Uploaded by User65456

script sekian

advertisement
Menjelang siang terik panas matahari terasa menyengat tapi jalanan tak terlihat sepi
sepertinya panas tersebut tak cukup mampu menghentikan aktivitas orang-orang di kota ini.
Tampak seorang bocah lelaki berjalan memasuki area pemakaman, tak ada orang dewasa yang
mengikuti nya. Tanpa sadar di arah yang berlawanan bocah lelaki seumuran memperhatikan
dalam diam, mungkin aneh kenapa bocah lelaki tadi berani masuk ke area pemakaman itu
sendirian. Rasa penasaran tersebut membawa nya mendekat kearah gerbang masuk, ia berdiri
menunggu kemunculan bocah tadi. Tak lama kemudian yang ditunggu keluar.
Anji
: Hei… kok kesitu sendirian.”( Ia menghampiri bocah yang baru saja keluar.)
Max
: Mau lihat mama sama ayah ku.(sambil keheranan melihat anak asing yang
menyapanya)
“Mama sama ayah kamu di dalam?”
“Iya”
“Sekarang dimana kok gak keluar barengan?”
“Gak bisa keluar, mama sama ayah ku di tidur disana.”
“Udah meninggal?”
“mmmm…” gumaman tersebut nyaris tak terdengar ia tampak sedih, seolah merasakan
kesedihan yang sama bocah lelaki yang bertanya tersebut melangkah mendekat dan
mengulurkan tangan nya.
“Aku anji.” Dengan nada terdengar riang.
“Aku max..”
“Mau jadi teman aku gak? Biar kamu gak sendirian pas kesini atau kemana pun.”
“Sampai kapan?”
“Selama nya kalau bisa.”
“Boleh deh.” Mereka melangkah bersama menjauhi area pemakaman sambil bergandengan
tangan.
Sejak hari itu kedua bocah lelaki tersebut menjadi teman akrab yang selalu menghabiskan
waktu bersama. Anji melaksanakan janji nya dengan baik ia selalu menemani max setiap kali
ingin berkunjung ke pemakaman orang tua nya dan menemani max kemana pun.
Beberapa tahun setelah nya
Sepeda motor itu berhenti di perkarangan rumah sederhana, pengendara melepas kan pelindung
kepala nya dan turun dari jok.
“Sepi nih, masih tidur kali ya.”
Ia bermonolog sembari memperhatikan sekeliling, memang tak ada seramai biasa. Ia mendekat
ke pintu masuk dari luar tak terdengar suara apapun yang menandakan ada nya aktivitas dari
dalam rumah. Ia mengetuk beberapakali tapi tak mendapat balasan apapun.
“Terobos aja lah.” Ia meraih handle pintu dan masuk kedalam.
Setelah masuk ke dalam rumah dan melewati ruang tamu ia tak mendapati satu nyawa pun
disana tak ada tanda-tanda keberadaan orang lain selain diri nya. pandangan nya tertuju pada
sebuah pintu yang tertutup rapat, ia mendekat kea rah pintu seperti sebelum nya ia meraih
handle tapi pintu tersebut tak terbuka.
Tokk ..tokkkk
“Max…”
“Max ..”
“Ma_..” panggilan tersebut terhenti pintu tersebut terbuka. Penghuni kamar tampak malasmalas an sepertinya ia baru saja terbangun dari tidur lelap nya.
“Jangan tidur lagi, yok main keluar menghirup udara segar.” Max tak menoleh ia meraih
smartphone nya
“Kemana?” ia bertanya dengan pandangan yang masih terpaku pada layar smartphone nya.
“Hmmmm… ke tempat yang dingin aja.”
“dimana? Lagi panas gini malas keluar sebenarnya.”
“Makanya ke yang tempat dingin aja, jangan di rumah terus sering-sering keluar lah hirup
udara.”
“Kirain disini gak ada udara?”
“Beda, di luar lebih segar, dikamar mu pengap jendela juga jarang dibuka.”
“Hmmmm… yaudah kemana?”
“Warnet aja, dingin disana.”
“Ckckckck… udara segar dari mana kalau di warnet, mending disini aja hidupin AC.”
“Gak apa, yang penting keluar rumah.”
“Di warnet mana? Di samping gang?”
“Iya, disitu aja lebih enak kan.”
“Gak minat kalau disitu.”
“Kenapa? Biasa juga disitu kan?”
“Penjaga nya udah ganti.”
“Iya dari minggu kemaren juga udah ganti. Kenapa kalau ganti?”
“Si abang warnet liatin dari ujung kaki sampe kepala, di perhatiin bener berasa di scan satu
badan.”
“Sama aku juga gitu , biasa thu.”
“Beda pokoknya Ji, dia lihatin aku juga kayak liat makhluk aneh.”
“Perasaan mu aja, ayok.” Anji tetap ingin bermain di warnet mengacuhkan keluhan Max.
“Gak..”
“Yaudah ke warnet lain aja.”
“Dimana? jauh gak? Rame gak? Penjaga nya gimana? Ramah?”
“Kita cari yang dekat. Rame engga nya tergantung warnet nya kan jarang ada warnet yang sepi,
soal penjaga gak usah peduli mau ramah mau egak kan kita cuman butuh Komputer sama
internet nya. atau kamu lagi nyari ‘kawan’? jadi milih-milih penjaga warnet nya?”
“Ya egak gitu, cuman risih aja kalau penjaga nya kayak penjaga baru di warnet samping gang.”
“Itu cuman perasaan kamu max, kamu jarang berbaur dengan orang-orang kalau gak sama aku
apa-apa sendiri, mau pergi kemana pun pasti sendiri, nongkrong di café juga sendiri. Makin
lama kamu makin menarik diri dari lingkungan Max. Bahkan sama teman-teman sekelas kamu
juga menghindar” Jawab anji, sejak mereka menginjak bangku SMA ini bukan pertama kalinya
max menolak ajakan Anji.
“Biar gak ribet kan lagian siapa juga yang bisa di ajak selain kamu. Kalau sama anak kelas
mending aku hindarin”. Ujar max. “Lah emg kenapa?” Tanya Anji. Nihh ( max menyipitkan
matanya), mereka baik sama aku pas ada mau nya aja, kalau egak mana dipedulii, kamu ingat
kan beberapa kali tugas kelompok pasti aku yang ngerjain bagian susah nya.” Max kembali
mengungkit kejadian lama.
“Mungkin karena memang kamu yang paling bisa diandalkan Max, secara gak langsung mereka
mengakui kalau kamu pintar Max.”
“Terasa jadi budak.”
“Itu perasaan kamu aja Max, kamu pernah gak sih ngajak mereka setiap mau ngerjain tugas
egak kan?”
“Pernah, pas dapat tugas dari pak Hadi aku ngajak mereka. Aku nunggu berjam-jam di café tapi
gak ada satu pun yang datang.”
“Aku juga pernah kejadian kayak gitu Max, tempat nya mereka yang milih malahan. Malam nya
mereka ngasih kabar mereka gak bisa datang karena ngurusin pensi di sekolah. Besok nya buat
janji temu lagi. Lain kamu harus lebih komunikatif Max coba nanya alasan mereka gak datang
atau atur janji temudi lain hari.”
“Kalau aku sampai hari deadline gak ada yang ngasih kabar pas udah mau dikumpul mulai deh
satu-satu pc nanyain ‘udah siap?’ ‘udah sampe mana?’ yang paling parah sodorin nama lengkap
doang.”
“Mungkin mereka lupa Max, yaudah gak usah diungkit lagi, udah lewat.”
“Bukan aku yang mulai.”
“Yaudah maaf.”
Ting…ting…
(Notifikasi pesan masuk) Anji membuka notifikasi
“Si Heri ngundang kita ke rumah nya nih, kesana aja yuk. Ngumpul sama yang lain juga.” Anji
berkata sesaat setelah memasukkan kembali smartphone ke saku celana nya.
“Yakin?”
“Yakin apa nya?”
“Yakin yang diundang ‘kita’? mungkin kamu aja kali yang di ajak.” Max menjawab dengan nada
mengejek, seolah-olah yang dikatakan Anji hanya bualan semata.
“Ckckckckk…. Nih baca sendiri.” Anji menyodorkan layar smartphone nya yang menampilkan
pesan WA dari heri.
“Kamu aja lah.” Max tetap menolak untuk pergi.
“Ini yang di ajak semua bukan aku atau kita berdua aja, anak kelas juga.”
“Makin gak minat. Sampe sana palingan di kacangin. Pas di rumah adi gitu apalagi yang ini
ngumpul nya sekelas” Lagi-lagi max beralasan. Anji menghela nafas berat sepertinya ia mulai
lelah membujuk Max.
“Kamu cuman diam dari awal masuk rumah sampe kita bubar Max, mereka ngomong sama
kamu, kamu balas pakek satu atau dua kata doang.”
“Itu karena mereka nanya pertanyaan yang bikin risih, kayak nanyain kenapa gak sembahyang
padahal hari minggu, buat apa coba? Perlu mereka ngurusin sampe situ?”
“Mereka cuman nanya sekedar kok Max gak maksud ganggu privasi kamu, biar ada topik
pembicaraan aja, kan kalian gak dekat jadi pasti bingung mau mulai dari mana.”
“Nah Itu ‘gak dekat’, seharusnya karena gak dekat gak perlu kan nanyain hal yang bersifat
privasi apalagi soal agama itu sensitif banget. Kalau aku jawab panjang lebar pasti menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan lain buntut nya pasti dikira aku lagi ‘khotbah’.”
“Bodoh banget kalau masih ada yang mikir gitu. Mereka bertanya kamu menjawab.’’
“Nyatanya emang masih ada manusia bodoh di dunia ini itu yang bikin aku malas bersinggungan
dengan orang-orang.” Kali in Max menjawab dengan sedikit sinis. Ia meletakka smartphone nya
di nakas lalu berbaring dikasur. Anji tertegun ia mendekat ke kasur, Max menutup mata nya
dengan lengan kirinya ketika merasakan Anji mendekat.
“Max..” Anji memanggil pelan.
“Gak Ji.” Max Menjawab singkat, seolah mengerti anji tak mengatakan apapun lagi dan ia
melangkah keluar tak lupa merapatkan pintu kamar Max. Ia berjalan melewati ruang tamu
hendak menuju pintu keluar.
“Eh Anji, kemana?” Suara itu menghentikan langkah anji.
“Eh bang ricad, ini mau pulang bang, gak kerja bang?’’ Anji tersenyum ramah mendekati bang
ricad hari sudah menjelang siang tak biasa nya bang ricad masih berada dirumah.
“Hari ini bengkel libur jadi tutup.”
“Ini kok rapi bang? Mau keluar?” Anji memperhatikan penampilan ricad dengan seksama.
“Iya, ada acara jadi ikut bantu-bantu, kapan nih ujian masuk PTN? Udah ada rencana mau kuliah
dimana?.” Ricad bertanya.
“Belum tau dimana bang cuman yang pasti Anji sama Max gak bakalan kuliah diluar Aceh.”
“Bagus lah.” Ricad tampak senang. Anji hanya tersenyum.
“Tenang aja bang, Max juga gak mau kok jauh-jauh dari abang.”
“Ehhh… gitu ya?” seolah tak yakin dengan apa yang dikatakan anji. “Tapi kalau dia emang mau
keluar juga gak apa-apa.” Ricad berkata lagi, ia terlihat pasrah tak ingin memaksa kan apapun.
“Mudah-mudahan lulus disini aja bang, kalau gitu Anji pamit dulu ya bang ini udah ada janji
juga.” Anji berpamitan.
“Iya, hati-hati.” Ricad memastikan Anji menghilang dari pandangan nya dan berbalik menuju
pintu kamar Max.
Tok tok…
“Max abang keluar nih, mau ikut gak?” ricad membuka pintu,
“Daripada dirumah sendirian.” Ricad berkata lagi tapi Max tak bergeming. Merasa di abaikan
ricad kembali menutup pintu kamar max. ricad berjalan ke kamar nya, tak lama kemudian ia
keluar dengan tas ransel di punggungnya dan berjalan menuju pintu utama.
-------------------------------------------------------Keesokan Harinya…
Max duduk di ruang tamu ia memandangi layar smartphone nya, berulang kali ia mencoba
mengetikkan sebuah pesan tapi berulang kali pula ia menhapus pesan tersebut. Ia tampak
frustasi karena tak mendapati pesan apapun dari Anji seharian ini.
“Kenapa?” Max menoleh ke sumber suara.
“Gak kenapa-kenapa.” Ia kembali memandangi layar smartphone nya mengabaikan ricad yang
masih berdiri. Ricad mendekat dan mengintip.
“Ditelfon aja coba, atau lebih bagus lagi di samperin si Anji nya.” Max mematikan layar
smartphone nya ketika sadar ricad masih berada di ruangan yang sama.
“Mau kemana? Ada acara lagi atau bersih-bersih?” Max mengalihkan pembicaraan.
“Udah kemarin. Ini mau ngumpul sama teman-teman, Kayak nya pulang telat nih kamu
langsung makan aja nanti panasin lauk yang di panci, abang pamit ya hati-hati dirumah jangan
lupa kunci pintu.” Ricad berjalan meninggalkan Max.
Max kembali dengan menatap layar smartphone da larut dalam pikiran nya sendiri. Sepertinya
yang ditunggu tak kunjung datang, max meletakkan smartphone nya di atas meja dan berbaring
di sofa.
“Max, max, max” Guncangan tersebut membuat Max terbangun dari tidur nya.
“Kenapa Ji?” Max bangkit dan duduk menghadap Anji.
“Yok keluar.”
“Kemana?” Max bertanya.
“Ngopi, gak jauh dan gak rame juga. Ayok”
“Hmmm..” Max bangkit menuju kamar dan berganti pakaian.
“Tumben tanpa protes.” Anji berkata tepat setelah Max selesai berganti pakaian.
“Mau berdebat dulu atau langsung pergi?” Max menjawab sedikit kesal.
“Langsung pergi eheheeheh…” Anji segera berdiri dan berjalan mendahului Max. “Satu kereta
aja Max, sini.” Anji menepuk jok kereta ketika melihat Max hendak menghidupkan keretanya.
“Egak usah sendiri-sendiri aja.”
“Ehhh Max….” Anji kembali memanggil ketika max hendak berbelok.
“Apalagi sih? Jadi gak?” Max kesal.
“Itu pintu rumah, dikunci dulu.” Anji menunjuk pintu rumah Max yang masih terbuka.
Max pun segera turun dari kereta dan mengunci pintu rumah nya.
---------------------------------------------Di café
“gak rame kan?” Max bertanya kepada Anji di halaman parkir.
“Engga, cuman bertiga kita palingan kalau jadi satu atau dua orang lagi nyusul, sekalian
ngomongin tes ujian masuk nanti.” Anji berjalan di depan.
“Ayok.” Ketika dilihat nya Max tak beranjak. Dia meraih max agar berjalan memasuki café
tersebut.
“Duduk nji.” Salah seorang gadis diantara mereka mereka menyapa dan menarik kursi
mendekat.
“Eh ini aku ngajak Max.” Anji bergeser menampakkan Max yang berusaha tersenyum.
“Oh Max, yaelah kenapa gak kabarin dulu.” Riski berkata pelan dan menatap Max tanpa minat.
“Eh sini Max duduk dekat aku aja.” Siska berkata dengan riang dan antusias.
“Guysss… ini brosur Univ yang kita ngomongin di grup kemarin.” Riski mememperlihatkan layar
ponsel nya.
“Berkas-berkas nya kok banyak ya.” Siska bertanya
“kan kemarin udah disebar juga di grup pasti gak ada yang buka nih.” Anji menyahut
“Udah buka kok cuman perasaan gak sebanyak itu.” Siska.
“Si Max belum tau apa-apa tuh.” Rania menatap Max yang Nampak kebingungan.
“Udah baca kan Max? Udah mulai siapin berka-berkas nya kan?” Riski bertanya.
“Mmmm, Belum sih emang ada grup nya ya?” Max bertanya, mereka semua menatap Max
dengan sangsi.
“Kan udah aku masukin ke grup” Anji Menatap Max ia merasa tak nyaman dengan temanteman nya yang lain atas keacuhan Max.
“Gini nih bikin kesal, susah-susah di cari info tapi malah gak peduli apa-apa.” Riski berkata.
“Udah di bilang juga dari awal kalau mau ngajakin lihat-lihat orang dulu.” Rani menyambung.
“Yaudah lah, yang penting sekarang udah sama-sama tau kan, tujuan kita ngumpul hari ini juga
buat bahas lebih lanjut dari brosur yang udah dikirim ke grup.” Anji berusaha mencairkan
suasana.
“maaf ya kawan kawan aku gak sering buka social media” cetus max lesu membenarkan
keadaan.
“Sibuk ngapain sampe gak sempat cek hape? Di rumah kerjain apa? Emang orang tua mu gak
nanyain gitu, mau kuliah dimana? Orang tua mu sibuk banget sampek gak nanyain tentang anak
nya? ” cetus riski dengan irama mengejek. Max pun tidak tahan dengan celotehan riski dan tiba
tiba bangkit dari kursinya lalu pamit ke anji.
“nji aku balik duluan ya”.
“ Max tunggu dulu” ujar anji mencoba meraih max yang langsung bergegas berjalan ke
motornya. Max tidak menghiraukan anji dan langsung pulang dengan motornya meninggalkan
anji, Anji meninggalakan lahan parkir menuju tempat mereka duduk tadi.
“Kalian tau gak cara kalian bawa-bawa keluarga apalagi orang tua dalam pembicaraan untuk
bahan ejekan menandakan kalian kurang dewasa. ” cetus anji kepada kawan kawan yang lain.
“Ah elah simax aja yang baperan njii” ujar Riski.
”Bukan apa- apa kok nji, si Riski juga cuman nanya si MAx aja yang terlalu serius, ini bukan
pertama kali nya dia nyelonong pergi gitu aja, ingat gak sih setiap kerja kelompok dia sering
diam datang telat pulang cepat. Emosi jadi nya, dikirain kita gak ngerasa apa-apa gitu .”
“Merasa Pinter Kali, dia selalu nutup diri, Apa-apa Melalui si Anji. Liatkan nji dia kayak
mandang sebelah mata waktu kita ajak bahas masuk PTN swasta ni, kalau dia emang gak ada
rencana masuk ditempat yang ngapain gabung” Rania menambahkan.
“Lagian kamu kok sering sama dia sih nji, udah anaknya baperan sombong lagi.c” Tanya Siska.
“Masalah dia baperan atau egak, itu urusan kedua, Kalian gak perlu nyangkut pautkan dengan
keluarga terutama orang tua. Kalian tau gak sih dia yatim-piatu. Kalian gak ada yang tau kan?,
tapi seenaknya kalian nanyain peran orang tua nya. Cara kalian menggampangkan perasaan dia
, karena kalian gak paham rasanya jadi yatim-piatu. Aku harap lain kali kalian gak gini, aku
kecewa sama kalian.” anji pun meninggalkan café tadi dan menuju rumah simax.
Sesampai kerumah si Max, anji langsung menuju kekamar max dan melihat max
terbaring dengan handphone di tangannya, anji merasa sedikit lega karena dia hampir mengira
max melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Anji hanya berdiri didepan pintu dan duduk
disebuah kursi yang berada dikamar max dan terduduk lesu.
“Max, tadi mereka emang kelewatan sih aku ngerti kalau kamu marah”. Ujar anji.
“ Ah elah udah sering aku digituin njii, kamu aja yang ga percaya aku bilangin ga usah ajak. Dari
awal keberadaan aku diantara kalian emang gak diterima Nji, ada aja kan yang salah dari aku.
Kali ini mereka makin berani bawa-bawa orang tua ku. ” jawab Max.
“Bukan gak diterima Max, sikap kamu yang menutup diri bikin orang salah paham max kamu
juga susah berbaur jadi kurang terbiasa dengan mereka makanya setiap gabunng pasti kamu
merasa jadi orang asing. ” anji menambahkan .
“Kamu juga mikir yang salah itu akau kan Nji? Aku gak bisa bersikap cuman untuk
menyenangkan orang lain. Aku gak mau jadi orang lain.” jawab max memotong cepat omongan
Anji.
“Kamu mudah banget berprasangka buruk Max, ubah itu aja.”
“Hmmm ya masalah nya memang di aku. Kayanya aku memang harus cari suasana baru deh.
Aku mau kuliah di luar aja Nji.” max menambahkan. Anji yang tadinya terduduk lesu dengan
pandangan kebawah memalingkan wajahnya kearah max keheranann
“Lah kok tiba-tiba gitu max, kasih alasan yang bisa aku masuk akal Max kenapa kamu ngubah
keputusan kamuu tiba-tiba gini, kamu gak pernah bilang ke aku tentang rencana kamu ini. ”
jawab anji cepat. Max bangun dari posisi tidurnya dengan hp dan mencoba duduk diatas
kasurnya dengan pandangan kebawah .
“Sebetulnya aku udah lama berfikiran gini nji, Cuman aku ga berani bilang ke kamu, dan
sekarang aku udah nemuin alasan kuat untuk keluar daerah, mungkin itu juga yang jadi alasan
kenapa aku gak terlalu tertarik sama brosur yang kawan kawan kelas kirim.” Jawab max, anji
hanya bisa terdiam dan menarik nafas panjang menandakan kekecewaan mendalam karena dia
akan kehilangan sahabatnya sedari kecil.
“ Alasan kuat? aku gak ngerti alasan kuat yang kamu maksud.”
“Nji kamu udah tau sendiri kan, aku disini tu emang gapernah dianggap dan diperhatikan,
sedari SD aku cuman bisa bekawan sama kamu, tampilan chinese diwajahku jadi masalah, disini
aku tergolong kaum minoritas makanya mereka gamau terima aku dilingkungan mereka,
mungkin ini memang saat nya buat kita milih jalan kita masing-masing Nji, kamu lebih leluasa
menghabiskan waktu sma kawan kawan kamu yang asik tanpa perlu mikirin aku, aku orangnya
ga asik dan ngebosenin, aku bergantung sama kamju Nji. Mungkin ada baiknya aku keluar aja
dan coba hidup mandiri diluar kota, dan gaperlu kamu bantu lagi. Paling ga kamu ga beban
hadepin aku yang baperan dan suka berprasangka buruk ini”.
“Beban? Aku pernah nunjukin kalau kamu beban? Ini nih kebiasaan buruk kamu, selalu
menyimpulkan sesuatu semau mu. Sekarang aku sadar prasangka kamu itu juga berlaku buat
aku. Aku penasaran apa otak pintar kamu itu, apa cara kerja dia memang gini?selalu berpikiran
buruk.” Dengan wajah yang sedikit masam dan syok anji menjawab.
“Iya aku memang ga sepandai kamu dalam bersosial yang bisa mudah diterima dilingkungan
karena kamu orangnya asik, aku ga punya siapa siapa selain abang aku setelah orangtua aku
meninggal, dan sialnya aku dilahirkan dari keluarga chinese dan jadi minoritas dikota ini”.”
Itu semua cuman karena persepsi kamu aja max, kamu sendiri yang menutup diri karena
perbedaan yang kamu miliki, gimana orang mau menerima kamu, sedangkan kamu sendiri
ganerima diri kamu sendiri, dan… sial dilahirkan sebagai chinesee?, itu kata paling tolol yang
pernah aku dengar, dan aku ga expect itu keluar dari mulut kamu, dan kamu tau sendiri kamu
ayah mamak kamu itu udah mati mereka ga ada lagi, buat apa kamu selalu menyalahkan hal
itu, sekarang kamu bersyukur karena kamu masih punya abang kamu yang udah baik kali
sama kamu dan mau ngurus dan kasih makan adiknya yang gemuk dan tolol ini yang bisanya
cuman malas malasan dan menjadi beban , dan sekarang si adik yang bodoh ini mau ninggalin
abangnya dan kuliah diluar dan memberatkan beban abang kamu “ anji membalas dengan
nada keras sambil berdiri di depan max yang sedang terduduk di kasurnya.
“Max tak kuasa menahan amarahnya setelah mendengar omongan dari anji dan memegang
kerah dan memukul anji hingga anji terbaring dilantai membalas cemoohannya dengan “
kamu tau apa tentang hidup aku haah?, orangtua aku ga akan mati kalo bukan karena
ambulance yang gamau jemput ibu aku waktu beliau mau melahirkan, dan itu pasti karena
kami ini dari keluarga chinese, sampai ayah aku harus bawa motor sendiri dan kecelakaan,
aku juga gapercaya ayah mama kamu udah meninggal nji, kamu ga pernah ajak aku ke
kuburan orangtua kamu, itu pasti cuman alasan kamu aja biar aku mau bekawan sama kamu
dan kamu cuman mau aku bantuin tugas2 sekolah kamu karena kamu tau aku anak yang
pandai, dan kamu sekarang marah aku memilih kuliah diluar karena kamu takut nanti ga ada
yang bakalan bantuin kerjain tugas2 kuliah kamu nanti, iyaa kan?”. Tukas max dengan mata
yang berkaca2 dan nada marah.
“Sukak sukak ko lah max” Anji tidak punya kata2 lagi untuk melawan argumen max dan
tampak diwajahnya yang bonyok itu rasa kekecewaan dan ia segera bergegas mengambil tas
dan berjalan keluar rumah max. Max yang ditinggalkan sendirian dikamarnya tak sanggup
menahan rasa bersalahnya dan hanya bisa terbaring kembali dikasurnya.
Keesokan harinya
dipagi hari setelah perseteruan itu max keluar kamar dan hanya terduduk lesu di ruang
tamunya dan hanya bisa menatap gadget yang kosong dari notifikasi yang biasanya selalu
ramai dengan chat anji yang mengajaknya keluar setiap hari, ia pun memutuskan untuk
melihat kembali brosur2 perguruan tinggi diluar daerah yang ingin dia ambil, tiba-tiba abang
Richard keluar kamar dengan baju yang sudah rapi menandakan ia hendak bergegas keluar
rumah dengan tas ransel yang selalu dibawanya bila hendak keluar, ia melihat max dan
menyapa “ eh max, tumben kamu pagi-pagi udah bangun mau keluar sama anji ya ?” Tanya
abang Richard. “ engga bang, lagi bosen aja dikamar “ jawab max, “ ohhh, baguslah ngapain
juga dikamar tiap hari,berarti ga ada janji keluar sama anji ni, ikut abang yuk” bang Richard
coba mengajak max.” engga ah bang aku dirumah aja mau urus kuliah juga ni bentar lagi”. “
ohh yaudah deh, abang pergi dulu ya, nanti kalo keluar jangan lupa kunci pintu, abang hari ini
mau sarapan diluar, nanti kalo kamu laper masak mie instan aja ya, masih ada beberapa
bungkus lagi tu didapur. Max mengangguk dan tetap sibuk dengan gawainya, dan abang
richarpun segera beranjak keluar rumah setelah selesai mengikat sepatunya sembari
berbincang dengan max tadi. Max yang tadi asik dengan gadgetnya pun menaruh gadgetnya
setelah beberapa saat abangnya pamit dengan wajah kebosanan dia hanya bisa menghela
nafas panjang dan menatap ke langit2 rumah, tiba2 dia bangkit dari sofa dan berlari kea rah
pintu “ bang Richard, tunggu aku ikut juga” panggil max dari pintu depan rumah yang melihat
abang Richard yang sedang mencoba menghidupkan motor bututnya “ yaudah siap siap terus
sekalian abang panasin motor”, max kembali kekamar untuk bersiap2 pergi dengan
abanngnya dan merekapun berboncengan pergi ke tempat yang max sendiri tidak
menanyakan hendak kemana.
Mereka melewati beberapa monument kota banda dan hiruk pikuk kehidupan masyarakat di
Banda Aceh, hingga motor yang mereka tunggangi berhenti disebuah masjid. Ricad
mematikan motornya dan Nampak sedang menggendong tas yang dibawanya menuju ke
gerbang masjid.
“ kita mau ngapain bg?” ucap max yang masih terduduk di motor mereka sambil keheranan.
“ Udah yok ikot abang aja sini” jawab bang ricad.
Max tetap memutuskan untuk duduk di motor dan mencoba merogoh kantong celana untuk
mengambil smarthponenya, namun ia baru sadar ia meninggalakan hp nya dirumah, tampak
wajah max kesal mengetahui hal tersebut. Max turun dari motor melihat kekiri dan kekanan
untuk mencari hal menarik lainnya yang bisa ditemukan, tapi yang Nampak hanyalah
pemukiman masyarkaat dan beberapa kios kelontong, iapun bersender di pagar masjid dan
mencoba melihat kedalam masjid untuk memastikan dimana bang Richard, namun ia tak
melihat apapun selain masjid yang tampak sepi karena memang belom waktunya untuk
shalat. Max memutuskan untuk masuk kedalam gerbang masjid sambil sedikit was was
karena ia takut ada yang memarahi, ia mencoba menulusuri jalan yang dilalui bg richad yang
mengarah kebelakang masjid. Sesampai ia di belakang masjid atau tempat wudhu dia
menemukan bg richad sedang mengepel lantai masjid dan ia pun tak mampu menahan rasa
penasarannya dengan langsung berkata kepada bg Richard “ bang, abang ngapainn ?”
“ lagi ngepel masjid, sana ambilin pel satu lagi dibelakang bantuin abang biar cepat siap!”
tukas bg ricad
Maxpun langsung menuruti permintaan bang richad tanpa banyak bertanya lagi karena
memang tampak sosok abang max yang berwibawa membuat max dari dulu menuruti setiap
perintah abangnya. Merekapun mulai membersihkan masjid mulai dari mengepel , sikat
menyikat, sampai menyapu halaman masjid, hingga hari menjelang siang merekapun
beristirahat di pekarangan masjid dengan sebotol air mineral besar dan beberapa kueh yang
mereka beli tadi dijalan untuk mengisi tenaga.
“gimana, capek ga max? “ Tanya abang richad yang setelah meneguk air mineral yang
mereka bawa dan menyodorkannya kepada max
“ lumayanlah bang hitung-hitung olahraga” ujar max yang Nampak tidak bisa
menyembunyikan lagi rasa lelahnya, kemudian langsung meneguk air yang abangnya berikan
“ kita udah lama ya max, engga habisin waktu bareng gini, maaf ya abang sibuk kerja terus,
jadinya ga sempat sisain waktu buat main sama kamu” ucap bg ricad bernada pelan sembari
merebahkan badannya ke dinding tempat mereka duduk
Max hanya terdiam tak tau harus berkata apa, dan hanya mengangguk setelah mendengar
ucapan bg ricad tadi
“ ngomong- ngomong kamu tadi bilang hari ini mau urus urasan kuliah, emangnya kamu udah
kepikiran mau lanjut dimana?, biar abang bisa siapin biaya kuliahnya, abang gatau banyak sih
tentang kuliah gini karena abang dulu bodoh anaknya, jadinya ga sempat kuliah, tapi untung
masih ada max yang pinter” sambung bg ricad sambil mengacak2 rambut max yang terduduk
diam sambil mecoba mengelak abangnya yang sedang mengacak2 rambutnya.
“ hmm masih belum yakin sih bang, baru mau milih-milih juga, tapi max usahakan nanti max
ambil jalur undangan dan beasiswa, jadinya ga memberatkan abang”
Bg ricad tersenyum mendengarkan jawaban max dan menaruh ekpresi bangga kepada
adiknya max
“ ntr sorean abis kita selesai bersihin masjid kita main ke sungai kota yok” ucap bg ricad
“ yuk, boleh bg”ucap max
“ yaudah kita siapin makan dulu abistu kita lanjut kerja lagi biar cepet siap”
Hari menjelang sore tampak max dan abangnya berjalan keluar dari gerbang masjid,
menandakan mereka telah selesai dengan pekerjaanya dan bersiap pergi ke sungai kota
dengan motornya.
Sesampai di sungai mereka duduk di pinggiran dengan membawa bekal berupa gorengan dan
kopi bungkusan
“ bagus harinya ni max “bg ricad merebahkan badannya ke rerumputan kota setelah
menjalani hari yang penat
Max hanya duduk dan melihat sekeliling, Nampak diwajahnya rasa kebingungan sedih yang
bercampur aduk setelah perkelahiannya dengan anji kemarin,
“kamu lagi ada masalah apa sih max, daritadi abang liat wajah kamu murung aja, cerita aja
sama abang, kapan lagi kita bisa cerita cerita gini, apalagi kalo kamu nnti keterimanya kuliah
diluar daerah, abang bakalan gatau lagi mau cerita2 sama siapa” ucap bg ricad yang masih
tiduran di rumput.
“aku lagi berantem bg sama anji” jawab max
“ hah, berantem kenapa ?, padahal kalian sering bareng kemana mana sedari kecil”
Max tampak ragu untuk menceritakan kesulurahan ceritanya.” Kemarin kami berantem
sampe aku pukul anji di wajahnya bg, sekarang aku nyesel udah ngelakuin itu” jawab max
yang menunduk menyesal
bg ricad terbangun dari tidurnya sambil merangkul badan max “ anak cowok tu kalo
berantem sampe pukul-pukulan mah hal biasa max, yang penting abis itu kalian baikan balik,
abis baikan hubungan pertemanan kalian makin kuat malahan” jawab bg ricad menenangkan
max
“tapi aku ga seharunya marah sampai pukul anji sih bang, walaupun dia ngungki2 tentang ibu
sama bapak”
Bg richad menghela napas panjang dan melihat kearah lain menandakan bahwa hal yang
terjadi sudah cukup parah, dan bg ricad hanya terdiam
“ bg , ibu sama bapak dulu meninggalnya karena ga dijemput sama ambulance kan, karena
kita minoritas” sambung max
“ hah, kamu siapa yang bilang ceritanya gitu?” Tanya bg ricad heran
“ abisnya aku sering ngerasa karena kita chinese, orang- orang ga perduli sama kita, dan kalo
ayah sama ibuk dijemput sama ambulance waktu mau ngelahirin adik pasti ayah dan ibuk ga
harus naik motor sendiri kerumah sakit sampai kecelakaan” jawab max
“ kamu tau ga motor yang ayah bawa itu motor siapa?” Tanya bg ricad
“ motor ayah ?”
“ itu motor mendiang pak saleh max, orang yang sama yang kasih keluarga kita tempat
tinggal sampai sekarang, dulu ayah kita ngontrak rumah sama pak saleh, setelah ibuk sama
bapak enggak ada pak saleh izinkan abang dan kamu buat tinggal dirumah nya, dan ga
berselang beberapa lama pak saleh juga terserang penyakit sampai merenggut nyawanya,
lalu rumah beliau diserahkan kepihak gampong karena beliau engga punya keturunan, dan
pihak gampong mengizinkan abang sama kamu tinggal dirumah yang kita tempatin sekarang
ini, karena ituu abang selalu nyempatin diri pergi ke masjid dan kegiatan di kampung, paling
enggak inilah hal yang bisa abang buat untuk membalas kebaikan masyarakat disini ke kita,
dan ini gada urusannya sama chinese atau bukan max, emang sudah nahas ajaa” jawab bg
richad sambil sesekali memandang gemercik air sungai
Max terpaku, diwajahnya tampak rasa bersalah setelah selama ini berprasanka buruk
terhadap warga sekitar
“kamu kenapa tiba tiba nanyain itu?” Tanya bg ricad
“ bg aku boleh ga kuliah diluar daerah aja?” max malah kembali bertanya tanpa menjawab
pertanyaan bg richad
“ya kenapa engga max, kamu itu pinter disekolah kalau kamu rasa perlu untuk pergi ke
perguruan tinggi diluar daerah atau luar negeri sekalipun abang bakal support” tambah
abang max
“sebetulnya alasan max keluar bukan karena max pinter atau karena maximalin potensi yang
max punya bg, max juga mau kuliah disini, bisa bantu-bantu abang, cuman jujjur aja max
ngerasa kalau max ga diterima di lingkungan sini, max sering ngalamin perlakuan
deskriminasi karena latar belakang max
Download