.
Namun, luas daun, berat basah, dan berat kering
tajuk pada tanaman selada tertinggi dicapai pada
pemberian nutrisi buatan sendiri (Mas’ud, 2009).
Nutrisi dapat diberikan dengan cara
menyiramnya langsung pagi dan sore atau
menggunakan sistem Wick. Sistem ini
memudahkan perawatan terutama pemberian
nutrisi yang dilakukan secara isi ulang pada pot
penampung nutrisi sehingga tidak perlu terlalu
sering dilakukan penyiraman.
5. Teknik perawatan hidroponik
Kunci keberlanjutan sistem hidroponik
adalah pada perawatan media dan tempat
penampung media atau instalasi hidroponik.
Secara sederhana, sistem Wick cukup mudah
digunakan dan mudah perawatannya karena
hanya perlu membersihkan tempat/pot untuk
berdirinya
tanaman.
Tempat/pot
dapat
memanfaatkan barang bekas yang tidak terpakai
seperti kaleng cat atau botol minuman bersoda.
Media tanam pasir dan arang sekam tidak perlu
diganti total karena dapat bertahan untuk
beberapa tahun, cukup ditambah jika telah
banyak berkurang karena tercuci.
KESIMPULAN
Mengoptimalkan
pekarangan
dengan
budidaya tanaman secara hidroponik merupakan
alternatif yang baik dengan banyak keunggulan
diantaranya menghasilkan tanaman dengan
kuantitas dan kualitas tinggi dengan mudah,
praktis, dan sederhana sehingga dapat dilakukan
oleh semua masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al, Suyitno dan Surahman. 1996. Menyiasati
Hidroponik dengan Teknologi Sederhana.
Cakrawala Pendidikan Edisi Khusus Dies.
Mei 1996. 107 Hal
Hartus, T. 2002. Berkebun Hidroponik secara
Murah. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 Hal
Hochmuth, G. J. 2001. Fertilizer Management
for Greenhouse Vegetables. Florida
Greenhouse
Vegetables
Production
Handbook. Vol 3
Islami, U. dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan
Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang
Press. Semarang. 297 Hal
Ismail, Mohd Razi dan Mohd K. Y. 1996. Effect
of Iradiance on Growth, Physiological
Processes and Yield of Melon (cucumis
melo) Plants Grown in Hydroponics.
Pertanika.J.Trop.Agric.SCI.Vol 19.No 2/3
Lingga, P. 2002. Hidroponik Bercocok Tanam
Tanpa Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta,
80 Hal
Mas’ud, Hidayati. 2009. Sistem Hidroponik
Dengan Nutrisi Dan Media Tanam
Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan
Hasil Selada. Media Litbang Sulteng 2 (2)
: 131–136, Desember 2009. ISSN : 1979 –
5971
Nicholls, R. C. 2003. Beginning Hydroponics
Soilles
Gardening.
Dahara
Prize,
Semarang. 258 Hal
Resh,
H. M. 1985. Hydroponics Food
Production, A Definitive Guidebook Of
Soilles
Food
Growing
Methods.
Woodbrigde Press Publishing Company.
Santa Barbara, California. 376 Hal
Setyawati, MT. Heni. 1995. Pengaruh Jenis
Media Pada Kultur Hidroponik Tanaman
Cabai (Capsicum annum). Skripsi.
Fakultas Biologi Undip, Semarang. 74 Hal
“Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis”
867
UNDIP PRESS
Silvina, Fetmi dan Syafrinal. 2008. Penggunaan
Berbagai
Medium
Tanam
Dan
Konsentrasi Pupuk Organik Cair Pada
Pertumbuhan dan Produksi Mentimun
Jepang (Cucumis Sativus) Secara
Hidroponik. Jurnal SAGU. Maret 2008.
868
Vol. 7. No. 1 : 7-12. ISSN.1412-4424
Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik.
Penebar Swadaya, Jakarta, 121 Hal
Wardi, H. Sudarmojo dan D. Pitoyo. 2005.
Teknologi Hidroponik Media Arang Sekam
Untuk Budidaya Hortikultura. 2005.
Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012
Download