Uploaded by User63778

UAS Dwi Aryanti Jarkom Fix

advertisement
LEMBAR JAWABAN
UJIAN AKHIR SEMESTER
Nama Mahasiswa
NIM
Mata Kuliah
Kelas
Angkatan
Tahun Akademik
Dwi Aryanti
1970231152
Jaringan Komputer
Blended Learning (Kelas Online)
2019-3
Semester Genap 2019-2020
Buatlah paper yang menjelaskan tentang contoh kasus cybercrime yang pernah terjadi. Kemudian dari
kasus tersebut anda analisa, kasusnya tentang apa, penyebabnya apa, dan usulan perbaikannya seperti
apa?
BAB I
PENDAHULUAN
Semakin berkembangnya teknologi di era yang canggih saat ini, menjadikan teknologi tidak dapat
dilepaskan lagi dari kehidupan sehari-hari. Apapun kegiatan atau pekerjaan manusia saat ini telah
ditopang dan bahkan sangat bergantung dengan teknologi. Salah satu yang paling berpengaruh
adalah perkembangan internet. Setiap pekerjaan lakukan banyak dilakukan dengan menggunakan
Internet. Sejak 2010, pengguna internet masuk Indonesia dan pada akhirnya meningkat dari 21,1%
menjadi 28,1% tahun 2013 dan masih terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan. Masyarakat
menggunakan internet dalam banyak aspek kehidupan. Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang
digunakan untuk mengambil uang, transaksi seluler (e-banking), transaksi / perdagangan online
(e-niaga), e-bisnis dan e-government adalah beberapa contohnya dari keuntungan Internet yang
melibatkan banyak transaksi antar pengguna. Meskipun, Internet sudah menjadi hal biasa platform
sebagai hal penting bagi orang Indonesia di sebagian besar kegiatan, tetapi masalah keamanan dan
privasi masih menjadi muncul masalah dan keduanya harus dilindungi transaksi elektronik.
Banyak artikel yang mendefinisikan istilah kejahatan dunia maya. Kejahatan dunia maya adalah
semua tentang kejahatan dimana saluran komunikasi dan perangkat komunikasi telah digunakan
secara langsung atau tidak langsung apakah itu Laptop, Desktop, PDA, Ponsel, jam tangan,
kendaraan untuk melakukan tindakan kriminal. Dalam bukunya, Clough (2010) mendefinisikan
cyber crime sebagai sebuah kejahatan menggunakan media komputer atau jaringan
komputer.Menghack akun email, Personal Identification Number (PIN), merusak situs web,
menipu dan banyak pelanggaran hak privasi adalah kejahatan cyber Indonesia yang umum.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki jumlah penduduk yang besar dan seperti
yang disebutkan di atas hanya 28,1% orang yang menggunakan Internet. Meskipun, Indonesia
memiliki persentase kecil dalam Informasi menggunakan teknologi, tetapi tingkat kriminal di
dunia maya tidak sekecil itu sebagai pengguna persentase. Berdasarkan State of Internet, kuartal
ke-2 laporan 2013 Indonesia mencapai peringkat pertama sebagai sumber negara dari cybercrime.
Di ruang cyber, sangat mudah memulai serangan dan terbang di bawah radar, dan sulit
diidentifikasi penyerang dan melacak kembali sumber serangan. Pertama, Kerentanan ruang maya
pertama-tama berakar pada Internet non-keamanan desain arsitektur asli sebagai jaringan pribadi.
Kedua, sebagai buatan manusia terbesar dan paling kompleks sistem dalam sejarah manusia,
pemahaman kita tentang sistem raksasa terbatas. Ketiga, lingkungan manajemen Internet sulit
untuk dilakukan kolaborasi skala besar melawan kejahatan dunia maya. Akibatnya, ruang cyber
telah menjadi surga bagi para penjahat cybercrime, yang dimotivasi oleh imbalan finansial atau
politik.
Oleh karena itu, paper ini ingin melakukan survei kejahatan dunia maya di Indonesia dan
konektivitasnya dengan Informasi dan Hukum Elektronik (UU-ITE) 11/2008. Paper ini akan
dimulai dengan pengantar di bagian satu dan lanjutkan dengan beberapa definisi tentang kejahatan
cyber. Di bagian pembahasan, paper ini akan membahas beberapa peraturan UU-ITE 11/2008 dan
beberapa kasus kejahatan dunia maya di Indonesia. akhirnya, bagian penutup akan memberikan
kesimpulan dari paper ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut sebuah artikel, Indonesia telah mencapai 545 kasus kejahatan cyber pada tahun 2011 dan
mendapatkan lebih banyak pada tahun 2012 oleh 600 kasus. Jumlah kasus yang tinggi ini
tergantung pada komunitas melaporkan. Paling tidak, sejak tahun 2003 Kepolisian Republik
Indonesia menangkap 71 kasus kejahatan dunia maya dan setahun sebelumnya, pada tahun 2002,
Indonesia menempati urutan kedua setelah Ukraina dalam kasus kejahatan menggunakan
teknologi informasi. Sejak tahun itu, kasus kejahatan cyber semakin banyak. Tingginya
pertumbuhan konsumsi teknologi di Indonesia tidak dibarengi dengan kesiapan teknologi
informasi infrastruktur, kebijakan / regulasi, institusi dan manusia sumber daya terutama untuk
sektor keamanan.
A. Kasus CyberCrime di Indonesia
Dalam tulisan ini, akan dianalisis tiga kasus kejahatan dunia maya terjadi di Indonesia.
1. Fraud pada e-commerce
Situs web palsu dengan layanan internet banking untuk menipu pelanggan bank. Penjahat
cybercrime membuat banyak domain dengan nama yang mirip dengan Bank BCA dengan
membuat situs web yang serupa dengan www.klikbca.com seperti www.klik-bca.com,
www.kilkbca.com atau www.clikcbca.com. Situs web palsu akan memandu pengguna jika ia
mengkliknya untuk memasukkan identitas, nama pengguna, kata sandi dan nomor PIN. Ada
banyak identitas nasabah BCA telah dicuri dan demikian pula uang mereka.
Kasus ini adalah model dari Typosquatting. Typosquatting adalah tindakan untuk membeli dan
mengoperasikan banyak nama domain serupa dengan nama domain terkenal dan banyak pengguna
internet dapat mengunjungi domain dari salah ketik situs web / domain sebenarnya yang
diinginkan pengguna untuk mengunjungi. Para penjahat memodifikasi halaman situs web agar
terlihat seperti sama dengan situs web asli. Tanpa sadar, pengguna salah mengetikkan nama situs
web dan mendapatkan apa yang dibutuhkan penjahat seperti nama pengguna, Nomor PIN, Nomor
kartu kredit dan banyak data privasi.
Kejahatan ini dihukum dengan UU ITE 11/2008 dengan pasal 35: Setiap orang sengaja dan tidak
berhak dan menentang hukum dengan memanipulasi, menciptakan, mengubah, kehilangan,
informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik untuk membuat informasi / dokumen
elektronik seolah-olah data otentik.
Kasus-kasus lain yang serupa dengan ini masih terus muncul. Para penjahat telah menggunakan
metode ini untuk menipu pengguna. Mereka menyebarkan informasi palsu menggunakan media
sosial, seperti facebook, twitter dan juga menggunakan interaksi media langsung seperti panggilan
telepon atau mengirim pesan. Peretas akan melakukan eksploitasi kerentanan komputer dengan
pengiriman virus Trojan. Komputer yang diinjeksi akan memberikan banyak data kredensial
peretas. Pada akhir langkah, setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, peretas dapat
melakukan apapun yang dia inginkan. Kasus-kasus kejahatan penipuan biasanya terjadi di desa.
Gambar diatas menunjukkan kebocoran dari Indonesia tentang kejahatan dunia maya. Sejak kasus
BCA Internet Banking di Indonesia 2001, kasus serupa masih terus berkembang di masyarakat.
Pemerintah Indonesia harus peduli dengan situasi ini. Penjahat harus dihukum dengan hukuman
yang tepat. Dalam gambar di atas, pengirim pesan mengirim informasi bahwa penerima menang
hadiah dari bank nasional dan meminta mengakses situs web yang palsu
”www.gebyarhadiahbankbri2014.webs.co.id”. Biasanya, seorang pengguna tanpa pengetahuan
terkejut dan senang dengan informasi. Akhirnya, dia mengklik tautan dan menjadi korban
kejahatan cyber.
2. Telekomunikasi Intersepsi Ilegal
Indonesia dikejutkan oleh berita dari media Australia, berdasarkan dokumen bocor dari snowden,
lembaga mata-mata Australia itu telah menargetkan Presiden Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), wakil presiden dan menteri senior lainnya untuk pemantauan telepon. Berita
itu membuat kejutan yang mengerikan untuk pemerintah Indonesia. Karena, sebagai pemimpin
negara Presiden SBY memiliki percakapan yang sangat pribadi di teleponnya dan mungkin
kementerian memang memiliki privasi tentang negara atau pemerintah juga.
Intersepsi ilegal adalah kasus penting. Kasusnya sulit untuk dilacak dan diselesaikan. Kurangnya
sumber daya manusia sedang terjadi sebuah kendala bagi pemerintah Indonesia. Masalahnya
terganggu keamanan nasional. Setiap orang bertanya tentang keamanan Data privasi Indonesia.
Pada titik ini, pemerintah Indonesia tidak memiliki kebijakan yang baik. Komite Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebagai komite pemerintah juga menggunakan telekomunikasi intersepsi untuk
membantu pekerjaan mereka. Mereka memata-matai anggota pemerintah menggunakan teknologi
informasi dan pemerintah harus memiliki kebijakan yang sempurna untuk mengatur batas-batas
pekerjaan KPK.
Kasus ini bukan satu-satunya, pada Februari 2014, koran lokal melaporkan bahwa presiden baru
Indonesia (dalam hal itu) hari dia adalah seorang gubernur Jakarta), Joko Widodo, sedang mematamatai kediaman kantornya. Jokowi mengaku intersepsi komunikasi itu benar-benar terjadi. Tapi
dia memilih tidak memikirkannya karena mereka merasa tidak membicarakan hal-hal penting di
kediaman kantor. Pemerintah menyatakan masalah ini dalam hukum. dalam UU No. 36 1999
tentang telekomunikasi, menyatakan: Telekomunikasi penyedia harus menjaga kerahasiaan
informasi yang dikirim dan atau diterima, oleh pelanggan layanan telekomunikasi via jaringan
telekomunikasi dan layanan telekomunikasi sedang mengadakan pertemuan. Penyedia layanan
telekomunikasi harus memberi pelanggan keamanan dan privasi mereka. Dan mungkin penyedia
harus memberikan layanan khusus pemerintah untuk tujuan pemerintah.
3. Berita bohong (hoax)
Menurut salah satu artikel berita nasional, kasus kejahatan siber yang menonjol di Indonesia adalah
ujaran kebencian. Secara umum, baik melalui media sosial maupun sarana lain, kasus ujaran
kebencian yang ditangani Polri selama 2017 sebanyak 3.325 kasus. Sementara pada 2016, kasus
ujaran kebencian yang ditangani Polri sebanyak 1.829 kasus. Bukan hanya itu, sebenarnya masih
banyak kasus siber yang terjadi di Indonesia, namun sayangnya masih belum memiliki perhatian
khusus baik dari pemerintah, hingga masyarakat itu sendiri yang notabennya adalah pelaku dan
juga korban kasus tersebut, yaitu Pemberitaan Berita Bohong (Hoax). Kasus Pemberitaan Berita
Bohong (Hoax) adalah kasus yang paling sering terjadi, dan bahkan sering dijumpai disekitar kita,
setiap hari dilakukan oleh anggota keluarga kita, teman-teman kita, oleh orang-orang disekitar kita
B. Tipe-Tipe Cybercrime
Lembaga kriminologi Australia menyatakan ada 9 jenis yang bisa menjadi kategori kejahatan
dunia maya:
1. Pencurian Layanan Telekomunikasi
Beberapa jenis pencurian layanan termasuk penangkapan rincian "kartu panggil" dan panggilan
penjualan yang dibebankan ke akun kartu panggil, dan pemalsuan atau pemrograman terlarang
kartu telepon.
2. Komunikasi dalam Lanjutan Konspirasi Kriminal
Ada bukti peralatan telekomunikasi digunakan untuk memfasilitasi perdagangan narkoba
terorganisir, perjudian, pelacuran, pencucian uang, anak pornografi dan perdagangan senjata (di
yurisdiksi tersebut) di mana kegiatan tersebut ilegal). Penggunaan teknologi enkripsi dapat
menempatkan komunikasi criminal di luar jangkauan penegakan hukum.
3. Pembajakan Telekomunikasi
Teknologi digital memungkinkan reproduksi dan penyebaran cetak, grafik, suara, dan multimedia
yang mudah kombinasi. Godaan untuk memproduksi materi berhak cipta untuk penggunaan
pribadi, dijual di harga yang lebih rendah, atau memang, untuk distribusi gratis.
4. Penyebaran Materi Ofensif
Sistem telekomunikasi juga dapat digunakan untuk melecehkan, mengancam atau mengganggu
komunikasi, dari panggilan telepon tradisional dalam "cyber-stalking"
5. Pencucian Uang Elektronik dan Penghindaran Pajak
Dengan kemunculan beragam teknologi perdagangan elektronik, seseorang dapat dengan mudah
membayangkan bagaimana penanggulangan tradisional terhadap pencucian uang dan penggelapan
pajak mungkin segera terjadi.
6. Vandalisme Elektronik, Terorisme dan Pemerasan
Terorisme dapat mengakses teknologi dengan mudah, itu akan meningkat banyaknya
kemungkinan terjadinya kejahatan.
7. Penipuan Penjualan dan Investasi
Karena perdagangan elektronik menjadi lebih lazim, penerapan teknologi digital untuk penipuan
usaha akan jauh lebih besar. Penggunaan telepon untuk promosi penjualan palsu, menipu
permintaan amal, atau tawaran investasi palsu semakin umum
8. Intersepsi Ilegal Telekomunikasi
Perkembangan telekomunikasi memberikan hal baru peluang untuk penyadapan elektronik.
9. Penipuan Transfer Dana Elektronik
Sistem transfer dana elektronik sudah mulai berkembang, dan juga memiliki risiko transaksi
dicegat dan dialihkan.
Dari klasifikasi di atas, Bosco (2012) menyatakan ada lima serangan kejahatan cyber umum
kebanyakan. Lima serangan telah telah digunakan oleh sebagian besar peretas di Indonesia.
Mereka adalah:
1. Malware / Spam dan Ekonomi Bawah Tanah
2. Pencurian Data
3. Pencurian ID
4. Phising
5. Definisi botnet
Gambar di bawah ini menjelaskan piramida pencurian siber. Peretas mengembangkan perangkat
lunak berbahaya dan menjualnya ke pasar gelap. Pengeksploitasi Malware membeli malware dari
komputer disuntikkan oleh virus / berbahaya dan mencoba mencuri data pengguna privasi. Para
korban dapat dengan mudah kehilangan data privasinya.
C. Hukum Cyber Indonesia
Indonesia mulai merumuskan undang-undang untuk mempertahankan kembali dunia maya
kejahatan pada tahun 2003 oleh Kemenkominfo. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono
menandatangani UU-ITE ini (Informasi dan Hukum Elektronik) pada 18 Maret 2008 dan dinamai
”Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 ”. Dilanjutkan dengan cyberlaw lainnya yaitu UU KPI
(UU Keterbukaan Informasi Publik) 14/2008 dan UUP (Hukum Pornografi) masing-masing
44/2008. Pemerintah berharap hukum dapat mencakup setiap potensi masalah yang dapat muncul
di masa depan dan dapat menambah keamanan dan dapat dipercaya Komunitas tentang lingkungan
elektronik, peraturan konten online, membantu e-commerce Indonesia berkembang dan juga
sebagai jaminan legal untuk setiap transaksi bisnis yang diadakan secara elektronik melalui
internet.
D. Penyebab Hoax
Pada Cybercrime khususnya penyebaran hoax banyak terjadi di Indonesia karena beberapa
penyebab:
1. Karena bebasnya penggunaan media sosial. Kemudahan yang dijanjikan dan disajikan oleh
media internet bukan hanya dimanfaatkan oleh pelaku bisnis komputer dan elektronika,
namun juga mengunggah pelaku bisnis yangbergerak di bidang pemberitaan. Akibat
pertumbuhan dari perkembangan internet yangcukup signifikan dari tahun ke tahun
tersebutmenyebabkan semakin maraknya penyebaran berita bohong atau hoax. Dalam
menyebarkan berita hoax, biasanya pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab itu
melakukan suatu kebohongan dan menyebarkan informasi yang tidak benar secara sadar.
Hal itu sama sekali tidak menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku dalam melakukan
aksinya dikarenakan kurangnya penyaringan berita di media social sehingga berita apapun
yang dibagikan dapat dengan mudah tersebar
Di sisi lain, hal lain yang dapat mendorong mudahnya berita hoax tersebut tersebar secara
cepat adalah dari sisi masyarakat Indonesia sendiri. Masyarakat masih belum memiliki
pemahaman dan pengetahuan hukum yang memadai tentang dampak dan ancaman dari
penyebaran berita bohong atau hoax. Selain itu, mudahnya penyebaran berita hoax tersebut
yang dilakukan oleh masyarakat ke berbagai media social dapat menyebabkan penyebaran
berita tersebut menjadi massif, sehingga akan susah untuk dilakukan klarifikasi. Didapat
pada Tabel 1, terlihat pada poin 3 bahwasanya tingkat kepercayaan akan privasi data dan
perlindungannya oleh masyarakat mencapai 79%, dimana hal itu menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat Indonesia merasa bahwa data-data mereka sudah cukup aman.
Dari sini dapat diketahui bahwa untuk mencegah terjadinya penyebaran berita hoax pada
poin satu ini adalah dengan memberikan edukasi mengenai UU ITE dan sosialisasi
mengenai bahaya penyebaran berita tanpa dikethaui sumbernya dengan jelas kepada
masyarakat
2. Karena merupakan kejahatan yang terlihat sehinggamudah diadukan. Kasus kejahatan
penyebaran berita bohong yang dilakukan melalui media social inimerupakan suatu
kejahatan yang dapat dengan mudahdiketahui dan dilacak kebenarannya. Setiap kali
terdapat berita yang terindikasi tidak benar, maka si penerima berita dapat dengan langsung
melaporkan kepada pihak berwajib. Dengan mudahnya deteksi kebenaran danpelaporan ini
menyebabkan kasus penyebaran beritahoax dapat terhitung dengan baik jumlahnya oleh
pihak kepolisian.
3. Karena kurangnya pemahaman mengenai UU ITE oleh kepolisian Indonesia. Mudahnya
pelaporan olehmasyarakat terhadap suatu kasus tidak sebanding denganmudahnya
penanganan dan penindakan oleh pihakkepolisian. Sumber daya manusia di instansi
kepolisiansaat ini masih banyak yang terbatas dalam hal penguasaan ITE (UU No. 19
Tahun 2016 Tentang ITE Pasal 28). Semua hukum dan undang-undang yangtelah dibuat
oleh pihak negara, apabila kurang dipahami oleh pihak yang bertanggungjawab, maka
pembuatanundang-undang tersebut akan percuma. Hal ini sangatdisayangkan, dimana
kunci dari keberhasilan dalampenegakan hukum, yaitu penegak hukum itu sendiri,ternyata
kurang begitu memahami bagaimana carapenangangan kasus penyebaran berita hoax,
sehinggamenyebabkan kasus semacam ini banyak yang dibiarkansaja dan pelaku bebas
melakukan tindakannya lagi.Namun, untuk mengantisipasi terjadinya pemberitaan hoax
tersebut, kini pihak kepolisian telah menyiapkan beberapa tindakan, yaitu penyimpanan
regulasi, melakukan klarifikasi, memberikan serangan balik dan melakukan investigasi.
4. Karena dalam UU dinyatakan bahwa kasus penyebaran berita hoax hanya dapat
diperdanakan apabila terdapat pihak yag dirugikan, sehingga membuat para pelaku
penyebar hoax yang tidak begitu memberi dampak negative yang signifikan tidak dapat
ditindak lanjuti dan menyebabkan ia menjadi mampu melakukan tindakan kejahatannya
lagi.
5. Karena kepolisian Indonesia lebih berfokus padapenyelesaian kasus lain (pencemaran
nama baik) daripada kasus penyebaran hoax untuk segera ditangani.
Seperti yang dilansir oleh laman berita bbc.com, kasus pencemaran nama baik dan ujaran
kebencian menjadi bentuk kasus kejahatan siber terbanyak yang ditangani oleh kepolisian. Hampir
45% dari total kejahatan siber yang terjadi di Indonesia merupakan kejahatan pencemaran nama
baik dan ditangani dengan segera oleh pihak kepolisian. Hal ini menyebabkan kasus-kasus
kejahatan siber lain yang lebih merugikan, atau kasus penyebaran berita hoax ini. Maka dengan
terjadinya alasan seperti ini, hal ini dapat menyebabkan kasus penyebaran berita hoax tidak segera
ditangani oleh pihak kepolisian, sehingga menyebabkan para pelakunya bebas mengulangi
kejahatannya kembali.
E. Usulan Perbaikan
Penanganan di Indonesia
Adapun upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu salah satunya dengan membentuk Badan
Siber dan Sandi Negara (BSSN). BSSN yang dibentuk dengan mempertimbangkan bidang
keamanan siber merupakan salah satu bidang pemerintahan yang perlu didorong dan diperkuat
sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan mewujudkan keamanan
nasional. Pembentukan BSSN merupakan upaya untuk menata Lembaga Sandi Negara menjadi
Badan Siber dan Sandi Negara guna menjamin terselenggaranya kebijakan dan program
pemerintah di bidang keamanan siber.
Selain itu, dalam hal ini Polri sebagai aparat penegak hukum Indonesia telah menyiapkan unit
khusus untuk menangani kejahatan cyber ini yaitu UNIT V IT/CYBERCRIME Direktorat II
Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Polri dalam hal ini khususnya unit cybercrime menggunakan
parameter berdasarkan dokumen kongres PBB tentang The Prevention of Crime and The
Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, yang
merumuskan cybercrime sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai
jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh
keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
Adanya penegak, kurang sesuai jika tanpa hukum yang diberlakukan. Oleh karena itu, Indonesia
pun membentuk hukum untuk mengatur Cybercrime, dalam hal ini ada 2 hukum utama yang
digunakan yaitu – Hukum Telekomunikasi UU No. 36/1999 dan HukumInformation Transaction
Electronics (ITE) UU No. 11/2008. Menerut pengamatan mendalam yang dilakukan oleh Leo dan
Dinita terhadap sejarah kasus cybercrime di Indonesia, menunjukkan bahwa landasan hukum
untuk cybersecurity masih lemah. Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia tertinggal dalam
hal kebijakan dan peraturan keamanan TIK. Misalnya di Malaysia, sudah memiliki UU Kejahatan
Komputer, Digital Signature Act, Telemedicine Act (tiga dari mereka telah diberlakukan sejak
1997), Multimedia Act (1998), Payment System Act (2003) dan Personal Data Act (2010).
Singapura juga memiliki satu set peraturan serupa. Kedua undang-undang yang ada memiliki
keterbatasan mereka sendiri. UU Telekomunikasi, hanya mengenai lingkup telekomunikasi,
namun tidak disebutkan infrastruktur telekomunikasi misalnya dalam konteks internet. Sehingga
membuatnya sulit untuk menempatkan ke dalam konteks kasus-kasus tertentu. Selain itu,
sementara undang-undang khusus pada cybercrime telah diberlakukan melalui Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
namun ruang lingkupnya juga terbatas, karena masih memerlukan undang-undang lain untuk
melengkapi. Karena keterbatasan ini, kasus kriminal yang terkait dengan kejahatan cyber sedang
terjadi dihukum dengan KUHAP Hukum Acara Pidana (UU KUHAP), Perlindungan Konsumen
UU No. 8/1999, UU Hak Cipta No. 19/2002 atau UU Anti-Pornografi No.44/2008. Namun
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11/2008 terbentuk landasan
pemerintahan cybersecurity terkait (serta perdebatan) negara.
Meskipun lemah dalam hal legislatif, Indonesia cukup kuat dalam hal teknis dan langkah
prosedural. Kerja sama internasional juga tidak dianggap sebagai masalah karena Indonesia
meningkatkan kerjasama internasionalnya dengan berbagai organisasi, pakar keamanan dan forum
untuk meningkatkan pemahamannya terhadap ancaman global. Sebagai perwujudan dari prinsip
ini dalam cybersecurity, Indonesia telah menjadi anggota penuh APCERT dan FIRST dan pendiri
OIC-CERT. Adapun langkah-langkah teknis, Indonesia telah secara resmi mengakui kepatuhan
persyaratan melalui SNI / ISO / EIC 27001: 2013 tentang Sistem Manajemen Keamanan
Informasi. Untuk meningkatkan kesadaran keamanan dan melacak kemajuan, Indonesia memiliki
kerangka tersendiri untuk menilai keamanan informasi domestic di seluruh instansi pemerintah.
Indeks KAMI (Keamanan Informasi Nasional Indeks) mengevaluasi lima bidang keamanan
informasi: tata kelola, manajemen risiko, kerangka kerja, manajemen aset, dan teknologi. Namun,
masih ada banyak pekerjaan yang diperlukan. Tidak adanya roadmap tata kelola nasional yang
diakui secara resmi untuk keamanan siber adalah salah satu prioritas yang mendesak (ITU 2015).
Sehubungan dengan penerapan standar internasional, ITU (2015) mencatat bahwa Indonesia
belum secara resmi menyetujui keamanan siber nasional dan kerangka kerja. Ini juga berlaku untuk
sertifikasi. Saat ini, Indonesia tidak memiliki keamanan siber nasional dan kerangka kerja yang
disetujui secara resmi untuk sertifikasi dan akreditasi lembaga nasional dan professional sector
umum. Asosiasi Penyedia Internet Indonesia (APJII) mengkonfirmasi temuan ini dengan
menambahkan bahwa saat ini standar yang ada sebagian besar diadopsi dari entitas regional atau
internasional.
Penanganan Fraud E-Commerce
Untuk mengatasi fraud pada e-commerce, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Geolokasi berdasarkan alamat IP
Geolokasi berdasarkan alamat IP dapat mengidentifikasi pengguna lokasi yang tepat atau hitung
jarak antara alamat penagihan pembeli online dan lokasi sebenarnya orang yang memesan.
Akibatnya, memungkinkan pedagang untuk menerapkan langkah-langkah otentikasi tambahan
atau identifikasi untuk transaksi tersebut yang menunjukkan perbedaan jarak yang sangat jauh.
Hasil dari teknologi geolokasi memberikan data yang membantu pedagang menentukan transaksi
mana yang akan ditinjau dan yang memungkinkan. Ini menciptakan keseimbangan yang
menguntungkan antara risiko kerugian penipuan dan risiko pemblokiran pelanggan yang sah.
Menggunakan layanan seperti FraudLabs dapat menekan biaya otentikasi karena dapat
menargetkan otentikasi paling mungkin lokasi geografis untuk penipuan.
2. Perbandingan negara alamat IP dengan penagihan alamat negara.
Alamat IP adalah pengenal jaringan unik yang dikeluarkan oleh Penyedia Layanan Internet ke
komputer pengguna setiap kali mereka masuk ke Internet. Pastikan negara alamat IP dan alamat
penagihan negara itu sama. Dengan menggunakan web deteksi penipuan layanan seperti
FraudLabs, pengguna dapat mendeteksi alamat IP negara untuk pelanggan yang menempatkan
pesanan. Jika alamat penagihan dan pengiriman pelanggan di AS, tetapi orang yang melakukan
pemesanan dicatat dari IP di Rusia, ini akan membutuhkan lebih dekat pengawasan, dan akan
sering memicu tindakan pencegahan anti-penipuan.
3. Periksa apakah nomor telepon itu valid dan berada dalam kode pos yang benar.
Seringkali, pedagang akan menemukan pesanan dengan kodepos yang tidak valid atau
ketidaksesuaian antara kode pos dan area kode akan menghasilkan tingkat penipuan yang
signifikan lebih tinggi dari biasanya. Mereka mungkin ingin menerapkan lebih banyak standar
pencegahan penipuan yang ketat dengan memverifikasi validitas kode pos dan kode area.
4. Hubungi bank penerbit kartu kredit untuk memverifikasi validitas kartu kredit
Jika pedagang online memiliki kecurigaan tentang memesan dan perlu mengkonfirmasi rincian
pesanan, mereka dapat menghubungi bank penerbit dan meminta untuk mengkonfirmasi detail
akun umum. Ini untuk memastikan bahwa kartu tidak dicuri. Nomor telepon bank yang
mengeluarkan didasarkan pada 6 digit pertama nomor kartu kredit dikenal sebagai Nomor
Identifikasi Bank (BIN).
5. Minta lebih banyak identifikasi jika ragu
Sementara konsumen menghargai privasi dan kebutuhan fasilitas pemesanan situs web cepat,
penting untuk mengumpulkan rincian identitas pelanggan yang cukup selama proses pemesanan.
Nama pelanggan, kartu kredit jumlah dan tanggal kedaluwarsa tidak cukup. Pedagang harus
menghubungi mereka untuk verifikasi melalui telepon atau meminta ID foto untuk difaks jika ada
keraguan
Setiap pelanggan harus mengetahui kejahatan penipuan e-commerce, meskipun itu adalah sesuatu
yang tidak pernah bisa sepenuhnya dihapus, melainkan sesuatu yang harus dikelola. Salah satu
yang paling faktor penting dalam mengendalikan penipuan adalah memahami pelanggan dan
menerapkan langkah-langkah keamanan yang dapat diadaptasi tingkat risiko dalam setiap
transaksi. Menerapkan deteksi penipuan layanan web dalam manajemen pesanan dapat sangat
mengurangi masalah.
Penanganan pada Hoax
Kesadaran Masyarakat Terhadap Keamanan TI
Meningkatnya Cybercrime di Indonesia telah menjadikan pemerintah dan aparat hukum
melakukan beberapa antisipasi untuk menekan jumlah kejahatan diinternet melalui perubahan
Undang-Undang sesuai perkembangan teknologi. Pemberian materi Etika Komputer di Perguruan
Tinggi dan Pemahaman tentang kesadaran keamanan berinternet kepada para penggunanya.
Namun semua kembali kepada masing-masing pengguna Teknologi Informasi ini untuk sadar
tentang pentingnya mengamankan data-data dan aktifitasnya. Namun sayangnya tingkat
kepedulian pengguna dalam menjaga keamanan TI masih belum tinggi. Seperti yang telah di
publikasikan pada situs Hootsuite.com diperoleh prosentasi akan sikap masyarakat Indonesia
dalam merasakan peran teknologi dan perspektif mereka tentang privasinya
BAB III
KESIMPULAN
Cybercrime sejatinya adalah suatu kejahatan yang menggunakan alat komputer dan teknologi
sebagai media kejahatannya, dimana terdapat tiga pihak yang terlibat langsung dalam terjadinya
kasus tersebut, yaitu pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum, pihak masyarakat umum
sebagai korban, dan pihak pelaku. Demi untuk mencegah atau menangani terjadinya kasus
cybercrime, diperlukan keterlibatan pihak kepolisian dan masyarakat. Kedua pihak ini diperlukan
untuk sama-sama menjadi lebih pintar dan paham mengenai undang-undang atau bahaya dari suatu
kejahatan tersebut daripada si pelaku agar kasus cybercrime tidak dapat dilakukan dengan lancar
oleh pelaku kejahatan. Indonesia sebagai sebuah negara besar seharusnya tidak memiliki masalah
ini. Kejahatan dunia maya dapat mengganggu stabilitas negara. Situasinya harus dicegah dan salah
satu dari banyak cara pemerintah Indonesia harus membuat peraturan untuk mengatasi hal ini.
REFERENSI
Chintia, E., Nadiah, R., Ramadhani, H. N., Haedar, Z. F., Febriansyah, A., & Kom, N. A. R. S.
(2019). Kasus Kejahatan Siber yang Paling Banyak Terjadi di Indonesia dan
Penanganannya. JIEET (Journal of Information Engineering and Educational Technology), 2(2),
65-69.
Saputra, R. W. (2016, July). A survey of cyber crime in Indonesia. In 2016 International
Conference on ICT For Smart Society (ICISS) (pp. 1-5). IEEE.
Pernyataan Ujian
Tulis pernyataan dan berikan nama anda
“Saya menegaskan bahwa tidak akan memberikan atau menerima bantuan yang tidak sepatutnya
pada ujian ini dan semua jawaban adalah jawaban saya sendiri.”
Tertanda,
Dwi Aryanti
25 Juli 2020
Download