Uploaded by User58930

LP CHINDY TRAUMA KEPALA

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
“TRAUMA KEPALA”
Chindy Oktavinita
P07220216009
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN
KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR
2020
A. Pengertian
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury
Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, RutlandBrown, Thomas, 2006).
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang
menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional
(pekerjaan). Anak kecil usia dua bulan hingga dua tahun, individu usia 15 hingga 24
tahun, dan lanjut usia merupakan kelompok yang beresiko tinggi mengalami trauma
kepala. Risiko pada laki-laki dua kali lipat risiko pada wanita (Kowalak, 2011).
Trauma kepala adalah perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan
lambatnya pembentukan hematoma karena rendahnya tekanan, laserasi arterial ditandai
oleh pembentukan hematoma yang cepat karena tingginya tekanan (Engram, 2007).
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan trauma kepala adalah
trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial,
ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena
menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma.
B. Etiologi
Penyebab trauma kepala dibagi menjadi cedera primer yaitu cedera yang terjadi
akibat benturan langsung maupun tidak langsung, dan cedera sekunder yaitu cedera
yang terjadi akibat cedera saraf melalui akson meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia,
hiperkapnea / hipotensi sistemik. Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi
akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia,
peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi (Hickey, 2003).
Menurut Kowalak (2011), Etologi trauma kepala dapat meliputi:
1.
Kecelakaan kendaraan atau transportasi.
2.
Kecelakaan terjatuh.
3.
Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga.
4.
Kejahatan dan tindak kekerasan.
C. Manifestasi Klinis
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:
1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
a) Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
b) Hemotipanum (perdarahan di daerah membran timpani telinga)
c) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan:
a) Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian
sembuh.
b) Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c) Mual atau dan muntah.
d) Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e) Perubahan keperibadian diri.
f)
Letargik.
3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat:
a) Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak
menurun atau meningkat.
b) Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c) Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
d) Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi
abnormal ekstrimitas.
D. Pathway/WOC
TRAUMA KEPALA
TRAUMA TAJAM
KULIT KEPALA
TRAUMA TUMPUL
TULANG
KRANIAL
JARINGAN OTAK
PERDARAHAN,
HEMATOMA,
KERUSAKAN JARINGAN
KOMPENSASI TUBUH:
VASODILATASI &
BRADIKARDI
ALIRAN DARAH KE OTAK
MENURUN
PENEKANAN SARAF
SISTEM PERNAPASAN
ANEMIA
PERUBAHAN POLA
NAPAS
HIPOKSIA
RR MENINGKAT
GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
HIPOKSIA JARINGAN
POLA NAPAS TIDAK
EFEKTIF
GANGGUAN SIRKULASI
SPONTAN
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap
2. Pemeriksaan protein S 100 B (bila tersedia fasilitas pemeriksaan), bertujuan untuk
menilai adakah indikasi pemeriksaan CT-scan dan untuk menentukan prognosis.
3. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami
gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda fisik
eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis, atau tanda
neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien
yang tidak sadar menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang
disebabkan oleh robekan arteri meningea media (Ginsberg, 2007)
4. Pemeriksaan CT scan kepala
CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360
derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan
direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan tampak secara menyeluruh
(luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai penampang-penampang
melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis akan tampak
dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak
dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Menurut
(Irwan, 2009) indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah
seperti berikut:
a) Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang
dan berat
b) Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
c) Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
d) Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.
e) Sakit kepala yang hebat.
f) Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan
otak.
g) Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral (Irwan,
2009).
F. Penatalaksanaan Medis
1. ABC (Airway, Breathing, Circulation)
a) Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
b) Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu pernafasan
misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask Nonrebreating,
Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c) Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5
kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi
antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam
darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan
perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa
dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2. Medikasi
No
Nama Obat
Dosis
1.
Diuretik osmotik
Dosisnya 0,5-1 g/kgBB,
Untuk mencegah
(mannitol 20%)
diberikan dalam 30 menit.
rebound
Pemberian diulang setelah 6
Keterangan
jam dengan dosis 0,250,5/kgBB dalam 30 menit
2.
Loop diuretic
Dosisnya 40 mg/hari IV
(furosemid)
Pemberiannya bersama
manitol, karena
mempunyai efek
sinergis dan
memperpanjang efek
osmotik serum manitol
3.
Diazepam
Dosisnya 10 mg IV dan bisa
Diberikan bila ada
diulang sampai 3 kali bila
kejang
masih kejang
4.
Analgetik
Dosisnya 325 atau 500 mg
Untuk mengurangi
(asetaminofen)
setiap 3 atau 4 jam, 650 mg
demam serta mengatasi
setiap 4-6 jam, 1000 mg
nyeri ringan sampai
setiap 6
sedang akibat sakit
kepala
5.
6.
7.
Analgetik (kodein)
30-60 mg, tiap 4-6 jam
Untuk mengobati nyeri
sesuai kebutuhan
ringan atau cukup parah
Antikonvulsan
Dosisnya 200 hingga 500 mg
Untuk mencegah
(fenitoin)
perhari
serangan epilepsi
Profilaksis
Biasanya digunakan setelah
Tindakan yang sangat
antibiotik
24 jam pertama, lalu 2 jam
penting sebagai usaha
pertama, dan 4 jam
untuk mencegah
berikutnya pasca operasi
terjadinya infeksi pasca
operasi
3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil
fragmen fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda
asing dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut
akibat fraktur dapat dikurangi.
4. Mobilisasi
Pada pasien trauma kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada trauma kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
G. Komplikasi
Komplikasi akibat trauma kepala:
1. Gejala sisa trauma kepala berat: beberapa pasien dengan trauma kepala berat dapat
mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi saraf
cranial) maupun mental (gangguan kognitif, perubahan kepribadian). Sejumlah
kecil pasien akan tetap dalam status vegetatif.
2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga subarachnoid dan
telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya kecil dan
tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan
bila terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten.
3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal
(pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang lama, fraktur
depresi kranium dan hematom intrakranial.
4. Hematom subdural kronik.
5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi dapat
menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi akibat cedera
vestibular (konkusi labirintin) (Adams, 2000).
H. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar
daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15
hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi,
adanya akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
3. Pemeriksaan primer
a) Airway management/penatalaksanaan jalan napas:
1) Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada
pasien tidak sadar).
2) Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada
pasien tidak sadar).
3) Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
4) Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi intratrakeal).
5) Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
b) Breathing/pernapasan:
1) Kaji pemberian O2.
2) Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding
dada (simetris)/posisi trakea.
3) Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
c) Circulation/sirkulasi:
1) Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi
jantung/bukti hilangnya darah.
2) Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.
3) Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi
urin.
4. Pemeriksaan sekunder
a)
Penampilan atau keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
b)
Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
c)
Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh
: Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya 36,5-
37,5°C)
Tekanan Darah
: Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
Nadi
: Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK
meningkat (Normalnya 60-100 x/menit)
RR
d)
: Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)
Pemeriksaan Nervus Cranial
a.
Nervus I
: Penurunan daya penciuman.
b.
Nervus II
:
Pada
trauma
frontalis
terjadi
penurunan
penglihatan karena edema pupil.
c.
Nervus III, IV, VI
: Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. Nervus V
: Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah
dahi.
e.
Nervus VII, XII
: Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah.
5.
f.
Nervus VIII
: Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g.
Nervus IX, X, XI
: Jarang ditemukan.
h.
Nervus XII
: Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.
Pemeriksaan Head to Toe
a.
Pemeriksaan Kepala

Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada
deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala)
Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)

Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada
skuama, ada kemerahan)

Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan
simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)

Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada
uban) Palpasi (rambut mudah rontok)

Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil
anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap
rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi
(bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)

Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal
keluar dari hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi
septum) Palpasi sinus (ada nyeri tekan)

Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada
otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna
biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid),
dan memotipanum (perdarahan di daerah membrane timpani telinga))
Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)

Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran
mukosa kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi
tidak bersih, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak
ada pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula simetris, mual-muntah)
Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada massa)

Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp,
tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak
ditemukan kaku kuduk)
b.
Pemeriksaan Dada dan Thorak
·
Paru-paru :
1) Inspeksi : Pergerakan
dinding dada
simetris, tidak ada
batuk, nafas
dada cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
2) Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
3) Perkusi : Sonor pada kedua paru.
4) Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
·
Jantung
:
1) Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut
nadi Bradikardia
3) Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
4) Auskultasi
: BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun
c.
Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi: permukaan simetris, warna coklat, permukaan normal
2) Auskultasi: bising usus normal
3) Palpasi: tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada
titik Mc. Burney
4) Perkusi: tidak ada cairan atau udara, suara redup
d. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
e. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot,
adanya sianosis
2) Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
1. Gangguan sirkulasi spontan b.d perdarahan intrakranial (D.0007)
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (D.0005)
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perifer (D.0003)
J. Kriteria hasil (SLKI)
No
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sirkulasi spontan
2.
Pola napas tidak efektif
3.
Gangguan pertukaran gas
Kriteria Hasil
a. Tingkat kesadaran 5
(meningkat)
b. Frekuensi nadi 1
(meningkat
c. Tekanan darah 1
(meningkat
d. Frekuensi napas 1
(meningkat)
e. Saturasi oksigen 1
(meningkat)
a. Dispnea 5 (menurun)
b. Penggunaan otot bantu
napas 5 (menurun)
c. Pemanjangan fase
ekspirasi 5 (menurun)
d. Frekuensi napas 5
(membaik)
e. Kedalaman napas 5
(membaik)
a. Tingkat kesadaran 5
(meningkat)
b. Dispnea 5 (menurun)
c. Bunyi napas tambahan 5
(menurun)
d. Gelisah 5 (menurun)
e. Takikardia 5 (membaik)
K. Intervensi Keperawatan (SIKI)
No
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sirkulasi spontan
2.
Pola napas tidak efekfik
Intervensi
Observasi:
a. Identifikasi kelas syok
untuk
estimasi
kehilangan darah
b. Monitor
status
hemodinamik
c. Monitor status oksigen
d. Monitor kelebihan cairan
e. Monitor nilai BUN,
kreatinin, protein total,
dan albumin jika perlu
Terapeutik:
a. Pasang
jalur
IV
berukuran besar (mis, no
14 atau 16)
b. Berikan infus cairan
kristaloid 1 – 2 L pada
dewasa
c. Berikan infus cairan
kristaloid 20 mL/kgBB
pada anak
Kolaborasi:
a. Kolaborasi
penentuan
jenis dan jumlah cairan
(mis, kristaloid, koloid)
b. Kolaborasi
pemberian
produk darah
Observasi:
a. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
b. Monitor bunyi napas
tambahan (mis, gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi
kering)
c. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik:
a. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan headtilt dan chin-lift
(jaw trust jika curiga
trauma servikal)
b. Posisikan semi fowler
atau fowler
c. Lakukan fisioterapi dada
(jika perlu)
d. Berikan oksigen
Kolaborasi:
3.
Gangguan pertukaran gas
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspectorant, mukolitik
(jika perlu)
Observasi:
a. Monitor kecepatan aliran
oksigen
b. Monitor posisi alat terapi
oksigen
c. Monitor aliran oksigen
secara periodik dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
d. Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis, oksimetri,
analisa gas darah) jika
perlu
e. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Terapeutik:
a. Pertahankan kepatenan
jalan napas
b. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
c. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Kolaborasi:
a. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan tidur
L. Daftar Pustaka
1. http://nindajunita96.blogspot.com/2017/09/konsep-askep-trauma-kepala.html
2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/25734/Chapter%20II.pdf?sequ
ence=3&isAllowed=y
3. https://id.scribd.com/doc/176551293/Pathway-trauma-kepala
4. http://eprints.umm.ac.id/41729/3/jiptummpp-gdl-cantikmaha-48503-3-babii.pdf
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala
sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak
(Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas,
2006)
Download