Uploaded by User59691

KONSTRUKSI BAJA 1 PERHITUNGAN SAMBUNGAN

advertisement
MATERI KULIAH BAJA 1 ( SP5124) – 3 SKS
Jurusan Teknik Sipil – ITN Malang
Dosen Pembina : Ir.Sudirman Indra,M.Sc
Methode Analisa, dengan Methode ASD dan LRFD
Refrensi : 1. Struktur Baja Perilaku,Analisa &Design AISC 2010 edisi ke 2
2. Struktur Baja dengan penekanan pada metode LRFD jilid 1 dan 2
G.Salmon
3. Perencanaan Struktur baja dengan metode LRFD . Agus Setiawan
4. SNI 1729 – 2015 Tata cara perenc Bja untuk Gedung, dan Tabel
baja, dan refrensi baja yang lain2.
BAB II
STRUKTUR RANGKA
2.1.
PENGERTIAN STRUKTUR RANGKA
Yang
konstruksi
batang.
tahan
dimaksud
pendukung
Dan
bentuk
bentuk,
dan
dengan
yang
segitiga
rangka
terdiri
ini
titik-titik
yaitu
suatu
dari
segitiga
dipilih
berhubung
dimana
batang
itu
bertemu dipandang sebagai engsel. Suatu rangka dapat
statis
tidak
tertentu,
hal
ini
tergantung
banyaknya batang dan juga titik simpul.
pada
Konstruksi menjadi statis tertentu bila: S = 2
n – 3 dimana S = banyak batang dan n = banyak titik
simpul.
Untuk
batang
dapat
Konstruksi
dihitung
statis
dengan
atau dengan diagram Cremona.
tertentu
cara
gaya-gaya
Ritter,
Culman,
2.2.
BENTUK RANGKA BAJA
Dalam penentuan bentuk rangka suatu konstruksi
pada dasarnya adalah tergantung pada tujuannya dan
fungsinya,
seperti
dimana
kalau
datar,
maka
(gambar
kita
dapat
2.1).
pada
gambar-gambar
memerlukan
dibuat
Jika
pinggir
gelagar
rangka
itu
dibawah
ini
atas
yang
sejajar
seperti
diperlukan
untuk
kuda-kuda maka pinggir atas mengikuti bidang atap,
sedang pinggir bawah bisa dibuat datar.
Tinggi rangka untuk gelagar-gelagar sejajar atau
yang hampir sejajar dibuat 1/8 - 1/12 kali batang
(L).
Beberapa bentuk type rangka baja antara lain :
H
L
Gambar 2.1
Bentuk Atap Datar
Gambar 2.2
Kuda-kuda Inggris dengan diagonal tekan
Gambar 2.3
Kuda-kuda Polonceau rangkap
Gambar 2.4
Kuda-kuda berpetak ( tepi terputus ) Kuda-kuda level
2.3.
KONSTRUKSI ATAP
Pada kuda – kuda baja maka konstruksi penutup
atap bisa terdiri dari :
1. Genteng dengan sudut kemiringan ( ά minimum = 30° )
2. Penutup dari sirap ( ά minimum = 10° )
3. Penutup dari seng bergelombang ( ά minimum = 10° )
4. Penutup dari eternit bergelombang
PERLETAKAN GORDING
Eternit
gelombang
daripada
seng
sifat
menyekatnya
gelombang
dan
lebih
tidak
baik
membutuhkan
pemeliharaan, dan kejelekannya adalah, bahwa platplat
ini
pemasangan
tidak
dan
tahan
tumbukan
pengangkutannya
maka
harus
dari
hati
itu
hati,
untuk pemasangannya hampir sama dengan seng.
2.4.
BATANG TARIK
Batang
tarik
mungkin
merupakan
elemen
yang
paling sederhana perencanaannya dibandingkan dengan
elemen
lainnya.
Sebab
pada
umumnya
akibat
beban
yang bekerja sentris, tegangan merata pada seluruh
penampang, dan instabilitas bukanlah problem dominan
yang harus dipertimbangkan.
Pembuatan
lubang
untuk
penyambungan
pada
batang
tarik mengakibatkan berkurangnya luas penampang batang.
Hal ini harus diperhitungkan pada perencanaan. Sehingga
persyaratan keamanan struktur yang diberikan dalam LRFD
(RSNI-T-03-2005 ) adalah :
t.Tn  Tu .....................(2.1)
Dimana :
t
=
factor
resistensi
yang
berkaitan
tarik
Tn
= kekuatan nominal batang tarik
Tu
= beban terfaktor pada batang tarik
dengan
kekuatan
Kekuatan desain t . Tn menurut LRFD lebih kecil dibanding
dengan yang didasarkan pada pelelehan pada penampang bruto :
t . Tn = t . Fy . Ag = 0,90 . Fy . Ag
(0,9 = Faktor
reduksi kuat tarik leleh)
Atau pada retakan pada penampang bersih/berlubang :
t . Tn = t . Fu . Ae = 0,75 . Fu . Ae
(0,75 = Faktor
reduksi kuat tarik fraktur)
Dimana :
Ag = Luas Penampang kotor
Ae = Luas penampang bersih
Fy = Tegangan leleh baja
Fu = Tegangan tarik putus
2.5.
BATANG TEKAN
Batang
tekan
adalah
batang
yang
menderita
atau
mendukung suatu gaya tekan baik secara sentris maupun secara
eksentris
sehingga
batang
tersebut
hanya
menderita
gaya
aksial atau kombinasi antara gaya aksial dengan momen. Dalam
perencanaan
suatu
adalah
peristiwa
kearah
sumbu
batang
tekuk.
yang
tekan
yang
perlu
Batang
tekan
yang
akan
jari
inersia
mempunyai
jari
–
diperhatikan
menekuk
yang
terkecil. Dan gambar di bawah ini digambarkan macam – macam
kedudukan
tekuknya.
batang
tekan
yang
berhubungan
dengan
panjang
Gambar 2.5
Kondisi kedudukan batang tekan
c . Pn  Pu
Dimana :
c
= 0,85; factor resistensi untuk batang tekan
Pn
= kekuatan nominal batang tekan
Pu
= beban layan terfaktor
Kekuatan nominal Pn dari batang tekan adalah :
Pn = Ag . Fcr
Dimana :
Ag
= luas penampang bruto batang tekan
Fcr
= tegangan kritis
Nilai
Fcr
tergantung
pada
halaman 15) sebagai berikut :
parameter
λc
(RSNI-T-03-2005
1. Untuk λc ≤ 1,5
Fcr =
2
λ
(0,658 𝑐)
Fy
2. Untuk λc > 1,5
𝐹𝑐𝑟 =
0,887
2
λ
𝑐
Fy
Untuk memberikan keamanan batang dari bahaya tekuk maka LRFD
memberikan
spesifikasi
tersendiri
kerampingan. (RSNI-T-03-2005 halaman 15)
𝐾. 𝐿
λc =
𝑟
𝐾.𝐿
𝑟
= rasio kerampingan efektif
K
= factor panjang efektif
L
= Panjang batang
𝐹𝑦
𝜋2. 𝐸
untuk
parameter
r
= radius girasi
𝐼
𝐴𝑔
ry = radius girasi
𝐼𝑦′
𝐴𝑔
rx = radius girasi
𝐼𝑥′
𝐴𝑔
I
= momen inersia
E
= modulus elastisitas baja
2.6.
BALOK LENTUR
Istilah balok lentur umumnya merujuk struktur yang
ditempatkan
secara
horizontal,
dan
dibebani
pada
arah
vertical, tegak lurusnya. Jika pembebanan relative kecil,
mekanisme
lentur
tidak
mengubah
konfigurasi
bentuk
balok
secara permanen. Jadi ketika bebannya hilang, balok akan
kembali pada kondisinya yang semula. Jika itu terjadi maka
perilaku yang dimaksud disebut elastis.
Persyaratan kekuatan untuk balok pada desain faktor
beban dan resistensi menurut LRFD dapat dinyatakan sebagai :
b . Mn  Mu
Dimana :
b
= 0,90; faktor resistensi untuk batang lentur
Mn
= kekuatan nominal batang lentur
Mn
= kekuatan momen nominal batang lentur
Mu
= momen beban layan terfaktor
Klasifikasi Bentuk
AISC mengklasifikasikan bentuk penampang sebagai kompak,
non-kompak, dan langsing tergantung rasio harga lebar-tebal.
• Jika λ ≤ λp, penampang adalah kompak
• Jika λp < λ ≤ λr , penampang adalah nonkompak
; dan Jika λ > λr , penampang adalah langsing
 PENAMPANG KOMPAK
Kekuatan
nominal
Mn
untuk
“penampang
kompak”
yang
secara lateral stabil menurut LRFD dapat dinyatakan sebagai:
Mn = Mp
Dimana :
Mp
= kekuatan momen plastic = Z.Fy
Z
= modulus plastic (profil)
Fy = tegangan leleh yang ditentukan
 PENAMPANG NON-KOMPAK
Kekuatan
nominal
Mn
untuk
“penampang
kompak”
yang
secara lateral stabil menurut LRFD dapat dinyatakan sebagai:
Mn = Mr = ( Fy – Fr )S
Dimana :
Fr
= tegangan sisa
Fy
= tegangan leleh yang ditentukan
S
= modulus penampang
Gambar 2.6
Modulus Penampang Perbagai Tipe Profil Simetri
BAB III
PERENCANAAN KONSTRUKSI KUDA-KUDA
Dalam
bab
ini
perencanaan,
penulis
guna
mencoba
memberi
mengambil
penjelasan
dalam
konstruksi kap baja.
1. DATA PERENCANAAN
 Kuda – kuda type inggris
• Lebar bentang ( L )
• Panjang bangunan
= 10 meter
= 25 meter
• Jarak kuda – kuda
= 5 meter
• Kemiringan atap ( ά )
= 20º
• Tekanan angin rencana (σt) = 1400 kg/cm²
suatu
contoh
perencanaan
α
λ
L
Kuda-kuda
Gording
l1
l1
l1
l1
Gambar 2.6
Bentuk Kuda-kuda dan denah tampak atas
2. DIMENSI GORDING
Perhitungan Jarak gording
α
A
C
ά
= 20°
AB = 1,66 m . cos ά = AB/A’
B
λ = 1,66
A’
,
=
,
= 1,76
Pembebanan Gording
 Berat gording ditaksir
= 10 kg/m
Maka berat gording ditaksir ( G1 )
= 10 . 5 = 50 kg

= 10 kg/m²
Berat atap seng ( BWG 24 )
Maka berat atap ( G2 )
= 10 . 1,76 . 5 = 88 kg
Jadi beban mati ( G )
= G1 + G2 = 50 + 88 = 138 kg
Perhitungan Tekanan Angin
 Koefisien Angin Tekan ( C )
= 0,02 . ά – 0,4
 Koefisien Angin Hisap ( C )
= -0,4
Sehingga tiap titik simpul menerima beban angin tekan
Perhitungan Momen Pada Gording
Dari gambar bidang momen diambil akibat momen yang terbesar (Mmax), dimana :
(Mmax) = M2 = M8 = 0,105 q · l²
Dimana q = Q/1
Qu = q · l
Mx
= 0,105 · Qu· . l = 0,105 · 223,639 · . 5 = 117,41 kgm
My
= 0,105 · 81,398 · 5 = 42,73 kgm
Momen tahanan W = M/σ
𝝈 𝒎𝒂𝒙 =
σ = M/W
𝑴𝒙 𝑴𝒚
±
< 𝝈𝒕 𝒓𝒖𝒎𝒖𝒔 𝒉𝒖𝒌𝒖𝒎 𝑯𝒐𝒌𝒆
𝑾𝒙 𝑾𝒚
dimana : Wy = 1/8 · Wx
Wx perlu =
Dipakai baja [10]
Wx + 41,2 cm³ > Wx perlu
Wy = 8,49 cm³ , Ix = 206 cm4 , Iy = 29,3 cm4 , G = 10,6 kg/m
Kontrol lendutan : f ' = 1/400 · L
Ftengah =
Potma halaman 106
dimana : k1 = 3,07 ; k2 = 0,72 ; k3 = 1,5
(Q) dalam ton dan (l) dalam meter
fx =
= 0,415
fy =
= 1,06
fm =
= 1,137
fm/1 < 1/400
1,383/500 < 1/400 L (memenuhi)
Apabila dalam hal pengontrolan lendutan ternyata difleksi
yang
timbul
tersebut
lebih
perlu
besar
diatasi
dari
dengan
yang
diijinkan
memasang
maka
trekstang
hal
atau
batang penguat dengan diameter ¼″. Guna memperkecil yang
ada, dan selanjutnya diadakan suatu pengontrolan sehingga
lendutan
diijinkan.
yang
timbul
menjadi
lebih
kecil
dari
yang
3. FORMULASI DIMENSI BATANG TARIK
Contoh :
Misal dari hasil analisa program STAAD PRO V8i didapat
gaya aksial terfaktor Tu = ………………kg
- Rencanakan dimensi batang tarik !
- Kontrol kekuatan desain !
Penyelesaian :
- Direncanakan dimensi batang tarik dengan profil L 45.45.5
Factor beban untuk baja = 1,1
A
= 4,30 cm2
H
= 45 mm
Ix = 7,83 cm4
tw = 5 mm
Iy = 7,83 cm4
e
= 1,28 cm
B = 45 mm
Syarat kekakuan nominal batang tarik berdasarkan LRFD, φc .
Tn ≥ Tu
Dimana :
c = faktor resistensi yang berkaitan dengan kekuatan tarik
Tn = kekuatan nominal batang tarik
Tu = beban layan terfaktor
Dari
hasil
analisa
STAAD
terfaktor Tu = 312049.39 kg
PRO
v8i
didapat
gaya
aksial
Adapun perhitungan dimensi batang tarik sebagai berikut :
Luas nominal pelat :
An = Ag – ( lebar lubang baut x tebal web )
= 4,30 – ( 1,4 x 0.5 )
= 3,6 cm2
 Proses Aduk
(Proses ini ditemukan pada th 1784)
Dimana besi yang dihasilkan dinamakan besi cor,
dan ini merupakan proses yang lama dan dari hasil
proses ini bisa dinamakan besi tempa.
1.3 . SIFAT-SIFAT BAHAN BAJA
Dari beberapa proses pembuatan baja maka dapat
diketahui
secara
umum
mana
sifat-sifatdari
umum
dari
baja
sifat-sifat
baja,
tergantung
yang
dari
dari
mana
baja,
yang
sifat-sifat
beberapa
faktor
antara lain, (1). Tergantung dari cara melebur, (2).
Tergantung dari macam dan banyaknya campuran logamlogam
(3). Tergantung dari cara mengerjakannya.
Dari
sifat-sifat
struktur
dapat
harus
memberikan
umum
tersebut
memiliki
diatas
sifat-sifat
jaminan
kekuatan
maka
baja
utama,
guna
untuk
melayani
beban dan aksi lain yang timbul pada suatu struktur.
Karena
pada
dasarnya
baja
tekan,
maka
sifat-sifat
kuat
utama
menahan
dari
tarik
baja
dan
struktur
harus tidak boleh menyimpang dari kelakuan dasarnya
yang mana, sifat-sifat dari baja yaitu :
1.
Keteguhan
(Solidity)
tegangan-tegangan
mulai
berlangsung,
dalam
ini
yaitu,
dimana
berarti
batas
dari
perpatahan
daya
lawan
baja terhadap tarikan,tekanan, dan lentur.
2.
Elastisitas
(Elastisity)
adalah
kesanggupan
untuk dalam batas-batas pembebanan tertentu,
dan apabila sesudahnya pembebanan ditiadakan,
kembali pada bentuk semula.
3.
Kekenyalan Atau Keliatan (Tenacity) merupakan
kemampuan baja untuk menyerap energi mekanis
atau
kesanggupan
untuk
menerima
perubahan-
perubahan bentuk yang besar tanpa menderita
kerugian
yang
berupa
terlihat
pendek
sebelum
cacat-cacat
dari
luar,
patah,
atau
dan
masih
kerusakan
dalam
bisa
jangka
merubah
bentuknya dengan banyak.
4.
Kemungkinan
di
Tempa
(Malleabilty),
dalam
keadaan merah pijar baja menjadi lembek dan -
plastis
tanpa
merugikan
sifat-sifat
keteguhannya sehingga dapat dirubah bentuknya
dengan baik.
5.
Kemungkinan di Las (Weldability), sifat dalam
keadaan
panas
dapat
digabungkan
satu
sama
lain dengan memakai atau tidak memaikai bahan
tambahan,
tanpa
merugikan
sifat-sifat
keteguhannya.
6.
Kekerasan (Hardnees), adalah kekuatan melawan
terhadap masuknya benda lain kedalamnya.
Dari
sifat-sifat
kepentingan
utama
perencanaan
yang
dimiliki
struktur
dittapkan
baja, yaitu modulus elastisitas baja E =
Poison ratio
baja,
untuk
konstanta
2,1 . 106 Kg/Cm 2
v = 0,30
E
Modulus elastisitas geser G = 2 ( 1  v )
-6
o
Koefisien pemuaian linier αt = 12 x 10 per C
Dan untuk mengetahui lebih lanjut tentang sifat-sifat
dari
baja
maka
percobaan
tarik,
dilakukan
dapat
ulur.
kita
dan
harus
dari
digambarkan
mengadakan
percobaan-
percobaan-percobaan
yang
dinamakan
yang
diagram
DIAGRAM TEGANGAN ULUR
Gambar No. 3 Diagram Tegangan Ulur
Kondisi baut putus
Pada percobaan dimana pembebanan ditingkatkan dari nol
terus
menerus
sampai
batang
percobaan
putus.
Dimana
pada sumbu vertikal ditempatkan besarnya tegangan yaitu
1 =
P/F dan
2
= P/F2 dan seterusnya, sedangkan pada
sumbu horisontal merupakan besarnya penguluran spesifik
yang terjadi dimana penguluran
Pengertian
lebih
lanjut
1  1 / E  L1/L
tentang
gambar
N0.3
adalah
sebagai berikut :
 Pada garis 0 – P merupakan garis lurus
titik
P
=
batas
sebanding itu adalah
garis
lurus
maka
tetap
konstan,
2.100.000 Kg/Cm2.
proposional
 dan 
nilai
misal
-----  E =
modulus
untuk
(sebanding)
baja
σ/ε
.
yang
Karena
Elastisitas
Fe.37
maka
(E)
=
E
=
Dimana
P
disebut
juga
tegangan
atau
keteguhan
proposional.
 Titik P – E, mulainya penguluran dimana sifat dari
baja ini jika mendapat beban tambahan akan mengulur,
dan
bila
regangan
Belanda),
beban
dilepas
sebesar
sampai
akan
mendapat
ε  1/10.000
1/100.000
(
perpanjangan
(menurut
peraturan
menurut
peraturan
Internasional ).
 Titik
E
–
mengakibatkan
Va,
yaitu
terjadinya
titik
lumer
penguluran
atas
yang
yang
lebih
cepat. Titik Va – Vb, yaitu akan lebih cepat lagi
mengulur, sehingga pada titik lumer tanpa pembebanan
baja akan mengulur dan bila diberi beban tambahan
maka batang percobaan tersebut akan putus.
Oleh
karena
akibat
suatu
pertambahan
panjang
(∆L) maka luas penampang (F) akan lebih kecil dan akan
berubah.
Dari
diagram
gambar
tersebut
diatas
dapat
ditarik suatu kesimpulan dimana ; Daerah I = daerah
elastis (E), dan Daerah II = daerah plastis (PL), yaitu
merupakan
ukuran
untuk
daya
kerja
dari
batang,
sedangkan Daerah III = daerah penguatan dengan batasbatas bcCVb.
Sehingga dari gabungan Daerah II dan III,
luas bidang
σB . R
memberikan
yaitu yang disebut angka Kwalitas
Tetmayer. Dimana R = penguluran putus,   L/L . 100%
(untuk Fe.37 VOSB -----  R ≥ 27%.
Sedangkan maksud dari Angka Kwalitas Tetmayer, yaitu
menentukan
apakah
bahan
bangunan
atau
baja
cukup ulet sebagai bahan konstruksi. Dan jika
tersebut
B
itu
besar maka bahan tersebut bersifat ulet.
Dari tinjauan sifat-sifat umum maupun sifat yang utama
dari baja, maka ada beberapa keuntungan maupun kerugian
dari baja sebagai bahan konstruksi antara lain sebagai
berikut :
 Keuntungan Bahan Baja Sebagai bahan Konstruksi :
(1). Beratnya (berat sendiri) kecil, (2). Mudah diubah,
mudah diperkuat, mudah dirombak atau dipindahkan. (3).
Pada
perombakan
baja
masih
bisa
dipergunakan.
Karena pekerjaan penting dilakukan dalam bengkel,
(4).
Pada tempat pembangunan diperlukan waktu yang pendek
dengan sedikit pekerja yang terampil.
 Sedangkan Kerugiannya Adalah :
(1).
Tidak
konstruksi
seperti
tahan
yang
misalnya
terhadap
menyokong
konstruksi
karat,
menjadi
menara
lebih-lebih
terjadinya
air
yang
pada
karat,
terkena
pengaruh udara lua, uap air, air embun, uap-uap asam
dan lain sebagainya. (2). Tidak tahan terhadap bahaya
kebakaran,
dibakar,
walaupun
tetapi
baja
sifat-sifat
itu
sendiri
keteguhannya
tidak
dapat
akan
hilang
pada suhu yang tinggi. Dan daya muatnya pada 500oC akan
turun kira-kira seperdua.
1.4.
TEGANGAN LELEH DAN TEGANGAN DASAR
Tegangan leleh dan tegangan-tegangan dasar dari
bermacam-macam
baja
bangunan
dapat
dilihatpada
tabel
No.1 yang tergantung dari jenis atau mutu baja yang
dipakai. Yang dimaksud dengan leleh
σ1
ialah tegangan
yang menyebabkan regangan tetap sebesar 0.2 %.
Macam Baja
sebutan
LAMA
BARU
St.33
Fe.310
St.37
Fe.360
St.44
Fe.430
St.52
Fe.510
Tegangan Leleh
σl
kg/cm2
MPA
2000
200
2400
240
2800
280
3600
360
Tegangan Dasar
σa
KG/CM2
MPA
1333
133.3
1600
160.0
1867
186.7
2400
240.0
1 MPA = 10 Kg/Cm2 . (Mpa) = Mega Pascal
Tegangan Putus dan leleh Struktur baja brdasarka mutu
SNI 03-1729-2002
Dimana harga-harga tegangan yang tercantum pada tabel
No.1
adalah
untuk
elemen-elemen
baja
yang
tebalnya
kurang dari 40 mm. Sedangkan untuk elemen baja yang
tebalnya lebih dari 40 mm, tetapi kurang dari 100 mm,
harga-harga pada tebal No.1 harus dikurangi 10%.
Untuk
dasar
perhitungan
tegangan-tegangan
diizinkan
pada suatu kondisi pembebanan tertentu,
dipkai tegangan dasar yang besarnya dapat dihitung dari
persamaan
a  l : 1,5.
1.5.
PERATURAN DAN SPESIFIKASI YANG DIPAKAI
Perencanaan
menunjukan
struktur
perkembangan
baja
dan
di
Indonesia
peningkatan
yang
telah
cukup
pesat mengikuti kemajuan dibidang teknologi konstruksi.
Sebelum lahirnya peraturan perencanaan bangunan baja di
Indonesia (PPBBI – 1983), di Indonesia sudah dikenal
adanya
peraturan
atau
spesifikasi
untuk
perencanaan
struktur baja antara lain dikeluarkan oleh AISC, dan
AASHTO
berarti
(
keduanya
dengan
spesifikasi
AISC
dari
Amerika),
terbitnya
dan
PPBBI
AASHTO
akan
–
tidak
tetapi
1983,
berlaku
tidak
kemudian
lagi
di
Indonesia, sebaliknya justru merupakan bahan studi yang
menarik bagi teknisi dan paktisi untuk mengkaji sejauh
mana persamaan dan perbedaan yang dimiliki, dan faktor-
Faktor
apa
saja
yang
menyebabkan
adanya
perbedaan
tersebut, dalam kaitannya dengan ketiga peraturan dan
spesifikasi
hanya
tersebut.
menekankan
pada
Namun
pada
perencanaan
diktat
baja
beberapa
I
ini
sambungan
struktur baja, untuk menambah wawasan perencanaan pada
aplikasinya bagi mahasiswa jurusan teknik sipil.
Dua Filosofi Design Pada Konstrksi Baja
Metode ASD dan LRFD adalah dua metode yang
sama’ dipakai oleh AISC (American Isntitute of Steel
Construction)
dan juga oleh ACI (American Concrete Institute).
Hanya ASD sudah mulai ditinggalkan
dan LRFD lebih banyak dijadikan acuan oleh kedua
lembaga karena asumsi’ yang dipakai lebih bisa
diterima logic-nya.
• Secara garis besar, filosofi ASD adalah sebagai
berikut:
• Konsep ASD (Allowable Stress Design) adalah
beban (atau tegangan) yang terjadi harus lebih
kecil dari beban (atau tegangan ijin. Beban (atau
tegangan) yang terjadi dihitung berdasarkan
pada beban yang terjadi pada struktur atau
member (coba bandingkan dengan metode
LRFD) dan beban (atau tegangan) ijin didapat
dari kekuatan maksimum material dibagi dengan
safety factor.
• Sedangkan filosofi LRFD (Load Resistance Factor
Design) berkembang seiring ilmu bidang keengineeringan.
• Beban yang dipake pada LRFD adalah beban yang telah
dikalikan dengan suatu Load Factor tertentu yang
didapat dari penelitian secara statistik (nilainya
selalu>=1.0).
• Misal ada kombinasi beban dengan 1.4xDead Load +
variasi (ketidaktentuan) beban hidup adalah lebih
besar hidup dikalikan dengan factor1.6, sedangkan
beban mati hanya dikalikan dengan factor1.4.
Demikian
juga
dengan
kekuatan
dari
material/member/struktur
perlu
dilakukan
fabrikasi/instalasi dsb.
• Ya.. namanya factor reduksi, ya nilai selalu <1.0
• Kalo dibikin formula kurang lebih begini:
• Load Factor x beban <= Reduction Factor x beban ijin
• dengan Load Factor >=1.0
• Reduction Factor <1.0
• Metode LRFD dianggap lebih logis karena
penentuan faktor pembebanannya
berdasarkan probabilistik sehingga diperoleh
faktor bebannya 1.4 untuk dead load
dan 1.6 untuk life load. demikian juga untuk
reduction factor nya diperoleh dari
probablistik sehingga diperoleh 0.85.
BAB II
PERENCANAAN SAMBUNGAN DENGAN
BAUT DAN PAKU KELING
II.1. SAMBUNGAN BAUT DAN PAKU KELING
Sambungan
–
sambungan
dalam
struktur
baja,
biasanya dibuat dengan alat penyambung (baut dan paku
keling) atau las. Sambungan baut dan paku keling akan
dibahas pada sub bab berikutnya.
Kondisi Baut Akibat tarik dan geser
Alat penyambung Konstruksi
a.Paku Keling
b. Baut
c.Las
10/5/2014
Baut Mutu Tinggi
Baut Mutu Tinggi (High Strength Bolt)
Ada dua jenis baut mutu tinggi yang ditetapkan ASTM yaitu A325 dan A490. Baut A325
terbuat dari baja karbon sedang dengan kekuatan leleh (yield strength) dari 560 sampai
dengan 630
MPa, sedangkan baut A490 terbuat dari
baja alloy yang mempunyai kekuatan
diameter
leleh mendekati 790 sampai dengan 900
MPa (Catatan : tergantung juga ukuran).
Gambar 2.
2
Baja Profil I
Baja Profil siku (L)
Contoh profil baja canai dingin (cold rolled), tebal profil < 1
mm (0,60 mm dan 0,8 mm), dinamai juga baja ringan.
Sumber : Brosur prima truss.
II.2. PAKU KELING
Bila kita mempelajari tentang paku keling, maka
sejak dari dahulu hanya paku keling dan baut sekrup
yang
dipergunakan
sebagai
alat
penyambung
dalam
bangunan baja. Dewasa ini paku keling untuk sebagian
telah terdorong oleh las elektrik. Sambungan mempunyai
banyak
keuntungannya,
akan
tetapi
ada
pula
beberapa
kekurangannya bila dibandingkan paku keling.
Paku
keling
tak
akan
terdorong
seluruhnya
oleh
las
listrik, paku keling dan sambungan las masing-masing
dapat dipergunakan pada lapangan istimewa.
Sedangkan
pada
sambungan
dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
paku
keling
dapat
1. Paku Gaya yaitu
: Paku yang berfungsi untuk
memindahkan gaya-gaya dari bagian
konstruksi yang satu pada
konstruksi
yang
lainnya,
seperti
sambungan las dan lain sebagainya.
2. Paku Lekat yaitu : Paku
yang
hanya
berfungsi
untuk
melekatkan bagian-bagian kontruksi
tanpa memindahkan gaya-gaya sperti
pada pelat pengisi.
II.3.
SYARAT-SYARAT PENEMPATAN PAKU KELING
Dalam
maka
ada
perencanaan
beberapa
sambungan
persyaratan
dengan
untuk
paku
menempatkan
keling sebagai berikut :
Dimana ; t = 3d – 7d
dan
a = 1,5d – 3d
t = Jarak paku yang satu dengan paku yang lainnya.
A = Jarak paku sampai ke tepi.
keling
paku
Ada dua jenis sambungan yang digunakan dengan paku keling
antara lain :
1. Sambungan teriris tunggal
dengan satu bidang geser.
2.Sambungan teriris ganda
dengan dua bidang geser.
Gambar No. 5
• Tumpu
ber potongan tunggal  F = d . S. I
ber potongan double  F = d. S1 . 2
Jumlah paku yang dibutuhkan
- N geser =
atau
=
=

4

4
- N tumpu
. d2.
. d2.
= d.s.
. 1 = .......... Kg
.2
tp
= .......... Kg
= .......... Kg
Dan dari kedua n tersebut diambil yang terkecil.
Jadi kebutuhan paku  n =
P
 ....... pk
N terkecil
Sedangkan pada perhitungan banyaknya paku didasarkan atas
pertimbangan terhadap tekanan tumpu atau gaya desak dan
gaya geser yang diijinkan.
Dan dari kedua hasil perhitungan tersebut diambil gaya
yang
terkecil
diantara
keduanya,
sehingga
dapat
menghasilkan jumlah paku yang lebih banyak.
Tinjauan terhadap geser :
Berpotongan tunggal --------- Fg  π / 4 . d 2 . 1 
Dan Gaya geser yang bekerja
π . d2
Ng 
. τ 
4
Cm2
kg
Berpotongan ganda
2
----------- Fg  π / 4 . d . 2 
Dan Gaya geser yang bekerja
Cm2
π . d2
Ng  2 .
. τ 
4
kg
Tinjauan terhadap tumpuan atau desakan :
Berpotongan tunggal ---------- Ft  d . s . 1 
Cm 2
---------- Ft  2 . d . s1 
Cm 2
Nt  d . s .  tp 
Cm 2
Berpotongan ganda
Dan gaya tumpu yang bekerja
Dari gaya geser (Ng) dan gaya tumpu (Nt) yang didapatkan
dambil
gaya
yang
terkecil
kebutuhan paku yang diperlukan
(n) = P/N terkecil = ....Pk
guna
perhitungan
jumlah
BAB III
APLIKASI PERHITUNGAN KONSTRUKSI
III.1. PERHITUNGAN PELAT
Dalam
aplikasi
perhitungan
seperti
dibawah
ini
mencoba mengambil suatu permasalahan, seperti kasus pada
pelat yang akan disambung.
Contoh ; Diketahui dua buah batang pelat yang masingmasing tebalnya (s) = 10mm, dan akan dismbung satu sama
lain dengan dua pelat penyambung.
Besarnya gaya tarik yang dipikul (P) = 25,7 ton.
Diminta rencanakan
:
1. Banyak paku keling yang diperlukan, dan rencanakan
sambunga tersebut.
2. Lebar teoritis dari batang yang disambung.
3. Tebal pelat penyambung (S1).
Bila tegangan tarik baja ( σt ) = 1400 Kg/Cm2

 tp
= 0,8 .
= 1,6 .
t
t
Penyelesaian : Perhitungan jumlah baut menurut ASD
τ
 0,8 . σt  0,8 . 1400  1120 kg/Cm 2
 tp  1,6 . σt  1,6 . 1400  2240 kg/Cm 2
Penentuan diameter ( d ) paku keling
Untuk
s  11 mm - - - - - -  d  2 . s
Untuk
s  11 mm - - - - - -  d  1 / 2 . s  16 mm atau
d  0,7 . s  13 mm
Perhitungan jumlah kebutuhan Paku Keling
Akibat Gaya Geser
n1 
2 .

4
P
. d2 . 
25700

 4 pk
3,14
2 .
. 2 2 . 1120
4
Akibat Gaya Tumpu
P
d . s .  tp
25700

 6 pk
2 . 1 . 2240
n2 
n2
Dengan demikian yang menentukan untuk jumlah kebutuhan
paku adalah (n2) akibat gaya desak = 6 buah paku keling
tiap pelat.
Penyelesaian : Perhitungan jumlah baut menurut LRFD
-
Misal
direncanakan
menggunakan
baut
A490
dengan
diameter nominal (df) = 7/8’’ = 2,222 cm. Kekuatan
tarik baut, Fub = 150 ksi = 1034,25 N/mm2. Diameter
lubang (db) = 2,22 cm + 0,1 = 2,322 cm
Ab = ¼ . π . df2
= ¼ . π . 22,222
= 387,577 mm2
 Kekuatan geser desain baut
 Rn =  . (0,6 . Fub) . m . Ab
CG.Salmon J.E ,Johnson,”Struktur Baja Desain dan
Perilaku I”
1992, halaman 132

=
Faktor resistansi = 0,65
Rn
=
Kekuatan geser desain penyambung (kg)
Fub
=
Kekuatan tarik baut = 1034,25 N/mm2
Ab
=
Luas penampang baut
m
=
Banyaknya bidang geser yang terlibat = 2 karna
= 387,577 cm2
merupakan irisan ganda
Maka  Rn =
 . (0,6 . Fub) . m . Ab
= 0,65 × (0,6 × 1034,25) × 2 × 387,577 cm2
= 312664,1796 N
= 31266,4179 kg
 Kekuatan tarik desain baut
 Rn=
 . (0,75 . Fub) . Ab
CG.Salmon J.E, Johnson,”Struktur Baja Desain dan
Perilaku I” 1992

=
Rnt =
halaman 133
Faktor resistensi = 0,75
Kekuatan tarik desain penyambung (kg)
Maka  Rn =  . (0,75 . Fub) . Ab
= 0,75 × (0,75 × 1034,25) x 387,577
= 225478,976 N
= 22547,8976 kg
 Kekuatan tumpu desain baut
 Rn=
 . (2,4 . d . tw . Fu)
Perhitungan kekuatan tumpu desain pada perumusannya
mempertimbangkan ketebalan plat yang akan disambung.
CG.Salmon J.E, Johnson,”Struktur Baja Desain dan
Perilaku I” 1992
halaman 134

= Faktor resistensi = 0,75
Rn
= Kekuatan desain tumpu baut (kg)
Fu
= Kekuatan tarik baja yang membentuk bagian yang
disambung ( Fu = 1400 kg/cm2 )
tw
= Ketebalan batang yang disambung = 1 cm
d
= Diameter baut nominal = 2,32 cm
Maka  Rn
=
 . (2,4 . d . tw . Fu)
= 0,75 × (2,4 × 2.32 × 1 × 1400 )
= 5846,4 kg
Rn = kekuatan (tarik, geser dan tumpu desain baut akan
diambil hasil dari persamaan kuat desain baut yang
nialinya yang terkecil )
Rn = 5846,4 kg
 Menentukan jumlah baut ( n ) :
𝑃
n=
Ø Rn
n=
25700
5846,4
n = 4,395 baut ≈ 5 baut
Perhitungan Lebar teoritis penampang :
1. Tinjau Potongan A-A.
( b - d ) . s  P /  tr
( b - 2 ) . 1  25700 / 1400
- - - - - -  b  20,4 Cm.
2. Tinjau Potongan B-B.
( b - 2 d ) . s  5/6 . P /  tr
( b - 2 . 2 ) . 1  5/6 . 25700 / 1400

- - - - - -  b  20,4 Cm.
3. Tinjau Potongan C-C.
( b - 3 d ) . s  3/6 . P /  tr
( b - 3 . 2 ) . 1  3/6 . 25700 / 1400

- - - - - -  b  15,2 Cm.
Dengan
demikian
lebar
toritis
dari
pelat
tersebut
adalah b = 20,4 Cm.
Untuk perhitungan lebar maksimum dan minimal dari pelat
tersebut maka kita tinjau potongan C – C, oleh karena
potongan tersebut merupakan potongan yang kritis dalam
arti jumlah paku yang terbanyak.
Lebar minimal pelat - - - -  b  2 . 1,5 d  2 . 3 d  18 Cm
Lebar maximal pelat - - - -  b  2 . 3 d  2 . 7 d
 40 Cm
Perhitungan tebal pelat penyambung :
Perhitungan tebal pelat penyambung ( S1 ) kita tinjau
potongan ( C – C ) potongan terlemah.
2 ( b - n . d ) . s1 . σtr  P
2 ( 20,4 - 3 . 2 ) . s1 . 1400  25700
maka s1  0,63 Cm  7 mm.
Jadi tebal pelat penyambung s1  7 mm
III.2. PERHITUNGAN PAKU KELING PADA PEMBEBANAN BIASA.
Pada
perhitungan
maka
perlu
ditinjau
baik
pembebanan
konstruksi
terhadap
biasa
(
dengan
pembebanan
search
),
paku
yang
maupun
keling
bekerja,
pembebanan
bertukar ( bolak-balik ).
Sebelum kita lanjutkan pada perhitungan berikutnya maka,
ada beberapa tinjauan asumsi yang biasa digunakan dalam
perhitungan sambungan dengan paku keling antara lain :
1. Sebuah gaya yang bekerja melalui titik berat
susuanan
rivet
tersebut
dipikul
sama
besar
oleh masing-masing rivet.
2. Tegangan geser pada penampang sebuah paku
( rivet ) dianggap terbagi rata.
3. Setelah paku ( rivet ) dipasang, paku mengisi
sepenuhnya
lubang
paku.
Dan
diameter
lubang
paku biasanya dibuat ± 1 mm lebih besar dari
pada paku itu sendiri.
Dengan
adanya
asumsi
tersebut
diatas,
maka
sebagai
diameter ( Ø paku ) yang dipakai dalam perhitungan adalah
diameter lubang -----
Ø lubang = Ø paku + 1 mm.
Contoh soal :
Gambar No.8 Perencanaan Sambungan.
Diketahui :
Suatu
sambungan
konstruksi
seperti
gambar
diatas, memikul gaya tarik sebesar P = 20 ton. Data-data
konstruksi adalah sebagai berikut :
σtr  1400 Kg/Cm 2

 0,8 . σtr
σtp  2 . σtr
Ditanyakan : Rencanakan sambungan tersebut, bila sambungan
tersebut direncanakan
1. Dengan paku keling Ø 23 mm
2. Dengan baut Ø 5/8”
3. Baut hitam 5/8”
Penyelesaian :
1. Perencanaan dengan paku keling Ø 23 mm
Diameter lubang paku diambil = 23 mm + 1 mm = 24 mm.
Menurut N.1055 - - - --   tr  1400 Kg/Cm 2
  0,8 . 1400  1120 Kg/Cm 2
 tp  2 . 1400  2800 Kg/Cm 2
Gaya geser ( Ng )
 2 . π / 4 . d2 . 
 2 . 3,14 . 2,4 2 . 1120  10128 Kg
Gaya tumpu ( Ntp )  d . s . σtp
 2,44 . 1,5 . 2800  10080 Kg
Dari harga gaya geser ( Ng ) dan gaya tumpu/desak (Ntp),
diambil dari gaya yang terkecil untuk menentukan jumlah
paku yang diperlukan.
P
N tumpu
20000
n 
 2 pk.
10080
Jadi Jumlah kebutuhan paku      n 
2. Sambungan dengan baut bubut ( 5/8” = 15,87 mm ).
Menurut VOSB - - - --   tr  1400 Kg/Cm 2
  0,8 . 1400  1120 Kg/Cm 2
 tp  2 . 1400  2800 Kg/Cm 2
1 baut - - - - - -  N geser  2 . π / 4 . d 2 . 
 2 . 3,14 . 1,587 2 . 1120  4429 Kg
N tumpu  d . s . σtp
 1,587 . 1,5 . 2800  6665 Kg.
Jadi kebutuhan paku ( n )
 P/Ng  20000/4429  5 pk
3. Dengan baut hitam ( 5/8” = 15,87 ).
Menurut N.1055 - - - --   tr  1400 Kg/Cm 2
  0,6 . 1400  840 Kg/Cm 2
 tp  1,5 . 1400  2100 Kg/Cm 2
Kekuatan 1 baut N geser
 2 . π / 4 . d2 . 
 2 . 3,14 . 1,587 2 . 840
 3322 Kg
N tumpu  d . s . σtp
 1,587 . 1,5 . 2100
 7933 Kg
Jadi kebutuhan baut - - - --  n  P/Ng  20000/3322
 6 baut
III.3.
PERHITUNGAN SAMBUNGAN DENGAN PEMBEBANAN BERTUKAR
DIMANA GAYA TARIK DAN GAYA TEKAN BEKERJA SALING
BERGANTIAN.
Dalam
suatu
sambungan
konstruksi
yang
kita
rencanakan
biasanya terdapat beban atau gaya yang bertukar, dimana
gaya tersebut saling berlawanan arah dan bekerja saling
bergantian ( kekanan dan kekiri ).
Namun sebelum kita menginjak ke masalah perhitungan
maka persyaratan – persyaratan letak paku keling perlu
kita perhatikan, dimana dalam penentuan jarak paku keling
antara yang satu dengan yang lainnya tidk boleh terlalu
jauh, sebab akan terjadi tertekuknya pelat seperti gambar
dibawah ini :
Dimana : t = jarak paku satu dengan yang lainnya
s1 & s 2
= tebal pelat rencana.
Contoh perhitungan :
Diketahui
:
Pada
sambungan
pelat
dengan
2
baja
siku
90.90.9 seperti gambar diatas, dan bekerja 2 ( dua )
buah gaya yang berlawanan arah yaitu :
Gaya tarik P1 = + 39 ton
Gaya tekan P2 = - 28 ton
Dimana
gaya
tersebut
bekerja
saling
bergantian
dan
sambungan dilaksanakan dengna paku keling.
Diminta
:
Rencanakan
tegangan gesernya, bila
sambungan
tersebut
dan
kontrol
     σtr  1400 Kg/Cm 2
  0,8 . σtr
σtp  2 . σtr
Penyelesaian
:
Dalam penentuan diameter paku ada dua cara yang dapat
digunakan,
yaitu
cara
pertama
adalah
dengan
langsung
melihat pada tabel baja berdasarkan baja siku rencana
Dan cara kedua adalah, secara empiris/pendekatan yaitu :
Ø paku = 2 x tebal rata-rata antara pelat penyambung
dengan baja siku dibagi dua ( 2 )
15  11
 paku  2 .
 26 mm ( ada dipasaran ).
2
Maka diameter ( Ø ) lubang = 26 + 1 = 27 mm.
Checking : a = 90 – 50 = 40 mm ≤ 1,5 d = 1,5.27 = 40,5 mm
Penyelesaian
:
Dalam penentuan diameter paku ada dua cara yang dapat
digunakan,
yaitu
cara
pertama
adalah
dengan
langsung
melihat pada tabel baja berdasarkan baja siku rencana
Dan cara kedua adalah, secara empiris/pendekatan yaitu :
Ø paku = 2 x tebal rata-rata antara pelat penyambung
dengan baja siku dibagi dua ( 2 )
15  11
 paku  2 .
 26 mm ( ada dipasaran ).
2
Maka diameter ( Ø ) lubang = 26 + 1 = 27 mm.
Checking : a = 90 – 50 = 40 mm ≤ 1,5 d = 1,5.27 = 40,5 mm
( tidak memenuhi ), maka diambil Ø paku = 23 mm ( tebal )
Diameter ( Ø ), lubang = 23 + 1 = 24 mm.
Checking : a = 40 mm ≥ 1,5 d = 1,5 . 24 = 36 mm
( memenuhi )
Perhitungan kebutuhan paku keling.
Ditinjau gaya P1 = 39 t ( gaya yang terbesar dalam arti
absolut ) dimana paku berpotongan ganda / double.
Gaya geser ( Ng )
 2 . π / 4 . d2 . 
 2 . 3,14 . 2,4 2 . 0,8 . 1400
 10128 Kg.
Gaya tumpu ( Nt )
 d . s . σtp
 2,4 . 1,5 . 2 . 1400
 10080 Kg
Dari
kedua
besaran
gaya
tersebut
diatas
maka
yang
menentukan adalah gaya tumpu ( Nt ).
Jadi kebutuhan paku ( n ) = P/Nt = 39000/10080 = 4 pk
Kontrol Tegangan Geser yang timbul (

)
P
28000
n 
------   

2
2
2 . 3,14/4 . 2,4 . 4
2 . 3,14/4 . d . 
39000
 

2
2 . 4 . 3,14/4 . 2,4
 1078 Kg/Cm 2    500 Kg/Cm 2
Dengan demikian akibat P = 39 ton, akan terbit pergeseran
dari lubang batang.
Jika gaya yang bekerja berbalik menjadi 28 ton, maka tiap
paku akan memiku gaya sebesar P
Dimana : P 
28000
 7000 Kg
4
Kontrol tegangan geser :
28000
 

2
2 . 3,14/4 . 2,4 . 4
 774 Kg/Cm 2    500 Kg/Cm 2
maka
terjadi
lagi
pergeseran
lubang
kejurusan
lain,
dengan demikian bagian- bagian itu akan senantiasa akan
bergerak kekanan dan kekiri sehinggan sambungan akan
menjadi
longgar
menyebabkan
atau
dan
air
akan
menimbulkan
dapat
masuk
karatan
pada
yang
akan
konstruksi.
Terutama konstruksi-konstruksi yang tidak terlindung oleh
atap.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut
diatas
maka
paku
keling harus diperbanyak.
Jadi
jumlah
paku
keling
yang
dipakai
untuk
mengatasi
kelebihan tegangan geser yaitu :
774
Jumlah paku ( n ) 
. 4  7 buah paku
554
Kontrol :  
28000

2 . 3,14/4 . 2,4 . 7
 442 Kg/Cm 2    500 Kg/Cm 2 ( memenuhi ).
Dengan demikian pergeseran hanya akan terjadi satu kali
saja yaitu, kejurusan yang terbesar secara absolut.
Dan angka tegangan 500 Kg/Cm2, adalah yang rata-rata dari
percobaan,
tetapi
bila
diikuti
percobaan
tertentu
misalnya peraturan perencanaan baja jembatan ( VOSB 1938
) maka tegangan yang diijinkan untuk bpaku dan baut dalam
sambungan
dari
batang-batang
dalam
mana
bekerja
gaya
tarik dan gaya tekan dan juga dapat bekerja momen-momen
yang
bertentangan
untuk
gaya
yang
terbesar
(
nilai
mutlaknya ) atau momen yang terbesar adalah sama seperti
pembebanan
biasa,
maka
untuk
gaya
yang
terkecil
atau
momen yang terkecil yaitu diambil tidak boleh lebih dari
  0,4 .  tr.
Jadi
hanya diijinkan
  0,4 . 1400  560 Kg/Cm 2 .
disini
untuk
gaya
yang
terkecil
Dengan cara lain :
  P/F1  7000 / 3,14/4 . 2,4 2 . 2 
Kebutuhan Paku :
n  n . '/
Dengan
demikian
 4 . 774 / 500  7 paku
jumlah
paku
yang
dibutuhkan
pada
konstruksi adalah 7 buah paku.
Sebagaimana
disyaratkan
dalam
peraturan
bahwa
didalam
satu bari paku tidak boleh lebih dari 5 paku, dan jika
terpaksa sekali boleh dipasang 6 buah paku keling, dan
untuk mengatasi hal tersebut diatas maka perlu digunakan
baja siku penolong
yang mana 4 buah paku pada baja siku
induk, dan 3 paku pada baja siku penolong.
III.4. PEMAKAIAN BAJA SIKU PENOLONG
Dari beberapa teori yang telah kita pelajari, bahwa
penempatan paku tikdak boleh lebih dari ( 5 ) buah paku
keling dalam satu bari atau jika terpaksa sekali boleh 6
buah paku keling, oleh karena jika lebih dari ( 5 ), paku
maka
paku
yang
pinggir
atau
terjauh
akan
mendapat
tegangan yang bear hingga meleleh.
Dan
untuk
mengatasi
hal
tersebut
diatas,
maka
perlu
digunakan baja siku penolong ( keerhock steel ), yang
ukurannya lazim diambil sama dengan baja siku induk.
Dengan digunakan baja siku penolong tersebut, yang
berarti
bukan
saja
sambungan
paku
menjadi
lebih
baik,
akan tetapi tegangan – tegangan sekunder dalam baja siku
indukpun akan berkurang.
Contoh Kasus
Data - data konstruksi :
 tr  1400 Kg/Cm 2
  0,8 .  tr  1120 Kg/Cm 2
 tp  2 .  tr
 2800 Kg/Cm 2
Diminta : Rencanakan hasil sambungan tersebut dan gambar
hasil perhitungan.
Penyelesaian :
Perhitungan kebutuhan paku :
n geser 
P
34000

2 . 3,14/4 . 2 2 . 1120
2 .  / 4 . d2 . 
 5 buah paku
n tumpu

P
34000

2 . 1 . 2800
d . s .  tp
 7 buah paku
Dengan demikian kebutuhan paku yang diperlukan = 7 pk.
Seperti apa yang telah disyaratkan bila lenih dari 5 paku
maka perlu dipasang baja siku penolong, dimana 4 pada
baja siku induk dan 3 pada baja siku penolong.
Secara
praktis
bahwa
hasil
perhitungan
seperti
pada
gambar telah dianggap selesai sampai disini.
Namun
dalam
pengontroloan
perencanaan
tegangan
–
perlu
tegangan
diadakan
yang
timbul
suatu
pada
konstruksi, apakah dengan jumlah paku seperti diatas, dan
besarnya momen yang timbul sudah memenuhi dengan tegangan
yang
diijinkan
(
tegangan
yang
timbul
sudah lebih kecil dari yang diijinkan ).
pada
konstruksi
Pertama tentukan terlebih dahulu letak titik berat paku
(
Z
),
yaitu
dengan
membagi
duabagian
yang
samabesar
antara paku atas dan paku bawah.
Jarak
antara
kedua
garis
tersebut
dibagi
menjadi
dua
bagianyang berbanding terbalik dengan jumlah paku pada
baris atas dan bawah yaitu ;
a
a
1
 3/7 . 80  34 mm
2
 4/7 . 80  46 mm
Kedua, tarik garis anatara paku no.5 dan 6 kepaku no.2
hingga didapatkan titik Z.
Dari persilangan garis tersebut akan kita dapatkan
garis sumbu X dan garis sumbu Y. Dari paku no.2 ke garis
sumbu Y dan didapat jarak sebesar b dimana :
b - - - --  80/30  46/b - - - --  b  17,25 Cm.
Jadi - - - - - - - - y  40  22,9  62,9 mm
e
 62,9  46  16,9 mm
Dengan adanya exentrisitas terhadap P maka :
Mu  P . e
 34000 . 1,69  57460 KgCm
Sekarang P asli dipindahkan kegaris barat, maka masingmasing paku tersebut akan memikul gaya sebesar ∆P yang
arahnya berlawanan dengan gya P.
     P  P/n  34000 / 7  - 4857 Kg ( 
 )
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dibuat tabel sebagai
berikut :
 X 2   Y 2  267,425  109,72  377,145
Untuk
mengontrol
kekuatan
paku
maka
harus
kita
perhitungkan besarnya resultante dari masing-masing paku,
akan tetapi perhitungan terlalu lama.
Dengan
maka
cukup
terhadap
demikian
kita
titik
untuk
kontrol
berat,
mempersingkat
paku
oleh
yang
karena
perhitungan
letaknya
paku
yang
terjauh
terjauh
terhadap titik berat akan menerima gaya yang terbesar.
Sekarang
kita
tinjau
paku
no.4
dan
no.7
(
paku
yang
terjauh ).
Mu = + 57460 KgCm
----------
M rumus = -57460 KgCm.
X
Y
4
4


- M . y4
2
2
X  Y

- 57460 . ( 3,4 )
377,145

 518 Kg

- 57460 . ( 10,275 )
377,145

 1566 Kg
X7

 518
Y7

 1177 Kg
- M . x4
2
2
X  Y
Kg
P  - 4857 Kg ( 
 )
Oleh karena paku no.4 lebih besar dari pada paku no.7,
maka yang menentukan adalah paku no.4
R4 

(  X )2  (  Y )2
( - 518 - 4857 ) 2  (  1566 ) 2  5598,48 Kg
Kontrol Tegangan Yang Timbul.
  R / F geser
 5598,48 /  /4 . 2 2 . 2
 446 Kg/Cm 2    1120 Kg/Cm 2
  R / F tumpu
 5598,48 / 2 . 1
 2799 Kg/Cm 2  τtp ( memenuhi )
Dengan demikian konstruksi tersebut cukup kuat ( aman )
III.5. ENGSEL ( SENDI ) – GERBER.
Seperti pada gambar dibawah ini, digambarkian suatu
gording yang dibuat sebagai suatu gelagar – Gerber, yang
direncanakan sebagai sebuah engsel pada sambungan.
A. Gording terputus – putus, sebagai balok atas dua
perletakan.
Keuntungan : - Statis tertentu, tidak peka terhadap
peurunan perletakan yang tidak sama.
Kerugian
: - Dimensi baloknya besar.
B. Gording balok menerus atas beberapa penggung.
Keuntungan : - Balok dapat lebih ringan
Kerugian
:
-
Statis
tak
tentu,
penurunan penanggungan yang didak sama.
peka
ter
terhadap
C. Gording menurut sistem Gerber.
Keuntungan : - Statis tertentu sehingga tidak peka
terhadap
penurunan
penanggung
yang
tidak
sama.
- Balok dapat lebih ringan
Kerugian
: - Membutuhkan kostruksi khusus yaitu engsel.
Perhitungan sambungan paku keling dan baut engsel yang
dibebani
kopel
pada
konstruksi
gording
menurut
sistim
gerber, diamana engsel yang dipergunakan diameter 3/4“
seperti pada contoh soal dibawah iini.
Contoh kasus :
Diketahui, gording menurut sistim gerber dengan ukuran
profil INP 18 ( seperti pada gambar ).
Diameter paku keling = 16 mm
Diameter engsel
= 3/4“ ( baut engsel ).
Data - data paku  tr  1600 Kg/Cm 2
  0,8 . 1600  1280 Kg/Cm 2
 tp  2 . 1600 Kg/Cm 2  3200 Kg/Cm 2
Baut engsel
 tr  1600 Kg/Cm 2
  0,6 . 1600  960 Kg/Cm 2
 tp  1,2 atau 1,5 .  tr
Penyelesaian :
Cara I. Cara Grafis.
Perhitungan paku :
Pertama
: Tetapkan terlebih dahulu letak titik berat (Z)
dari bagian paku, sehingga didapatkan exentrisitas gaya P
Kedua
Mu
=
: Pindahkan gaya P ke titik berat (Z)
P . e
= 2000 . 10,5 = 21000 KgCm.
Dengan Cara Grafis :
Gaya yang diterima oleh paku - - - -  K 
I1  I3 
2 2  32  3,6 Cm
I4  4 Cm
M .1
2
I
M .1
21000 . 3,6

2
3,6 2  3,6 2  4 2
I
M . 12

 2004 Kg
2
I
K1  K3 
K2
 1804 Kg
Akibat P (  ) - - - --  (  )  P  P/n  2000/3
 666,7 Kg
R1  R3  2242 Kg
R2  2004  666,7
 1337 Kg
Kontrol kekuatan paku :
R
2242
 

2
2 . /4 . d
2 . /4 . 1,7 2
 494 Kg/Cm 2    0,8 .  tr
R
 tp 
d . s
2242

1,7 . 0,69
 1912 Kg/Cm 2   tp  2 .  tr
Kontrol Engsel 3/4“ ( 19,05 mm = 2,0 Cm )

P
2000


2
2 . /4 . d
2 . /4 . 2 2
 319 Kg/Cm 2    0,6 .  tr
 tp 
R
d .s
2000

2 . 0,69
 1449 Kg/Cm 2   tp  1,5 .  tr
Cara II. Analitis.
Mu
= + 21000 Kgcm
--------
Mu rumus = - 21000 Kgcm
X
X1
2
  Y 2  24  18  42
- M . ( y1 )

2
2
X  Y
dan
Y1
- M . ( x1 )

2
2
X  Y
Sehingga :
X1 = 1500
Kg
Y1 = -1000 Kg
X2 =
Kg
Y2 =
Kg
Y3 = -1000 Kg
0
X3 = -1500
Dengan demikian resultante paku adalah :
R 
( X )2  ( Y )2
dimana :
(rum u s)
X = Gaya yang sejajar sumbu x
Y = Gaya yang sejajar sumbu y
Maka
R1 =
2242
Kg
X2 =
1333
Kg
X3 =
2242
Kg
2000 Kg
Dari harga resultante ( R ) tersebut diatas maka yang
menentukan adalah harga resultante yang terbesar yaitu R1
atau R3 guna mengontrol kekuatan paku terhadap tegangan
yang timbul, baik tegangan geser yang timbul , maupun
tegangan tumpu yang timbul.
Dan cara pengontrolannya sama dengan halaman sebelumnya,
dimana semua tegangan yang timbul harus lebih kecil dari
tegangan yang diijinkan.
Sekarang bagaimana bila gaya yang terjadi atau gaya
yang bekerja membentuk suatu sudut ( miring ) seperti
yang tertara dalam gambar dibawah ini :
Langkah – langkah penyelesaiannya :
1. Uraikan gaya ( P’ ) tersebut menjadi gaya horisont
( PH ) dan menjadi gaya vertikal ( PV ).
2. Tetapkan (z) atau letak titik berat paku berdasarkan
kedududukan paku, hingga didapatka exentrisitas paku
( e ) dari ( z ) ke ( PV ).
3. Akibat adanya suatu exentrisitas terhadap gaya ( PV )
maka gaya tersebut akn menimbulkan momen sebesar :
Mu = PV . e
4. Bila gaya PV dipindahkan bekerja pada titik berat paku
maka akan timbul gaya dalam paku sebesar ∆P = PV/n
Begitu juga dengan PH maka ∆H = PH/n
dimana ( n ) = jumlah paku keling.
5. Dengan demikian dapat dibuat suatu tabel perhitungan
paku
seperti
biasanya
untuk
menghitung
besarnya
resultante paku yang bekerja, guna mengontrol tegangan
– tegangan yang timbul pada sambunga tersebut.
6. Sedangkan pengontrolan paku dan engsel dapat dilakukan
sama seperti perhingan gording sebelumnya, yang mana
tegangan yang timbul harus lebih kecil dari tegangan
yang diijinkan.
BAB IV
GELAGAR
IV.1. PENGERTIAN GELAGAR
Yang
dimaksud
dengan
gelagar
atau
balok
yaitu
bagian – bagian konstruksi yang mendatar atau bagian –
bagian konstruksi yang hampir mendatar, yang diberi beban
lentur
biasanya
dibebani
oleh
suatu
balok
pada
beban
yang
tegak
lurus pada sumbu memanjang.
Atau
dengan
kata
lain,
umumnya
merupakan
elemen struktur yang berfungsi memikul beban lentur.
Dan biasanya elemen struktur ini diatur sedemikian rupa
sehingga beban lentur yang diterimanya adalah beban -
Lentur searah ( lentur yang terjadi pada satu bidang ).
Muatan biasanya dianggap bekerja pada sher-centre ( titik
pusat geser ), sehingga torsi tidak perlu diperhitungkan.
Didalam
kasus
yang
demikian,
kekuatan
lentur
terhadap sumbu kuat bahan menjadi pokok perhatian dalam
perencanaan,
sehingga
profil
–
profil
yang
dipilih
umumnya adalah profil I atau C ( Channel ).
Oleh karena bentuk-bentuk ini mempunyai perlawanan yang
lemah terhadap torsi dan lentur yang tegak lurus sumbu
lemah bahan, sehingga padanya dapat terjadi perpindahan
lateral
dan
torsi
meskipun
pada
balok
tersebut
hanya
bekerja beban letur yang arahnya tegak lurus sumbu kuat
bahan.
Kejadian ini dinamakan lateral torsional buckling -
atau
kip,
yang
akan
dibahas
secara
detail
nanti
pada
materi baja semester VII.
Dan pada bab gelagar ini akan diberikan pada mahasiswa
suatu kasus mengenai sambungan suatu gelagar pada jarak
tertentu dari tumpuan seperti contoh dibawah ini, sebagai
suatu
gambaran
sederhana
untuk
pertinjauan
terhadap
permasalahan yang lebih komplek lagi.
Contoh kasus :
Diketahui
suatu
gelagar
terdiri
dari
profil
memikul beban seperti pada gambar dibawah ini :
INP.55,
Dimana : Beban merata ( q )  1 ton/m
Beban sendiri gelagar  0,167 ton/m
Tegangan ijin baja  tr  1600 kg/Cm 2
Diminta : Perhitungan dan gambar rencana bagian sambungan
dengan
paku
keling
di
titik
(
C
).
Bila
sambungan
direncanakan sejarak 2m dari titik A ke titik C
Dan periksa apakah sambungan yang direncanakan tersebut
cukup kuat.
Penyelesaian :
Pembebanan
: - Berat sendiri gelagar
= 0,167 t/m
- Beban luar merata (q)
= 1,000 t/m
Maka beban total ( q1 ) = 1,167 t/m
+
Perhitungan reaksi gelagar :
 MB  0 - - - -  RA  1/2 . qt . L
 1/2 . ( 1,167 ) . 8  4, 668 ton
Gaya Desak ( D )
D  RA - 2 . ( 1,167 )
 4,668 - 2,334  2,334 ton
Momen
Mu  RA . 2 - 2 . ( 1,167 ) . 2/2
 4,668 . 2 - 2,334  7,002 tm
Penentuan Pelat Penyambung :
1. Pelat penyambung flens F ≥ F flens
2. Pelat penyambung badan harus dibuat setinggi mungkin
tetapi masuhi dibawah pembuatan profil.
Tebal pelat penyambung badan ≥ 0,7 x tebal pelat badan
yaitu = 0,7 . 19 = 13,3 mm diambil 15 mm.
Gaya lintang D dipikul penuh oleh pelat penyambung badan.
Sehingga ∆D = D/n = 2334/10 = 233,4 Kg.
Z1  Z2
 MD  D .
2
 2334 . 36/2  42012 KgCm
Momen Luar Total ( Mut ).
Pemeriksaan Tegangan :
Dimana, F netto =
I netto =
F bruto – F lubang paku
I bruto – I lubang
Perhitungan I bruto :
- Pelat penyambung badan  2 . 1/12 . 22 . 33
 2 . 22 . 3 . 29 2
 100
Cm 4
 111012 Cm 4
- Pelat penyambung badan  2 . 1/12 . 1,5 . 443  21296
Cm 4
I bruto  132408 Cm 4
Akibat lubang – lubang ( 4 dalam pelat penyambung dan 4
dalam pelat penyambung flens ) maka,
 I  4 . 2,6 . 3 . 29 2
 26240 Cm 4 . ( atas dan bawah )
 4 . 2,6 . 1,5 . 17,52  4778 Cm 4 . ( kiri )
 4 . 2,6 . 1,5 . 52
 390 Cm 4 . ( kanan )
 I  31408 Cm 4
Perhitungan I bruto :
I netto  I bruto -  I
 132408 - 31408  101000 Cm 4
Mu
 7,002 tm  700200 KgCm
I netto
101000
W1 netto 

 3312 Cm 3
Z1
30,5
I netto
101000
W2 netto 

 4591 Cm 3
Z2
22
I netto
101000
W3 netto 

 3483 Cm 3
Z3
29
Kontrol Tegangan Yang Timbul :
 1'  M/W1  700200 / 3312  212 Kg/Cm 2   tr ( oke ).
 2'  M/W2  700200 / 4591  153 Kg/Cm 2   tr ( oke ).
 3'  M/W3  700200 / 3483  201 Kg/Cm 2   tr ( oke ).
Kesimpulan :
Melihat
lebih
kecil
dari
dari
tegangan
tegangan
baja
yang
yang
sambungan tersebut cukup kuat.
Pelat Penyambung Flens :
K  F netto .  3
 ( 22 - 2,6 . 2 ) . 3 . 201  10131 Kg
10131
Jadi tiap paku 
 1266 Kg
4 . 2
timbul
diijinkan,
sudah
maka
Pemeriksaan Paku Pada Flens : ( Berpotongan Tunggal ).
1266
1266

 163 Kg/Cm 2   tp
d . s
2,6 . 3
1266
1266
2



239
Kg/Cm
   0,8 .  tr
2
2
/4 . d
/4 . 2,6
 tp 

Jadi sambungan dari flens tersebut cukup kuat ( aman ).
Pelat Penyambung Badan :
I netto
= I bruto
-
∆I
= 2 . ( 1/12 . 1,5 . 443 ) – 4 . 1,5 . 2,6
+ 4 . 1,5 . 2,6 . 52
= 16128,5 Cm4
W netto 
Mu
=
I netto
16128,5

 733 Cm3 .
Z2
22
Mbd + ∆M
( r u m u s )
M Plat badan  W netto .  z
 733 . 153  112149 KgCm
Mu
= M bd + ∆M
= 112149 + 42012
= 154161 KgCm
Mu +
maka M r u m u s = -
Untuk mengontrol kekuatan paku cukup ditinjau paku yang
laetaknya paling jauh saja, seperti paku no. 1;3;8;10
2
2
 X   Y  405  1938  2343 Cm
2
X
1

- M . y1
2
2
X  Y

- 154161 . ( - 17,5 )
2343
 1152 Kg
Y
1

- M . x1
2
2
X  Y

- 154161 . ( - 9,0 )
2343
 593 Kg
Resultante ( R ).
R1 
( 1152 ) 2  ( 593  233,4 )  1418 Kg.
Kontrol Tegangan Yang Timbul :
 tp  R / F tumpu  1418 / 2,6 . 1,9  287 Kg/Cm 2   tp

 R / F geser  1418 / 2 . /4 . 2,6 2
 134 Kg/Cm 2   ( memenuhi )
Jadi sambungan pelat penyambung badan cukup kuat.
IV.2. Perhitungan Konsol :
Dalam
suatu
ontoh
analisa
konsol
sederhana,
pada
yang
diklat
mana
ini,
konsol
mengambil
pendek
yang
dihubungkan pada suatu kolom seperti pada kasus dibawah
ini.
Kasus Konsol :
Diketahui suatu konsol pendek seperti pada gambar
dibawah. Dimana konsol dibebani gaya P dengan jarak 6 cm,
dari kolom baja 18.
Konsol dan kolom dihubungkan dengan 8 buah paku diameter
( d ) 19 mm ( diameter sebelum dikeling ).
Data konstruksi sebagai berikut :
Tegangan ijin tari k baja (  tr )  1400 Kg/Cm 2 .
Tegangan ijin tump u
(  tp )  2 .  tr.
Tegangan ijin geser
( )
 0,6 .  tr.
Penyelesaian :
  lubang paku   19  1 mm  20 mm  2 Cm.
N geser  2 . /4 . d 2 . 
 2 . /4 . 2 2 . 0,6 . 1400  5277,9 Kg
N tumpu  d . s .  tp
 2 . 1,4 . ( 2 . 1400 )  7840 Kg
2
2
2
2
2
2
 X   Y  8 (4)  4 ( 3,5 )  4 ( 10,5 )  618 Cm
M  P . e  15 P
Maka
untuk
meninjau
gaya
–
gaya
yang
terbesar
yang
bekerja pada paku, maka cukup ditinjau paku yang jaraknya
terjauh terhadap titik berat.
V  P/n  M . x / 618
V  P / 6  15 . P . 4 /618  0,2221 P
H  M . y / 618
 15 . P . 10,5 / 618
 0,2548 P
Resultante Yang Bekerja Pada Paku :
R 
( V )2  ( H )2

( 0,2221 P ) 2  ( 0,2548 P ) 2
 0,338 P
Dimana, resultante ini harus sama dengan kekuatan satu
paku keling.
Maka untuk meninjau gaya – gaya yang terbesar yang be
R  N geser - - - - - -  0,338 P  5277,9 Kg.
Jadi P  15615
Kg.
Jadi gaya yang dapat dipikul oleh konsol,
Yaitu Pmax = 15615 Kg. Sedangkan tegangan maximum yang
terjadi pada paku adalah tegangan geser yaitu = 0,6 .
 tr.
Oleh
gaya
karena
geser.
paku
yang
menentukan
adalah
akibat
THANKS
Download