Uploaded by Hanif Maulana Widodo

PPkn perkuliahan 01-converted

advertisement
BAB I
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI
Deskripsi singkat
Bab ini secara khusus akan menjelaskan tentang Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Kurikulum Perguruan Tinggi, Latar Belakang
Pendidikan Kewarganegaraan, Hak Asasi Manusia, serta membahas
tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara. Materi ini dirancang dengan
tujuan memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan
dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara
dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara sebagai bekal
agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
negara.
Capaian pembelajaran matakuliah
Capaian pembelajaran mata kuliah ini ialah mahasiswa diharapkan
mampu melakukan beberapa hal, diantaranaya adalah:
1. Menjelaskan latar belakang Pendidikan Kewarganegaraan
2. Menunjukkan sikap patriotisme sebagai warga negara Indonesia
3. Memahami HAM secara universal
4. Menunjukkan sikap humanis, menghargai, dan menghotmati hak-hak orang lain
5. Menjunjung tinggi HAM sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia
6. Memaknai pentingnya wawasan nusantara bagi keberlangsungan
hiidup bangsa Indonesia
7. Memahami latar belakang, landasan, dan unsur dasar wawasan nusantara
8. Menerapkan cara pandang berdasarkan wawasan nusantara dalam menyikapi
kondisi dan permasalahan bangsa saat ini Mengimplementasikan wawasan
nusantara dalam kedudukannya sebagai civitas akademika
A.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Perguruan Tinggi
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu
masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan
hidup dan kehidupan generasi penerus, selaku warga masyarakat, bangsa
dan negara, secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi
hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan
konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasionalnya.
Kemampuan warganegara suatu negara, untuk hidup berguna dan
bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa
depannya, memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan
seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya
bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut menjadi panduan dan mewarnai
keyakinan
serta
pegangan
hidup
warganegara
dalam
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Melalui pendidikan secara bertahap dan berkelanjutan akan dapat
dilahirkan generasi yang sadar dan terdidik. Pendidikan dimaksud
mengarah pada 2 (dua) aspek. Pertama, pendidikan untuk memberi bekal
pengetahuan
dan
pengalaman
akademis,
keterampilan
profesional,
ketajaman dan kedalaman intelektual, kepatuhan pada nilai-nilai atau
kaidah-kaidah ilmu (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk
membentuk kepribadian atau jatidiri menjadi sarjana atau ilmuwan yang
selalu komited kepada kepentingan bangsa (it is matter of being). Aspek
being ini maknanya sangat penting, dan tidak kalah pentingnya dari aspek
having. Ketrampilan, profesionalisme dapat saja kita cari dengan menyewa
tenaga asing, namun adalah suatu kemustahilan untuk membentuk jatidiri
bangsa dengan mengambil oper nilai-nilai dari luar. Untuk itu tidak ada
alternatif lain kecuali kita harus mengacu kepada nilai-nilai budaya kita
sendiri sebagaimana termanifestasikan dalam Pancasila sebagai dasar
negara. Mengacu pada apa yang dinyatakan oleh The Internasional
Commision on Education for 21 st century, bahwa pendidikan hendaknya
memasukkan 4 (empat) pilar yaitu:
a.
b.
c.
d.
learning to know,
learning to do,
learning to be,
learning to live together.
(Siswomihardjo, 2001).
Perguruan
Tinggi
adalah
satuan
pendidikan
yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi. Tujuan Pendidikan Tinggi adalah:
1) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
2) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Sesuai dengan harapan, bahwa Pendidikan Tinggi dikembangkan
dan peranan perguruan tinggi diarahkan untuk:
1) Menjadikan perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni serta pusat kegiatan penelitian sesuai
dengan kebutuhan pembangunan masa sekarang dan masa datang.
2) Mendidik mahasiswa agar mampu menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni berjiwa penuh pengabdian serta memiliki rasa
tanggung jawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara
Indonesia dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
3) Mengembangkan tata kehidupan kampus sebagai masyarakat ilmiah
yang berbudaya, bermoral Pancasila dan berkepribadian Indonesia.
Peranan Perguruan Tinggi makin ditingkatkan, antara lain dengan cara:
1) Menjamin penggunaan kebebasan mimbar akademik dalam bentuk
yang kreatif, konstruktif, dan bertanggung jawab, sehingga dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan.
2) Melanjutkan usaha-usaha ke arah integrasi dan konsolidasi kegiatan
mahasiswa dan cendikiawan sesuai dengan disiplin ilmu dan
profesinya dalam wadah-wadah yang efektif sehingga mereka dapat
mengembangkan prestasi- prestasi serta partisipasi yang positif.
Dalam keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 232 / U /
2000 tentang Pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian
hasil belajar mahasiswa, ditetapkan pengelompokan matakuliah pada
program sarjana dan diploma terdiri atas : (a) Kelompok matakuliah
pengembangan kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan
pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan; (b) Kelompok matakuliah keilmuan dan
ketrampilan (MKK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang
ditujukan terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan
ketrampilan tertentu; (c) Kelompok matakuliah keahlian berkarya (MKB)
adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan menghasilkan
tenaga ahli dengan kekaryaan berdasarkan ilmu dan keterampilan yang
dikuasai; (d) Kelompok matakuliah perilaku berkarya (MPB) adalah
kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan untuk membentuk
sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut
tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan ketrampilan yang dikuasai; (e)
Kelompok
matakuliah
berkehidupan
bermasyarakat
(MBB)
adalah
kelompok bahan kajian dan pelajaran yang diperlukan seseorang untuk
dapat memahami kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan
pilihan keahlian dalam berkarya.
Penyelenggaraan perkuliahan MPK di perguruan tinggi merupakan
kegiatan yang sangat mendasar, karena hal itu menyangkut aspek
kepribadian yang akan mewarnai sikap dan perilaku calon intelektual yang
kelak akan hidup dan mengabdikan dirinya di tengah-tengah masyarakat,
bangsa dan negara.
Secara umum Visi MPK di perguruan tinggi menjadi sumber nilai dan
pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan
mahasiswa mengembangkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia
seutuhnya. Misi MPK di perguruan tinggi adalah membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan
nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta
tanah
air
sepanjang
hayat
dalam
menguasai,
menerapkan
dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dimilikinya
dengan rasa tanggungjawab. Sedangkan Standar Kompetensi MPK yang
wajib dikuasai mahasiswa meliputi pengetahuan tentang nilai-nilai
agama, budaya dan kewarganegaraan, dan mampu menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari; memiliki kepribadian yang mantap;
berpikir kritis; bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis, berpandangan
luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban. Adapun Kompetensi
Dasar Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bagian dari MPK adalah
menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air; demokratis yang berkeadaban; menjadi warga negara yang
memiliki daya saing; berdisiplin; dan berpartisipasi aktif dalam membangun
kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. (Kep. Dirjen
Dikti. No: 43/DIKTI/Kep./2006).
Substansi materi Pendidikan Kewarganegaraan yang disajikan dalam
buku ini meliputi: (a) Pengantar; (b) Hak Asasi Manusia; (c) Hak dan
Kewajiban Warganegara; (d) Bela Negara; (e) Demokrasi; (f) Wawasan
Nusantara; (g) Ketahanan Nasional; dan (h) Politik Strategi Nasional.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warganegara R.I. diharapkan
mampu : memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara bersinambungan
dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan
dalam Pembukaan UUD 1945. Pada saatnya dapat menghayati hakikat
konsepsi Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, sehingga menjiwai
tingkah lakunya selaku warganegara RI yang patriotik dan cinta tanah air
dalam melaksanakan profesinya.
B.
Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
Bangsa Indonesia bertekad mempertahankan kemerdekaan serta
kedaulatan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pandangan
banga
Indonesia
mengenai
pembelaan
negara
tercermin
dalam
Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 yaitu, (a) bahwa kemerdekaan
adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. (b) Pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. (c)
menjadi
hak dan kewajiban setiap warga negara untuk ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.
Dari
pandangan
tersebut
jelaslah
bahwa
Indonesia
dalam
pembelaan negaranya menganut prinsip bahwa setiap warga negara
berhak dan wajib membela serta mempertahankan kemerdekaan negara
yang telah diperjuangkannya, meliputi segenap rakyat Indonesia dan
seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu tidak boleh sejengkalpun
wilayah RI jatuh ke tangan asing, termasuk segala kekayaan yang
terkandung didalamnya serta yang tercakup dalam yurisdiksi nasional.
Upaya pembelaan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan
setiap warga negara. Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa upaya
pembelaan negara harus dilakukan berdasarkan azas keyakinan akan
kekuatan sendiri, keyakinan akan kemenangan dan tidak kenal menyerah,
serta
tidak
mengandalkan
pada
bantuan
atau
perlindungan
negara/kekuatan asing.
Bentuk perlawanan rakyat Indonesia dalam rangka membela dan
mempertahankan kemerdekaan bersifat kerakyatan, kesemestaan dan
kewilayahan. Hal ini berarti melibatkan seluruh rakyat, segenap sumber
daya nasional dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara
merupakan
tumpuan
perlawanan.
Perlawanan
rakyat
semesta
dilaksanakan sesuai dengan perkembangan zaman.
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia membuktikan bahwa bangsa
Indonesia dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan senantiasa
mendasarkan diri pada semangat perjuangan seluruh rakyat yang didorong
oleh perasaan senasib dan sepenanggungan serta skap rela berkorban
untuk tanah air. Kenyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa tumpuan
perlawanan bangsa Indonesia dalam menghadapi ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan (ATHG) adalah pada rakyat. Oleh sebab itu
peranan rakyat dalam upaya pembelaan negara merupakan faktor yang
sangat menentukan. Rakyat Indonesia adalah pejuang, sedangkan
TNI/POLRI yang tumbuh dan terdiri atas segenap lapisan dan golongan
pejuang adalah prajurit pejuang yang selalu berjuang bahu membahu
dengan rakyat. Semangat perjuangan yang terwujud manunggalnya
TNI/POLRI dengan rakyat tidak pernah pudar. Asas kekeluargaan
melandasi
kemanunggalan TNI/POLRI dengan rakyat yang melahirkan tanggung
jawab bersama dalam pengabdian mewujudkan cita-cita bangsa.
Pada awalnya keikutsertaan rakyat Indonesia dalam perjuangan
bersenjata tersebut belum diatur oleh Pemerintah atau belum terorganisasi
secara tertib. Hal ini dapat dimaklumi karena negara Indonesia baru saja
memperoleh kemerdekaannya, jadi belum sempat mengatur banyak hal
termasuk organisasi perlawanan rakyat. Namun demikian lama kelamaan
pengaturan dan pengorganisasian tentang lembaga perlawanan rakyat
tersebut dapat dilaksanakan setahap demi setahap.
Dalam rangka melawan kembalinya penjajah di tanah air Indonesia
pada waktu itu yang berfungsi sebagai kekuatan pokok bersenjata adalah:
Badan Keamanan Rakyat (BKR), kemudian sebagaimana seharusnya
bahwa tiap negara mempunyai angkatan perang yang lazim disebut
tentara, maka BKR berubah nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat
(TKR), dan dalam waktu yang tidak lama berubah menjadi Tentara
Keselamatan Rakyat yang singkatannya masih tetap TKR. Kemudian nama
TKR berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), yang akhirnya
nama TRI berubah lagi menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) sampai
sekarang.
Sebagai pengejawantahan peranserta (partisipasi) rakyat pada
umumnya dan pemuda atau pelajar pada khususnya, maka di mana-mana
didirikan
badan-badan
perjuangan
atau
badan-badan
kelaskaran
bersenjata, antara lain: Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI),
Laskar Wanita Indonesia (LASWI), Corp Mahasiswa (CM), Tentara Pelajar
(TP), Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), Corp Pelajar Siliwangi,
Mobilisasi Pelajar ) MOBPEL), dan sebagainya. Para pelajar mahasiswa
disamping tugas belajar dalam masa revolusi fisik, ikut ambil bagian
langsung di berbagai medan pertempuran bergabung bersama TNI. Untuk
mewadahi kelompok pelajar mahasiswa setelah penataan organisasi
angkatan perang RI dibentuk satu Brigade yang dikenal Brigade XVII.
Tradisi kejuangan itu berlanjut dalam periode sesudah revolusi fisik antara
lain dalam bentuk Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM) di sekitar tahun
1960-an yaitu program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Program
ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang telah mencapai sarjana muda
dengan tugas sebagai guru di berbagai wilayah Indonesia.
Pemerintah merasa perlu melaksanakan sistem Hankamnas secara
terpadu dengan dukungan dari semua unsur yang ada di masyarakat.
Untuk itu di lingkungan lembaga pendidikan tinggi pada masa lalu pernah
diselenggarakan Wajib Latih Mahasiswa (Walawa). Pelaksanaan Walawa
tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa mahasiswa Indonesia nantinya
mempunyai fungsi dan kedudukan yang penting di dalam masyarakat yaitu
sebagai kader bangsa yang diharapkan menjadi pemimpin bangsa.
Diselenggarakannya Walawa bagi para mahasiswa Indonesia tidak
bermaksud memiliterkan mahasiswa, melainkan meningkatkan kesadaran
mahasiswa Indonesia untuk ikut bertanggung jawab terhadap Hankamnas
Indonesia karena merasa ikut memiliki tanah air nusantara dan negara
Indonesia.
Pada waktu perebutan Irian Barat dengan Tri Komando Rakyat
(Trikora) yang di serukan oleh Presiden, Walawa juga dikembangkan.
Untuk memberikan wadah bagi para mahasiswa dalam pelaksanaan
Hankamnas selanjutnya pemerintah membentuk Resimen Mahasiswa
(MENWA). Dengan dibentuknya Menwa tersebut berarti mengikutsertakan
para mahasiswa di dalam usaha Perlawanan Rakyat (WANRA), dan
Pertahanan Sipil (HANSIP).
Dalam wajib bela negara, dikenal dua sistem: Wajib Latih (WALA),
dan Wajib Militer (WAMIL), yang kedudukannya merupakan proses
kegiatan
integral
Hankamnas di
dalam
rangka
luar TNI/POLRI
menyiapkan
komponen-komponen
khususnya menyiapkan komponen
Cadangan Nasional (CADNAS).
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah menempuh
kebijaksanaan baru, bahwa mulai tahun anggaran 1973/1974 pendidikan
Walawa dihentikan, dan untuk selanjutnya diselenggarakan:
1) Pendidikan Kewiraan, dan
2) Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD).
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa dan
pelajar Indonesia dalam masa revolusi fisik ikut aktif dalam perjuangan
bersenjata untuk
mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negaranya. Tradisi kejuangan
itu masih terus dilakukan dalam mengisi kemerdekaan.
Setelah memperoleh kemerdekaan, mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai
dengan eranya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut harus
ditanggapi bangsa Indonesia sesuai dengan reformasi yang diinginkan
masyarakat Indonesia, sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia
masih tetap eksis dalam wadah Nusantara.
Download